REGULATORY COMPLIANCE
DI INDUSTRI FARMASI
A. Retno Tyas Utami.
4 Januari 2014
What? Why?HOW?
When ?POKOK BAHASAN
•
Pendahuluan (sistem pengawasan )
•
Inspeksi CPOB Regulatori BADAN POM RI
•
Maturity Industri Farmasi
•
Summary Evaluasi CAPA Industri Farmasi
•
Penyusunan CAPA
•
Format Matriks Corrective and Preventive Action
(CAPA)
•
Pelayanan Publik DitWasProd PT & PKRT terkait
CAPA
Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
(SISPOM) 3 lapis
Pemerintah Pelaku Usaha Masyarakat
Fungsi regulatori terhadap produk, sarana dan standard Penyediaan Obat & Makanan Bermutu Perlindungan Diri & Keluarga dari
Obat dan Makanan yg
KERANGKA REGULATORI DALAM RANGKA MENJAMIN KHASIAT,
KEAMANAN DAN MUTU OBAT
Quality Assurance
4
Dokumentasi, Monitoring dan Evaluasi
Pengawasan Pre-Market (Evaluasi dalam proses pemberian NIE) Elemen Regulatori (fungsi yg komprehensif termasuk inspeksi recall, laboratorium pusat & propinsi)
Elemen Teknik (Spesifikasi mutu, , GMP, GLP, GPP, GDP, GSP, GCP) Pengawasan Post-Market ( untuk jaminan mutu, keamanan dan kebenaran informasi produk)
Legislasi yang memadai dan penegakan hukum
JAMINAN KHASIAT, KEAMANAN DAN MUTU
INSPEKSI CPOB
GMP PHILOSOPHY
AVOID :
• Contamination
• Mix-up
• Cross contamination
•
QRM
•
Documentation
•
Personel
Pertama: jaminan konsistensi produksi yang
dapat menghasilkan produk dengan jaminan
mutu sepanjang ‘masa hidup’ produk tersebut,
Kedua: adanya standar dan persyaratan
berdasarkan kajian risiko yang harus dipenuhi
mulai dari bahan awal, selama proses dan akhir
produksi serta sesudah dipasarkan, dan,
Ketiga: adanya komitmen dan persamaan
persepsi dari semua pihak yang terkait, baik dari
sisi profesional dan pimpinan industri farmasi,
maupun dari sisi regulator.
Inspeksi Rutin
• Tipe fasilitas/Sertifikat CPOB yang dimiliki dan tingkat kekritisan
produk yang dibuat (kompleksitas pabrik, proses dan produk)
Riwayat industri (profil defisiensi dari inspeksi terakhir, jumlah defisiensi mayor dan kritikal) a.l:
Riwayat dan trend produk recall; Riwayat keluhan/kasus;
Tindak lanjut atau sanksi yang
diberikan dan respon yang diberikan
Aktivitas industri:
Fasilitas digunakan juga untuk produksi produk nonfarmasi; Menerima kontrak
manufaktur; Produksi
menggunakan zat aktif yang bersifat toksik, potensi tinggi, berbahaya dan sensitif
(hormon,
betalaktam, sefalosporin dll.)
1. Inspeksi
Badan
POM
RI
direncanakan
dan
dilaksanakan
berdasarkan Quality Risk Management dengan perhitungan dan
pembobotan faktor risiko yang dimiliki oleh industri farmasi.
2. Parameter/risiko yang dipertimbangkan dalam persiapan program
inspeksi tahunan, antara lain:
Penyimpangan yang sering ditemukan
(1):
Penyimpangan Bets, a.l:
• Penyimpangan dari prosedur pengolahan induk;
• Penyimpangan terhadap
prosedur pengemasan induk; • Memenuhi spesifikasi dalam
proses, produk antara, produk ruahan maupun obat jadi.
Penyimpangan non Bets, a.l:
• Sarana penunjang misalnya sistem tata udara, listrik, uap air, dll; • Penyimpangan hasil pemantauan lingkungan; • Penyimpangan terhadap Protap. Tes / Uji :
Hasil Uji di Luar Spesifikasi terhadap hasil pemeriksaan produk
Penyimpangan yang sering ditemukan
(2):
• Penanganan bahan dan kapasitas gudang tidak memandai
• Program Audit Internal dan Audit Eksternal (Supplier) tidak
memadai
• Program Kalibrasi, Kualifikasi dan Validasi tidak berjalan dengan baik
• Pengendalian terhadap kondisi yang berpotensi kontaminasi, kontaminasi silang dan mix up tidak memadai
• Kegiatan rutin pembuatan,
pengemasan dan pengujian tidak sesuai dengan dossier registrasi
• Ketersediaan reference standard laboratorium tidak lengkap
• Pengujian produk akhir tidak dilakukan untuk setiap zat aktif • Pelulusan produk jadi tidak
memadai
• On site Assessment thd data registrasi
– Data yang ditemukan onsite tidak sesuai dengan data yang disampaikan kepada Direktorat Penilaian
– Bukti fisik produk yang sedang diregistrasi tidak ada atau tidak lengkap
– Data dossier lengkap akan tetapi raw data pelaksanaan pengujian terhadap produk tidak lengkap
Penyimpangan terkait HULS
Pengendalian Perubahan
Penanganan Penyimpangan
•
Tidak menerapkan change
control terhadap perubahan
yang dilakukan, antara lain
perubahan terhadap:
– bahan baku, bahan pembantu dan bahan kemas primer
– formulasi
– prosedur produksi
• Belum dilakukan identifikasi penyimpangan apa saja yang berpengaruh terhadap produk • Personil tidak memahami
penyimpangan seperti apa saja yang perlu dilaporkan
• Penyimpangan tidak selalu dilaporkan dan ditangani segera
• Tidak selalu dievaluasi dan diinvestigasi maupun dikaji secara komprehensif untuk mencari akar permasalahan
terhadap penyimpangan selama proses produksi dan obat TMS di pasaran
• Penyimpangan non-bets (suhu, kelembaban, sistem tata udara, pemantauan lingkungan) tidak selalu diperhatikan
FREKUENSI INSPEKSI RUTIN
Standar:
Dalam waktu masa berlaku sertifikat
sekurang-kurangnya pernah diinspeksi 2 kali
FAKTOR-FAKTOR RISIKO
RATING RISIKO
Rekomendasi frekuensi inspeksi rutin ke site pabrik
MANAJEMEN RISIKO
Tindak Lanjut Inspeksi CPOB
• Tindak lanjut
berdasarkan
jumlah
temuan
kritikal dan
mayor
Dahulu – Saat ini
MANAJEMEN RISIKO Kritikal
tindakan pengamanan segera dapat diambil dan
inpeksi kembali dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan
Kritikal karena temuan berulang & Mayor
tergantung kepada risk assessment akan diikuti dengan inspeksi kembali dalam kurun waktu 6-12 bulan
Minor
Merupakan temuan yang tidak dikategorikan sebagai incompliance terhadap CPOB
Tindak lanjut lebih jauh akan diambil jika hasil dari follow up inspection masih menunjukkan ketidakpatuhan terhadap persyaratan CPOB
MATURITY INDUSTRI
Maturity of GMP Attitude and
Compliance
1. PATHOLOGICAL
We haven’t ever been caught, so we must be doing pretty good
2. REACTIVE
Compliance is important, so we do a lot every time we have a problem
3. CALCULATIVE
We have systems in place to manage most compliance risks
4. PROACTIVE
We work sensibly on the problems that we still find
5. GENERATIVE
Compliance is just part of how we do business here
Increasingly Trustful
Increasingly Informed
Pertanyaan Pemenuhan Persyaratan CPOB sebagai Indikator Kematangan Sikap CPOB
• Patologis
– Tindakan paling minimum apa yang harus kita ambil sehingga setidaknya kita masih bisa bertahan dari inspeksi BPOM dan bisa menjual produk kita?
– Bagaimana cara kita menyembunyikan ini dari inspektur BPOM karena kita tak akan sanggup menerima konsekuensi bila ini diketahui?
– Apa yang dilakukan oleh IF lainnya? – Jika sebelumnya tidak bermasalah,
kenapa kita harus merubahnya sekarang?
– Tidak ada CAPA, QMS, QRS, MAI dan CI
• Generatif
– Kita memperbaiki dan mencegah (CAPA) – Bagaimana kita dapat memastikan
kualitas produk (QMS)
– Apakah asumsi dalam model risiko saya tepat? (QRS)
– Apakah kita menempatkan sumber daya yang tepat dan memadai untuk secara efektif melakukan monitoring dan menghilangkan risiko untuk
meningkatkan sistem yang kita miliki? ( MAI)
– Pelajaran apa yang dapat kita ambil dari risk assessment terakhir; apakah asumsi yang diambil perlu diupdate? Bagaimana kita dapat melakukan continuous
improvement?
SUMMARY EVALUASI
DOKUMEN CAPA
CAPA
(Corrective Action and Preventive
Action)
Contoh GAP dalam
EVALUASI CAPA
Persyaratan
Butir persyaratan yang dicantumkan
tidak relevan dengan temuan.
Root Cause Analysis
Root Cause Analysis hanya berupa pengulangan
dari temuan dan bukan analisis dan investigasi
untuk mencari root cause.
Tidak ada/tidak melakukan root cause analysis.
• Misal: penyebab terjadinya suatu temuan selalu
dibebankan pada personil dan CAPA berupa pelatihan
terhadap personil
Corrective and Preventive Action
(CAPA)
Tindakan perbaikan tidak memperbaiki sampai ke akar masalah, sehinga potensial terjadi penyimpangan yang sama di tempat sama atau berbeda.
Perbaikan hanya sampai pada tahap correction dan belum sampai pada corrective action & preventive action untuk mencegah berulang kembalinya temuan.
• Misal: seringkali perbaikan terhadap suatu temuan hanya berupa koreksi suatu kesalahan yang terjadi kemudian dinyatakan closed. Penerapan tindakan pencegahan agar tidak terjadi hal serupa di kemudian hari tidak selalu dipertimbangkan.
Langkah perbaikan yang diambil tidak efektif karena root cause terjadinya temuan seringkali langsung disimpulkan tanpa ada investigasi terhadapnya.
• Misal: berangkat dari asumsi-asumsi yang mungkin, industri farmasi langsung melakukan tindakan perbaikan.
Langkah perbaikan tidak sistematis yaitu tidak menjabarkan tahap-tahap pekerjaan yang akan ditempuh untuk melakukan perbaikan.
Batas Waktu Penyelesaian (Timeline)
Batas waktu untuk tiap-tiap tahap pekerjaan perbaikan tidak dicantumkan.
• Seringkali suatu perbaikan dilakukan melalui tahap-tahap tertentu yang harus ditempuh namun batas waktu penyelesaian untuk tiap tahap ini tidak ditetapkan, misal: untuk renovasi ruangan yang mengubah kelas kebersihan, a.l. melalui tahapan CC, renovasi bangunan, renovasi HVAC & kualifikasi namun tidak ditantumkan time line untuk tiap tahapan tersebut.
Tidak reasonable karena terlalu lama.
• Perbaikan yang dapat dilakukan dengan segera tanpa memerlukan waktu yang lama (tidak terkait investasi dan pembangunan atau pengembangan suatu sistem) tidak segera dilakukan, misal: untuk perubahan SOP yang tidak memerlukan studi terlebih dahulu namun ditetapkan timeline 6 bulan.
Tidak logis karena alokasi pengerjaan perbaikan tidak mencukupi (sempit).
• Pengerjaan perbaikan dilakukan dengan tergesa-gesa sehingga tidak mempertimbangkan alokasi waktu yang diperlukan untuk melakukan langkah-langkah perbaikan yang perlu ditempuh, misal renovasi HVAC 2 minggu padahal harus melalui tahapan pemasangan & kualifikasi.
Bukti Perbaikan CAPA
Bukti perbaikan sulit atau tidak
dapat dievaluasi oleh evaluator.
• bukti perbaikan dalam suatu dokumen
tidak cross reference dengan temuan dll.
Bukti perbaikan tidak
dilampirkan.
BAGAIMANA
MENYUSUN CAPA
YANG BAIK ?
Langkah Penyusunan CAPA
Investigasi
Susun rencana investigasi
Evaluasi
Hitung luas masalah dan dampaknya Identifikasi Tetapkan masalah secara jelas Analisis Lakukan analisis secara seksama Rencana Tindakan
Susun daftar tindakan yang dilakukan
Implementasi
Laksanakan tindakan yang ditetapkan
Tindak Lanjut
Verifikasi dan nilai efektivitasnya 1 4 5 3 2 7 6
1. Identifikasi --
Penjelasan masalah
•
Deskripsi masalah - singkat tapi lengkap.
•
Deskripsi harus memuat informasi yang
cukup agar masalah (spesifik) yang
diuraikan mudah dimengerti.
1. Identifikasi -- Bukti
•
Daftar informasi spesifik, dokumen2,
atau data tersedia yang menunjukkan
bahwa masalah benar - benar ada.
2. Evaluasi
•
Situasi harus dievaluasi untuk menentukan
1) tindakan yang perlu diambil
2) tingkat penindakan yang dibutuhkan.
•
Suatu evaluasi harus mencakup :
–
Dampak potensial dari masalah.
–
Risiko terhadap perusahaan atau pelanggan
–
Tindakan perbaikan (segera) yang mungkin
2. Evaluasi--
Dampak potensial
•
Tentukan dan dokumentasikan secara
spesifik mengapa masalah menjadi
perhatian kita dan kemungkinan
dampaknya terhadap perusahaan
dan/atau pelanggan.
–
Kemungkinan dampak terhadap biaya, fungsi,
mutu produk, keamanan, kehandalan, dan/atau
kepuasan pelanggan
.
2. Evaluasi --
Risiko
•
Berdasarkan hasil evaluasi dampak, adakan
penilaian keseriusan masalah.
•
Tingkat risiko terkait dengan masalah akan
mempengaruhi tindakan yang akan diambil dan
prioritasi yang diberikan terhadap situasi
2. Evaluasi --
Tindakan perbaikan (segera)
•
Dampak potensial dan pertimbangan/penilaian
risiko mungkin mengindikasikan perlunya
pengambilan tindakan segera untuk memperbaiki
situasi sampai suatu solusi akhir dapat dilaksanakan.
•
Dalam kasus tertentu tindakan perbaikan (segera)
mungkin sudah memadai. Bila demikian halnya, CAPA
dapat diakhiri (‘closed’) setelah mendokumentasikan
pertimbangan terhadap keputusan ini dan tindakan
lanjut untuk menyelesaikan masalah.
3. Investigasi --
strategi
•
Tulis instruksi khusus untuk menentukan
kontributor dan akar penyebab masalah.
•
Prosedur ini mengarahkan pengkajian
komprehensif dari semua kemungkinan situasi
yang terkait dengan masalah dan harus
mempertimbangkan :
- peralatan
- Material
- personalia
-- Prosedur
- Rancangan / desain
-- Pelatihan
4. Analisis --
Analisis akar penyebab problema
•
Gunakan data untuk melengkapi analisis
akar penyebab problema
•
Ini melibatkan pencarian penyebab
problema yang aktual daripada hanya
menangani ‘symptom’.
•
Menemukan penyebab utama problema
esensial untuk menentukan CA dan/atau
PA yang tepat.
5. Rencana Tindakan (‘Action’)
•
Dengan menggunakan hasil analisis, metode terbaik
untuk memperbaiki situasi (atau mencegah terjadinya
pengulangan situasi di kemudian hari) dapat
ditentukan.
•
Semua tugas/pekerjaan yang perlu dieksekusi
diidentifikasi dan dimasukkan ke dalam Rencana
Tindakan.
•
Rencana tersebut mencakup perubahan yang harus
dilakukan dan menetapkan penanggung-jawab /
pelaksana kerja.
5. Rencana Tindakan
•
Daftar semua aktivitas dan pekerjaan yang harus
dilakukan untuk memperbaiki masalah yang ada
atau mengeliminasi masalah potensial, dan
mencegah terulangnya masalah.
•
Sangat penting untuk mengidentifikasi semua
tindakan yang diperlukan dan bahwa tindakan
tersebut sudah memperhatikan tiap kemungkinan
penyebab masalah dan situasi yang diakibatkan
oleh masalah tersebut.
5. Rencana Tindakan
-- perubahan
•
Perubahan yang dibutuhkan untuk dokumentasi,
proses, prosedur, atau modifikasi sistem hendaklah
diuraikan.
•
Perubahan harus dirinci secukupnya sehingga jelas
dimengerti apa yang harus dikerjakan dan apa saja
hasil perubahan yang didapat.
5. Rencana Tindakan --
Pelatihan (Training)
•
Pelatihan karyawan merupakan bagian esensial
dari tiap perubahan yang dilakukan sehingga harus
dijadikan bagian dari Rencana Tindakan.
•
Agar menjadi efektif, semua modifikasi dan
perubahan yang dilakukan harus dikomunikasikan
ke tiap orang, departemen, pemasok, d.l.l yang
terkait atau yang bakal terkena dampak perubahan
tersebut.
6. Tindakan Implementasi
•
Rencana Tindakan yang telah disusun
dieksekusi. Semua pekerjaan dan aktivitas
yang telah diidentifikasi dituntaskan.
•
Buat rangkuman/ringkasan tindakan yang
dilakukan. Semua modifikasi terhadap
7. Tindak lanjut
•
Evaluasi terhadap tindakan yang diambil merupakan
salah satu langkah yang paling fundamental dalam
proses CAPA.
•
Evaluasi ini tidak saja memverifikasi penyelesaian
(yang sukses) dari pekerjaan dan aktivitas yang
diidentifikasi, namun juga menilai ketepatan dan
efektivitas tindakan yang diambil.
Format Matriks CAPA
Nama Industri Farmasi :
Alamat :
Tujuan Inspeksi : Tanggal Inspeksi :
Keterangan:
1. Diisi dengan persyaratan yang harus dipenuhi sesuai Pedoman CPOB yang berlaku. 2. Hasil analisis akar permasalahan sesuai SOP Penanganan Penyimpangan
3. CAPA perlu dijelaskan secara terperinci langkah-langkah tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan. 4. Status diisi dengan sudah selesai atau dalam proses. Bila dalam proses, batas waktu penyelesaian diisi. 5. Batas waktu penyelesaian yang reasonable dan diisi untuk tiap langkah.
No. Temuan Persyaratan1 Root Cause
Analysis2 CAPA3 Status4
Batas waktu5
penyelesaian
Penanggung Jawab
PELAYANAN PUBLIK
DITWASPROD PT &
PKRT TERKAIT CAPA
Desk CAPA
•
Desk CAPA dapat dilakukan di:
–Direktorat Pengawasan Produksi PT & PKRT atau –Balai/Balai Besar POM
•
Mekanisme pelaksanaan Desk CAPA:
–Berdasarkan hasil evaluasi CAPA oleh Badan POM maka industri farmasi dapat dipanggil untuk melaksanakan Desk CAPA di Direktorat Pengawasan Produksi PT & PKRT
–Industri farmasi mengajukan diri (melakukan perjanjian) untuk dapat melaksanakan Desk CAPA.
–Direktorat Pengawasan Produksi PT & PKRT merencanakan pelaksanaan Desk CAPA di Balai/Balai Besar POM.
•
Tujuan Desk CAPA :
–Mempercepat pemahaman Industri Farmasi terhadap CAPA dan diskusi terkait regulatory advice untuk memenuhi persyaratan CPOB.
–Meningkatkan mutual understanding antara Badan POM dan Industri Farmasi.
Verifikasi CAPA
•
Dilakukan di site terutama bila ada perbaikan
fisik yang harus diverifikasi
IMPROVEMENT
Pedoman CPOB Tahun 2012, Bab 8-INSPEKSI DIRI, AUDIT MUTU DAN AUDIT & PERSETUJUAN PEMASOK – Prinsip
“Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri
hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan
yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur
dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. ”.
Pedoman CPOB Tahun 2012, Bab 1-Manajemen Mutu Butir 1.6 s/d 1.7 dan Aneks 14 - Manajemen Risiko Mutu
“Sistem Pemastian Mutu didesain secara menyeluruh
dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi
Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk
Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu”.
Pedoman CPOB Tahun 2012, Bab
1-Manajemen Mutu Butir 1.2.k)
“Sistem Pemastian Mutu yang benar dan tepat bagi
industri farmasi hendaklah memastikan bahwa
penyimpangan dilaporkan diselidiki dan dicatat”.
Pedoman CPOB Tahun 2012, Bab 12-Kualifikasi dan Validasi Butir 12.46
“Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci langkah yang diambil jika ada usul perubahan terhadap bahan awal, komponen produk, peralatan proses, lingkungan
kerja (atau pabrik), metode produksi atau pengujian ataupun perubahan yang berpengaruh terhadap mutu atau reprodusibilitas proses. Prosedur pengendalian perubahan hendaklah memastikan bahwa data pendukung cukup untuk menunjukkan
bahwa proses yang diperbaiki akan menghasilkan suatu produk sesuai mutu yang diinginkan dan konsisten dengan spesifikasi yang telah ditetapkan”.