BAB II
HUBUNGAN HUKUM ANTARA PERUSAHAAN INDUK DENGAN PERUSAHAAN ANAK DALAM PERUSAHAAN GRUP
A. Tinjauan Umum Mengenai Perusahaan Grup, Perusahaan Induk dan Perusahaan Anak
1. Perusahaan Sebagai Badan Hukum
Secara historis, istilah Perusahaan berasal dari Hukum Dagang dan merupakan hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Istilah “Perusahaan” adalah istilah yang lahir sebagai akibat adanya pembaharuan dalam Hukum Dagang. Masuknya istilah Perusahaan dalam KUHD diawali dengan ditemukannya beberapa kekurangan atau kelemahan dalam KUHD. Saat ini, beberapa pasal dari Buku I KUHD tentang pedagang pada umumnya sudah dianggap tidak
sesuai lagi dengan perkembangan dalam dunia usaha atau perdagangan.63 Oleh
karena itulah, sejak beberapa pasal dalam Buku I KUHD dicabut, maka sejak saat itu pula istilah dan pengertian pedagang dan perbuatan perdagangan (perniagaan) tidak layak lagi mewakili kepentingan kaum pedagang khususnya dan masyarakat pada umumnya yang kemudian memiliki hubungan, kepentingan dan atau ikut ambil
bagian dalam aktivitas perusahaan.64
63
Mulhadi, Op. Cit., hal. 4 64
Pengertian perusahaan menurut Undang-Undang Stb. 1938-376, di samping mempunyai pengertian yuridis juga mempunyai pengertian ekonomis. Pengertian
perusahaan tersebut mengandung unsur-unsur:65
a. Terus-menerus, b. Terang-terangan,
c. Dalam kedudukan tertentu,
d. Dengan maksud mencari keuntungan.
Suatu usaha yang tidak memiliki unsur-unsur seperti yang dimaksudkan di atas tidak dapat dikategorikan sebagai suatu perusahaan, melainkan hanya dapat
dimasukkan ke dalam pengertian pekerjaan/jabatan (beroep) saja.66
Istilah Perusahaan dalam bahasa Indonesia mempunyai 3 (tiga) pengertian
yang diadopsi dari istilah Belanda, yakni sebagai berikut:67
a. Onderneming
Dalam istilah onderneming tercermin seakan-akan adanya suatu kesatuan kerja (wekeenheid), namun ini terjadi dalam suatu perusahaan.
b. Bedrijf
Bedrijf diterjemahkan dengan “perusahaan”, yang mana dalam hal ini tercermin
adanya penonjolan pengertian yang bersifat ekonomis yang bertujuan mendapatkan laba, dalam bentuk suatu usaha yang menyelenggarakan suatu perusahaan. Dengan kata lain, bedrijf ini merupakan kesatuan teknik untuk produksi, misalnya huisvlijt (home industry atau industri rumah tangga),
nijverheid (kerajinan atau keterampilan khusus), fabriek (pabrik).
c. Vennootschap
Vennootschap mengandung pengertian juridis karena adanya suatu bentuk usaha
yang ditimbulkan dengan suatu perjanjian untuk kerja sama dari beberapa orang sekutu atau pesero.
65
Chidir Ali, Op. Cit., hal. 104 66
Ibid, hal. 105 67
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat diketahui perbedaan pengertian perusahaan (bedrijf) dan onderneming yaitu jika bedrijf mengandung pengertian kesatuan finansial-ekonomis, maka onderneming merupakan suatu kesatuan kerja (werkeenheid) yang semata-mata mengandung pengertian ekonomis saja, dan kedua-duanya mengandung pengertian yang bersifat non juridis, sedangkan vennootschap
mengandung pengertian yang bersifat yuridis.68
Menurut Molengraaff, “perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar, untuk mendapatkan penghasilan, dengan cara memperniagakan atau menyerahkan barang-barang, atau mengadakan perjanjian perdagangan”. Molengraff di sini memandang pengertian perusahaan dari
sudut ekonomi.69
Polak memandang bahwa perusahaan itu ada apabila diperlukan adanya perhitungan-perhitungan tentang laba-rugi yang dapat diperkirakan, dan segala sesuatu itu dicatat dalam pembukuan. Polak, dalam hal ini, memandang perusahaan dari sudut komersial.
70
Perbuatan perusahaan di sini memiliki dua unsur, yaitu: direncanakan terlebih dahulu tentang laba ruginya dan unsur kedua yakni semua itu
dicatat dalam pembukuan.71
68
Ibid, hal. 7-8 69
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 7
70
Ibid, hal. 8 71
H. M. N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia: Pengetahuan Dasar
Hukum Dagang, Cetakan keempat belas, (Jakarta: Djambatan, 2007), hal. 21
Unsur inilah yang membuat pengertian perbuatan perusahaan lebih luas dari pada pengertian perbuatan perniagaan yang sebelumnya diatur di dalam KUHD yang lama.
Saat ini, bentuk-bentuk perusahaan atau badan usaha yang ada di Indonesia sudah sangat beragam. Sebagian besar dari bentuk-bentuk badan usaha tersebut merupakan peninggalan pemerintah Belanda, di antaranya ada yang telah diganti dengan nama dalam bahasa Indonesia dan juga ada yang tetap menggunakan nama aslinya. Nama-nama yang belum diubah dan masih terus dipergunakan antara lain seperti Maatschap/Burgerlijk Maatschap, Vennootschap onder Firma atau Firma (Fa), dan Commanditaire Vennootschap (CV). Badan usaha yang telah diganti namanya dengan nama dalam bahasa Indonesia yakni perseroan terbatas (PT), yang
sebenarnya berasal dari Naamloze Vennootschap (NV).72
Badan usaha terdiri dari badan usaha yang berbentuk badan hukum dan badan usaha yang bukan berbentuk badan hukum. Perbedaan yang mendasar antara bentuk usaha yang berbadan hukum dan bentuk usaha bukan badan hukum adalah, dalam bentuk badan usaha yang berbadan hukum terdapat pemisahan harta kekayaan dan pemisahan tanggung jawab secara hukum antara pemilik bentuk badan usaha badan hukum dengan badan hukum tersebut sendiri, sedangkan dalam bentuk badan usaha bukan badan hukum secara prinsip tidak ada pemisahan harta kekayaan dan pemisahan tanggung jawab secara hukum antara pemilik dan bentuk badan usaha itu
sendiri.73
72
Mulhadi, Op. Cit., hal. 22 73
Pengertian Perseroan Terbatas atau PT, dalam
http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/09/pengertian-perseroan-terbatas-atau-pt.html, diakses tanggal 14 Februari 2013
E. Utrecht menyatakan bahwa “badan hukum adalah badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak”. Selanjutnya, Utrecht menjelaskan bahwa “badan hukum itu adalah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa, atau lebih tepat yang bukan manusia”.
Pengertian badan hukum juga diberikan oleh Soebekti yang menyatakan bahwa “suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti menerima serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat, dan
menggugat di muka hakim”.74 Salim HS juga memberikan pengertian badan hukum
sebagai “kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan,
hak dan kewajiban, serta organisasi.”75
Terbentuknya suatu pengertian badan hukum sudah tentu karena pada awalnya manusia di dalam hubungan hukum privat tidak hanya berhubungan terhadap sesama manusia saja, tetapi juga terhadap persekutuan. Apabila kepada suatu golongan hak milik atau suatu hak lain diakui, maka golongan itu menampakkan diri kepada hukum sebagai suatu subyek hukum baru yakni sebagai
suatu badan hukum.76
Ada beberapa teori badan hukum yang dipergunakan dalam ilmu hukum dan perundang-undangan, yurisprudensi serta doktrin untuk pembenaran atau memberi
74
Handri Rahardjo, Hukum Perusahaan, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2009), hal. 18
75
Salim HS, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hal. 65
76
Ali Rido, Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,
dasar hukum baik bagi adanya maupun kepribadian hukum (rechtspersoonlijkheid)
badan hukum dalam sejarah perkembangan badan hukum saat ini.77
Teori organ yang dikemukakan oleh sarjana Jerman yang bernama Otto von Gierke (1841-1921) menyatakan bahwa “badan hukum itu seperti manusia, menjadi penjelmaan yang benar-benar dalam pergaulan hukum”. Badan hukum itu merupakan suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia di dalam pergaulan hukum.
78
Badan hukum itu menjadi suatu “verband personlichkeit”, yaitu suatu badan yang membentuk kehendaknya dengan perantara alat-alat atau organ-organ badan tersebut, misalnya anggota-anggotanya atau pengurusnya seperti manusia yang mengucapkan kehendaknya dengan perantara mulutnya atau dengan perantara tangannya jika kehendak itu ditulis di atas kertas. Apa yang organ-organ
badan tersebut putuskan adalah kehendak dari badan hukum.79
Selanjutnya, menurut teori organ, badan hukum bukanlah suatu hal yang abstrak, tetapi benar-benar ada. Badan hukum bukanlah suatu kekayaan (hak) yang tidak bersubjek, tetapi badan hukum itu merupakan suatu organisme yang riil, yang hidup dan bekerja seperti manusia biasa. Tujuan badan hukum menjadi kolektivitas, terlepas dari individu, yakni badan hukum tersebut merupakan suatu verband
personlichkeit yang memiliki kehendak (gesamwille). Berfungsinya badan hukum
disamakan dengan fungsi manusianya. Artinya, badan hukum tidak berbeda dengan
77
Chidir Ali, Loc. Cit. 78
Ali Rido,Op. Cit., hal. 10 79
manusia. Karena itu dapat disimpulkan bahwa tiap-tiap perkumpulan orang adalah
badan hukum.80
Kemudian dari teori organ ini timbul suatu teori yang merupakan penghalusan dari teori organ tersebut, yakni teori kenyataan yuridis (Juridische Realiteitsleer). Teori ini dikemukakan oleh sarjana Belanda, E. M. Meijers dan dianut oleh Paul Scholten. Menurut Meijers, “badan hukum itu merupakan suatu realitas konkrit, riil, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayal, tetapi suatu kenyataan yuridis”. Meijers menyebut teori ini sebagai teori kenyataan yang sederhana (eenvoudige), dikarenakan teori ini menekankan bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia itu terbatas sampai pada bidang hukum saja. Dengan demikian, menurut teori kenyataan yuridis, badan hukum adalah wujud yang riil, sama riilnya dengan
manusia dan lain-lain perikatan (verbintenis). Ini semua riil menurut hukum.81
Para ahli hukum mencoba membuat kriteria badan usaha atau perusahaan yang dapat dikelompokkan sebagai badan hukum dengan memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut:82
a. adanya pemisahan harta kekayaan antara perusahaan dan harta pribadi (pemilik);
b. mempunyai tujuan tertentu; c. mempunyai kepentingan sendiri; d. adanya organisasi yang teratur;
e. adanya pengakuan oleh peraturan perundang-undangan; f. adanya pengesahan dari pemerintah.
80
Ibid, hal. 33 81
Chidir Ali, Op. Cit., hal. 35 82
Salah satu bentuk badan hukum yang sering kita kenal adalah perseroan terbatas atau PT. Definisi perseroan terbatas dapat dilihat dari Pasal 1 angka (1) UUPT, yang berbunyi:
“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”83
Perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang ada dan dikenal dalam sistem hukum dagang Indonesia. Bentuk perseroan terbatas merupakan bentuk yang lazim dan banyak dipakai dalam dunia usaha di Indonesia karena perseroan terbatas merupakan asosiasi modal dan badan hukum yang mandiri. Selain itu, alasan lain yang menyebabkan perseroan terbatas cukup banyak diminati dalam praktik bisnis adalah karena perseroan terbatas diyakini dapat menjadi sarana untuk pemupukan modal yang lebih besar jika dibandingkan dengan
bentuk badan usaha lainnya.84 Sebutan atau bentuk perseroan terbatas ini datang dari
hukum dagang Belanda (WvK) dengan singkatan NV atau Naamloze Venootschap, yang singkatannya juga lama digunakan di Indonesia sebelum diganti dengan
singkatan PT.85
83
Pasal 1 Angka (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 84
Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan, (Bandung: Penerbit Nuansa Aulia, 2006), hal. 13
85
I. G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2005), hal. 1
Perseroan terbatas dapat dikatakan sebagai badan usaha yang paling sempurna di antara berbagai bentuk badan usaha lainnya.
Perseroan terbatas merupakan contoh dari manusia buatan (artificial person) atau badan hukum (legal entity). Meskipun perseroan bukan manusia secara alamiah, badan hukum itu bisa bertindak sendiri melakukan perbuatan-perbuatan hukum yang
diperlukan.86 Oleh karena itu, perseroan terbatas juga merupakan subyek hukum,
yakni subyek hukum mandiri (personastandi in judicio), dimana perseroan terbatas bisa mempunyai hak dan kewajiban dalam hubungan hukum sama seperti manusia biasa (natural person), bisa menggugat ataupun digugat, bisa membuat keputusan dan bisa mempunyai hak dan kewajiban, utang-piutang, dan mempunyai kekayaan seperti
layaknya manusia.87
Perseroan terbatas sebagai makhluk atau subjek hukum artifisial disahkan oleh negara menjadi badan hukum memang tetap tidak bisa dilihat dan tidak dapat diraba. Namun demikian, hukum atau undang-undang memberikan kepadanya untuk menikmati semua hak yang dapat dimiliki dan dinikmati manusia atau person alamiah. Perseroan memiliki kebangsaan, tempat kedudukan di negara mana perseroan berada, perseroan mempunyai hak untuk diperlakukan dan dilindungi
dengan cara yang sama dengan proses yang dibenarkan hukum.88
Sebagai sebuah badan hukum, perseroan terbatas telah memenuhi unsur-unsur
sebagai suatu badan hukum sebagaimana diatur dalam UUPT, yakni:89
a. Memiliki pengurus dan organisasi teratur
86
Ibid, hal. 7 87
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung: Penerbit PT. Alumni, 2004), hal. 50
88
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 72 89
b. Dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-hubungan hukum (rechtsbetrekking), termasuk dalam hal ini dapat digugat dan menggugat di depan pengadilan.
c. Mempunyai harta kekayaan sendiri. d. Mempunyai hak dan kewajiban . e. Memiliki tujuan sendiri.
Suatu perseroan terbatas, eksistensinya riil sebagai subjek hukum yang terpisah (separate) dan bebas (independent) dari pemiliknya atau pemegang sahamnya maupun dari pengurus dalam hal ini direksi perseroan terbatas. Secara terpisah dan independen perseroan terbatas melalui pengurus dapat melakukan perbuatan hukum, seperti melakukan kegiatan untuk dan atas nama perseroan terbatas membuat perjanjian, transaksi, menjual aset dan menggugat atau digugat serta dapat hidup dan bernapas sebagaimana layaknya manusia selama jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar belum berakhir. Namun tidak bisa dipenjarakan, akan tetapi menjadi subjek perdata maupun tuntutan pidana dalam bentuk hukuman “denda”. Utang perseroan terbatas menjadi tanggung jawab dan kewajiban perseroan terbatas tersebut, dalam kedudukan dan kapasitasnya sebagai badan hukum atau entitas yang terpisah (separate entity) dan independen dari
tanggung jawab pemegang saham.90
Elemen pokok yang melahirkan suatu perseroan terbatas sebagai badan
hukum (rechtpersoon), harus memenuhi syarat-syarat berikut:91
a. Merupakan Persekutuan Modal
90
M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 37-38 91
Perseroan terbatas sebagai badan hukum memiliki “modal dasar” yang disebut juga authorized capital, yakni jumlah modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam akta pendirian atau anggaran dasar perseroa terbatas. Modal dasar tersebut, terdiri dan terbagi dalam saham atau sero. Modal yang terdiri dan dibagi atas saham itu, dimasukkan para pemegang saham dalam status mereka sebagai anggota perseroan terbatas dengan jalan membayar saham tersebut kepada perseroan terbatas. Jadi, ada beberapa pemegang saham yang bersekutu mengumpulkan modal untuk melaksanakan kegiatan perusahaan yang dikelola perseroan terbatas. Besarnya modal dasar perseroan terbatas menurut Pasal 31 ayat (1) UUPT, terdiri atas seluruh “nilai nominal” saham. Saham-saham itu pun dapat diperdagangkan dengan harga riil yang dapat berlainan dari harga nominalnya.
b. Didirikan Berdasar Perjanjian
Perseroan terbatas sebagai badan hukum, didirikan berdasar “perjanjian”. Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UUPT, supaya perjanjian untuk mendirikan perseroan terbatas sah menurut undang-undang, pendirinya paling sedikit 2 (dua) “orang” atau lebih. Hal itu ditegaskan pada penjelasan Pasal 7 ayat (1) alinea kedua, bahwa “prinsip yang berlaku berdasar undang-undang ini, Perseroan Terbatas sebagai badan hukum didirikan berdasar perjanjian, oleh karena itu mempunyai lebih dari 1 (satu) orang pemegang saham”. Yang dimaksud dengan orang menurut Penjelasan Pasal 7 ayat (1) UUPT tersebut
adalah orang-perorangan, baik warga negara maupun orang asing dan badan hukum Indonesia atau badan hukum asing. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka di dalam perjanjian terdapat sekurang-kurangnya dua orang atau pihak, dalam hal ini ada sekurang-kurangnya dua orang pendiri atau pemegang
saham.92 Namun, pendiri atau pemegang saham perseroan dibolehkan hanya 1
(orang) dalam keadaan tertentu sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (7)
UUPT, yakni dalam hal:93
1) Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau
2) Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Pasar Modal.
c. Melakukan kegiatan usaha
Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 UUPT, suatu perseroan terbatas harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha. Seterusnya pada Pasal 18 UUPT ditegaskan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha itu, harus dicantumkan di dalam anggaran dasar perseroan terbatas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Maksud dan tujuan dalam Penjelasan Pasal 18 UUPT merupakan usaha pokok perseroan terbatas. Sedangkan kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan oleh perseroan terbatas dalam rangka mencapai maksud dan tujuannya, yang harus
92
I. G. Rai Widjaya, Op. Cit., hal. 11 93
dirinci secara jelas dalam anggaran dasar, dan rincian tersebut tidak boleh bertentangan dengan anggaran dasar. Oleh karena itu, suatu perseroan terbatas yang tidak memiliki kegiatan usaha akan dianggap tidak ada lagi keberadaannya sebagai badan hukum walaupun dalam anggaran dasarnya
masih dicantumkan kegiatan usaha dari perseroan terbatas tersebut.94 Selain
itu, perseroan terbatas yang didirikan harus sesuai dengan maksud dan tujuannya yang tercantum dalam anggaran dasar serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan/atau
kesusilaan.95
d. Lahirnya Perseroan Terbatas Melalui Proses Hukum dalam Bentuk Pengesahan Pemerintah
Badan hukum dianggap sama dengan manusia, yaitu sebagai “manusia buatan/tiruan” (artificial person). Namun, secara hukum dapat berfungsi seperti manusia biasa (natuurlijke persoon), dia bisa menggugat ataupun digugat, bisa membuat keputusan dan bisa mempunyai hak dan kewajiban,
utang-piutang, mempunyai kekayaan seperti layaknya manusia biasa.96
94
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 35 95
Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan: Pola Kemitraan Dan Badan Hukum, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), hal 49
96
I. G. Rai Widjaya, Op. Cit., hal. 7
Kelahiran perseroan terbatas sebagai badan hukum karena dicipta atau diwujudkan melalui proses hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Secara umum, proses pendirian perseroan terbatas pada
hakikatnya terdiri dari 4 (empat) tahap, yaitu: (1) tahap akta notaris, (2) tahap pengesahan oleh instansi yang berwenang, (3) tahap pendaftaran dalam tahap perusahaan, dan (4) tahap pengumuman dalam berita Negara Republik Indonesia. Perseroan mendapatkan statusnya sebagai badan hukum setelah mendapat pengesahan menteri dan tanggung jawab pribadi pendiri (pemegang saham) beralih ke tanggung jawab perseroan sebagai subjek hukum yang
mengemban hak dan kewajiban.97
Pada dasarnya, suatu perseroan terbatas juga mempunyai ciri-ciri sekurang-kurangnya sebagai berikut:
98
a. memiliki status hukum tersendiri, yaitu sebagai suatu badan hukum, yaitu subjek hukum artificial, yang sengaja diciptakan oleh hukum untuk membantu kegiatan perekonomian yang dipersamakan dengan individu manusia, orang perorangan;
b. memiliki harta kekayaan tersendiri yang dicatatkan atas namanya sendiri, dan pertanggungjawaban sendiri atas setiap tindakan, perbuatan, termasuk perjanjian yang dibuat. Ini berarti perseroan terbatas dapat mengikatkan dirinya dalam satu atau lebih perikatan, yang berarti menjadikan perseroan terbatas sebagai subjek hukum mandiri (persona standi in judicio) yang memiliki kapasitas dan kewenangan untuk dapat menggugat dan digugat di hadapan pengadilan;
c. tidak lagi membebankan tanggung jawabnya kepada pendiri, atau pemegang sahamnya, melainkan hanya untuk dan atas nama dirinya sendiri, untuk kerugian dan kepentingan dirinya sendiri;
d. kepemilikannya tidak digantungkan pada orang perorangan tertentu, yang merupakan pendiri atau pemegang sahamnya. Setiap saat saham Perseroan Terbatas dapat dialihkan kepada siapapun juga menurut ketentuan yang diatur dalam anggaran dasar dan undang-undang yang berlaku pada suatu waktu tertentu;
97
Freddy Harris dan Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas: Kewajiban Pemberitahuan
Oleh Direksi, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), hal. 22
98
Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris, Dan Pemilik PT, (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), hal. 11-12
e. keberadaannya tidak dibatasi jangka waktunya dan tidak lagi dihubungkan dengan eksistensi dari pemegang sahamnya;
f. pertanggungjawaban yang mutlak terbatas, selama dan sepanjang para pengurus (direksi), dewan kemisaris dan atau pemegang saham tidak melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang tidak boleh dilakukan.
Selain ciri-ciri di atas, suatu perseroan terbatas sebagai suatu bentuk modern
corporation memiliki setidak-tidaknya karakteristik tambahan sebagai berikut:99
a. kepemilikannya diwadahkan dalam bentuk saham-saham yang dapat dengan mudah dipindahtangankan atau dialihkan kepada siapapun juga,
b. mempunyai masa hidup yang abadi dengan jangka waktu pendirian yang tidak ditentukan lamanya, yang tidak digantungkan pada masa hidup pemegang sahamnya,
c. sifat tanggung jawab yang tidak hanya terbatas pada pemegang saham, tidak hanya untuk tanggung jawab perdata melainkan juga tanggung jawab atas suatu tindak pidana yang dilakukan oleh perseroan terbatas. Di samping itu dikenal juga pertanggungjawaban terbatas terhadap para pengurusnya.
2. Perusahaan Grup
Para pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan usaha tidak jarang melakukan pemecahan usahanya melalui pembentukan beberapa perusahaan atau perseroan terbatas. Dalam keadaan tersebut, dapat terjadi suatu tatanan sejumlah perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas yang secara yuridis merupakan beberapa subyek hukum yang mandiri yang tidak ada hubungannya satu sama lain (separate legal entity), namun dari segi ekonomis sebenarnya merupakan satu
99
kesatuan ekonomis.100
Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai perusahaan grup. Kerangka pengaturan terhadap perusahaan grup di Indonesia masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal. UUPT tidak memberikan pengakuan yuridis terhadap perusahaan grup, akan tetapi UUPT telah memberikan legitimasi bagi munculnya realitas kelembagaan perusahaan grup. UUPT memberikan legitimasi kepada suatu perseroan untuk memperoleh atau memiliki saham pada perseroan lain melalui otorisasi kepada suatu perseroan untuk melakukan perbuatan hukum berupa pendirian perseroan lain, pengambilalihan saham, ataupun pemisahan usaha. Dengan demikian, UUPT telah memberikan legitimasi bagi munculnya realitas kelembagaan perusahaan grup yang dikonstruksikan oleh adanya keterkaitan antara induk dan perusahaan anak melalui kepemilikan saham induk pada perusahaan anak. Hal ini berimplikasi kepada adanya kepemilikan perusahaan induk atas saham perusahaan anak melalui berbagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan.
Tatanan perseroan terbatas itulah yang disebut dengan perusahaan grup.
101
Menurut Emmy Pangaribuan, perusahaan grup merupakan gabungan atau susunan perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang satu sama lain terkait begitu erat sehingga membentuk suatu kesatuan ekonomi yang tunduk kepada
100
Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 63-64
101
suatu pimpinan perusahaan induk sebagai pimpinan sentral.102 Perusahaan grup biasanya terjadi dikarenakan suatu perusahaan melebarkan sayapnya dengan membentuk anak-anak perseroan untuk suatu usaha tertentu, baik di luar negeri
meupun di dalam negeri.103
Perusahaan grup yang beranggotakan badan hukum mandiri merupakan konsekuensi logis celah hukum yang ditimbulkan oleh perbedaan antara aspek yuridis dan realitas bisnis perusahaan grup. Perbedaan antara aspek yuridis dan realitas bisnis perusahaan grup ini disebabkan oleh masih dipertahankannya pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk dan perusahaan anak sebagai subjek hukum mandiri, walaupun realitas bisnis perusahaan grup mengacu kepada suatu kesatuan ekonomi. Oleh karena itu, pengertian perusahaan grup mengacu kepada gabungan atau susunan perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri yang dipandang sebagai induk dan perusahaan anak yang terkait satu sama lain begitu erat sehingga membentuk suatu kesatuan ekonomi yang tunduk kepada suatu pimpinan suatu
perusahaan induk sebagai pimpinan sentral.104
Berdasarkan segi variasi usahanya, suatu perusahaan grup/kelompok dapat
dibagi ke dalam beberapa kategori sebagai berikut:105
a. Grup usaha vertikal
Jenis-jenis usaha dari masing-masing perusahaan dalam perusahaan grup vertikal ini satu sama lain masih tergolong serupa, yang berbeda hanya terletak
102
Emmy Pangaribuan, dalam Sulistiowati, Ibid., hal. 20 103
Rochmat Soemitro, Penuntun: Perseroan Terbatas Dengan Undang-Undang Pajak
Perseroan, (Bandung: PT. Eresco, 1979), hal. 55
104
Sulistiowati, Op. Cit., hal. 4 105
dari bagian atau mata rantainya saja. Misalnya dalam satu perusahaan grup ada perusahaan anak yang menyediakan bahan baku, ada perusahaan anak lain yang memproduksi bahan setengah jadi, bahan jadi, bahkan ada juga yang bergerak di bidang ekspor-impor. Jadi, dalam perusahaan grup vertikal ini, suatu grup atau kelompok usaha menguasai suatu jenis produksi dari hulu ke hilir. Skema untuk perusahaan grup usaha vertikal yaitu sebagai berikut:
Perusahaan grup usaha vertikal A1 A2 A3 I A4 Keterangan:
I : Perusahaan induk/ Perusahaan Holding A : Perusahaan anak
b. Grup usaha horisontal
Bisnis yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan anak dalam perusahaan grup horisontal berbeda dan tidak ada kaitannya satu sama lain. Misalnya ada satu perusahaan anak yang bergerak di bisnis properti, ada yang memproduksi bahan makanan, pabrik kelapa sawit, alat-alat kosmetik, dan sebagainya. Skema untuk perusahaan grup usaha horisontal yaitu sebagai berikut:
Perusahaan Grup Usaha Horisontal
I
A1 A2 A3 A4
c. Grup usaha kombinasi
Pada perusahaan grup usaha kombinasi, terdapat penggabungan karakteristik dari grup usaha vertikal dan horisontal, dimana jika dilihat dari segi bisnis perusahaan anaknya ada yang saling terkait dalam satu mata rantai produksi (dari hulu ke hilir), dan ada juga perusahaan anak yang bergerak dalam bisnis yang berbeda dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan bisnis perusahaan anak yang lainnya. Skema untuk perusahaan grup usaha kombinasi ini yaitu sebagai berikut:
Perusahaan Grup Usaha Kombinasi A1
A2
A3 I
A4
Pada umumnya, terdapat dua alasan utama mengapa perusahaan grup
dibentuk atau dikembangkan. Kedua alasan tersebut yaitu sebagai berikut:106
1. Upaya mengakomodasi peraturan perundang-undangan
Pembentukan atau pengembangan perusahaan grup dapat terjadi karena adanya upaya untuk mengakomodasi peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang mendorong kepada pembentukan perusahaan grup di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
a. Perintah peraturan perundang-undangan
Perintah peraturan perundang-undangan yang berimplikasi kepada terbentuknya perusahaan grup biasanya melibatkan kepentingan ekonomi pengelolaan kekayaan negara/daerah dari badan usaha milik negara atau daerah. Peraturan perundang-undangan ini memuat ketentuan yang didorong oleh kepentingan bisnis dari penyertaan modal pemerintah. Tujuan pembentukan perusahaan grup adalah untuk meningkatkan efisiensi ataupun daya saing badan usaha yang bersangkutan.
Peraturan perundang-undangan yang berimplikasi kepada terbentuknya perusahaan grup antara lain terdapat pada peraturan-peraturan sebagai berikut.
1) Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1960 tentang Nasionalisasi
Semarangsche Stoomboot En Prauwen Veer (S.S.P.V.) dan Semarang Veer yang berimplikasi kepada terbentuknya perusahaan grup melalui
pemisahan usaha. S.S.P.V. sebagai holding company yang memegang seluruh saham-saham dari N.V. Semarang Veer dan N.V. Semarang Dock Works. Pembentukan holding company S.S.P.V.P. dicapai melalui pemisahan usaha.
2) Surat Menteri Keuangan No. 5-326/MK.016/1995 mengenai konsolidasi tiga pabrik semen milik Pemerintah, yaitu PT. Semen Tonasa, PT. Semen Padang, dan PT. Semen Gresik. Konsolidasi terhadap ketiga pabrik semen milik Pemerintah tersebut berimplikasi kepada terbentuknya Grup Semen Gresik yang terdiri dari PT. Semen Gresik sebagai perusahaan induk, sedangkan PT. Semen Tonasa dan PT. Semen Padang sebagai perusahaan anak.
3) Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1997 mengenai pengalihan kepemilikan seluruh saham Pemerintah pada industri pupuk PT. Pupuk Kujang, PT. Pupuk Iskandar Muda, PT. Pupuk Kalimantan Timur Tbk., dan PT. Petrokimia Gresik yang dialihkan kepemilikannya kepada PT. Pupuk Sriwidjaja (Persero).
106
b. Adanya respon dari pelaku usaha terhadap escape claused dalam peraturan perundang-undangan.
Terjadinya pembentukan atau pengembangan perusahaan grup juga dapat terjadi dikarenakan adanya respon pelaku usaha terhadap escape claused (aturan pengecualian) yang terdapat di dalam suatu peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, biasanya peraturan perundang-undangan yang di dalamnya terdapat escape claused merupakan peraturan perundang-undangan yang bersifat sektoral yang hanya mengatur sektor usaha atau industri tertentu saja. Dengan demikian, perusahaan grup dibentuk untuk menghindari pembatasan yang dipersyaratkan oleh suatu ketentuan perundang-undangan.
Contoh dari peraturan perundang-undangan yang berimplikasi terhadap
terbentuknya perusahaan grup antara lain sebagai berikut:107
1) UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas)
UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) ada mengatur tentang dua ketentuan yang melarang atau membatasi suatu badan usaha untuk menjalankan lebih dari satu kegiatan usaha migas sebagaimana yang dimaksud di dalam UU Migas, kecuali kegiatan usaha tersebut dijalankan melalui konstruksi perusahaan grup. Ketentuan-ketentuan yang memuat mengenai aturan pengecualian (escape claused) tersebut antara lain:
a) Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang terkait dengan larangan bagi suatu badan usaha untuk menjalankan kegiatan usaha hulu dan hilir migas secara bersamaan. Pada pasal tersebut, klausula tentang aturan pengecualian atau escaped clause terdapat pada Memori Penjelasan Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) tersebut. Memori Penjelasan Pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa dalam hal badan usaha melakukan kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir secara bersamaan harus membentuk badan hukum yang terpisah, antara lain secara holding
company. Dengan demikian, badan usaha atau bentuk usaha tetap
yang melakukan kegiatan usaha hulu dilarang melakukan kegiatan usaha hilir, kecuali kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir dilakukan oleh badan hukum yang terpisah, antara lain secara
holding company.
b) Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (Migas) yang terkait dengan pembatasan pengusahaan wilayah kerja migas. Pasal 13 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas menyatakan bahwa kepada setiap badan usaha atau bentuk usaha tetap hanya diberikan satu wilayah kerja. Selanjutnya Pasal 13 ayat (2) menyatakan bahwa dalam hal badan
107
usaha atau bentuk badan usaha tetap mengusahakan beberapa wilayah kerja, maka harus dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap wilayah kerja. Tujuan pembatasan dalam Pasal 13 tersebut terdapat pada Memori Penjelasan Pasal 13 ayat (2) yang menyatakan bahwa ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari dilakukannya konsolidasi pembebanan dan atau pengembalian biaya eksplorasi dan eksploitasi suatu wilayah kerja dengan wilayah kerja yang lain. Memori Penjelasan Pasal 13 ayat (2) dalam hal ini mempertegas mengenai tujuan pendirian badan usaha baru yang selanjutnya menjadi perusahaan anak, dengan tujuan untuk mencegah pembebanan dan atau pengembalian biaya eksplorasi dan eksploitasi suatu wilayah kerja serta pembagian penerimaan antara pemerintah pusat dengan masing-masing pemerintah daerah yang terkait dengan wilayah kerja yang dimaksud.
2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006 memuat ketentuan tentang escape clause yang dapat menyebabkan terjadinya pembentukan
bank hoding company. Pasal 1 angka (4) Peraturan Bank Indonesia No.
8/16/PBI/2006 memuat mengenai tujuan pembentukan bank holding
company yaitu badan hukum yang dibentuk dan atau dimiliki oleh
pemegang saham pengendali untuk mengonsolidasikan dan mengendalikan secara langsung seluruh aktivitas bank-bank yang merupakan perusahaan anaknya.
Pasal 3 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia No. 8/16/PBI/2006 menyatakan bahwa sejak mulai berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini, pihak-pihak yang telah menjadi pemegang saham pengendali pada lebih dari satu bank wajib melakukan penyesuaian struktur kepemilikan, antara lain:
a) mengalihkan sebagian atau seluruh kepemilikan saham pada salah satu atau lebih bank yang dikendalikan kepada pihak lain sehingga yang bersangkutan hanya menjadi pemegang saham pengendali pada satu bank; atau
b) melakukan merger atau konsolidasi atas bank-bank yang dikendalikan; atau
c) membentuk perusahaan induk di bidang perbankan (bank holding
company), dengan cara:
(1) mendirikan badan hukum baru sebagai bank holding company, atau
(2) menunjuk salah satu bank yang dikendalikannya sebagai bank
holding company.
Dengan demikian, ketentuan yang mendorong pembentukan bank
Indonesia No. 8/16/PBI/2006, dengan tujuan untuk mencegah adanya pihak-pihak yang menjadi pemegang saham pengendali pada lebih dari satu bank.
2. Strategi perusahaan untuk memperoleh manfaat ekonomi konstruksi perusahaan grup
Alasan lain yang dapat mengakibatkan terjadinya pembentukan atau pengembangan perusahaan grup yaitu bagian dari strategi perusahaan grup untuk memperoleh manfaat ekonomi atas pembentukan atau pengembangan perusahaan grup. Suatu perusahaan/perusahaan grup dalam kegiatan bisnisnya melakukan ekspansi usaha atau memperkuat posisi strategik di pasar dengan melakukan integrasi vertikal/horisontal atau diversifikasi usaha yang bekerja sama dengan perusahaan lain, baik yang melalui pengambilalihan saham, kerja sama operasi, serta joint venture maupun mengalokasikan sebagian kegiatan
usaha melalui pendirian perusahaan anak atau pemisahan usaha.108
Pembentukan perusahaan grup lazim diadakan dengan tujuan agar dapat diselenggarakan penguasaan ekonomis dalam skala yang lebih besar, menghilangkan kompetisi atau untuk menjamin stabilitas penyediaan bahan yang lebih kontinu. Hal demi terjaminnya ketersediaan bahan baku dapat dilihat dari jenis usaha masing-masing perusahaan atau perseroan terbatas dalam kelompok yang bersangkutan, yaitu jika jenis usahanya ada pertalian yang vertikal yang memiliki ketergantungan antara perusahaan satu dengan perusahaan yang lain. Misalnya pabrik sepatu dengan pabrik kulit dan pabrik
lem atau antara pabrik karton kemasan dengan percetakan etiket.109
Alasan ekonomi pembentukan perusahaan grup tidak dapat terlepas dari adanya kepentingan bisnis ataupun strategi korporasi terhadap bidang usaha yang dimasuki oleh perusahaan grup yang bersangkutan, terutama dalam
108
Ibid, hal. 69 109
mendukung penciptaan nilai tambah perusahaan melalui sinergi dari beberapa perusahaan serta upaya perusahaan mencapai keunggulan kompetitif yang
melebihi perusahaan lain.110 Selain itu, kepentingan bisnis perusahaan untuk
mendayagunakan dana-dana yang telah dikumpulkan dalam jangka panjang
juga merupakan alasan pembentukan perusahaan grup.111
Selain itu, alasan ekonomi pembentukan perusahaan grup antara lain juga meliputi upaya mendorong proses penciptaan nilai, mensubstitusi defisiensi manajemen di perusahaan-perusahaan anak, mengoordinasikan langkah untuk menembus akses ke pasar internasional, mencari sumber pendapatan yang lebih murah, mengalokasikan modal dan melakukan investasi yang strategis, dan mengembangkan kemampuan manajemen puncak. Dengan demikian, tujuan utama dari pembentukan perusahaan grup, baik dari alasan peraturan perundang-undangan maupun strategi ekonomi, pada dasarnya adalah demi memperoleh manfaat ekonomi atas tergabungnya perusahaan induk dan
perusahaan anak.112
3. Perusahaan induk
Perusahaan induk (parent corporation) adalah pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan anak-perusahaan anak dalam suatu kesatuan
110
Sulistiowati, Op. Cit., hal. 70 111
Rudhi Prasetya, Op. Cit., hal. 66 112 Sulistiowati, Op. Cit., hal. 71
ekonomi. Pimpinan sentral oleh perusahaan induk ini menggambarkan suatu kemungkinan melaksanakan hak atau pengarahan yang bersifat menentukan. Pelaksanaan pengaruh dalam perusahaan grup dapat bersifat mengurangi hak atau mendominasi hak perusahaan lain. Perusahaan induk dianggap menjalankan fungsi sebagai holding company dengan adanya kewenangan perusahaan induk yang bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan perusahaan-perusahaan anak
secara kolektif sebagai kesatuan manajemen.113 Definisi holding company dalam
Black Law Dictionary adalah a company formed to control other companies
confining its role to owning stock and supervising management.114
Selain menjalankan pengendalian terhadap perusahaan anak, sebagian besar perusahaan induk pada perusahaan grup di Indonesia masih menjalankan kegiatan usaha sendiri.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat diketahui bahwa holding company merupakan suatu perusahaan yang dibentuk untuk mengendalikan perusahaan lain yang membatasi perannya untuk memiliki saham dan mengawasi manajemen.
115
Model pengendalian ini disebut dengan operating holding company, dimana perusahaan induk menjalankan kegiatan usaha atau mengendalikan perusahaan anak. Kegiatan usaha perusahaan induk dalam hal ini biasanya akan
menentukan jenis izin usaha yang harus dipenuhi oleh perusahaan induk tersebut.116
113
Ibid, hal. 24 114
Black Law Dictionary, Op. Cit., hal. 298 115
Rudhi Prasetya, Op. Cit., hal. 64 116
Keberadaan perusahaan induk sebagai operating holding company ini telah ada diatur pada Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1960 mengenai Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan N.V. Semarangsche Stoomboot En Prauwen Veer (S.S.P.V.) dan N.V. Semarang Veer di Semarang. Penjelasan umum Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1960 menyatakan bahwa S.S.P.V. dipecah-pecah menjadi beberapa perusahaan berbentuk badan hukum yang berdiri sendiri untuk memudahkan pengoperasiannya kepada perusahaan-perusahaan nasional, sedangkan S.S.P.V. sebagai “holding company” memegang seluruh saham N.V-N.V baru itu, yang terdiri dari N.V. Semarang Veer dan N.V. Semarang Dock Works. Ketiga perusahaan tersebut satu sama lainnya oleh fiskus (petugas pajak) dianggap terpisah, juga dalam hal perusahaan-perusahaan itu satu sama lainnya memberikan jasa-jasa,
walaupun pada hakikatnya ketiga perusahaan tersebut merupakan satu perusahaan.117
Proses pembentukan holding company atau perusahaan holding dapat
dilakukan melalui 3 (tiga) prosedur, yaitu sebagai berikut:118
a. Prosedur residu
Pada proses ini, perusahaan asal dipecah-pecah sesuai dengan masing-masing sektor usaha. Perusahaan yang dipecah-pecah tersebut telah menjadi perusahaan yang mandiri, sementara sisanya (residu) dari perusahaan asal dikonversi menjadi
holding company atau perusahaan holding (induk), yang juga memegang saham
pada perusahaan pecahan tersebut dan perusahaan-perusahaan lainnya jika ada. Pembentukan holding company melalui proses residu ini dapat dilihat pada skema sebagai berikut:
117
Ibid, hal. 26 118
Skema I
Pembentukan Holding Company Melalui Prosedur Residu
I. II.
A B C
III.
Sumber: Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti), 1999, hal. 85
Keterangan Skema
X : Perusahaan asal.
X1 : Bagian dari bisnis perusahaan asal yang tidak perlu dimandirikan.
X2 : Bagian dari bisnis perusahaan yang perlu dimandirikan.
P, Q, R : Pecahan dari perusahaan X2 yang sudah mandiri.
A, B, C : Perusahaan yang telah terlebih dahulu ada, tetapi dengan kepemilikan
yang sama/berhubungan dengan pemilik X, dan sahamnya akan dialihkan ke X.
X3 : Holding company atau perusahaan holding yang terbentuk akibat
prosedur residu X X1 X2 P Q R X3 P Q R A B C
b. Prosedur penuh
Prosedur penuh ini sebaiknya dilakukan apabila sebelumnya tidak banyak terjadi pemecahan/pemandirian perusahaan, tetapi masing-masing perusahaan dengan kepemilikan yang sama/berhubungan saling terpencar-pencar, tanpa terkonsentrasi dalam suatu holding company atau perusahaan holding. Dalam prosedur ini, yang menjadi holding company bukan sisa dari perusahaan asal tetapi perusahaan penuh dan mandiri. Perusahaan mandiri calon holding company
atau perusahaan holding ini dapat berupa:119
1) perusahaan baru yang dibentuk, ataupun
2) perusahaan yang diambil dari salah satu perusahaan yang sudah ada tetapi masih dalam kepemilikan yang sama atau berhubungan, ataupun
3) pengakuisisian perusahaan lain yang sudah terlebih dahulu ada, tetapi dengan kepemilikan yang berlainan dan tidak mempunyai keterkaitan satu sama lain. Pembentukan holding company melalui prosedur penuh ini dapat dilihat dari skema sebagai berikut:
Skema II
Pembentukan Holding Company Lewat Prosedur Penuh
Skema II Tipe A:
I. A B C D
II. X
A B C D
Sumber: Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti), 1999, hal. 86
Skema II Tipe B:
I. A B C D
119
II. A
B C D
Sumber: Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti), 1999, hal. 87
Skema II Tipe C:
I. A B C Y
II. Y
A B C
Sumber: Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti), 1999, hal. 87
Keterangan Skema:
A, B, C, D : Perusahaan-perusahaan dengan kepemilikan yang sama/saling
berhubungan.
X : Perusahaan baru dibentuk yag dipersiapkan untuk menjadi
holding company.
Y : Perusahaan lain dengan kepemilikan yang berbeda/tidak saling
berhubungan.
: Saham perusahaan anak yang dipegang oleh holding company.
Tipe A : Tipe pembentukan perusahaan baru.
Tipe B : Tipe pengambilan perusahaan yang sudah ada tetapi masih dalam
kepemilikan yang sama atau saling berhubungan.
Tipe C : Tipe pengakuisisi terlebih dahulu perusahaan yang sudah ada dan
c. Prosedur terprogram
Prosedur ini merupakan prosedur dimana para pelaku bisnis sejak awal sudah berencana untuk membentuk suatu holding company atau perusahaan holding, sehingga perusahaan yang pertama kali didirikan dalam grupnya adalah holding
company. Selanjutnya untuk setiap bisnis yang dilakukan, akan dibentuk atau
diakuisisi perusahaan lain, dimana holding company atau perusahaan holding sebagai pemegang saham biasanya bersama-sama dengan pihak lain sebagai partner bisnis. Dengan demikian, jumlah perusahaan baru sebagai perusahaan anak dapat terus berkembang jumlahnya seirama dengan perkembangan bisnis
dari perusahaan grup yang bersangkutan.120
I. A
Hal tersebut dapat dilihat dalam skema berikut ini:
Skema III
Pembentukan Holding Company Prosedur Terprogram
II. A1
B C D X Y Z
Sumber: Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti), 1999, hal. 88
Keterangan Skema:
A : Calon Holding Company.
A1 : Holding Company atau Perusahaan Holding.
120
B, C, D : Perusahaan baru dibentuk (perusahaan anak). B, C, D memegang saham dari awal terbetuknya perusahaan.
X, Y, Z : Perusahaan lain dengan kepemilikan yang berbeda/tidak saling
berhubungan. X, Y, Z merupakan pemegang saham secara akuisisi.
4. Perusahaan anak
Setiap perusahaan individual yang terdaftar merupakan badan hukum yang terpisah dan bertanggung jawab atas tindakan sendiri serta bertanggung jawab atas hutangnya sendiri. Hal tersebut adalah fitur yang sudah umum dari suatu perusahaan grup untuk dapat menentukan perusahaan mana yang termasuk ke dalam struktur kelompok atau perusahaan grup. Suatu perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung di bawah kendali perusahaan induk yang memimpin kelompok perusahaan
disebut dengan perusahaan anak.121
Berdasarkan Memori Penjelasan Pasal 29 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 (UUPT sebelum Undang-Undang No. 40 Tahun 2007), yang dimaksud dengan “anak perusahaan” atau perusahaan anak adalah perseroan yang mempunyai hubungan
khusus dengan perseroan lainnya yang terjadi karena:122
a. lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh perusahaan induknya;
b. lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RUPS dikuasai oleh perusahaan induknya; dan atau
c. kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, dan pemberhentian direksi dan komisaris sangat dipengaruhi oleh perusahaan induknya.
121
Stephen Griffin, Company Law – Fundamental Principles, Third Edition, (Great Britain: Pearson Education, 2000), hal. 54
122
Lihat Memori Penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Ketentuan mengenai perusahaan anak berdasarkan Memori Penjelasan Pasal 29 UU No. 1 Tahun 1995 tersebut, hampir sama dengan apa ketentuan yang terdapat pada Section 736 , Company Act 1989 di Inggris. Section 736 (1) mengatur bahwa
perusahaan adalah perusahaan anak dari perusahaan induk jika:123
a. perusahaan induk menguasai mayoritas hak suara di perusahaan;
b. perusahaan induk adalah anggota dari perusahaan dan memiliki hak untuk menunjuk atau memberhentikan mayoritas dewan direktur perusahaan, atau
c. perusahaan induk adalah anggota perusahaan dan mengendalikan sendiri atau dalam perjanjian dengan pemegang saham lainnya atau anggota dari perusahaan, mayoritas hak suara di perusahaan.
Selain itu, perusahaan juga akan digolongkan sebagai perusahaan anak dari perusahaan induk di mana perusahaan adalah perusahaan anak dari perusahaan lain yang mana perusahaan lain itu sendiri merupakan perusahaan anak dari perusahaan induk. Perusahaan digolongkan sebagai perusahaan anak yang sepenuhnya dimiliki oleh perusahaan lain jika keanggotaannya secara eksklusif terdiri dari perusahaan induk dan/atau perusahaan anak dari perusahaan induk, atau orang yang bertindak
atas nama perusahaan induk dan/atau perusahaan anak.124
Terkait dengan penghitungan kontrol pemungutan suara, "hak suara" adalah hak-hak yang dimiliki oleh pemegang saham (atau anggota di mana perusahaan tidak juga memiliki modal saham) dalam kaitannya dengan kemampuan mereka untuk memberikan suara pada rapat umum pada seluruh atau sebagian hal. Hak untuk menunjuk atau memberhentikan mayoritas direksi sesuai dengan Section 736 (1) didefinisikan sebagai hak untuk menunjuk atau memberhentikan direktur memegang
123
Stephen Griffin, Op. Cit., hal. 54-55 124
mayoritas hak suara pada rapat dewan pada semua atau sebagian besar hal. Perusahaan memiliki hak untuk menunjuk seseorang sebagai direktur dari perusahaan anak jika penunjukan tersebut mengikuti dari penunjukan seseorang tersebut sebagai direktur perusahaan, atau di mana kegiatan direktur diselenggarakan oleh perusahaan
itu sendiri.125
Suatu perusahaan atau perseroan dapat mendirikan perusahaan anak (subsidiary) untuk menjalankan bisnis dari perusahaan induknya (parent corporation) dalam rangka memanfaatkan sifat limited liability atau pertanggungjawaban terbatas. Dengan demikian, sesuai dengan prinsip keterpisahan (separation) dan perbedaan yang dikenal dengan istilah separate entity, maka aset dari perusahaan induk dengan perusahaan anak menjadi “terisolasi” terhadap kerugian potensial yang akan dialami
oleh satu di antaranya.126
Perusahaan anak, yang pada umumnya berbentuk perseroan terbatas, merupakan suatu badan hukum (legal entity) yang memiliki kedudukan mandiri dan terpisah dengan badan hukum lainnya. Perusahaan anak merupakan penyandang hak dan kewajiban sendiri sebagai badan hukum, serta memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dengan harta kekayaan pemegang sahamnya. Tidak terkecuali dalam hal ini apakah pemegang sahamnya tersebut adalah perusahaan induk atau tidak.
127 125 Ibid 126
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 49-50 127
B. Hubungan Hukum Antara Perusahaan Induk Dengan Perusahaan Anak Dalam Perusahaan Grup
UUPT tidak ada mengatur secara jelas mengenai perusahaan induk dan perusahaan anak yang berbentuk perseroan terbatas. Hal ini dikarenakan UUPT masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal terhadap pengaturan perusahaan grup, yang mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk dan perusahaan anak sebagai subjek hukum mandiri, walaupun terdapat hubungan
antara induk dan perusahaan anak.128
Analisis pasal demi pasal terhadap UUPT mengenai pengaturan dan keberadaan hubungan antara induk dan perusahaan anak masih terbatas, yakni hanya terkait dengan ekspresi induk dan perusahaan anak. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 84 ayat (2) huruf (b) UUPT yang telah menggunakan kata induk dan perusahaan anak.
129
Namun, selain dari hal tersebut, UUPT tidak ada mengatur mengenai syarat keberadaan timbulnya hubungan khusus antara induk dan perusahaan anak ataupun
ketentuan mengenai neraca gabungan induk dan perusahaan anak. 130
UUPT, di lain pihak, memberikan legitimasi terhadap suatu perseroan untuk melakukan perbuatan hukum yang dapat mengakibatkan adanya kepemilikan saham pada perseroan lain, yang menimbulkan adanya hubungan hukum antara induk dan perusahaan anak dalam suatu struktur perusahaan grup. Legitimasi UUPT ini terdapat
128
Sulistiowati, Op. Cit., hal. 33 129
Lihat Pasal 84 ayat (2) huruf (b) UUPT 130
pada Pasal 7 ayat (1) UUPT131, yang berbunyi: “Perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”. Menurut Memori Penjelasan Pasal 7 ayat (1) tersebut yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum
Indonesia atau asing.132
Walaupun ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan Memori Penjelasan Pasal 7 ayat (1) tersebut tidak menunjukkan bahwa pendirian suatu perseroan oleh perseroan lain mengakibatkan timbulnya hubungan antara induk dan perusahaan anak secara yuridis, namun ketentuan tersebut dapat menjadi alasan bagi terbentuknya hubungan atau keterkaitan antara induk dan perusahaan anak
Berdasarkan ketentuan inilah maka badan hukum berhak untuk mendirikan suatu perseroan.
133
Kepemilikan suatu perseroan atas saham pada perseroan lain menimbulkan hubungan hukum atau keterkaitan antara perusahaan induk dengan perusahaan anak sehingga dalam kegiatannya perusahaan induk dapat menggunakan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perusahaan anak, mengangkat atau memberhentikan anggota direksi dan/atau dewan komisaris perusahaan anak, serta
, yakni melalui kepemilikan saham suatu perseroan yang didirikan oleh perseroan lainnya. Perseroan yang mendirikan perseroan lain (perusahaan anak) tersebut dalam hal ini memiliki mayoritas saham dan bertindak sebagai perusahaan induk yang mengendalikan perusahaan anak yang didirikannya.
131
Ibid, hal. 95 132
Lihat Memori Penjelasan Pasal 7 ayat (1) UUPT 133
dapat mengalihkan pengendalian terhadap perusahaan anak kepada perseroan lain
melalui suatu kontrak pengendalian.134
Hubungan atau keterkaitan antara induk dan perusahaan anak dalam suatu konstruksi perusahaan grup tidak menghapuskan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk dan perusahaan anak sebagai subjek hukum yang terpisah dan mandiri (separate legal entity). Namun, adanya hubungan antara induk dan perusahaan anak dalam kegiatannya memberikan kewenangan kepada perusahaan induk untuk bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan perusahaan-perusahaan anaknya dalam mendukung tujuan kolektif perusahaan-perusahaan grup sebagai suatu
kesatuan ekonomi.135
Hubungan perusahaan induk dengan perusahaan anak dalam perspektif ekonomi berdasarkan prinsip separate legal entity merupakan hubungan antara dua badan hukum yang mandiri dan terpisah. Berdasarkan prinsip kemandirian tersebut, maka perusahaan holding dalam kedudukannya sebagai perusahaan induk dalam suatu perusahaan grup tidak punya kewenangan untuk mencampuri manajemen dan kebijakan perusahaan anak. Akan tetapi, merupakan fakta yang tidak terbantahkan Dengan demikian, secara organisasi, hubungan antara perusahaan induk dengan perusahaan anak dalam suatu kelompok ekonomi merupakan hubungan antara pemimpin kelompok yang mengendalikan anggota-anggotanya, yakni perusahaan anak, untuk mencapai suatu tujuan kolektif dalam struktur perusahaan grup.
134
Ibid 135
bahwa suatu perusahaan grup secara keseluruhan, termasuk di dalamnya perusahaan induk dan perusahaan anak, dianggap sebagai satu kesatuan di mana perusahaan induk berperan sebagai pimpinan sentralnya. Dengan demikian, kemandirian yuridis perusahaan anak tidaklah menghalangi kewenangan perusahaan induk untuk mengendalikan perusahaan anak, dan sebaliknya pengendalian perusahaan induk tetap tidak menghapuskan kemandirian yuridis status badan hukum perusahaan anak. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan atau keterkaitan antara induk dan perusahaan anak dalam konstruksi perusahaan grup saat ini masih menggunakan pendekatan
perseroan tunggal.136
Selain prinsip hukum separate legal entity, dikenal juga teori lain yang dapat menjelaskan hubungan antara perusahaan induk dan perusahaan anak, yakni teori alter ego (alter ego theory). Teori ini menjelaskan bahwa hubungan hukum antara perusahaan induk dengan perusahaan anak merupakan keterkaitan erat dua atau lebih perusahaan yang merupakan satu kesatuan ekonomi dan bagian yang tidak dapat dipisahkan (integral and inseparable part) dalam suatu hubungan kepemilikan dan kepengurusan. 137 136 Ibid, hal. 98 137
Pheo Marojahan Hutabarat, Beberapa Ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas
Terkait Dengan Organisasi Perusahaan: Suatu Tinjauan Praktek, Pelatihan Calon Advokat – 2008
Kerjasama Perhimpunan Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Dengan PERADI, (Jakarta: Hutabarat, Halim & Rekan, 2008), hal. 9
Perusahaan anak merupakan aku yang kedua (alter ego) dari prinsipal, dimana saham-saham perusahaan anak tersebut dimiliki oleh perusahaan induk dan kedua perusahaan tersebut dijalankan oleh anggota pengurus yang sama. Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan dalam praktiknya untuk menarik pihak
lain yang bukan pihak dalam perjanjian, selama pihak lain tersebut merupakan satu kesatuan ekonomi dari perusahaan yang terikat dalam kontrak tersebut, dan kedua perusahaan tersebut yaitu perusahaan induk dan perusahaan anak, secara bersama-sama dapat dibuktikan telah melakukan tindakan yang merugikan terhadap pihak lainnya dalam perjanjian yang ada. Kemungkinan ditariknya perusahaan anak dan perusahaan induk, baik dalam gugatan wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum, tergantung dari bukti-bukti yang dimiliki dan konstruksi gugatan (jangkauan
dalil) yang akan diajukan.138
Hubungan hukum yang terjadi di antara perusahaan induk dan perusahaan anaknya pada dasarnya merupakan hubungan antara pemegang saham (perusahaan induk) dengan perusahaan anak. Hubungan hukum tersebut diatur secara tegas di dalam anggaran dasar perusahaan anak dengan memperhatikan ketentuan yang
berlaku.139 Hubungan antara perusahaan induk dengan perusahaan anak tersebut pada
dasarnya juga termasuk hubungan kerja, yakni hubungan antara pengusaha/orang perorangan yang mempunyai badan usaha dan pekerja yang didasarkan pada
perjanjian kerja.140
138
Ibid, hal. 10 139
Rita Diah Widawati, Tanggung Jawab Perusahaan induk Terhadap Perikatan Yang
Dilakukan Oleh Perusahaan anak, Tesis, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 69
140
Alvi Syahrin, II, Op. Cit., hal. 64
Hubungan kerja pada dasarnya merupakan perikatan yang terjadi antara pemberi kerja dan penerima kerja berdasarkan suatu perjanjian. Hubungan kerja dalam hal ini dapat berupa menjalankan perusahaan atau menjalankan pekerjaan. Dalam hubungan kerja untuk menjalankan perusahaan, pemberi kerja
adalah pengusaha sedangkan penerima kerja adalah pengelola perusahaan yang terdiri dari pemimpin perusahaan dan pembantu pengusaha. Sedangkan dalam hubungan kerja untuk menjalankan pekerjaan, pemberi kerja dapat berupa pengusaha atau
bukan pengusaha, sedangkan penerima kerja selalu pekerja.141
Menurut Sutan Remy Sjahdeini, pada dasarnya orang-orang berdasarkan hubungan kerja merupakan orang-orang yang memiliki hubungan kerja sebagai pengurus atau sebagai pegawai, yaitu:
142
Selain hubungan kerja, hubungan antara perusahaan induk dengan perusahaan anak juga dapat dikategorikan sebagai hubungan lain. Pada dasarnya, orang-orang berdasarkan hubungan lain merupakan orang-orang yang memiliki hubungan lain selain hubungan kerja dengan korporasi, di mana mereka merupakan orang yang mewakili korporasi untuk melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama korporasi berdasarkan:
(1) berdasarkan anggaran dasar dan perubahannya; (2) berdasarkan pengangkatan sebagai pegawai dan perjanjian kerja dengan korporasi; (3) berdasarkan surat pengangkatan sebagai pegawai; atau (4) berdasarkan perjanjian kerja sebagai pegawai.
143
141
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 36 142
Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 152-153 143
Ibid, hal. 153
(1) pemberian kuasa; (2) berdasarkan perjanjian dengan pemberian kuasa (pemberian kuasa bukan diberikan dengan surat kuasa tersendiri, tetapi dicantumkan dalam perjanjian itu sehingga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian tersebut); atau (3) berdasarkan pendelegasian wewenang.
Sepanjang orang atau orang-orang itu tidak memiliki hubungan kerja atau tidak memiliki hubungan lain selain hubungan kerja dengan korporasi, maka perbuatan orang atau orang-orang itu tidak dapat diatributkan kepada korporasi
sebagai perbuatan korporasi.144
Dampak yang timbul dari adanya hubungan hukum antara perusahaan induk dengan perusahaan anak tersebut yakni adanya penguasaan sebagian besar saham perusahaan anak dan adanya jabatan rangkap yang dilakukan oleh orang yang sama. Dampak pertama yang timbul dikarenakan adanya penanaman saham oleh perusahaan induk kepada anak-perusahaan anaknya ataupun dikarenakan pengambilalihan saham perusahaan lain. Perusahaan induk dapat bersuara di dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan menentukan kebijakan-kebijakan umum atas dasar kepemilikan saham.
Apabila perusahaan anak tidak memiliki hubungan kerja atau hubungan lain dengan perusahaan induk, maka perbuatan perusahaan anak tidak dapat dibebani kepada perusahaan induk sebagai perbuatan perusahaan induk. Hubungan antara perusahaan induk dan perusahaan anak disini menjadi penting terkait dengan hal penentuan siapa yang akan bertanggung jawab apabila terjadi suatu tindakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.
145
144
Ibid
145
Rita Diah Widawati, Op. Cit., hal. 70
Hal ini mengakibatkan perusahaan anak harus mendapat persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham, dimana perusahaan induk merupakan pemegang saham mayoritas, untuk dapat melakukan tindakan hukum tertentu, seperti melakukan penyertaan modal pada perusahaan lain, menerima
pinjaman atau memberikan pinjaman kepada perusahaan lain, ataupun melakukan perjanjian dengan pihak ketiga.
Dampak kedua dari hubungan hukum antara perusahaan induk dengan perusahaan anak, yakni jabatan rangkap oleh orang yang sama, dapat terjadi apabila direktur, yang sekaligus merupakan pemegang saham mayoritas pada perusahaan induk merangkap sebagai komisaris perusahaan anak. Hal ini mengindikasikan bahwa pemegang saham mayoritas masih ingin mencampuri kepengurusan perusahaan dan mengawasi segala kegiatan usaha dari perusahaan anak. Dengan demikian, kebijakan
perusahaan anak secara tidak langsung dapat dipengaruhi oleh perusahaan induk.146
146