8.1 ASPEK LINGKUNGAN
8.1.1 KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
Kerangka dasar penulisan ini bersifat umum dan fleksibel, artinya dapat disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi. Muatan yang disajikan menggambarkan kondisi saat ini dan permasalahannya serta rencana pencapaian yang akan dilaksanakan, termasuk berbagai program dan kebutuhan investasi dalam memenuhi tujuan pembangunan daerah jangka menengah.
Bab Pendahuluan yang bersifat umum diharapkan menyajikan hal-hal terkait dengan mekanisme safe guard lingkungan dan sosial yang disesuaikan dengan program investasi daerah, sasaran pencapaian yang diamanatkan dalam RPJMN dan RPJMD dan sebagainya, seperti tulisan pada bagian di bawah ini.
Safeguard pada Bidang Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan untuk rnencapai kondisi masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dan pencemaran air limbah permukiman. Air limbah yang dimaksud adalah air limbah permukiman (municipal wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dan air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dan lingkungan permukiman serta air limbah industri rurnah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air limbah permukiman ini perlu dikelola agar tidak menimbulkan dampak seperti mencemari air permukaan dan air tanah, disamping sangat beresiko menimbulkan penyakit seperti diare, thypus, kolera dan lain-lain.
ASPEK SOSIAL
DAN LINGKUNGAN
BAB
8.1. Prinsip Dasar Safeguard
1. Disetiap Kabupaten/Kota peserta program, semua pihak terkait wajib memahami, menyepakati dan melaksanakan dengan baik dan konsisten kerangka Safeguard Lingkungan dan Sosial. Para walikota/ bupati/gubernur secara formal perlu menyepakati isi kerangka Safeguard Lingkungan dan Sosial yang disusun. Disamping itu kerangka sqfeguard juga perlu disepakati dan dilaksanakan bersama oleh stakeholder Propinsi/Kabupaten/Kota yang bersangkutan, tidak hanya dan kalangan pemerintah daerah saja, namun juga dan DPRD, LSM, perguruan tinggi, dan warga kota lainnya;
2. Agar pelaksanaan kerangka safeguard dapat dilakukan secara lebih efektif, diperlukan penguatan kapasitas lembaga pelaksana. Fokus penguatan kapasitas mencakup kemampuan fasilitasi, penciptaan arena multi-stakeholder, dan pengetahuan teknis dan pihak-pihak terkait;
3. Kerangka safeguard harus dirancang sesederhana rnungkin, mudah dimengerti, jelas kaitannya dengan tahap-tahap investasi, dan dapat dijalankan sesuai prinsip dalam kerangka proyek;
4. Prinsip utama safeguard adalah untuk menjamin bahwa program investasi infrastruktur tidak membiayai investasi apapun yang dapat mengakibatkan dampak negatif yang serius yang tidak dapat diperbaiki/dipulihkan. Bila terjadi dampak negatif maka perlu dipastikan adanya upaya mitigasi yang dapat meminimalkan dampak negatif tersebut, baik pada tahap perencanaan, persiapan maupun tahap pelaksanaannya;
5. Diharapkan RPIJM tidak membiayai kegiatan investasi yang karena kondisi lokal tertentu tidak memungkinkan terjadinya konsultasi safeguard dengan warga yang secara potensial dipengaruhi dampak lingkungan atau (PAP Potentially Affected People) warga terasing dan rentan (IVP — Isolated and Vulnerable People) atau warga yang terkena dampak pemindahan (DP — displaced people), secara memadai; 6. Untuk memastikan bahwa safeguard dilaksanakan dengan baik dan benar, maka
diperlukan tahap-tahap sebagai berikut:
Studi dan penilaian mengenai tindakan yang perlu dan dapat dilakukan. Pada saat yang sama, juga perlu didiserninasikan dan didiskusikan dampak dan alternatif rencana tindak penanganannya;
Perumusan dan pelaksanaan rencana tindak;
Pemantauan dan pengkajian terhadap semua proses di atas; dan
Perumusan mekanisme penanganan dan penyelesaian keluhan (complaints) yang cepat dan efektif;
7. Setiap keputusan, laporan, dan draft perencanaan final yang berkaitan dengan
kerangka safeguard hams dikonsultasikan dan didiseminasikan secara luas, terutama kepada warga yang berpotensi terkena dampak. Warga, terutama yang terkena dampak, harus mendapat kesempatan untuk ikut mengambil keputusan dan
menyampaikan aspirasi dan/atau keberatannya atas rencana investasi yang berpotensi dapat menimbulkan dampak negatifatau tidak diinginkan bagi mereka.
8.1.1. Kerangka Safeguard
Sesuai dengan karakteristik kegiatan yang didanai dalam rencana program investasi infrastruktur, kerangka safeguard RPIJM infrastruktur bidang PU/Cipta Karya terdiri dan 2 komponen yakni:
1. Safeguard Lingkungan.
Kerangka ini dimaksudkan untuk membantu peserta Kabupaten/Kota untuk dapat melakukan evaluasi secara sistematik dalam penanganan, pengurangan dan pengelolaan resiko lingkungan yang tidak diinginkan, promosi manfaat lingkungan, dan pelaksanaan keterbukaan serta konsultasi publik dengan warga yang terkena dampak atau PAP; 2. Safe guard Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali.
Kerangka ini dimaksudkan untuk membantu peserta Kabupaten Kota untuk dapat melakukan evaluasi secara sistematik dalam pananganan, pengurangan dan pengelolaan resiko sosial yang tidak diinginkan, promosi manfaat sosial, dan pelaksanaan keterbukaan serta konsultasi publik dengan warga yang terkena dampak pemindahan atau DP;
8.1.2. PRINSIP DASAR
Seluruh program investasi infrastruktur bidang PU/Cipta Karya yang diusulkan oleh Kabupaten/Kota harus sesuai dan memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Penilaian lingkungan (environment assessment) dan rencana mitigasi dampak sub proyek, dirumuskan dalarn bentuk:
Analisis mengenai Dampak lingkungan atau AMDAL (atau Analisis Dampak Lingkungan-ANDAL dikombinasikan dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan-RKL dan Rencana Pemantauan Lingkungan- RPL);
Upaya pengelolaan lingkungan-UKL dan upaya pemantauan lingkungan-UPL; atau Standar Operasi Baku-SOP,
Tergantung pada kategori dampak sub proyek yang dimaksud.
2. AMDAL harus dilihat sebagai alat peningkatan kualitas Iingkungan. Format AMDAL atau UKL/UPL merupakan bagian tidak terpisahkan dan analisis teknis, ekonomi, sosial, kelembagaan dan keuangan sub proyek;
3. Sejauh mungkin, subproyek hars menghindari atau meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Selaras dengan hal tersebut, sub proyek harus dirancang untuk dapat memberikan dampak positif semaksimal mungkin. Sub proyek yang diperkirakan dapat mengakibatkan dampak negatif yang besar terhadap Iingkungan, dan dampak tersebut tidak dapat ditanggulangi melalui rancangan dan konstruksi sedemikian rupa, harus dilengkapi dengan AMDAL;
4. Usulan program investasi infrastruktur bidang PU/Cipta Karya tidak dapat dipergunakan mendukung mendukung kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap habitat alamiah, warga terasing dan rentan, wilayah yang dilindungi, alur laut internasional atau kawasan sengketa. Disamping itu dan usulan RPIJM juga tidak rnembiayai pembelian, produksi atau pengunaan:
Bahan-bahan yang merusak ozon, tembakau atau produk-produk tembakau; Asbes, Bahan-bahan yang mengandung unsur asbes;
Bahan material yang termasuk dalam ketegori B3 (bahan beracun dan berbahaya). Rencana investasi tidak membiayai kegiatan yang menggunakan, menghasilkan, menyimpan atau mengangkut bahan/material beracun, korosif atau eksplosif atau bahan/material yang termasuk dalam kategori B3 menurut hukum yang berlaku di Indonesia;
Pestisida, herbisida, dan insektisida. RPIJM tidak diperuntukkan membiayai kegiatan yang melakukan pengadaan pestisida, herbisida atau insektisida; Pembangunan bendungan. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak
mempunyai ketergantungan pada kinerja bendungan yang telah ada ataupun yang sedang dibangun;
Kekayaan budaya. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan yang dapat merusak atau menghancurkan kekayaan budaya baik berupa benda dan budaya maupun lokasi yang dianggap sakral atau memiliki nilai spiritual; dan
Penebangan kayu. RPIJM bidang Infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan yang terkait dengan kegiatan penebangan kayu atau pengadaan peralatan penebangan kayu.
8.1.3. LANDASAN HUKUM
Panduan kerangka Safeguard Lingkungan dan Sosial dalam USDRP dirumuskan berdasarkan sejumlah regulasi terkait yang berlaku, antara lain:
1) Undang-undang (UU) No. 23/1997 tentang pengelolaan lingkungan, pasal 5 (1) mengenai rencana kegiatan atau pekerjaan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak lingkungan besar dan signifikan harus dilengkapi dengan AMDAL
2) Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 1997 tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pasal 5 (1), AMDAL diperlukan jika proyek tersebut: (i) mempengaruhi sejumlah besar orang, wilayah dan komponen lingkungan; (ii) menimbulkan dampak yang berlangsung kuat, lama, kurnulatif, dan tidak dapat dipulihkan kembali (irreversible);
3) Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/1999 Pasal 5 (1) kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup antara lain: jumlah manusia yang terkena dampak, luas wilayah persebaran dampak, intensitas dan lamanya dampak berlangsung, banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak, sifat kumulatif dampak, dan berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya dampak. Pasal 11(1) tentang AMDAL inenyatakan bahwa Komisi AMDAL Pusat berwenang menilai hasil AMDAL bagi jenis usaha dan/atau kegiatan yang mernenuhi unsur-unsur strategis nasional dan/atau berkaitan dengan ketahanan nasional dengan dampak mencakup lebih dan propinsi, terletak di wilayah konflik dengan negara lain, terletak di perairan laut, dan/atau lokasinya mencakup wilayah hukum negara lain. Pasal 11 (2) menyatakan Komisi AMDAL daerah (Propinsi dan Kabupaten/Kota)
berwenang menilai AMDAL bagi jenisjenis usaha dan/atau kegiatan yang berada di luar kriteria di atas;
4) Sesuai PP 27/1999 tentang AMDAL pasal 33 (3), dalam waktu 30 hari setelah pengumuman proyek, pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk warga yang terkena dampak, LSM setempat, dan pihak lainnya, dapat menyampaikan tanggapan, saran dan keluhan kepada Pemrakarsa kegiatan;
5) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Flidup No. 17/2001, tanggal 22 Mci 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
6) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak lingkungan No. 09 tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); 7. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 17/KPTS/2003, tanggal 3 Februari 2003, tentang Penetapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL); dan
7) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 86/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan UKL/UPL;
8.1.4. PROSEDUR SAFEGUARD LINGKUNGAN
Prosedur pelaksanaan AMDAL terdiri dan beberapa kegiatan utama, yakni: pentapisan awal sub proyek sesuai dengan kriteria sesuai dengan persyaratan safeguard, evaluasi dampak lingkungan;
Pengklasifikasian/kategorisasi dampak lingkungan dan subproyek yang diusulkan (lihat tabel 1.1), perumusan dokumen SOP, UKL/UPL atau AMDAL (KA-ANDAL, ANDAL dan RKL/RPL), pelaksanaan dan pemantauan pelaksanaan.
Tabel 5.1
Kategori Subproyek menurut Dampak Lingkungan
Kategori Dampak Persyaratan
A Subproyek dapat mengakibatkan dampak lingkungan yang buruk, berkaitan dengan kepekaan dan keragaman dampak yang ditimbulkan, upaya pemulihan kembali sangat sulit dilakukan
ANDAL dan RKL RPL
B Subproyek dengan ukuran dan volume kecil, mengakibatkan dampak lingkungan akan tetapi upaya pemulihannya sangat mungkin dilakukan
UKL UPL
C Subproyek yang tidak memiliki komponen konstruksi dan tidak mengakibatkan pencemaran udara, tanah dan air Tidak diperlukan ANDAL atau UKL/UPL ANDAL : Analisis Dainpak Lingkungan
RPL : Rencana Pemantauan Lingkungan UKL : Upaya Pengelo!aan Lingkangan UPL : Upaya Pemantauan Lingkungan
*) Lihal lampiran 1 bagian III: SK Menteri Lingkungan Hidup No. 17/2001; SK Menteri PU No. 1 7/KPTS/M/2003; UU No. 23/199 7, Pasal 15(1); dan PP No. 2 7/1999, pasal 5(1)
8.1.5 KERANGKA KELEMBAGAAN SAFEGUARD LINGKUNGAN 8.1.5.1 Pemrakarsa Kegiatan
Pemrakarsa Kegiatan adalah perumus dan pelaksana RPIJM di masing-masing pemerintah Kabupaten/Kota peserta. Pemrakarsa kegiatan bertanggung jawab untuk melaksanakan: 1) Perumusan KA-ANDAL, draft ANDAL dan RKL/RPL atau draft UKL/UPL,
melaksanakan serta melakukan pernantauan pelaksanaannya. Bila dipenlukan Bappedalda dapat membantu pemrakarsa kegiatan dalam melaksanakan pemantauan; 2) Konsultasi dengan warga yang secara potensial dipengaruhi dainpak lingkungan atau
PAP dalarn forum stakeholder, baik pada saat perurnusan KA-ANDAL, draft ANDAL dan RKL/RPL. Sebelum kegiatan konsultasi dilakukan, pernrakarsa kegiatan penlu menyediakan semua bahan yang relevan sekurang-kurangnnya 3 (tiga) han sebelum kegiatan dilakukan yang setidaknya mencakup: ringkasan tujuan kegiatan, rincian kegiatan; dan gambaran menyeluruh potensi dampaknya. Hasil konsultasi dalam forum
stakeholder tersebut harus dicatat sebagai bagian dan laporan ANDAL. Disamping itu, kegiatan konsultasi dengan PAP bila perlu juga dilakukan selama pelaksanaan sub proyek;
3) Melaporkan pelaksanaan RKL/RPL dan basil pemantauannya Bapedalda, Bupati/Walikota
4) Keterbukaan informasi rnengenai draft ANDAL dan RKL/RPL atau UKL/UPL pada publik dalam waktu yang tidak terbatas; dan
5) Penanganan keluhan publik secara transparan. Perlu dikembangkan prosedur penyampaian keluhan publik yang transparan. Keluhan harus dijawab sebelum tahap pelelangan kegiatan dimulai. Keluhan yang diajukan sebelum konstruksi, selama konstruksi dan/atau operasi kegiatan perlu diselesaikan secara musyawarah antara pemrakarsa kegiatan dengan pihak-pihak yang mengajukan keluhan.
8.1.5.2 Bappedalda Atau DinasInstansi Terkait
1) Menurut SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 86/2003, Bappedalda atau Dinas/Instansi yang berkecimpung dalam masalah lingkungan hidup, bertanggung jawab untuk mengkaji dan memberikan persetujuan terhadap UPL/UKL yang dirumuskan oleh pemrakarsa kegiatan;
2) Dalam pelaksanaan RPIJM, Bappedalda juga bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelaksanaan RKL/RPL serta melakukan pemantauan terhadap lingkungan secara umum.
3) Bappedalda juga merupakan anggota tetap Komisi AMDAL.
8.1.5.3 Komisi AMDAL
Komisi AMDAL adalah badan yang berwenang dan bertanggung jawab untuk melakukan: 1) Kajian dan persetujuan terhadap KA-ANDAL, ANDAL dan RKL/RPL yang
dirumuskan oleh pemrakarsa kegiatan;
2) Penyampaian laporan hasil kajian yang dilakukan kepada Walikota/Bupati yang bersangkutan (sesuai dengan PP No. 27/1999 mengenai AMDAL, pasal 8, dalam RPIJM yang dimaksudkan sebagai Kornisi AMDAL adalah Komisi AMDAL tingkat Kabupaten/Kota).
8.1.6 PRINSIP DASAR SAFEGUARD PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI
Pengadaan tanah dan pemukiman kembali biasanya terjadi jika kegiatan investasi berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dan satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau sedikitnya memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
Pengadaan tanah dan pemukiman kembali atau land acquisition and resettlement untuk kegiatan RPIJM mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Transparan: Sub proyek dan kegiatan yang terkait harus diinformasikan secara transparan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak. Informasi harus mencakup, antara lain, daftar warga dan aset (tanah, bangunan, tanaman, atau lainnya) yang akan terkena dampak;
2) Partisipatif: Warga yang berpotensi terkena dampak/dipindahkan (DP) harus terlibat dalarn seluruh tahap perencanaan proyek, seperti: penentuan lokasi proyek, jumlah dan bentuk kompensasi/ganti rugi, serta lokasi tempat pemukiman kembali;
3) Adil: Pengadaan tanah tidak boleh memperbumk kondisi kehidupan DP. Warga tersebut memiliki hak untuk mendapatkan ganti rugi yang memadai, seperti tanah pengganti dan/atau uang tunai yang setara dengan harga pasar tanah dan asetnya. Biaya terkait lainnya, seperti biaya pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak, harus ditanggung oleh pemrakarsa kegiatan. DP harus diberi kesempatan untuk dapat mengkaji rencana pengadaan tanah ini secara terpisah di antara mereka sendiri dan menyetujui syarat-syarat dan jumlah ganti rugi dan/atau pemukiman kembali;
4) Warga yang terkena dampak harus sepakat atas ganti rugi yang ditetapkan atau jika memungkinkan, secara sukarela mengkontribusikan/hibah sebagian tanahnya pada kegiatan. Dalam kasus dimana tanah dihibahkan secara sukarela, DP akan melakukan musyawarah dalam forum stakeholder untuk menjamin bahwa hibah benar-benar dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan pihak manapun;
5) Kontribusi/hibah tanah secara sukarela hanya dapat dilakukan bila:
DP mendapatkan manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan dengan harga tanah miliknya (dibuktikan dengan perhitungan yang disepakati kedua belah pihak); dan
Tanah yang dihibahkan nilainya < 10 % dan nilai tanah, bangunan atau aset lain yang produktif dan nilainya < 1 (satu) juta Rupiah.
Kesepakatan kontribusi sukarela tersebut harus ditandatangani kedua belah pihak setelah DP melakukan diskusi secara terpisah. Safeguard Monitoring Team atau SMT harus dapat menjamin bahwa tidak ada tekanan pada DP untuk melakukan kontribusi tanah secara sukarela. Persetujuan tersebut hams didokumentasikan secara formal;
1) Kegiatan investasi hams sudah menentukan batas-batas lahan yang diperlukan, jumlah warga yang terkena dampak, infoniiasi umum mengenai pendapatan serta status pekerjaan DP, dan harga tanah yang berlaku yang diusulkan oleh pemrakarsa kegiatan dan didukung oleh NJOP, sebelum pembebasan tanah (dengan atau tanpa pemukiman kembali/resettlement) dilakukan;
2) Kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak pada lebih dan 200 orang atau 40 KK, atau melibatkan pernindahan lebih dan 100 orang atau 20 KK, hams didukung dengan Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali atau RTPTPK yang menyeluruh.
3) Jika kegiatan investasi hanya akan mengakibatkan dampak pada kurang dan 200 orang atau 40 KK atau berdampak pada kurang dan 10% aset produktif atau hanya melakukan pernindahan penduduk secara temporer (sementara) selarna masa konstruksi, hams didukung dengan RTPTPK sederhana.
4) RTPTPK menyeluruh atau RTPTPK sederhana dan pelaksanaannya menjadi tanggung jawab pemrakarsa kegiatan, dimonitor oleh Tim Pemantauan Safeguard.
5) Perhitungan ganti mgi bagi DP. Terdapat beberapa alternatif cara untuk menghitung ganti rugi, yakni:
Perhitungan ganti rugi tanah berdasarkan nilai pasar tanah di lokasi yang memiliki karakteristik ekonomi yang serupa pada saat pembayaran kompensasi ganti rugi dilakukan;
Perhitungan kompensasi ganti rugi bangunan berdasarkan nilai pasar bangunan dengan kondisi yang serupa di lokasi yang sama;
Perhitungan ganti rugi untuk tanaman berdasarkan nilai pasar tanaman yang sama ditambah dengan biaya atas kerugian non material lainnya; dan
Perhitungan ganti rugi untuk aset Iainnya diganti dengan aset yang paling tidak sama, atau ganti mgi uang tunai setara dengan harga untuk memperoleh aset yang sama.
Pihak yang dapat terkena dampak pembebasan tanah dan/atau pemukiman dipindahkan dalam kegiatan sub proyek dapat bempa warga/individu, entitas, atau badan hukum. Adapun bentuk dampak yang diakibatkan dapat berupa:
Dampak fisik, seperti dampak pada tanah, bangunan, tanaman dan aset produktif lainnya; dan
Dampak non-fisik, seperti dampak lokasi, akses pada tempat kerja atau prasarana, dan sebagainya.
6. Berkenanaan dengan hak hukum atas tanah, DP dapat dikelompokkan menjadi:
Warga yang memiliki hak atas tanah pada saat pendataan dilakukan, termasuk hak adat dan ulayat;
Warga yang tidak memiliki hak atas tanah akan tetapi menguasai/menggarap lahan atau aset lannya (hak garap);
Warga yang menguasai tanah berdasarkan perjanjian dengan pemilik tanah (hak sewa);
Warga yang menguasai/menempati tanah/lahan tanpa landasan hukum ataupun perjanjian dengan pemilik tanah (sering disebut sebagai squatter); dan
Warga yang mengelola tanah wakaf (tanah yang dihibahkan untuk kepentingan agama).
8.1.7 PROSEDUR SAFEGUARD PEMBEBASAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI
Panduan kerangka safeguard pembebasan tanah dan pemukiman kembali dirumuskan berdasarkan sejumlah regulasi terkait yang berlaku, antara lain sesuai dengan Keputusan Presiden No. 55/1993 tentang pembebasan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum.
Prosedur pelaksanaan safeguard pembebasan tanah dan pemukiman kembali terdiri dan beberapa kegiatan utama yang meliputi: pentapisan awal dan usulan kegiatan untuk melihat
apakah kegiatan yang bersangkutan memerlukan pembebasan tanah atau kegiatan pemukiman kembali atau tidak; pengklasifikasian kategorisasi dampak pembebasan tanah dan pemukiman kembali dan sub proyek yang diusulkan sesuai tabel; perumusuan surat pernyataan bersama jika melibatkan hibah sebidang tanah secara sukarela) atau perumusan Rencana Tindak Pembebasan Tanah dan Pemukiman Kembali atau (RTPTPK) sederhana atau menyeluruh sesuai kebutuhan didukung SK Gubemur/Bupati/Walikota.
Pembebasan tanah (dan pemukiman kembali) yang telah selesai dilaksanakan sebelum usulan sub proyek disampaikan, harus di periksa kembali (recheck) dengan tracer study. Tracer study ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa proses pembebasan tanah telah sesuai dengan standar yang berlaku, tidak mengakibatkan kondisi kehidupan DP menjadi lebih buruk, dan mekanisme penanganan keluhan dilaksanakan dengan baik.
Tabel 5.2
Kategori Subproyek Menurut Dampak Kegiatan Pembebasan Tanah dan Pemukiman Kembali
Kategori Dampak Persyaratan
A Sub proyek tidak melibatkan kegiatan pembebasan tanah
1. Sub proyek seluruhnya menempati tanah negara
Surat Pernyataan dan pemrakarsa kegiatan 2. Sub proyek seluruhnya atau sebagian
menempati tanah yang telah dihibahkan secara sukarela
Laporan yang disusun oleh pemrakarsa kegiatan
B Pembebasan tanah secara sukarela:
Hanya dapat dilakukan bila lahan produktif yang dihibahkan≤ 10% dan memotong < bidang lahan sejarak 1,5 m dan batas kavling atau < garis sepadan bangunan, dan bangunan atau aset tidak bergerak lainnya yang
dihibahkan scnilai ≤ Rp. 1 Juta.
Surat Persetujuan yang disepakati dan
ditandatangani bersama antara pemrakarsa kegiatan dan warga yang
menghibahkan tanahnya dengan sukarela
orang atau 40 KK atau ≤ 10% dan aset produktif atau melibatkan pemindahan warga sementara selama masa konstruksi
D Pembebasan tanab berdampak pada ≥ 200
orang atau memindahkan warga > 100 orang
RTPTPK menyeluruh
8.2. ASPEK SOSIAL PADA PERENCANAAN, PELAKSANAAN DAN PASCA PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya harus memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut. Hasil identifikasi aspek social pasca pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya di Kota Serang tertuang sebagai berikut.
A. Sektor Pengembangan Pemukiman
Dalam membangun sistim permukiman, dampak-dampak lingkungan yang harus diperhatikan adalah dampak pada saat pra konstruksi, dampak pada masa konstruksi dan dampak pada saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap harus diperhatikan, dampak tersebut biasanya timbul akibat adanya dampak sosial ekonomi yaitu adanya informasi akan dibangunnya sistim Permukiman yang berkembang dimasyarakat, sedangkan dampak negatif sosial ekonomi akibat perekrutan pekerja yang tidak melibatkan penduduk setempat dan pada pasca konstruksi dampak yang timbul adalah biasanya dampak positif, yaitu masyarakat didaerah tersebut dapat merasakan pelayanannya.
Pada dasarnya semua dampak negatif yang timbul, baik pada masa pra konstruksi, masa konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalsir yaitu dengan cara mengikuti dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam dokumen UKL/UPL yang telah dibuat sebelum masa konstruksi.
B. Sektor Penataan Bangunan Lingkungan Permukiman (PBL)
Dalam membangun sistim Penataan Bangunan Lingkungan Permukiman (PBL), dampak-dampak lingkungan yang harus diperhatikan adalah dampak-dampak pada saat pra konstruksi, dampak pada masa konstruksi dan dampak pada saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap harus diperhatikan, dampak tersebut biasanya timbul akibat adanya dampak sosial ekonomi yaitu adanya informasi akan dibangunnya sistim Penataan Bangunan Lingkungan Permukiman (PBL) yang berkembang dimasyarakat, sedangkan dampak negatif sosial ekonomi akibat perekrutan pekerja yang tidak melibatkan penduduk.
Pada dasarnya semua dampak negatif yang timbul, baik pada masa pra konstruksi, masa konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalsir yaitu dengan cara mengikuti dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam dokumen UKL/UPL yang telah dibuat sebelum masa konstruksi.
Komponen yang terkena dampak, jenis dampak serta besaran dampaknya terhadap sektor PBL dan pemukiman ditunjukkan dalam bentuk matriks berikut ini :
Tabel 8.8.
Matrik Dampak Terhadap Komponen Sosial, Ekonomi dan Budaya Yang Diperkirakan Akan Terjadi
Sektor PBL Dan Permukiman Komponen Yang Diperkirakan Terkena Dampak Sumber
Dampak Jenis Dampak
Besaran Dampak Keterangan I. TAHAP KONTRUKSI 1. Kesempatan kerja Kegiatan konstruksi sarana dan prasarana permukiman Terserapnya kesempatan kerja penduduk disekitar lokasi kegiatan pembanguinan sarana dan prasarana permukiman sesuai dengan keahliannya, sehingga dapat mengurangi tenaga kerja usia produktif yang menganggur. Tenaga kerja tahap konstruksi yang dapat diserap
II. TAHAP OPERASIONAL
1. Kesempatan Kerja Kegiatan operasional sarana dan prasarana permukiman Dapat terserapnya kesempatan kerja bagi penduduk disekitar lokasi Tenaga kerja kontrak atau lepas sesuai kebutuhan
Komponen Yang Diperkirakan Terkena Dampak Sumber
Dampak Jenis Dampak
Besaran Dampak Keterangan sarana dan prasarana permukiman sesuai kebutuhan dan keahlian 2. Kesempatan berusaha Kegiatan operasional sarana dan prasarana permukiman Kesempatan berusaha Penduduk usia produktif yang tidak bekerja 3. Estetika Pengoprasian sarana dan prasarana permukiman Proses operasional sarana dan prasarana permukiman Penurunan estetika akibat kegiatan dan beroperasinya sarana dan prasarana permukiman 4. Kamtibmas Kegiatan pengoperasian sarana dan prasarana permukiman Gangguan keamanan di lokasi dan sekitar lokasi kegiatan sarana dan prasarana permukiman Terjadinya gangguan keamanan seperti pencurian peralatan 5. Kesehatan pekerja & masyarakat Kegiatan Operasional sarana dan Penurunan kesehatan masyarakat Timbulnya penyakit berupa penyakit kulit,
Komponen Yang Diperkirakan Terkena Dampak Sumber
Dampak Jenis Dampak
Besaran Dampak Keterangan prasarana permukiman akibat operasional sarana dan prasarana permukiman infeksi saluran pernafasan atas dan infeksi pada usus
C. Sektor Air Limbah
Pembuangan tinja, sampah rumah tangga, dan air kotor pada hakekatnya juga merupakan permasalahan lingkungan. Oleh sebab itu keadaan jamban yang memenuhi syarat kesehatan, tempat pengumpulan dan pembuangan sampah yang memenuhi syarat. Serta penyediaan saluran pembuangan air kotor disetiap rumah tangga perlu sungguh-sungguh diperhatikan dalam upaya menangani masalah lingkungan hidup. Persayaratan bahan baku untuk jamban, pembuangan sampah dan pembuangan air kotor rumah tangga telah ditetapkan pula oleh pemerintah (Departeman Kesehatan), antara lain tidak boleh berbau, tidak menjadi perkembangbiakan serangga, dan tidak mencemari air permukaan dan air tanah. Kondisi pembuangan kotoran atau limbah yang memenuhi persyaratan kesehatan ini juga akan menjadi bagian yang penting untuk menjaga keserasian lingkungan hidup. Seperti yang ada di kecamatan cipocok dan serang masih belum memiliki pembuangan tinja, sampah rumah tangga dan air kotor yang permanen, sebagai contoh di Kecamatan Cipocok Jaya Kelurahan Karundang lingkungan Cidadap (Rw 03 / Rt 02 & 03) dan Kelurahan Penancangan lingkungan Dangder (Rw 06 / Rt 01) dan di Kecamatan Serang kelurahan Kaligandu lingkungan Sumur Sana (Rw 05 / Rt 02 ) dan di Kelurahan Sumur Pecung lingkungan Muncung ( Rw 02 / Rt 01).
Sungai Cibanten yang mengalir dari arah selatan ke utara, pada dasarnya menjadi tempat pembuangan terakhir dari berbagai saluran air kotor/limbah rumah tangga, perkantoran, pasar, fasilitas pelayanan umum, maupun industri (terutama industri kecil
dan rumah tangga). Hal ini disebabkan saluran drainase kota pada umumnya juga difungsikan sebagai saluran pembuangan limbah cair. Dalam jangka penjang kondisi ini akan merusak lingkungan. Adapun saluran limbah yang ada (berfungsi juga sebagai pendukung drainase) pada kawasan pusat kota telah memakai saluran tertutup. Tetapi masih banyak pula yang menggunakan sistem terbuka, khususnya pada daerah-daerah pinggiran kota. Arah aliran dari rumah-rumah melalui saluran quartier, yang sebagian merupakan saluran tertutup, terus mengalir melalui saluran-saluran tersier ke saluran sekunder, kemudian masuk ke saluran induk yang mengalir ke arah utara melalui Sungai Cibanten sebagai tempat pembuangan akhir.
Limbah permukiman yang berupa limbah tinja umumnya dikelola secara on site dengan sistem cubluk (septicktank) secara mandiri. Bagi masyarakat yang belum memiliki septicktank sendiri (utamanya pada permukiman padat) disediakan MCK bersama. Kota Serang perlu memiliki IPLT (Instalasi Pengolah Limbah Tinja) guna mengelola limbah permukiman secara lebih baik. Khusus limbah industri besar (yang mungkin mengandung B3) telah diolah terlebih dahulu dalam IPAL sesuai dengan arahan
pengelolaan lingkungan yang ada..Komponen yang terkena dampak, jenis dampak serta besaran dampaknya terhadap sektor air limbah ditunjukkan dalam bentuk matriks berikut ini :
Tabel 8.9
Matrik Dampak Terhadap Komponen Sosial, Ekonomi dan Budaya Yang Diperkirakan Akan Terjadi
Sektor Air Limbah Komponen Yang Diperkirakan Terkena Dampak Sumber
Dampak Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan
Komponen Yang Diperkirakan Terkena Dampak Sumber
Dampak Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan
1. Kesempatan kerja Kegiatan konstruksi sistim penyediaan air limbah Terserapnya kesempatan kerja penduduk yang berada disekitar lokasi kegiatan sesuai dengan keahliannya, sehingga dapat mengurangi tenaga kerja usia produktif yang menganggur.
Tenaga kerja tahap konstruksi yang dapat diserap
II. TAHAP OPERASIONAL
1. Kesempatan Kerja Kegiatan operasional sistim pengolahan air limbah Dapat terserapnya kesempatan kerja bagi penduduk disekitar lokasi IPAL sesuai kebutuhan dan keahlian Tenaga kerja kontrak atau lepas sesuai kebutuhan 2. Kesempatan berusaha Kegiatan operasional IPAL Kesempatan berusaha antara lain sebagai Penduduk usia produktif yang tidak bekerja
Komponen Yang Diperkirakan Terkena Dampak Sumber
Dampak Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan
tukang cuci kendaraan pengangkut tinja 3. Estetika Pengoprasian IPAL Proses pengolahan IPAL yang terlihat dari luar
Penurunan estetika berupa ceceran lumpur tinja 4. Kamtibmas Kegiatan pengoperasian IPAL Gangguan keamanan di lokasi Terjadinya gangguan keamanan seperti pencurian peralatan 5. Kesehatan pekerja & masyarakat Kegiatan Operasional IPAL Penurunan kesehatan pekerja (masyarakat) Timbulnya bau D. Sektor Persampahan
Pengelolaan persampahan di Kota Serang saat ini ditangani oleh Seksi Pengelolaan Sampah Bidang Tata Kota yang berada di bawah Dinas Pekerjaan Umum Kota Serang. Untuk saat ini pengelolaan persampahan di Kota Serang masih terbatas pada sebagian wilayah perkotaan Serang, yang terdiri dari 4 kecamatan Kasemen, Taktakan, Cipocok Jaya, dan Serang. Jumlah Penduduk dari 4 kecamatan yang dilayani berjumlah 384.795 jiwa (tahun 2003) dimana baru 21% penduduk terlayani yaitu 80.807 jiwa, diketahui timbulan sampah pada tahun 2003 sebanyak 365,2 m3 dan 70% diantaranya adalah sampah
domestik sedang sisanya 30% merupakan sampah dari non domestik (pasar, toko dan lain-lain). Jenis sampah yang ada 75% adalah sampah organik dan 25% sampah anorganik.
Sumber sampah di Kota Serang dapat dibagi menjadi tujuh kategori yaitu :
1. permukiman, yang terdiri dari perumahan mewah, sedang, rendah dan kumuh. 2. Jalan umum, yang terdiri dari jalan-jalan protokol, jalan-jalan lingkungan.
3. Wilayah komersial, yang terdiri dari pusat perbelanjaan, pertokoaan, perkantoran, hotel, rumah makan, dll.
4. Pasar dan kios, yaitu wilayah kegiatan pasar baik dinas maupun maksimal beserta kios-kios disekelilingnya.
5. Fasilitas umum, yaitu terminal bus & angkutan umum, rumah sakit, sekolah,dll 6. Kawasan Perindustrian
7. Kawasan Pertanian & Perkebunan
Khusus wilayah permukiman, proses pewadahan dan pengumpulan sampah merupakan swadaya masyarakat yang dikelola oleh Ketua Rukun Warga (RW) sedangkan dari Tempat Pengolahan Sampah Sementara (TPSS) sampai di Tempat Pengolahan Akhir (TPSA), dikelola oleh SDK3 - DPU Kota Serang. Demikian juga dengan Pasar, pengumpulan dari kios-kios dikelola oleh UPTD, sedangkan dari TPSS ke TPSA oleh SDK3 - DPU Kota Serang.
Penanganan sampah di Kota Serang, secara umum menggunakan sistem off site dan on site. Sistem off site (pengangkutan) terutama dilakukan pada kawasan perdagangan dan permukiman padat perkotaan. Fasilitas pengelolaan sampah terdiri dari bak sampah atau tong-tong sampah sebagai tempat pengumpulan sementara yang kemudian diangkut dengan gerobak dan truk menuju TPA., yang berlokasi di Desa Panggungjati Kecamatan Taktakan.
Volume sampah yang paling banyak terdapat di Pasar Rau, di Jalan Hasanuddin, dan dari rumah tangga, sedangkan cara pengangkutannya dilakukan sehari 2 kali yang ditagani oleh Dinas Kebersihan. Sarana angkutan sampah yang ada di Kota Serang, terdiri dari 35 buah gerobak sampah, 3 buah truk terbuka besar, 18 buah dump truk besar, 6 buah Arm Roll besar, 5 buah motor pengangkut sampah (cator) dan sejumlah tenaga kerjanya yang terdiri dari supir, pengangkut, penyapu, dan sebagainya.
Sistem on site masih dilakukan masyarakat pinggiran dengan memasukkan sampah pada lubang-lubang/tempat-tempat yang dibuat sendiri oleh penduduk kemudian ditimbun atau dibakar.
Tabel 3.6
Timbulan dan jumlah sampah yang terangkut ke TPA
No Lokasi Jumlah lokasi Timbulan (m3/hari) Sampah terangkut (m3/hari) 1 Perumahan
a. Sederhana & menengah 50.091,36 20.036,54 b. Pasang surut
2 Sarana kota
a. Jalan arteri dan kolektor 7,2 7,2
b. Pasar 675 252 c. Pertokoan 18,04 18,04 d. Kantor 36,39 36,39 e. Sekolah 13,74 12,37 f. Terminal 25,6 23,04 g. Pelabuhan penumpang h. Stasiun KA 1 0,5 0,5 i. Rumah Sakit 3 j. Taman kota 12 2 2 k. Hutan kota - 3 Perairan terbuka a. Sungai utama 0,5 0,4 b. Saluran terbuka 2 1,6 4 Pantai Wisata 5 Lokasi Lainnya Total 16 50.872,33 20.390,08
Penanganan Sampah
No Penanganan Volume Prosentase
1 Diangkut Petugas
a. Diangkut ke TPA 252 m3/hari 40 %
b. 4 perumahan 20 m3/hari 2 Diolah : - a. Kompos 100 kg/bulan b. Daur ulang - c. Incenerator - 3 Tidak terangkut - Tabel 3.7
Sarana Tempat Pemindahan Sampah
No Tempat Pemindahan Jumlah
1 TPS 33
2 Transfer Depo/Kontainer 28 kontainer
3 Transfer Station -
Tabel 3.7
Alat Angkut Sampah Kota Serang
No Jenis Alat Angkut Jumlah Kapasitas
(M3) Ritasi
Masih Beroperasi
Ya Tidak
1 Gerobak sampah 35 1 2
2 Truk terbuka besar 3 6 2
3 Truk terbuka kecil - - -
4 Mini truk - - -
5 Truk compactor besar - - -
7 Dump truck besar 18 7 2
8 Dump truck kecil - - -
9 Arm roll besar 6 3 3
10 Arm roll kecil - - -
11 Trailer container - - -
12 Kapal penangkap sampah - - -
13 Mobil pengangkut sampah - - -
14 Motor pengangkut sampah (Cator) 5 1,5 3
E. Sektor Drainase
Kota Serang yang terletak pada ketinggian rata-rata 25 m di atas permukaan air laut, dilalui oleh Sungai Cibanten yang bermuara di Teluk Banten. Sungai Cibanten mempunyai
beberapa anak sungai, yaitu Cigurulung dan Kali Pengasingan (mengalir di sebelah barat wilayah kota). Sungai Cibanten beserta anak sungainya berfungsi sebagai saluran
pembuangan akhir (drainase makro) dari sistem drainase (pematusan) kota Serang. Kondisi sungai ini dan anak-anak sungainya cukup baik sebagai saluran drainase primer bagi Kota Serang.
Kota Serang belum memiliki dukungan sistem drainase yang memadai, hal ini dapat dilihat dengan seringnya terjadi genangan pada beberapa kawasan, bila terjadi hujan. Genangan tersebut membawa kerugian bagi masyarakat, diantaranya terganggunya aktivitas masyarakat, rusaknya jalan, terendamnya daerah permukiman, dan timbulnya wabah penyakit. Kondisi drainase yang ada, baik sistem sekundernya maupun tersiernya, sebagian besar kurang berfungsi dengan baik. Baik karena kapasitasnya kecil, adanya kerusakan saluran, maupun pendangkalan (akibat kurang terawat/ terpelihara).
Dari hasil pengamatan di lapangan, ditemukan beberapa lokasi genangan, diantaranya : 1. Daerah Kebun Sayur, Kelurahan Kota Baru.
2. Daerah Kampung Kantin, Kelurahan Kota Baru.
3. Sebelah timur Jalan Ayip Usman (sisi jalan tol), Kelurahan Unyur dan Kali Gandu).
5. Kantor Polres dan sekitar Kelurahan Cipare. 6. Sekitar Sekolah PGA, Kelurahan Cipare. 7. Kampung Ciceri, Kelurahan Sumur Pecung
Lain halnya dengan di wilayah barat sungai Cibanten, di wilayah inipun sesungguhnya terbagi menjadi dua sistem drainase; di bagian hulu yaitu di daerah Cipocok Jaya ke hulu mempunyai karakter yang hampir sama dengan wilayah barat sungai Cibanten, sistem drainasenya cukup baik karena kondisi topografi dan mempunyai pembuang berupa sungai alam yang masih mampu menampung buangan yang ada. Sedangkan dibagian hilir Cipocok hingga ke wilayah Kasemen daerahnya relatif datar dan merupakan daerah pesawahan sehingga sangat wajar jika daerah ini banyak terjadi banjir dan genangan pada saat dialih fungsikan sebagai perumahan dan sejenisnya, apalagi jika dalam pembangunannya kurang memperhatikan level aman banjir. Telah banyak fasilitas saluran irigasi yang secara evolusi beralih fungsi menjadi saluran drainase, hal ini sulit untuk dihindarkan mengingat peralihan fungsi lahan yang mengakibatkan elevasi lahan disekitar saluran berubah menjadi lebih tinggi dari saluran yang ada.
Tabel 8.11
Matrik Dampak Terhadap Komponen Sosial, Ekonomi Dan Budaya Yang Diperkirakan Akan Terjadi
Sektor Drainase
Komponen Yang Diperkirakan
Terkena Dampak
Sumber Dampak Jenis Dampak Besaran
Dampak Keterangan I. TAHAP KONTRUKSI 1. Kesempatan kerja Kegiatan konstruksi drainase Terserapnya kesempatan kerja penduduk disekitar lokasi kegiatan sesuai Tenaga kerja tahap konstruksi yang dapat diserap
Komponen Yang Diperkirakan
Terkena Dampak
Sumber Dampak Jenis Dampak Besaran
Dampak Keterangan dengan keahliannya, sehingga dapat mengurangi tenaga kerja usia produktif yang menganggur.
II. TAHAP OPERASIONAL
1. Kesempatan Kerja Kegiatan operasional drainase Dapat terserapnya kesempatan kerja bagi penduduk disekitar lokasi sesuai kebutuhan dan keahlian Tenaga kerja kontrak atau lepas sesuai kebutuhan 2. Kesempatan berusaha Kegiatan operasional drainase Kesempatan berusaha antara lain sebagai peternakan ikan Penduduk usia produktif yang tidak bekerja 3. Estetika 4. Kamtibmas 5. Kesehatan pekerja & masyarakat
F. Sektor Air Minum
Kualitas air minum bagi penduduk juga amat menentukan kualitas kehidupan manusia. Pemerintah telah menetapkan air minum sehat dengan tiga persyaratan pokok yakni : memenuhi syarat fisik, syarat kimiawi, dan syarat bakteriologis. Aspek kualitas air minum jelas telah menjadi perhatian dalam menetapkan ada tidaknya permasalahan lingkungan hidup, khususnya bila ditinjau dari segi kesehatan lingkungan. Banyak kasus penyakit saluran pencernaan terutama penyakit Diare, Disentri, dan lain-lain. yang terjadi karena kualitas air minum dan air bersih yang tidak sehat.
Sistem pelayanan air perpipaan Kota Serang memanfaatkan mata air Citaman (80 l/dt) dan Sukacai (60 l/dt) sebagai air baku, yang dialirkan secara gravitasi ke wilayah pelayanan setelah melalui unit aerasi untuk menghilangkan CO2 agresifnya. Kelurahan-kelurahan di
wilayah Kota Serang yang telah dilayani sistem distribusi air perpipaan adalah Kelurahan Serang, Cipare, Cimuncang, Lopang, Kota Baru, Kagungan, Lontar, Kaligandu, Sumur Pecung, Cipocok Jaya, Panancangan, Unyur, dan Taman Baru.
Di samping melalui pelayanan PDAM, sebagian penduduk memenuhi kebutuhan air bersih dan minumnya dari sumur dangkal yang kualitasnya cukup baik dan selalu tersedia
sepanjang tahun. Sumber air individual tersebut hampir merata di seluruh wilayah kota terutama di Kelurahan Lopang, Sumur Pecung, dan Cimuncang. Gambaran pelayanan air bersih perpipaan di Kota Serang disajikan pada Tabel 3.5
Tabel 3.5
Pelayanan Air Bersih Perpipaan Kota Serang Tahun 2008
No Jenis Pemakaian Jumlah
Sambungan Pemakaian Air M3/bulan Lt/unit/hari 1 Rumah tanggga 7.032 101.260,80 586 2 Kran umum 33 4.950 5.197 3 Perdagangan 366 9.992 985 4 Perkantoran 48 3.991 2.772 5 Hotel 10 280 1.120 6 Industri 11 54 900
No Jenis Pemakaian Jumlah Sambungan Pemakaian Air M3/bulan Lt/unit/hari 7 Rumah sakit 2 7.412 103.900 8 Puskesmas 3 234 10.972 9 Sekolah 21 4.851 1.066 10 Masjid 44 3.561.20 24.456 11 Fasilitas sosial 36 1.140 3.567 12 Jumlah 7.606 137,726 148.753
Sumber : PDAM Serang, 2007
Tabel 2.15
Jumlah Ketersediaan Air Bersih di Kota Serang
Kecamatan Jumlah
KK
Persediaan Air Bersih Jumlah Diperiksa Jumlah KK Memiliki % SERANG 61.925 46.495 32.848 74,10 TAKTAKAN 20.501 12.581 8.141 64,71 CIPOCOK JAYA 18.454 - - - CURUG 10.310 8.315 5.476 65,86 WALANTAKA 24.954 12.461 6.730 55,53 KASEMEN 22.129 8.496 3.737 43,98 TOTAL 158.273 88.348 56.932 60,84
8.2.1 . Komponen Lingkungan
Komponen lingkungan di bidang Cipta Karya meliputi:
A. Sektor Pengembangan Pemukiman
Dalam membangun sistim permukiman, dampak-dampak lingkungan yang harus diperhatikan adalah dampak pada saat pra konstruksi, dampak pada masa konstruksi dan dampak pada saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap harus diperhatikan, dampak tersebut biasanya timbul akibat adanya dampak sosial ekonomi yaitu dampak pada masa konstruksi biasanya timbul dampak kebisingan dan pencemaran udara akibat adanya pekerjaan konstruksi dan pada pasca konstruksi dampak yang timbul adalah biasanya dampak positif, yaitu masyarakat didaerah tersebut dapat merasakan pelayanan Permukiman.
Pada dasarnya semua dampak negatif yang timbul, baik pada masa pra konstruksi, masa konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalsir yaitu dengan cara mengikuti dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam dokumen UKL/UPL yang telah dibuat sebelum masa konstruksi.
B. Sektor Penataan Bangunan Lingkungan Permukiman (PBL)
Dalam membangun sistim Penataan Bangunan Lingkungan Permukiman (PBL), dampak-dampak lingkungan yang harus diperhatikan adalah dampak-dampak pada saat pra konstruksi, dampak pada masa konstruksi dan dampak pada saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap harus diperhatikan, dampak pada masa konstruksi biasanya timbul dampak kebisingan dan pencemaran udara akibat adanya pekerjaan konstruksi dan pada pasca konstruksi dampak yang timbul adalah biasanya dampak positif, yaitu masyarakat didaerah tersebut dapat merasakan pelayanannya.
Pada dasarnya semua dampak negatif yang timbul, baik pada masa pra konstruksi, masa konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalsir yaitu dengan cara mengikuti dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam dokumen UKL/UPL yang telah dibuat sebelum masa konstruksi.
Komponen yang terkena dampak, jenis dampak serta besaran dampaknya terhadap sektor PBL dan pemukiman ditunjukkan dalam bentuk matriks berikut ini :
Tabel 8.13
Matrik Dampak Terhadap Lingkungan Yang Diperkirakan Akan Terjadi Sektor PBL Dan Permukiman
Komponen Yang Diperkirakan Terkena Dampak Sumber
Dampak Jenis Dampak
Besaran
Dampak Keterangan
I. TAHAP KONTRUKSI
Dampak Terhadap komponen Fisik Kimia
1. Debu Mobilisasi kendaraan, pembuatan jalan masuk, pembuka lahan, penggalian tanah dan pembuatan jalan kerja. Penurunan kualitas udara terutama debu Terbatas pada lokasi kegiatan pembangunan saraana dan prasarana permukiman.
2. Air Sungai Kegiatan pembukaan lahan, pembuatan jalan masuk, pembuatan jalan kerja, penggalian Penurunan kualitas air sungai Penurunan kualitas air sungai terutama parameter zat pada terlarut.
Komponen Yang Diperkirakan Terkena Dampak Sumber
Dampak Jenis Dampak
Besaran Dampak Keterangan tanah dan tumpukan tanah/bahan yang tidak segera dirapihkan menimbulkan sedimentasi pada air sungai terutama musi hujan. 3. Kerusakan jalan kebun atau persawahan Mobilisasi kendaraan pengangkut peralatan berat dan material Terjadinya kerusakan jalan kebun atau persawahan Kondisi jalan bergelombang dan berlubang
II. TAHAP OPERASIONAL
Dampak Terhadap Komponen Fisik Kimia
1. Kualitas Udara dan Debu Mobilisasi kendaraan untuk menunjang kegiatan operasional sarana dan prasarana Penurunan kualitas udara dan debu Timbulnya penurunan kualitas udara terutama Nox, CO2, O3, NH3, H2S, Pb, Hc dan debu
Komponen Yang Diperkirakan Terkena Dampak Sumber
Dampak Jenis Dampak
Besaran
Dampak Keterangan
permukiman
2. Kualitas air sungai dan air tanah Kegiatan dan operasional sarana dan prasarana permukiman Penurunan kualitas air sungai dan air tanah Munculnya air limbah akibat dari operasional sarana dan prasarana permukiman 3. Kebisingan Mobilisasi kendaraan pengangkut samoah dan kendaraan berat di lokasi TPA Peningkat intensitas kebisingan yang mengurangi kenyamanan Peningkatan intensitas kebisingan dengan satuan dBA
C. Sektor Air Limbah
Dalam membangun sistim penyediaan Air Limbah, dampak-dampak lingkungan yang harus diperhatikan adalah dampak pada saat pra konstruksi, dampak pada masa konstruksi dan dampak pada saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap harus diperhatikan, dampak pada masa konstruksi biasanya timbul dampak terganggunya sumber air, dampak kebisingan dan pencemaran udara akibat adanya pekerjaan konstruksi dan pada pasca konstruksi dampak yang timbul adalah biasanya dampak positif, yaitu masyarakat didaerah tersebut dapat merasakan pelayanan Air Limbah.
Pada dasarnya semua dampak negatif yang timbul, baik pada masa pra konstruksi, masa konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalsir yaitu dengan cara mengikuti dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam dokumen UKL/UPL yang telah dibuat sebelum masa konstruksi.
Komponen yang terkena dampak, jenis dampak serta besaran dampaknya terhadap sektor air limbah ditunjukkan dalam bentuk matriks berikut ini :
Tabel 8.14
Matrik Dampak Terhadap Lingkungan Yang Diperkirakan Akan Terjadi Sektor Air Limbah
Komponen Yang Diperkirakan Terkena Dampak Sumber
Dampak Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan
I. TAHAP KONTRUKSI
Dampak Terhadap komponen Fisik Kimia
1. Debu Mobilisasi kendaraan, pembuatan jalan masuk, pembuka lahan, penggalian tanah dan pembuatan jalan kerja. Penurunan kualitas udara terutama debu Terbatas pada lokasi kegiatan pembangunan sistim penyediaan air limbah
2. Air Sungai Kegiatan pembukaan lahan, pembuatan jalan masuk, Penurunan kualitas air sungai Penurunan kualitas air sungai terutama parameter zat pada terlarut
Komponen Yang Diperkirakan Terkena Dampak Sumber
Dampak Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan
pembuatan jalan kerja, penggalian tanah dan tumpukan tanah/bahan yang tidak segera dirapihkan menimbulkan sedimentasi pada air sungai terutama musim hujan. 3. Kerusakan jalan kebun atau persawahan Mobilisasi kendaraan pengangkut peralatan berat dan material Terjadinya kerusakan jalan kebun atau persawahan Kondisi jalan bergelombang dan berlubang
II. TAHAP OPERASIONAL
Dampak Terhadap Komponen Fisik Kimia
1. Kualitas Udara dan Debu Mobilisasi kendaraan dan operasional pompa air limbah Penurunan kualitas udara dan debu Timbulnya penurunan kualitas udara terutama Nox, CO2, O3, NH3, H2S, Pb, Hc dan debu
2. Kualitas air sungai dan air
Kegiatan proses pembuangan air
Penurunan kualitas air
Tercemarnya air sungai dan air
Komponen Yang Diperkirakan Terkena Dampak Sumber
Dampak Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan
tanah limbah hasil pengolahan
sungai dan air tanah tanah 3. Kebisingan Mobilisasi kendaraan pengangkut tinja Peningkat intensitas kebisingan yang mengurangi kenyamanan Peningkatan intensitas kebisingan dengan satuan dBA D. Sektor Persampahan
Dalam membangun sistim Persampahan, dampak-dampak lingkungan yang harus diperhatikan adalah dampak pada saat pra konstruksi, dampak pada masa konstruksi dan dampak pada saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap harus diperhatikan, dampak pada masa konstruksi biasanya timbul dampak terganggunya sumber air, dampak kebisingan dan pencemaran udara akibat adanya pekerjaan konstruksi dan pada pasca konstruksi dampak yang timbul adalah biasanya dampak positif, yaitu masyarakat didaerah tersebut dapat merasakan pelayanan Persampahan.
Pada dasarnya semua dampak negatif yang timbul, baik pada masa pra konstruksi, masa konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalsir yaitu dengan cara mengikuti dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam dokumen UKL/UPL yang telah dibuat sebelum masa konstruksi.
Komponen yang terkena dampak, jenis dampak serta besaran dampaknya terhadap sektor persampahan ditunjukkan dalam bentuk matriks pada Tabel 8.15 berikut.
Tabel 8.15
Matrik Dampak Terhadap Lingkungan Yang Diperkirakan Akan Terjadi Sektor Persampahan Komponen Yang Diperkirakan Terkena Dampak Sumber
Dampak Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan
I. TAHAP KONTRUKSI
Dampak Terhadap komponen Fisik Kimia
1. Debu Mobilisasi kendaraan, pembuatan jalan masuk, pembuka lahan, penggalian tanah dan pembuatan jalan kerja. Penurunan kualitas udara terutama debu
Terbatas pada lokasi kegiatan TPA.
2. Air Sungai Kegiatan pembukaan lahan, pembuatan jalan masuk, pembuatan jalan kerja, penggalian tanah dan tumpukan tanah/bahan Penurunan
kualitas air sungai
Penurunan kualitas air sungai terutama parameter zat pada terlarut, BOD dan COD
Komponen Yang Diperkirakan Terkena Dampak Sumber
Dampak Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan
yang tidak segera dirapihkan menimbulkan sedimentasi pada air sungai terutama musi hujan. 3. Kerusakan jalan kebun Mobilisasi kendaraan pengangkut peralatan berat dan material Terjadinya kerusakan jalan kebun atau persawahan Kondisi jalan bergelombang dan berlubang
II. TAHAP OPERASIONAL
Dampak Terhadap Komponen Fisik Kimia
1. Kualitas Udara dan Debu Mobilisasi kendaraan dan proses penguraian material sampah Penurunan
kualitas udara dan debu
Timbulnya
penurunan kualitas udara terutama Nox, CO2, O3, NH3, H2S, Pb, Hc dan debu 2. Kualitas air sungai Kegiatan proses pembusukan sampah Penurunan
kualitas air sungai
Munculnya air lindi (leachate) dengan volume tergantung proses permbusukan
Komponen Yang Diperkirakan Terkena Dampak Sumber
Dampak Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan
organic unsur lain yang larut dalam sampah
maupun air hujan yang meresap kedalam sampah 3. Kualitas air tanah Kegiatan proses pembusukan sampah terutema sampah organic dan unsur lain yang larut dalam air Penurunan kualitas air tanah terutama air sumur penduduk
Munculnya air lindi (leachate) dengan volume tergantung proses permbusukan maupun air hujan yang meresap kedalam sampah 4. Kebisingan Mobilisasi kendaraan pengangkut samoah dan kendaraan berat di lokasi TPA Peningkat intensitas kebisingan yang mengurangi kenyamanan Peningkatan intensitas kebisingan dengan satuan dBA E. Sektor Drainase
Dalam membangun sistim Drainase, dampak-dampak lingkungan yang harus diperhatikan adalah dampak pada saat pra konstruksi, dampak pada masa konstruksi dan dampak pada saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap harus diperhatikan, dampak pada masa konstruksi biasanya timbul dampak terganggunya
dan pada pasca konstruksi dampak yang timbul adalah biasanya dampak positif, yaitu masyarakat didaerah tersebut dapat merasakan pelayanan Drainase.
Pada dasarnya semua dampak negatif yang timbul, baik pada masa pra konstruksi, masa konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalsir yaitu dengan cara mengikuti dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam dokumen UKL/UPL yang telah dibuat sebelum masa konstruksi.
Tabel-8.11:
Identifikasi Kebutuhan Penanganan Aspek Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang CK N o Sektor Progra m/ Kegiat an Loka si Tahun Pelaksana an Jml Pend. yg Memanfaat kan Ket 1. Pengembangan Permukiman 2. Penataan Bangunan dan
Lingkungan
3. Pengembangan Air Minum 4. Pengembangan PLP