• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERIMAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK DENGAN AUTISME DI PUSAT LAYANAN AUTIS (PLA) DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI PERPUSTAKAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERIMAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK DENGAN AUTISME DI PUSAT LAYANAN AUTIS (PLA) DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI PERPUSTAKAAN"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

1

PENERIMAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK DENGAN AUTISME DI PUSAT LAYANAN AUTIS (PLA)

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani

Disusun oleh:

INNA RIESCANANDA 2212007

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

2016

(2)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

2

HALAMAN PENGESAHAN

PENERIMAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK DENGAN AUTISME DI PUSAT LAYANAN AUTIS (PLA)

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan oleh:

INNA RIESCANANDA PSIK/2212007

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji dan Diterima Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan

di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Tanggal: ...

Menyetujui:

Penguji,

Fajriyati Nur A, M.Kep.,Ns,Sp.Kep.J NIDN. 0514058301 Pembimbing I, Deby Zulkarnain R. S.,MMR NIDN. 0529118601 PembimbingII, Puji Sutarjo,MPH NIP.19770201 200012 1 002 Mengesahkan,

a.n Ketua Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan (S1)

Tetra Saktika Adinugraha., M. Kep., Ns. Sp. Kep. M. B NIDN. 0523108302

(3)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

(4)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

4

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian

yang berjudul “Penerimaan Orangtua terhadap Anak dengan Autisme di Pusat Layanan Autis (PLA) Daerah Istimewa Yogyakarta”.Penelitian ini dapat

diselesaikan atas bimbingan, arahan, dan bantuan berbagai pihak, oleh sebab itu dengan rendah hati penulismengucapkan terimakasihkepada:

1. Kuswanto Hardjo, dr., M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

2. Tetra Saktika Adinugraha, M. Kep., Ns., Sp. Kep.M.B selaku Ketua Prodi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

3. Dewi Retno Pamungkas, S. Kep., Ns., MNg selaku penguji usulan penelitian yang telah memberikan bimbingan pengarahan, dan masukan pada skripsi. 4. Fajriyati Nur Azizah, S. Kep., Ns., M. Kep Sp. Kep. J selaku penguji hasil

yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan pada skripsi. 5. Deby Zulkarnain Rahardiansyah, S. Kep., Ns., MMR selaku dosen

pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi.

6. Puji Sutarjo, S. Kep., Ns., MPH selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi.

7. Pusat Layanan Autis Kulon Progo yang memberikan kesempatan penulis untuk melakukan penelitian.

8. Informan yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini

9. Bapak dan Ibu selaku orangtua yang selalu mendukung dan mendoakan.

Semoga Allah SWT senantian melimpahkan rahmat kita semua. Akhirnya besar harapan penulis semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, Agustus2016 Penulis

(5)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

5

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR TABEL ...vi

DAFTAR GAMBAR ...vii

DAFTAR LAMPIRAN ...viii

INTISARI ...ix ABSTRACT ...x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1 B. Rumusan Masalah ...5 C. Tujuan Penelitian ...5 D. Manfaat Penelitian ...6 E. Keaslian Penelitian ...7 BAB I PENDAHULUAN A. Autisme ...1 B. Rumusan Masalah ...5 C. Tujuan Penelitian ...5 D. Manfaat Penelitian ...6 E. Keaslian Penelitian ...7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Autisme 1. Definisi Autisme ...9

2. Klasifikasi Autisme ...10

3. Ciri Khas Autisme ...12

4. Gejala Autisme ...14

5. Penyebab Autisme ...15

6. Pengobatan dan Terapi Autisme ...17

B.Penerimaan Orangtua 1. Definisi Penerimaan Orangtua ...20

2. Keberbakatan ...22

3. Definisi Orangtua...22

4. Tahap Reaksi Orangtua...24

5. Bentuk Penerimaan Orangtua ...25

6. Faktor yang Memengaruhi Penerimaan Orangtua ...26

C.Landasan Teori ...30

D. Kerangka Teori ...31

E. Kerangka Konsep ...32

F. Pertanyaan Penelitian ...32

(6)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

6

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...33

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...33

C. Data dan Sumber Data ...33

D. Definisi Operasional ...34

E. Alat dan Teknik Pengumpulan Data ...34

F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ...35

G. Jalannya Penelitian ...36

H. Teknik Analisa Data ...38

I. Etika Penelitian ...40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian dan Karakteristik Informan 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ...42

2. Karakteristik Informan...44

B. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil ...45

a. Menerima Anak dengan Autisme...45

b. Aspek Kepuasan akan Bakat Diri Anak...46

c. Aspek Pengakuan Keterbatasan Anak ...47

2. Pembahasan ...49

a. Menerima ...49

b. Aspek Kepuasan akan Bakat Diri Anak...50

c. Aspek Pengakuan Keterbatasan Anak ...52

C. Faktor Pendukung dan Penghambat ...53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...54

B. Saran ...55

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(7)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

7

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Keaslian penelitian ... 7 Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 34 Tabel 4.1 Karakteristik Informan ... 43

(8)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

8

DAFTAR GAMBAR

Skema2.1.Kerangka Teori ... 31 Skema 2.2.Kerangka Konsep ... 32

(9)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

9

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Kegiatan Penyusunan Skripsi. Lampiran 2. Analisa Data Wawancara.

Lampiran 3. Pedoman Wawancara.

Lampiran 4. Permohonan Menjadi Informan. Lampiran 5. Pernyataan Menjadi Informan.

Lampiran 6. Surat Izin Studi Pendahuluan dari Gubernur Yogyakarta. Lampiran 7. Surat Izin Studi Pendahuluan dari Kantor Pelayanan Terpadu. Lampiran 8. Surat Izin Studi Pendahuluan dari Dinas Pendidikan, Pemuda, dan

Olahraga Yogyakarta.

Lampiran9. SuratIzinPenelitiandariGubernur Yogyakarta. Lampiran10. SuratIzinPenelitiandari Kantor PelayananTerpadu. Lampiran 11. Lembar Bimbingan.

Lampiran 12. Dokumentasi Pengambilan Data.

(10)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

10

PENERIMAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK DENGAN AUTISME DI PUSAT LAYANAN AUTIS (PLA)

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

INTISARI

Inna Riescananda1, Deby Zulkarnain Rahadian Syah2, Puji Sutarjo3

Latar belakang:Orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus terutama

autisme seharusnya dapat bersikap bijak dan sabar dalam menghadapi kondisi anak, namun realitanya masih banyak orangtua yang tidak bijak dan sabar dalam menghadapi anak dengan autisme, sehingga orangtua mengutamakan terapi daripada penggalian akar masalah.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerimaan orangtua terhadap

anak dengan autisme di Pusat Layanan Autis (PLA) Daerah Istimewa Yogyakarta.

Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif dengan

pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam terhadap 3 orang informan. Data diolah dan dianalisis dengan metode triangulasi.

Hasil dan Pembahasan: Seluruh informan menerima keadaan anak yang

menderita autisme setelah mencari informasi mengenai autisme. Penerimaan orangtua ditunjukkan dengan adanya kepuasan akan bakat diri anak yang dilihat dari tindakan orangtua yang memberikan fasilitas untuk menunjang bakat anak. Selain itu, penerimaan orangtua ditunjukkan dengan adanya pengakuan keterbatasan anak yang menunjukkan perilaku autisme sejak anak berumur < 2 tahun.

Kesimpulan: Penerimaan seluruh informan terhadap anak dengan autisme baik. Kata kunci: Autisme, Penerimaan Orangtua.

1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 2 Dosen Jurusan Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

3 Perawat Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta

(11)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

11

PARENTAL ACCEPTANCE OF CHILDREN WITH AUTISM IN AUTISM SERVICE CENTER (ASC)

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Abstract

Inna Riescananda1, Deby Zulkarnain Rahadian Syah2, Puji Sutarjo3

Background: Parents of children with adolescent, especially autism should be

wise and patient to caring child's condition, but in reality there are many parents who are not wise and patient of parenting to children with autism. So, parents are prioritizing therapy rather than looking for the problem.

Objective: The aim of this study was to determine the parental acceptance of

children with autism in the Autism Services Center (ASC) Daerah Istimewa Yogyakarta.

Methods: This study used a qualitative research design with a phenomenological

design. The collection data was in interview(in-depth interviews) to 3 informan. Data were processed and analyzed by the method of triangulation.

Results and Discussion:All the informants accepted the situation of children who

suffer from autism after found informations about autism. Acceptance of parents indicated their satisfaction with the talent of the child as seen from the actions of parents who provide facilities to support the child's talents. In addition, the acceptance of parents indicated by the admitation of the cildren’s limitations that show behavioral autism since the children <2 years old.

Conclusion: Acceptance whole informant against children with autism are good. Keywords: Autism, Parental Acceptance.

1A student of Nursing Study Program in Jenderal Achmad Yani Yogyakarta of Health Science School.

2A Lecturer of Nursing Department in Jenderal Achmad Yani Yogyakartaof Health Science School..

(12)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Orangtua seharusnya dapat bersikap bijak dan sabar dalam menghadapi kondisi anak autisme, namun realitanya masih banyak orangtua yang tidak bijak dan sabar dalam menghadapi anak autisme, sehingga orangtua mengutamakan terapi daripada penggalian akar masalah (Pieter, dkk, 2011). Nasir dan Muhith (2011) menyatakan bahwa autisme merupakan gangguan seluruh aspek perkembangan sehingga gangguan tersebut sangat luas dan berat yang memengaruhi anak secara mendalam sebelum anak berusia 3 tahun. Copel dalam Pieter, dkk (2011) menyatakan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan pada masa kanak-kanak dengan manifestasi interaksi sosial dan imajinatif yang rusak. Sementara Sutarna, dkk (2009) menyatakan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan komplek pada fungsi otak yang disertai dengan defisit intelektual dan perilaku dalam rentang dan keparahan yang luas.

World Health Organization (WHO) (2013) menyatakan bahwa prevalensi penderita autisme di dunia sebanyak 1 dari 160 orang, terhitung lebih dari 7,6 juta jiwa yang hidup dengan autisme. Menurut Yatim (2007), kejadian autisme di negara maju sebanyak 4-15 dari 10.000 penduduk. Sementara menurut Pieter, dkk (2011) di negara Kanada dan Jepang penyandang autisme bertambah 40% sejak 1980. Sementara pada tahun 2002 di California terdapat 9 kasus autisme setiap harinya.Sun dan Allison (2010) menyatakan prevalensi autisme di Jepang pada tahun 2008 sebanyak 13/10.000 dengan populasi sebanyak 12,263 dan prevalensi di China pada 2008 sebanyak 9,8/10.000 dengan populasi 25,521. Vekarisyanti dalam Setiawansyah, dkk (2015) menyatakan bahwa berdasarkan hasil lembaga sensus Amerika Serikat pada tahun 2004 jumlah anak dengan ciri dan gejala autisme di Indonesia mencapai 475.000 orang. Prevalensi autisme di Indonesia terdapat 150.000-200.000 orang (Pieter, dkk, 2011). Sementara menurut Wignyosumarto dalam Rahmawati, dkk (2006), prevalensi autis di Yogyakarta sebanyak 12 tiap 10.000 anak. Dikpora DIY (2015) menyatakan bahwa terdapat 6

(13)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

dari 1000 penduduk menderita autisme. Sementara menurut Anggarini, dkk (2011), jumlah autisme di Indonesia belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan jumlahnya mencapai lebih dari 400.000 anak.

Penyebab autisme menurut Pieter, dkk (2011) belum diketahui pasti, beberapa penilaian menurutnya disebabkan oleh multifaktor, yaitu faktor biologis, psikologis, dan sosial. Sementara itu, Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) (2011) menjabarkan faktor-faktor penyebab autisme, meliputi faktor genetik, pendarahan pada awal kehamilan, obat-obatan yang dikonsumsi pada masa kehamilan, gangguan pernapasan, anemia, infeksi yang mengakibatkan funsi sel otak terganggu, keracunan logam berat, autoimun. Nurdin (2011) menyatakan bahwa risiko autisme juga ditemukan berkaitan dengan derajat urbanisasi tempat kelahiran anak dan usia ayah, namun tidak berkaitan dengan usia ibu.

Gejala autisme menurut Kusumawati dan Hartono (2011), meliputi kurangnya responsivitas terhadap orang lain, menarik diri dari hubungan sosial di sekitarnya, ketidakmampuan melakukan komunikasi dengan lingkungan terlihat sangat jelas, dan respon yang aneh terhadap lingkungan. Sementara Nurdin (2011) menyatakan bahwa anak autisme biasanya melakukan gerakan berulang-ulang (stereotipik) tanpa tujuan, membenturkan kepala dengan letupan emosi, tidak mampu melakukan kontak mata, dan jika mampu melakukan kontak mata akan disertai dengan sikap agresif dan letupan emosi. Letupan emosi yang dimaksud adalah faktor yang terkait dengan autisme fungsi rendah. Autisme fungsi rendah dan fungsi tinggi adalah golongan dalam spektrum gangguan autistik berdasarkan dari tingkat kendala interaksi sosial. Nurdin (2011) menyatakan bahwa autisme bukan merupakan suatu gangguan tunggal. Gejala dominan autisme, seperti gangguan interaksi sosial, gangguan komunikasi, dan perilaku yang diulang-ulang adalah gejala dari etiologi yang berbeda, yang berarti bahwa setiap anak menunjukkan gejala yang berbeda sehingga tidak bisa menggunakan metode terapi yang sama untuk setiap pengidap autisme.

Nurdin (2011) menjelaskan bahwa gangguan interaksi sosial pada anak autisme di sekolah akan menyebabkan teman sebayanya terus menerus mengganggu dan mengakibatkan penurunan prestasi, stres yang dialami guru di

(14)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

sekolah akan bertambah berat apabila tidak memahami bahwa anak adalah pengidap autisme. Sutarna, dkk (2009) mengatakan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan pada fungsi otak disertai dengan defisit intelektual dan perilaku dalam rentang keparahan yang luas. Hal itu mengakibatkan anak dengan autisme akan mengalami kesulitan untuk meningkatkan prestasi akademik dan rentan dikucilkan atau diganggu teman sebayanya.

Siswanto (2010) menjelaskan bahwa orangtua yang kurang menerima kehadiran anaknya karena hal tertentu akan mempengaruhi cara orangtua memperlakukan anaknya. Rachmayanti dalam Rupu (2015) menyatakan bahwa ketika anak dinyatakan bermasalah, reaksi pertama orangtua adalah tidak percaya, merasa kaget, sedih, kecewa, merasa bersalah, marah, dan menolak keadaan ini. Orangtua yang memiliki anak yang menyandang kecacatan tidak mudah untuk mengalami fase ini, sebelum akhirnya berada pada tahap penerimaan. Sementara orangtua yang menerima biasanya digambarkan sebagai orangtua yang penyayang dan penuh kehangatan, selain itu juga menerima keadaan anaknya dan dirinya sendiri sehingga menjadi lebih bijak dan mampu menjalani hidup yang lebih realistik (Suwaji, 2014). Apabila dalam keluarga ada penerimaan, maka dapat membantu dalam pengasuhan anak dan akan mendukung perkembangan, meski tidak mudah bagi orangtua untuk menerima keadaan anaknya (Bula, 2015).

Penelitian Rachmayanti dan Zulkaida (2007) menyatakan bahwa faktor penerimaan orangtua terhadap anak dengan autisme meliputi: dukungan dari keluarga, kemampuan keuangan, latar belakang agama, sikap para ahli, tingkat pendidikan suami dan istri,status perkawinan, sikap masyarakat umum, usia orangtua, sarana penunjang. Sementara hasil penelitian Anggarini (2015), pengalaman orangtua dalam menerima anak dengan autisme ditunjukkan dari cara orangtua merawat anaknya seperti anak normal umumnya (memandikan, menyuapi, menemani belajar, dan mengajak anak bermain), dan kendala dalam merawat anak dengan autisme antara lain perilaku hiperaktif yang tidak dapat dikendalikan, terbatasnya sarana terapi, serta kondisi keuangan keluarga yang kurang mendukung.

(15)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Berdasarkan WHO (2016), penderita autisme dibatasi oleh stigma masyarakat, mengalami diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia, sehingga akses ke layanan pendukung autisme tidak memadai. Sementara berdasar data dari Dikpora DIY (2015), Indonesia memiliki 34 Pusat Layanan Autis (PLA) yang salah satunya berada di DIY, yaitu berada di Sentolo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Selama tahun 2015, PLA ini menangani 14 anak autis. PLA ini berfungsi untuk menyelenggarakan pendidikan transisi pra sekolah, sehingga anak dengan autisme dapat lebih siap untuk bersekolah di sekolah reguler maupun non reguler. Selain itu, PLA juga berusaha mengajarkan cara menangani anak autisme kepada orangtua, karena penanganan anak dengan autisme harus terintegrasi antara orangtua, terapis, guru, psikolog, dan pihak PLA. Target PLA yaitu, bisa meningkatkan kualitas hidup, lebih mandiri, bisa berkomunikasi dengan media apapun, dan bisa mengembangkan potensi kelebihan yang dimiliki (Dikpora DIY, 2015).

Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, DIY (2015), PLA dibangun dengan lima tujuan. Pertama, upaya menjamin terpenuhinya hak-hak anak dengan autisme agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Kedua, memberikan layanan identifikasi dan asesmen dengan melibatkan beberapa tenaga ahli terkait. Ketiga, memberikan layanan intervensi terpadu anak dengan autisme dengan melibatkan berbagai progesi dan praktisi terkait untuk meminimalisi perilaku autisme. Keempat, memberikan layanan pendidikan transisi oleh tenaga pendidik yang berkompeten agar mereka memiliki kesiapan mengikuti pendidikan pada sekolah formal maupun non formal. Kelima, memberikan layanan pendukung bagi orangtua, sekolah, dan masyarakat agar memiliki kesiapan dan kemampuan dalam membimbing memberikan layanan bagi anak dengan autisme di rumah maupun di masyarakat. Sementara layanan yang diberikan di PLA ini meliputi layanan identifikasi dan asessment, layanan intervensi terpadu, layanan intervensi pendidikan transisi, layanan umum berupa pendukung dan bersifat pengembangan dan pengabdian pada masyarakat.

(16)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada 27 Mei 2016 di PLA Daerah Istimewa Yogyakarta, didapatkan data anak dengan autisme yang ditangani PLA sebanyak 25 anak dengan rentang usia rata-rata di bawah 10 tahun yang menjalani terapi perilaku, terapi okupasi, terapi bicara, fisioterapi, dan transisi pada hari Senin sampai Kamis selama 2 jam dalam satu kali pertemuan dengan jadwal 2 kali pertemuan selama satu minggu. Masing-masing anak diberikan pelayanan selama 9 bulan, yaitu 1 bulan asessment, 6 bulan terapi, dan 2 bulan transisi. Menurut hasil wawancara studi pendahuluan dengan koordinator PLA, orangtua sering mengeluhkan perilaku anak yang terkadang tenang dan terkadang sulit diatur, serta pada saat konsultasi dengan terapis orangtua sering menyembunyikan keadaan anak yang sebenarnya dan kurang menerima keadaan anak, seperti orangtua mengatakan anaknya baik-baik saja, namun saat dilakukan terapi anak tidak menunjukkan sikap yang baik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penerimaan orangtua terhadap anak dengan autismedi Pusat Layanan Autis (PLA) Daerah Istimewa Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui penerimaan orangtua terhadap anak dengan autisme di PLA Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui penerimaan orangtua terhadap anak dengan autisme di PLA Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan aspek kepuasan akan bakat diri anak.

b. Diketahui penerimaan orangtua terhadap anak dengan autisme di PLA Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan aspek pengakuan keterbatasan anak.

(17)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat membantu dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan jiwa, terutama dalam kehidupan masyarakat yang berhubungan dengan autisme.

2. Bagi Orangtua

Penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan penerimaan terhadap anak dengan autismeagar dapat menyikapi anak dengan tepat.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan wawasan peneliti tentang kesehatan jiwa, terutama penerimaan orangtua terhadap anak dengan autisme.

4. Bagi Pusat Layanan Autis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan kebijakan untuk memberikan intervensi yang tepat.

5. Bagi Perawat

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan asuhan keperawatan yang tepat terhadap anak dengan autisme dan orangtua yang memiliki anak dengan autisme.

(18)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Nama Judul Hasil Metode Perbedaan Persamaan

Agustikasari, D. (2016). Penerimaan Orangtua Kandung pada Anak yang Penyandang Autis Hasil penelitian yang didapat bahwa kedua pasangan orangtua dapat menerima kondisi anaknya. Tingkat penerimaan Ayah dan Ibu berbeda-beda hal tersebut dipengaruhi oleh kemampuan dasar yang dimiliki setiap anak dan jumlah anak yang dimiliki oleh orangtua. Faktor yang mempengaruhi penerimaan orangtua yang paling berpengaruh adalah keluarga, agama dan masyarakat. Kedua orangtua cukup berperan mendidik anaknya seperti mengulang apa yang telah diajarkan di sekolah, mendampingi saat terapi dan saat berada dirumah, mencari informasi tambahan dan sharing dengan orangtua lainnya dan aktif mengikuti kegiatan yang Penelitian tersebut merupakan penelitian kualitatif dengan teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling dan didapatkan informan 2 pasangan suami istri. Penelitian ini menggunakan informan orangtua yang dikriteriakan seorang ibu, sementara informan yang digunakan adalah 3 orang ibu dari anak yang memiliki anak dengan autisme. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode pengambilan sampel menggunakan purposive sampling.

(19)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

diadakan sekolah.

Nama Judul Hasil Metode Perbedaan Persamaan

Bula, D. A. (2015). Hubungan Dukungan Sosial dengan Penerimaan Diri Orang Tua yang Memiliki Anak Tunarungu di SLB Kota Gorontalo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya dukungan sosial dari keluarga ataupun kerabat untuk orang tua dari anak tunarungu dengan kategori kurang 19 responden, begitupun untuk penerimaan diri dengan kategori kurang 19 responden. Penelitian tersebut menggunakan metode Analitik Observasionaldeng an pendekatan Cross Sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah Total Sampling, uji koefisien korelasi spearman. Peneliti menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan teknik purposive sampling. Penelitian ini memiliki kesamaan variabel, yaitu penerimaan orang tua. Anggarini, D. S. (2011). Studi Fenomenologi s tentang Penerimaan Orangtua terhadap Anak Autis di SLB Negeri Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman orangtua dalam menerima anaknya yang autis ditunjukkan dari cara merawat anaknya layaknya anak normal, kendala yang dialami antara lain perilaku hiperaktif anak, terbatasnya sarana terapi, kondisil keuangan yang kurang mendukung. Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian kualitatif fenomenologi yang menggunakan metode observasi dan wawancara mendalam. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampel. Penelitian ini menggunakan purposive sampling. Penelitian ini memiliki persamaanmet ode penelitian kualitatif, teknik sampling (purposive sampling), dan variabel penelitian, yaitu Penerimaan Orangtua. Suwaji, I. (2014). Hubungan antara Penerimaan Orangtua dan Konsep Diri dengan Motivasi Berprestasi pada Anak Slowlearner. Hasil penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara penerimaan diri orangtua dan konsep diri secara bersama-sama dengan motivasi berprestasi. Teknik pengambilan sampel penelitian tersebut menggunakan teknik sensus (total sampel) Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian ini memiliki persamaan variabel, yaitu penerimaan orangtua.

(20)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian dan Karakteristik Informan 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Pusat Layanan Autis (PLA) terletak di Bantar Kulon, Bangun Cipto, Sentolo, Kulon Progo dibangun pada tahun 2013 dengan luas 1.216 m2 dan berada di titik koordinat 07° 49° 11,776° LS 110°13° 32,246° BT. Gedung PLA merupakan hasil kerjasama Direktorat PKLK Dikdas Kemdikbud (Pemberi bantuan sosial untuk bangunan) dengan Dikpora DIY dengan harapan agar PLA ini dapat menjadi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dikpora DIY. Namun, untuk sementara waktu PLA ini ditangani oleh sebuah kelompok kerja pelaksana tugas PLA yang diangkat dengan SK Kepala Dikpora DIY, karena bersifat Layanan Umum(Dikpora DIY, 2015).

Pembangunan PLA ini memiliki lima tujuan, yang pertama yaitu untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak autis agar dapat hidup, tumbuh, berkembangan, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Kedua, memberikan layanan identifikasi dan asesmen dengan melibatkan beberapa tenaga ahli terkait. Ketiga, memberikan layanan intervensi terpadu anak autis dengan melibatkan berbagai profesi dan praktisi terkait untuk meminimalisir Perilaku Autisitas anak. Keempat, memberikan layanan pendidikan transisi oleh tenaga pendidik yang kompeten agar mereka memiliki kesiapan untuk mengikuti pendidikan pada sekolah-sekolah formal maupun nonformal. kelima, memberikan layanan pendukung bagi orangtua, sekolah, dan masyarakat agar memiliki kesiapan dan kemampuan dalam membimbing dan memberikan layanan bagi anak autis di rumah maupun di masyarakat.

Tugas pokok dari PLA ini adalah menyelenggarakan layanan pendidikan transisi bagi anak autis melalui interaksi terapeutik dan interaksi edukatif

(21)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

dengan tujuan meningkatkan dan mengembangkan keterampilan sosial, komunikasi, perilaku adaptif, dan meminimalisir hambatan psikologis yang dialami.

PLA ini berdiri dengan memberikan beberapa layanan, yaitu layanan assesment (diagnosa autis, assesment psikologis, assesment perkembangan, assesment kecakapan akademik, assesment medis) dan lima layanan terpadu, pertama layanan intervensi psikologis (kemampuan perhatian dan kepatuhan, kemampuan imitasi, kemampuan bahasa reseptif, kemampuan bahasa ekspresif, dan kemampuan pra-akademik). Kedua, layanan intervensi medis (pemantauan tumbuh kembang, pemeriksaan fisik umum dan khusus, kesehatan umum dan khusus, terapi hambatan motorik, terapi hambatan sensorik). Ketiga, layanan pendidikan pra-akademik (kecakapan dasar membaca, menulis, berhitung, pengembangan sensori motorik, kognitif, bahasa dan komunikasi, sosial-emosi, dan bina diri). Keempat, layanan penempatan pada sekolah (orientasi-adaptasi, penempatan, pemantauan, pendampingan, dan bimbingan belajar). Kelima, layanan umum (layanan konsultasi, layanan keluarga, layanan sekolah, layanan masyarakat, kajian dan pengemabgan, layanan pelatihan dan bimbingan teknis). Beberapa layanan tersebut didukung oleh psikolog, dokter umum, dokter jiwa psikiater, dokter tumbuh kembang anak, konsultan pendidikan, dan staf lainnya. (Dikpora DIY, 2015).

Pelayanan di PLA ini buka setiap hari Senin sampai Kamis pukul 08.00 WIB-16.00 WIB dan pada hari Jumat pukul 08.00 WIB-11.00 WIB. Masing-masing anak yang ditangani di PLA ini mendapat pelayanan 1 bulan untuk assesment, 6 bulan untuk terapi, dan 2 bulan untuk transisi. Setiap anak mendapatkan jadwal 4 jam dalam seminggu, masing-masing 1 jam dalam satu sesi terapi. Kemudian orangtua dan terapis melakukan konsultasi hasil terapi anak selama kurang lebih 5 menit. Jumlah anak yang diterapi tidak selalu sama, karena PLA ini menerima pendaftaran anak yang akan diterapi setiap saat tanpa menjadwalkan waktu pendaftaran.

(22)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

2. Karakteristik Informan

Tabel 3.1 Karakteristik Informan

Kode Usia Ibu Pendidikan Pekerjaan P1 35 tahun DIII Ibu Rumah Tangga

P2 38 tahun SMK Ibu Rumah Tangga

P3 36 tahun SMA Ibu Rumah Tangga

Penelitian ini mengambil data dari keseluruhan informan sebanyak 3 orang, karakteristik informan yang bersedia diwawancarai bervariasi dari 1 informan sampai 3 informan, semua informan adalah ibu kandung dari anak yang diterapi di PLA dengan rentang usia yang tidak terlalu jauh, masing-masing 35 tahun, 38 tahun, dan 36 tahun. Sementara tingkat pendidikan ketiga informan berbeda, yaitu pendidikan terakhir P1 adalah DIII, P2 adalah SMK, dan P3 adalah SMA. Informan dalam penelitian ini adalah ibu sebagai orang yang paling dekat dengan anak.

Informan P1 adalah seorang ibu rumah tangga dengan tiga orang anak, masing-masing berusia 11 tahun, 9 tahun, dan 2 tahun. Anak pertama adalah anak yang di terapi di PLA, sementara dua orang anaknya yang lain tidak mengalami autisme. Informan P2 merupakan ibu rumah tangga dengan dua orang anak. Masing-masing berusia 15 tahun dan 6 tahun. Anak dari informan P2 yang diterapi di PLA adalah anak kedua, sementara anak pertama tidak mengalami autisme. Sementara untuk informan P3 merupakan ibu rumah tangga dengan dua orang anak, masing-masing berusia 13 tahun dan 6 tahun. Anak dari informan P3 yang diterapi di PLA adalah anak kedua. Anak dari ketiga informan yang terapi di PLA berjenis kelamin laki-laki.

Data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan tiga informan yang berbeda. Masing-masing informan bebas menjawab dan menceritakan apapun yang ada dalam pikiran mereka dan yang mereka rasakan mengenai penerimaan orangtua terhadap anaknya yang mengalami autisme.

(23)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

B. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil

a. Menerima

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan didapatkan hasil bahwa ketiga informan orangtua telah menerima keadaan anaknya yang menyandang autisme. Informan P1 menyatakan bahwa telah menerima keadaan anaknya yang menderita autisme sejak anaknya didiagnosa ADHD dan belum didiagnosa autisme, kemudian informan P1 berusaha mencari informasi mengenai perilaku-perilaku yang ditunjukkan anaknya dan menemukan bahwa perilaku anaknya sesuai dengan perilaku anak autisme. Informan P2 mengatakan bahwa informan P2 dan suami memiliki penerimaan yang sejalan atau sama-sama telah menerima, karena orangtua merasakan perilaku-perilaku anaknya memang berbeda dari anak lainnya. Sementara P3 menerima keadaan anaknya karena bagi informan P3 anak merupakan titipan Tuhan, sehingga informan P3 berharap hal yang terjadi pada anaknya memiliki hikmah yang besar.

Reaksi ketiga informan ketika anak didiagnosa autisme cenderung sama, yaitu P1 yang menyatakan bahwa ada perasaan kaget, namun tidak terlarut dan memiliki untuk mencari informan mengenai hal yang dapat dilakukan. P2 menyatakan bahwa pada saat mendengar anak didiagnosa autisme informan lebih memilih mencari informasi mengenai autisme dan hal-hal yang harus dilakukan. Sementara P3 menyatakan bahwa ada perasaan sedih, namun orangtua merasa harus memahami tentang apa yang terjadi dengan anak.Hasil analisa tersebut didukung dengan pernyataan informan sebagai berikut:

“eee, saya optimis aja sih. Saya terima sambil saya belajar autis itu apa,

bahkan sebelum 2011 saya baca-baca tentang autis, saya cenderung ke sana, saya justru diagnosanya ADHD tapi saya perlakukan dia lebih ke

autis.”

“Kalau saya iya (sudah menerima keadaan adek B) sejak awal.

“Emm, gimana ya… enggak terlalu kaget sih…. ya, aduh, gitu. Tapi

nggak yang terlarut gitu. Saya lebih memilih apa sih ini? Terus saya harus

(24)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

“Yaa gak... karena kita waktu itu belum tau autis itu apa.. terus mencari

sebenarnya autis itu penyakit seperti apa, trus kita harus gimana...yaa biasa aja sih seperti kita mendengar anak kita... ya karena dari awal kita sudah tau.... sudah merasa kalau anak kita beda dari yang lain.. waktu itu ya mengalir aja.. jalani aja gak merasa down.”

“...penerimaannya kita sejalan (dengan suami), alhamdulillah kita

sampai saat ini pun masih, ya maksudnya sama sih antara saya sama suami

cara menghadapinya, penerimaannya, itu sama...” (P2).

”...Allah menitipkan apapun itu ke saya, ya saya terima dan

mudah-mudahan ini punya hikmah yang besar, jadi kita menerima deh, intinya

seperti itu.”

“Ya ada rasa, yo kan setiap orangtua merasa sedih kan ada. Masudnya

kan, waktu itu juga kan saya belum terlalu memahami apa itu autis, apa itu kekurangan, saya tidak paham. Jadi untuk ilmu itu, kayaknya nggak ada deh, gitu kan. Tetapi dengan berjalannya, ketika kita tau, saya harus

memahami...”(P3).

b. Aspek Kepuasan akan Bakat Diri Anak

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan didapatkan hasil bahwa sebagian besar orangtua merasa puas akan bakat diri anaknya ditunjukkan dengan kemampuan informan dalam mengetahui kelebihan atau bakat anak serta antusias informan pada saat diwawancarai mampu menceritakan secara detail. Beberapa bakat anak dari informan tidak sama, hal itu karena setiap individu memiliki kemampuan, minat, dan bakat yang berbeda antara satu dengan lainnya, seperti P1 mengatakan bahwa anaknya suka membaca dan mampu mengoperasikan komputer secara otodidak. Sehingga untuk mendukung dan meningkatkan kemampuan atau kelebihan anaknya yang suka membaca, orangtua bertindak dengan memberi fasilitas membelikan papan tulis dan membantu anak belajar membaca ketika anak sedang tertarik untuk belajar membaca. Sementara untuk mendukung dan meningkatkan kemampuan anaknya yang mampu mengoperasikan komputer orangtua berusaha memfasilitasi anaknya dengan membelikan laptop untuk mengembangkan kemampuannya. P2 mengatakan bahwa anaknya memiliki ketertarikan dalam bidang olahraga fisik, terutama dalam bermain air dan berenang sehingga orangtua bertindak untuk mengajari anak mereka berenang dan merencanakan jadwal renang bersama secara rutin. Sementara P3 belum mampu melihat kelebihan atau bakat anak karena anak

(25)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

belum menunjukkan hal yang menonjol, meski begitu informan tetap berusaha mencari tahu. Analisa tersebut didukung dengan pernyataan informan sebagai berikut:

“...dia kan 4 tahunnya Februari, Desember itu dia bisa ngomong, abjad

itu bulet semua, nggak ada yang cedal. Habis itu dia bisa ngomong, 4 tahunnya itu tak ajarin baca, 1 bulan dia udah bisa. Ya itu, saya liat ke minatnya dia, kalau pas dia minat, saya pasti ajak belajar. Kan dia minatnya sama huruf, dia kan liat gambar ada hurufnya. Jadi dalam 1 bulan tak ajarin baca itu udah bisa, itu nggak yang… opo yo… nggak saya

target satu bulan harus belajar berapa ini… enggak. Saya siapin papan putih besar itu, di situ kan saya nulis aja… A , I, U, E, O itu kan semua huruf sampai Z...”

“Saya menarget diri saya sendiri biar bisa memfasilitasi adik B...”(P1).

“dia arah nya lebih ke olahraga gitu loh, misal nya ya renang, itu saja

sih yang saya lihat, kalau yang lainya belum. Kita sama–sama berenang, itu kan tadinya kan ditempat yang segini (sambil mengukur setinggi dada) terus lama–lama tak tarik ke yang 4 meter itu bisa kemambang, walaupun

belum bisa diarahkan gayanya.”

“Sementara masih tak tangani sendiri sama ayahnya...” (P2).

“Kalau adek G belum tau punya kelebihan-kelebihannya, karena saya

memang belum tau bakatnya, jadi belum tau harus mengembangkannya

gimana, sementara ini masih kita cari.” (P3).

c. Aspek Pengakuan Keterbatasan Anak

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan didapatkan hasil bahwa seluruh orangtua mau mengakui kekurangan atau keterbatasan anaknya yang menunjukkan ciri dari autisme yang diderita anaknya, yaitu P1 yang mengatakan bahwa keterbatasan atau perilaku autisme pada anaknya adalah keterlambatan berbicara, tidak adanya kontak mata, tidak mampu berkomunikasi, perilaku hiperaktif, cuek dengan lingkungan sekitar, ketidakmampuan anak dalam memahami kalimat. P2 mengatakan bahwa keterbatasan atau perilaku autisme tidak merespon pada panggilan, kesulitan dalam diajak berinteraksi dan komunikasi, keterlambatan bicara, perilaku cuek pada sekitar, serta kemampuan mengurus diri atau kemandirian yang masih kurang. Sementara P3 mengatakan bahwa keterbatasan atau perilaku autisme yang ditunjukkan anaknya adalah tidak merespon pada panggilan,

(26)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

kemampuan berkomunikasi yang terbatas, serta kemandirian yang tidak sesuai dengan usianya. Hal tersebut masing-masing mulai terlihat pada anak dari informan P1 pada umur 0 bulan dan anak pada informan P2, P3 pada umur kurang dari 2 tahun. Adanya hal tersebut membuat orangtua bertindak untuk memeriksakan anak mereka ke rumah sakit, selain itu orangtua juga berusaha mencari tahu mengenai autisme, hal yang bisa dan harus dilakukan dengan membaca buku dan menemui dokter serta memasukkan anak mereka ke PLA. Analisa tersebut didukung dengan pernyataan informan sebagai berikut:

“...terlambat bicara...”, “...itu sebenarnya dari 0 bulan sudah kelihatan kayak tatapan kosong, kalau ada orang deketin dia itu… cuek.”

“Di dokter RSJ Soerojo, baru dites yang komplit itu 2011 di P3TKA

jogja itu hasilnya ADHD kombinasi dengan spectrum autis...”

“kalau untuk sekarang hipernya berkurang, lebih ke… tinggal emosionalnya sih, mbak. Eee… apa ya, dia komunikasi dua arah bisa, tinggal pemahaman arti… sama kalau perilaku… perilaku anehnya sih

sebenernya ada, cuma masih halus ya, seperti berjalan mutar-mutar dan nada bicara masih datar...”(P1).

“Dipanggil gak mau nengok, saya takutnya gak mendengar, baru tes

bera... terus pendengaran, kan kalau belum ....belum 2 tahun itu belum bisa

di diagnosa autis.. itu kan observasi dulu...”

“...terus kan kita ke sarjito untuk tes pendengaranya , terus kan disana

ada dokter tumbuh kembang memberikan penjelasan.. begini.. begini.. ya

kita ikuti aja... gitu”

“Ya sama kaya yang lain sih mbak, cuma itu aja (telat berbicara),

sementara karena belum bisa ngomong aja..Nek yang tepuk-tepuk tangan sendiri... kaya ciri–cirinya orang autis misalnya mainan sendiri...seperti

itu.”

“...untuk memahami perintah kan dia susah tapi kan sekarang.. banyak

sih, ibarat seiring umur dewasa juga dia, mengerti juga dia, dari segi rasa pun dia sudah lebih peduli. Dulu kan misalnya ibunya mau kemana nggak

harus nyimpeke, kalau sekarang kan harus nyimpek e...”

“Nah itu karena belom bisa ngomong, susah komunikasi, mandiri nya

belum full, untuk mandi sendiri belum bisa, pakai baju sendiri belum bisa, pokoknya mengurus diri sendiri saya kejar biar bisa, tapi ya makan sendiri

sudah bisa, tapi ya saya arah kan.”(P2).

“Eee, sekitar 2 tahun didiagnosa, sikapnya itu kan nggak mau

mendengarkan, yang kita panggil, gitu kan, kalau bukan hal yang menarik

(27)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

“...kalau kakaknya kan udah, apa ya, udah mengerti gitu kan. Kita

arahkan baik itu, ini nggak boleh dia nggak, kalau adek G kan harus dua kali...”

“Ya kadang komunikasi itu kan terbatas.” (P3).

2. Pembahasan

Berdasarkan hasil dari analisa data terdapat dua aspek kategori dalam tema Penerimaan Orangtua, yaitu aspek kategori Kepuasan akan Bakat Diri Anak dan aspek kategori Pengakuan Keterbatasan Anak. Berikut pembahasan dari hasil analisa di atas:

a. Menerima

Hasil wawancara dengan informan P1, P2, dan P3 menunjukkan bahwa orangtua telah menerima keadaan anaknya yang menderita autisme. Hasil penelitian ini relavan dengan penelitian Agustikasari (2016) yang menyatakan bahwa kedua pasangan orangtua dapat menerima kondisi anaknya. Penelitian Rachmayanti dan Zulkaida (2007) juga menyatakan bahwa seluruh informan telah menerima sepenuhnya kondisi anaknya yang didiagnosa autisme. Selain itu, hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Pancawati (2013) yang menyatakan bahwa tiga dari empat objek penelitian memiliki penerimaan diri yang baik sehingga penanganan lebih lanjut pada anak dengan autisme dapat dijalani dengan baik.

Menurut Hurlock 2002 dalam Purnomo (2015) menyatakan bahwa penerimaan orangtua yaitu suatu efek psikologis dan perilaku dari orangtua pada anaknya seperti rasa sayang, kelekatan, kepedulian, dukungan, dan pengasuhan yang dapat dirasakan dan diekspresikan oleh orangtua. Hal tersebut ditunjukkan oleh informan P1 dan P2 yang menyatakan bahwa telah menerima keadaan anaknya karena telah mengetahui perkembangan anaknya yang tidak seperti anak lainnya sebelum anaknya didiagnosa. Sementara pernyataan informan P3 bahwa anak merupakan titipan Tuhan sehingga informan berharap ada hikmah yang besar. Hasil penelitian tersebut relavan dengan Mulyadi dalam Purnomo (2015) bahwa saat orangtua menerima anaknya yang didiagnosa menyandang autisme, hal yang perlu dilakukan oleh orangtua adalah mensyukuri apapun kondisinya sehingga orangtua bisa memahami keunikan anak dengan autisme.

(28)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Ketiga informan menyatakan bahwa pada saat anak didiagnosa autisme, orangtua cenderung memilih untuk mencari informasi mengenai autisme dan hal-hal yang harus dan dapat dilakukan oleh orangtua. Meski begitu, informan sempat merasa kaget dan sedih, namun tidak terlarut.Jadi, untuk dapat menerima keadaan anaknya yang mengalami autisme, informan melewati tahap kaget, sedih, kemudian berupaya mencari informasi mengenai autisme sehingga orangtua dapat memahami dan menerima keadaan anak. Hal ini sesuai dengan teori Kubler Ross dalam Asyanti dan Wardhani (2015) yang menyatakan bahwa proses penerimaan merupakan puncak dari penyangkalan, marah, tawar menawar, dan depresi. Hasil penelitian ini relavan dengan hasil penelitian Rachmayanti dan Zulkaida (2007) yang menyatakan bahwa reaksi pertama orangtua saat anak dinyatakan mengalami autisme adalah tidak percaya, merasa kaget, sedih, kecewa, merasa bersalah, marah, dan menolak keadaan.

b. Aspek Kepuasan akan Bakat Diri Anak

Hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa orangtua yang merawat dan mendidik anaknya sendiri tanpa bantuan pengasuh mampu melihat dan menyadari kemampuan atau bakat anaknya. Hal ini sesuai dengan penelitian Anggarini, dkk (2011) bahwa orangtua tidak mengandalkan kehadiran pengasuh untuk merawat anaknya yang menyandang autisme, karena dengan kondisi anak yang “special” ini orangtua harus menangani anaknya sendiri, sehingga dalam hal ini orangtua dianggap mempunyai ikatan batin yang sangat kuat dengan anak.

Hurlock 1987 dalam Khasanah (2011) menyatakan bahwa penerimaan orangtua ditandai dengan perhatian besar dan kasih sayang, sehingga orangtua yang menerima akan memperhatikan perkembangan kemampuan anak dan memperhitungkan minat. Pernyataan tersebut relavan dengan hasil dari analisa data didapatkan bahwa informan P1 dan P2 mengetahui kelebihan dan bakat yang dimiliki anaknya yang dapat disimpulkan sebagai rasa puas, yaitu P1 yang menyatakan bahwa anaknya memiliki minat akademik dalam membaca dan mampu mengoperasikan komputer secara

(29)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

otodidak, P2 menyatakan bahwa anaknya memiliki ketertarikan dalam olahraga fisik, terutama berenang, sementara informan P3 masih belum melihat kelebihan atau bakat anaknya karena anak belum menunjukkan sesuatu yang menonjol, meski begitu informan P3 tetap berusaha untuk mencari tau hal itu.

Pernyataan ketiga informan yang dapat menyebutkan dan menjelaskan kelebihan dan bakat anak yang disebutkan di atas sesuai dengan penelitian Agustikasari (2016) bahwa orang tua akan berusaha untuk merawat anaknya dengan sabar setiap hari sehingga orangtua mengetahui bagaimana keadaan anak dan perkembangan pada anak yang akan bermanfaat untuk mengetahui apa saja kebutuhan anaknya sehingga mampu memberikan penanganan yang tepat. Hal itu didukung dengan pendapat Ali (2010) bahwaperan ibu adalah sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh, pendidik anak, pelindung keluarga, dan pencari nafkah tambahan. Oleh sebab itu, orangtua (ibu) dari anak dengan autisme yang telah mampu menerima keadaan anak dan mengasuh anaknya tanpa bantuan pengasuh akan lebih mencurahkan kasih sayang dan perhatiannya pada anak, sehingga orangtua lebih mampu melihat bakat atau kelebihan yang dapat dilakukan anaknya yang memiliki gangguan perkembangan pervasif. Hal tersebut akan menjadi sebuah kebanggaan tersendiri dari orangtua yang memiliki anak dengan autisme.

Hurlock 1995 dalam Khasanah (2011) menjelaskan bahwa penerimaan orangtua ditunjukkan dengan adanya kasih sayang, yaitu upaya untuk bisa memenuhi kebutuhan fisik dan psikis. Penelitian ini menemukan adanya kasih sayang dari orangtua dengan adanya pemenuhan kebutuhan fisik seperti informan P1 yang membelikan memfasilitasi dengan menyediakan papan tulis, membelikan buku, dan menyediakan laptop untuk menunjang kemampuan anak, informan P2 yang menjadwalkan anaknya untuk berenang bersama dan mengajarinya sendiri untuk meningkatkan kemampuan anak, sementara informan P3 meskipun belum mengetahui kelebihan atau bakat anak, informan memiliki keinginan dan usaha untuk mencari tahu hal tersebut. Hal ini didukung dengan teori Rohner 2004

(30)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

dalam Rachmayanti dan Zulkaida (2007) bahwa penerimaan orangtua ditunjukkan dengan kepedulian, dukungan, serta kenyamanan pada anak sehingga anak akan merasa bahagia dan merasa aman.

c. Aspek Pengakuan Keterbatasan Anak

Menurut hasil wawancara dengan informan, bahwa perilaku autisme pada anak merupakan kekurangan anak yang dianggap sebagai kendala atau kesulitan terbesar adalah sulit memahami kata, sehingga orangtua mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan anak. Hal ini sesuai dengan pernyataanCenter for Disease Control(CDC) (2016) yang menyatakan bahwa autisme adalah salah satu kelompok gangguan perkembangan yang menyebabkan terganggunya kemampuan sosial, komunikasi, dan perilaku. Selain itu, P1, P2, dan P3 mengatakan bahwa kekurangan atau keterbatasan anak yang menunjukkan perilaku autisme adalah tidak adanya kontak mata, tidak merespon saat dipanggil, serta ketidakpedulian atau sikap cuek anak akan hal-hal yang terjadi di sekitar dan stimulasi yang diberikan oleh sekitar, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Klin, dkk 2002 dalam Pieter, dkk (2011) yang menunjukkan hasil bahwa gangguan interaksi sosial anak dengan autisme ditandai dengan ketidaktertarikan pada situasi sosial sehingga anak sulit menikmati hubungan sosial yang bermakna dengan orang lain.

Berdasarkan hasil analisa wawancara dengan informan diketahui bahwa anak ketiga informan menunjukkan perilaku autisme masing-masing pada P1 umur 0 bulan, pada P2 sebelum umur 2 tahun, dan pada P3 sebelum umur 2 tahun yang berarti bahwa ketiga anak informan termasuk dalam klasifikasi autisme infantil. Hal itu sesuai dengan klasifikasi menurut Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) (2011) bahwa autisme infantil digunakan untuk menyebut penyandang autisme yang kelainannya sudah nampak sejak lahir, sementara perilaku autisme yang muncul pada umur 2-3 tahun disebut sebagai autisme fiksasi.

Tidak ada individu yang sama antara satu dengan lainnya, sehingga orangtua harus menerima kekurangan dan kelebihan anak secara lapang

(31)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

dada dan tidak membandingkan dengan anak lainnya (Hurlock 1995 dalam Khasanah (2011)). Orangtua yang mampu menerima anak dengan autisme akan mengakui, mengetahui, serta memaklumi kekurangan anaknya, meski kekurangan tersebut menjadi kendala orangtua dalam pengasuhan anak. Orangtua yang menerima anaknya setelah mengetahui kekurangan anaknya tersebut merupakan suatu sindrom autisme sehingga orangtua akan tetap mengasuh anaknya sendiri dan tidak menyerahkan pengasuhan pada orang lain (pengasuh, nenek, atau kerabat lainnya). Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Rachamayanti dan Zulkaida (2007) mengenai bentuk penerimaan orantua dalam memahami keadaan anak apa-adanya yang menyatakan bahwa orangtua mengalami kesulitan atau keengganan menangani sendiri anaknya sehari-hari di rumah dan banyak mengandalkan bantuan pengasuh, pembantu, saudara, dan nenek-kakek dalam pengasuhan anak.

C. Faktor Pendukung dan Penghambat

Faktor pendukung dalam penelitian ini adalah sikap kooperatif informan dalam memberikan informasi mengenai penerimaan orangtua terhadap anak dengan autisme, serta pihak PLA yang membantu peneliti menemui informan dan juga membantu dalam menyediakan ruangan yang tenang untuk proses wawancara agar mendapatkan hasil data yang jelas. Faktor penghambat dalam penelitian ini adalah keluarga informan merupakan keluarga inti dengan kesibukan suami bekerja dan kakak atau adik dari anak yang menyandang autisme berada di pesantren dan sekolah, sehingga peneliti tidak dapat melakukan triangulasi sumber.

(32)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Seluruh informan di Pusat Layanan Autisme (PLA) Daerah Istimewa Yogyakarta telah menerima keadaan anaknya yang mengalami autisme.

2. Penerimaan orangtua terhadap anak dengan autisme di PLA Daerah Istimewa Yogyakarta ditunjukkan dengan sikap orangtua yang merasa puas akan bakat diri atau kemampuan lebih anak seperti minat dalam akademik dalam hal membaca dan kemampuan mengoperasikan komputer secara otodidak. Hal tersebut dikarenakan orangtua telah mengetahui dan memahami tentang autisme yang didapat dari upaya mereka untuk berusaha memahami anak sehingga orangtua mampu mendukung atau menunjukkan kasih sayangnya dengan memenuhi kebutuhan anak untuk menunjang atau meningkatkan kemampuan anak dengan memfasilitasi anak dengan menyediakan papan tulis, menyediakan laptop, serta mengajari dan menjadwalkan kegiatan berenang bersama.

3. Penerimaan orangtua terhadap anak dengan autisme di PLA Daerah Istimewa Yogyakarta ditunjukkan dengan sikap pengakuan keterbatasan anak, yaitu perilaku autisme anak yang menjadi kendala orangtua dalam pengasuhan. Beberapa perilaku autisme pada anak adalah tidak adanya kontak mata, tidak adanya respon terhadap panggilan, keterlambatan bicara, cuek terhadap lingkungan sekitar, kemampuan komunikasi yang terbatas, serta keterbatasan dalam kemandirian yang tidak sesuai dengan umurnya. Adanya perilaku-perilaku tersebut mulai terlihat sebelum anak berusia 2 tahun yang dapat disimpulkan bahwa autisme yang dialami oleh anak dari ketiga informan adalah autisme infantil.

(33)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

B. Saran

1. Bagi PLA

Hasil penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa penerimaan orangtua terhadap anak dengan autisme baik. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan untuk meningkatkan mutu pelayanan dengan diadakannya konsultasi dengan psikolog untuk orangtua dalam menghadapi anak autis.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat memberikan informasi sebagai bacaan mahasiswa dan menambah referensi perpustakaan Stikes Jenderal Achmad Yani mengenai Penerimaan Orangtua Terhadap Anak dengan Autisme, serta dalam digunakan sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya dengan ruang lingkup penelitian yang sama dengan variabel yang berbeda, seperti peran orangtua, faktor yang memengaruhi penerimaan orangtua, dan dukungan orangtua.

3. Bagi Orangtua

Hasil penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa penerimaan orangtua terhadap anak dengan autisme baik ditunjukkan dengan adanya kepuasan akan bakat diri anak yang dilihat dari tindakan memfasilitasi anak, dan pengakuan terhadap keterbatasan anak yang menunjukkan perilaku autisme. Orangtua diharapkan dapat meningkatkan kerjasama dan konsultasi dengan PLA agar penanganan terhadap anak dapat lebih maksimal.

4. Bagi Perawat

Hasil penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa penerimaan orangtua terhadap anak dengan autisme baik, sehingga diharapkan perawat dapat bekerja sama dengan orangtua untuk memberikan asuhan keperawatan kepada anak dengan autisme secara komprehensif (meluas), yaitu asuhan keperawatan terhadap anak, orangtua, dan lingkungan.

(34)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Daftar Pustaka

Agustikasari, D.(2016).Penerimaan Orangtua Kandung pada Anaknya yang

Penyandang Autis.

[http://eprints.ums.ac.id/41841/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf] diunduh pada: 23 Mei 2016 pukul: 12.42 WIB.

Ali, Z. (2010). Pengantar Keperawatan Keluarga.Jakarta: EGC.

Anggarini, D. S., dan Hartiti, T., dan Rosidi, A. (2011). Studi Fenomenologis tentang Penerimaan Orangtua Terhadap Anak Autis di SLB Negeri Semarang. FIKkeS, 4(1). [http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/FIKkeS/article/view/1847/1889] didownload pada: 3 Mei 2016 pukul: 11.30 WIB.

Asyanti, S., dan Wardhani, R. S. P. (2015). Penerimaan Keluarga Pasien Skizofrenia yang Menjalani Rawat Inap di RSJ.

[https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/6535/24-Rizka%20Stevi%20Pura%20Wardhani.pdf?sequence=1&isAllowed=y] diakses pada: 26 Mei 2016. Pukul 10.00 WIB.

Bula, D. A. (2015). Hubungan Dukungan Sosial dengan Penerimaan Diri Orang Tua yang Memiliki Anak Tunarungu di SLB Kota Gorontalo. Didownload pada: 25 Januari 2016. Pukul: 15.40 WIB.

Center for Disease Control (CDC). (2016). Autism Spectrum Disorder (ASD). [https:/www.cdc.gov/ncbddd/autism/indec/html] diakses pada: 25 Juni 2016. Pukul: 14. 30 WIB.

Chaplin, C. P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Alih Bahasa: Kartini Kartono. Jakarta: Rajawali Press.

Darling, D. (1982). Children Who Are Different Meeting The Challenges of Birth Defects in Society. London: C. V. Mosby Company. (halaman 53-56)

Dikpora DIY. (2015) Pusat Layanan Autis Kulon Progo Tangani 56 Anak. [http://www.pendidikan-diy.go.id/dinas_v4/?view=v_berita&id_sub=3986] Diakses pada: 18 Mei 2016. Pukul: 12.05 WIB.

Faisal, Sanapiah. (2010). Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Ginting, S. A., Ariani, A., & Sembiring, T. (2004) Terapi Diet pada Autisme.[http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/6-1-7.pdf] diakses pada: 26 Mei 2016. Pukul 21.10 WIB.

Herlina. (2016) Anak Berbakat.

(35)

[http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/196605162000122-STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

HERLINA/DD-TM6_ANAK_BERBAKAT.pdf] diakses pada 6 Juni 2016 pukul: 13.53 WIB.

Ibrahim. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

ICD-10. (2016). Autistic disorder. [https:/icd10data.com/ICD10CM/Codes/F01-F99/F80-F89/F84-/F84.0] diakses pada: 25 Juni 2016. Pukul: 14. 30 WIB. Khasanah, U. (2011). Penerimaan ORangtua pada Anak yang Menyandang

Tunarungu (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya). [http://digilib.uinsby.ac.id/9296/] Diunduh pada: 3 Mei 2016. Pukul: 10. 59 WIB.

Kusumawati, F. dan Hartono, Y. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Salemba Medika: Jakarta.

Lestari, S. (2012). Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Maslim, R. (2001). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.

Moleong, L. J. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Nasir, A., Muhith, A. (2011). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Penerbit Salemba Medika: Jakarta.

Nelson, R. W. & Israel, A. C. (2009). Abnormal Child and Adolescent Psychology Seventh Edition. Pearson Education International.

Nurdin, A.E. (2011). Tumbuh Kembang Perilaku Manusia. Jakarta: EGC.

Pancawati, R. (2013). Penerimaan Diri dan Dukungan Orangtua terhadap Anak Autis e-journal Psikolog, Vlo. 1, Nomor 1., 2013: 38-47.

[http://ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id/site/wp- content/uploads/2013/04/jurnal%20ririn%20pancawati%20%2804-04-13-04-35-13%29.pdf] diunduh pada 10 Juni 2016 pukul: 19.12 WIB.

Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, DIY. (2015). Pusat Layanan Autis DIY di Kulon Progo. [http://www.kulonprogokab.go.id/v21/Pusat-Layanan-Autis-DIY-Di-Kulon-Progo_3831] Diakses pada: 18 Mei 2016. Pukul: 12.00 WIB.

(36)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Permatasari, C. L., dan Hastuti, D. (2013). Nilai Budaya, Pengasuhan Penerimaan-Penolakan, dan Perkembangan Sosial Anak Usia 3-5 Tahun pada Keluarga Kampung Adat Urug, Bogor. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen., Mei 2013, p:91-99. Vol 6, No. 2. [http://www.google.com/url?q=http://journal.ipb.ac.id/index.php/jikk/article /download/7706/5974&sa=U&ved=0ahUKEwix977Ww8LOAhUJM48KHe JTDwAQFggyMAU&sig2=hMcH9dFf4zWncShUM5qqkA&usg=AFQjCN F9to8oiEo48nzK0PZsyHYWHs5P-A] diunduh pada: 15 Agustus 2016 pukul: 11.34 WIB.

Pieter, H.Z., Janiwarti, B., Saragih, M. (2011). Pengantar Psikopatologi untuk Keperawatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Pratiwi, R. A.(2013) Hubungan Skor Frekuensi Diet Bebas Gluten Bebas Casein dengan Skor Perilaku Autis. Undergraduate thesis, Diponegoro University. [http://eprints.undip.ac.id/41986/1/579_RIFMIE_ARFIRIANA_PRATIWI_ 22030111150003.pdf] diakses pada: 26 Mei 2016. Pukul: 10.30 WIB. Prasetyono, D.S. (2008). Serba-Serbi Anak Autis.Yogyakarta: Diva Press.

Purnomo, P. M. (2015). Penerimaan Orangtua terhadap Anak Penderita Autis di Surakarta.

[http://eprints.ums.ac.id/34270/1/02.%20NASKAH%20PUBLIKASI.pdf] diunduh pada 10 Juni 2016 pukul: 19.07 WIB.

Puspitarini, D. K. (2015) Perbedaan Motivasi Belajar pada Mahasiswa Pendidikan Dokter Tahun Pertama yang Bertempat Tinggal dengan Orang Tua dan Kost di Fakultas Kedokteran UNS. Other thesis, Universitas Sebelas Maret.[http://eprints.uns.ac.id/17379/3/BAB_II.pdf] diakses pada: 26 Mei 2016. Pukul: 16.50 WIB.

Rachmayanti, S. dan Zulkaida, A. (2007). Penerimaan Diri Orangtua terhadap Anak Autisme dan Peranannya dalam Terapi Autisme. Jurnal Fakultas Psikologi. Universitas Gunadarma: Jawa Barat. Diunduh pada: 26 Januari 2016. Pukul: 10.40 WIB.

Rahmawati, S., & Julia, M. (2006). Hubungan antara Pola Konsumsi Gluten dan Kasein dengan Skor CARS (CHILDHOOD AUTISM RATING SCALE) pada Anak ASD (AUTISTIC SPECTRUM DISORDER). Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 3(1), 86-92.

[http://www.ijcn.or.id/download/Vol3No1Juli2006/Rahmawati.pdf] diakses pada: 26 Mei 2016. Pukul: 18.30 WIB.

Rupu, N.Y., Novarina, V., Djunaid, R.R. (2015). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Orang Tua Anak Retardasi Mental di SLB Negeri Pohuwato. Jurnal Keperawatan: Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri

(37)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Gorontalo.[http://kim.ung.ac.id/index.php/KIMFIKK/article/view/11233/11 106 ] Diunduh pada 26 Januari 2016. Pukul 10.30 WIB.

Setiawansyah, M. E., Lukman, A., & Kamid, K. (2015). Proses Recall Pengetahuan Oleh Siswa Autis pada Pemecahan Masalah Biologi. EDUSAINS, 4(1).[http://www.unja.ac.id/online-journal/online-journal/index.php/edusains/article/view/2361/1690] diakses pada: 26 Mei 2016. Pukul: 18.00 WIB.

Siswanto, H. (2010). Pendidikan Kesehatan Anak Usia Dini. Jakarta: EGC.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R7D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sumantri, A. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta: Kencana.

Sunardi. (2008). Karakteristik dan Kebutuhan Anak Berbakat dan Implikasi dalam Layanan Bimbingan dan Konseling Karir. [http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/1960020119

87031-SUNARDI/karya_tls-materi_ajar_pdf/KONSELING_KARIR_ANAK_BERBAKAT.pdf] diakses pada 21 Agustus 2016 pukul: 13.56 WIB.

Sun, X., Allison, C. (2010). Researchin Autism Spectrum Disorders 4. Hal: 156-267. [Journal homepage: http//ees.elsevier.com/RASD/default.asp] Diunduh: 12-03-2015. Pukul: 13.24 WIB.

Sutarna, A., Junarti, N., Yulianti, D., Subekti, N.B. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Ed. 6, Vol 1. Jakarta: EGC.

Suwaji, I. (2014). Hubungan Antara Penerimaan Orang Tua dan Konsep Diri Dengan Motivasi Berprestasi Pada Anak Slowlearner. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia. Vol. 3. No. 03. Hal: 283-88. [http://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/persona/article/view/417/381] Diunduh pada 26 Januari 2016. Pukul 10.30 WIB.

Varcarolis, E. M., dan Halter, M. J. (2009). Essentials of Psychiatric Mental Health Nursing, A Communication Approach to Evidence-Based Care. ChinaL Saunders Elsevier.

Videbeck, S. L. (2011). Psychiatric-Mental Health Nursing. Fifth Edition. China: Lippincott Williams&Wilkins.

(38)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Warnandi, N. (2016). Layanan Pendidikan Anak Berbakat pada Sekolah Dasar. [http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/1959052519 84031-NANDI_WARNANDI/Anak_Berbakat.pdf] diakses pada 21 Agustus 2016 pukul: 14.00 WIB.

Wardhani, M. K., Rahayu, M. S., dan Rosiana, D. (2012). Hubungan antara

“Personal Adjustment” dengan Penerimaan terhadap Anak Berkebutuhan

Khusus pada Ibu yang Memiliki Anak berkebutuhan Khunsus di RSUD X. Prosiding SNaPPL Sosial, Ekonomi, dan Humaniora, 3(1), 49-54. [http://prosiding.lppm.unisba.ac.id/indec.php/sosial/article/view/230/pdf] diakses pada: 16 Juni 2016. Pukul: 08. 30 WIB.

Wahab. R. (2016). Konsepsi Pendidikan Anak Berbakat. [http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Rochmat%20Wahab,%2 0M.Pd.,MA.%20Dr.%20,%20Prof.%20/KONSEPSI%20PENDIDIKAN%2 0ANAK%20BERBAKAT.pdf] diakses pada 6 Juni 2016 pukul: 13.55 WIB. WHO. (2016). Autism Spectrum

Disorders.[http://www.who.int/mediacentre/factsheets/autism-spectrum-disorders/en/] diakses pada: 18 Mei 2016. Pukul: 13.15 WIB

Yatim, F. (2007). Autisme. Suatu Gangguan Jiwa pada Anak-anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC). (2011). Buku Penanganan dan Pendidikan Autis di YPAC. [ http://ypac-nasional.org/download/BUKU%20PENANGANAN%20dan%20Pendidikan

%20Autis%20di%20YPAC%207April.pdf ] didownload pada: 3 Mei 2016

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pola komunikasi yang terjadi antara orangtua SDLB Negeri Boyolali terhadap anak penderita autisme terdapat dua macam pola

Acuh tak acuh pada anak Berbeda halnya dengan 1 partisipan yang menyatakan penanganan yang dilakukan ialah melakukan seakan orangtua tidak perduli pada anak dalam

Judul skripsi : Efektifitas Pelatihan Incredible Mom Terhadap Peningkatan Sikap Penerimaan Orangtua Dengan Kondisi Anak Berkebutuhan Khusus.. Menyatakan bahwa skripsi

Setelah dilakukan penelitian dapat disimpulkan bahwa kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, gambaran peran orangtua dan

Tetapi hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan terhadap anak-anak yang terdiagnosis gangguan spektrum autisme di Boston dan Salt Lake

Hasil penelitian mengenai terapi diet GFCF didapatkan bahwa mayoritas orangtua dari anak penyandang autisme mengetahui dan menerapkan terapi diet GFCF kepada

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pola komunikasi yang terjadi antara orangtua SDLB Negeri Boyolali terhadap anak penderita autisme terdapat dua macam pola

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pola asuh orangtua dalam membentuk karakter anak usia dini telah dilakukan dengan baik dan orangtua memberikan contoh yang baik bagi anak, seperti