• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nia Kurniasih: Efek Antelmintik Infusa Daun kemangi Terhadap Waktu Paralisis Atau Kematan Cacing Gelang Babi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Nia Kurniasih: Efek Antelmintik Infusa Daun kemangi Terhadap Waktu Paralisis Atau Kematan Cacing Gelang Babi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK ANTELMINTIK INFUSA DAUN KEMANGI (Ocimum Sanctum L.) TERHADAP WAKTU PARALISIS ATAU KEMATAN CACING GELANG

BABI (Ascaris suum, Goeze) In Vitro

Nia Kurniasih, Panji Wahlanto, Heri Kiswanto Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Ciamis

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian efek antemintik infusa daun kemangi (Ocimum Sanctum L.) terhadap waktu paralisis atau kematian cacing gelang babi (Ascaris suum, Goeze) secara in vitro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek anthelmintik infusa daun kemangi (Ocimum

Sanctum L.) terhadap cacing Ascaris suum, Goeze secara in vitro.Penelitan ini dilaksanakan dengan

metode in vitro, menggunakan 45 ekor cacing Ascaris suum, Goeze, untuk 3 kali percobaan. Terdiri dari dua kelompok uji, yaitu kelompok perlakuan yang terdiri dari infusa daun kemangi konsentrasi 20%, 40%, 60% dan kelompok kontrol yang terdiri dari kontrol positif yaitu piperazin sitrat dan kontrol negatif yaitu NaCl 0,9%. Hasil uji Anova Two Way menunjukan bahwa infusa daun kemangi (Ocimum Sanctum L.) konsentrasi 20%, 40% dan 60% mempunyai efek sebagai antelmintik dan konsentrasi terbaik adalah konsentrasi 60%.

Kata Kunci : Daun Kemangi (Ocimum Sanctum L.), Antelmintik, Ascaris suum

Goeze

ANTELMINTIK EFEECT OF BASIL LEAF EXTRACT (Ocimum Sanctum L.) TO PIGWORM PARALLISIS (Ascaris suum, Goeze) In Vitro

Nia Kurniasih, Panji Wahlanto, Heri Kiswanto STIKES Muhammadiyah Ciamis

ABSTRACT

Antigintic effect of basil leaf infectivity (Ocimum Sanctum L.) has been studied on the time of paralysis or death of pig wound (Ascaris suum, Goeze) in vitro. The aim of this research is to know the anthelmintic effect of basil leaf infusion (Ocimum Sanctum L.) to Ascaris suum, Goeze in vitro. This research was conducted by in vitro method, using 45 Ascaris suum, Goeze, for 3 experiments. Consisting of two test groups, the treatment group consisted of 20%, 40%, 60% basil, and control group consisting of positive control ie piperazine citrate and negative control, NaCl 0.9%. Anova Two Way test results showed that the beta-octane concentration (Ocimum Sanctum L.) concentrations of 20%, 40% and 60% had an antelmintic effect and the best concentration was 60% concentration.

(2)

Nia Kurniasih: Efek Antelmintik Infusa Daun kemangi Terhadap Waktu Paralisis Atau Kematan Cacing Gelang Babi

PENDAHULUAN

Di Indonesia, prevalensi askariasis tinggi antara 60-90%, tergantung pada lokasi dan sanitasi lingkungan (Pohan, 2007). Penyakit infeksi masih merupakan masalah utama dalam suatu negara berkembang. Salah satu penyakit infeksi yaitu yang disebabkan oleh cacing terutama yang ditularkan melalui tanah atau soil-transmitted helminthes, prevalensinya masih tinggi. Askariasis paling sering ditemukan di iklim tropis hangat dan subtropis di Sub-Saharan Afrika dan Asia Tenggara, lebih dari 807 juta orang terinfeksi dengan ascaris dan lebih dari 60.000 orang mati dalam per tahun akibat penyakit ini (WHO, 2012).

Sebagai objek penelitian digunakan cacing Ascaris suum goeze, merupakan spesies cacing gelang penyebab askariasis pada babi, yang memiliki kemiripan morfologi, anatomi dan siklus hidup dengan Ascaris lumbricoides penyebab askariasis pada manusia (Yamaguchi, 1994).

Digunakan cacing Ascaris suum Goeze (cacing gelang pada hewan) sebagai pengganti Ascaris lumbricoides (cacing gelang pada manusia) karena sulitnya untuk mendapatkan cacing Aspcaris lumbricoides. Cacing ini juga bisa ditemukan dan menginfeksi manusia, sapi, kambing, domba, anjing (Miyazaki, 1991). Bukti-bukti ilmiah menunjukkan bahwa larva Ascaris suum Goeze sp dapat hidup pada cacing tanah dan kumbang tinja (Geotrupes) yang bertindak sebagai hospes cadangan (Noble et al, 1989). Infeksi Ascaris suum pada manusia dapat menyebabkan efek negatif secara mendadak pada kesehatan

seperti anemia, diare malnutrisi (Claerebout, 2009). Bila jumlah cacing yang menginfeksi mencapai 250 ekor dapat menghambat usus halus dan saluran empedu yang mana menyebabkan kehilangan selera makan, muntah, dan kematian.

Dan pada infeksi bentuk larva bisa menyebabkan kerusakan hepar babi serta pneumonia bila mencapai paru-paru (Queensland Government, 2004). Morfologi yang membedakan kedua jenis cacing ini terletak pada daerah mulut mereka (Faust, 1976) yaitu pada daerah deretan gerigi dan bentuk bibirnya yang berbeda. (Noble et al, 1989) Telur – telur mereka pun sulit untuk dibedakan dengan mikroskop cahaya (Miyazaki, 1991).

Sebagai metode penelitian yang digunakan metode in vitro yaitu suatu metode untuk menunjukkan gejala yang diteliti yang prosesnya dilakukan di luar tubuh makhluk hidup dalam kondisi laboratoris. Uji anthelmintik secara in vitro dilakukan dengan perendaman dan kemudian efek yang timbul diamati (Samodra, 2003). Faktor media sebagai tempat rendaman yang akan digunakan perlu diperhatikan. Oleh karena itu, perlu dipilih media yang paling cocok untuk kelangsungan hidup cacing di luar tempat hidup sebenarnya misalnya komponen garam fisiologis, nutrisi, oksigen, dan derajat keasaman. Metode in vitro ini menggunakan metode dari Lamson dan Brown (1935) yang sudah dimodifikasi (Sadono, 2001). Teknik in vitro ini memberikan hasil analisis yang cepat dan proses yang murah (Makkar, 2002).

Untuk memerangi cacing yang kadang menghuni perut,

(3)

biasanya digunakan obat antelmintik (anti cacing). Ada dua golongan bahan pelawan cacing, yakni vermifuga (obat-obat yang melumpuhkan cacing dalam usus dan cacing yang dikeluarkan dalam keadaan hidup) dan vermicida (obat-obat yang dapat mematikan cacing dalam tubuh).

Obat-obat untuk membasmi cacing tadi cukup banyak dijual di pasaran. Namun masyarakat belum banyak menggunakan obat – obatan yang dijual di pasaran secara periodik dengan alasan – alasan tertentu, misalnya harga obat cacing ini dirasakan cukup mahal.

efeknya cukup baik, mudah diperoleh, murah dan mudah cara pengobatannya. Oleh karena itu perlu dicari alternatif pengobatan lain yang efeknya cukup baik, murah harganya, mudah penggunaanya dan diperoleh masyarakat, yaitu pengobatan tradisional.

Ramuan obat tradisional yang ada di masyarakat berupa rebusan yang memiliki kemiripan dengan infusa, meskipun kadar infusa lebih rendah dari ekstrak tetapi pembuatan yang praktis bisa diaplikasikan untuk kegunaan masyarakat sehari-hari. Penggunaan obat-obatan yang berasal dari alam akhir-akhir ini semakin diminati oleh masyarakat. Itu sebabnya obat tradisional dipercaya oleh masyarakat mempunyai efek samping yang sedikit dibanding obat-obatan non herbal serta relatif mudah didapat. Beberapa jenis tanaman di Indonesia telah lama dikenal dan digunakan oleh masyarakat sebagai obat cacing, di antaranya tanaman putri malu, ketepeng dan biji pinang. Syahid (2006) meneliti efek antihelmintik

ekstrak putri malu (Mimosa pudica, Linn.) terhadap Ascaris suum Goeze sp secara in vitro. Kandungan bahan kimia dari ekstrak putri malu di antaranya mimosin, asam pipekolinat, tannin, alkaloid, dan saponin. Selain itu, putri malu juga mengandung triterpenoid, sterol, polifenol dan flavonoid. Kandungan bahan kimia tersebut yang memiliki efek antihelmintik adalah mimosin dan tanin. Senyawa tanin memiliki kemampuan denaturasi protein menyebabkan protein pada permukaaan tubuh cacing terdenaturasi sehingga permukaan tubuh cacing menjadi tidak permeabel lagi terhadap zat di luar tubuh cacing. Mimosin memiliki efek antihelmintik melalui mekanisme neurotoksik dengan menghambat asetilkolinesterase sehingga terjadi penumpukkan asetilkolin pada tubuh cacing yang menyebabkan cacing mati dalam keadaan kaku. Kuntari (2008) meneliti efek antihelmintik air rebusan daun ketepeng (Cassia alata L) terhadap cacing tambang anjing secara In vitro. Daun Cassia alata L diketahui mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, saponin dan antrakinon. Daya antihelmintik air rebusan daun ketepeng didugadisebabkan oleh senyawa aktif saponin yang menghambat kerja kholinesterase sehingga cacing akan mengalami paralisis spastik otot yang akhirnya dapat menimbulkan kematian. Kemudian Tiwow et al, (2013) meneliti efek antelmintik ekstrak etanol biji pinang (areca Catechu) terhadap cacing ascaris lumbricoides dan Ascaridia galli secara in vitro. Diketahui mengandung alkaloid, seperti arekolin (C8H13NO2), arekolidin, arekain, guvakolin,

(4)

59

Nia Kurniasih: Efek Antelmintik Infusa Daun kemangi Terhadap Waktu Paralisis Atau Kematan Cacing Gelang Babi

guvasin dan isoguvasin, tanin, flavan, senyawa fenolik, asam galat, getah, lignin (Wang et al, 1996). Ekstrak etanol biji pinang mengandung senyawa tanin yang mampu menghambat enzim dan merusak membran sel. Senyawa tanin memiliki kemampuan denaturasi protein menyebabkan protein pada permukaaan tubuh cacing terdenaturasi sehingga permukaan tubuh cacing menjadi tidak permeabel lagi terhadap zat di luar tubuh cacing. Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, maka dapat dilihat bahwa kandungan kimia yang bermanfaat sebagai antihelmintik adalah saponin, mimosin, dan tanin.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Medica et al, (2004) menyebutkan bahwa hasil penapisan fotokimia ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, saponin,

tanin dan triterpenoid/steroid. Meskipun daun kemangi memiliki kandungan kimia seperti saponin dan tanin, yang menurut teori bisa membunuh cacing, belum ada penelitian yang menyebutkan secara ilmiah bahwa daun kemangi bisa bermanfaat sebagai antihelmintik. untuk mengetahui seberapa besar efek antihelmintik yang dimiliki oleh tumbuhan kemangi yang juga mengandung tanin dan saponin maka perlu dilakukan penelitian tentang tentang “Efek antelmintik infusa daun kemangi (Ocimum Sanctum L.) terhadap waktu paralisis atau kematian cacing babi ( Ascaris suum goeze ) secara in vitro.”

METODE PENELITIAN

Jenis rancangan penelitian yang telah dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Bertujuan untuk meneliti pengaruh dari suatu perlakuan tertentu terhadap gejala suatu kelompok tertentu dibandingkan dengan kelompok lain yang menggunakan perlakuan yang berbeda pada penelitian efek anthelmintik infusa daun kemangi (Ocimum Sanctum L.) terhadap waktu kematian cacing gelang babi secara in vitro. Sampel yang digunakan adalah daun kemangi (Ocimum Sanctum L.) yang terdapat di daerah Ciamis, Jawa Barat dan subjeknya adalah cacing gelang babi (Ascaris suum Goeze) yang masih hidup dan aktif bergerak, diambil dari usus halus babi yang diperoleh dari tempat penyembelihan hewan di Bandung, Jawa Barat, kemudian subjek dibagi menjadi 5 kelompok yang terdiri dari kelompok 1 yaitu kelompok kontrol positif sebagai pembanding menggunakan piperazin, kelompok 2 yaitu kontrol negatif sebagai pembanding tanpa perlakuan, kelompok 3 yaitu infusa daun kemangi (Ocimum Sanctum L.) 20%, kelompok 4 yaitu infusa daun kemangi (Ocimum Sanctum L.) 40%, dan, kelompok 5 yaitu infusa daun kemangi (Ocimum Sanctum L.) 60%.

Penelitian ini memiliki tiga tahapan kerja, tahap pertama persiapan meliputi pengumpulan alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian, tahap kedua pelaksanan yaitu uji antelmintik infusa daun kemangi (Ocimum Sanctum L.) terhadap Ascarisum goeze dengan konsentrasi 20%, 40%, 60% dan dilakukan replikasi sebanyak tiga kali. Tahap ketiga yaitu pengamatan dan evaluasi pengamatan dilakukan untuk mengetahui waktu

(5)

dan jumlah subjek mengalami paralisis atau kematian, setelah data didapat maka dilakukan analisis data dan evaluasi.

Alat :

Cawan petri, batang pengaduk, gelas ukur pinset anatomis, labu takar, toples, inkubator, termometer, pipet tetes, penghitung waktu, penangas air, timbangan, alat infudasi.

Bahan :

Ascaris suum goeze, daun kemangi, piperazin, aquadest.

Pengumpulan Data

Data penelitian adalah data kematian cacing Ascaris suum Goeze dari masing-masing konsentrasi sampel. Data diperoleh setelah melakukan pengujian efek anthelmintik infus daun kemangi (Ocimum Sanctum L.) terhadap cacing Ascaris suum Goeze yang paralisis atau mati setelah mengalami beberapa perlakuan dibandingkan dengan kontrol positif (Piperazin) dan kontrol negatif (Aquadest) dan infusa daun kemangi (Ocimum Sanctum L.) Dengan konsentrasi 20%, 40% dan, 60% kemudian data yang dihasilkan dibuat tabel rata-rata waktu paralisis atau kematian cacing untuk melihat perbedaan efek antelmintik terhadap cacing gelang babi.

Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan

Pengajuan permohonan determinasi tanaman ke Laboratorium Biologi Universitas Galuh Ciamis yang beralamat di Jl.RE.Martadinata Kabupaten Ciamis.

2. Pengambilan Bahan

Bahan yang digunakan adalah daun kemangi (Ocimum Sanctum L.) yang terdapat di daerah Ciamis, Jawa Barat dan subjeknya adalah cacing gelang babi, (Ascaris suum Goeze) yang masih hidup dan aktif bergerak, diambil dari usus halus babi yang diperoleh dari tempat penyembelihan hewan di Bandung, Jawa Barat.

3. Pembuatan Infusa

Konsentrasi infusa yang didapat dari hasil infudasi daun kemangi dibuat dengan berbagai konsentrasi (b/v) 20%, 40%, 60% dalam aquadest. Konsentrasi 20% terdiri dari 20 ml infusa daun kemangi konsentrasi 20% dan di tambahkan 5 ml NaCl, konsentrasi 40% terdiri dari 20 ml infusa daun kemangi 40 % dan di tambahkan 5 ml NaCl, dan konsentrasi 60% terdiri dari 20 ml infusa daun kemangi 60% dan ditambahkan 5 ml NaCl.

a. Cara pembuatan infus 20% Daun kemangi (Ocimum Sanctum L.) yang telah ditimbang sebanyak 20 gram dibungkus dengan kain flanel, kemudian sampel dimasukkan ke dalam gelas kimia yang telah diisi aquades sebanyak 100 ml, dipanaskan di atas penangas air selama 15 menit terhitung saat suhu mencapai 900C, sampel diangkat dan infus didinginkan selanjutnya dimasukkan ke dalam gelas ukur untuk dilakukan pengujian.

b. Cara pembuatan infus 40% Daun kemangi (Ocimum Sanctum L.) yang telah ditimbang sebanyak 40 gram dibungkus dengan kain flanel, kemudian sampel dimasukkan ke dalam gelas kimia yang telah

(6)

61

Nia Kurniasih: Efek Antelmintik Infusa Daun kemangi Terhadap Waktu Paralisis Atau Kematan Cacing Gelang Babi

diisi aquades sebanyak 100 ml, dipanaskan di atas penangas air selama 15 menit terhitung saat suhu mencapai 900C, , sampel diangkat dan infus didinginkan selanjutnya dimasukkan ke dalam gelas ukur untuk dilakukan pengujian. c. Cara pembuatan infus 60 % Daun kemangi (Ocimum Sanctum L.) yang telah ditimbang sebanyak 60 gram dibungkus dengan kain flanel, kemudian sampel dimasukkan ke dalam gelas kimia yang telah diisi aquades sebanyak 100 ml, dipanaskan di atas penangas air selama 15 menit terhitung saat suhu mencapai 900C, sampel

diangkat dan infus

didinginkan selanjutnya dimasukkan ke dalam gelas ukur untuk dilakukan pengujian. 4. Pembuatan Sampel Kontrol Positif

Ambil piperazin HCL 20% (Dosis Anak-Anak 1gram / 5ml), lakukan pengenceran dengan aquadest sampai larut, masukan sebagian piperazin HCL kedalam cawan petri.

5. Pembuatan Sampel Kontrol Negatif

Ambil aquadest sebanyak 20 ml lalu ditambahkan 5 ml NaCl. 6. Penafisan Fitokimia Terhadap Senyawa Saponin Penafisan fitokimia dilakukan dengan cara encerkan 1 ml

sediaan yang diperiksa dengan 10 ml air an kocok kuat - kuat selama 10 detik. Terbentuk buih yang mantap selama tiga kurang dari 10 menit setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang.( MMI Jilid IV ). 7. Langkah Penelitian

a. Siapkan 5 cawan petri yang ke 1 cawan petri di isikan larutan Aquadest (kontrol negatif) ke 2 cawan petri di isikan larutan piperazin (kontrol positif) ke 3 cawan petri di isikan larutan infusa dengan konsentrasi 20% ke 4 cawan petri di isikan larutan infusa dengan konsentrasi 40%, dan ke 5 cawan petri di isikan larutan infusa dengan konsentrasi 60%.

b. Dalam masing-masing cawan petri dimasukan cacing Ascaris suum, goeze sebanyak 3 ekor pada masing-masing cawan petri..

c. Untuk menentukan cacing mati atau hidup cacing cacing tersebut disentuh oleh pinset. Jika cacing tidak bergerak atau diam dipindahkan pada air 500C apabila cacing tetap diam berarti mati, dan jika bergerak berarti hanya paralisis

d. Hasil pengamatan yang diperoleh dicatat.

e. Penelitian dilakukan 3 kali replikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di Labolatorium Farmakologi Program Studi DIII Farmasi STIKes Muhammadiyah Ciamis. Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kemangi. Daun kemangi yang digunakan berasal dari daerah buniseuri kab. Ciamis. Daun kemangi ini diderterminasi identitas botaninya di Fakultas Biologi

(7)

Universitas Galuh Ciamis dengan hasil tanaman bernama spesies (Ocimum Sanctum L). (Hasil determinasi dapat di lihat di lampiran 1).

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah infusa dengan menggunakan pelarut aquadest, pertimbangan pembuatan infusa dilakukan dengan cara pemanasan karena secara tradisional daun kemangi digunakan dengan cara direbus, selain pengerjaannya mudah dan prosesnya cepat. Infusa yang didapat di uji pendahuluan yaitu uji penafisan fitokimia terhadap senyawa saponin karena senyawa saponin berperan penting dalam penelitian ini karena dapat berpungsi sebagai antelmintik. Dengan hasil pemeriksaan uji penafisan fitokimia terhadap senyawa saponin di dalam infusa daun kemangi adalah positif mengandung senyawa saponin ditandai dengan terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang, MMI Jilid IV (1980).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah in vitro Cacing yang digunakan yakni cacing gelang babi ( ascaris suum, Goeze). Cacing gelang babi dibagi 5 kelompok yaitu kelempok kontrol negatif diberikan larutan NaCl 0.9% karena larutan NaCl 0.9% sama dengan cairan tubuh, kelompok positif atau pembanding yang diberikan larutan piperazine karena mekanisme kerja dari piperazine sama seperti zat aktif yang mengakibatkan antelmintik yang terkandung didalam infusa daun kemangi yaitu saponin, serta tiga kelompok uji yang diberi infusa daun kemangi dengan variasi dosis yaitu batas bawah dengan

konsentrasi 20%, batas tengah dengan konsentrasi 40%, dan batas atas dengan konsentrasi 60%. Setiap kelompok masing masing 3 ekor cacing. Lalu amati respon yang terjadi terhadap cacing gelang babi, pengamatan dilakukan dengan melihat apakah cacing paralisis atau mati. Cacing-cacing tersebut diusik dengan batang pengaduk, apabila cacing diam maka dipindahkan ke dalam air dengan suhu 50ºC. Jika cacing bergerak kembali setelah dipindahkan kedalam air dengan suhu 500C maka cacing tersebut hanya mengalami paralisis dan jika cacing tetap diam maka cacing tersebut telah mati. pada konsentrasi dan menit keberapa terjadi paralisis atau kematian pada cacing gelang babi dilakukan pencatatan. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.

Data yang diperoleh berupa waktu terjadi paralisis atau kematian cacing gelang babi Ascaris suum, Goeze dari infusa daun kemangi dengan konsentrasi 20%, 40%, dan 60% dibandingkan dengan konsentrasi kontrol negatif NaCl 0.9% , dan kontrol positif piperazine 20% menggunakan dosis anak – anak.

Berdasarkan hasil rata-rata waktu dan jumlah cacing yang mengalami paralisis atau kematian cacing gelang babi menunjukan bahwa pada kontrol negatif dengan larutan NaCl 0,9% cacing gelang babi tidak mengalami paralisis atau kematian hal ini dibuktikan oleh Sentana (2010) yang menyatakan bahwa rata-rata kematian cacing pada pada larutan NaCl 0,9% adalah setelah 96 jam. Sehingga pada penelitian ini yang hanya 12 jam tidak terjadi paralisis atau kematian

(8)

63

Nia Kurniasih: Efek Antelmintik Infusa Daun kemangi Terhadap Waktu Paralisis Atau Kematan Cacing Gelang Babi

cacing. Pada kontrol positif dengan larutan piperazin sitrat terlihat mulai berefek antelmintik pada jam ke 3 sebesar 67% dan pada jam ke 5 terlihat adanya efek antelmintik sebesar 100%. Pada konsentrasi infusa daun kemangi 20% mulai terlihat berefek antelmintik pada jam ke 6 sebesar 11,13%, pada jam ke 7 terlihat berefek sebesar 44,6%, dan pada jam ke 8 sampai jam 12 terlihat berefek antelmintik sebesar 67% dari total hewan uji.

Pada konsentrasi infusa daun kemangi 40% mulai terlihat berefek antelmintik pada jam ke 6 sebesar 11,13% dan pada jam ke 7 sampai jam ke 12 terlihat berefek antelmintik sebesar 33,4% dari total hewan uji. Pada konsentrasi 60% mulai terlihat berefek antelmintik pada jam ke 6 sebesar 22,3%, pada jam ke 7 terlihat berefek antelmintik sebesar 55,8%, dan pada jam ke 8 sampai jam ke 12 terlihat berefek sebesar 67% dari total hewan uji.

dapat disimpulkan bahwa kontrol positif lebih efektif dibandingkan dengan kelompok perlakuan, akan tetapi jika dibandingkan dengan kontrol positif. konsentrasi infusa daun kemangi 60% memiliki efek paling baik efek sebagai antelmintik dilihat dari % rata-rata jumlah paralisis atau kematian cacing sebesar 22,33% pada jam ke 6, sedangkan pada konsentrasi infusa daun kemangi 20%, dan 40%, memiliki efek antelmintik pada jam ke 6 sebesar 11,13%.

Data rata-rata waktu dan jumlah paralisis atau kematian cacing gelang babi di uji normalitas untuk mengetahui data terdistribusi normal atau tidak dengan Kolmogorov-Sminov dan di uji homogenitas dengan didapatkan

hasil data terdistribusi normal dengan dinyatakan sig (p>0.05) analisis data terlampir. Selanjutnya dilakukan uji parametrik menggunakan uji Anova two way untuk mengetahui beda antara setiap konsentrasi infusa daun kemangi dan kelompok kontrol.

SIMPULAN

1. Infusa daun kemangi konsentrasi 20%,40%, dan 60% memiliki daya antelmintik terhadap cacing gelang babi secara in vitro, dengan rata-rata jumlah paralisis atau kematian cacing pada konsentrasi 29% sebesar 11,13%, konsentrasi 40% sebesar 11,13%, dan pada konsentrasi 60% sebesar 22,33%.

2. Konsentrasi terbaik infusa daun kemangi sebagai efek antelmintik adalah konsentrasi 60%.

3. Waktu paralisis atau kematian cacing gelang babi pada kontrol positif lebih efektif (berefek 100% pada jam ke 5) dibandingkan dengan waktu paralisis atau kematian cacing dalam kelompok uji infusa daun kemangi, tetapi infusa daun kemangi masih memiliki efek antelmintik.

SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian dengan batas waktu yang lebih lama sampai cacing gelang babi mengalami paralisis atau mati 100% untuk uji daya antelmintik infusa daun kemangi secara in vitro.

(9)

2. Perlu dilakukan pemilihan konsentrasi infusa daun kemangi yang lebih bervariasi (10%, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%)untuk uji daya antelmintik infusa daun kemangi.

DAFTAR PUSTAKA

DitjenPOM.(1979).“Farmakope Indonesia“,Edisi3,Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Ditjen POM. (2000). Pengertian Dekok. Tersedia dalam http://www.informasiobat.com

diakses [13 Januari 2016] Faust,

E.C., Russel, P.F., Jung, R.C. 1976. Clinical Parasitology.8th ed. Philadelphia : Lea dan Febiger, p : 338.

Garcia, L.S., Bruckner, D.A. 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Jakarta : EGC, pp : 145 – 138.

Gunawan, F. 2007. Uji efektivitas Daya Anthelmintik Perasan Buah Segar dan Infus daun

Mengkudu (Morinda

Citrifolia)\Terhadap Ascaridia Galli Secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Kedokteran, UNDIP, Semarang.

Harborne. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terjemahan:K.Padmawinata, I. Sudiro. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Hariana, A. 2007. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta : Penebar Swadaya, pp : 27 – 26. Hestiningsih dkk. 2004. Identifikasi Jenis Cacing Perut pada Anak Usia Balita di Daerah ROB Kecamatan Semarang, Utara Kotamadya Semarang.

http://www.undip.ac.id/riset/riset_p ub_fkm.htm (27 Februari 2004) Katzung B.G. 1998. Farmakologi dasar dan Klinik. Jakarta : EGC, pp : 857 – 837.

Loreille, O., & Bouchet, F. 2003. Evaluation of Ascaris in Human and Pigs: A Multi-Disciplinary Approach.

Kuntari, T. 2008. Daya Antihelminthik Air Rebusan \Daun Ketepeng. Jurnal Logika. 5 : 8

Makkar, H.P.S. 2002. Appications of the in vitro gas method in the evaluation of the feed Resources, and enchancement of nutrional value of tanin – rich tree /browse and agro industrial by-product. Di dalam:

Develotment and Field Evaluation of Animal feed Suuplementation Packegas. IAEA TECDOC -1294. Austria : IAEA. Hlm 23-40. Mangoting, D., Irawan, I.,

Abdullah, S. 2005. Tanaman Lalap Berkhasiat Obat. Jakarta : Penebar Swadaya, pp : 42 – 3. Margono, S.S., Abidin, S.A.N.

(10)

65

Nia Kurniasih: Efek Antelmintik Infusa Daun kemangi Terhadap Waktu Paralisis Atau Kematan Cacing Gelang Babi

Parasitologi Kedokteran. Jakarta ; Gaya baru, pp : 11 – 8.

Medica, V., Ruslan, W., Nawawi, A. 2004. Telaah Fitokima Daun Kemangi (Ocimum americanum L).Fakultas Farmasi Institut Teknologi Bandung. Skripsi. Miyazaki, I. 1991. Helminthic Zooneses. Tokyo : International Medical Foundation of Japan, pp : 305 – 290.

Noble, E.R. dan Noble, G.A. 1989. Parasitologi : Biologi Parasit Hewan. Jogjakarta : Gadjah Mada University, pp : 600 – 9. Onggowaluyo, J.S. 2002. Parasitologi Medik I. Jakarta : EGC, pp :15 – 12.

Pohan, H.T. 2006. Penyakit Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah in Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, p : 1786.

Pohan.Imbalo.2007.Jaminan Mutu Layanan Kesehatan : Dasar- Dasar Pengertian Dan Penerapan. Jakarta: EGC.

Rasmaliah. 2001. Askariasis dan Cara penanggulangannya. Tersedia di URL:http://library.usu.ac.id/downloa d/fkm/fkm-rasmaliah.pdf

Sadono, 2001.Daya

Anthelmintik Infus Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L) terhadap Ascaridia Galli secara in vitro. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta. Skripsi

Samodra,L. 2003. Daya

Anthelmintik Infus Daun Sirsak (Annona Muricata L) terhadap Cacing Fasciola gigantic secara in vitro. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,Yogyakarta. Skripsi Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha Ilmu. Yogyakarta Shoff W.H. 2008. Ascariasis. Emedicine [serial online] tersedia di URL:

http://emedicane.medscape.com/arti cle/996482- overview

Sirait M.2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung : Institut Teknologi Bandung, 129-156, 170, 213-217. Siswandono & Soekarjo, B. 1995. Kimia Nedisinal. Surabaya: Airlangga University Press

Sudarsono, Gunawan, D., Wahyuono, S., Danatus, I.A. Purnomo. 2002. Tumbuhan Obat II.

Yogyakarta : Pusat Studi Obat Tradisional, pp : 136 – 8. Sukarban, S. dan Santoso, S.O. Antelmintik in Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru, p : 530.

Supriastuti. 2006. Infeksi soil transmitted helminth: Ascariasis, trichuriasis dan cacing tambang. Universa medicina. Vol 25 No. 2. Tersedia di URL: http://www.univmedorg/wp- content/uploads/201204/Tutik. pdf.

(11)

Soeharsono. 2002. Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Volume 1. Yogyakarta: Kanisius. 79-80. Syahid. 2006. Pengaruh Efek

Antihelmintik Ekstrak Putri Malu (Mimosa pudica) terhadap Ascaris suum Goeze Secara In Vitro. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi

Tiwow.D et al.(2013). Uji Efek Antelmintik Ekstrak Etanol Biji Pinang (Areca Catechu) Terhadap Cacing Ascaris Lumbricoides Dan Ascaridia Galli Secara In Vitro. Program Studi Farmasi Fakultas MIPA UNSRAT Manado. Skripsi Tjitrosoepomo, G. 2002.

Taksonomi tumbuhan

(Spermatophyta). Yogyakarta : Gajah Mada University Press, pp : 377 – 374. Utari Cr. S. 1997. Cacing-Cacing Gilig. Surakarta: Universitas Sebelas Maret, p :12.

Wang, C.K., and Lee, W.H. 1996. Separation, Characteristics, and Biological Activities of Phenolics in Areca Fruit. J. Agric. Food Chem. 44: 2014 -2019

Yamaguchi T. 1994. Rasa sakit di abdomen dan Gejala-gejala Gastroinal. Editor:Maylani Handojo., Peter Anugerah. Dalam: Atlas Berwarna Parasitologi Klinik. Jakarta: EGC. H. 177-180.

Referensi

Dokumen terkait

Biaya adalah semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu proses produksi, yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar yang berlaku, baik yang

memenuhi atau dapat melebihi kualitas pelayanan yang diharapkan. Menurut Tjiptono, definisi kualitas pelayanan ini adalah upaya pemenuhan kebutuhan yang diiringi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Modul Achievement Motivation Training (AMT) dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi berprestasi dalam bekerja pada karyawan produksi

Selain itu penelitian ini juga menggunakan teori sosiologi perilaku yang memusatkan perhatiannya kepada hubungan antara akibat dari tingkah laku yang terjadi di

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan gambaran kondisi pendidikan anak, peran orangtua dalam proses pendidikan anak dalam keluarga, dan pengaruh lingkungan

Komponen konatif adalah komponen yang mengindikasikan kesediaan responden untuk melakukan perilaku yang berkaitan dengan objek sikap, begitu pula dengan konten alat

Marketing Public Relations menggunakan Three Ways Strategy (Push, Pull, Pass) yaitu karena strategi ini mencakup bagian Marketing Public Relations yang digunakan oleh

Sementara itu, Abas Nurga- ha, aktivis muda Partc:!.i Golkar Jabar mengatakan, masalah yang terjadi di tubuh Golkar Jabar yaitu kemandekan ka- derisasi karena Golkar merasa..