• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SARI ENCENG GONDOK (Eichornia crassipes Solms.) TERHADAP KEONG MAS (Pomacea canaliculata Lamarck) ARTIKEL LAILATUL JUM ATI NIM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SARI ENCENG GONDOK (Eichornia crassipes Solms.) TERHADAP KEONG MAS (Pomacea canaliculata Lamarck) ARTIKEL LAILATUL JUM ATI NIM."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SARI ENCENG GONDOK (Eichornia crassipes Solms.)

TERHADAP KEONG MAS (Pomacea canaliculata Lamarck)

ARTIKEL

LAILATUL JUM’ATI

NIM. 11010302

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2016

(2)
(3)

PENGARUH SARI ENCENG GONDOK (Eichornia crassipes Solms.)

TERHADAP KEONG MAS (Pomacea canaliculata Lamarck)

Lailatul Jum’ati, Armein Lusi Zeswita, Elza Safitri

Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat Jl. Gunung Pangilun Padang- Sumatera Barat

E-mail:lailatuljumati98@gmail.com

ABSTRACT

Golden snail (Pomacea canaliculata Lamarck) is one of the animals of the phylum of mollusks that are often found in rice fields, ditches, swamps and irrigation canals. Snails like many young plants which will result in the plant being damaged. Some synthetic pesticides have been used to control snails that results in adverse effects to non-target organisms including humans. An alternative to the use of synthetic pesticides is a botanical pesticide derived from plants. One of the plants that can be used as a pesticide plant is water hyacinth (Eichornia crassipes Solms.) That contain organic compounds that serve as molluscicides. The purpose of this study was to determine the effect of water hyacinth juice against snails. The research was done in Zoology Laboratorium of STKIP PGRI West Sumatra on May to July 2015. This study was an experimental study using a completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 6 replications. The treatments were concentrations of 0% (control), 10%, 20%, and 30%. Data were analyzed by ANOVA (Analysis of Variance) and continued with test DNMRT α level of 5%. The results showed that the extracts of water hyacinth cause mortality in snails. The concentration of the most influential is the concentration that causes 30% mortality in snails at 100%. 10% concentration in snails cause mortality by 63%. 10% effective concentration is used as molluscicide. Concentration of 30% is not effective because it causes mortality of 100%, which will be used molluscicide may not kill all of the test animals to maintain the balance of the ecosystem. Provision of water hyacinth extract can reduce hatchability of eggs snails. It can be concluded that the provision of water hyacinth extract against snails significant effect at concentrations of 10% so that it can be used as a molluscicide to control snails attack.

Keyword: Pomacea canaliculata, Eichornia crassipes

Pendahuluan

Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) merupakan salah satu jenis hewan dari filum moluska yang sering ditemukan disawah, parit, rawa dan saluran irigasi. Bila lahan dalam keadaan kering, keong mas masih dapat bertahan hidup dalam tanah hingga waktu 6 bulan (Basri, 2010). Keong mas dinyatakan sebagai hama karena hewan ini dapat merusak tanaman yang diserangnya. Keong mas bersifat herbivora polifag karena memakan berbagai jenis tanaman.

Tanaman yang sering diserang keong mas adalah padi, ubi jalar, talas, kangkung, singkong dan pisang (Wiratno, Rizal dan Laba, 2011). Dari sekian banyak tanaman

yang diserang, keong mas lebih banyak menyerang padi karena habitat padi yang sesuai dengan habitat keong mas. Di Kabupaten Solok Selatan misalnya, keong mas telah menjadi hama utama terutama pada areal sawah beririgasi. Serangan dapat terjadi dari persemaian sampai tanaman berumur dibawah 30 hari. Akibat serangan keong mas ini menyebabkan produksi panen berkurang (Dinas Pertanian Kabupaten Solok Selatan, 2014).

Menghadapi serangan keong mas tersebut, sebagian besar petani Indonesia di beberapa daerah menggunakan pestisida kimiawi atau pestisida sintetis. Upaya tersebut memberikan hasil yang cepat dan efektif. Hal ini menyebabkan tingkat kepercayaan petani terhadap keampuhan

(4)

pestisida kimiawi sangat tinggi. Rata-rata penggunaan dan konsumsi pestisida kimiawi per tahun mencapai 6,33 persen, namun kenyataannya dilapangan dapat mencapai lebih dari 10-20% (Djunaedy, 2009).

Berbagai langkah pengendalian dan penanggulangan keong mas sudah banyak dilakukan. Mulai dari pengendalian secara mekanik, kultur teknik dan pengendalian secara biologis. Pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan moluskisida sintetis dalam menanggulangi keong mas juga pernah digunakan oleh petani. Penggunaan moluskisida sintetis dalam pemakaiannya dapat mencemari lingkungan, sehingga penggunaannya perlu dibatasi. Selain itu harga dari bahan moluskisida tersebut juga relatif mahal sehingga banyak petani yang tidak mampu untuk membelinya.

Penelitian yang dilakukan oleh Deasywati (1995) yang meneliti daya racun ekstrak biji Simalakian (Croton tiglium L.) terhadap keong mas dan terbukti bahwa ekstrak biji simalakian efektif dalam menekan perkembangbiakan keong mas. Salah satu tumbuhan yang diperkirakan juga memiliki senyawa organik yang berfungsi dalam membunuh keong mas adalah enceng gondok. Enceng gondok (Eichornia crassipes Solms.) merupakan tumbuhan tahunan berdaun lebar yang biasa ditemukan di sawah, kolam dan rawa. Enceng gondok memberikan beberapa dampak negatif terhadap lingkungan diantaranya dapat meningkatkan evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui permukaan daun), menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air, dan tumbuhan enceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan sehingga mempercepat proses pendangkalan.

Enceng gondok mengandung senyawa organik seperti saponin, flavonoid, fenolik dan tanin. Senyawa-senyawa tersebut banyak ditemukan pada bagian akar, tangkai daun dan daun dari enceng gondok (Rorong dan Suryanto, 2010). Senyawa tersebut diduga dapat menyebabkan penurunan aktivitas makan dari keong mas, bahkan dalam konsentrasi tertentu dapat mengakibatkan mortalitas pada keong mas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengari sari enceng gondok (Eichornia

crassipes Solms.) terhadap keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck).

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2015 di Laboratorium Zoologi STKIP PGRI Sumatera Barat. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 6 ulangan. Masing-masing perlakuan diuji untuk melihat pengaruh sari enceng gondok terhadap keong mas. Masing-masing perlakuan itu adalah :

A : 0% (kontrol) hanya diberi air tanpa sari enceng gondok

B : 10% (10 ml sari enceng gondok : 100 ml methanol ×100%)

C : 20% (20 ml sari enceng gondok : 100 ml methanol ×100%)

D: 30% (30 ml sari enceng gondok : 100 ml methanol ×100%)

1. Pengambilan sampel dilapangan

Sampel enceng gondok dan keong mas diperoleh di Nagari Padang Alai Kab. Solok Selatan.

2. Pembuatan sari enceng gondok

Tumbuhan enceng gondok yang diambil dengan ciri masih bagus dan tidak rusak. Enceng gondok yang dipakai adalah bagian akar, tangkai daun dan daun. Enceng gondok dipotong-potong kemudian dihancurkan menggunkan lumpang dan alu, kemudian diperas dan disaring. Setelah itu sari dicampurkan dengan pelarut methanol dengan masing-masing konsentrasi 0%, 10%, 20% dan 30%.

3. Pengujian terhadap mortalitas keong mas dan daya tetas telur keong mas

Keong mas yang berukuran 20-30 mm dimasukkan kedalam gelas plastik yang telah diberi larutan sari enceng gondok dengan konsentrasi 0%, 10%, 20%, dan 30%. Setiap perlakuan terdapat 10 ekor keong mas ukuran 20-30 mm dan diulang sebanyak 6 kali ulangan. Selama penelitian keong mas diberi makan daun kangkung air. Pengamatan dilakukan 2×24 JSA (Jam Setelah Aplikasi) terhadap keong mas dengan menghitung jumlah keong mas uji yang mati setelah perlakuan.

Telur yang digunakan untuk masing-masing perlakuan sebanyak empat kelompok telur dengan jumlah yang relatif sama. Telur

(5)

disemprot dengan larutan sari enceng gondok sampai telur basah dengan konsentrasi 0%, 10%, 20% dan 30% untuk setiap kelompok telur.

4. Parameter penelitian

Dalam penelitian ini digunakan parameter sebagai berikut:

1. Persentase mortalitas keong mas 2. Persentase daya tetas telur keong mas

Pengamatan terhadap persentase mortalitas keong mas dihitung dengan rumus : M=n/N × 100%

Ket :

M : persentase mortalitas (%)

N : jumlah keong mas (P. canaliculata Lamarck) yang mati (ekor)

N : jumlah keong mas (P. canaliculata Lamarck) yang diinfestasikan (ekor) (Rusli, Yunisman, dan Novita, 2006) Daya tetas = jumlah yang menetas × 100%

∑ jumlah telur

(Riani, 2011) 5. Analisis Data

Data dianalisis dengan uji Anova (Analysis of Variance), uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan taraf α 5%.

Hasil dan Pembahasan

Hasil pengamatan terhadap persentase mortalitas keong mas dan daya tetas telur keong mas dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Persentase mortalitas keong mas

pada pengamatan 24 dan 48 jsa N

o

Perlakuan Persentase Mortalitas 24 jsa 48 jsa % % 1. D 98 a 100 a 2. C 96 a b 98 a 3. B 63 b 63 b 4. A 0 c 0 c Ket :

Jsa = jam setelah aplikasi

Huruf = rata-rata yang diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α = 5%

Tabel 2. Persentase daya tetas telur keong mas Perlakuan Jumlah telur Jumlah menetas Tidak menetas Persentase daya tetas (%) A 200 188 12 94 B 200 8 192 4 C 214 3 211 1,4 D 220 0 220 0

Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian sari enceng gondok berpengaruh nyata terhadap keong mas. Hasil pengamatan menunjukkan semakin tinggi konsentrasi yang diberikan semakin tinggi persentase mortalitas keong mas. Berdasarkan analisis ragam didapatkan hasil FHitung (26,2) > FTabel (1,70), berarti setiap perlakuan berpengaruh nyata. Pada konsentrasi 10%, menyebabkan kematian sebesar 63%. Persentase mortalitas mencapai 100% pada konsentrasi 30%. Pengamatan setelah 24 jsa, keong mas yang masih hidup telah menunjukkan gejala atau proses kematian sehingga mengurangi potensinya dalam menimbulkan kerusakan pada tanaman. Gejala-gejala yang diperlihatkan seperti tubuh keong mas keluar dari cangkang, kaku, mengeluarkan lendir dan pada akhirnya mati. Hal ini sesuai dengan pendapat Handayani (2013) bahwa setelah 24 jam perlakuan meskipun belum mati, namun tubuh keong mas tampak lemas dan mengeluarkan lendir. Hal ini berarti keong mas sudah terkontaminasi oleh zat toksik sebagai racun yang terdapat dalam sari tumbuhan yang digunakan.

Keong mas menyukai banyak tanaman muda. Keong mas sangat aktif bergerak mencari makanan sehingga dalam setiap waktu selalu bergerak dengan cara membuka operculum. Hal ini sesuai dengan pendapat Musman (2011) yang mengemukakan bahwa keong mas bergerak mencari makanan dengan cara membuka operkulum dan menggerakkan kakinya. Keaktifan keong mas dalam mencari makanan mengakibatkan terjadinya kontak tubuh dengan sari enceng gondok yang telah dimasukkan kedalam wadah pengujian, hal ini mengakibatkan senyawa kimia sari enceng gondok tersebut akan terakumulasi pada kaki sehingga keong mas mengeluarkan lendir sebagai reaksi melawan senyawa racun. Keluarnya lendir dalam jumlah yang berlebihan secara tidak

(6)

langsung menghambat proses pernafasan keong mas yang akan menyebabkan kematian. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rorong dan Suryanto (2010) menyatakan bahwa bagian akar, tangkai daun dan daun enceng gondok mengandung senyawa saponin, flavonoid dan tanin. Senyawa-senyawa tersebut dapat menekan keberadaan keong mas.

Mortalitas pada keong mas terjadi disebabkan oleh terakumulasinya senyawa bioaktif sari enceng gondok di dalam tubuh keong mas. Menurut Handayani (2013), senyawa yang ditelan oleh keong mas menyebabkan keracunan pada sistem pernafasan dan sistem sarafnya, sehingga keong mas yang teracuni mengalami kelumpuhan saraf mulut dan tidak bisa makan akhirnya menyebabkan kematian. Semakin lama keong mas berada dalam larutan sari enceng gondok, akan semakin banyak akumulasi senyawa bioaktif yang masuk ke tubuhnya.

Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan akan semakin memperbanyak senyawa bioaktif yang tertelan oleh keong mas. Hal ini akan mempercepat proses mortalitas pada keong mas. Menurut Musman, dkk (2001) dalam Handayani (2013) Tingkat keracunan tergantung pada pemberian konsentrasi dan lama perlakuannya. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi maka akan semakin banyak pula kandungan senyawa organik yang bersifat sebagai moluskisida bagi keong mas. Hal ini mengidentifikasi bahwa semakin banyak zat racun maka semakin banyak hama uji yang mati dalam kurun waktu penelitian.

Berdasarkan data-data mortalitas dapat dikatakan bahwa sari enceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai moluskisida untuk menekan dan mengendalikan keberadaan keong mas. Konsentrasi yang efektif digunakan untuk mengendalikan keong mas adalah konsentrasi 10% yang menyebabkan keong mas mati sebesar 63%. Keong mas menjadi makanan bagi organisme lain seperti biawak (Varanus salvator), burung blekok (Ardeola ralloides speciosa), berang-berang (Lutra-lutra), bebek, katak, ikan, penyu, kepiting dan semut merah (Solenopsis geminata). Jika semua keong mas dibunuh mati maka keberlanjutan rantai makanan akan terhenti sehingga akan

mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekosistem.

Keong mas menyukai habitat yang jernih, semakin tinggi tingkat kekeruhan maka akan semakin mempercepat proses mortalitas. Dari Tabel 2 terlihat kecenderungan bahwa persentase kematian keong mas meningkat sejalan dengan meningkatnya konsentrasi sari enceng gondok yang diberikan. Selain itu, lamanya waktu pemberian sari enceng gondok juga akan mengakibatkan semakin banyaknya keong mas yang mati. Pengamatan setelah 24 dan 48 jsa terlihat kematian pada keong mas seperti yang digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Pengaruh sari enceng gondok dan lama pengamatan terhadap persentase mortalitas keong mas Pemberian sari enceng gondok secara umum mengganggu proses perkembangan, karena racun yang terkandung dalam enceng gondok akan menyebabkan terganggunya aktivitas makan. Terganggunya aktivitas makan sudah terlihat setelah 24 jsa, hal ini dapat dilihat dari makanan yang diberikan berupa daun kangkung muda yang tidak dimakan seperti halnya pada perlakuan kontrol. Menurunnya aktivitas makan secara perlahan-lahan akan menyebabkan kematian. Ciri khas pola makan keong mas adalah apabila diberi makanan yang disukai maka keong mas akan menggerombol di sekeliling makanan tersebut dan aktivitas makan yang baik ditunjukkan dengan adanya

bekas-63 63 96 98 98 100 0 20 40 60 80 100 120

Hari 1 (24 jsa) hari 2 (48 jsa)

Konsentrasi 10% Konsentrasi 20% Konsentrasi 30%

(7)

bekas sayatan atau lubang-lubang kecil pada makanan.

Pada pengamatan 48 jsa terjadi peningkatan mortalitas yang sangat tinggi yaitu mencapai 100%. Kandungan sari enceng gondok seperti fenolik bisa menjadi racun perut (poissson stomach) maupun menjadi racun kontak sehingga ketika sari enceng gondok ini diaplikasikan, maka racun-racun tersebut akan terkontaminasi ke dalam tubuh keong mas yang menyebabkan kematian. Senyawa organik dalam enceng gondok masuk kedalam sistem saraf keong mas sehingga menyebabkan keong mas menjadi kaku, berlendir, aktivitas gerak menurun, tubuhnya akan keluar dari cangkang, lalu tubuhnya akan terurai dan membusuk.

Semakin aktif keong mas bergerak dalam wadah pengujian, maka semakin banyak senyawa aktif yang tertelan oleh keong mas. Menurut Musman (2010), senyawa tanin menempel pada kaki keong mas yang bergerak dalam upaya mencari makanan. Makin aktif keong mas bergerak, maka semakin banyak tanin yang menyelubungi badannya. Kondisi ini menyebabkan terhalangnya proses pernafasan. Respon yang diberikan oleh keong mas dalam upaya menetralkan akumulasi tanin dalam badannya bervariasi, ada yang langsung menarik kakinya ke dalam cangkangnya, ada yang berhenti bergerak, dan ada yang terus bergerak.

Selain keracunan senyawa sari enceng gondok, mortalitas pada keong mas juga disebabkan oleh beberapa faktor seperti sumber makanan dan suhu. Faktor lain yang mendukung terjadinya mortalitas pada keong mas yaitu kualitas air pada habitatnya. Riyanto (2003) mengatakan bahwa keong mas menyukai lingkungan yang jernih, biasa hidup pada suhu air antara 10-35°C, sedangkan kualitas air setelah perlakuan mengalami perubahan yang sangat nyata dimana warna air menjadi biru agak kehitaman dan sangat pekat sehingga akan mempercepat mortalitas pada keong mas.

Keong mas memiliki siklus hidup yang pendek. Setelah bertelur, selama ±14 hari telur tersebut akan menetas menjadi keong mas kecil. Daya tetas telur keong mas cukup tinggi berkisar antara 60-90% (Riani, 2011). Daya tetas telur sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan tempat keong mas

meletakkan telurnya. Telur keong mas yang tergenang air akan mengakibatkan gagalnya telur untuk menetas. Telur keong mas pada perlakuan kontrol menetas 94%, sedangkan telur keong mas yang diberi perlakuan dengan menyemprotkan sari enceng gondok hanya menetas dalam jumlah sedikit.

Besarnya persentase jumlah telur yang menetas pada perlakuan kontrol disebabkan telur berada dalam kondisi optimal, yaitu berada pada suhu yang cocok dan lingkungan yang lembab serta tidak mendapat gangguan dari luar. Pada penelitian ini suhu ruang antara 26-27°C. Telur keong mas dapat menetas bila berada dalam lingkungan yang teduh, lembab, dan sejuk. Pada keadaan demikian telur berada dalam keadaan lembab sehingga kemungkinan untuk menetas lebih tinggi (Muzayyinah dan Harlita, 2004).

Pada Tabel 3 terlihat bahwa walaupun tidak merusak telur keong mas secara langsung, namun dengan penyemprotan sari enceng gondok akan memperlambat dan menurunkan daya tetas telur keong mas. Persentase daya tetas telur terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Persentase daya tetas telur keong mas

Pada Gambar 2 terlihat bahwa telur keong mas yang tidak disemprot dengan sari enceng gondok akan menetas mencapai 94%. Hal ini membuktikan bahwa daya tetas telur keong mas tinggi dan juga terbukti bahwa telur keong mas yang tidak diberi perlakuan akan menetas dengan sempurna. Telur keong mas yang disemprot dengan konsentrasi 10% hanya menetas 4%, konsentrasi 20% menetas 1,40%, sedangkan

94 4 1.4 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 A B C D

(8)

telur yang disemprot dengan konsentrasi 30% tidak ada yang menetas. Hal ini menunjukkan telur yang diberi perlakuan akan terganggu proses penetasannya dan mengakibatkan waktu penetasan menjadi lama.

Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan akan menyebabkan semakin lamanya waktu penetasan telur keong mas. Berkurangnya telur keong mas yang menetas disebabkan oleh pemberian sari enceng gondok yang telah membasahi telur. Menurut Muzayyinah dan Harlita (2004), kurangnya persentase daya tetas telur keong mas disebabkan gangguan dari luar berupa penyemprotan sari enceng gondok sehingga menyebabkan telur menjadi basah. Selain itu, kurangnya daya tetas telur keong mas juga disebabkan penyimpanan wadah tempat peletakkan telur didalam ruangan bukan ditempat terbuka seperti habitat alaminya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Riyanto (2003) bahwa terdapat beberapa hal yang berpengaruh terhadap penetasan telur diantaranya kelembaban udara, suhu dan cahaya disekitar kelompok telur tersebut.

Telur yang tidak menetas pada percobaan ini memiliki ciri-ciri seperti cangkang telur dan isi atau cairan telur tetap utuh, telur berubah warna menjadi lebih pudar, cangkang telur dilapisi sejenis benang yang berwarna putih dan berbentuk seperti kapas. Setelah diperiksa satu telur, isi atau cairan telur berbau dan tidak terlihat adanya bakal keong mas. Cairan dalam telur hanya sedikit karena sebagian cairannya sudah mengeras dan menempel pada bagian dalam cangkang. Telur yang sudah disemprot dengan sari enceng gondok terlihat berwarna agak terang dan transparan. Telur tersebut tidak berisi bakal keong mas seperti halnya telur pada perlakuan kontrol. Telur yang diberi sari enceng gondok setelah dibuka cangkangnya berisi cairan yang mengeluarkan bau. Hal ini mungkin disebabkan oleh senyawa aktif enceng gondok yang telah menyebabkan telur menjadi rusak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sari enceng gondok dapat digunakan untuk menurunkan daya tetas telur keong mas.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan sari enceng gondok dapat mempengaruhi mortalitas dan daya tetas

telur keong mas. Konsentrasi yang efektif digunakan adalah 10% yang menyebabkan mortalitas keong mas sebesar 63% dengan tujuan untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

Dari uraian diatas belum diketahui pengaruh sari enceng gondok terhadap hama pertanian lainnya dan juga belum diketahui senyawa aktif enceng gondok yang menghambat daya tetas telur keong mas. untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh sari enceng gondok terhadap hama pertanian lainnya dan penelitian lanjutan untuk mengetahui senyawa aktif enceng gondok yang menghambat daya tetas telur keong mas.

Daftar Pustaka

Basri, AB. 2010. Pengendalian dan Pemanfaatan Keong Mas. Serambi Pertanian (Volume IV Nomor 08). Deasywati. 1995. Daya Racun Ekstrak Biji

Simalakian (Croton tiglium L.) Terhadap Keong Mas (Pomacea sp.). Skripsi. Fakultas MIPA Universitas Andalas (FMIPA UNAND): Padang.

Dinas Pertanian Kabupaten Solok Selatan. 2014. http://www.hama pertanian padi. Diakses 18 Januari 2015 Djunaedy, A. (2009). Biopestisida Sebagai

Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Yang Ramah Lingkungan. Jurnal Embryo (Nomor 1 Tahun 2009). Hlm. 90. Handayani, D. (2013). Uji Efektivitas

Pengendalian Keong Mas (Pomacea canaliculata Lamark) Pada Padi Sawah Dengan Menggunakan Rendaman Air Kapur Sirih (CaCO3) dan Ekstrak Daun Ubi Karet (Manihot glaziovii M.A). Jurnal EduBio Tropika (Volume 1 Nomor 2). Hlm. 61-120.

Musman, M. (2010). Tanin Rhizophora mucronata Sebagai Moluskosida

Keong Mas (Pomacea

canaliculata). Jurnal Bionatura (Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan

(9)

Fisik). (Volume 12 Nomor 3). Hlm. 184-189.

Musman, M. (2011). Uji Selektivitas Ekstrak etil asetat (EtOAc) Biji Putat Air (Barringtonia racemosa) Terhadap Keong Mas (Pomacea canaliculata) dan Ikan Lele Lokal (Clarias batrachus). Depik 1(1): 27-31. Muzayyinah dan Harlita. (2004). Serbuk

Kulit Biji Jambu Mete (Anacardium occidentale Linn) sebagai Moluskisida untuk Menghambat Perkembangbiakan Keong Emas (Pomacea sp.). Jurnal BioSMART (Volume 6 Nomor 1). Hlm. 29-32 Riani, E. (2011). Kemampuan Reproduksi

Keong Mas (Pomacea sp.) Daging Kuning dan Daging Hitam. Jurnal Moluska Indonesia (Volume 2 Edisi 1). Hlm. 9-13.

Riyanto. (2003). Aspek-aspek Biologi Keong Mas (Pomacea canaliculata L.). Forum MIPA (Volume 8 Nomor 1). Hlm. 20-26.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bogor: Penerbit ITB.

Rorong, J. A dan Suryanto, E. (2010). Analisis Fitokimia Enceng Gondok (Eichornia crassipes (Mart.)) Dan

Efeknya Sebagai Agen

Photoreduksi Fe3+. Jurnal Chemistry Program (Nomor 3 Volume 1). Hlm. 1-9.

Rusli, R, Yunisman dan Novita, O. (2006). Lama Penyimpanan Air Rebusan Daun Mangkokan (Notophanax scutellarium Merr) Terhadap Mortalitas Keong Mas (Pomacea spp.) (Mollusca : Ampulariidae). Wiratno, Molide, dan Laba. (2011). Potensi

Ekstrak Tanaman Obat Dan Aromatik SebagaiPengendali Keong Mas. Jurnal Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Bul. Littro) (Volume 22 Nomor 1). Hlm. 56-64.

Gambar

Gambar 1. Pengaruh sari enceng gondok dan    lama  pengamatan  terhadap         persentase mortalitas keong mas  Pemberian  sari  enceng  gondok  secara  umum  mengganggu  proses  perkembangan,  karena racun yang terkandung dalam enceng  gondok  akan  meny
Gambar 2. Persentase daya tetas telur keong  mas

Referensi

Dokumen terkait

pada Dinas Kopenasi Perindustian dan Perd4angan Kota M4elang Tahun 2011, telah melakukan pertemuan dengan Peserta Pemilihan Penydia Barang, dalam nangka Addendum

The phenomenon of the influence of profit persistence, good corporate governance, and the accrual component based on the literature review and the results of

Oleh karena itu analisis mengenai pengaruh TQM terhadap kinerja organisasi merupakan suatu studi yang sangat bennanfaat bagi kelangsungan perusahaan. Penelitian

Based on the results of our research in the framework of the European program Observe, which aims to establish a new Balkan Earth Observation (EO) community of multilevel

Evaluasi Penawaran dilaksanakan berdasarkan Dokumen Pengadaan Nomor : 019/DI- DAK/V/2017 tanggal 12 Mei 2017 , Addendum Dokumen Pengadaan, Berita Acara Penjelasan

Dengan mengingat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional khususnya Pasal 25 ayat (2) Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan sari bengkoang dengan sari asam jawa memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar vitamin C (mg/100 g bahan), total

Berdasarkan pengertian di atas, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Politeknik TEDC Bandung, Program Studi Teknik Otomotif tahun ajaran 2007