ANALISIS SOSIAL, EKONOMI,
DAN LINGKUNGAN
4.1
ANALISIS SOSIAL
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastrukturbidang Cipta
Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca
pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan
infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait
dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan
serta pengarus utamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan
kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses
konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun
permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan
perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut
membawa manfaat atau peningkatan taraf hidupbagi kondisi sosial ekonomi
masyarakat sekitarnya.
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya
memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan JangkaPanjang
Nasional:
Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga
dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok
masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan
masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah
bencana.
BAB
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan
anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan
statistik gender.
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan
Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:
Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan
menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan
masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang
Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah
program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan
penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di
bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan
infrastruktur dasar.
Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan
akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus
dilanjutkan
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan
Kemiskinan
Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta
masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin
melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan
usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka
meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan
pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan
dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai
dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:
1. Pemerintah Pusat:
a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat
strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
b) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum
yangbersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat
pusat.
d) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas
kebijakan dan program pembangunan nasional berperspektif gender,
khususnya untuk bidang Cipta Karya.
2. Pemerintah Provinsi:
a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat
regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
b) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang
bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat
d) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas
kebijakan dan program pembangunan di tingkat provinsi berperspektif
gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota:
a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di
kabupaten/kota.
b) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat
kabupaten/kota.
c) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas
kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten/kota
berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
4.1.1 Aspek Sosial Pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Pengarusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan
pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan
responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter
Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah
(PISEW),Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS),
Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure
Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program
Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya.
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besarankegiatan,
dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untukmeminimalisir terjadinya
konflik dengan masyarakat penerima dampakmaka perlu dilakukan beberapa
langkah antisipasi, seperti konsultasi,pengadaan lahan dan pemberian
kompensasi untuk tanah danbangunan, serta permukiman kembali.
1. Konsultasi masyarakatKonsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan
informasikepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang
mungkinterkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya
diwilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasimereka
berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahanpertimbangan dalam
proses perencanaan. Konsultasi masyarakatperlu dilakukan pada saat
persiapan program bidang Cipta Karya,persiapan AMDAL dan pembebasan
lahan.
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah
dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi
di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh
swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan
tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk
meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga
yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
3. Permukiman kembali penduduk (resettlement) Seluruh proyek yang
memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya
kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek.
Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana
pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk
yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini
termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan
baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi
penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.
4.1.3 Aspek Sosial Pada Pasca Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnyamemberi manfaat
bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara
kasat mata dan secara sederhana dapatterukur, seperti kemudahan mencapai
lokasi pelayanan infrastruktur,waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga
pengurangan biayayang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan
aksespelayanan tersebut.
SEKTOR PENGEMBANGAN PERMUKIMAN
Dalam membangun sistim permukiman, dampak-dampak lingkungan yang harus
diperhatikan adalah dampak pada saat pra konstruksi, dampak pada masa konstruksi
dan dampak pada saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap
harus diperhatikan, dampak tersebut biasanya timbul akibat adanya dampak sosial
ekonomi yaitu adanya informasi akan dibangunnya sistim Permukiman yang
berkembang di masyarakat, sedangkan dampak pada masa konstruksi biasanya timbul
dampak kebisingan dan pencemaran udara akibat adanya pekerjaan konstruksi dan
dampak negatif sosial ekonomi akibat perekrutan pekerja yang tidak melibatkan
penduduk setempat dan pada pasca konstruksi dampak yang timbul adalah biasanya
dampak positif, yaitu masyarakat di daerah tersebut dapat merasakan pelayanan
penataan permukiman yang asri.
Pada dasarnya semua dampak negatif yang timbul, baik pada masa pra konstruksi, masa
konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalisir yaitu dengan cara
mengikuti dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam dokumen UKL/UPL yang telah
dibuat sebelum masa konstruksi.
4.2
ANALISIS EKONOMI
Kemiskinan
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan
perlu ditindak-lanjuti adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan
internasional MDGs dan Agenda Pasca 2015, serta arahan kebijakan pro rakyat
sesuai direktif presiden.
Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan
keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga
lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air
hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak
tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan
500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau
pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat
SD/hanya SD.
14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.
500.000,- seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal
motor, atau barang modal lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi, maka suatu rumah tangga dikategorikan
4.3
ANALISIS LINGKUNGAN
RPIJM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan
dan sosial untuk meminimalkan pengaruh negative pembangunan infrastruktur
bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun
di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan
perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan
instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan
dan sosial yang dibutuhkan.
1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup:
“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan
Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat
Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup
(SPPLH)”
2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional:
“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara
konsisten di segala bidang”
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di
perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan
peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan
4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan
Hidup Strategis:
Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan
untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau
program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan
dapat diminimalkan
5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen
Lingkungan.
Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun
dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan
Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi
kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta
Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:
1. Pemerintah Pusat
a. Menetapkan kebijakan nasional.
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.
d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan
UKL-UPL.
e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup.
f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian
dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.
i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan
masyarakat.
j. Menetapkan standar pelayanan minimal.
2. Pemerintah Provinsi
a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan
UKL-UPL.
d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah
kabupaten/kota.
e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada
kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.
g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan
UKL-UPL.
d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
4.3.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS,
adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk
memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana,
dan/atau program. KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2-JM antara lain karena:
1. RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalamperencanaan
pembangunan infrastruktur.
2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2-JMadalah karena
RPI2-JM bidang Cipta Karya berada pada
tataranKebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan
prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atauprogram
menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang
berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup
KLHS disusun oleh Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas
dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup di kota/kabupaten.
Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong
terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya
pembangunan berkelanjutan.
Tahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program
dalam RPI2-JM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1)
perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan
keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah
penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi
kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau
terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7)
peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu
tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi
menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.
Tabel 4.1 Kriteria Penapisan Usulan Program /Kegiatan Bidang Cipta Karya
No Kriteria
Penilaian
Uraian Pertimbangan Kesimpulan
(Signifikan/Tidak Signifikan)
1. Perubahan Iklim
-
Tidak terdapat jenis kegiatan yang dapat mempengaruhi perubahan iklim secara signifikan
2. Kerusakan, kemerosotan, dan/kepunahan
keanekaragaman hayati
Penataan Sempadan Sungai, Penataan Kawasan SITU, Rehabilitasi dan Pembangunan RUSUNAWA akan menyebabkan terjadinya penebangan pohon penghijauan di beberapa bagian.
Pengaruh yang ditimbulkan Tidak signifikan.
3. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan
-
Tidak terdapat kegiatan yang dapat mempengaruhi Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan.
4. Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya
alam -
Tidak terdapat jenis kegiatan yang dapat menyebabkan Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam.
5. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan.
Pembangunan dan Peningkatan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) serta
infrastruktur pendukungnya dan Pengadaan tanah septic Tank Komunal dan IPLT Jalupang akan merubah beberapa bagian kawasan alami yang dimanfaatkan sabuk hijau.
Pengaruh yang ditimbulkan bersifat sementara dan Tidak signifikan.
6. Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya
keberlanjutan
-
No Kriteria
Penilaian
Uraian Pertimbangan Kesimpulan
(Signifikan/Tidak Signifikan)
penghidupan sekelompok masyarakat
penghidupan sekelompok masyarakat.
7. Peningkatan resiko terhadap kesehatan dan
keselamatan manusia -
Tidak terdapat jenis kegiatan yang dapat menyebabkan Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.
Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses
penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM
tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen
Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas
RPI2-JM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak
perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPI2-JM dengan
persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPI2-JM.
Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM berpengaruh
terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPI2-JM didukung dinas
lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah
Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
a. Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan
identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:
1. Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam
pelaksanaan KLHS;
2. Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
3. Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan,
rencana dan/atau program memperoleh legitimasi atau
penerimaan oleh publik;
4. Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses
untuk menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan
pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui
proses penyelenggaraan KLHS.
Tabel 4.2 Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam Penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya
Masyarakat dan Pemangku Kepentingan
Lembaga
Pembuat Keputusan a. Bupati/Walikota
b. DPRD Penyusun kebijakan, rencana
dan/atau program Dinas PU-Cipta Karya/BPLHD
Instansi
a. Dinas PU-Cipta Karya b. BPLHD
c. Bappeda
Masyarakat yang memiliki informasi dan/atau keahlian
(perorangan/tokoh/kelompok)
a. Perguruan tinggi atau lembaga penelitian lainnya
b. Asosiasi profesi c. Perorangan/tokoh
d. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup
e. Forum-forum pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup
Masyarakat terkena Dampak
a. Lembaga Adat b. Asosiasi Pengusaha c. Tokoh masyarakat d. Organisasi masyarakat
e. Kelompok masyarakat tertentu (nelayan dan petani)
b. Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Tujuan identifikasi isu
pembangunan berkelanjutan:
1. Penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi
aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan
antar ketiga aspek tersebut;
2. Pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan
3. Membantu penentuan capaian tujuan pembangunan
berkelanjutan.
Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau
program untuk mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan
kebijakan, rencana, dan/atau program dan menjamin pembangunan
berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan,
rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan dampak negatif
pada pembangunan berkelanjutan, maka dilakukan pengembangan beberapa
alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana
dan/atau program yang ada.
Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan
kebijakan, rencana dan/atau program ini dengan mempertimbangkan antara
lain:
a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan,
rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak
lingkungan atau bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.
b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana,
dan/atau program.
c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan
kebijakan, rencana, dan/atau program.
Tabel 4.3 Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
No Komponen Kebijakan, Rencana/Program Alternatif Penyempurnaan KRP
1. Pengembangan Permukiman
1. Infrastruktur Kawasan Permukiman
Kumuh
2. Infrastruktur Permukiman Rsh Yang
Meningkat Kualitasnya
3. Infrastruktur Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial Yang Meningkat Kualitasnya
2. Penataan Bangunan dan Lingkungan
1. Draft NSPK Daerah Bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan
2. Sarana dan Prasarana Penataan Ruang
Terbuka Hijau
3. Pengembangan Air Minum
1. Optimalisasi IKK 2. SPAM di Desa Rawan
Air/Pesisir/Terpencil
3. SPAM Kawasan Khusus
4. Pengembangan PLP
1. Laporan Fasilitas Penguatan Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam Bidang
Pengembangan
2. Infrastruktur Air Limbah Dengan Sistem Setempat Dan Sistem Komunal
3. Infrastruktur Stasiun Antara Dan Tempat Pemprosesan Akhir Sampah
Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
Tabel 4.4 Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
No Komponen Kebijakan, Rencana/Program
Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
1. Pengembangan Permukiman
2. Penataan Bangunan dan
Lingkungan
4. Pengembangan PLP
Untuk Kabupaten/Kota yang telah menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW
Kabupaten/Kota, maka hasil olahan di dalam KLHS tersebut dapat dijadikan
bahan masukan bagi kajian perlindungan lingkungan dalam RPI2-JM. KLHS
merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran
rencana-program. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang
lebih tepat diterapkan adalah Amdal, UKL-UPL. Dan SPPLH.
4.3.2 AMDAL, UKL-UPL DAN SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang
jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:
1. Proyek wajib AMDAL
2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib
dilengkapi dokumen AMDAL adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6 Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas
dengan dokumen UKL-UPL. Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya
masih di bawah atas wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak
wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat
Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup
(SPPLH).
4.4 SEKTOR PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
Dalam membangun sistim Penataan Bangunan Lingkungan Permukiman (PBL),
dampak-dampak lingkungan yang harus diperhatikan adalah dampak pada saat
pra konstruksi, dampak pada masa konstruksi dan dampak pada saat pasca
konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar,
namun tetap harus diperhatikan, dampak tersebut biasanya timbul akibat
adanya dampak sosial ekonomi yaitu adanya informasi akan dibangunnya sistim
Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) yang berkembang di masyarakat,
sedangkan dampak pada masa konstruksi biasanya timbul dampak kebisingan
dan pencemaran udara akibat adanya pekerjaan konstruksi dan dampak negatif
sosial ekonomi akibat perekrutan pekerja yang tidak melibatkan penduduk
setempat dan pada pasca konstruksi dampak yang timbul adalah biasanya
dampak positif, yaitu masyarakat didaerah tersebut dapat merasakan penataan
bangunan yang berwawasan lingkungan.
Pada dasarnya semua dampak negatif yang timbul, baik pada masa pra
konstruksi, masa konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalisir
yaitu dengan cara mengikuti dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam
dokumen UKL/UPL yang telah dibuat sebelum masa konstruksi. Komponen yang
terkena dampak, jenis dampak serta besaran dampaknya terhadap sektor PBL
Tabel 4.7
Matrik Dampak Yang Diperkirakan Akan Terjadi Sektor PBL Dan Permukiman
Komponen Yang Diperkirakan Terkena
Dampak
Sumber Dampak Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan
Tahap Kontruksi Dampak Terhadap
komponen Fisik Kimia
1 Debu Mobilisasi
kendaraan, udara terutama debu
Terbatas pada lokasi kegiatan
pembangunan saraana dan prasarana permukiman.
2 Air Sungai Kegiatan pembukaan
lahan, pembuatan jalan masuk, pembuatan jalan kerja, penggalian tanah dan tumpukan tanah/bahan yang tidak segera dirapihkan menimbulkan sedimentasi pada air sungai terutama musi hujan.
Penurunan kualitas air sungai
Penurunan kualitas air sungai terutama parameter zat pada terlarut.
3 Kerusakan jalan kebun atau persawahan
Mobilisasi kendaraan pengangkut
peralatan berat dan material
Terjadinya kerusakan jalan kebun atau persawahan
1. Kesempatan kerja Kegiatan konstruksi
sarana dan prasarana permukiman
Terserapnya kesempatan kerja penduduk disekitar lokasi kegiatan pembanguinan sarana dan prasarana permukiman sesuai dengan keahliannya, sehingga dapat mengurangi tenaga kerja usia produktif
Komponen Yang Diperkirakan Terkena
Dampak
Sumber Dampak Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan
yang menganggur.
Tahap operasional Dampak Terhadap Komponen Fisik
Kimia 1. Kualitas Udara dan
Debu
Mobilisasi kendaraan untuk menunjang kegiatan operasional sarana dan prasarana permukiman
Penurunan kualitas udara dan debu
Timbulnya
penurunan kualitas udara terutama Nox, CO2, O3, NH3, H2S, Pb, Hc dan debu 2. Kualitas air sungai
dan air tanah limbah akibat dari operasional sarana dan prasarana permukiman
3. Kebisingan Mobilisasi kendaraan
pengangkut samoah dan kendaraan berat di lokasi TPA dengan satuan dBA
Dampak terhadap komponen sosekbud
1. Kesempatan Kerja Kegiatan operasional
sarana dan prasarana permukiman
Dapat terserapnya kesempatan kerja bagi penduduk disekitar lokasi sarana dan prasarana permukiman sesuai kebutuhan dan keahlian
Tenaga kerja kontrak atau lepas sesuai kebutuhan
2. Kesempatan
berusaha
Kegiatan operasional sarana dan prasarana permukiman
Kesempatan berusaha
Penduduk usia produktif yang tidak bekerja
3. Estetika Pengoprasian sarana
dan prasarana permukiman
Proses operasional sarana dan prasarana permukiman
Penurunan estetika akibat kegiatan dan beroperasinya sarana dan prasarana permukiman
4. Kamtibmas Kegiatan
pengoperasian sarana dan prasarana permukiman
Gangguan keamanan di lokasi dan sekitar lokasi kegiatan sarana dan prasarana permukiman
Terjadinya gangguan keamanan seperti pencurian peralatan
5. Kesehatan pekerja & masyarakat
Kegiatan Operasional sarana dan prasarana
Penurunan kesehatan
Komponen Yang Diperkirakan Terkena
Dampak
Sumber Dampak Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan
permukiman masyarakat akibat
operasional sarana dan prasarana permukiman
kulit, infeksi saluran pernafasan atas dan infeksi pada usus
4.5 SEKTOR AIR LIMBAH
Dalam membangun sistim penyediaan Air Limbah, dampak-dampak lingkungan yang
harus diperhatikan adalah dampak pada saat pra konstruksi, dampak pada masa
konstruksi dan dampak pada saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap
harus diperhatikan, dampak tersebut biasanya timbul akibat adanya dampak sosial
ekonomi yaitu adanya informasi akan dibangunnya sistim penyediaan Air Limbah yang
berkembang dimasyarakat, sedangkan dampak pada masa konstruksi biasanya timbul
dampak terganggunya sumber air, dampak kebisingan dan pencemaran udara akibat
adanya pekerjaan konstruksi dan dampak negatif sosial ekonomi akibat perekrutan
pekerja yang tidak melibatkan penduduk setempat dan pada pasca konstruksi dampak
yang timbul adalah biasanya dampak positif, yaitu masyarakat didaerah tersebut dapat
merasakan pelayanan air limbah.
Pada dasarnya semua dampak negatif yang timbul, baik pada masa pra konstruksi, masa
konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalisir yaitu dengan cara
mengikuti dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam dokumen UKL/UPL yang telah
dibuat sebelum masa konstruksi.
Komponen yang terkena dampak, jenis dampak serta besaran dampaknya terhadap
Tabel 4.8
Matrik Dampak Yang Diperkirakan Akan Terjadi Sektor Air Limbah
Komponen Yang Diperkirakan Terkena
Dampak
Sumber Dampak Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan
Tahap Kontruksi Dampak Terhadap
komponen Fisik Kimia
1 Debu Mobilisasi kendaraan,
pembuatan jalan masuk, pembuka lahan, penggalian tanah dan pembuatan jalan kerja.
2 Air Sungai Kegiatan pembukaan
lahan, pembuatan jalan masuk, pembuatan jalan kerja, penggalian tanah dan tumpukan tanah/bahan yang tidak segera dirapihkan menimbulkan sedimentasi pada air sungai terutama musim hujan.
Penurunan kualitas air sungai
Penurunan kualitas air sungai terutama
parameter zat pada terlarut
3 Kerusakan jalan kebun atau persawahan
Mobilisasi kendaraan pengangkut peralatan berat dan material
Terjadinya
1. Kesempatan kerja Kegiatan konstruksi
Komponen Yang Diperkirakan Terkena
Dampak
Sumber Dampak Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan
Tahap operasional Dampak Terhadap Komponen Fisik
Kimia
1. Kualitas Udara dan
Debu
Mobilisasi kendaraan dan operasional pompa air limbah
Penurunan
2. Kualitas air sungai
dan air tanah kualitas air sungai dan air tanah
Tercemarnya air sungai dan air tanah
3. Kebisingan Mobilisasi kendaraan
pengangkut tinja
1. Kesempatan Kerja Kegiatan operasional
sistim pengolahan air limbah
3. Estetika Pengoprasian IPAL Proses
pengolahan IPAL yang terlihat dari luar
Penurunan estetika berupa ceceran lumpur tinja
4. Kamtibmas Kegiatan
Komponen Yang Diperkirakan Terkena
Dampak
Sumber Dampak Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan
5. Kesehatan pekerja & masyarakat
Kegiatan Operasional IPAL
Penurunan kesehatan pekerja (masyarakat)
Timbulnya bau
4.6 SEKTOR PERSAMPAHAN
Dalam membangun sistim Persampahan, dampak-dampak lingkungan yang harus
diperhatikan adalah dampak pada saat pra konstruksi, dampak pada masa konstruksi
dan dampak pada saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap
harus diperhatikan, dampak tersebut biasanya timbul akibat adanya dampak sosial
ekonomi yaitu adanya informasi akan dibangunnya sistim penyediaan persampahan
yang berkembang di masyarakat, sedangkan dampak pada masa konstruksi biasanya
timbul dampak terganggunya sumber air, dampak kebisingan dan pencemaran udara
akibat adanya pekerjaan konstruksi dan dampak negative sosial ekonomi akibat
perekrutan pekeja yang tidak melibatkan penduduk setempat dan pada pasca konstruksi
dampak yang timbul adalah biasanya dampak positif, yaitu masyarakat didaerah
tersebut dapat merasakan pelayanan Persampahan.
Pada dasarnya semua dampak negative yang timbul, baik pada masa pra konstruksi,
masa konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalsir yaitu dengan cara
mengikuti dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam dokumen UKL/UPL yang telah
dibuat sebelum masa konstruksi.
Komponen yang terkena dampak, jenis dampak serta besaran dampaknya terhadap
Tabel 4.9
Matrik Dampak Yang Diperkirakan Akan Terjadi Sektor Persampahan
Komponen Yang Diperkirakan
Terkena Dampak
Sumber Dampak Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan
Tahap Kontruksi Dampak Terhadap
komponen Fisik Kimia
1 Debu Mobilisasi
kendaraan,
Terbatas pada lokasi kegiatan TPA. air sungai terutama musi hujan.
Penurunan kualitas air sungai
Penurunan kualitas air sungai terutama parameter zat pada terlarut, BOD dan COD
3 Kerusakan jalan kebun
Mobilisasi kendaraan pengangkut
peralatan berat dan material lokasi kegiatan sesuai dengan keahliannya, sehingga dapat mengurangi tenaga kerja usia produktif yang menganggur.
Komponen Yang Diperkirakan
Terkena Dampak
Sumber Dampak Jenis Dampak Besaran Dampak Keterangan
Tahap operasional Dampak Terhadap Komponen Fisik
Kimia 1. Kualitas Udara
dan Debu udara dan debu
Timbulnya penurunan kualitas udara
terutama Nox, CO2, O3, NH3, H2S, Pb, Hc dan debu
2. Kualitas air sungai
Kegiatan proses pembusukan sampah organic unsur lain yang larut dalam sampah
Penurunan kualitas air sungai
Munculnya air lindi (leachate) dengan volume tergantung proses permbusukan maupun air hujan yang meresap kedalam sampah 3. Kualitas air tanah Kegiatan proses
pembusukan sampah terutema sampah organic dan unsur lain yang larut dalam air
Penurunan kualitas air tanah terutama air sumur penduduk
Munculnya air lindi (leachate) dengan volume tergantung proses permbusukan maupun air hujan yang meresap kedalam sampah
4.Kebisingan Mobilisasi
kendaraan
pengangkut samoah dan kendaraan berat di lokasi TPA
Peningkat intensitas dengan satuan dBA
Dampak terhadap disekitar lokasi TPA sesuai kebutuhan dan keahlian
Tenaga kerja kontrak atau lepas sesuai kebutuhan yang masih bias dimanfaatkan/dijual
Penduduk usia produktif yang tidak bekerja
3. Estetika Pengoprasian
penimbunan
Proses penimbuhan sampah yang
4.7 SEKTOR DRAINASE
Dalam membangun sistem Drainase, dampak-dampak lingkungan yang harus
diperhatikan adalah dampak pada saat pra konstruksi, dampak pada masa konstruksi
dan dampak pada saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap
harus diperhatikan, dampak tersebut biasanya timbul akibat adanya dampak sosial
ekonomi yaitu adanya informasi akan dibangunnya sistim Drainase yang berkembang
dimasyarakat, sedangkan dampak pada masa konstruksi biasanya timbul dampak
terganggunya sumber air, dampak kebisingan dan pencemaran udara akibat adanya
pekerjaan konstruksi dan dampak negative sosial ekonomi akibat perekrutan pekeja
yang tidak melibatkan penduduk setempat dan pada pasca konstruksi dampak yang
timbul adalah biasanya dampak positif, yaitu masyarakat didaerah tersebut dapat
merasakan pelayanan Drainase. Pada dasarnya semua dampak negative yang timbul,
baik pada masa pra konstruksi, masa konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat
diminimalsir yaitu dengan cara mengikuti dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam
dokumen UKL/UPL yang telah dibuat sebelum masa konstruksi. Komponen yang terkena
dampak, jenis dampak serta besaran dampaknya terhadap sektor drainase ditunjukkan
dalam bentuk matriks berikut ini :
sampah di TPA terlihat dari luar sampah di lokasi TPA
yang terlihat dari luar
4. Kamtibmas Kegiatan
pengoperasian TPA
Gangguan
keamanan di lokasi dan sekitar lokasi
Terjadinya gangguan keamanan seperti pencurian peralatan 5. Kesehatan
pekerja & masyarakat
Kegiatan
Operasional TPA
Penurunan kesehatan pekerja &pemulung (masyarakat pangguna)
Tabel 4.10
Matrik Dampak Yang Diperkirakan Akan Terjadi Sektor Drainase
Komponen Yang Diperkirakan Terkena
Dampak
Sumber Dampak Jenis Dampak Besaran
Dampak Keterangan
Tahap Kontruksi Dampak Terhadap komponen Fisik Kimia
1 Debu Mobilisasi
kendaraan, pembuatan jalan masuk, pembukaan lahan untuk kolam retensi, penggalian
2 Air Sungai Kegiatan pembukaan
lahan untuk kolam retensi, pembuatan jalan masuk, pembuatan jalan kerja, penggalian tanah dan tumpukan tanah/bahan yang tidak segera dirapihkan menimbulkan sedimentasi pada air sungai terutama
3 Kerusakan jalan kebun atau persawahan
Mobilisasi kendaraan pengangkut
peralatan berat dan material
1. Kesempatan kerja Kegiatan konstruksi
drainase
Komponen Yang Diperkirakan Terkena
Dampak
Sumber Dampak Jenis Dampak Besaran
Dampak Keterangan
Tahap operasional Dampak Terhadap Komponen Fisik
Kimia 1. Kualitas Udara dan
Debu
2. Kualitas air sungai Kegiatan mandi cuci dan buang tinja
1. Kesempatan Kerja Kegiatan operasional
drainase
Dapat terserapnya kesempatan kerja bagi penduduk disekitar lokasi sesuai kebutuhan
Kegiatan operasional drainase
5. Kesehatan pekerja & masyarakat
4.8 SEKTOR AIR BERSIH
Dalam membangun sistim penyediaan air minum, dampak-dampak lingkungan yang
harus diperhatikan adalah dampak pada saat pra konstruksi, dampak pada masa
konstruksi dan dampak pada saat pasca konstruksi.
Dampak yang timbul pada masa pra konstruksi biasanya tidak terlalu besar, namun tetap
harus diperhatikan, dampak tersebut biasanya timbul akibat adanya dampak sosial
berkembang dimasyarakat, sedangkan dampak pada masa konstruksi biasanya timbul
dampak terganggunya sumber air, dampak kebisingan dan pencemaran udara akibat
adanya pekerjaan konstruksi dan dampak negative sosial ekonomi akibat perekrutan
pekeja yang tidak melibatkan penduduk setempat dan pada pasca konstruksi dampak
yang timbul adalah biasanya dampak positif, yaitu masyarakat didaerah tersebut dapat
merasakan pelayanan air minum.
Pada dasarnya semua dampak negative yang timbul, baik pada masa pra konstruksi,
masa konstruksi maupun masa pasca konstruksi dapat diminimalsir yaitu dengan cara
mengikuti dan melaksanakan petunjuk yang ada dalam dokumen UKL/UPL yang telah
dibuat sebelum masa konstruksi.
Komponen yang terkena dampak, jenis dampak serta besaran dampaknya terhadap
system penyediaan air minum ditunjukkan dalam bentuk matriks berikut ini :
Tabel 4.11
Matrik Dampak Yang Diperkirakan Akan Terjadi Sektor Air Minum
Komponen Yang Diperkirakan
Terkena Dampak
Sumber Dampak Jenis Dampak Besaran
Dampak Keterangan
TAHAP KONSTRUKSI Dampak Terhadap
komponen Fisik Kimia
1 Debu Mobilisasi
kendaraan, udara terutama debu
Terbatas pada air sungai dan mata air
Komponen Yang Diperkirakan
Terkena Dampak
Sumber Dampak Jenis Dampak Besaran
Dampak Keterangan
dirapihkan menimbulkan sedimentasi pada air sungai / disekitar lokasi mata air terutama musim hujan.
3 Kerusakan jalan kebun
Mobilisasi kendaraan pengangkut
peralatan berat dan material reservoir dan galian pipa kerja usia produktif yang menganggur. 1. Kualitas Udara
dan Debu
Operasional pompa airbaku dan pompa distribusi
Penurunan kualitas udara dan debu
Timbulnya penurunan kualitas udara dan debu 2. Kuantitas air
sungai/ mata air dan air tanah
Kegiatan pengambilan air sungai/mata air dan air tanah
Penurunan kuantitas air sungai /mata air dan air tanah
Penurunan kuantitas sumber air (air sungai/mata air dan air tanah)
3. Kebisingan Mobilisasi
kendaraan
pengangkut samoah dan kendaraan berat di lokasi TPA
Peningkat intensitas
Komponen Yang Diperkirakan
Terkena Dampak
Sumber Dampak Jenis Dampak Besaran
Dampak Keterangan
operasional Sistim Penyediaan Air Minum
kesempatan kerja bagi penduduk yang berada disekitar
berusaha antara lain sebagai tenaga harian atau tenaga kontrak
Penduduk usia produktif yang tidak bekerja
3. Estetika Pengoperasian
Sistim Penyediaan Air Minum
Proses pembuangan lumpur hasil
endapan dari proses pengolahan air
4. Kamtibmas Kegiatan
pengoperasian Sistim Penyediaan Air Minum
Gangguan keamanan di lokasi dan sekitar lokasi 5. Kesehatan pekerja
& masyarakat
Kegiatan
Operasional Sistim Penyediaan Air
1. Kualitas udara dan debu
Kegiatan
operasional pompa menimbulkan gas
2. Kuantitas air sungai/mata air dan air tanah
Kegiatan pengambilan air sungai/mata air dan air tanah