• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyiaran televisi saat ini menjadi media massa sumber informasi dan hiburan yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia. Penonton televisi Indonesia berasal dari berbagai macam suku bangsa, termasuk juga warga negara asing yang memiliki latar belakang budaya yang sangat berbeda dengan masyarakat Indonesia. Perbedaan budaya seringkali dianggap sebagai penghambat dalam melakukan proses komunikasi, termasuk penghambat dalam praktik menonton televisi. Bahasa verbal, kode non-verbal, kebiasaan, dan adat istiadat yang berbeda dapat membuat penonton asing mengalami kesulitan dalam memilih siaran televisi dan lebih jauh lagi memahami pesan yang mereka terima dari siaran televisi tersebut. Penelitian ini akan menjawab bagaimana praktik menonton siaran televisi Indonesia oleh mahasiswa Vietnam di Indonesia.

Media massa saat ini telah menjadi salah satu bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Mengonsumsi media massa kini menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan untuk menghabiskan waktu luang, sebagai pelarian dari rutinitas belajar dan bekerja. Menonton televisi merupakan kegiatan yang paling banyak dilakukan masyarakat Indonesia dalam waktu luangnya. Menurut riset Broadcasting Board of Governors (BBG) pada 2012, 94,1% masyarakat Indonesia memiliki dan menonton televisi. Siaran televisi mampu menghadirkan informasi yang berguna bagi kehidupan masyarakat dan dapat menyediakan hiburan untuk dapat ditonton ketika pikiran sedang penat. Siaran televisi saat ini mencoba memberikan alternatif menonton televisi dengan berbagai pesan dan tujuan yang tersembunyi di balik gambar dan suara yang ditayangkannya.

Siaran televisi Indonesia dikuasai oleh siaran televisi free-to-air. Siarannya terbagi menjadi dua klaster, yakni publik dan swasta. Televisi publik di Indonesia adalah TVRI. TVRI merupakan stasiun televisi pelopor di dunia pertelevisian Indonesia. Siaran TVRI berkonsentrasi kepada informasi dan edukasi kepada publik. Berbeda dengan televisi swasta yang cenderung menyiarkan program yang

(2)

2

berisikan hiburan. Saat ini terdapat sebelas stasiun televisi swasta yang mengudara di Indonesia, yaitu RCTI, SCTV, ANTV, MNCTV, Indosiar, GlobalTV, MetroTV, TransTV, Trans7, TVOne, dan Kompas TV. Stasiun-stasiun televisi swasta tersebut menyediakan konten berita dan non-berita kepada publik dengan sasaran pasar yang berbeda pula.

Metro TV dan TVOne yang mengkhususkan siarannya kepada siaran berita mampu menyediakan konten yang up-to-date mengenai kondisi terkini Republik Indonesia dan dunia kepada masyarakat, baik dari segi politik, ekonomi, kesehatan, hingga olahraga. Konten berita juga disiarkan oleh stasiun televisi lain, namun porsinya tidak sebanyak Metro TV dan TVOne. Stasiun televisi swasta lain lebih terfokus kepada siaran non-berita, khususnya sinetron, acara musik, infotainment, dan komedi. Keempat jenis program siaran ini merupakan program-program yang mampu menarik minat masyarakat Indonesia untuk menonton siaran televisi yang mereka sajikan. Masyarakat Indonesia menonton televisi di waktu luang mereka, ketika tidak sedang belajar, bekerja, bepergian, atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Konten yang disajikan oleh televisi publik dan swasta, baik konten berita maupun non-berita, tentu bernafaskan kebudayaan dan kondisi Indonesia, yang juga merupakan latar belakangkebudayaan produser siaran televisi dan penonton yang menjadi sasaran utama. Setiap siaran televisi yang diproduksi oleh berbagai stasiun televisi ini tentu saja memiliki pesan yang berbeda-beda yang telah ditetapkan oleh produsernya. Berbagai siaran televisi tersebut disiarkan ke seluruh penjuru Indonesia dan disaksikan oleh berbagai macam suku bangsa di Indonesia, termasuk warga negara asing yang dalam penelitian ini adalah mahasiswa Vietnam yang sedang menempuh pendidikan di Indonesia. Saat ini terdapat lima belas mahasiswa Vietnam yang sedang menempuh pendidikan di Indonesia. Mereka tersebar di Yogyakarta, Bandung, Malang, dan Semarang. Studi yang mereka tempuh pun berbagai macam dan tersebar di Fakultas-fakultas Teknik, Ilmu Budaya, Farmasi, serta Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Beberapa dari mereka menonton televisi di kos dan rumah kontrakan mereka, termasuk pula di ruang publik dan dilakukan di waktu-waktu tertentu.

(3)

3

Para mahasiswa ini tentu saja memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan masyarakat Indonesia. Mulai dari perbedaan bahasa, tentu saja Vietnam dan Indonesia memiliki bahasa yang sangat berbeda. Kebudayaan Vietnam sangat tradisional dan dekat dengan alam. Sebagian besar kebudayaan Vietnam terpengaruh kebudayaan Cina dan bersifat ketimuran, berbeda dengan Indonesia yang mereka anggap lebih kebarat-baratan. Dalam berkomunikasi dengan orang lain pun, masyarakat Vietnam memiliki lebih banyak aturan daripada masyarakat Indonesia.Perbedaan juga terletak pada kebiasaan sehari-hari.Masyarakat Vietnam memiliki kebiasaan untuk makan malam bersama dengan seluruh anggota keluarga dan menonton televisi setelah makan malam, terutama menonton siaran berita.Menonton televisi memang biasa dilakukan oleh masyarakat Vietnam pada malam hari setelah mereka beraktifitas dari pagi hingga sore hari. Pada saat menonton televisi itu, umumnya masyarakat Vietnam terfokus pada acara yang sedang disiarkan walaupun terkadang juga mendiskusikannya dengan anggota keluarga yang lain.

Siaran televisi Vietnam sangat dikuasai oleh pemerintah komunis, sehingga isi siarannya pun tidak jauh dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang sedang diberlakukan di negara tersebut. Siaran televisi di Vietnam pun dapat dikatakan kurang maju apabila dibandingkan dengan siaran televisi Indonesia.Secara teknis, apabila kita melihat siaran televisi Vietnam melalu siaran streaming di situs tvtructuyen.net, dapat diketahui bahwa kualitas gambar siaran televisi sangat jauh di belakang Indonesia.Demikian pula apabila dilihat dari kualitas acara. Menurut Mag Mediahub, saat ini Vietnam masih sangat kekurangan bahan untuk menghasilkan acara yang bermutu, terutama bagi para pemudanya, maka dari itu, stasiun televisi Vietnam banyak menayangkan siaran televisi yang dibeli dari televisi luar negeri.

Komunikasi antarbudaya pun terjadi ketika mahasiswa Vietnam ini menonton televisi. Pesan yang diproduksi dan disampaikan oleh produser melalui siaran televisi merupakan pesan yang mencerminkan budaya Indonesia, mulai dari bahasa, cara berinteraksi, hingga adat istiadat yang terkandung dalam pesan siaran televisi tersebut. Pesan ini kemudian diterima oleh mahasiswa Vietnam yang

(4)

4

berkedudukan sebagai penonton dengan budaya yang berbeda dengan budaya yang terdapat di dalam pesan. Seperti halnya dengan proses komunikasi antarbudaya yang lain, berbagai perbedaan yang ada antara mahasiswa Vietnam dan masyarakat Indonesia akan memunculkan perbedaan pada praktik menonton mereka atas pesan yang disampaikan dalam siaran televisi Indonesia. Selain itu, jika berbicara mengenai praktik menonton, akan ada perilaku menonton dan resepsi pesan yang dilakukan.Berbagai perbedaan akan muncul pada tujuan menonton, waktu mereka menonton televisi, program acara yang ditonton dan yang menjadi favorit, respon mereka terhadap program, termasuk juga penilaian mereka terhadap siaran televisi Indonesia.

Perbedaan latar belakang budaya di antara Vietnam dan Indonesia dianggap akan memunculkan perbedaan dalam praktik menonton dalam siaran televisi Indonesia oleh mahasiswa Vietnam. Hal tersebut membuat penelitian ini menarik untuk dikaji. Terlebih lagi, masih belum ada penelitian di Indonesia yang meneliti mengenai praktik menonton penonton asing atas siaran televisi Indonesia. Penelitian ini akan menjawab bagaimana praktik menonton siaran televisi Indonesia oleh mahasiswa Vietnam.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana praktik menonton siaran televisi Indonesia oleh mahasiswa Vietnam?

1. Bagaimana perilaku menonton siaran televisi Indonesia oleh mahasiswa Vietnam?

2. Bagaimana resepsi pesan siaran televisi Indonesia oleh mahasiswa Vietnam?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui praktik menonton siaran televisi oleh mahasiswa Vietnam.

(5)

5

2. Mengetahui perilaku menonton siaran televisi Indonesia oleh mahasiswa Vietnam

3. Mengetahui resepsi pesan siaran televisi Indonesia oleh mahasiswa Vietnam.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dapat menjadi referensi lebih lanjut mengenai praktik menonton oleh penonton.

2. Penelitian ini dapat menjawab bagaimana perilaku menonton dan resepsi pesan siaran televisi Indonesia oleh mahasiswa Vietnam.

1.5. Kerangka Pemikiran

1.5.1. PeranSiaran Televisi untukPenonton

Televisi di Indonesia masih menempati posisi puncak sebagai media yang paling sering dimanfaatkan oleh masyarakat.Televisi memiliki informasi dan hiburan yang dapat dimanfaatkan masyarakat. Peran penyiaran televisi yang penting bagi kehidupan masyarakat adalah sebagai media untuk menyalurkan informasi, edukasi, dan hiburan untuk khalayak ramai. Nilai penting yang kedua adalah rasa keintiman dan keterlibatan antara penonton dengan presenter atau aktor yang berperan dalam siaran televisi yang ditonton.

Sebagai media massa yang berperan untuk menyediakan informasi dan hiburan, penyiaran televisi memiliki peran public service (Bignell, 2004). Peran tersebut bertujuan untuk:

1. Menyediakan program yang edukatif dan menambah pengetahuan, 2. Menawarkan jenis program yang berbeda dalam tingkatan akses

yang berbeda pula, dan

3. Mengikat penonton dalam kejadian yang signifikan dan isu-isu yang sedang terjadi.

(6)

6

Selain peran public service ini, penyiaran televisi juga memiliki bentuk yang lain, yakni penyiaran komersial. Bentuk penyiaran komersial berbeda 180 derajat dengan penyiaran publik. Penyiaran komersial menitikberatkan tujuannya pada tujuan komersial. Mekanisme penyiaran komersial bergantung kepada pasar. Program yang memperoleh banyak penonton akan memperoleh banyak keuntungan dan dapat berkembang dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa kuantitas penontonlah yang berperan, bukan kualitas program yang baik.

Penyiaran komersial membuat siaran televisi saat ini dipenuhi oleh program televisi yang mengedepankan keinginan penontonnya. Berbagai kebutuhan penonton sangat menentukan suksesnya penyiaran komersial. Kebutuhan-kebutuhan ini juga mendorong penonton untuk menyalakan televisi dan menonton siaran televisi. Kebutuhan tersebut, sesuai dengan yang dinyatakan oleh Burton (2011), yaitu:

a. Kebutuhan akan informasi, yakni untuk memelihara dan memperkuat gambaran mengenai dunia geografis dan sosial. Kebutuhan ini biasanya dapat dipenuhi oleh siaran berita.

b. Kebutuhan akan identitas, yakni untuk memanfaatkan televisi, khususnya peran-peran tokoh dan peran-peran yang dimainkan guna mengecek pemahaman penonton akan diri dan perilaku sosial. Kebutuhan ini dapat diperoleh melalui tokoh-tokoh fiksi di televisi.

c. Kebutuhan akan interaksi sosial, yaitu untuk menyerap pengalaman melalui interaksi dari hubungan. Kebutuhan ini akan terpenuhi ketika menonton sinetron.

d. Kebutuhan akan pengalihan perhatian, yaitu menggunakan televisi sebagai hiburan seperti sebentuk permainan.

Televisi menjadi media massa yang mendominasi kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan populasi Indonesia yang mencapai 235 juta orang, 180-190 juta orang menonton televisi. Dari riset yang dilakukan oleh Broadcasting Board of Governors (BBG) pada 2012 kepada 3000 masyarakat

(7)

7

Indonesia di atas 15 tahun mengenai penggunaan media di Indonesia, televisi masih menempati posisi puncak penggunaan media. Hampir seluruh masyarakat Indonesia, yakni 94,1%, memiliki televisi di rumah mereka.

Terdapat perbedaan yang siginifikan antara masyarakat perkotaan dan pedesaan dalam tujuannya menonton televisi.Masyarakat perkotaan menonton televisi untuk memperoleh informasi. Menurut survei opini publik yang dlakukan oleh International Foundation for Election System (IFES) pada 2005, 56% masyarakat Indonesia menonton televisi untuk mengakses berita terkini yang disiarkan oleh stasiun televisi. Masyarakat Indonesia ternyata sangat tertarik dengan isu-isu keagamaan. Menurut riset BBG, 96,1% masyarakat Indonesia tertarik dengan isu keagamaan. Hampir sembilan dari sepuluh menyukai isu kesehatan dan pendidikan. Yang mengejutkan adalah hanya 42,9% masyarakat Indonesia yang mengakses berita politik.

Berbeda dengan masyarakat perkotaan, masyarakat pedesaan lebih suka mengakses televisi untuk hiburan.Masyarakat pedesaan lebih suka menonton sinetron dibanding masyarakat perkotaan, 28% berbanding 21% menurut survei IFES. Berbagai hiburan lain, seperti film dan musik juga banyak dikonsumsi oleh masyarakat pedesaan yakni 9% berbanding 7%.

Umur dan jenis kelamin juga berpengaruh terhadap pemanfaatan televisi.Menurut survei IFES, responden dengan umur 45-54 tahun lebih suka menonton siaran berita (53%) ketimbang kelompok umur lain. Sebaliknya, kelompok umur di bawah 25 tahun merupakan kelompok umur dengan prosentase menonton berita paling kecil (33%).Kelompok ini lebih suka memanfaatkan televisi untuk hiburan, yaitu sinetron (32%).

Laki-laki di Indonesia, menurut BBG, tertarik dengan isu-isu sains, teknologi, bisnis dan ekonomi, serta politik. Sementara itu, perempuan lebih menyukai isu-isu kesehatan.Menurut data IFES, laki-laki Indonesia lebih suka menonton siaran berita (66%) dan perempuan lebih suka menonton televisi untuk memperoleh hiburan, seperti sinetron (42%). Hal tersebut didukung oleh riset Nielsen pada 2012, yakni perempuan Indonesia paling banyak

(8)

8

menonton televisi pada prime time yakni pada jam 19.00-23.59 di mana pada jam-jam tersebut, televisi didominasi oleh siaran hiburan, seperti sinetron.

Dari berbagai penelitian tersebut maka dapat dilihat jika masyarakat Indonesia memang masih bergantung pada televisi untuk mendapatkan informasi dan hiburan. Laki-laki dengan usia produktif lebih menyukai siaran televisi yang mengandung informasi dan pengetahuan yang berguna bagi kehidupan dan pekerjaan mereka, sedangkan masyarakat dengan umur belum produktif lebih suka untuk menonton siaran televisi yang bertemakan hiburan. Begitu pula dengan perempuan, kelompok ini lebih menyukai untuk menonton hiburan, terutama sinetron, mungkin karena mirip dengan cerita dalam kehidupan sehari-hari.

Menonton televisi menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk mengisi waktu luangnya.Leisure time atau waktu luang dalam bahasa Indonesia, menurut para pakar seperti yang dikutip dalam World Youth report 2003, adalah waktu ketika orang muda tidak sedang berada di sekolah atau bekerja.Pemuda Indonesia menghabiskan waktu luangnya untuk menonton televisi, apabila dibandingkan dengan banyak negara lain. Menurut riset Euromonitor tahun 2011 kepada pemuda di negara dengan pertumbuhan pasar pemuda tercepat, Indonesia menempati peringkat pertama dalam hal menonton televisi. Jumlah ini berada di atas Brazil, Amerika Serikat, Filipina, dan Inggris. Begitu pula dengan riset yang dilakukan Goethe-Institut, menyebutkan bahwa pemuda Indonesia lebih suka menonton televisi apabila dibandingkan dengan kegiatan di waktu luang yang lain, seperti mendengarkan musik, berinternet, dan membaca buku. Riset tersebut juga menyebutkan bahwa lulusan universitas juga suka menonton televisi, namun prosentasenya lebih kecil daripada pemuda dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah.

1.5.2. Praktik Menonton Televisi

Menonton televisi kini telah menjadi kegiatan yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Setiap lapisan masyarakat, mulai dari

(9)

9

anak-anak hingga orang tua, masyarakat perkotaaan dan pedesaan telah memanfaatkan televisi sebagi salah satu sarana untuk mendapatkan informasi dan hiburan yang mereka butuhkan. Kehadiran televisi dalam masyarakat memunculkan satu istilah baru dalam dunia komunikasi, yakni praktik menonton. Praktik menonton adalah kegiatan menonton siaran televisi dengan segala dinamika penggunaan televisi oleh penonton, seperti siaran televisi yang dipilih untuk ditonton, kegiatan lain yang dilakukan ketika menonton, hingga resepsi pesan siaran televisi yang ditonton.

Menonton televisi saat ini telah menjadi salah satu rutinitas yang dilakukan sebagian besar manusia di dunia. Praktik menonton, pada awal kemunculannya, dinyatakan sebagai kegiatan satu arah yang akan memunculkan pengertian yang sama dari setiap orang yang melakukannya. Namun saat ini, seiring dengan perkembangan riset dan ilmu pengetahuan di bidang komunikasi, praktik menonton telah diartikan sebagai salah satu kegiatan yang kompleks.

Praktik menonton sudah bukan merupakan aktifitas yang langka dan mewah seperti pada masa awal ditemukannya. Sebagian besar rumah tangga sudah memiliki televisi dan siaran televisi telah menjadi salah satu pilar dalam relasi seseorang. Menonton televisi memang telah mempengaruhi kehidupan sosial dari orang-orang yang melakukannya.Menonton televisi merupakan praktik hidup hari, termasuk dalam budaya hidup sehari-hari. Menonton televisi sudah menjadi rutinitas yang dilakukan ketika sedang tidak berada dalam lingkungan sekolah atau pekerjaan. Program televisi disiarkan dari pagi hingga pagi lagi, membuat masyarakat tidak akan kehabisan program televisi untuk ditonton. Setiap ada waktu luang, masyarakat dapat menonton televisi dan menjadikan siaran televisi sebagai bumbu kehidupan.

Menurut Morley (1992), menonton televisi tidak dapat diasumsikan sebagai aktifitas satu dimensi atas makna yang setara atau signifikansi sepanjang waktu dari semua yang melakukannya. Setiap orang yang menonton televisi tentu memiliki perbedaan-perbedaan tertentu, baik dari

(10)

10

program yang ditonton, tujuan, dan perhatian terhadap program. Menurut Morley, setiap orang, dapat pula dalam satu kelompok, memiliki pilihan yang berbeda dalam menentukan apa yang ditontonnya. Perhatian dalam menonton suatu acara televisi pun dapat berbeda pada orang yang satu dengan orang yang lain.

Praktik menonton televisi tidak hanya merupakan kegiatan duduk diam melihat layar kaca dan menikmati apa yang disediakan produser program televisi. Sebelum menonton suatu program televisi, penonton pasti akan memilih program televisi apa yang menurutnya menarik dan berguna bagi kehidupannya sehari-hari. Dalam memilih siaran televisi yang akan ditonton, penonton akan mengaitkannya dengan pengalaman dan lingkungan mereka. Dalam menonton televisi, penonton melihat televisi sebagai deretan program, iklan, cuplikan, dan tentu saja penonton akan mengganti saluran, terkadang menonton setengah dari program, dan tingkatan perhatian mereka pun beragam dari waktu ke waktu.

Tidak semua orang yang menonton televisi akan selalu menaruh perhatiannya pada apa yang ada di layar kaca. Seperti yang dikemukakan Bausinger (1984) dalam Morley, dengan menekan tombol power, belum berarti seseorang memang ingin menonton apa yang ada di layar kaca, namun dapat pula bermakna „aku tidak ingin melihat dan mendengar apapun‟. Ada pula penonton yang menonton televisi dengan benar-benar menaruh perhatiannya pada acara yang ditayangkan, namun tidak sedikit pula yang menonton televisi sambil makan, mengobrol, atau bahkan memasak.

Banyak kegiatan lain yang dapat dilakukan ketika menonton televisi. Masyarakat Indonesia kerap menonton televisi sambil menggunakan internet. Riset Nielsen pada 2011 mengungkapkan bahwa 45% rakyat Indonesia menonton televisi dan menggunakan internet pada waktu bersamaan.

Riset mengenai praktik menonton televisi pernah dilakukan oleh Morley (1992). Riset tersebut meneliti praktik menonton pada 18 keluarga kulit putih yang berdomisili di London Selatan. Penelitian ini ingin mengungkap bagaimana dinamika penggunaan televisi oleh keluarga,

(11)

11

keputusan menonton dibentuk, gaya menonton, diskusi atas materi program, perbedaan komitmen dan respon dari program yang berbeda, dan relasi antara praktik menonton dan dimensi kehidupan keluarga yang lain.

Dari riset tersebut Morley menemukan bahwa gender membawa pengaruh yang signifikan terhadap pemilihan dan keputusan menonton. Laki-laki, dalam penelitian Morley adalah ayah, selalu menempatkan acara pilihannya untuk ditonton bersama keluarga. Aktifitas di samping menonton televisi pun berbeda, laki-laki cenderung menonton televisi tanpa mengurangi perhatian, dalam kesunyian, dan tidak ingin melewatkan apapun. Berbeda dengan wanita yang menganggap praktik menonton sebagai kegiatan sosial, sambil mengobrol, bahkan melakukan pekerjaan rumah tangga.

Riset Morley juga mengungkapkan apabila laki-laki tidak terlalu banyak membicarakan televisi dengan orang lain, kecuali membicarakan olahraga dan hal-hal yang bersifat maskulin. Hal yang sebaliknya berlaku untuk penonton wanita. Mereka suka membahas acara televisi dengan orang lain. Wanita cenderung suka untuk membicarakan program acara apapun yang mereka tonton, membicarakan tokoh dalam acara, bahkan apa mereka pikir akan terjadi dalam acara itu.

1.5.3. Resepsi Pesan Siaran Televisi oleh Penonton

Dalam membahas komunikasi, tentu saja akan membahas komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek. Dalam pembahasan ini akan memfokuskan pada pemaknaan pesan oleh komunikan atas pesan yang disampaikan oleh komunikator. Komunikan, atau dalam hal ini akan disebut penonton, akan menerima pesan dari komunikator, yakni perusahaan media dengan channel televisi. Dalam menerima pesan tersebut, penonton juga akan membangun makna dari pesan tersebut sesuai dengan persepsinya sendiri. Proses membangun makna ini juga disebut proses decoding.

Hall membicarakan masalah decoding dan dikutip oleh McQuail (1997: 101), penonton memaknai arti yang disampaikan oleh sumber berdasarkan perspektif dan harapan mereka sendiri, walaupun terkadang juga berdasarkan

(12)

12

pengalaman yang telah terbagi.Seperti halnya yang disampaikan Jensen (1991) dalam McQuail (1997: 101), teori tentang penonton yang baru menawarkan bahwa tidak hanya signifikansi dari pengalaman media namun juga makna dari konten media sangat bergantung pada persepsi, pengalaman, dan lokasi sosial penonton. Senada dengan Jensen, Hall (1980) dalam Baran dan Davis (2009) juga mengatakan bahwa penonton memaknai makna dari produser konten berdasarkan perspektif dan keinginan mereka, walaupun terkadang juga berdasarkan pada bingkai pengalaman yang sama.

Hall (1980) dalam Baran dan Davis (2009) kemudian mengembangkan konsep decoding ini menjadi analisis resepsi yang salah satu fokusnya adalah bagaimana berbagai tipe penonton memberi makna terhadap suatu konten tertentu. Berbagai pengalaman, perspektif, dan kehidupan sosial yang berbeda antara satu kelompok penonton dengan kelompok penonton yang lain membuat pemaknaan atas suatu konten siaran televisi menjadi berbeda-beda. Hal tersebut mendorong Hall untuk mengemukakan bahwa teks media bersifat polisemi. Teks media pada dasarnya bersifat ambigu dan dapat diinterpretasi dengan berbagai cara. Walaupun begitu, produser dari konten media tetap menawarkan suatu makna, yakni makna dominan atau preferred reading ketika mereka memproduksi pesan.

Adanya makna dominan ini tidak menutup kemungkinan dan kesempatan bagi penonton untuk dapat membentuk makna baru yang sesuai dengan keinginan dan motivasinya dalam menonton televisi.Tidak semua penonton akan setuju dengan makna yang ditawarkan oleh produser, sebagian mungkin akan tidak setuju atau salah dalam menginterpretasikan makna yang ditawarkan tersebut, sehingga penonton akan memunculkan makna alternatif atau negotiated meaning yang berbeda dengan preferred reading. Sebagian penonton yang lain sangat mungkin akan tidak setuju sama sekali dengan makna yang ditawarkan produser. Penonton yang seperti ini akan memaknai pesan secara bertolak belakang. Makna ini disebut Hall dengan oppositional decoding. Hal ini hampir sama dengan yang dirumuskan oleh Martin-Barbero (1993),dalam Baran dan Davis (2009), yakni walaupun saat ini masyarakat

(13)

13

dapat terpengaruh oleh dominasi teknologi komunikasi, masyarakat tetap dapat menolak, mendaur ulang, dan mendesain kembali teknologi tersebut, dan masyarakat memiliki kemampuan dalam decoding dan menerima psan dan tidak harus tertipu oleh pesan yang diterimanya itu.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Hall, David Morley (1980) mengaplikasikannya dengan melakukan riset mengenai analisis resepsi (Morley, 1992).Morley melakukan focus group discussion dengan 29 kelompok sosial yang menonton salah satu episode dari Nationwide. Dari riset ini, Morley kemudian mengelompokkan penonton menjadi tiga kategori, yaitu dominan, ternegosiasi, dan oposisi. Dari riset ini pula Morley dapat menentukan bahwa analisis resepsi termasuk dalam metode penelitian kualitatif dan biasanya dilakukan dengan metode focus group discussion.

Alasuutari (1999),seorang sosiologis, dalam Baran dan Davis (2009), kemudian berargumen bahwa riset mengenai resepsi penonton telah memasuki tahap ketiga.Menurutnya, tahap pertama adalah pendekatan encoding-decoding yang dikemukakan oleh Hall.Tahap kedua didominasi oleh riset etnografi Morley mengenai resepsi penonton.Tahap ketiga adalah kembalinya studi resepsi kepada masalah maksroskopis yang memotivasi teoris kritis.Hal tersebut merepresentasikan usaha dalam mengintegrasikan teori kritis dengan analisis resepsi untuk membangun agenda riset yang menantang.

Menurut Baran dan Davis (2009), teori resepsi penonton memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut.

a. Kelebihan

1) Fokus perhatian kepada individu dalam proses komunikasi massa.

2) Menghargai intelektualitas dan kemampuan dari konsumen media.

3) Mengetahui luasnya makna pesan dalam teks media.

4) Mencari pemahaman mendalam mengenai bagaimana penonton menginterpretasi konten media.

(14)

14

5) Dapat menyuguhkan analisis yang mencerahkan mengenai bagaimana media digunakan dalam kehidupan sosial sehari-hari.

b. Kelemahan

1) Biasanya berdasar pada interpretasi subjektif peneliti. 2) Tidak dapat menunjukkan ada atau tidak adanya efek dari

media.

3) Menggunakan metode kualitatif yang menghidari penjelasan kausal.

4) Terlalu berorientasi pada level mikro.

1.5.4. Teori Uses and Gratification

Teori Uses and Gratification berfokus pada konsumen atau penonton suatu pesan komunikasi. Teori ini memusatkan perhatian pada penggunaan (uses) isi media untuk pemenuhan kebutuhan (gratification) atas kebutuhan seseorang (Rohim, 2009: 188).

Menurut McQuail (1997: 71), pendekatan uses and gratification berdasar pada beberapa hal, yaitu:

1. Pilihan media dan kontennya secara umum bersifat rasional dan menuju kepada tujuan kepuasan yang spesifik (penonton aktif dan formasi penonton dapat dijelaskan secara logis).

2. Anggota penonton sadar terhadap adanya kebutuhan yang berhubungan dengan media yang muncul pada situasi individu dan sosial dan mampu menyuarakan motivasi tersebut.

3. Pembicaraan luas, kebutuhan personal merupakan penentu formasi penonton yang lebih spesifik daripada faktor estetika dan kebudayaan.

4. Semua atau sebagian besar faktor relevan formasi penonton (motif, kepuasan, pilihan media, latar belakang) dapat diukur secara prinsipil.

(15)

15

Dengan hal tersebut, pendekatan uses and gratification mengungkapkan bahwa penonton, dalam hal penelitian ini penonton televisi, merupakan penonton yang aktif, sadar, dan mampu mengendalikan keinginannya dalam mengonsumsi media untuk memperoleh kepuasan yang diharapkannya. Pendekatan ini tidak lagi menempatkan penonton pada posisi pasif yang menerima konten media apa adanya seperti yang dikemukakan pada teori jarum suntik.

Katz, Blumler, dan Gurevitch (1974) dalam McQuail (1997), mengemukakan bahwa terdapat lima elemen atau asumsi dasar dari teori uses and gratification, yaitu:

1. Penonton bersifat aktif dan penggunaan media berorientasi pada tujuan.

2. Adanya hubungan antara kebutuhan dan kegunaan media dengan pilihan media tertentu bergantung pada penonton itu sendiri.

3. Media berkompetisi dengan sumber pemuas kebutuhan yang lain.

4. Masyarakat cukup sadar akan penggunaan media, ketertarikan, dan motif mereka sendiri untuk menyediakan gambaran yang jelas atas penggunaan itu kepada peneliti.

5. Penilaian mengenai norma terhadap hubungan penonton dengan suatu konten harus ditangguhkan.

Baran dan Davis (2009) mengungkapkan bahwa penelitian saat ini memfokuskan pada aktifitas penonton, di mana masyarakat secara aktif menyusun makna atas konten dan membangun makna baru yang sesuai dengan tujuan mereka dengan lebih baik daripada makna yang dibentuk oleh produser atau distributor konten media tersebut.

(16)

16 1.6. Model Penelitian

Gambar 1.1 Model Penelitian Penonton berlatar belakang

budaya berbeda

Praktik Menonton Siaran Televisi Indonesia

Berita dan non-berita

• Resepsi siaran televisi oleh mahasiswa Vietnam o Proses decoding o Penilaian atas program o Makna yang diterima  Perilaku menonton siaran

televisi Indonesia: o Program yang disukai o Tujuan menonton o Atensi terhadap

program yang ditonton  Kegiatan lain yang dilakukan ketika menonton  Teman ketika menonton o Waktu menonton o Tempat menonton

(17)

17 1.7. Kerangka Konsep

1.7.1. Penonton Berlatar Belakang Budaya Berbeda

Dalam penelitian ini, yang dimaksud penonton dengan latar belakang budaya yang berbeda adalah mahasiswa Vietnamdi Indonesia yang menonton siaran televisi Indonesia.

1.7.2. Siaran Televisi Indonesia: Berita dan Non-Berita

Siaran televisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siaran televisi kategori berita dan non-berita yang disiarkan oleh stasiun televisi Indonesia.Siaran berita menyajikan informasi berdasarkan fakta, termasuk di dalamnya adalah berita politik, ekonomi, seni budaya, dan olahraga.Sedangkan siaran non-berita adalah siaran yang mengedepankan hiburan bagi penontonnya, yang pada penelitian ini dikategorikan menjadi seri dan hiburan.Seri terdiri dari sinema elektronik dan komedi situasi, serta hiburan dibedakan menjadi musik, game show, dan infotainment. Penelitian ini akan memfokuskan siaran televisi terhadap berita, sinetron, komedi situasi, musik, dan infotainment yang kerap disaksikan oleh mahasiswa Vietnam.

1.7.3. Praktik Menonton

Praktik menonton dalam penelitian ini adalah kegiatan menonton televisi dengan dinamika penggunaan televisi oleh penonton.Praktik menonton dibagi menjadi dua kategori, yakni perilaku menonton dan resepsi pesan.

1.7.3.1. Perilaku Menonton Mahasiswa Vietnam

Perilaku menonton dalam penelitian ini adalah perilaku menonton yang dilakukan oleh mahasiswa Vietnam di Indonesia.Dalam perilaku menonton ini yang akan diteliti adalah sebagai berikut.

a. Program kesukaan mahasiswa Vietnam. Selain akan mengetahui program yang menjadi kesukaan, dalam

(18)

18

penelitian ini juga akan dicari tahu alasan mahasiswa Vietnam menyukai program-program tertentu. Pada bagian ini, program kesukaan informan akan dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Program asing yang disukai. Dalam penelitian ini, program yang disukai merupakan siaran televisi yang diproduksi di luar Indonesia.

2) Siaran televisi Indonesia favorit. Dalam penelitian ini, siaran televisi Indonesia favorit berarti siaran televisi yang disukai oleh informan dan diproduksi oleh stasiun televisi atau rumah produksi di Indonesia.

b. Tujuan mahasiswa Vietnam dalam menonton siaran televisi Indonesia, antara lain untuk memenuhi kebutuhannya akan hiburan, informasi, dan interaksi sosial. Kebutuhan akan hiburan mampu diperoleh misalnya dengan menonton sinetron, acara musik, game show, komedi, dan infotainment. Kebutuhan akan informasi antara lain dapat diperoleh dengan menonton berita dan acara yang sarat akan informasi faktual. Kebutuhan akan interaksi sosial dapat diperoleh ketika informan menonton siaran yang memperlihatkan cara berinteraksi antara orang yang satu dengan orang yang lain, di samping itu, kebutuhan ini juga dapat diperoleh ketika informan menonton televisi dengan orang lain dan berkomunikasi dengan orang tersebut.

c. Atensi ketika menonton televisi menunjukkan bagaimana perhatian mahasiswa Vietnam ketika menonton suatu acara. Atensi ini dapat ditentukan dengan meneliti kegiatan lain yang dilakukan sembari menonton televisi, termasuk juga kegiatan yang dilakukan ketika jeda iklan. Di samping itu, teman ketika menonton televisi juga akan menentukan atensi dalam menonton siaran televisi.

(19)

19

d. Waktu menonton televisi menunjukkan waktu-waktu tertentu yang dihabiskan oleh informan untuk menonton televisi.

e. Tempat objek penelitian menonton televisi adalah latar tempat informan menonton televisi.

Setelah mengetahui perilaku menonton informan, selanjutnya akan diteliti resepsi pesan siaran televisi Indonesia oleh mahasiswa Vietnam.

1.7.3.2. Resepsi Siaran Televisi Indonesia oleh Mahasiswa Vietnam

Resepsi siaran televisi Indonesia oleh mahasiswa Vietnam adalah cara mahasiswa Vietnam memaknai pesan-pesan yang terdapat dalam siaran televisi yang ditontonnya. Resepsi pesan siaran televisi Indonesia oleh mahasiswa Vietnam dapat diteliti dari tiga tahapan, yakni:

1. Proses decoding pesan dalam siaran televisi. Dalam penelitian ini, proses decoding akan menentukan bagaimana cara informan memahami pesan yang disampaikan dalam siaran televisi.

2. Penilaian atas program yang ditonton. Dalam penelitian ini, tanggapan mahasiswa Vietnam atas program yang ditonton juga akan berhubungan dengan penilaian mahasiswa Vietnam atas siaran televisi Indonesia.

3. Makna yang diterima oleh informan dalam penelitian ini berkaitan dengan penilaian atas program yang ditonton. Data dalam bagian ini kemudian akan dikategorikan sesuai dengan teori resepsi pesan yang dikemukakan oleh Stuart Hall, yakni preferred/dominant reading, negotiated meaning, dan oppositional decoding.

(20)

20 1.8. Metodologi Penelitian

1.8.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi audiens.Studi audiens adalah pendekatan penelitian dengan audiens sebagai objek penelitian.Penelitian ini akan mengamati praktik menonton siaran televisi Indonesia yang dilakukan oleh mahasiswa Vietnam. Dalam penelitian ini akan dilakukan observasi, wawancara mendalam, serta studi pustaka dan dokumentasi hingga didapat data yang mampu menjawab rumusan masalah secara optimal.

1.8.2. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data mengenai praktik menonton objek penelitian, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga cara:

a. Observasi

Untuk memperoleh data mengenai praktik menonton mahasiswa Vietnam, peneliti menggunakan teknik observasi. Dengan menggunakan teknik observasi, peneliti mampu melihat dan mengamati secara langsung bagaimana praktik menonton yang dilakukan oleh para informan penelitian ini. Observasi partisipatif ini akan dilakukan dengan cara menemani dan berada di tempat mahasiswa Vietnam ketika menonton siaran televisi, sehingga peneliti akan dapat melakukan pengamatan langsung mengenai praktik menonton siaran televisi Indonesia yang dilakukan oleh mahasiswa Vietnam. Dalam observasi ini, peneliti akan mengamati secara langsung bagaimana praktik menonton mahasiswa Vietnam. Setelah melakukan observasi, akan dilanjutkan dengan wawancara mendalam kepada setiap informan untuk mendapatkan data yang tidak mampu diperoleh dari observasi.

(21)

21 b. Wawancara mendalam

Wawancara mendalam dilakukan oleh peneliti kepada mahasiswa Vietnam yang bertindak sebagai informan. Tahapan wawancara akan dilakukan sebagai berikut.

1) Memilih informan. Dalam wawancara ini, informan yang dipilih adalah mahasiswa Vietnam yang sedang melanjutkan studi di Indonesia. Lebih khusus lagi, dipilih mahasiswa yang melakukan praktik menonton siaran televisi Indonesia.

2) Peneliti mendefinisikan masalah kepada informan. Masalah dalam penelitian ini adalah praktik menonton mahasiswa Vietnam atas siaran televisi Indonesia.

3) Menyiapkan fasilitas wawancara, antara lain: panduan wawancara, alat perekam, kamera, dan alat tulis.

4) Wawancara akan dilaksanakan di rumah sewa dan kos mahasiswa Vietnam.

5) Wawancara akan dilakukan mulai bulan April hingga peneliti mendapatkan seluruh data yang diperlukan. Wawancara akan dilakukan oleh peneliti kepada mahasiswa asal Vietnam selaku objek penelitian ini. Wawancara dilakukan untuk mengetahui tujuan, pengalaman, penilaian, dan proses resepsi pesan objek penelitian atas siaran televisi Indonesia. c. Studi Pustaka dan Dokumentasi

Studi pustaka dan dokumentasi dilakukan untuk memperoleh latar belakang kebudayaan mahasiswa Vietnam. Hal ini dapat memberikan penjelasan yang lebih lanjut atas temuan penelitian yang nantinya didapatkan dan mampu untuk membantu proses analisis data.

(22)

22 1.8.3. Objek Penelitian

Objek atau informan dari penelitian ini adalah para mahasiswa Vietnam yang sedang melanjutkan studi di Indonesia. Mahasiswa asal Vietnam ini memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan Indonesia, sehingga akan memiliki praktik menonton yang berbeda pula dengan masyarakat Indonesia. Selain itu, mahasisiwa Vietnam ini umumnya merupakan mahasiswa reguler, bukan mahasiswa pertukaran, sehingga memiliki waktu yang cukup lama untuk berada di Indonesia, sekitar satu hingga tiga tahun dan memberikan waktu bagi peneliti untuk melakukan penelitian dengan lebih leluasa.

Dari lima belas mahasiswa Vietnam yang ada di Indonesia, hanya empat orang yang melakukan praktik menonton siaran televisi Indonesia. Sebelas orang lainnya sama sekali tidak menonton siaran televisi Indonesia. Atas pertimbangan tersebut, maka peneliti memilih empat orang tersebut untuk menjadi informan dalam penelitian ini.

1.8.4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dari penelitian ini adalah dengan menganalisis data yang telah didapatkan peneliti melalui pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara mendalam, serta studi pustaka dan dokumentasi.Dari sekian banyak data yang didapatkan dari pengumpulan data, kemudian dipilih data yang mewakili jawaban dari rumusan masalah.

Pada penelitian ini, data-data yang akan diperoleh adalah data yang berkaitan dengan praktik menonton mahasiswa Vietnam, yakni perilaku menonton dan proses resepsi pesan siaran televisi oleh mahasiswa Vietnam di Indonesia. Hasil analisis data kemudian dituliskan dalam bentuk laporan supaya mudah dimengerti oleh pembaca.

Gambar

Gambar 1.1 Model Penelitian Penonton berlatar belakang

Referensi

Dokumen terkait

Apabila rasio konsistensi (consistency ratio atau CR) sudah memenuhi syarat dibawah 0.10, atau CR < 0.10, maka dilakukan penggabungan pendapat dari setiap

Ringkasnya, meskipun struktur kristal serbuk ferit hasil sintesis telah sama dengan produk komersial, namun sifat-sifat magnetik magnet yang dihasilkan masih belum dapat

Untuk menentukan adanya perbedaan antar perlakuan digunakan uji F, selanjutnya beda nyata antar sampel ditentukan dengan Duncan’s Multiples Range Test (DMRT).

Bahan ajar kaparigelan nulis keur barudak SD/MI bisa ditengetan dina Standar Kompetensi (SK) jeung Kompetensi Dasar (KD) dina SKKD Matapelajaran Bahasa dan Sastra Sunda 2006..

Proses diversi mencapai kesepakatan, maka fasilitator diversi membuat berita acara kesepakatan diversi yang ditandatangani oleh para pihak dan dilaporkan kepada

Tujuan khusus, setelah dilakukan 4 kali kunjungan diharapkan klien mampu mengenal masalah (identifikasi pengaruh terapi dzikir), keluarga mampu mengambil keputusan

Pengaruh solvent-feed ratio, waktu kontak, suhu eampuran dan keeepatan putaran pengaduk terhadap volume rafinat, titik anilin, spesific gravity dan angka eetane bahan bakar diesel

Alas dasar pertimbangan tersebut di alas, maka perlu disahkan Peraturan Daerah Kabupaten Batang tentang Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan di Desa sebagai salah