• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Penelitian Hayati UNAIR (accredited DIKTI), Special Edition No. 4E Tahun ISSN:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Penelitian Hayati UNAIR (accredited DIKTI), Special Edition No. 4E Tahun ISSN:"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI MAHASISWA ITB TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI

ITB DALAM RANGKA PENGEMBANGAN KONSEP ECO CAMPUS

Mochammad Chaerul1, Yandi Rama Krisna2

,

Fazlur Rahman Hasan

1

chaerul_2000@yahoo.com

,

2yandi2808@gmail.com

Program Studi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganecha 10, Bandung, Jawa Barat

Abstrak – Kesadaran akan pentingnya perlindungan lingkungan saat ini telah merambah di segala aspek

kehidupan, tak terkecuali dunia pendidikan. ITB mencoba mengimplementasikan hal tersebut melalui penyusunan suatu konsep eco-campus. Untuk menggambarkan kondisi eksisting kampus, diperlukan informasi terkait persepsi, pendapat dan penilaian dari semua stakeholder, termasuk mahasiswa sebagai populasi terbesar di lingkungan kampus. Kuesioner diberikan kepada 200 orang responden dari sekitar 20.000 total mahasiswa ITB. Konsumsi energi masih dinilai wajar walaupun mahasiswa bersedia untuk berhemat ketika mengetahui besarnya pengeluaran untuk listrik. Lebih dari 50% responden masih berpendapat sistem drainase di kampus Ganesha ITB masih baik dan 75% responden mendukung kalau potensi air hujan perlu dimanfaatkan. 60% responden juga mengapresiasi positif adanya pusat pengolahan sampah terpadu yang dikelola secara swadaya oleh ITB di Sabuga. Kualitas udara masih dianggap cukup baik dan 90% responden bersedia mengurangi penggunaan kendaraan bermotor pribadi ke kampus. Walaupun 50% responden menyatakan sudah cukup dan merasa nyaman, tingkat sanitasi dari kantin yang ada di ITB dipersepsikan secara berbeda oleh mahasiswa. Hasil kuesioner yang telah diperoleh selanjutnya akan dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan konsep eco-campus, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan pengadaan berbagai macam infrastruktur untuk menuju kampus ITB yang berwawasan lingkungan..

Kata Kunci: eco-campus, ITB, kampus Ganesha, persepsi, mahasiswa, air, energi, kualitas udara,

higienitas

PENDAHULUAN

Dewasa ini, isu-isu lingkungan menjadi topik hangat di kalangan akademisi, perencana, maupun praktisi. Isu-isu lingkungan yang dimaksud antara lain penurunan kualitas udara, global warming, terbatasnya pengelolaan limbah dan sampah, dan lain-lain. Berbagai studi dan diskusi dilakukan guna mencari pemahaman dan solusi bersama akan penanganan isu lingkungan yang efektif dan efisien. Pada umumnya, penanganan isu-isu lingkungan tersebut sifatnya pada tataran makro mengenai konsep/metode penanganan dan belum pada tataran edukasi bagi komunitas yang berada dalam lingkungan tersebut. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu konsep penanganan isu lingkungan pada level yang lebih mikro dan adanya partisipasi langsung peran komunitas dalam lingkungannya sebagai produk dari proses edukasi yang diperoleh oleh komunitas itu sendiri. Kampus merupakan salah satu komunitas yang mempunyai potensi untuk berkontribusi dalam mewujudkan masyarakat yang ramah lingkungan (eco community) melalui peningkatan pemahaman dan kepedulian (ecoliteracy), dan perancangan unsur-unsur lingkungan binaannya secara ekologis (ecodesign). Demikian halnya dengan kampus Institut Teknologi Bandung yang berada dalam wilayah Kota Bandung mempunyai potensi untuk menjadi kampus yang berwawasan lingkungan (eco-campus/green campus) dengan mengedepankan konservasi, penghematan (reduce, reuse, recycle), dan penanganan yang baik dan partisipatif, sehat dan berwawasan lingkungan. Dalam hal ini tujuannya adalah meningkatkan kepedulian masyarakat kampus untuk mewujudkan kampus yang bersih, hijau, tertib, dan nyaman, dimana berbagai unsur bangunan dalam kampus bersama-sama dengan lingkungan dan fasilitasnya yang diarahkanuntuk berfungsi dalam kondisi yang semakin ramah lingkungan.

Konsep eco-campus merupakan konsep pengelolaan yang dikembangkan oleh komunitas institusi untuk mewujudkan lingkungan kampus hijau dan berwawasan lingkungan dengan mengedepankan konservasi, penghematan (reduce, reuse, recycle), dan penanganan yang baik, sehat, serta berwawasan lingkungan. Kelompok target (target group) dari konsep eco-campus ini adalah seluruh civitas akademika institusi (Koester et al., 2006). Konsep eco-campus ini bertujuan untuk keberlanjutan (sustainability) kehidupan kampus melalui penataan lingkungan binaan agar terjadi keserasian antar penghuninya, konservasi sumber daya alam berdasarkan prinsip ekologi, pemanfaatan sumber daya dengan prinsip penghematan (bahan, air, dan energi), penggunaan bahan dan energy yang ramah lingkungan, pengurangan timbulnya emisi dan limbah, dan pengelolaan limbah terbentuk dengan prinsip guna-ulang (reuse), daur ulang (recycle), dan penanganan yang baik (Bonnet et al., 2002). Pengembangan konsep eco-campus di Indonesia perlu diprakarsai sebagai wujud pencapaian keberlanjutan kampus dengan dengan meningkatkan kepedulian lingkungan civitas akademis dan menggali peluang bagi kampus untuk berkontribusi menuju pembangunan yang berkelanjutan melalui edukasi, penelitian, dan interaksi dengan komunitas yang lebih luas, serta melalui beberapa proyek kampus yang dapat menjadi contoh/studi kasus.

(2)

Jurnal Penelitian Hayati UNAIR (accredited DIKTI), Special Edition No. 4E Tahun 2011. ISSN: 085206834

METODOLOGI

Dalam melakukan penelitian tentang persepsi mahasiswa ITB terkait pengelolaan lingkungan guna mendukung konsep pengembangan Eco Campus. Pengembangan model Eco Campus ini dilakukan sesuai dengan metode penelitian seperti tampak pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Metodologi Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan pengambilan sampling dengan metode stratifikasi. Dengan mengelompokkan sesuai dengan program studi mahasiswa di ITB yang berjumlah 28 program studi. Jumlah sampling ditentukan berdasarkan perkiraan jumlah mahasiswa S1 ITB yang berjumlah 20.000 orang. Dengan menggunakan sitem akar dalam menentukan sampling, maka didapat jumlah sampel minimal adalah 141 orang. Dengan mempertimbangkan jumlah progra m studi yang cukup banyak dan memperbesar probabilitas keakuratan data yang diperoleh maka diambil jumlah sampel sebanyak 200 orang dengan pembagian 6-7 orang tiap program studi.

HASIL DAN DISKUSI Penggunaan Energi di ITB

Hasil survey tentang penggunaan energi di ITB bermaksud untuk mengetahui tingkat efektifitas pemanfaatan listrik di ITB. Besaran biaya listrik yang ditanggung oleh ITB tiap bulannya rata-rata adalah Rp.600.000.000,- s/d Rp.700.000.000,- (Direktorat sarana prasarana ITB, 2009). Mengingat besarnya potensi pemborosan listrik dari penggunaan alat-alat seperti lampu, komputer, air conditioner (AC), kipas angin, dispenser, TV, alat-alat laboratorium yang menggunakan listrik dan lain-lain.

Pada penelitian ini difokuskan pada penggunaan listrik di lampu. Selain itu juga, diteliti beberapa alat-alat yang menggunakan listrik yang berpotensi menjadi faktor pemborosan listrik.. Hasil dari observasi lapangan menunjukkan bahwa banyak terdapat ketidakefektifan penggunaan lampu.

Kebutuhan mahasiswa akan alat-alat elektronik seperti PC, laptop, fotocopy, printer dan alat-alat listrik lainnya berbanding lurus dengan meningkatnya biaya listrik ITB tiap bulannya. Dari hasil penelitian (Gambar 2a) didapat bahwa sebesar 50% responden menyatakan bahwa penggunaan listrik sudah sesuai standar, 43% menyatakan penggunaan listrik di ITB boros dan sisanya mengatakan hemat.

Sedangkan jika dilihat dari tingkat pengetahuan masyarakat kampus tentang berapa biaya yang dikeluarkan ITB untuk membayar rekening listrik tiap bulannya dirasakan masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari hasil kuesioner pada Gambar 2b bahwa sebesar 65% responden tidak mengetahui berapa biaya yang dikeluarkan ITB tiap bulannya untuk membayarlistrik.

Penggunaan energi alternatif di ITB telah menjadi solusi alternatif dari krisis energi yang ada saat ini. Aplikasi dari penggunaan energi alternatif ini dapat dilihat pada lampu taman yang menggunakan energi surya. Teknologi lampu tenaga surya ini merupakana sumbangan dari alumni-alumni ITB. Adanya lampu tenaga surya ini diharapkan ITB dapat menjadi motor penggerak nasional pengembangan teknologi lampu tenaga surya. Walaupun lampu jenis ini masih sangat mahal tapi diharapkan akan terus ada penelitian untuk menyempurnakan lampu jenis ini dan membuat nilai dari lampu tersebut menjadi ekonomis.

(3)

Gambar 2. Persepsi dan Pengetahuan terkait Penggunaan Energi di ITB Pengelolaan Sumber Daya Air Hujan

Tingginya intensitas hujan di ITB membuat beberapa titik terjadi kelebihan air atau banjir. Sistem drainase yang ada tidak dapat menampung lagi jumlah air hujan. Sedangkan sistem drainase ITB langsung menuju ke sistem drainase kota Bandung. Dengan meningkatnya debit air hujan dan menyebabkan terjadinya run off secara berlebih. Dilihat dari sisi pengelolaan terdapat potensi pemanfaatan air hujan berlebih ini dengan rekayasa teknologi.

Pengelolaan air juga termasuk didalamnya adalah pengelolaan air limpahan hujan yang berpotensi untuk membuat genangan bahkan hingga terjadi banjir. Hal ini disebabkan beberapa faktor dimana salah satunya adalah kapasitas dari drainase ITB yang tidak mencukupi lagi. Drainase ITB bermuara langsung ke drainase kota Bandung. Jika mengacu kepada konsep penerapan eco campus sudah seharusnya ITB membuat sistem pengelolaan air hujan secara mandiri.

Dari hasil penelitian (Gambar 3a) didapat bahwa 59% responden menyatakan kondisi drainase ITB masih cukup baik, 24% tidak baik, 16% baik dan hanya 1% yang menyatakan sangat baik. Walaupun demikian perlu peninjauan lebih lanjut terutama tentang kapasitas drainase di beberapa titik yang menyebabkan terjadinya banjir.

Pemanfaatan air hujan harus dilakukan dengan mengacu kepada konsep bidang resapan ataupun pemanfaatan kembali. Hal ini dilakukan agar dapat mengurangi beban banjir yang hingga saat ini masi menjadi masalah lingkungan di Bandung yang tak kunjung terpecahkan. Sesuai dengan hasil penelitian (Gambar 3b) didapat bahwa 75% responden setuju untuk perlunya dilakukan pemanfaatan air hujan.

(4)

Jurnal Penelitian Hayati UNAIR (accredited DIKTI), Special Edition No. 4E Tahun 2011. ISSN: 085206834

Gambar 3 Persepsi terkait Pengelolaan Air Hujan Pengelolaan Sampah

Untuk pengelolaan sampah ITB telah memulai sistem pengelolaan yang mengarah kepada kemandirian pengelolaan sampah. Hal ini dimulai dari sistem pewadahan hingga ke tempat pemrosesan akhir sampah ITB. Telah lebih dari 4 tahun ITB mempunyai sistem pengelolaan sampah terpusat dengan nama Pusat Pengelolaan Sampah (PPS) ITB yang berlokasi di Sabuga. Secara kelembagaan PPS ITB berada langsung di bawah Direktorat Sarana Prasarana. Di ITB telah ada pewadahan sampah dengan sistem pemilahan 2 jenis sampah yaitu; sampah yang dapat membusuk (warna hitam) dan sampah yang tidak dapat membusuk (warna putih). Selain itu, Direktorat Sarana Prasarana juga melakukan peremajaan terhadap tong sampah jenis kaleng dalam periode tertentu. Hal ini dilakukan karena umur pakai dari tong sampah jenis ini hanya sekitar 3 tahun. Banyaknya tong sampah yang rusak membuat ITB memerlukan biaya tambahan untuk mengganti unit tong sampah tersebut. Direktorat Sarana Prasarana juga merancang tong sampah jenis kaleng dengan penutup. Kelebihan dari tong sampah dengan penutup ini adalah sampah tidak akan terkena air hujan sehingga nilai ekonomis dari sampah tidak akan terlalu berkurang. Dapat dilihat juga pada gambar di bawah ini tong sampah portable yang terbuat dari plastik. Tong sampah ini biasa digunakan untuk mengambil sampah dari sumber untuk dikumpulkan di titik-titik pengumpulan sampah ITB.

Selain tong sampah jenis kaleng, terdapat juga beberapa titik tong sampah permanen dari konstruksi semen dan batubata. Tong sampah jenis ini mempunyai batas umur pakai yang jauh lebih lama dibandingkan tong sampah jenis kaleng.

Pengelolaan sampah di ITB mengacu pada hasil penelitian (Gambar 4a) yang dilakukan, bahwa persepsi masyarakat kampus menyatakan pengelolaan sampah 60% menyatakan pengelolaan sampah di ITB cukuip baik, 22% tidak baik, 16% baik dan hanya 2% sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa masih belum optimalnya kondisi pengelolaan sampah eksisting. Sedangkan untuk jumlah pewadahan sampah sesuai dengan hasi penelitian (Gambar 4b) didapat bahwa sebesar 47% menyatakan jumlah tong sampah sudah cukup, 45% menyatakan masih kurang, 7% menyatakan sangat kurang dan 1 % menyatakan berlebih. Hal ini perlu dikaji lebih lanjut dengan menyesuaikan jumlah timbulan sampah di ITB.

Kondisi eksisting pewadahan sampah sesuai dengan hasil observasi adalah terdapat berlebihnya kapasitas pewadahan. Selain itu, dapat dilihat juga ketidaksesuaian jenis sampah dengan jenis pewadahannya. Hal ini mengindikasikan bahwa masih kurangnya kesadaran masyarakat kampus dalam hal pemilahan sampah. Permasalahan tersebut juga dapat dilihat dari faktor teknis seperti kapasitas tong sampah yang tidak sesuai dengan jumlah timbulan sampah dan sistem penjadwalan pengumpulan sampah yang belum efektif. Upaya untuk mengoptimalkan fungsi tong sampah pemilahan ini juga dapat dilakukan dengan cara membuat program kampanye secara bertahap kepada masyarakat kampus.

(5)

Gambar 4. Penilaian Pengelolaan Sampah

Dari hasil penelitian pada Gambar 5a tentang persepsi responden terhadap kondisi wadah sampah di ITB, sebesar 46% menyatakan kurang baik, 42% menyatakan baik, 11% tidak baik dan hanya 1% menyatakan wadah sampah dalam kondisi tidak baik. Sesuai dengan hasil observasi dapat diketahui bahwa kondisi tong sampah sudah mengalami kerusakan dan harus segera dilakukan peremajaan.

(6)

Jurnal Penelitian Hayati UNAIR (accredited DIKTI), Special Edition No. 4E Tahun 2011. ISSN: 085206834

Sedangkan pada Gambar 5b tentang penempatan wadah sampah di ITB, sebesar 44% responden menyatakan sedikit kurang tepat, 38% mengatakan tepat, 17% banyak yang tidak tepat dan 1% penempatannya sudah sangat tepat. Banyaknya tong sampah seharusnya akan meningkatkan kesadaran “pemilik” sampah untuk dapat membuang sampah di tempatnya dan sesuai dengan jenisnya. Upaya kampanye tentang pemilahan sampah harus terus dilakukan dan juga harus didukung dengan peraturan. Dengan mengoptimalkan peran dan fungsi masing-masing lembaga diharapkan pemilahan sampah ini dapat berjalan optimal.

Kualitas Udara

Pentingnya menjaga kualitas udara menjadi solusi untuk menjawab isu tentang pemanasan global. Oleh karena itu, upaya menjaga kualitas udara harus terus diupayakan agar selaras dengan uapaya dunia untuk mengurangi laju pemanasan global (Lukman et al., 2009). ITB harus mulai merencanakan secara detail tentang upaya menjaga kualitas udara di lingkungan ITB sendiri.

Dari hasil penelitian (Gambar 6a) didapat bahwa sebesar 52% menyatakan kualitas udara di ITB cukup baik, 43% menyatakan baik, 3% menyatakan tidak baik dan 2% menyatakan sangat baik. Hasil ini mengindikasikan bahwa kualitas udara di ITB masih baik dikarenakan masih banyaknya pepohonan hijau. Fungsi pepohonan ini menunjang kualitas udara di lokasi kampus ITB. Sedangkan untuk kesediaan responden pada Gambar 6b untuk mengurangi polusi di udara didapat bahwa sebesar 90% responden bersedia untuk mengurangi polusi udara dan 10% menyatakan tidak bersedia. Ketidaksediaan masyarakat kampus ini dikarenakan banyak faktor baik itu tentang faktor kenyamanan dalam berkendara dan lain-lain.

Sanitasi Kantin ITB

Kesehatan masyarakat kampus ITB sangat tergantung dari sanitasi kantin di dalam ITB dan pedagang kaki lima yang berada di sekitar ITB sebagai sumber makanan masyarakat kampus. Sanitasi kantin dan PKL akan berdampak langsung terhadap kesehatan mahasiswa.

Kondisi dan kualitas makanan pada awalnya ditentukan dengan bagaimana cara membuat makanan tersebut. Seperti yang terlihat pada Gambar 7. lebih dari 50% responden menyatakan tidak mengetahui bagaimana cara membuat makanan di kedua tempat tersebut.

Idealnya konsumen harus mengetahui bagaimana cara membuat makanan yang akan mereka konsumsi. Dengan mengetahui cara pembuatan setidaknya konsumen dapat menilai tingkat higienisitas yang akan berpengaruh terhadapa kesehatan konsumen. Konsumen juga dapat memilih makanan yang dinilai sehat dan higienis.

(7)

Gambar 7. Cara pembuatan makanan di kantin ITB dan PKL

Cara penyajian makanan akan mempengaruhi minat dan selera konsumen untuk membeli makanan tersebut. Penyajian makanan di kantin ITB menurut persepsi masyarakat kampus sebesar 90% cukup bersih, 5,5% tidak higienis dan 4,5% sangat bersih. Sedangkan untuk PKL didapat bahwa sebesar 61% cukup bersih, 37,5% tidak higienis dan 1,5% sangat bersih (Gambar 8). Selain untuk mempengaruhi minat konsumen, cara penyajian juga berkorelasi terhadap kesehatan konsumen. Semakin higienis cara penyajian maka akan semakin kecil pula vektor penyebaran penyakit lewat makanan.

Kapasitas tempat duduk akan berpengaruh langsung terhadap tingkat kenyamanan konsumen saat makan di kantin ITB dan PKL. Dari hasil penelitian didapat bahwa sebesar 56,5% responden menyatakan bahwa kapasitas tempat duduk di kantin ITB sudah cukup dengan tingkat kenyamanan mencapai 73,5%.

Gambar 8 Cara penyajian makanan di kantin ITB dan PKL

Sedangkan pada Gambar 9, untuk PKL sebesar 40,5% merasa cukup dengan kapasitas tempat duduk dengan tingkat kenyamanan 50%. Kesesuaian antara kapasitas tempat duduk dengan laju konsumen tiap harinya akan berpengaruh terhadap tingkat kenyamanan konsumen untuk mengkonsusmsi makanan setiap harinya.

Cara pencucian alat-alat makan juga akan sangat mempengaruhi ketertarikan konsumen untuk berbelanja di suatu tempat penjualan makanan. Apalagi jika konsumen tersebut berasal dari kalangan yang cukup terpelajar, maka standar kebersihan menjadi prioritas dalam faktor penentu tempat berbelanja makanan. Tidak semua kantin dapat diketahui cara pencucian alatnya oleh konsumen, karena tempat pencucian alat-alat makan suatu kantin biasanya terletak di bagian belakang kantin yang tidak terlihat oleh konsumen.

58,5 3 24 14,5 51,5 19 23 6,5 0 10 20 30 40 50 60 70

Tidak tahu Tidak higienis Cukup higienis Higienis Kantin ITB PKL 5,5 90 4,5 37,5 61 1,5 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Tidak higienis Cukup bersih Sangat bersih

(8)

Jurnal Penelitian Hayati UNAIR (accredited DIKTI), Special Edition No. 4E Tahun 2011. ISSN: 085206834

Berbeda halnya dengan pedagang kaki lima yang biasa mencuci alat-alat makannya di tempat yang bisa terlihat oleh konsumen, sehingga hal tersebut dapat menjelaskan mengapa hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 46% responden yang mengatakan tidak tahu terhadap cara pencucian alat-alat makan pada PKL sedangkan untuk kantin ITB tingkat ketidaktauan responden mencapai 68%. Sebenarnya dari kebersihan kantin dan hasil pencucian alat-alat makan saja sudah dapat diduga bagaimana cara pencucian alat-alat makan tersebut apakah memenuhi standar kebersihan atau tidak.

(a) Kapasitas tempat duduk di kantin ITB dan PKL

(b) Kenyamanan saat makan di kantin ITB & PKL Gambar 9 Persepsi Pelayanan Kantin ITB dan PKL

Gambar 10a menunjukkan 10.5% responden merasa yakin cara pencucian di kantin ITB higienis dan hanya 2.5% responden yakin akan cara pencucian PKL. Dari hasil penelitian didapatkan terlihat cara pencucian alat-alat makanannya kantin ITB dan PKL

41 56,5 2,5 57 40,5 2,5 0 10 20 30 40 50 60

Tidak sesuai Cukup Berlebih

Kantin ITB PKL 73,5 13,5 13 50 32 18 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Ya Tidak Ragu-ragu Kantin ITB PKL

(9)

(a) Cara Pencucian

(b) Kondisi alat makan saat dicuci Gambar 10. Tingkat Higienitas Kantin ITB & PKL

Pada Gambar 11. menunjukkan bahwa 48,5% responden menyatakan ketidaktahuannya terhadap persampahan kantin di ITB, sedangkan 34,5% responden menyebutkan bahwa kantin ITB memiliki tempat sampah kgusus. Dari gambar yang sama juga diketahui bahwa 66,5% responden tidak mengetahui kondisi persampahan PKL, sedangkan 21.5% responden menyebutkan bahwa sampah yang berasal dari PKL dibuang ke saluran drainase.

Gambar 11. Kondisi Pengelolaan Sampah di Kantin ITB dan PKL

68 10 11,5 10,5 46 40,5 11 2,5 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Tidak tahu Tidak higienis Cukup higienis Higienis Kantin ITB PKL 66,5 8 17,5 7,5 0,5 50,5 36,5 9,5 3,5 0 0 10 20 30 40 50 60 70

Tidak tahu Tidak higienis Cukup higienis Higienis Sangat Higienis Kantin ITB PKL 48,5 34,5 8 8 1 66,5 7 21,5 2,5 2,5 0 10 20 30 40 50 60 70

Tidak tahu Sampah khusus

Drainase Dipisahkan Lain-lain

(10)

Jurnal Penelitian Hayati UNAIR (accredited DIKTI), Special Edition No. 4E Tahun 2011. ISSN: 085206834

KESIMPULAN

Berbagai persepsi mahasiswa ITB terhadap berbagai aspek pengelolaan lingkungan di kampus Ganesha menunjukkan bahwa masih memungkinkan adanya perbaikan, terutama terkait infrastruktur lingkungan, yang dapat dilakukan oleh ITB dalam rangka menuju ITB eco-campus. Dengan adanya keunggulan di bidang teknologi, maka penerapan eco-campus di ITB diarahkan untuk lebih banyak mengimplementasikan berbagai hasil penelitian teknologi yang telah dilakukan, diantaranya terkait pengelolaan air, energy terbarukan, pengelolaan sampah dan kesehatan lingkungan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Makalah ini merupakan bagian dari penelitian induk yang berjudul “Pengembangan Konsep Eco-Campus di Institut Teknologi Bandung”. Penelitian tersebut didanai sepenuhnya melalui Riset Unggulan ITB tahun 2010.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jean-Francois Bonnet, Christophe Devel, Patrick Faucher, Jacques Roturier, 2002, Analysis of electricity and water end-uses in university campuses: case-study of the University of Bordeaux in the framework of the Ecocampus European Collaboration, Journal of Cleaner Production, Vol. 10, No. 1, Hal. 13–24 2. Rebeka Lukman, Abhishek Tiwary,Adisa Azapagic, 2002, Towards greening a university campus:

The case of the University of Maribor, Slovenia, Resources, Conservation and Recycling, Vol. 53, No. 11, Hal. 639-644

3. Robert J. Koester, James Eflinand, John Vann, 2006, Greening of the campus: a whole-systems approach, Journal of Cleaner Production, Vol. 14, No. 10, Hal. 769-779

Gambar

Gambar 1. Metodologi Penelitian
Gambar 2. Persepsi dan Pengetahuan terkait Penggunaan Energi di ITB
Gambar 3 Persepsi terkait Pengelolaan Air Hujan
Gambar 4. Penilaian Pengelolaan Sampah
+4

Referensi

Dokumen terkait

dilakukannya suatu studi kelayakan investasi alat angkut Perum BULOG melalui optimasi rute dan jumlah kendaraan dalam penyaluran raskin divre DKI Jakarta dengan menggunakan

37 DAK Bidang Kesehatan Pelayanan Kesehatan Dasar -Pengadaan, Peningkatan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana Puskesmas/ Puskesmas Pembantu dan Jaringannya Lokasi Kegiatan :

Karena bertolak dari sini, maka dengan bantuan suatu senyawa penyidikjaringan yang sesuai akan dapat ditentukan apakah suatu em- brio dalam kandungan itu masih hidup atau telah

Halaman bobot masuk halaman berfungsi untuk menampilkan data input dari kriteria calon supplier sepatu keselamatan, seperti yang terlihat pada gambar 9.. Gambar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya responden yang menyatakan bahwa mutu pelayanan VCT cukup baik, yaitu 61 orang (93,3%) sedangkan yang menyatakan hubungan

Komponen kelayakan isi (materi) mencakup: (a) kesesuaian dengan kurikulum, SK, dan KD; (b) kesesuaian dengan kondisi siswa, sekolah, dan daerah; (c) materi harus

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya responden yang menyatakan bahwa mutu pelayanan VCT cukup baik, yaitu 61 orang (93,3%) sedangkan yang menyatakan hubungan

Sintesis yang tidak efektif, pada pasien gagal ginjal akut terjadi karena berkurangnya jumlah sel yang ada di dalam ginjal dan penurunan aliran darah portal ke ginjal yang