• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.4 Premenstruasi Sindrom

Remaja adalah periode pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi setelah masa kanak - kanak dan sebelum masa dewasa. Masa remaja merupakan masa peralihan yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. Batasan usia remaja menurut WHO adalah usia 12 – 18 tahun. Selama periode reproduksi kehidupan, seorang wanita akan mengalami haid atau menstruasi.

Salah satu gangguan yang berhubungan dengan haid adalah sindroma prahaid. Menurut International Classification of Diseases (ICD)10 yang dikeluarkan WHO, sindroma prahaid tercantum sebagai kelainan ginekologi yang terkait dengan organ kelamin wanita dan siklus haid. Gejala - gejala sindroma prahaid terdiri dari gejala emosional, gejala fisik dan gejala perilaku serta dapat bervariasi berdasarkan intensitas. Keluhan yang muncul di antaranya adalah cemas, lelah, susah konsentrasi, susah tidur, hilang energi, nyeri kepala, nyeri perut dan nyeri pada payudara. Sindroma prahaid memiliki tingkat morbiditas tinggi dan mengurangi kualitas hidup usia reproduksi. Walaupun sindroma prahaid tidak mengancam nyawa, namun dapat memengaruhi produktivitas dan kesehatan mental seorang wanita.

Premenstruasi sindrom adalah keluhan-keluhan yang dirasakan seperti rasa cemas, depresi, suasana hati yang tidak stabil, kelelahan, pertambahan berat badan, rasa malas, sakit pada payudara, kejang dan nyeri punggung yang dapat

(2)

timbul sekitar 7-10 hari sebelum datangnya haid dan memuncak pada saat haid timbul (Bardosono, 2006).

Premenstruasi Sindrom (PmS) secara luas diartikan sebagai gangguan siklik berulang berkaitan dengan variasi hormonal perempuan dalam siklus menstruasi, yang berdampak pada emosional dan kesejahteraan fisik dari jutaan perempuan selama masa reproduksi seorang perempuan. Sindrom ini ditandai dengan kelompok tanda dan gejala yang kompleks, yang terjadi selama fase luteal dari siklus menstruasi dan berkurang segera setelah menstruasi. Gejala ini umumnya akan muncul kembali pada menstruasi yang akan datang (Jacobs-Thys, 2000).

Premenstruasi sindrom ini meliputi gangguan mental dan somatik yang berat yang muncul secara siklik terutama pada fase premenstruasi yang secara signifikan menghambat aktivitas sehari-hari. Kumpulan dari gejala gejala tersebut muncul pada fase luteal pada siklus menstruasi (1 sampai 2 minggu sampai terjadinya menstruasi) dan gejala tersebut hilang setelah terjadinya menstruasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Borenstein J et al pada wanita di Amerika Serikat menunjukkan hubungan antara sindrom premenstruasi dan tingkat ketidak hadiran pekerja meningkat pada waktu kerja, sehingga menurunkan efisiensi produktifitas pada waktu bekerja dan pada akhirnya akan menjadi masalah dalam pembayaran gaji para wanita dengan sindrom premenstruasi.

Kemungkinan penyebab dari sindrom ini yaitu gangguan pada metabolisme neurotransmitter (dopamin, serotonin), ketidakseimbangan endokrin (estrogen, gestagen, prolactin), metabolisme prostaglandin yang abnormal, dan

(3)

abnormalitas pada regulasi kalsium dan vitamin D (kalsium, magnesium, dan vitamin D terkait dengan siklus menstruasi secara dinamis).

2.4.3 Faktor-faktor yang Meningkatkan Resiko

Adapun faktor-faktor yang meningkatkan resiko premenstruasi sindrom (Joseph, 2010), yaitu :

1. Diet

Faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, produk susu dan makanan olahan dapat memperberat gejala PmS (Rayburn, 2001). Penurunan asupan garam dan karbohidrat dapat mencegah edema (bengkak). Penurunan konsumsi kafein juga dapat menurunkan ketegangan, kecemasan dan insomnia. Pola makan disarankan lebih sering namun dalam porsi kecil karena berdasarkan bukti bahwa selama periode premenstruasi terdapat gangguan pengambilan glukosan untuk energi. Pola konsumsi atau intake karbohidrat yang berlebihan dapat meningkatkan resiko terjadinya PmS , penelitian Masho al et ( 2005 ) menyebutkan intake karbohidrat yang berlebihan dapat meningkatkan resiko kejadian PmS. Karena

dengan kelebihan karbihidrat akan mengalami kenaikan berat badan, sehingga rentan terkena PmS.

2. Defisiensi zat gizi makro dan mikro

Defisiensi zat gizi makro (energi, protein) dan zat gizi mikro, seperti kurang vitamin B (terutama B6), vitamin E, vitamin C, magnesium, zat besi, seng, mangan, asam lemak linoleat (Karyadi, 2007). Junk food kini semakin banyak

(4)

digemari tidak hanya sebagai makanan utama namun juga sebagai makanan selingan. Makanan ini mudah diperoleh dan disamping itu juga lebih bergengsi karena pengaruh iklan, disebut sampah karena kandungan lemak jenuh, kolesterol dan natrium tinggi serta junk food ini juga rendah akan zat gizi. Proporsi lemak lebih dari 50% total kalori yang terkandung dalam makanan itu (Arisman, 2007).

3. Status perkawinan

Status perkawinan dan status kesehatan juga mempunyai keterkaitan. Wanita yang telah menikah pada umumnya mempunyai angka kesakitan dan kematian yang lebih rendah dan biasanya mempunyai kesehatan fisik dan mental yang lebih baik daripada wanita yang tidak menikah (Burman & Margolin dalam Haijiang Wang, 2005).

Sebuah penelitian pada tahun 1994 yang berjudul Biological, Social and Behavioral Factors Associated with Premenstrual Syndrome yang melibatkan 874 wanita di Virginia menemukan fakta bahwa mereka yang telah menikah cenderung mempunyai resiko yang lebih kecil untuk mengalami PmS (3,7%) dari pada mereka yang tidak menikah (12,6%) (Deuster, 1999 dalam Maulana, 2008).

4. Usia

PmS semakin mengganggu dengan semakin bertambahnya usia, terutama antara usia 30-45 tahun. Faktor resiko yang paling berhubungan dengan PmS adalah faktor peningkatan umur, penelitian menemukan bahwa sebagian besar wanita yang mencari pengobatan PmS adalah mereka yang berusia lebih dari

(5)

30 tahun (Cornforth, 2000 dalam Maulana). Walaupun ada fakta yang mengungkapkan bahwa sebagian remaja mengalami gejala-gejala yang sama dan kekuatan PmS yang sama sebagaimana yang dialami oleh wanita yang lebih tua (Freeman, 2007 dalam Maulana, 2008).

5. Stres

Stres dapat berasal dari internal maupun eksternal dalam diri wanita . Stres merupakan predisposisi pada timbulnya beberapa penyakit, sehingga diperlukan kondisi fisik dan mental yang baik untuk menghadapi dan mengatasi serangan stres tersebut. Stres mungkin memainkan peran penting dalam tingkat kehebatan gejala premenstrual syndrome (PmS) (Mulyono dkk, 2001 dalam Maulana, 2008).

6. Kebiasaan merokok dan minum alkohol 7. Kurang berolah raga dan aktivitas fisik 2.4.4 Gejala Premenstruasi Sindrom

Terdapat banyak gejala yang dihubungkan dengan sindrom premenstruasi. Namun, gejala yang paling sering adalah gejala iritabilitas ( mudah tersinggung) dan disforia (perasaan sedih ). Gejala mulai dirasakan 7- 10 hari menjelang menstruasi berupa gejala fisik maupun psikis yang mengganggu aktifitas sehari-hari dan menghilang setelah menstruasi .

Menurut Andrews (2010) gejala PmS (premenstruasi sindrom) sangat banyak dan bermacam-macam serta dapat mempengaruhi hampir semua sistem tubuh. Gejala sering dikelompokkan ke dalam tiga kategori dan wanita sering mengalami perpaduan dari setiap kelompok :

(6)

1. Gejala Fisik

Gejala fisik yang khas yang dialami wanita ketika PmS yaitu diantaranya : a. Nyeri tekan dan pembengkakan payudara

b. Perut kembung c. Edema perifer

d. Sakit kepala dan migrain

e. Rasa panas dan kemerahan pada wajah serta leher f. Limbung

g. Palpitasi

h. Gangguan penglihatan i. Ketidaknyamanan panggul j. Perubahan pola buang air besar k. Perubahan nafsu makan

l. Mual

m. Jerawat atau lesi kulit n. Penurunan koordinasi 2. Gejala Psikologis

Banyak wanita merasa bahwa manisfestasi psikologis PmS merupakan gejala yang paling sulit ditoleransi karena mereka sering merasa diluar kendali, dan sangat bingung dengan perilakunya sendiri. Gejala Psikologis yang paling umum diantaranya yaitu :

a. Tegang b. Irritabilitas

(7)

c. Depresi

d. Perubahan alam perasaan e. Ansietas f. Gelisah g. Letargi h. Penurunan libido i. Penurunan konsentrasi 3. Gejala Perilaku

Berbagai perubahan perilaku dilaporkan bertambah selama fase PmS. Perubahan itu meliputi agoraphobia, bolos, kehilangan konsentrasi, penurunan penampilan kerja, dan penghindaran aktivitas sosial.

2.1.3 Tipe-tipe Premenstruasi Sindrom

Menurut Guy E Abraham et al gejala-gejala klinis yang di jumpai pada sindrom premenstruasi di bagi menurut gejala yaitu : tipe A, H, C dan tipe D. Sekitar 80 % merupakan gangguan premenstruasi sindrom tipe A, sedangkan tipe H sekitar 60%, premenstruasi sindrome tipe C sebanyak 40 % dan premenstruasi sindrom tipe D sebanyak 20 % kadang-kadang seorang wanita mengalami gejala gabungan misalnya tipe A dan D secara bersamaan.

Adapun gejala dari setiap tipe premenstruasi sindrom, yaitu :

1. Tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala seperti cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita mengalami depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat haid. Gejala ini timbul akibat tidak

(8)

seimbangnya hormon estrogen dan progesteron, dan dijumpai kadar estrogen terlalu tinggi dibandingkan dengan progesteron.

2. Tipe H ( hyperhydration ) memiliki gejala edema (pembengkakan, perut kembung nyeri pada payudara, pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum haid). Gejala dari tipe ini dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe sindrom premenstruasi tipe lain. Pembengkakan ini terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita. Terapi untuk tipe ini yaitu pemberian obat diuretik untuk mengurangi retensi (penimbunan) air dan natrium pada tubuh hanya mengurangi gejala yang ada.

3. Tipe C (craving) ditandai dengan rasa lapar ingin mengonsumsi makan yang manis-manis (biasanya coklat) dan karbohidrat sederhana (biasanya gula). Pada umumnya sekitar 20 menit setelah menyantap gula dalam jumlah banyak, timbul gejala hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing kepala yang terkadang sampai pingsan. Hipoglikemia timbul karena pengeluaran hormon insulin dalam tubuh meningkat. Rasa ingin mengkonsumsi makanan manis disebabkan stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak essensial (omega 6) atau kurangnya magnesium.

4. Tipe D (depression) ditandai dengan gejala depresi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam mengucapkan kata-kata (verbalisasi), bahkan kadang- kadang muncul rasa ingin bunuh diri atau mencoba bunuh diri. Biasanya premenstruasi sindrom tipe D berlangsung

(9)

bersamaan dengan sindrom premenstruasi tipe A, hanya sekitar 3 % dari seluruh tipe sindrom premenstruasi benar-benar murni tipe D. Sindrom premenstruasi tipe D murni disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen, dimana hormon progesteron dalam siklus haid terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon estrogennya. Kombinasi sindrom premenstruasi tipe D dengan tipe A dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu stres, kekurangan asam amino tyrosine, penyerapan dan penimbunan timbal di tubuh, atau kekurangan magnesium dan vitamin B terutama B6.

2.1.4 Penanganan Premenstruasi Sindrom

Adapun cara penanganan yang dapat dilakukan, yaitu : 1. Edukasi dan konseling

Tatalaksana pertama kali adalah meyakinkan seorang wanita bahwa wanita lainnya pun ada yang memiliki keluhan yang sama ketika menstruasi. Pencatatan secara teratur siklus menstruasi setiap bulannya dapat memberikan gambaran seorang wanita mengenai waktu terjadinya pre-menstrual syndrome. Sangat berguna bagi seorang wanita dengan pre-menstrual syndrome untuk mengenali gejala yang akan terjadi sehingga dapat mengantisipasi waktu setiap bulannya ketika ketidakstabilan emosi sedang terjadi.

2. Modifikasi gaya hidup

Wanita dengan gejala ini sebaiknya mendiskusikan masalahnya dengan orang terdekatnya, baik pasangan, teman, maupun keluarga. Terkadang konfrontasi

(10)

atau pertengkaran dapat dihindari apabila pasangan maupun teman mengerti dan mengenali penyebab dari kondisi tidak stabil wanita tersebut.

3. Diet

Penurunan asupan garam dan karbohidrat (nasi, kentang, roti) dapat mencegah edema (bengkak) pada beberapa wanita. Penurunan konsumsi kafein (kopi) juga dapat menurunkan ketegangan, kecemasan dan insomnia (sulit tidur). Pola makan disarankan lebih sering namun dalam porsi kecil karena berdasarkan bukti bahwa selama periode premenstruasi terdapat gangguan pengambilan glukosa untuk energi. Menjaga berat badan, karena berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko menderita premenstruasi sindrom (PmS).

4. Obat-obatan

Apabila gejala premenstruasi sindrom begitu hebatnya sampai mengganggu aktivitas sehari-hari, umumnya modifikasi hidup jarang berhasil dan perlu dibantu dengan obat-obatan.

a. Asam mefenamat (500 mg, 3 kali sehari) berdasarkan penelitian dapat mengurangi gejala premenstrual syndrome seperti dismenorea dan menoragia (menstruasi dalam jumlah banyak) namun tidak semua. Asam mefenamat tidak diperbolehkan pada wanita yang sensitif dengan aspirin atau memiliki risiko ulkus peptikum.

b. Kontrasepsi oral dapat mengurangi gejala premenstrual syndrome seperti dismenorea dan menoragia, namun tidak berpengaruh terhadap ketidakstabilan mood. Pada wanita yang sedang mengkonsumsi pil KB

(11)

namun mengalami gejala premenstruasi sindrom sebaiknya pil KB tersebut dihentikan sampai gejala berkurang.

c. Obat penenang seperti alparazolam atau triazolam, dapat digunakan pada wanita yang merasakan kecemasan, ketegangan berlebihan, maupun kesulitan tidur.

d. Obat anti depresi hanya digunakan bagi mereka yang memiliki gejala premenstrual syndrome yang parah

Cara pencegahan premenstruasi sindrom yang dapat dilakukan menurut Kinanti (2009), yaitu :

1. Melakukan diet yang sehat, mengkonsumsi buah dan sayuran atau mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung cukup vitamin dan mineral seperti vitamin A, B6, E serta kalsium.

2. Melakukan olahraga dan aktifitas secara teratur 3. Menghindari dan mengatasai stres

4. Menjaga berat badan, karena berat badan yang berlebih dapat meningkatkan resiko menderita PmS

5. Mencatat jadwal siklus haid serta kenali gejala PmS

6. Memperhatikan apakah sudah dapat mengatasi PmS pada siklus-siklus datang bulan berikutnya.

Menurut Barizad (2005) dampak gejala PmS, yang tidak tertangani dengan baik dapat mengakibatkan :

1. Mengakibatkan stres fisik dan psikis. Jika tidak dilakukan penanganan terhadap stres tersebut maka dapat mengakibatkan deplesimagnesium.

(12)

Deplesi ini dapat mengakibatkan kerapuhan tulang dan meningkatnya resiko osteoporosis. Jika hal ini terjadi maka resiko patah tulang akibat tulang yang keropos menjadi lebih besar.

2. PmS yang sudah parah dan tidak ditangani dengan baik dapat berlanjut menjadi Pra Menstrual Dysphoric Disorder (PMDD) menyatakan bahwa wanita yang mengalami PMDD mengalami kegagalan penyesuaian sosial dan pengurangan kualitas kehidupan. Kegagalan ini berupa gangguan pada diri wanita itu sendiri yang berupa emosi yang tidak stabil dan rasa cepat marah. Kondisi ini menyebabkan wanita tersebut menjadi lebih sering marah ketika mengalami menstruasi sehingga membuat orang lain tidak nyaman untuk berinteraksi.

Menurut Joseph (2010) pendekatan terapi untuk mengatasi PmS (Pre Menstrual Syndrome) dibedakan menjadi 2 yaitu :

1. Terapi non hormon

a. Anjuran untuk sering mengkonsumsi karbohidrat b. Pemberian vitamin B6

c. Evening primrose oil (untuk gejala pada payudara) d. Mineral (Ca dan Mg) mungkin bermanfaat

e. Terapi alternative (olahraga dan relaksasi) f. Psikoterapi

g. Obat psikotropik

h. Diuretik (spironolakton)

(13)

2. Terapi hormon a. Progesteron/progestogen b. Estrogen c. Danazol d. Analog agonis GnRH e. Bromokriptin

f. Pil kontrasepsi oral

Selain pendekatan terapi, Joseph (2010) juga menyebukan ada pendekatan bedah yaitu dengan dilakukannya histerektomi atau ooforektomi.

2.2 Asupan makanan

Asupan makanan adalah semua jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi tubuh setiap hari. Umumnya asupan makanan di pelajari untuk di hubungkan dengan keadaan gizi masyarakat suatu wilayah atau individu. Mengetahui asupan makanan suatu kelompok masyarakat atau individu merupakan salah satu cara untuk menduga keadaan gizi kelompok masyarakat atau individu yang bersangkutan. (Sumarno, dkk dalam Gizi Indonesia 1997).

Kekurangan beberapa zat gizi baik zat gizi makro maupun zat gizi mikro dapat menyebabkan premenstruasi sindrom. Beberapa zat gizi yang berpengaruh terhadap kejadian premenstruasi sindrom (Redei, 1995) adalah :

1. Karbohidrat

Karbohidrat berkaitan dengan premenstruasi sindrom terutama dalam mengatasi masalah perubahan mood, hal ini karena karbohidrat secara konsisten

(14)

mempertahankan kadar serotonin sehingga dengan memakan makanan yang mengandung karbohidrat akan lebih dapat mengendalikan perubahan mood. Sekitar 80% dari total serotonin dalam tubuh manusia terdapat pada sel enterochromaffin di usus yang digunakan untuk mengatur gerakan usus. Sisa yang 20% disintesis dalam neuron serotonergik dalam sistem saraf pusat dimana serotonin memiliki banyak fungsi. Fungsi tersebut daintaranya mengatur mood, nafsu makan, tidur, serta kontraksi otot.

2. Kalsium

Kalsium membantu tubuh melepaskan hormone endorphin selama masa menstruasi. Hormon endorphin adalah senyawa kimia yang membuat seseorang merasa senang atau nyaman (Hankinson, 2005). Endorfin diproduksi oleh tubuh kita (kelenjar pituitary) yaitu pada saat kita merasa bahagia dan pada saat kita istirahat yang cukup. Karena endorphin diproduksi oleh tubuh manusia sendiri, maka hormon ini dianggap sebagai zat penghilang rasa sakit yang terbaik. Selain itu, kalsium juga memiliki peran untuk mengatur kontraksi otot.

3. Mineral

Mineral seperti seng dan magnesium dapat membantu meringankan gejala PmS seperti sakit kepala, sakit pinggul, dan ketegangan. (Jasons, 2008). Magnesium dapat membantu meringankan gejala premenstruasi sindrom seperti sakit kepala, dan pinggul. Magnesium juga berfungsi untuk membantu dalam proses penyerapan kalsium. Magnesium merupakan faktor protektif terhadap kejadian premenstruasi sindrom bersama dengan piridoksin dan niasin mensintesis konjugasi hormon estrogen. Magnesium berperan meningkatkan

(15)

aktivitas enzim glucuronyl transferase yaitu suatu enzim yang terlibat dalam proses glukuronidasi hepatik estrogen. Pada saat kadar magnesium dalam darah rendah maka proses ini tidak berjalan dengan baik. Selain berfungsi pada proses glukuronidasi, magnesium juga berfungsi dalam mengaktivasi piridoksin ke bentuk aktifnya yaitu pyridoxal phosphate. Menurut Bolte et al (2001), metabolisme dari magnesium yang abnormal berhubungan dengan gangguan neuropsikiatri tampak dari gangguan mood dan gejala fisik yang tampak seperti migraine, epilepsy, nyeri kronik. Dikarenakan magnesium mempunyai hubungan secara langsung dengan fungsi sel yang normal, maka jika terjadi penurunan kadar magnesium akan menimbulkan gejala-gejala premenstruasi sindrom. 4. Vitamin B6

Vitamin B6 memiliki dampak modulatori yang signifikan pada produksi pusat neurotransmitter (misalnya serotonin, GABA) yang mengendalikan ansietas, depresi, dan persepsi nyeri dan juga berperan dalam biosintesis steroid, yaitu serotonin. Vitamin B6 berperan sebagai koenzim dan metabolisme protein termasuk di dalamnya adalah asam amino triptofan yang berkaitan dengan serotonin. Serotonin berperan penting pada kejadian premenstruasi sindrom. Saat kadar vitamin B6 dalam darah rendah, maka biosintesis serotonin terganggu, sehingga memicu ovulasi terlalu awal dan terjadi pergantian pola estrogen dan progesterone. Vitamin B6 memberikan efek rileks dan tenang menjelang menstruasi dan mengontrol produksi serotonin yang penting dalam mengendalikan perasaan seseorang. Kekurangan vitamin B6 dapat menyebabkan beberapa permasalahan seperti depresi, kebingungan, kejang, kelemahan otot ,

(16)

sulit berkonsentrasi dan bahkan anemia. Beberapa penelitian menunjukkan dosis vitamin B6 hingga 200 mg/hari kemungkinan besar bermanfaat untuk mengobati gejala-gejala premenstruasi.

5. Vitamin E

Vitamin E dapat berguna dalam mengurangi ketegangan pada payudara yang merupakan salah satu gejala PmS (Jacobs, 2000).

6. Sodium dan kafeine

Makanan yang mengandung banyak garam dapat menyebabkan retensi cairan dan memperburuk gejala PmS (Karyadi, 2008). Sedangkan kafeine dapat menimbulkan kecemasan atau depresi (Rasheed, 2003).

7. Lemak

Dengan mengkonsumsi rendah lemak dan tinggi karbohidrat akan mengurangi pembengkakan payudara (Paath, 2006).

2.2.2 Angka Kecukupan Gizi bagi Remaja

Penentuan kebutuhan akan zat gizi remaja secara umum didasarkan pada Recommended Daily Allowances (RDA). Untuk praktisnya, RDA disusun berdasarkan perkembangan kronologis bukan kematangan. Karena itu, jika konsumsi energi remaja kurang dari jumlah yang dianjurkan, tidak berarti kebutuhannya belum tercukupi. Status gizi remaja harus dinilai secara perorangan, berdasarkan data yang diperoleh dari pemeriksaan klinis, biokimiawi, antropometris, diet, serta psikososial.

Kebutuhan akan semua jenis mineral juga meningkat. Peningkatan kebutuhan akan besi dan kalsium paling mencolok karena kedua mineral ini

(17)

merupakan komponen penting pembentuk tulang dan otot. Peningkatan kebutuhan akan energi dan zat gizi sekaligus memerlukan tambahan vitamin di atas kebutuhan semasa bayi dan anak. Asupan thiamin, riboflavin, dan niacin harus ditambah sejajar dengan pertambahan energi. Vitamin diketahui berperan dalam proses pelepasan energi dari karbohidrat. Percepatan sintesis jaringan mengisyaratkan pertambahan asupan vitamin B6, B12, dan asam folat. Asupan vitamin A, C, dan E juga perlu ditingkatkan selain vitamin D karena perannya dalam proses pembentukan tulang.

Angka kecukupan gizi (AKG) berguna sebagai patokan dalam penilaian dan perencanaan konsumsi pangan, serta basis dalam perumusan acuan label gizi. Angka kecukupan gizi mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan Iptek gizi dan ukuran antropometri penduduk.

Remaja yang kurang gizi atau terlalu kurus (KEK), anemia, kekurangan kalsium, vitamin D, yodium, seng dan kekurangan vitamin, serta mineral lainnya akan mempengaruhi proses menstruasi dan juga proses reproduksi. Kebutuhan gizi remaja relatif besar, karena masih mengalami pertumbuhan. Selain itu, remaja umumnya melakukan aktivitas fisik lebih tinggi dibandingkan dengan usia lainnya, sehingga diperlukan zat gizi lebih banyak. Adapun tabel Angka Kecukupan Gizi adalah sebagai berikut :

(18)

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi 2013 Kelompok Umur Energi

(kkal) Karbo hidrat (g) Protein (g) Kalsium (mg) Magne sium (mg) Vit. B6 (mg) Perempuan 10-12 tahun 2000 275 60 1200 155 1,2 Perempuan 13-15 tahun 2125 292 69 1200 200 1,2 Perempuan 16-18 tahun 2125 292 59 1200 220 1,2 Perempuan 19-29 tahun 2250 309 56 1100 310 1,3 Perempuan 30-49 tahun 2125 323 57 1000 320 1,3 Perempuan 50-64 tahun 1900 285 57 1000 320 1,5 Perempuan 65-80 tahun 1550 252 56 1000 320 1,5 Perempuan >80 tahun 1425 232 55 1000 320 1,5 Sumber : AKG 2013

2.2.3 Makanan dan Premenstruasi Sindrom

Salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya PmS adalah diet. Adapun makanan yang harus dihindari dan juga lebih banyak dikonsumsi saat menjelang haid agar meringankan atau mengurangi risiko PmS adalah sebagai berikut :

a. Makanan yang harus dihindari

Makanan yang harus dihindari ataupun dikurangi ini dilakukan untuk meringankan gangguan PmS, seperti :

1. Mengurangi makanan gurih. Lebih baik hindari makanan yang bersifat gurih atau asin, seperti kentang goreng, atau makanan berbumbu lainnya. Kandungan garam yang tinggi dalam tubuh akan mempercepat proses pelepasan air berlebih di dalam tubuh, sehingga tubuh cepat terasa lemas.

(19)

2. Kurangi konsumsi makanan tinggi kalium. Kalium ditemukan dalam makanan seperti ubi jalar yang dapat meningkatkan kemungkinan wanita mengalami PmS. Mineral ini juga dapat meyebabkan gejala-gejala fisik dan emosional lainnya seperti kembung, depresi dan mudah tersinggung.

b. Makanan yang harus dikonsumsi

Suatu penelitian telah menunjukkan bahwa pemilihan asupan makanan mempengaruhi perkembangan PmS atau bisa jadi mengurangi keparahan gejalanya. Misalnya, makanan yang kaya kalsium terbukti dapat menurunkan resiko PmS.

1. Menambah konsumsi serat. Serat dari sayuran dan buah-buahan bisa membantu mengurangi keluhan PmS. Misalnya, pisang mengandung vitamin B6 yang mampu mengurangi gejala PmS seperti payudara yang menegang, retensi air, dan mood yang berubah-ubah. Sedangkan nenas, kaya akan vitamin A, B, dan C, serta mangan. Mineral ini telah terbukti mampu meningkatkan mood dan mengurangi retensi air, sehingga terbebas dari masalah perut kembung.

2. Memperbanyak minum air putih. Hindari minum terlalu banyak gula, kafein, cokelat, dan es. Kondisi dingin dalam tubuh tidak baik untuk aliran darah. Sebaiknya minum air putih hangat untuk memperlancar aliran darah.

3. Mengonsumsi zat besi. Saat menstruasi, kita kehilangan 12-15 mg elemen zat besi. Karena itu, saat menstruasi dianjurkan mengonsumsi vitamin penambah darah. Selain dengan mengonsumsi vitamin penambah darah, juga bisa dengan mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi. Beberapa jenis

(20)

makanan yang mengandung zat besi adalah daging sapi, kambing, ayam, ikan, ikan tuna, telur, oatmeal, serta berbagai sayuran berwarna hijau. Para peneliti di Universitas Massachusetts di Amherst menemukan bahwa wanita dengan asupan zat besi lebih dari 20 miligram per hari ternyata beresiko 35 persen lebih rendah terdiagnosis PmS dibandingkan dengan mereka yang hanya mengkonsumsi 10 mg per hari.

Menurut Elizabeth Bertone-Johnson, penulis studi juga seorang profesor epidemologi di UMass Amherst mengatakan bahwa tidak semua bentuk zat besi sama untuk mengatasi PmS. Ini terutama besi yang ditemukan dalam makanan dan supemen, besi non-heme yang dapat mengurangi potensi PmS. Besi heme berasal dari sumber hewani seperti daging merah dan unggas tidak memiliki efek yang sama. Bertone-Johnson menduga bahwa besi non-heme memiliki hubungan yang lebih kuat dengan PmS karena lebih mudah untuk makan makanan yang kaya sumber tanaman dan suplemen. Misalnya, tiga perempat cangkir sereal yang diperkaya memiliki 18 mg besi non-heme. Sementara secangkir kacang memiliki 3 sampai 7 mg. Sementara 3 ons daging sapi hanya memiliki 2 sampai 3 mg zat besi heme. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan harian zat besi jika hanya dengan mengonsumsi daging sapi maka haruslah konsumsi daging sapi dalam porsi yang besar. Selain itu, konsumsi daging sapi dalam jumlah yang banyak tidak dianjurkan karena mengingat kandungan lemak jenuhnya.

4. Konsumsi vitamin C. Untuk memperkuat daya tahan tubuh, sebaiknya tambahkan makanan yang mengandung kalsium dan vitamin C. Selain jeruk,

(21)

nenas, mangga, atau pepaya, sumber vitamin C ada pada strawberry, brokoli, semangka, kembang kol, kubis, dan tomat.

5. Konsumsi kalsium. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susan Thys-Jacobs seorang pakar endokrinologi dari St. Luke, S- Roosevelt Hospital Center di New York, kalsium juga dapat berperan dalam meringankan sindrom premenstruasi (PmS). Menurut laporan Archives of Internal Medicine, diet kaya kalsium dapat menekan risiko terkena PmS sampai 40%. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa kalsium dan vitamin D yang membantu absorbsi kalsium dapat mengurangi nyeri hebat pada saat PmS. Hasil yang didapat menyimpulkan bahwa diet tinggi kalsium dan vitamin D dapat menolong para wanita terbebas dari PmS. Peningkatan asupan kalsium mempengaruhi kadar hormon estrogen selama masa menstruasi. Hal ini dapat mempengaruhi siklus menstruasi. Penemuan ini menjelaskan bahwa konsumsi kalsium sangat dianjurkan bagi wanita dengan atau tanpa PmS.

2.3 Kerangka Teori

Diet yang tidak tepat pada remaja dapat menyebabkan kurangnya asupan zat gizi yang dibutuhkan. Dalam hal ini yaitu kurangnya asupan zat gizi mikro seperti kalsium, magnesium dan vitamin B6. Asupan zat gizi mikro memiliki keterkaitan terhadap premenstruasi sindrom (PmS). Menurut Saryono dan Sejati (2009), salah satu penyebab PMS adalah kurangnya asupan kalsium, magnesium, dan vitamin B6.

(22)

Kalsium berfungsi dalam mengatur fungsi sel (transmisi saraf, kontraksi otot, dan pengumpulan darah), mengatur kerja hormon, dan faktor pertumbuhan (Almatsier, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Thys-Jacob (2010) diketahui bahwa kalsium merupakan salah satu mineral yang terbukti secara signifikan menghasilkan 50% pengurangan gejala premenstruasi sindrom seperti gangguan mood, dan perilaku yang berlangsung selama sindrom premenstruasi, kegelisahan, depresi, dan mual.

Magnesium bertindak sebagai katalisator di dalam sel jaringan lunak, dan juga termasuk metabolisme zat gizi makro (Almatsier, 2010). Magnesium sangat baik bagi tubuh, yaitu untuk mengendorkan otot, melemaskan saraf, dan juga mencegah kerusakan gigi (Almatsier, 2010). Berdasarkan literature review, didapat bahwa dengan mengkonsumsi 400-800 mg/hari magnesium dapat mencegah dan menurunkan risiko terjadinya PmS (Lustyk dan Gerrish, 2010).

Vitamin B6 memiliki peran dalam pembentukan serotonin yang berkaitan dengan gejala PmS. Kekurangan vitamin B6 dapat menyebabkan berbagai permasalahan seperti sulit berkonsentrasi, depresi, kelemahan otot, mudah lelah yang merupakan gejala dari PmS (Almatsier, 2010).

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian Sumber : Saryono dan Sejati (2010)

Almatsier (2010) Asupan Makanan

Kalsium

Magnesium Vitamin B6

Perubahan kadar serotonin

Gejala PmS

(23)

2.4 Kerangka Konsep

Premenstruasi sindrom meliputi gangguan mental dan somatik yang berat yang muncul secara siklik terutama pada fase premenstruasi yang secara

signifikan menghambat aktivitas sehari-hari.

PmS adalah keluhan-keluhan yang dirasakan seperti rasa cemas, depresi, suasana hati yang tidak stabil, kelelahan, pertambahan berat badan, rasa malas, sakit pada payudara, kejang dan nyeri punggung yang dapat timbul sekitar 7-10 hari sebelum datangnya haid dan memuncak pada saat haid timbul (Bardosono, 2006).

Salah satu faktor yang menyebabkan premenstruasi sindrom adalah asupan makanan remaja yang rendah akan kandungan zat gizi. Perilaku makan remaja umumnya mengkonsumsi makanan dengan kadar zat gizi mikro yang rendah. Untuk lebih jelasnya tentang hubungan asupan makanan dengan kejadian PmS, maka dapat dirumuskan dalam kerangka konsep penelitian berikut :

Variabel Independent Variabel Dependent

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

Asupan makanan pada siswi Kelas XI SMA Negeri 1 Perbaungan diduga dapat menyebabkan premenstruasi sindrom.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian  Sumber  : Saryono dan Sejati (2010)

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

diantaranya yakni kebijakan pemerintah, penetapan peraturan perundang-undangan, atau bahkan putusan pengadilan. Prinsip Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Warga Negara

Hasil analisis data menunjukkan adanya perbedaan bermakna dari koloni kontrol dengan koloni dari masing-masing perlakuan dengan penurunan jumlah koloni semakin

Peran dan Fungsi Tenaga Kesehatan Pada Home Care.. Kondisi

Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap harus diperhatikan, dampak tersebut biasanya timbul akibat adanya dampak

Stasiun penerima medan magnet petir dipasang minimal 2 stasiun atau lebih, gunanya agar masing-masing dari stasiun penerima petir tersebut dapat membandingkan sinyal

Studi Kasus di Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen Sebelum dan Sesudah Pemekaran Tahun 1990, 2000, 2010, dimana yang akan dikaji adalah laju konversi.. lahan pertanian,

Hasil belajar yang didapatkan pada pra siklus adalah dengan jumlah siswa yang tuntas 27 dan siswa yang belum tidak tuntas sebanyak 9 siswa, dengan persentase