• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBUAT PETA PERSEBARAN CURAH HUJAN MENGGUNAKAN METODE THIESSEN, IDW, DAN SPLINE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEMBUAT PETA PERSEBARAN CURAH HUJAN MENGGUNAKAN METODE THIESSEN, IDW, DAN SPLINE"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan geostatistik

MEMBUAT PETA PERSEBARAN CURAH

HUJAN MENGGUNAKAN METODE

THIESSEN, IDW, DAN SPLINE

KELOMPOK VI:

RESKI KURNIAWAN

NURUL ALFIAH ARNA

ZUHAA FACHRANI

IKAWATI BASRI

PROGRAM STUDI GEOFISIKA JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN

(2)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Tiada kata yang lebih indah selain puji dan

syukur yang hanyalah tercurah kepada Allah SWT, yang memberi penulis rahmat serta karunia sehingga penulisan laporan geostatistik dapat terselesaikan, salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia kepada jalan yang diridhaiNya.

Dengan terselesaikannya laporan geostatistik ini penulis ingin berterimakasih kepada kedua orangtua penulis, dan kepada dosen yang membimbing mata kuliah geostatistik.

Dalam penulisan laporan geostatistik ini disadari masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, karenanya kritik dan saran sangat diharapkan. Walau begitu penulis tetap barharap agar laporan geostatistik ini dapat bermanfaat. Aamiin…

Makassar, Desember 2014

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………. DAFTAR ISI ………. BAB I TINJAUAN PUSTAKA ………. Metode thiessen ………. Metode IDW ………. Metode Spline ………. BAB II METODOLOGI ………. Alat dan bahan ………. Jenis,format, dan sumber data ………. Langkah-langkah kerja ………. BAB III HASIL ANALISIS ………. BAB IV KESIMPULAN ………. DAFTAR PUSTAKA ………. LAMPIRAN ……….

(4)

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang terjadi hanya pada satu tempat atau titik saja (point rainfall). Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk kawasan yang luas, satu penakar hujan belum dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut. Dalam hal ini diperlukan hujan kawasan yang diperoleh dari harga rata-rata curah hujan beberapa stasiun penakar hujan yang ada di dalam/atau disekitar kawasan tesebut. Curah hujan setiap hari yang direkam dari stasiun curah hujan digunakan sebagai masukan untuk pemodelan konsep periode pertumbuhan yang dihitung berdasarkan curah hujan dengan metode interpolasi spasial(Dewi,2012).

Interpolasi adalah suatu metode atau fungsi matematika yang menduga nilai pada lokasi-lokasi yang datanya tidak tersedia. Interpolasi spasial mengasumsikan bahwa attribut data bersifat kontinu di dalam ruang (space) dan attribut ini saling berhubungan (dependence) secara spasial (Anderson,2001).

Kedua asumsi tersebut mengindikasikan bahwa pendugaan attribut data dapat dilakukan berdasarkan lokasi-lokasi di sekitarnya dan nilai pada titik-titik yang berdekatan akan lebih mirip daripada nilai pada titik-titik yang terpisah lebih jauh. Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang mendapatkan hujan sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata dan kemudian meramalkan besarnya curah hujan pada periode tertentu. Dalam menentukan Curah Hujan Areal yang berasal dari pencatatan penakaran curah hujan. Dari pencatatan curah hujan, kita hanya mendapatkan data curah hujan di suatu titik tertentu (point

rainfall). Jika dalam

suatu areal terdapat beberapa alat penakar atau pencatat curah hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal(Dewi,2012).

Pengujian metode untuk meramalkan sebaran curah hujan menggunakan aplikasi berbasis system infromasi geografi yang bisa ditampilkan sebagai peta rata-rata

(5)

curah hujan dalam setiap bulannya. Dan hujan setiap hari di setiap bulannya. Zone curah hujan dalam bentuk poligon melingkupi permukaan curah hujan yang dibuat berdasarkan metode thiessen., serta statistik curah hujan untuk setiap zone diestimasikan menggunakan fungsi-fungsi matematika.

Analisis Kawasan Curah Hujan

a. Klasifikasi Tipe Iklim Oldeman

Oldeman membagi iklim menjadi 5 tipe iklim yaitu :

a. Iklim A. Iklim yang memiliki bulan basah lebih dari 9 kali berturut-turut b. Iklim B. Iklim yang memiliki bulan basah 7-9 kali berturut-turut

c. Iklim C. Iklim yang memiliki bulan basah 5-6 kali berturut-turut d. Iklim D. Iklim yang memiliki bulan basah 3-4 kali berturut-turut

Berdasarkan urutan bulan basah dan kering dengan ketententuan tertentu diurutkan sebagai berikut:

a. Bulan basah bila curah hujan lebih dari 200 mm b. Bulan lembab bila curah hujan 100 – 200 mm c. Bulan kering bila curah hujan kurang dari 100 mm A : Jika terdapat lebih dari 9 bulan basah berurutan. B : Jika terdapat 7 - 9 bulan basah berurutan. C : Jika terdapat 5 - 6 bulan basah berurutan. D : Jika terdapat 3 - 4 bulan basah berurutan.

E : Jika terdapat kurang dari 3 bulan basah berurutan.

Pada dasarnya Kriteria bulan basah dan bulan kering yang dipakai Oldeman berbeda denganyang digunakan oleh Koppen atau pun Schmidt - Ferguson Bulan basah yang digunakan Oldeman adalah sebagai berikut:

Bulan basah apabila curah hujan lebih dari 200 mm. Bulan Lembab apabila curah hujannya 100 - 200 mm. Bulan kering apabila curah hujannya kurang dari 100 mm.

(6)

Tabel 1. Klasifikasi tipe Iklim Oldeman

Dalam pembuatan peta persebaran curah hujan, pada ArcGis dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yaitu:

1.metode theissen 2. metode IDW 3. metode spline

1.Metode Thiessen Poligon

Rata-rata terbobot (weighted average), masing-masing stasiun hujan ditentukan luas daerah pengaruhnya berdasarkan poligon yang dibentuk (menggambarkan garis-garis sumbu pada garis-garis penghubung antara dua stasion hujan yang berdekatan).

Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian tiap stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu poligon tertentu An. Dengan menghitung perbandingan luas untuk setiap stasiun yang besarnya = An/A, dimana A adalah luas daerah penampungan atau jumlah luas seluruh areal yang dicari tinggi curah hujannya. Curah hujan rata-rata diperoleh dengan cara menjumlahkan pada masing-masing penakar yang mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua pos penakar.

(7)

Keterangan:

A = Luas areal (km2) ,

d = Tinggi curah hujan rata-rata areal ,

d1, d2, d3,...dn = Tinggi curah hujan di pos 1, 2, 3,...n

A1, A2, A3,...An= Luas daerah pengaruh pos 1, 2, 3,...n .

Hasil perhitungan dengan rumus (2-9) lebih teliti dibandingkan perhitungan dengan rumus (2-8).

Metode Kalkulasi Thiessen Polygons :

Gambar 3. Metode Kalkulasi Thiessen Polygons

Garis yang dibuat tidak boleh ada tiap titik hanya terdapat pada satu polygon yang berpotongan satu sama lain.

(8)

2. Metoda IDW (Inverse Distance Weighted)

Metoda IDW (Inverse Distance Weighted) mengasumsikan bahwa tiap titik input mempunyai pengaruh yang bersifat local yang berkurang terhadap jarak. Metoda ini memberi bobot lebih tinggi pada sel yang terdekat dengan titik data dibandingkan sel yang lebih jauh. Titik-titik pada radius tertentu dapat digunakan dalam menentukan nilai luaran untuk tiap lokasi.

Metode IDW umumnya di pengaruhi oleh invers jarak yang diperoleh dari persamaan matematika. Pada metode interpolasi ini kita dapat menyesuaikan pengaruh relative dari titik sampel. Nilai power pada interpolasi IDW ini menentukan pengaruh terhadap titik-titik masukan (input), dimana pengaruh akan lebih besar pada titik-titik yang lebih dekat sehingga menghasilkan permukaan yang lebih detail.pengaruh akan lebih kecil dengan bertambahnya jarak dimana permukaan yang dihasilkan kurang detail dan terlihat lebih halus. Jika nilai power di perbesar berarti nilai keluaran (output) sel menjadi lebih terlokalisasi dan memiliki nilai rata-rata yang rendah. Penurunan nilai power akan memberikan keluaran dengan rata-rata yang lebih besar karena akan memberikan pengaruh untuk area yang lebih luas. Jika nilai power diperkecil, maka di hasilkan permukaan yang lebih halus. Bobot yang digunakan untuk rata-rata adalah fungsi jarak antara titik sa\mpel dan titik yang di interpolasi (Philip dan Watson, 1982). Fungsi umum pembobotan adalah invers dari kuadrat jarak, dan persamaan ini digunakan pada metode invers distance wighted yang dirumuskan dalam formula berikut ini:

Dimana Zi (I = 1,2,3,…..,n) merupakan nilai ketinggian data yang ingin di interpolasi sejumlah N titik dan bobot(weight) Wi yang dirumuskan sebagai:

(9)

P adalah nilai positif yang dapat diubah-ubah yang disebut dengan parameter power (biasanya bernilai 2) dan hj merupakan jarak dari sebaran titik ke titik interpolasi yang dijabarkan sebagai:

(x,y) adalah koordinat titik interpolasi dan (xi,yi) adalah koordinat untuk setiap sebaran titik. Fungsi peubah weight bervariasi untuk keseluruhan data sebaran titik sampai pada nilai yang mendekati nol, dimana jarak bertambah terhadap sebaran titik.

Kelebihan metode interpolasi IDW ini adalah karakteristik interpolasi dapat dikontrol dengan membatasi titik-titik masukan yang digunaka dalam proses interpolasi. Titik-titik yang terletak jauh dari titik sampel dan yang diperkirakan memiliki korelasi spasial dapat dihapus dari perhitungan. Titik –titik yang digunakan dapat ditentukan langsung, atau ditentukan berdasarkan jarak yang ingin di interpolasi. Kelemahan dari inetrpolasi IDW adalah tidak dapat mengestimasi nilai di atas nilai maksimum dan di bawah nilai minimum dari tititk-titik sampel(Pramono,2008).

Efek yang terjadi apabila interpolasi IDW diaplikasikan adalah terjadinya perataan(flattening) puncak dan lembah kecuali jika titik-titik tertinggi dan terendah merupakan bagian dari titik sampel. Karena nilai estimasi merupakan nilai rata-rata, hasil permukaan tidak akan tepat melewati titik-titik sampel. Kelemahan lain dari metode interpolasi ini adalah adanya efek bull-eye.

(10)

3.Metoda Spline

Metoda Spline merupakan metoda yang mengestimasi nilai dengan menggunakan fungsi matematika yang meminimalisir total kelengkungan permukaan (Binh dan Thuy, 2008). Efek stretching yang dimiliki spline sangat berguna jika kita ingin memperkirakan nilai di bawah nilai minimum dan nilai di atas nilai maksimum yang mungkin di temukan dalam data set yang digunakan. Hal ini membuat metoda interpolsi Spline merupakan metode yang baik untuk mengestimasi nilai rendah dan tinggi yang tidak terdapat pada sampel data. Pada metode Spline ini permukaan yang dihasilkan dapat melewati titik-titik sampel.

Kelebihan dari metode Spline ini adalah kemampuan untuk mengjasilkan akurasi yang cukup baik walaupun data yang digunakan hanya sedikit. Metode ini baik di gunakan dalam membuat permukaan seperti ketinggian permukaan bumi,ketinggian muka air tanah maupun konsentrasi polusi udara.

Metode ini kurang baik jika diaplikasikan pada situasi dimana terdapat perbedaan nilai yang signifikan pada jarak yang sangat dekat (Sibson,1981). Kekurangan dari metode Spline ini adalah ketika titik-titik sampel yang berdekatan memiliki perbedaan nilai yang sangat besar, metode Spline tidak dapat bekerja dengan baik. Hal ini disebabkan karena metode Spline menggunakan perhitungan slope yang berubah berdasarkan jarak untuk memperkirakan bentuk dari permukaan.

Persamaan yang digunakan pada metode Spline adalah menggunakan formulainterpolasi permukaan:

(11)

T(x,y) dan R(r) didefenisikan secara berbeda berdasarkan cara seleksi.

Terdapat dua jenis metode dalam interpolasi Spline (Mitas dan Mitasova, 1998) yaitu:

1. Tipe regularized Spline

Tipe regularized Spline memodifikasi kriteria minimum sehinngga turunan ketiga digabungkan menjadi kriteria minimum. Parameter spesifik weight menetukan bobot yang di ambil dari tururnan ketiga selama proses minimalisasi, disebut sebagai τ (tau). Besarnya nilai tau ini menentukan kemulusan permukaan. Nilai tau atau weight yang tinggi akan menghasilkan nilai permukaan. Nilai parameter ini harus sama besar atau sama dengan nol. Dengan menggunakan tipe regulralized Spline, permukaan yang kalus akan dihasilkan untuk turunan pertama. Teknik ini juga berguna untuk turunan kedua.

Persamaan yang digunakan dalam metode regularized spline sebagai berikut:

(12)

2. Tipe tension spline

Tipe tension spline memodifikasi kriteria minimum sehinnga turunan pertama di gabungkan ke dalam kriteria minimum parameter spesifik weight menentukan bobot yang di ambil dari turunan ketiga selama proses minimalilsasi disebut sebagai φ (phi). Semakin besar nilai weight , hasil permukaannya akan lebiah kasar . nilai masukan parameter ini harus lebih besar atau sama dengan nol.

Persamaan yang digunakan dalam metode tension Spline adalah sebagai berikut:

(13)
(14)

BAB II METODOLOGI

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat Beserta Fungsinya

a. Laptop/komputer yang telah diinstal program arcgis digunakan untuk menjalankan aplikasi aacgis

b. Arcgis adalah aplikasi yang digunakan untuk membuat peta curah hujan III.1.2 Bahan Beserta Fungsinya

a. Data curah hujan dalam format shp sebagai data yang akan diolah b. Data wilayah dalam format shp sebagai data yang akan diolah. III.2 Jenis, Format dan Sumber Data.

a. Jenis data yang digunakan yaitu raster dan vector. b. Format data yang digunakan yaitu shp

c. Sumber data berasal dari Dosen. III.3. Langkah- Langkah Kerja

1. Thiessen

a. Langkah pertama adalah membuka Arcmap b. Kemudian pilih add data

(15)

c. Lalu masukkan data shp wiayah, dan data shp curah hujan maka akan tampak seperti ini

(16)

d. Lalu pilih arctoolbox yang terdapat pada menu Geoprocessing pada menu bar, kemudian pilih Analisys tools, lanjut pilih proximity, lalu pilih create thiessen polygons, yang tampak seperti gambar

e. Kemudian akan muncul kotak menu create thiessen polygons, tampak seperti gambar

Pada kotak input features pilih shp curah hujan, pada kotak menu outpu fields(optional) pilih All, lanjutkan dengan memilih Environments, lalu pilih processing extent tampak seperti pada gambar

(17)

Kemudian pilih browse, kemudian masukkan data shp wilayah yang digunakan, lalu pilih ok, maka akan kembali ke menu awal, lalu salin yang di blok seperti yang di tunjukkan gambar

Lalu buat folder baru tempat menyimpan data, lalu klik paste pada kolom nama file lalu pilih save, kemudian pilih ok.

(18)

Kemudian pada layer thiessen yang berada pada table of content ubah warnanya dengan meng klik kotak yang berwarna, maka akan muncul kotak menu warna lalu pilih hallow, maka akan tampak seperti gambar, Lalu tarik layer wilayah ke layer titik curah hujan

(19)

g. Selanjutnya menyesuaikan thiessen dengan wilayah, dengan cara menggunakan clip, langkahnya yaitu, buka arctoolbox, kemudian pilih analysis tools, lalu pilih extract, kemudian pilih clip, maka akan tampak seperti gambar

Pada kotak Input features pilih thiessen, pada Clip features pilih data wilayah, kemudian pilih ok. Maka akan tampak seperti gambar

h. Untuk memberikan keterangan pada tiap titik, dapat dilakukan dengan mengkilk kanan layer curah hujan yang terdapat pada table of content, kemudian pilih properties, lalu pilih labels, beri centang pada dialog label features in this layer, kemudian pada label field,

(20)

pilih yang ingin di tampilkan, lalu pilih ok, maka akan tampak seperti gambar.

(21)

i. Lalu ganti nama layer menjadi thiessen dengan mengklik dua kali pada layer di table of content, maka akan muncul menu pilih general, lalu ketikkan Thiesen.

2. IDW

a. Klik insert lalu pilih Data Frame

b. Ganti nama dengan meng klik dua kali New Data Frame yang berada di table of content, dengan nama IDW.

c. Masukkan data wilayah dan data curah hujan, keduanya dalam bentuk shp.

d. Lalu pilih Arctoolbox, pilih spatial Analisys Tools, kemudian pilih Interpolation, pilih IDW, tampak seperti gambar.

Maka akan muncul kotak menu, pada input point features pilh shp curah hujan, kemudian pilih environments, lanjut pilih processing extent, lalu cari dan masukkan shp wilayah yang digunakan, tampak seperti pada gambar.

(22)

Kemudian pilih ok, maka akan kembali ke kotak menu sebelumnya, lalu blok dan copy seperti tampak pada gambar, kemudian pilih browse, buat folder baru dengan nama IDW, lalu paste di kotak Name, lalu pilih save, lalu ok.

Lanjut dengan menekan ok lagi, maka proses akan terjadi, dan akan tampak seperti gambar berikut,

(23)

e. Lalu ganti warna pada layer dengan mengklik kotak warna pada layer wilayah, kemudian pilih Hallow, maka akan tampak seperti berikut

(24)

f. Kemudian untuk meyesuaikan IDW dengan wilayah dengan menggunakan Reclass, yang terdapat di Spatial Analisys Tools, pilih Reclass, lanjut pilih Reclassify, maka akan muncul kotak menu seperti pada gambar

Pada input raster pilih idw, kemudian lanjut pilih classify, maka akan muncul kotak seperti berikut

(25)

Pada Method pilih equal interval, lalu pilih ok, maka akan kembali ke menu awal, lanjut pilih ok lagi.Maka akan muncul seperti pada gambar

(26)

g. Kemudian sesuaikan dengan wilayah dengan memilih extraction yang terdapat di Spatial Analisys Tools, lalu pilih Extract By Mask, tampak seperti pada gambar

Pada Input raster pilih data Reclass, kemudian pada kotak input raster or features mask data pilih data wilayah, kemudian klik ok. Lanjut dengan menghilangkan ceklist pada layer Reclass dan Idw, maka akan tampak seperti gambar.

(27)

3. Spline

a. Klik insert lalu pilih Data Frame.

b. Ganti nama dengan meng klik dua kali New Data Frame yang berada di table of content, dengan nama Spline.

c. Masukkan data wilayah dan data curah hujan, keduanya dalam bentuk shp.

d. Lalu pilih Arctoolbox, pilih spatial Analisys Tools, kemudian pilih Interpolation, pilih Spline, tampak seperti gambar.

Maka akan muncul kotak menu, pada input point features pilh shp curah hujan, pada kotak Z value pilih jumlah/total, kemudian pilih environments, lanjut pilih processing extent, lalu cari dan masukkan shp wilayah yang digunakan, tampak seperti pada gambar.

(28)

Kemudian pilih ok, maka akan kembali ke kotak menu sebelumnya, lalu blok dan copy seperti tampak pada gambar, kemudian pilih browse, buat folder baru dengan nama Spline, lalu paste di kotak Name, lalu pilih save, lalu ok.

(29)

Lanjut dengan menekan ok lagi, maka proses akan terjadi, dan akan tampak seperti gambar berikut,

e. Lalu ganti warna pada layer dengan mengklik kotak warna pada layer wilayah, kemudian pilih Hallow, maka akan tampak seperti berikut

(30)

f. Kemudian untuk meyesuaikan Spline dengan wilayah dengan menggunakan Reclass, yang terdapat di Spatial Analisys Tools, pilih Reclass, lanjut pilih Reclassify, maka akan muncul kotak menu seperti pada gambar.

Pada input raster pilih data spline, kemudian lanjut pilih classify, maka akan muncul kotak seperti berikut

(31)

Pada Method pilih equal interval, lalu pilih ok, maka akan kembali ke menu awal, lanjut pilih ok lagi.Maka akan muncul seperti pada gambar.

(32)

g. Kemudian sesuaikan Spline dengan wilayah dengan memilih extraction yang terdapat di Spatial Analisys Tools, lalu pilih Extract By Mask, tampak seperti pada gambar

Pada Input raster pilih data Reclass, kemudian pada kotak input raster or features mask data pilih data wilayah, kemudian klik ok. Lanjut dengan menghilangkan ceklist pada layer Reclass dan Spline, maka akan tampak seperti gambar.

(33)

BAB IV HASIL ANALISIS IV.1 METODE THIESSEN

Berikut adalah hasil dari metode thiessen

Metode Thiessen adalah metode yang ditentukan dengan cara membuat poligon antar stasiun pada suatu wilayah kemudian tinggi hujan rata-rata dihitung dari jumlah perkalian antara setiap luas poligon dan tinggi hujan dibagi dengan seluruh luas wilayah. Metode poligon Thiessen biasanya digunakan untuk mengetahui tinggi hujan rata-rata serta apabila stasiun hujan tidak tersebar merata. Jika data diperbesar maka akan tampak seperti berikut

(34)

IV.2 METODE IDW

Berikut adalah hasil dari metode IDW

Metode Inverse Distance Weighted (IDW) merupakan metode deterministic yang sederhana dengan mempertimbangkan titik disekitarnya. Asumsi dari metode ini adalah nilai interpolasi akan lebih mirip pada data sampel yang dekat daripada yang lebih jauh. Bobot (weight) akan berubah secara linear sesuai dengan jaraknya dengan data sampel. Bobot ini tidak akan dipengaruhi oleh letak dari data sampel.

Tampak panah hitam menunjukkan daerah dengan curah hujan yang besar/banyak, dengan ciri – ciri dikelilingi oleh tiga warna yaitu biru tua paling luar, merah muda lapisan kedua, kemudian hijau dilapisan paling dekat dengan titik.

(35)

IV.2 METODE SPLINE

Berikut hasil dari metode spline

Metoda Spline adalah metoda interpolasi yang biasa digunakan untuk mendapatkan nilai melalui kurva minimum antara nilai-nilai input. Metoda ini baik digunakan dalam membuat permukaan seperti ketinggian permukaan bumi,ketinggian muka air tanah, ataupun konsentrasi polusi udara. metode interpolasi spline mengestimasinilai sel berdasarkan nilai rata-rata pada hampiran antara point data masing-masingcontoh. Metode ini memiliki asumsi bahwa variabel yang dipetakan akan berkurang pengaruhnya ketika menjauhi point sentral. Kelebihan metode ini yaitu dapatmemetakan dengan baik interpolasi beberapa point yang menyebar

(36)

serta penggambaran spasial yang lebih halus. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa semua statiun titik curah hujan mempunyai warna yang sama yaitu hijau.

(37)

Bab V Penutup V.1 Kesimpulan

Pada praktikum Geostatistik ini, kami membuat sebuah peta persebaran curah hujan yang terdapat di sepuluh titik stasiun di Kabupaten Maros. Diantaranya di Pakelli Lompo, Palladingan, Maccini, Mandai / Tanralili, Manrimisi, Maros Baru / Panyaling, Pasosokia, Maros, dan Songkolo. Dimana dalam pembuatan peta tersebut, kami menggunakan tiga metode, yaitu metode theissen, metode IDW, dan metode spline.

Metode theissen diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Metode IDW mengasumsikan bahwa tiap titik input mempunyai pengaruh yang bersifat local yang berkurang terhadap jarak. Metoda ini memberi bobot lebih tinggi pada sel yang terdekat dengan titik data dibandingkan sel yang lebih jauh. Titik-titik pada radius tertentu dapat digunakan dalam menentukan nilai luaran untuk tiap lokasi. Sedangkan metode spline merupakan metoda yang mengestimasi nilai dengan menggunakan fungsi matematika yang meminimalisir total kelengkungan permukaan (Binh dan Thuy, 2008). Efek stretching yang dimiliki spline sangat berguna jika kita ingin memperkirakan nilai di bawah nilai minimum dan nilai di atas nilai maksimum yang mungkin di temukan dalam data set yang digunakan.

V.2 Saran

Sebaiknya pembelajaran dilangsungkan lebih efektif lagi. Dan sebelum memulai praktikum lebih menekankan kepada fungsi-fungsi dari setiap perintah yang terdapat di ArcGIS sehingga praktikan lebih memahaminya.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Wirjohamidjojo, S. & Swarinoto, Y.S. (2007). PraktekMeteorologi Pertanian. Jakarta: Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).

Swarinoto Y. S. (2009). Validasi Spasial Data Estimasi Suhu Udara Turunan Dari Citra Satelit Landsat7-ETM+ Terhadap Data Observasi Stasiun Cuaca/Iklim Darat (Kasus Provinsi Jawa Barat Bagian Selatan). Jurnal Agroklimatologi, IPB, Bogor.

Zimmerman, D., Pavlik, C., Ruggles, A., &Amstrong, M.P. (1999). An Experimental Comparison of Ordinary and Universal Krigging and Inverse Distance Weighting. Mathematical Geology, 31 (4), 375-390.

(39)
(40)

1. NURUL ALFIAH ARNA PERAN:

MENGHITUNG DAN MENYETUKAN DATA CURAH HUJAN DALAM BENTUK EXCEL

2. RESKI KURNIAWAN PERAN:

MEMBUAT PETA DALAM Arcgis

3. ZUHAA FACHRANI PERAN:

MEMBUAT KATA PENGANTAR DAN MENYIMPULKAN HASIL ANALISIS DATA

4. IKAWATI BASRI PERAN:

MEMBUAT TINJAUAN PUSTAKA DAN MERAMPUNGKAN SEMUA DATA LAPORAN YANG DIKERJAKAN OLEH SEMUA ANGGOTA KELOMPOK.

(41)

Metode Thiessen

(42)
(43)

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi tipe Iklim Oldeman

Referensi

Dokumen terkait

Penulis juga memasukkan button menu pada layer 2, dengan cara menekan Ctrl+F8 pada keyboard maka akan muncul tampilan create new symbol kemudian pilih type button

https://doi.org/10.29408/kpj.v7i3.23128 Analisis Spasial Penentuan Tipe Iklim Menurut Klasifikasi Schmidt-Ferguson Menggunakan Metode Thiessen-Polygon Di Kabupaten Bojonegoro