1
BAB III
KERAJAAN BANGGAI SEBELUM KEDATANGAN
KOLONIAL BELANDA
3.1 Sejarah Kerajaan-Kerajaan Banggai
Sebelum kerajaan Banggai melebarkan sayabnya kewilahyah lain perlu di ketahui bahwa : Daerah kerajaan Banggai yang sekarang ini dalam sejarahnya dahulu kala terdiri dari 2 (dua) kerajaan besar yaitu :
1. Kerajaan Banggai : Asal mula wilahyahnya ialah seluruh wilahyah Banggai kepulauan. 2. Kerajaan Tompotika : Adalah satu-satunya kerajaan yang letaknya di sekitar Bualemo
sekarang ini.
Dari dua kerajaan besar di atas kerajaan Banggai dan kerajaan Tompotika yang terdapat di daerah kabupaten Banggai maka dapat diuraikan dari tahun berapa kedua kerajaan tersebut berdiri, siapa saja raja yang pertama memimpin sampai yang terakhir memimpin, dan bagaimana sistem pemerintahannya.
I. Sejarah Kerajaan Banggai (Banggai Kepulauan)
Untuk lebih memahami sejarah kerajaan Banggai maka sebelumnya kita harus mengenal sejarah Tano Bolukan, sebelum nama kerajaan Banggai yang berada di kabupaten Banggai Kepulauan menurut Machmud HK, di kerajaan Banggai pada saat itu sudah ada empat kerajaan kecil yaitu Bobulau, Singgolok, Katapean, dan Kokini. Ke-empat raja ini di sebut Basalo
Sangkap atau empat lembaga tinggi di kerajaan Banggai, dan kemudian ke-empat kerajaan kecil
tersebut, atau yang disebut Basalo Sangkap itu di satukan oleh seorang pangeran dari Jawa (penyebar agama Islam di kerajaan Banggai) yang bernama Adi Cokro (Mbumbu Doi Jawa),
2
atau di Banggai dikenal Adi Soko. Menyatukan ke-empat kerajan tersebut menjadi kerajaan Tano Bolukan.
Sebelum nama kerajaan Tano Bolukan berubah menjadi nama kerajaan Banggai pada saat itu, di Banggai di awali dengan pelantikan raja pertama kerajaan Banggai yaitu (Maulana
Prins Mandapar). Maulana Prins Mandapar adalah seoarang anak dari pangeran di Jawa “Adi
Cokro” merupakan hasil perkawinan dari putri “Kastella” bangsawan Ternate dan keturunan bangsa Portugis.
a. Berdirinya Kerajaan Banggai
Kerajaan Banggai berdiri sejak dilantiknya raja pertama Maulana Prins Mandapar pada tahun 1571 sampai pada tahun 1601. Kerajaan Banggai pada saat itu sudah terorganisir secara keseluruhan, Tahun 1601 Maulana Prins Mandapar meninggal dunia dan kursi kerajaan di lanjutkan oleh putra pertama raja Mandapar yaitu Mumbu Doi Kintom, dan ibunya ialah putri Banggai. Raja Maulana Prins Mandapar hanya memimpin kerajaan Banggai selama tiga puluh tahun lamanya.
Maulana Prins Mandapar memerintah di kerajaan Banggai dengan di dampingi oleh seorang ulama sekretarisnya dari Sumatra yang terampil dan bijaksana bernama “Tengku Hasan
Alam” yang biasanya orang-orang kerajaan Banggai menamakan beliau “Tanduwalang”.
Raja-raja yang Memerintah di KeRaja-rajaan Banggai dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Maulana Prins Mandapar (Mumbu doi Godong) Tahun 1571-1601 M
2. Mumbu doi Kintom Tahun 1602-1630
3. Mumbu doi Benteng Tahun 1630-1650
4. Mumbu doi Balantak Mulang Tahun 1650-1689
3
6. Mumbu doi Bacan “Abu Kasim” Tahun 1705-1749
7. Mumbu doi Mendono Tahun 1749-1753
8. Mumbu doi Padangko Tahun 1754-1763
9. Mumbu doi Dinadat Raja Mandaria Tahun 1763-1808
10. Mumbu doi Galela Raja Atondeng Tahun 1808-1815
11. Mumbu Tenebak Raja Laota Tahun 1815-1831
12. Mumbu doi Pawu Raja Taja Tahun 1831-1847
13. Mumbu doi Bugis Raja Agama Tahun 1847-1852
14. Mumbu doi Jere Raja Tatu Tonga Tahun 1852-1858
15. Raja Soak Tahun 1858-1870
16. Raja Nurdin Tahun 1872-1880
17. Raja H. Abdulazis Tahun 1880-1900
18. Raja H. Abdurracman Tahun 1901-1922
19. Raja Awaluddin Tahun 1925-1940
20. Raja Nurdin Daud (Simbolis sebelum raja dimakamkan masih anak-anak)
21. Raja H.S.A. Amir Tahun 1941-19571
Pada waktu raja Awaludin wafat pada akhir tahun 1940, sudah menjadi aturan atau adat, bahwa sebelum raja di makamkan, sudah harus ada penggantinya maka Basalo Sangkap (Dewan Kerajaan) dengan persetujuan komisi empat, mengangkat dan melantik “Nurdin Daud” yang pada waktu itu masih anak-anak dan masih berumur 10 tahun. Pengangkatan dan pelantikan tersebut disaksikan oleh tuan “V.DE. Mors”. Asisten Residen Posso yang kebetulan ada di Banggai untuk menghadiri rapat kerja kerajaan Banggai. Dan pada tanggal 1 Maret 1941 diangkatlah “H.S.A. Amir menjadi Raja yang ke-21”.
1
4
b. Sistem Pemerintahan Kerajaan Banggai
Dalam suatu pemerintahan yang berada di kerajaan Banggai atau yang mengepalai kerajaan di pegang langsung oleh raja atau Tomundo atau Tuutuu. Raja di pilih dan di angkat oleh Dewan Kerajaan “Basalo Sangkap” langsung dari keturunan atau sekurang-kurangnya ada ikatan hubungan keluarga dengan raja dengan memperhatikan kecakapan dan kesanggupan untuk memimpin. Adapun raja atau Dewan Kerajaan (Basalo Sangkap) yaitu terdiri dari :
1. Raja Singgolok atau Basalo Gong-gong. 2. Raja Katapean atau Basalo Monsongan. 3. Raja Boobulau atau Raja Dodung.
4. Raja Kokini atau Basalo Tano Bonunungan.
Dimana raja juga di bantu oleh komisi empat, komisi empat ini terdiri dari : 1. Jogugu.
2. Mayor Ngofa. 3. Kapitan Laut. 4. Hukum Tua.
Mereka serta pembantu-pembantunya di pilih dan di angkat langsung oleh raja dengan memperhatikan kecakapan dan kesanggupan untuk memangku jabatan tersebut dengan persetujuan basalo sangkap.
Mereka masing-masing mempunyai staf inti seperti :
1. Jogugu mempunyai staf -Kapitan Keye
-Kapitan Lonas
-Kapitan Kota
2. Mayor Ngofa mempunyai staf -Letnan Ngofa -Kapitan Parang
5
-Letnan Dua
3. Kapitan Laut mempunyai staf -Syah Bandar -Bea Cukai
4. Hukum Tua mempunyai staf -Mahkamah
-Pengadilan
Selain dari staf tersebut di atas mereka juga mempunyai wilayah yang mereka pegang yaitu :
Jogugu : Banggai dan Labobo Bangkurung dan sekitarnya.
Mayor Ngofa : Teluk Tomini.
Kapitan Laut : Dari Batui sampai ke Balantak.
Hokum Tua : Seluruh Pulau Peling
Selain dari komisi empat tersebut di atas, maka raja mempunyai pula staf pribadi urusan dalam seperti :
1. Bagian Pemerintahan
-Gimalaha Sadaha-Seseba -Mian Tu Baasaan
-Panabela Buyu -Panabela Tololak
-Mian Tu Liang -Mian Tu Palabatu
2. Urusan Rumah Tangga -Genti.
-Jeufana.
Maka dalam struktur atau bagan berbentuk sebagai berikut :
BASALO SANGKAP
6
- Kap.
Keye - Let. Ngofa - Syahbandar - Mahkamah
- Kap. Lonas - Kap. Perang - Bea Cukai - Pengadilan - Kap. Kota - Let. Dua2
Sehubungan dengan struktur pemerintahan tersebut di atas, di bidang agama Islam pun giat di pelajari dan disebarluaskan oleh sekretarisnya “Tengku Hasan Alam” sehingga agama tersebut dianut oleh masyarakat, teristimewa masyarakat pantai sehingga pemerintahan pun bersemboyan : “Adat bersendi syara „syara‟ bersendi adat” artinya “menandakan budaya
rakyat Banggai yang sopan santun, berbudi luhur, ramah tama, dan bersahaja”.
Adapun yang mengapalai urusan agama Islam disebut “Kale” atau Gadhi. Kale atau Gadhi dibantu oleh beberapa iman diantaranya :
- Imam Sohi - Imam Gong-gong
- Imam Tano Bonunungan - Imam Monsongan
- Imam Dodung
Imam dibantu oleh beberapa Hatibi atau Khatib yaitu :
- Hatibi Baginsa - Hatibi Gong-gong
- Hatibi Tano Bonunungan - Hatibi Monsongan
2
Machmud HK. Op.cit. H 33-34.
RAJA
7
- Hatibi Dodung
Hatibi-Khatib dibantu oleh beberapa Mojim Muazzim antara lain :
- Mojim Tano Bonunungan - Mojim Gong-gong
- Mojim Dodung - Mojim Monsongan
Maka dalam bagan atau struktur ia berbentuk sebagai barikut :
GADHI KALE IMAM T. BONUNUNGAN IMAM DODUNG IMAM MONSONGAN IMAM GONG-GONG HATIBI BAGINSA Itul ah sedikit gambaran tentang bagan atau struktur sistem pemerintahan beserta kepemimpinan keagamaan di Tano Bolukan atau di kerajaan Banggai.3
II. Sejarah Kerajaan Tompotika (Bualemo sekarang ini)
Sebelum Ternate menguasai Banggai sejak tahun 1580-1624, Gowa sejak tahun 1624-1667 dan kembali ke Ternate sejak tahun 1624-1667-1907, di daerah ini terdapat beberapa kerajaan. Di Banggai Darat terdapat kerajaan Tompotika (di kecamatan Bualemo sekarang). J.J. Dormeier
3 Machmud HK, op.cit., H.31-36 IMAM SOHI HATIBI T. BONUNUNGAN HATIBI DODUNG HATIBI MONSONGAN HATIBI GONG-GONG MOJIM T. BONUNUNGAN MOJIM DODUNG MOJIM MONSONGAN MOJIM GONG-GONG
8
dalam bukunya Banggaishe Adatrecht (Hukum Adat Banggai), 1947, halaman 23 menggambarkan bagaimana akhir kerajaan Tompotika. Pemimpin akhir Tompotika ialah raja Logani, gugur dalam suatu pertempuran di Tompotika melawan pasukan gabungan Ternate, Banggai, Gorontalo dan Limboto.
Sementara itu, Tompotika dahulu merupakan salah satu kerajaan di daerah luwuk Banggai, Basama seharusnya disebut Masama, diambil dari istilah lainsama yang artinya burung elang. Kelompok masyarakat itu berada di Taugi dan Tangeban dan mengunakan bahasa andio (yang sakti). Di atas sudah digambarkan bagaimana akhir kerajaan Tompotika. Sebelum mendirikan kerajaan Tompotika di daerah Luwuk Banggai, para leluhur orang-orang Masama datang dari luar daerah Luwuk Banggai yaitu dari Luwu, Sulawesi Selatan.
Selanjutnya, di Tilamuta, kawasan Gorontalo, di namakan Boalemo, maka di kawasan
“Kepala Burung” (Vogelkop menurut istilah orang-orang Belanda) di daerah Luwuk Banggai
disebut Bualemo. Ada perbedaan sebutan, yaitu istilah Boalemo di Tilamuta, kawasan Gorontalo, memakai hurup “O”, sedangkan istilah Bualemo di kawasan “Kepala Burung” di daerah Luwuk Banggai menggunakan huruf “U”. Akan tetapi, arti sebenarnya sama saja karena orang Bualemo di daerah Luwuk Banggai pada umumnya berasal dari keturunan orang-orang Boalemo dahulu dan orang-orang-orang-orang Boalemo sekarang, dari Tilamuta, kawasan Gorontalo. Orang-orang Bualemo sudah lama berada di daerah Luwuk Banggai, hanya saja kita tidak mengetahui kapan mereka tiba di daerah Luwuk Banggai baik secara kelompok maupun secara perorangan.4
a. Berdirinya Kerajaan Tompotika
Sejarah Bualemo atau yang di kenal dengan kerajaan Tompotika berdiri pada tahun 1290. Dari seorang tua Timbi Hajarrati. Alkisah bahwa gunung yang bernama gunung Tambutika pada
4
9
permulaan zaman menyerupai sebuah pulau yang terapung-apung di lautan raya maka dengan kehendak dan kekuasan Allah SWT, terjadilah puncak itu suatu cahaya yang terbayang-bayang itu menyebut namanya Sambutika. Selanjutnya, pada saat itu kerajaan Tompotika dipimpin oleh seorang raja yang bernama “Sayergadi dan Sitti Rawe” mereka dua bersaudara Sayergadi (Laki-Laki) sedangkan Sitti Rawe (Perempuan) mereka tinggal di kota besar dan kota kecil (Ota Daa dan Ota Kiki).
Tiada berapa lamanya mereka mengendalikan kerejaan disitu maka keduanya membuat tempat mereka beribadah yang bernama (Masigi) “yang artinya Mesjid atau tempat Beribadah”, dan menyuruh membut tiang bendera di muka tempat mereka jadi tanda kesucian dan tanda kemuliaan tempat mereka serta tanda kebesaran dan ketinggian kerajaan pada masa itu, dan juga menyuruh membuat sebuah kolam untuk mereka mengambil air sembahyang.5
Selanjutnya, menurut E. Gobe (1928) dalam bukunya yang berjudul Een Loinangsch Verhal (cerita-cerita dari suku Loinang), mengatakan bahwa “pada tahun sekitar 1417 persekutuan Loinang Timur sudah terbentuk dan membentuk sebuah kerajaan dengan nama Tompotika, raja pertama bernama La Logani, kedua adiknya perempuan bernama ratu Mapang, wilayah kerajaan ini meliputi pengunugan yang mereka namakan Tompotika”, (Tumpu Potinggi
Mianu kita :Tuhan Meninggikan Derajat Manusia). Keturunan raja La Logani disebut Miannu
Balayan, yang tersebar dari gunung Tompotika, gunung Pinuntunuan, gunung Kau Totolu, atau penulis Barat dikenal dengan suku La Inang Barat. Sedangkan, anak-anak La Logani, Mangamben, Lakauta, menelusuri gunung Tompotika mengembangkan kerajaan Tompotika dan sampailah di desa Bulakan, dan Lingketeng, serta Tambunan, Baloha, Pakoan, Kintom, Mendono, Tangkaian, Lontio. Anaknya sula, Maiya dan Moitom, mengembangkan wilahyah kekuasaan sampai ke Balantak, Lamala, Masama, dan Bualemo, sedangkan adiknya Mapang
5
10
yang menikah di Lolantang mendapat anak Mangamben, menjadi pemimpin di Kaleke, Mangkin Piala, Luwok, dengan gelar Mianu Tutui, (Yang Benar, Yang Nyata).6
Hasil penelitian dari Dr. Albert C Kruyt, De To Loinang van Celebes (1930), mereka dimasukkan dalam kelompok Bangsa Loinang Timur, yang masih asli, “kutu no tano” artinya,
asli orang pedalaman belum migrasi dan asimilasi dari luar juga mereka menamakan Gelar pemimpinnya, yaitu Mianu Tutui (yang nyata, yang benar). Hidup sekitar tahun 1400-1500, sebelum
dihancurkan oleh pasukan Tobelo dan Gorontalo, Buol terhadap kerajaan mereka, Tompotika. Penyebaran Loinang, kemudian terjadi setelah runtuhnya kerajaan Tompotika (1570), rajanya La Logani gugur dalam pertempuran itu, dan anak-anaknya Mangamben, Tongkoi, Lakauta, serta keluarga dan rakyat Tompotika yang masih setia meninggalkan Tompotika menuju arah Barat daan Selatan di Banggai darat, yang ke arah Barat. anak La Logani mianu tutui Tongkoi (Lingketeng, Tambunan, Baloa, Simpang dan Lakauta (Pakohan, Kintom, Padang), dan yang ke arah Selatan mianu tutui Mangamben.(Kintom, Mondonun, Keleke). Sedangkan yang ke arah Balantak dan Masama, anak-anak La Logani, Maiyaya, Sula, Moitom, oleh Albert Cruyt disebut Loinang Barat, yang sudah bercampur, asimilasi dengan penduduk lainnya, namun pemimpinnya masih menggunakan predikat mianu tutui Bosanyo Mangamben, Tongkoi, Lakauta, Maiyaya, Sula, Moitom.7
b. Raja-Raja yang Memerintah di Kerajaan Tompotika
Setalah raja “Sayergadi dan Sitti Rawe” memimpin kerajaan Tompotika pada saat itu, maka raja-raja yang memimpin di kerajaan Tompotika yaitu Mapang dan Lologani, putri dari raja pertama Sayergadi raja yang pertama memimpin kerajaan Tompotika.
6
Haryanto Djalumang. Op.cit. H.13.
7
Haryanto Djalumang. Loinang (Bangsa Kutu No Tano).Di Poskan Oleh Anonim. 22:12. Data di Unduh pada tanggal 25 juni 2012.
11
Adapun Bosanyo-bosanyo (Raja) Tompotika-Balantak di perintah oleh keturunnya yang memimpin kerajaan Tompotika yaitu sebagai berikut :
1. Laanang Tahun 1570-1595
2. Sulla Tahun 1595-1650
3. Moitom-Putra dari raja Lologani Tahun 1650-1698
4. Malombae-Wanita Tahun 1698-1730
5. Bodel Tahun 1730-1760
6. Nursing-tiga kali merangkap Tahun 1760-1799
7. Tatu Ereng Tahun 1799-1831
8. Dado-yang menangkap Laginda Tahun 1831-1870
9. Jalal Saida Tahun 1870-1896
10. Aboe Hadjim Tahun 1896-1905
11. Halida Nursin Tahun 1905-1915
12. Ince Umar Tahun 1915-1920
Adapun, susunan raja yang saya cantumkan di atas saya dapatkan dari hasil wawancara dengan tokoh adat kabupaten Banggai Musahar Yasano pada hari senin 23 april 2012.
c. Sistem Pemerintahan Kerajaan Tompotika
Pada masa pemerintahan kerajaan Tompotika, sistem yang ada di kerajaan Tompotika sama seperti dengan sistem yang ada pada masa kerajaan Banggai yaitu yang mengepalai kerajaan di pegang langsung oleh Bosanyo atau Raja. Namun pada masa pemerintahan kerajaan Tompotika struktur yang mengatur jalannya pemerintahan atau yang mengepalai bidang-bidang seperti agama dan keamanan itu belum ada dan tidak di ketahui bagaimana jalannya suatu
12
pemerintahan kerajaan, Tompotika merupakan suatu kerajaan yang tertua dari kerajaan Banggai. Karena kerajaan Tompotika berdiri pada tahun 1570 pada saat itu rajanya bernama Laanang dan berakhir pada tahun 1920 di mana raja yang memimpin kerajaan Tompotika bernama Ince Umar. keruntuhan kerajaan Tompotika berlangsung oleh karena kerajaan Tompotika di kuasai oleh kerajaan Banggai atas kekalahan raja yang memerintah pada saat itu.
3.2 Masuknya Islam di Kerejaan Banggai
Kedatangan agama Islam merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia, tapi juga yang paling tidak jelas. Tampaknya, para pedangang muslim sudah ada di sebagain wilahyah Indonesia selama beberapa abad sebelum Islam menjadi agama yang mapan dalam masyarakat-masyarakat lokal. Agama Islam pertama kalinya datang ke wilahyah nusantara ini pertama-tama di daerah Jawa dan menyusul di daerah-daerah lainnya di Nusantara. Menurut, Tome Pires sejarawan Portugis dalam bukunya yang berjudul Suma Oriental menunjukan dirinya sebagai pengamat yang tajam, yang deskripsi-deskripsinya jauh lebih hebat dari pada deskripsi penulis Portugis lainnya. Mengtakan bahwa di zamannya itu sebagian besar raja-raja yang ada Nusantara sudah beragama Islam, akan tetapi masih tetap ada daerah-daerah atau negeri yang belum menganut agama Isalam di Nusantara.8
Penyebaran agama Islam di lakukan di daerah-daerah pesisir pantai para pedangang-pedangang muslim dari Gujarat (Persia) dan para pedangang-pedangang tersebut menikah dengan masyarakat setempat dan terjadilah percampuran kepercayaan pada saat itu. Selanjutnya di Indonesia bagian timur agama Islam tiba dan berkembang di “kepulaun rempah-rempah” Maluku Indonesia Timur. Para pedangang muslim dari Jawa dan Melayu menetap di pesisir Banda, tetapi tidak ada seorang raja pun disana, dan daerah pedalaman masih di huni oleh penduduk nonmuslim. Ternate, Tidore, dan Bacan mempunyai raja-raja muslim.
8
13
penguasa Tidore dan Bacan memekai gelar “Raja”, tetapi penguasa Ternate telah menggunakan gelar “Sultan”, dan raja Tidore bernama Arab, al-Mansur.9
Selanjutnya, di kerajaan Banggai agama Islam pertama kali masuk dan di sebarkan oleh seorang Pangeran penyebar agama Islam dari kerajaan Cerebon yang bernama Adi Cokro (Mbumbu Doi Jawa) atau di Banggai dikenal Adi Soko pada tahun 1580 M. Namun sebelum beliau pergi ke Banggai, Adi Cokro pernah tinggal di kerajaan Ternate dan sempat kawin dengan seorang bangsawan bernama Castella berketurunan Portugis, dari perkawinan ini Adi Cokro memperoleh seorang putra Maulana Prins Mandapar. Jadi agama Islam pertama kali masuk di kerajaan Banggai pada tahun 1580 M. Setelah Pangeran penyebar agama Islam kembali ke pulau Jawa, maka penyebaran agama islam di lakukan oleh putra Adi Cokro yaitu raja pertama kerajaan Banggai (Maulana Prins Mandapar) dengan di dampingi oleh seorang ulama atau sekretarisnya yang berasal dari Sumatera yang terampil dan bijaksana yang bernama (Tengku Hasan Alam) yang kalau orang-orang kerajaan Banggai menamakan beliau (Tanduwalang).10
Adapun yang melanjutkan penyebaran agama Islam di kerajaan Banggai setelah Tengku
Hasan Alam adalah raja kerajaan Banggai yang yang ke-15 yaitu raja Agama atau Mumbu doi
Bugis (1847-1852). Raja Agama pernah melawan kekuasaan sultan Ternate, tetapi tidak dapat membendung serangan tentara sultan Ternate, Tobelo, kemudian raja agama meninggalkan Banggai atas pertimbangan, raja Agama sendiri , kapitan Togian Laparage, dan Bosanyo Tatu Yasin (mata Mea) Mendono diatur keberangkatan raja ke sultan Bone, melalui Buton, dengan di kawal oleh Punggawa Uwa Labia dengan perahunya 5 ton, alkisah, sampailah ke tujuan, sultan Bone menerima baik kedatangan raja Agama, dan selanjutnya raja Agama tidak kembali lagi ke Banggai sampai akhir hayatnya, sehingga ia mendapat gelar (raja Agama Mumbu doi Bugis) dan
9
M.C. Ricklefs. Op.cit. H 27.
10
14
keturunannya yang terakhir dari raja Agama adalah yang memegang pemerintahan kerajaan Banggai bernama Mayor Ngopa Djakaria Nurdin Agama, dan agama Islam terus di sebarkan oleh anaknya tersebut raja Banggai yang ke 16.11
11