• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH YANG TELAH DITERBITKAN SERTIFIKAT HAK MILIK. A. Pengaturan Tentang Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH YANG TELAH DITERBITKAN SERTIFIKAT HAK MILIK. A. Pengaturan Tentang Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH YANG TELAH DITERBITKAN SERTIFIKAT HAK MILIK

A. Pengaturan Tentang Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik

Pada tanggal 8 Juli 1997 ditetapkan dan diundangkannya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ( Lembaran negara Republik Indonesia No. 97 tahun 1997 ) sedangkan penjelasannya terdapat dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.3696. Sebelumnya telah ada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, yang sejak tahun 1961 mengatur pelaksanaan pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960.

Masalah tanah di Indonesia telah mendapat perhatian yang sangat luas dan mendalam dikalangan masyarakat. Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum. Pendaftaran tanah tersebut kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah di seluruh Indonesia.

Kondisi masyarakat Indonesia hingga saat ini masih sangat tergantung pada kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha sebagian besar yang bersifat agraris sehingga tanah merupakan tumpuan harapan bagi masyarakat guna dapat melangsungkan asas dan tata kehidupan.

(2)

Asas pendaftaran tanah yang dianut dalam Undantg-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yaitu berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. Untuk objek pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu sebagai berikut:38

1. Objek Pendaftaran Tanah meliputi:

a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai;

b. Tanah hak pengelolaan; c. Tanah wakaf;

d. Hak milik atas satuan rumah susun; e. Hak tanggungan;

f. Tanah Negara.

2. Dalam hal tanah Negara sebagai objek pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan sebidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam daftar tanah.

1. Dasar Hukum Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pada ketentuan menimbang poin b dibunyikan bahwa pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ditugaskan kepada Pemerintah, merupakan sarana dalam memberikan jaminan kepastian hukum yang dimaksudkan, pelaksanaan pendaftaran

38

(3)

tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah, meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah.

Hak atas tanah mempunyai peran yang amat penting dalam kehidupan manusia oleh karenannya di dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 telah ditentukan bahwa tanah-tanah di seluruh wilayah negara Republik Indonesia harus di inventarisasikan sedemikian rupa sehingga benar-benar membantu usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam rangka mewujudkan keadilan sosial.

Dengan demikian, dasar hukum pendaftaran atas tanah hak milik berpedoman kepada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria tersebut.

Meski terdapat beberapa peraturan yang berkaitan dengan Hak atas Tanah. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Hak atas Tanah:

a. Undang-Undang Nomor 3/Prp/1960 tentang Penguasaan Benda-benda tetap milik perseorangan Warga Negara Belanda (P3MB).

b. UU No.51/1960 tantang Larangan pemakaian tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya.

c. PP No.40/1996 tentang HGU, HGB dan HP atas tanah.

d. PP No.39/1973 tentang Acara penetapan ganti rugi oleh Pengadilan Tinggi sehubungan dengan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya.

(4)

e. Peraturan Presidium Kabinet No.5/Prk/1965 tentang Penegasan status rumah/tanah kepunyaan badan-badan hukum yang ditinggalkan direksi/pengurusnya (Prk.5).

f. Keppres No.55/1993 telah dicabut dengan Perppu No. 65/2006 tentang Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan kepentingan umum. g. Keppres No.32/1979 tentang Pokok kebijaksanaan dalam rangka

pemberian hak baru atas tanah asal konversi hak-hak Barat Inpres No.9/1973 tentang Pelaksanaan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya.

h. Peraturan MNA/KaBPN No.1/1994 tentang Ketentuan pelaksanaan Keppres No.55/1993

i. Peraturan MNA/KaBPN No.3/1999 tentang Pelimpahan kewenangan pemberian dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah Negara j. Peraturan MNA/KaBPN No.9/1999 tentang Tatacara pemberian dan

pembatalan hak atas tanah Negara dan hak Pengelolaan.39

2. Syarat-syarat Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik

Adapun untuk syarat-syarat Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik, di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tidak diketemukan dengan jelas tentang syarat-syarat dimaksud.

39

(5)

Adapun persyaratan pelaksanaan pendaftaran tanah yang lebih mudah dan sederhana ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Jo. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya atas permohonan tersebut maka Kepala Kantor Pertanahan harus:

a. Melakukan pemeriksaan data fisik (penetapan dan pemasangan tanda batas, pengukuran, pemetaan) oleh petugas yang ditunjuk.

b. Melakukan pemeriksaan data yuridis selama 60 (enam puluh) hari di kantor pertanahan dan kantor desa/kelurahan beserta pengesahannya. c. Melakukan penegasan konversi atau pengakuan hak.

d. Membukukan hak. e. Menerbitkan sertifikat. 40

Ketentuan mengenai pemberian hak milik atas tanah (baru) yang dikuasai negara dan atas hak pengolahan diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tatacara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengolahan.41 Pasal 22 ditegaskan ada 3 (tiga) hal yang menjadi dasar hak atas Tanah:

a. Menurut Hukum Adat;

b. Karena Ketentuan Undang-Undang; c. Karena Penetapan Pemerintah.

40

http://www.bpn.go.id/aspx/pelayanan, diakses Selasa 24 Agustus 2010.

41

(6)

Terjadinya hak milik berdasarkan hukum adat yaitu yang diatur pada Pasal 16 UUPA bahwa hak-hak tanah berasal dari hukum adat atas seizing masyarakat adat dan tanah yang telah diusahakan tersebut secara terus menerus bahkan turun temurun dapat diakui sebagai hak milik.

Terjadinya hak milik berdasarkan ketentuan undang-undang, yaitu berdasarkan konversi sebagaimana dimaksud pada ketentuan kedua (ketentuan-ketentuan konversi) UUPA, yakni:

a. konversi tanah-tanah eks hak egendom kepunyaan warga Negara Indonesia (yang dibuktikan pada tanggal 24 September 1960), dikonversi menjadi hak milik;

b. konversi hak milik adat (hak-hak adapt atas tanah) kepunyaan warga negara Indonesia dikonversi menjadi hak milik.

Terjadinya hak milik berdasarkan penetapan pemerintah dapat juga didasarkan kepada:42

a. Ketentuan landreform, yaitu seseorang yang memperoleh tanah dengan cara redistribusi obyek landreform oleh pemerintah yang akan ditingkatkan haknya menjadi hak milik (PP No. 224 Tahun 1961).

b. Pemberian hak milik berdasarkan yang berasal dari hak pengelolaan. c. Pemberian hak milik berdasarkan konsolidasi tanah, transmigrasi,

pencetakan sawah dan lain-lain sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan landreform.

d. Peningkatan hak dari hak guna bangunan dan hak pakai menjadi hak milik.

e. Pemberian hak milik secara missal kepada beberapa orang berdasarkan pendaftaran tanah secara sistematik menurut PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

42

Muhammad Yamin & Chadidjah Dalimunthe, 2009, Modul Hukum Agraria, Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

(7)

3. Prosedur Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik

Pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan, yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus dan teratur berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu, pengelolaan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan termasuk penerbitan tanda bukti dan pemeliharaannya43.

Pendaftaran untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran terhadap sebidang tanah yang semula belum di daftar menurut ketentuan peraturan pendaftaran tanah yang bersangkutan, pendaftaran tanah menggunakan sebagai dasar objek satuan-satuan bidang tanah yang disebut persil (parcel), yang merupakan bagian-bagian permukaan bumi yang terbatas dan berdimensi dua, dengan ukuran luas yang umumnya dinyatakan dalam meter persegi.

Adapun data yang dihimpun pada dasarnya meliputi 3 (tiga) bidang kegiatan, antara lain:44

a. Kegiatan di bidang fisik mengenai tanahnya, yaitu sebagaimana telah dikemukan bahwa untuk memperoleh data mengenai letaknya, batas-batas, luasnya, bangunan-bangunan dan/atau tanaman-tanaman penting yang ada diatasnya, setelah dipastikan letak tanahnya kegiatan dimulai dengan

43

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Hukum Tanah Nasional), jilid 1 Djambatan, Revisi 2003, hal. 72

44

(8)

penetapan batas- batasnya serta pemberian tanda-tanda batas disetiap sudutnya.

b. Kegiatan bidang Yuridis, yaitu: Bertujuan untuk memperoleh data mengenai haknya, siapa pemegang haknya dan ada atau tidak adanya hak pihak lain yang membebaninya.

c. Kegiatan penerbitan surat tanda bukti haknya. Bentuk kegiatan pendaftaran dan hasilnya, termasuk apa yang merupakan surat tanda bukti hak, tergantung pada sistem pendaftaran yang digunakan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah oleh negara yang bersangkutan. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu:45

a. Secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum terdaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.Hal ini diselenggarakan atas prakarsa pemerintah berdasarkan sutau rencana kerja panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.Dalam suatu desa.kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik, pendaftaran tanah dilaksanakan secara sporadik.

45

(9)

b. Secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal.Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang berhak atas objek pendaftaran tanah yang bersangkutan atau kuasanya.

Pendaftaran itu sangat penting dan tanah tersebut didaftarkan untuk kepentingan ekonomi atau pendaftaran dilakukan untuk kepentingan dari penggunaan terhadap tanah, sehingga akan terlihat pemanfaatan dari tanah tersebut. Artinya pendaftaran tanah adalah untuk memberikan kejelasan atau keterangan supaya tidak menimbulkan permasalahan dam bidang pertanahan terutama terhadap status tanah tersebut.

Hasil dari kegiatan pendaftaran tanah ini yang dikenal dengan istilah kadaster hak yaitu peta dan daftar mengenai bidang tanah yang dapat menguraikan keadaan hukum bidang-bidang tanah tersebut berupa luasnya, lokasinya, subyek haknya, riwayat pemilik tanah, perbuatan hukumnya serta perubahan-perubahan batas akibat perbuatan hukum atas tanah tersebut.

Sebagaimana dalam penjelasan UUPA No.5 Tahun 1960, bahwa tujuan pendaftaran tanah ini dapat di ketahui dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk menghimpun dan menyediakan informasi yang lengkap mengenai bidang-bidang tanah yang dipertegas dengan dimungkinkannya pembukuan bidang-bidang tanah

(10)

yang data fisik dan atau data yuridisnya belum lengkap atau masih disengketakan, walaupun untuk tanah-tanah demikian belum dikeluarkan sertipikat sebagai tanda bukti haknya. 46

Ada beberapa hal yang diperlukan untuk dipertimbangkan dalam kaitannya dengan pelaksanaan pendaftaran tanah, yakni: menegaskan adanya peran serta masyarakat dalam kegiatan pendaftaran tanah, membuka lebih banyak kemudahan dalam pelaksanaan pendaftaran sehingga masyarakat lebih bergairah untuk mendaftarkan tanahnya, hal yang sangat penting dalam hukum untuk membuktikan adanya hak atas tanah adalah melakukan pendaftaran hak atas tanah, dimana pendaftaran tanah dimaksud adalah meminta kepada Kantor pertanahan agar tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh sesorang atau badan hukum dicacat identitasnya di kantor pertanahan dan kepada pemegang hak yang sah diberikan sertipikat tanah.

Dalam pendaftaran tanah yang terpenting adalah adanya catatan identitas atas tanah yang dimiliki dan dikuasai, identitas tanah adalah keterangan-keterangan mengenai sebidang tanah sehingga bidang tanah tersebut jelas jenis haknya, luasnya batas-batasnya, keadaannya, letaknya, siapa yang memiliki atau menguasai dan ciri-ciri khas lainnya47.

Dalam penjelasan Pasal 19 ayat (1) UUPA, menyatakan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh

46

Sayuti Thalib, Hubungan Tanah Adat dengan Hukum Agraria di Minangkabau, Bina Aksara, 1985, hal. 19

47

MP. Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, (Teori dan Praktek) PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003 hal. 162

(11)

wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1961 Jo. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang memberikan kepastian jaminan dan kepastian hukum.

Oleh karena itu, yang dimaksud oleh pemerintah adalah suatu pendaftaran tanah hukum rechts kadaster dan bukan suatu pendaftaran tanah untuk keperluan pajak dan bukan pula suatu kadaster ekonomi seperti yang ada pada beberapa negara diluar negeri. Misalnya dikecamatan Merbau ada beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi minat masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya, adalah karena adanya sanksi yang dikenakan terhadap tanah yang tidak terdaftar (belum bersertipikat hak atas tanah), atau juga disisi lain masih belum cukup dipahaminya arti penting bukti hak atas tanah (sertifikat tanah) sebagai bukti yang kuat, disamping itu tidak tertutup kemungkinan tidak didaftarkannya tanah masyarakat dikarenakan biaya terlalu tinggi, serta terlalu lama penyelesaiannya.

Terutama warga masyarakat yang berada dipedesaan, yang relatif pendidikannya masih rendah dan keadaan ekonominya juga masih jauh dari cukup, karena sebagian besar, mereka adalah buruh tani yang terbiasa hidup dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, sehingga tidak atau jarang meninggalkan norma-norma hukum dan ketentuan hukum tertulis mengenai pertanahan.

Dalam kenyataan, ketertiban hukum bahwa setiap orang wajib mengetahui peraturan yang telah diundangkan tidaklah senantiasa benar, karena kebanyakan

(12)

orang justru tidak mengetahui bagaimana peraturan dibidang pertanahan itu berlaku terhadap mereka dan tanahnya, jenis hak apa yang dapat mereka punyai.

Beberapa aspek teknis yang terdapat dibidang pertanahan juga tidaklah mudah dimengerti oleh kebanyakan masyarakat, disamping itu masih kurangnya informasi yang sampai kepada masyarakat tentang ketentuan-ketentuan dibidang pertanahan umumnya, dan khususnya mengenai prosedur dan arti pentingnya tanah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum.

Tatacara permohonan dan pemberian hak atas tanah negara diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tatacara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

Dalam garis besarnya, tata cara permohonan dan pemberian hak atas tanah berlangsung sebagai berikut:48 Pemohon mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.

a. Keterangan mengenai pemohon

1) Apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaannya serta keterangan mengenai istri/suami dan anaknya yang masing-masing menjadi tanggungannya.

48

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tatacara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan

(13)

2) Apabila badan hukum, nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya, tanggal dan Nomor Surat Keputusan Pengesahan oleh pejabat yang berwenang tentang penunjukannya sebagai badan hukum yang dapat memperoleh hak milik berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

b. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik. 1) Dasar penguasaan atau atas haknya dapat berupa sertifikat, surat kapling,

surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah, putusan, pengadilan, akta Pejabat Pembuat Akta Tanah, akta pelepasan hak dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya.

Letak, batas-batas dan luasnya. Jenis tanah (pertanian/non pertanian) rencana penggunaan tanah status tanahnya (tanah yang atau tanah negara) Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah dimohon.

2) Setelah berkas pemohon diterima, Kepala Kantor Pertanahan memeriksa dan meneliti kelengkapan:

Data yuridis, data fisik, serta mencatat dalam formulir isian, memberikan tanda terima berkas permohonan sesuai formulir isian, memberitahukan kepada pemohon untuk membayar biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut dengan rinciannya dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(14)

3) Kepala Kantor Pertanahan meneliti kebenaran data yuridis dan data fisik permohonan atas tanah dan memeriksa kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan atau diproses lebih lanjut sesuai dengan keterangan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4) Dalam hal tanah dimohonkan belum ada surat ukurnya, Kepala Kantor Pertanahan memerintahkan kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah untuk melakukan pengukuran.

5) Keputusan pemberian hak atau keputusan penolakan disampaikan kepada pemohon melalui surat tercatat atau dengan cara yang lain dan menjamin sampainya keputusan tersebut kepada yang berhak.

6) Surat keputusan pemberian hak dijadikan bukti untuk keperluan pendaftaran hak atas tanah.

7) Kantor pertanahan mengeluarkan sertifikat hak atas tanah dan menyerahkan kepada pemegang hak.

H. Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Yang Telah Diterbitkan Sertifikat Hak Milik

Chadidjah Dalimunte, mengemukan dalam penjelasan Pasal 19 UUPA No. 5 Tahun 1960, dinyatakan bahwa untuk menjamin kepastian hukum, hak-hak atas tanah harus didaftarkan, pendaftaran tanah berfungsi untuk melindungi sipemilik, disamping itu pendaftaran tanah juga berfungsi untuk mengetahui status bidang tanah, siapa pemiliknya, apa haknya, berapa luasnya, untuk apa dipergunakan dan

(15)

sebaginya, dengan kata lain pendaftaran tanah bersifat Land Information dan

geografis information system.49

Apa yang diperintahkan Pasal 19 UUPA, maka oleh pemerintah telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 telah diatur lebih lanjut sebagai penegasan hak, pendaftaran tanah merupakan wujud nyata dari penjabaran yang terkandung dalam UUPA No. 5 Tahun 1960, yang menginginkan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan nasional serta memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat.

Rustam effendi, mengemukakan bahwa pada dasarnya yang didaftarkan dalam pendaftaran tanah itu adalah hak dimana fungsi hak lebih dominan dalam pendaftaran tanah, yang terdaftar bukan hak, tetapi fungsi hak dengan tujuan akhir dari pendaftaran tanah adalah untuk memungsikan haknya tersebut.50

Hak-hak atas tanah yang harus didaftarkan itu adalah sebagai berikut:51 1. Hak-hak atas tanah yang harus didaftarkan :

a. Hak milik (Pasal 23 ayat (1) UUPA)

b. Hak Guna Usaha (Pasal 32 ayat (1) UUPA Jo. Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996)

c. Hak Guna Usaha (Pasal 38 ayat (1) UUPA) d. Hak Pakai (Pasal 1 PMA No.1 Tahun 1966)

e. Hak Pengelolaaan (Pasal 9 PMA No.9 Tahun 1965) 2. Hak-hak lain yang harus didaftar:

49

Chadijah Dalimunthe, Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan permasalahannya, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera UtaraMedan, 2000, hal. 15.

50

Ibid.

51

(16)

a. Hak Tanggungan, PPAT wajib selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah ditanda tangani APHT, mengirimkan ke kantor pertanahan.Maksud 7 (tujuh) hari sejak diterima berkas secara lengkap dari PPAT.Hak Tanggungan didaftarkan (saat lahirnya Hak Tanggungan).

b. Perwakafan Tanah Milik, diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 Jo. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 aturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. c. Hak milik atas Satuan Rumah Susun.

Pendaftaran hak atas tanah adalah pendaftaran hak untuk pertama kalinya atau pembukuan suatu hak atas tanah dalam daftar tanah. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, maka dikenal 3 (tiga) cara pendaftaran hak, sebagai berikut:52

1. Pendaftaran hak di desa-desa lengkap, yaitu desa-desa yang telah dilakukan pengukuran desa demi desa.

2. Pendaftaran hak atas tanah pada desa yang belum lengkap, yaitu desa-desa yang belum diselenggarakan pengukuran desa-desa demi desa-desa.

3. Pendaftaran hak atas tanah atas permohonan si pemegang hak sendiri.

Hal di atas terbukti bahwa pelaksanaan perombakan hukum agraria secara totaliter dan menyeluruh itu hanya dapat dilihat secara riil (nyata) apabila diseluruh wilayah Indonesia telah terdaftar sesuai dengan Pasal 19 UUPA.

Pendaftaran tanah yang dimaksud diatas, menghasilkan tanda bukti hak atas tanah yaitu sertifikat yang harus diakui atau diterima sebagai suatu alat bukti hak yang sah dan kuat, atas bidang tanah yang dihaki oleh seseorang atau badan hukum.

52

(17)

Dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah penegasan tentang sejauhmana kekuatan pembuktian sertifikat, yang dinyatakan sebagai alat pembuktian yang kuat. Untuk itu dikatakan bahwa selama dan sebelum dibuktikan sebaliknya atas data fisik dan data yuridis yang dicantumkan dalam sertifikat tersebut harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di Pengadilan sepanjang data tersebut sesuai dengan yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanahnya.

Dalam proses pendaftaran tanah dengan pemberian sertifikat, diperlukan ketelitian dan ketepatan dari proses yang mendahuluinya sehingga suatu bidang tanah terdaftar, serta prosedur yang dilalui lebih efektif dan efisien, agar tidak memberatkan terhadap kepentingan rakyat banyak.

Oleh karena itu, pemerintah harus menciptakan pendaftaran tanah ini melalui suatu yang sangat teliti dan terarah, sehingga tidak mungkin asal saja. Lebih-lebih lagi bukan tujuan pendaftaran tanah tersebut sekedar hanya diterbitkannya bukti pendaftaran tanah saja.

Usaha di bidang pendaftaran tanah jelas bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang haknya dan demikian juga kepada obyek (luasnya dan batasnya), sehingga pemerintah maupun pihak yang berkepntingan dapat dengan mudah untuk mengetahui data-data yang disimpan di kantor pertanahan baik tentang subyek maupun obyek hak atas tanah disusun sedemikian rupa dan dapat diteliti agar dikemudian hari memudahkan siapapun yang ingin melihat data-data tersebut, apakah itu calon pembeli ataukah kreditur ataukah pemerintah sendiri dalam rangka

(18)

mempelancar setiap peralihan hak atas tanah atau dalam rangka pelaksanaan pembangunan oleh Pemerintah.

Atas dasar hal tersebut di atas, maka tujuan pendaftaran tanah adalah untuk penyediaan data-data penggunaan tanah bagi pemerintah maupun untuk masyarakat sendiri demi terjaminnya kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah. Keterangan-keterangan mengenai data-data pertanahan yang terhimpun di kantor pertanahan, dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu:53

1. Kelompok Yuridis, yang menghimpun data-data tentang nama hak atas tanah, siapa pemegang, peralihan dan pembebanannya jika ada, semua ini dihimpun dalam Buku Tanah;

2. Kelompok Teknis, yang menghimpun data-data tentang letak tanah dimana, panjang atau lebar tanah serta batas-batas tanah semuanya ini dihimpun dalam surat ukur.

Berdasarkan keterangan-keterangan (data-data pertanahan) di dalam kedua kelompok di atas, diterbitkanlah sertifikat tanah. Jadi dengan demikian sertifikat tanah adalah salinan dari buku tanah dan salinan dari surat ukur yang keduanya kemudian dijilid menjadi satu serta diberi sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri.

Secara etimologi sertifikat berasal dari bahasa Belanda Certificaat yang artinya surat bukti atau surat keterangan yang membuktikan tentang sesuatu. Maka sertifikat tanah adalah surat keterangan yang membuktikan hak seseorang atas

53

(19)

sebidang tanah, atau dengan kata lain keadaan tersebut menyatakan bahwa ada seseorang yang memiliki bidang-bidang tanah tertentu dan pemilikan itu mempunyai bukti yang kuat berupa surat yang dibuat oleh instansi yang berwenang.

Telah dikatakan bahwa sertifikat tanah berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat atas pemegang sebidang tanah, yang dimaksud kuat di sini mengandung arti bahwa sertifikat tanah itu tidaklah merupakan alat bukti yang mutlak satu-satunya, jadi sertifikat tanah tersebut menurut sitem pendaftaran tanah yang di anut UUPA masih harus dibuktikan di Pengadilan Negeri bahwa sertifikat tanah yang dipersengketakan adalah tidak benar.

Sebagai penegasan hak, maka Pasal 65 ayat (1) a Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah disebutkan bahwa hak atas bidang tanah yang alat bukti tertulisnya lengkap atau alat buktinya tidak lengkap tapi ada keterangan saksi, maupun pernyataan yang bersangkutan dan keterangan yang dapat dipercaya dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dari lingkungan masyarakat setempat yang menyatakan yang bersangkutan adalah benar pemilik bidang tanah yang bersangkutan.54

Dalam kegiatan pendaftaran tanah, kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah secara terus menerus adalah dalam rangka menginventarisasikan data-data yang berkenaan dengan hak-hak atas tanah menurut UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sedangkan

54

Dapat dibaca Muhammad Yamin & Chadidjah Dalimunthe, Modul Hukum Agraria, Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009.

(20)

pendaftaran hak atas tanah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemegang hak yang bersangkutan dan dilaksanakan secara terus menerus setiap ada peralihan hak atas tanah tersebut, dalam rangka mengiventarisasikan data-data peralihan hak atas tanah menurut UUPA dan guna mendapatkan sertifikat tanda bukti hak atas tanah yang kuat.

Pendaftaran hak atas tanah yang diselenggarakan bertujuan memberikan kepastian hak, yaitu:55

1. Untuk memungkinkan orang-orang yang memegang hak atas tanah untuk dapat dengan mudah membuktikan dirinya bahwa dialah yang berhak atas tanah tersebut, apa hak dipeganngnya, letak dan luas tanah.

2. Untuk memungkinkan kepada pihak siapapun guna dapat mengetahui dengan mudah hal-hal apa saja ia ingin ketahui berkenaan dengan sebidang tanah, misalnya calon pembeli tanah, calon kreditur dan lain sebaginya.

Dengan diadakannya pendaftaran tanah maka pihak-pihak yang bersangkutan dengan mudah mengetahui status dan kedudukan hukum dari tanah-tanah tertentu yang dihadapinya, tempat. Luas dan batasnya, siapa yang memiliki dan beban hak atas tanah. Sehubungan dengan itu dibidang administrasi pertanahan, masalah utama yang dihadapi adalah belum tersedianya data pertanahan yang lengkap dan menyeluruh baik mengenai pemilikan, penguasaan hak maupun pendaftarannya.

Masalah-masalah pertanahan khususnya masalah sertifikasi dan mengenai alat bukti kepemilikan tanah lahir karena adanya alasan-alasan klasik saja yakni,

55

(21)

kurangnya pengetahuan dan kesadaran hukum baik masyarakat maupun aparatur yang kadang mengabaikan ketentuan dan pengaturan hukum yang ada.

Untuk melaksanakan tugas pokok dalam melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah, maka seorang PPAT mempunyai kewenangan membuat akta PPAT yang bersifat otentik mengenai semua perbuatan hukum yang berkaitan dengan peralihan hak atas tanah dan hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya dan hal ini diatur dalam Keppres No. 26 Tahun 1988 yang telah dicabut dengan PP No. 10/2006.

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai pejabat umum yang atas kuasanya dalam peraturan perundang-undangan berwenang untuk membuat akta-akta peralihan hak atas tanah dan pembebanannya, dituntut agar selalu memberi kejelasan data tanah dalam setiap pembuatan akta-akta peralihan hak.

Proses penguasaan tanah terjadi melalui bermacam cara, sehingga dalam menetapkan siapa pemilik yang benar dan dimana letak batasnya terutama atas tanah-tanah bekas milik adat. Perlu diteliti bukti-bukti pemilikannya sebelum dilakukan pembuatan akta peralihan haknya.

PPAT wajib memberi penjelasan kepada pihak-pihak yang menghadap, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh, apa yang melanggar dan apa yang tidak melanggar hukum, sebelum akta dibuat, Pembeli harus merasa terjamin dan aman atas kepastian hukum mengenai peralihan hak atas tanah dimaksud, hal ini sangat membantu penerima hak untuk segera mengembangkan usahanya, dan secara tidak langsung akan membantu pemerintah dalam upaya mewujudkan kesejahteraan

(22)

masyarakat. Oleh karena setiap peralihan hak harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT, maka PPAT harus dapat memenuhi kinginan para pihak yang memerlukan bantuannya.

Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pendaftaran tanah adalah memakan banyak biaya dan memerlukan tenaga yang banyak dan disamping itu pelaksanaan pendaftaran tanah memerlukan suatu rencana jangka panjang serta adanya kontribusi (APBD) dari Pemerintah Daerah (Perda).

Dengan berlakunya keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2003, besarnya tarif pelayanan bidang pertanahan dalam Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2002 tentang Tarif Atas jenis Penerimaan negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada BPN ( Lembaran Negara No.4220), untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 peraturan pemerintah tersebut perlu ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional mengenai teknis pelaksanaannya.

Berkenaan dengan penetapan biaya dan waktu pelayanan pengukuran dan pemetaan pada kantor pertanahan, maka Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 1997 tentang Jenis Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran negara No.3694), berlakunya keputusan penerapan pasal 21 Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2002 terhadap jenis penerimaan bukan pajak, maka pelayanan pendaftaran tanah untuk pertama kali didasarkan kepada 2 (dua) kewenangan di Badan Pertanahan Nasional (BPN).

(23)

1. Sistem Perlindungan Hukum

Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh Kepala (Sesuai dengan Perpres No. 10 Taun 2006). Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral.56

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan nasional dibidang pertanahan; b. Perumusan kebijakan teknis dibidang pertanahan;

c. Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program dibidang pertanahan; d. Pembinaan dan pelayanan administrasi umum dibidang pertanahan;

e. Penyelenggarakan dan pelaksanaan survey, pengukuran dan pemetaan dibidang pertanahan;

f. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum; g. Pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah;

h. Pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agrarian dan penataan wilayah-wilayah khusus;

i. Penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan / atau milik Negara/ daerah bekerja sama dengan departemen keuangan;

j. Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah;

56

(24)

k. Kerjasama dengan lembaga-lembaga lain;

l. Penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, pencemaran dan program dibidang pertanahan;

m. Pemberdayaan masyarakat dibidang pertanahan;

n. Pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik dibidang pertanahan;

o. Pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan; p. Penelitian dan pengembangan dibidang pertanahan;

q. Pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia dbidang pertanahan;

r. Pengelolaan data informasi dibidang pertanahan;

s. Pembinaan fungsional-fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang pertanahan;

t. Pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

u. Fungsi lain dibidang pertanahan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Visinya ialah menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia.

(25)

Misinya untuk mengembangkan dan menyelenggarakan politik dan kebijakan pertanahan untuk:57

a. Peningkatan kesejahteraan rakyat, penciptaan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, serta pemantapan ketahanan pangan;

b. Peningkatan tatanan kehidupan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat dalam kaitannya dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T);

c. Perwujudan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa, konflik dan perkara pertanahan diseluruh tanah air dan penataan perangkat hukum dan sistem pengelolaan pertanahan sehingga tidak melahirkan sengketa, konflik dan perkara dikemudian hari;

d. Keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi yang akan datang terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan masyarakat; e. Menguatkan lembaga pertanahan sesuai dengan jiwa, semangat, prinsip,

dan aturan yang tertuang dalam UUPA dan aspirasi rakyat secar luas. Perubahan status kelembagaan dari Direktorat Jendral Agraria menjadi Badan Pertanahan Nasional didasari atas pertimbangan meningkatnya penguasaan dan penggunaan tanah untuk pembangunan, serta terjadinya peningkatan permasalahan

57

(26)

yang timbul dibidang pertanahan yang tentu dapat mengganggu tercapainya tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan tujuan Agragrian Reform.

2. Tugas Badan Pertanahan Nasional Dalam Lingkungan Wilayah Kota Pekanbaru dalam Sistem Perlindungan Hukum Pertanahan

Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 5 Tahun 2008, bahwa Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional dalam lingkungan wilayah Kota Pekanbaru.

Untuk menyelenggarakan tugas tersebut Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru mempunyai fungsi:58

a. Menyiapkan kegiatan dibidang Penatagunaan Tanah, Pengturan Penguasaan Tanah, Hak-hak Atas Tanah serta Pengukuran dan Pendaftaran Tanah.

b. Melaksanakan kegiatan pelayanan dibidang Pengaturan Penguasaan Tanah, Penatagunaan Tanah, Pengurusaan Hak Atas Tanah serta Pengukuran dan Pendaftaran Tanah.

c. Melaksanakan tata usaha dan rumah tangga.

Adapun Visi, Misi dan Motto Kantor Pertanahan Kota pekanbaru, sebagai berikut:59

58

Ibid.

59

(27)

Tabel II.1

VISI, MISI, DAN MOTTO KANTOR PERTANAHAN KOTA PEKANBARU

VISI MISI MOTTO

Terwujudnya Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru yang cepat dan transparan. 1. Meningkatkan Sumber Daya Manusia; 2. Meningkatkan Administrasi Pelayanan Pertnahan; 3. Meningkatkan peran aktif dalam penyelesaian sengketa pertanahan. 1. Ramah; 2. Cepat; 3. Tepat.

Sumber: Data Olahan BPN Kota Pekanbaru Tahun 2010

Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau. Sehubungan dengan hal tersebut, Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru berkewajiban untuk membuat laporan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau.

Dalam pembangunan jangka panjang peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Sehubungan dengan itu akan meningkat pula kebutuhan akan dukungan berupa jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan.60

Pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, pertama-tama memerlukan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuannya.

60

(28)

Selain itu dalam menghadapi kasus-kasus konkret diperlukan juga terselenggaranya pendaftaran tanah yang memungkinkan bagi para pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikan haknya atas tanah yang dikuasinya, dan bagi para pihak yang berkepentingan, seperti calon pembeli dan calon kreditur, untuk memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang menjadi obyek perbuatan hukum yang akan dilakukan, serta bagi Pemerintah untuk melaksanakan kebijaksanaan pertanahan.

Sehubungan dengan itu, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dalam Pasal 19 memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum dimaksud di atas. Pendaftaran tanah tersebut kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang sampai saat ini menjadi dasar kegiatan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia. Dalam kenyataannya pendaftaran tanah yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tersebut selama lebih dari 35 tahun belum cukup memberikan hasil yang memuaskan. Oleh sebab itu, maka ditertibkan dengan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

3. Kepemilikan Atas Tanah Bersertifikat

Sertifikat tanah adalah61 dokumen formal yang memuat data yuridis dan data fisik yang dipergunakan sebagai tanda bukti dan alat pembuktian bagi seseorang atau

61

Boedi Djatmiko hadiatmodjo, Tanah dan Hukum Tanah, http://www.blogger.com, diakses hari Senin 20 September 2010.

(29)

badan hukum (privat atau publik) atas suatu bidang tanah yang dikuasai atau dimiliki dengan suatu hak atas tanah tertentu.

Sebutan "sertifikat" atau certificate (ing), certificaat/certifikaat (bld), adalah merupakan tanda pernyataan atau keterangan yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh pejabat dan atau lembaga/institusi tertentu dengan tujuan tertentu. Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa sertifikat merupakan surat keterangan (pernyataan) tertulis atau tercetak dari orang yang berwenang yang dapat digunakan sebagai bukti pemilikan atau kejadian.62 Misalnya, sertifikat kelahiran yang lazim disebut Akta kelahiran diartikan sebagai surat bukti adanya kelahiran. Sertipikat kelulusan lazim disebut ijasah. Demikian juga, jika berkaitan dengan tanah maka disebut sertifikat tanah. Sehingga makna kata sertifikat tanah seperti halnya sertifikat-sertifikat yang lain, adalah surat bukti kepemilikan tanah. Sertifikat–sertifikat-sertifikat tersebut tidak akan mempunyai arti apa-apa apabila diterbitkan oleh pihak atau lembaga yang tidak mempunyai kewenangan yang diberikan Negara atau hukum untuk itu.

Dengan kata lain bahwa sertifikat akan mempunyai kekuatan yuridis apabila memang diterbitkan oleh lembaga yang memperoleh kewenangan untuk itu. Dapat pula dikatakan bahwa sertifikat merupakan suatu dokumen formal yang dijadikan tanda dan instrument yuridis adanya hak kepemilikan atas suatu barang atau benda (thing). Dalam konsep hukum barang atau benda ini dibedakan benda bergerak (personal property) dan benda yang tidak bergerak (real property). Hal yang sama sebagaimana disebutkan dalam kamus Black's law menyebutkan bahwa: " certificate

62

(30)

a document in which fact is formally attested (death certificate)" (sertifikat adalah suatu dokumen di mana fakta secara formal dijadikan bukti (sertifikat kematian)), dan dalam halaman lain disebutkan: "certificate of title a document indicating ownership

of real or personal property" (sertifikat adalah suatu dokumen yang menandakan kepemilikan riil atau milik perorangan).63

Konsepsi sertifikat sebagai suatu dokumen formal yang dipergunakan sebagai instrumen yuridis sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah yang diterbitkan oleh lembaga Negara (pemerintah) sebagaimana yang disampaikan Boedi Harsono, sertifikat (tanah) adalah suatu surat tanda bukti hak yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah atau merupakan suatu tanda bukti bahwa seseorang atau suatu badan hukum mempunyai suatu hak atas tanah atau suatu bidang tanah tertentu. Dikatakan Irawan Soerodjo, bahwa sertifikat tanah merupakan surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.64

Dari uraian di atas sudah dapat ditangkap bahwa makna sertifikat tanah dalam konstruksi yuridisnya merupakan suatu dokumen formal yang dipergunakan sebagai tanda dan atau instrument yuridis bukti hak kepemilikan atas tanah yang dikeluarkan oleh BPN RI (Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia) lembaga/Institusi

63

Ibid.

64

(31)

negara yang ditunjuk dan diberikan wewenang oleh negara untuk menerbitkannya. Sertifikat sebagai tanda dan atau sekaligus alat bukti hak kepemilikan atas tanah merupakan produk hukum yang diterbitkan oleh BPNRI didalamnya memuat data fisik dan yuridis.

Dikatakan oleh Maria SW Sumardjono, sertifikat hak atas tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran tanah berisi data fisik (keterangan tentang letak, batas, luas bidang tanah, serta bagian bangunan atau bangunan yang ada diatasnya bila dianggap perlu) dan data yuridis (keterangan tentang status tanah dan bangunan yang didaftar, pemegang hak atas tanah dan hak-hak pihak lain, serta beban-beban lain yang berada diatasnya).65

Dengan tanah yang telah memiliki sertifikat, maka kepastian hukum berkenaan dengan jenis hak atas tanah, subyek hak dan obyek haknya menjadi nyata. A.P. Parlindungan menyebutkan bahwa sertifikat adalah salinan buku tanah dan surat ukur setelah dijahit menjadi satu bersama dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria disebut sertipikat dan diberikan kepada yang berhak.66

Bahwa sertifikat (hak atas tanah) merupakan produk hukum yang diterbitkan oleh BPNRI yang dipergunakan sebagai tanda bukti dan alat pembuktian hak seseorang atau badan hukum (privat atau publik) mempunyai hak atas suatu bidang tanah. 65 Ibid. 66 A. P. Parlindungan, Op.Cit, hlm. 23.

(32)

Selanjutnya akan diuraikan dimana diatur sertifikat itu dalam peraturan perundang-undangannya dan kekuatan yuridis sertifikat selaku dokumen dan instrument yuridis dihadapan hukum.

Konstruksi hukum, sertifikat hak atas tanah dan kekuatan pembuktiannya dapat dicermati dalam beberapa ketentuan perundangan. Didalam UU (Undang-Undang) No. 5 tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau disebut juga Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) di dalam Pasal 19 ayat 1 dan 2, disebutkan:67

a. Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah;

b. Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi: 1) Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah

2) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut:

3) Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat;

Dari pasal tersebut di atas, memberikan gambaran bahwa prinsip negara akan memberikan jaminan hukum dan kepastian hak terhadap hak atas atas yang sudah terdaftar melalui sertifikat, bahwa jaminan bukti adanya tanah yang sudah terdaftar dengan memberikan "surat tanda bukti hak" yang berlaku sebagai alat pembuktian

67

(33)

yang "kuat". Sebagai catatan bahwa ketentuan tersebut belum menyebutkan kata "sertifikat" sebagai surat tanda bukti hak.

Berdasarkan ketentuan Pasal 19 tersebut maka selanjutnya dikeluarkan PP (Peraturan Pemerintah) No. 10 tahun 1961, tentang pendaftaran tanah yang selanjutnya PP ini diganti dengan PP No. 24 tahun 1997, tentang pendaftaran tanah. Didalam pasal 13 ayat 3 dan 4 PP No. 10 tahun 1961, disebutkan:68

a. Salinan buku tanah dan surat ukur setelah dijahit menjadi satu bersama-sama dengan kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria, disebut sertifikat dan diberikan kepada yang berhak;

b. Sertifikat tersebut pada ayat (3) pasal ini adalah surat tanda bukti hak yang dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria.

Sebutan sertifikat sebagai surat tanda bukti hak baru tersebut dalam ketentuan PP tersebut. Selanjutnya didalam Pasal 1 angka 20 PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, bahwa "sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat 2, huruf c, Undang-Undang Pokok Agraria untuk Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, tanah wakaf, Hak milik atas satuan rumah susun, dan Hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan".

Pertanyaan berikutnya adalah yang dimaksud sertifikat "hak atas tanah" apa saja yang dimaksud dalam pasal tersebut. Apabila merujuk pada Pasal 1 angka 5 PP

68

(34)

No. 24 tahun 1997, tentang pendaftaran tanah disebutkan: " hak atas tanah adalah

hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 Undang-Undang No. 5 tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, selanjutnya disebut UUPA". Selanjutnya pada pasal 16 UUPA, yaitu macam-macam hak atas tanah yakni: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan dan hak-hak lain yang ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak lain yang sifatnya sementara yang disebutkan dalam Pasal 53.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada dua macam sertifikat yakni: a. Sertifikat hak atas tanah;

b. Sertifikat yang ada hubungan dengan hak atas tanah, yakni sertifikat HPL, tanah wakaf, hak tanggungan dan hak milik atas satuan rumah susun. Persoalan yang menjadi isu hukum selanjutnya yang hendak diketengahkan adalah bagaimana kekuatan hukum sertifikat hak atas tanah.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka kajiannya khusus berhubungan dengan sertifikat hak atas tanah yang dihubungkan dengan kekuatan pembuktiannya.

Bahwa dalam konsepsi hukumnya sertifikat hak atas tanah merupakan tanda bukti yang diterbitkan oleh lembaga hukum yang berwenang (Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara), yang berisi data yuridis dan data fisik yang digunakan sebagai alat bukti kepemilikan hak atas tanah dengan tujuan guna memberikan jaminan kepastian hukum dan kepastian hak atas sebidang tanah yang dimiliki atau dipunyai oleh seseorang maupun badan hukum. Dengan adanya sertifikat hak maka diharapkan

(35)

secara yuridis dapat memberikan jaminan kepastian hukum dan hak oleh negara bagi pemegang hak atas tanahnya.

Jaminan negara tersebut diberikan kepada pemilik atau pemegang sertifikat dapat diberikan karena tanahnya sudah terdaftar dalam sistem database administrasi pertanahan negara. Dalam administrasi pertanahan dapat diketahui siapa yang menjadi pemegang haknya (pemilik bidang tanah), subyek pemegang hak atas tanahnya, obyek haknya, letak, batas dan luasnya serta perbuatan-perbuatan hukum yang dikaitkan dengan tanahnya dan beban-beban yang ada diatas obyeknya, memberikan nilai tambah ekonomi, dengan adanya sertifikat hak atas tanah pemiliknya akan terlindungi dari tindakan sewenang-wenang dari pihak lain, serta mencegah sengketa kepemilikan tanah. Dengan kata lain bahwa dengan terdaftarnya hak kepemilikan atas tanah seseorang warga masyarakat maupun badan hukum oleh negara dan dengan diterbitkan tanda bukti kepemilikan berupa sertifikat hak atas tanah, negara akan memberikan jaminan keamanan terhadap pemilikan tanah serta agar dapat dimanfaatkan secara optimal.

Sebaliknya terhadap tanah-tanah yang belum didaftarkan maka negara tidak menjamin kepastian hukum dan haknya bagi pemilik atau yang menguasainya.

Dalam Pasal 19 UU No. 5 tahun 1960 tersebut, sudah dinyatakan bahwa pemerintah akan memberikan jaminan perlindungan hukum dan kepastian hak atas tanah yang didaftar dengan memberikan surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang" kuat .

(36)

Makna "kuat" dalam konteks ini harus disandingkan dengan makna "mutlak" (indefesiable) atau tidak dapat diganggu gugat, atau ada yang mengatakan "absolut".

Namun, makna kuat artinya tidaklah mutlak atau masih dapat diganggu gugat. Makna kuat ini dikemudian hari atau saat ini selalu menjadikan persoalan hukum bagi pihak-pihak yang kepentingannya dirugikan.

Maksudnya adalah pemahaman atas kekuatan yuridis dari sertifikat hak atas tanah yang akan dipertanyakan. Ketika dalam suatu sengketa dan peradilan dalam putusannya mencabut atau membatalkannya dan memenangkan pihak yang notabene hanya berpegang pada alat bukti yang lain, misalnya girik atau petok.

Berkaitan dengan kekuatan pembuktian yang "kuat" sertifikat hak atas tanah ini dikatakan oleh Maria SW Sumardjono, kuat artinya "harus dianggap yang benar sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya di pengadilan dengan alat bukti yang lain".69

Demikian juga yang dikatakan oleh Boedi Harsono, Bahwa surat-surat tanda bukti hak itu berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat berarti, bahwa keterangan-keterangan yang tercantum didalamnya (oleh hakim) sebagai keterangan-keterangan yang benar, selama dan sepanjang tidak ada alat pembuktian yang lain yang membuktikan sebaliknya. Dalam hal yang demikian maka pengadilanlah yang akan memutuskan alat pembuktian yang benar.70

69

Ibid.

70

(37)

Dengan masih adanya peluang para pihak mengadakan tuntukan hukum terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah dapat disimpulkan bahwa kekuatan hukum sertifikat hak atas tanah tidaklah mutlak, maka pertanyaannya apakah memang demikian kekuatan yuridis sertifikat hak atas tanah yang diintrodusir oleh Negara Indonesia, lalu bagaimana dengan kekuatan yuridis sertifikat hak atas tanah di Negara yang lain. Jawabannya adalah tergantung dari konstruksi hukum dari sistem pendafataran tanah yang diintrodusir oleh hukum negara.

4. Kekuatan Hukum Sertifikat Tanah

Sebagai tanda jaminan hukum yang diberikan oleh pemerintah atas tanah, maka Pemerintah memberikan surat tanda bukti hak atas sebidang tanah. Surat Tanda Bukti Hak ini dinamakan Sertifikat dan berlaku sebagau alat pembuktian yang kuat, artinya bahwa keterangan yang tercantum di dalamnya mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima oleh Hakim, sebagai keterangan yang benar, sepanjang tidak ada alat pembuktian lain yang membuktikan sebaliknya.71

Untuk diketahui bahwa, sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tertanggal 8 Juli 1997, maka pendaftaran tanah bertujuan:

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan Hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, Satuan Rumah Susun dan hak-hak

71

Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), Jakarta: Prestasi Pustaka, 2004, hlm. 58.

(38)

lain yang terdaftar agar denga mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan Satuan Rumah Susun yang tidak terdaftar.

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961, khususnya dalam Pasal 17, maka diadakan lalu lintas hukum, dikenai beberapa macam sertifikat sebagai berikut:72

a. Sertifikat adalah Surat Tanda Bukti Hak, yang teridri Salinan Buku Tanah, dan Surat Ukur, diberi sampul dan dijilid menjadi satu, menurut Peraturan Menteri.

Sertifikat ini, diberikan bagi tanah-tanah yang sudah ada surat ukurnya, ataupun tanah-tanah yang sudah diselenggarakan pengukuran Desa demi Desa; karenanya sertifikat ini merupakan pembuktian yang kuat baik subjek dan objek dari hak atas tanah.

Kemudian ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, tertanggal 8 Juli 1997, khususnya Pasal 1 ayat 2 ditentukan:

“Sertifikat adalah Surat Tanda Bukti Hak sebagaimana dimaksud, dalam Pasal 19 ayat 2, huruf C UUPA, untuk hak atas tanah. Hak pengelolaan,

72

(39)

tanah wakaf, hak milik oleh satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing dibukukan dalam Buku Tanah yang bersangkutan.

b. Sertifikat Sementara adalah Surat Tanda Bukti Hak, yang terdiri Salinan Buku Tanah, dan Gambar Situasi. Dari hak atas tanah tersebut, diberi sampul dan dijilid menurt Peraturan Menteri.

Sertifikat Sementara ini, diberikan bagi tanah-tanah yang belum ada Surat Ukur, ataupun tanah-tanah di Desa-desa yang belum diselenggarakan pengukuran Deademi Desa.

Karenanya Sertifikat Sementara ini, merupakan alat pembuktian mengenai macam hak dan siapa yang punya, jadi tidak membuktikan mengenai luas dan batas-batas tanah.

Untuk diketahui, bahwa baik untuk sertifikat, maupun Sertifikat Sementara berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, sepanjang tanah yang dimaksud dalam keadaan tidak sengketa. Sedang untuk sertifikat sementara ini, mempunyai arti yang penting dan praktis bagi daerah-daerah desa yang belum lengkap.

c. Sertifikat Hak Tanggungan adalah Surat tanda bukti hak yang terdiri dari salinan buku tanah yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan diberi sampul yang bentuknya khusus untuk dijilid menjadi satu, menurut Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.

(40)

Untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah maupun hak tanggungan diperlukan usaha, waktu dan biaya.73 Usaha yaitu berupa memohon sertifikat dan mempersiapkan surat-surat yang diperlukan, menghadap pejabat-pejabat tertentu. Semua itu memerlukan waktu yang cukup banyak dan biaya yang cukup besar. Karena itu orang mengurus sertifikat, biasanya karena ada alasan tertentu sehingga orang itu didorong untuk mengurus sertifikat.

Permintaan sertifikat itu: a. Atas kemauan sendiri;

Seseorang mengajukan permohonan pengeluaran sertifikat dengan alasan antara lain:

1) sadar akan kegunaan sertifikat,

2) hendak mengamankan atau memperkuat pembuktian hak atas tanah, 3) supaya mungkin / mudah memindahkan atau membebani hak atas tanah, 4) permintaan orang / pihak lain, misalnya BANK, karena BANK ingin

(perlu) mengetahui kepastian hukum atas tanah tertentu, sehubungan dengan pemberian kredit.

b. Diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan;

Pasal 6 Ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997(PP No. 24/1997) tentang Pendaftaran Tanah menyatakan, bahwa pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tugas pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan

73

Effendi Perangin, SH., Sertifikat Hak Atas Tanah, Praktek Pengurusan, Jakarta: Rajawali, 1992, hal. 9.

(41)

oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh Peraturan Pemerintah ini atau perundang-undangan yang bersangkutan ditugaskan kepada Pejabat lain, dan dalam Pasal (2) bahwa dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Sebelum sertifikat hak atas tanah dikeluarkan, harus ada kepastian terlebih dahulu tentang apa-apa yang dapat dibuktikan oleh sertifikat itu nantinya. Maka sertifikat itu membuktikan: jenis hak atas tanah, pemegang hak, keterangan fisik tentang tanah, beban di atas hak itu dan peristiwa hukum penting yang terjadi dengan tanah.

Sertifikat diterbitkan kalau dokumen-dokumen lengkap yang dapat dilihat pula dari tidak adanya catatan di dalam buku tanah. Sertifikat masih bisa diterbitkan kalau terdapat data fisiknya ada catatan, yaitu apabila kepastian letak bidang tanahnya tidak didukung dengan pengukuran dan peta dasar yang teliti. Sertifikat ditangguhkan penerbitannya apabila di dalam buku tanahnya ada catatan yaitu data fisik dan/atau data yuridisnya disengketakan, atau ada perintah status quo dari pengadilan dan/atau ada putusan penyitaan dari pengadilan sampai catatan tersebut dihapus.

Proses pengeluaran sertifikat itu ada 3 pola:

Pola 1: Surat bukti hak atas tanah itu menurut peraturan lama masih ada. Dengan begitu kepastian haknya sudah mantap. Dalam hal ini bisa terjadi surat ukurnya masih sesuai dengan keadaan sekarang. Maka

(42)

sertifikat langsung dapat dikeluarkan. Kalau surat ukurnya sudah tidak sesuai lagi dengan kenyataan sekarang, maka diukur dan dibuatkan terlebih dahulu surat ukurnya atau gambar isinya.74

Pola 2: Apabila surat bukti hak tidak ada, maka ditempuhlah proses pola 2, kalau ada alat bukti hak, tetapi tidak sempurna (kuat), tidak ada tanda bukti hak, tetapi masih ada catatan di KPT yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti pendahuluan (berita acara ukur atau surat keputusan pemberian hak, akta jual beli dan sebagainya). Atau ada catatan pajak / petuk pajak bumi atau ketitir atau PBB. Pola ini mengharuskan adanya penguatan alat bukti yang ada.

Pola 3: Permohonan sertifikat atas tanah yang tidak ada surat bukti haknya dan tidak ada pula surat bukti lainnya, diproses berdasarkan pola tiga ini, yaitu dengan Pengakuan Hak.

Pemberian hak itu berarti wewenang untuk mempergunakan tanah dalam batas-batas yang diatur oleh peraturan perundangan. Bahwa “tanah” adalah “permukaan bumi”, maka hak atas tanah itu adalah hak untuk mempergunakan tanahnya saja, sedangkan benda-benda lain dalam tanah umpamanya bahan-bahan mineral, minyak dan lain-lainnya tidak termasuk. Hal yang terakhir ini diatur khusus

74

Pola ini tentu saja berlaku baik untuk tanah bekas Hak Barat maupun tanah bekas Hak Indonesia yang sudah dibukukan. Mengenai tanah Bekas Hak Barat dan Hak Indonesia dapat dibaca buku “Hukum Pertanahan (Agraria)”, karangan R. Soetanto, Jakarta, Pratnya Paramita, 1983.

(43)

dalam beberapa peraturan perundangan lain, yaitu Undang-undang Tentang Ketentuan Pokok Pertambangan (Undang-undang No. 11/1967).75

Dengan diberikannya hak atas tanah tersebut maka antara orang-orang atau badan hukum itu telah terjalin suatu hubungan hukum. Dengan hubungan hukum itu, dapatlah dilakukan perbuatan hukum oleh yang mempunyai hak itu terhadap tanah kepada pihak lain. Untuk hal-hal tersebut umpamanya dapat melakukan perbuatan hukum berupa jual beli tukar menukar dan lain-lain.

Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang disebut permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya saja yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yaitu “atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.76

Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam hukum agraria nasional membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk:77

75

Lebih lanjut keterangan dari Ibid.

76

Urip Santoso, Hukum Agraria & Hak-hak atas Tanah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, hlm 10.

77

(44)

a. hak-hak atas tanah yang bersifat primer yaitu hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindahtangankan kepada orang lain atau ahli warisnya seperti Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP).

b. hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder yaitu hak-hak atas tanah yang bersifat sementara seperti hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan hak menyewa atas tanah pertanian.

Dari berbagai macam hak atas tanah tersebut, hak milik merupakan satu-satunya hak primer yang mempunyai kedudukan paling kuat dibandingkan dengan hak-hak yang lainnya. Hal ini dipertegas dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPA yang berbunyi:

“Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6.”

Turun temurun artinya hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. Terkuat artinya hak milik atas tanah lebih kuat dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya hak milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas

(45)

tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain.78

Pernyataan di atas mengandung pengertian betapa penting dan berharganya menguasai hak atas tanah dengan title “Hak Milik” yang secara hukum memiliki kedudukan terkuat dan terpenuh sehingga pemilik hak dapat mempertahankan haknya terhadap siapapun. Namun demikian bukan berarti bahwa sifat terkuat dan terpenuh yang melekat pada hak milik menjadikan hak ini sebagai hak yang mutlak, tidak terbatas, dan tidak dapat diganggu gugat, karena dalam situasi dan kondisi tertentu hak milik ini dapat pula dibatasi. Pembatasan yang paling nyata diatur dalam ketentuan UUPA antara lain terdapat dalam pasal-pasal sebagai berikut:

Pasal 6 : Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Seseorang tidak dibenarkan mempergunakan atau tidak mempergunakan hak miliknya (atas tanah) semata hanya untuk kepentingan pribadinya, apalagi jika hal itu dapat merugikan kepentingan masyarakat karena sesuai dengan asas fungsi social ini hak milik dapat hapus jika kepentingan umum menghendakinya.

Pasal 7 : Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. Pasal 17 : Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai

tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan

78

(46)

sesuatu hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.

Pasal 18 : Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang.

Pasal 21 ayat (1) : Hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.

Mengenai keabsahan dan kehalalan hak milik, telah dikenal dua asas, pertama asas“Nemo plus juris transfere potest quam ipse habel”, artinya tidak seorangpun dapat mengalihkan atau memberikan sesuatu kepada orang lain melebihi hak miliknya atau apa yang dia punyai. Kedua, asas “Nemo sibi ipse causam

possessionis mutare potest”, artinya tidak seorangpun mengubah bagi dirinya atau kepentingan pihaknya sendiri, tujuan dari penggunaan objeknya.79

Kedua asas tersebut semakin mengukuhkan kekuatan sifat terkuat dan terpenuh hak milik atas tanah. Kewenangan yang luas dari pemiliknya untuk mengadakan tindakan-tindakan di atas tanah hak miliknya, kekuatan pemiliknya untuk selalu dapat mempertahankan hak miliknya dari gangguan pihak lain, dan segala keistimewaan dari hak milik mempunyai nilai keabsahan dan kehalalan yang dijamin kedua asas tersebut.

79

Adrian Sutedi, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 8-9.

(47)

Adapun mengenai jaminan perlindungan dan kepastian hukum bagi hak milik atas tanah terdapat penegasannya lebih lanjut yaitu melalui suatu mekanisme yang dinamakan ‘Pendaftaran Tanah” atau “Recht Kadaster.”

Pasal 1 angka (1) Ketentuan Umum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dinyatakan bahwa Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mngenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Berkaitan dengan hal di atas terdapat 2 macam asas hukum, yaitu asas itikad baik dan asas nemo plus yuris.80

a. Asas iktikad baik, yaitu bahwa orang yang memperoleh sesuatu hak dengan iktikad baik akan tetap menjadi pemegang hak yang sah menurut hukum. Asas ini bertujuan untuk melindungi orang yang beriktikad baik. b. Asas nemo plus yuris, yaitu bahwa orang tidak dapat mengalihkan hak

melebihi hak yang ada padanya. Asas ini bertujuan melindungi pemegang hak yang selalu dapat menuntut kembali haknya yang terdaftar atas nama siapapun.

80

(48)

Dari kedua asas tersebut melahirkan 2 sistem pendaftaran tanah, yaitu:

b. Sistem publikasi positif, yaitu bahwa apa yang sudah terdaftar itu dijamin kebenaran data yang didaftarkannya dan untuk keperluan itu pemerintah meneliti kebenaran dan sahnya tiap warkah yang diajukan untuk didaftarkan sebelum hal itu dimasukkan dalam daftar-daftar. Jadi kelebihan pada sistem pendaftaran ini adalah adanya kepastian dari pemegang hak, oleh karena itu ada dorongan bagi setiap orang untuk mendaftarkan haknya. Kekurangannya adalah bahwa pendaftaran tersebut tidak lancar dan dapat saja terjadi pendaftaran atas nama orang yang tidak berhak dapat menghapuskan hak orang yang berhak.

c. Sistem publikasi negatif, yaitu bahwa daftar umum tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga terdaftarnya seseorang dalam daftar umum tidak merupakan bukti bahwa orang tersebut yang berhak atas hak yang telah didaftarkan. Kelebihan dari system pendaftaran ini yaitu kelancaran dalam prosesnya dan pemegang hak yang sebenarnya tidak dirugikan sekalipun orang yang terdaftar bukan orang yang berhak. Tetapi kekurangannya adalah bahwa orang yang terdaftarkan akan menanggung akibatnya bila hak yang diperolehnya berasal dari orang yang tidak berhak sehingga orang menjadi enggan untuk mendaftarkan haknya. Kebijakan hukum tentang pembatasan kepemilikan hak atas tanah yang diterapkan dalam pasal-pasal UUPA tersebut dalam tatanan teoritis idealis tampak

Gambar

Tabel II.1

Referensi

Dokumen terkait

penelitian tindakan kelas dalam bentuk tesis dengan judul: ” Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Media Video Untuk Meningkatkan Motivasi

Kegiatan ini dilaksanakan melalui pelatihan dalam pengelolaan Website Desa untuk pemerintah desa dengan materi yang mencakup aspek- aspek konseptual dan teknis dari Website

“ Entah kenapa, tiba-tiba Kugy merasa Noni bukanlah orang yang tepat untuk diajak bicara masalah ini, tidak dengan adanya proyek percomblangan yang sepertinya betul-betul diseriusi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jumlah penduduk berpengaruh positif tidak signifikan terhadap PDRB di Provinsi Jawa Timur, indeks pembangunan

Sustainability Menegement sebagai Solusi keberlanjutan program PUAP di Gapoktan Sigampa Desa Kaleke Kecamatan Dolo Barat terkait dengan pengelolaan program PUAP

Hasil pengujian tarik dan impak komposit dengan perendaman NaOH ataupun tanpa perendaman NaOH memperlihatkan tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap nilai kekuatan

Kompetensi umum Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkanmemiliki kemampuan dalammenjelaskan paradigma pendidikanIPS; Manusia dan lingkungan, individu, kelompok

Menurut Suyanto (1999) dalam Dwiyono (2004), pakan yang akan digunakan untuk pembesaran ikan lele ini relatif mudah didapat karena beberapa perusahan pakan telah