• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006 USU Repository 2006

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Adi Syahputra: Perpajakan, 2006 USU Repository 2006"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006

(2)

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006

USU Repository©2006

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .... ... ... ... . .. ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...i

DAFTAR ISI .. ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...ii

1. Pengertian Pajak . ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ………. 1

2. Kapasitas Pajak ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...2

2.1. Pengertian Tarif dan Basis ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...2

2.2. Upaya Pajak (Tax-Effort) . ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...4

2.3. Elastisitas Pajak .... ... ... ... ... ... ... ... ... ...6

2.4. Beban Pengenaan Pajak .... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...7

3. Pengaruh Pengenaan Pajak Terhadap Perilaku Ekonomi ...8

4. Faktor Penentu Penerimaan Pajak ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .... ...9

5. Tolak Ujur Kinerja Penerimaan Pajak Suatu Negara ... ... ... ...13

6. Perkembangan peraturan pajak yang berlaku di Indonesia ...14

6.1. Pajak Penghasilan .... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...14

6.2. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) ... ... ... ... ...17

(3)

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006

USU Repository©2006

PERPAJAKAN

1. Pengertian Pajak

Pajak merupakan iuran kepada negara yang dapat dipaksakan kepada wajib pajak. Pajak bermanfaat untuk membiayai pengeluaran pemerintah, seperti pengeluaran pembangunan, pengeluaran rutin, dan lain sebagainya. Aini (1985) menyebutkan pajak sebagai iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintah.

Oleh karena itu kerelaan membayar pajak, warga negara mencerminkan ikut berpartisipasi membiayai kelangsungan anggaran pemerintah dan telah membantu membiayai pembangunan yang akhirnya juga dinikmati sendiri oleh si pembayar pajak. Karta Sapoetra (1989) menyebutkan pajak adalah iuran dari rakyat/penduduk sebagai partisipasi mereka dalam mengisi kas negara guna menjamin jalannya roda pemerintahan yang baik dan lancar yang mengatur kepentingan-kepentingan masyarakat umum.

Pungutan tersebut didasarkan pada Undang-undang dan pungutannya dapat dipaksakan kepada subjek pajak untuk mana tidak ada balas jasa yang langsung dapat ditunjuk.

Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak adalah : a. Suatu pungutan oleh negara yang dapat dipaksakan.

b. Dilaksanakan berdasarkan peraturan Undang-undang.

(4)

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006

USU Repository©2006

c. Pembayarannya tidak mendapat imbalan atau kontra prestasi langsung.

d. Hasil pungutan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum negara atau kepentingan Republik.

Ditinjau dari segi hukum tata negara, pajak dapat dibedakan atas pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah yang dalam hal ini diselenggarakan oleh Direktorat Pajak. Pajak pusat secara garis besar dapat dibagi atas pajak langsung dan pajak tak langsung. Pajak langsung ialah pajak yang dikenakan berdasarkan atas surat ketetapan pajak dan pengenaannya dilakukan secara berkala tiap tahun. Pajak tak langsung adalah pajak yang pungutannya tidak dilakukan berdasarkan atas surat ketetapan pajak dan pengenaannya tidak dilakukan secara berkala, contoh pajak penjualan, pajak jual beli barang, dan pertambahan nilai (Suparmoko 1987).

2. Kapasitas Pajak

Besarnya kapasitas pajak sangatlah bergantung pada basis pajak di suatu daerah. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat, semakin banyak pula kapasitas pajak tercermin dari PBD secara nasional dan PDRB secara regional. Adapun yang disebut dengan kapasitas pajak adalah besarnya tarif yang dikalikan dengan basis atau jumlah objek (sumber) yang dikenakan pajak. Pengenaan tarif pajak disesuaikan dengan prinsip keadilan dan daya pikul masyarakat. Sedangkan basis pajak sangat tergantung kepada kegiatan ekonomi dan peraturan pajak masing-masing daerah.

2.1 Pengertian Tarif dan Basis

Setiap pembayar pajak wajib membayar pajak sebesar manfaat yang ia terima dari aktivitas pemerintah. Secara teoritis besarnya tarif didasarkan pada penghasilan dalam arti luas, yang mencakup penghasilan dari aktivitas utama dan aktivitas tambahan. Dalam prakteknya penghasilan terkena pajak adalah penghasilan bruto yang diterima dari sumber-sumber panghasilan yang dimiliki wajib pajak (Aini, 1985:2).

(5)

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006

USU Repository©2006

Mangkoesoebroto (1994) menyebutkan tarif pajak untuk penghasilan perseorangan dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Tarik pajak umum ditentukan berbeda masing masing kelompok tingkat pendapatan.

2. Tarif khusus ditentukan sebesar 10 persen, yaitu berlaku untuk penghasilan sewa rumah, “Capital Gains”. Laba dari penjualan dan liquidasi perusahaan.

Aini membagi tarif pajak ke dalam 3 jenis, yaitu :

1. Tarif tetap adalah jumlah pajak yang tidak tergantung pada nilai objek yang menjadi sasaran pajak.

2. Tarif bertingkat adalah jumlahnya tetap, tetapi tergantung pada objek pajak yang menjadi sasaran.

3. Tarif sebanding, yaitu tarif yang merupakan persentase yang tetap, dan pajak yang harus dibayar selalu akan berubah sesuai dengan jumlah yang dikenakan (Aini, 1985).

Sumitro (1985) membagikan tarif pajak atas :

1. Tarif proporsional, yaitu jumlah pajak yang harus dibayar berubah menurut jumlah yang dipakai sebagai dasar.

2. Tarif progresif, yaitu persentase pengenaan semakin naik, semakin besar jumlah yang harus dikenakan pajak.

3. Tarif tetap adalah pajak yang besarnya tetap tidak tergantung pada objek yang dikenakan.

(6)

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006

USU Repository©2006

Basis pajak adalah objek dan subjek pajak badan usaha atau individu yang didasarkan pungutannya dengan Undang-undang Perpajakan, baik yang dikeluarkan oleh pusat maupun Undang-undang Perpajakan Daerah. Mangkoesoebroto (1994) mengemukakan basis pajak adalah wajib pajak yang berupa orang, atau badan yang disebut dalam Undang-undang. Misalnya pajak penghasilan suatu perseroan yang menjadi wajib pajak adalah perseroan tersebut. Dari sudut hukum pajak, suatu perseroan dianggap sebagai suatu individu, sama seperti orang, misalnya wajib pajak untuk pajak sepeda adalah pemilik sepeda.

Pajak atas faktor-faktor produksi dikenakan kepada pemilik faktor produksi, seperti pemilik tanah, pemilik jasa, dan pemilik modal. Pajak atas produk dikenakan pada yang memproduksi barang tersebut. Adapun pajak yang dikenakan terhadap penjual adalah pajak penjual yang dapat dialihkan kepada konsumen. Pajak rumah tangga adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan/penggunaan barang-barang tahan lama rumah tangga, seperti pajak bumi dan bangunan. Sedangkan pajak perseroan adalah pajak dikenakan atas laba perusahaan.

2.2 Upaya Pajak (Tax-Effort)

Besarnya penerimaan pajak sebagai sumber pembiayaan dalam suatu daerah sangatlah bergantung pada kemampuan pemerintah mengumpulkannya. Kemampuan tersebut harus didukung pelayanan aparat fiskus yang baik dan kesadaran masyarakat pajak. Kapasitas pajak di suatu daerah dapat dirumuskan dalam bentuk sebagai berikut :

Tcj = ts Bj, Dimana :

Tcj = Kapasitas pajak di daerah j

ts = Standar tarif pajak

(7)

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006

USU Repository©2006 BBj - Basis pajak didaerah j

Upaya pajak (Tax-Effort) dapat digunakan untuk menganalisis posisi fiskal suatu daerah yaitu dengan membandingkan penerimaan pajak terhadap kapasitas pajak. Dengan demikian posisi fiskal adalah sama dengan upaya pengumpulan pajak. Upaya pengumpulan pajak (Tax-Effort) dapat diperoleh melalui formula berikut :

Tej = Trj/ts Bj = Trj/Tcj

Dimana Tej = Upaya pengumpulan pajak di daerah j

Trj = Penerimaan pajak didaerah j

Nilai Te yang akan diperoleh berkisar antara 0 - 1. Untuk menentukan fiskal di suatu daerah apakah lemah atau kuat itu tergantung pada standar yang digunakan. Secara sederhana disebutkan, bila Te mendekati 1, maka posisi fiskal dapat disebut kuat dan bila mendekati 0,

posisi fiskal lemah.

Suparmoko (1987) mengemukakan upaya pajak adalah jumlah pajak yang sungguh-sungguh dikumpulkan oleh kantor pajak dan dibandingkan dengan potensi pajaknya (Tax Potential) yaitu sejumlah pajak yang seharusnya mampu dikumpulkan dari pajak (Tax Base) dikalikan tarifnya. Membandingkan rasio antara pajak dan potensi pajar antar daerah disebut sebagai prestasi pajak (Tax Performance).

Lebih Ianjut, untuk membandingkan prestasi pajak antar daerah digunakan index prestasi pajak ( Tax Performance Index ) yaitu perbandingan Tax Effort /Standard Rate Tax x 100. Tax Performance Index adalah rata-rata tarif pajak nasional (Pendapatan Pajak Total dari sumber pendapatan daerah di seluruh propinsi di Indonesia dibandingkan

(8)

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006

USU Repository©2006

dengan Produk Domestik Bruto) sebagai tarif pajak standar yang diproksi dengan potensi pajak.

Susanti (1994) menyebutkan Tax Effort sebagai kemampuan pemerintah mengumpulkan dananya melalui pajak. Dimana Tax Effort sebagai kemampuan pemerintah mengumpulkan dananya melalui pajak. Dimana Tax-Effort merupakan rasio pajak terhadap basis pajak. Sebagai proksi (pendekatan) untuk basis pajak digunakan nilai Product Domestic Bruto (PDB). Semakin besar nilai Tax-Effort (TE), semakin besar pula kemampuan pemerintah dalam menjaring dananya melalui pajak.

Devas (1986) menyatakan bahwa upaya pengumpulan pajak adalah perbandingan penerimaan pajak dibagi dengan kemampuan bayar pajak. Kemampuan bayar pajak secara keseluruhan dapat berupa Product Domestic Regional Bruto (PDRB).

2.3 Elastisitas Pajak

Untuk melihat kepekaan penerimaan pajak terhadap perubahan pendapatan nasional/daerah digunakan analisis mikro ekonomi, yaitu konsep elastisitas. Konsep elastisitas fiskal berkaitan dengan konsep fleksibilitas sistem fiskal. Fleksibilitas melekat (Built-in Flexibility) merupakan salah satu hal yang penting dari aplikasi kebijakan stabilitas (Musgrave dan Musgrave, 1984).

Choudhry (1975) membedakan koefisien elastisitas berdasarkan berubah tidaknya struktur fiskal yang dianalisis. Apabila struktur fiskal tetap maka koefisien elastisitas melekat (Built-in Elasticity of Tax) yang menunjukkan perubahan penerimaan pajak hanya dipengaruhi oleh perubahan PDB. Apabila struktur fiskal berubah,maka koefisien elastisitas disebut sebagai daya pendorong penerimaan pajak (Tax Buoyancy) dimana

(9)

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006

USU Repository©2006

koefisien elastisitas dipengaruhi oleh perubahan struktur pajak dan Product Domestic Bruto (PDB).

Untuk menganalisis elastisitas penerimaan pajak terhadap Product Domestic Regional Bruto (PDRB), digunakan konsep koefisien elastisitas melekat (Built-in Elasticity of Tax). Dimana koefisien elastisitas dipengaruhi oleh perubahan Product Domestic Regional Bruto, yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Gujarati, 1985), sebagai berikut :

Ln PPjt = a + b Ln PDBt + et *

Dimana :

PPjt = Penerimaan pajak

PDBt = Product Domestic Bruto

2.4 Beban Pengenaan Pajak

Pengenaan pajak menimbulkan 3 jenis beban, yaitu : beban pajak (Tax Burden), beban tambahan (Excess Burden), dan beban total (Total Burden). Beban pajak adalah jumlah yang harus dibayar oleh pembayar pajak yang besarnya antara lain ditentukan oleh faktor-faktor tarif dan elastisitas penawaran dan permintaannya. Selanjutnya, beban tambahan adalah kerugian inefisiensi ekonomi nasional yang timbul sebagai akibat pengenaan pajak. Beban ini sering juga disebut sebagai deadweight loss atau resource misalocation. Beban tambahan ini terjadi karena adanya perpindahan sumber daya ke arah alokasi yang kurang efisien, yaitu dari kegiatan kena pajak ke kegiatan lain yang tidak kena pajak atar dari kegiatan kena pajak dengan taxif tertentu ke kegiatan dengan tarif yang lebih rendah.

(10)

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006

USU Repository©2006

Untuk pajak langsung (Pph perseorangan) tidak terdapat beban tambahan sehingga beban yang timbul hanya berupa beban pajak. Untuk jenis pajak tidak langsung, kondisi beban pajak dan beban tambahan tergantung pada elastisitas permintaan dan penawaran dari objek pajaknya. Semakin elastis permintaan dan penawarannya, maka semakin kecil beban pajaknya dan semakin besar beban tambahannya, atau sebaliknya.

3. Pengaruh Pengenaan Pajak Terhadap Perilaku Ekonomi

Dalam membahas pengaruh pengenaan pajak terhadap perilaku ekonomi, pajak dibedakan atas pajak langsung (misalnya PPh perseorangan) dan pajak tidak langsung (misalnya pajak penjualan/pajak pertambahan nilai).

. PPh Perseorangan

PPh pengenaan atas pendapatan dari upah/gaji, dividen, bunga obligasi, dan bunga deposito. Efek pengenaan PPh sebagai berikut :

- Terhadap upah/gaji akan mempengaruhi semangat kerja. Terdapat studi bahwa bagi golongan ekonomi lemah, PPh tersebut cenderung menaikkan semangat kerja, sementara bagi golongan ekonomi kuat justru menurunkan semangat kerja.

- Terhadap bungan obligasi akan menurunkan semangat untuk menanamkan modal dalam bentuk obligasi.

- Terhadap deviden akan menurunkan semangat untuk membagikan deviden, dalam arti akan meningkatkan laba ditahan.

- Terhadap bunga deposito akan menurunkan semangat untuk menabung. Hal itu berarti bahwa pajak ini menurunkan semangat untuk melakukan konsumsi di masa depan dan meningkatkan konsumsi sekarang.

(11)

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006

USU Repository©2006 . Pajak Penjualan/Pajak Pertambahan Nilai

Pengaruh pengenaan pajak penjualan adalah menaikkan harga yang harus dibayar oleh konsumen dan atau menurunkan harga yang diterima oleh produsen. Selanjutnya hal tersebut akan berpengaruh pada pengeluaran konsumen dan pendapatan produsen, akhirnya volume transaksi perdagangan.

4. Faktor Penentu Penerimaan Perpajakan

Penerimaan perpajakan ditentukan oleh faktor eksternal seperti perkembangan ekonomi makro, dan faktor internal seperti kebijakan dibidang perpajakan. Faktor ekonomi makro yang menentukan penerimaan perpajakan antara lain adalah tingkat pertumbuhan ekonomi, produksi minyak internasional, dan tingkat suku bunga.

Faktor Eksternal Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yang merupakan persentase kenaikan PDB dalam nilai riil tahun tertentu di banding tahun sebelumnya, berpengaruh positif terhadap penerimaan perpajakan, khususnya melalui meningkatnya pendapatan masyarakat dan tingkat konsumsi. Selain meningkatkan jumlah pajak yang dibayar oleh penduduk yang telah membayar pajak, pertumbuhan ekonomi bisa menggeser posisi penduduk tertentu dari kelompok bukan pembayar pajak menjadi pembayar pajak, atau dari pembayar pajak dengan tarif tertentu ke tarif yang lebih tinggi.

Tingkat Inflasi

Dalam periode waktu tertentu, tingkat inflasi yang tidak terlalu tinggi berpengaruh positif terhadap penerimaan perpajakan melalui naiknya nilai nominal dari pendapatan masyarakat dan konsumsi. Akan tetapi dalam jangka yang lebih panjang,

(12)

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006

USU Repository©2006

tingkat inflasi yang terlalu tinggi bisa berpengaruh negatif terhadap penerimaan perpajakan melalui pengaruhnya terhadap kondisi ekonomi.

Nilai Tukar Rupiah

Nilai tukar rupiah mempunyai pengaruh yang bervariasi terhadap penerimaan perpajakan. Untuk pajak yang terkait dengan valuta asing seperti PPh untuk orang asing dan PPh migas, PPN, dan PPnBM impor, bea masuk, pajak ekspor, untuk jumlah penerimaan tertentu dalam valuta asing, maka semakin lemah nilai tukar rupiah akan meningkatkan penerimaan pajak yang bersangkutan, atau sebaliknya. Di lain pihak untuk pajak yang tidak terkait dengan luar negeri, pengaruh dari melemahnya nilai tukar rupiah adalah menurunkan penerimaan perpajakan yang bersangkutan.

Harga Minyak Internasional

Di sisi penerimaan perpajakan, perubahan harga minyak internasional berpengaruh positif terhadap penerimaan perpajakan dari sektor pertambangan, khususnya PPh, PPN, dan PBB.

Produksi Minyak Mentah Indonesia

Faktor ini mempunyai pengaruh positif terhadap penerimaan perpajakan dan sektor migas, khususnya PPh, PPN, dan PBB.

Tingkat Suku Bunga

Secara langsung, perubahan tingkat suku bunga akan berpengaruh positif terhadap penerimaan PPh dari bunga deposito. Namun tingginya tingkat bunga dapat memiliki

(13)

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006

USU Repository©2006

pengaruh negatif terhadap ekonomi secara keseluruhan dan akhirnya bisa berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak jenis lain.

. Faktor Internal

Dasar Pengenaan Pajak (Tax Base) atau Objek Pajak

Kondisi objek pajak ditentukan berdasarkan Undang-undang. Untuk tarif pajak tertentu, kenaikan jumlah dan nilai objek pajak berpengaruh positif terhadap penerimaan pajaknya.

- Tarif Pajak

Pengaruh perubahan tarif pajak terhadap penerimaan perpajakan bervariasi tergantang pada kondisi tarif itu sendiri. Secara matematis pengaruh dari perubahan tarif tersebut dapat dinotasikan sebagai berikut :

T = tB

∆T = ∆t. B+t.∆B Dimana :

T = Jumlah penerimaan pajak B = Basis pajak

T = Tarif pajak ∆ = Perubahan

B =f(t)

Bila ∆t>0,maka t.∆B<0dan ∆t.B>0 Bila ∆t <0, maka t . ∆B > 0 dan ∆t. B < 0

(14)

Oleh karena itu, pengaruh dari perubahan tarif tergantung pada perbandingan antara besarnya (t . ∆B) dan (∆t . B). Sehubungan dengan itu, F.B Laffer (dalam Laffer Curve) mengatakan bahwa kondisi tarif pajak dibedakan menjadi 3, yaitu tarif normal, tarif maksimum, dan tarif prohibitif

Tarif pajak dikatakan normal bila tarif tersebut masih relatif rendah,sehingga kenaikan tarif tersebut akan menghasilkan kenaikan penerimaan pajak, sedangkan penurunan tarif tersebut justru akan menurunkan penerimaan pajak. Secara matematis kondisi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Bila ∆ > 0, maka t . ∆B < ∆t. B, sehingga penerimaan pajak naik Bila ∆t < 0, maka t . ∆B < ∆t B, sehingga penerimaan pajak turun

Hal itu terjadi karena pada tarif yang relatif rendah, elastisitas basis pajak terhadap tarif pajak relatif rendah, sehingga kenaikan tarif pajak akan meningkatkan penerimaan pajak.

- Tarif Maksimum

Tarif pajak disebut maksimum bila perubahan (kenaikan/penurunan) tarif disekitar (In The Neighborhood) tarif yang ada, tidak akan menyebabkan perubahan

12

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006

(15)

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006

USU Repository©2006

penerimaan pajak, sementara perubahan tarif secara signifikan akan menurunkan penerimaan pajak. Secara matematis kondisi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Bila ∆t > 0, maka t . ∆B = ∆t. B, sehingga penerimaan pajak tetap Bila ∆t < 0, maka t . ∆B = ∆t. B, sehingga penerimaan pajak tetap

Hal itu terjadi karena pada tarif maksimum, elastisitas basis pajak terhadap tarif pajak mendekati nol, sehingga perubahan tarif pajak tidak berpengaruh pada penerimaan pajak.

- Tarif Prohibitif

Tarif pajak disebut prohibitif bila kenaikan tarif tersebut akan menimbulkan penurunan penerimaan pajak, sementara penurunan tarif justru akan menyebabkan naiknya penerimaan pajak. Secara matematis kondisi tersebut dapat dinotasikan sebagai berikut : Bila ∆t > 0, maka t . ∆B < ∆t. B, sehingga penerimaan pajak turun

Bila t ∆< 0, maka t . ∆B < ∆t. B, sehingga penerimaan pajak turun

Hal itu terjadi karena pada tarif prohibitif, elastisitas basis pajak terhadap tarif pajak relatif tinggi, sehingga pembahan tarif pajak menyebabkan turunnya penerimaan pajak.

5. Tolak Ukur Kinerja Penerimaan Perpajakan Suatu Negara

Untuk mengukur kinerja pemungutan pajak di suatu negara, tolak ukur yang digunakan antara lain adalah perbandingan penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto/PDB (Tax to GDP Ratio/Tax Ratio) dan perbandingan antara penerimaan pajak yang berhasil dipungut dengan potensi yang tersedia (Tax Coverage Ratio/Coverage Ratio).

(16)

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006

USU Repository©2006

Tax Ratio

Tax Ratio dinyatakan dalam persen. Sebagai ilustrasi, tax rasio Indonesia yang dalam APBN tahun 2000 diperkirakan mencapai 13,03%, menunjukkan bahwa jumlah pajak yang dapat dipungut dari setiap Rp.100 PDB adalah sebesar Rp. 13,03.

Dalam kaitan dengan tolak ukur ini, semakin tinggi tax rasio suatu negara dihipotesiskan menunjukkan semakin baiknya kinerja pemungutan pajak di suatu negara. Untuk negara-negara maju di Eropa, tax ratio ini bisa mencapai 25 sampai 30 persen.

Namun demikian, tolak ukur lain juga sering digunakan untuk mengukur kinerja penerimaan pajak di suatu negara, atau terhadap jumlah belanja negara.

Coverage Ratio

Rasio yang menunjukkan besarnya penerimaan perpajakan yang dapat direalisir dari potensi yang tersedia.Coverage ratio sebesar 60% menunjukkan bahwa jumlah penerimaan pajak yang dapat direalisir dari tiap Rp. 100 potensi pajak adalah sebesar Rp. 60. Berkaitan dengan ini, semakin tinggi coverage ratio dari suatu negara, semakin baik kinerja penerimaan perpajakan dari negara tersebut.

6. Perkembangan Peraturan Pajak Yang Berlaku Di Indonesia 6.1 Pajak Penghasilan

. Dasar Hukum

Perkembangan peraturan pajak yang berlaku di Indonesia terutama tentang pajak penghasilan diawali dengan dikeluarkannya UU No. 7 Tahun 1983 sebagaimana yang telah dirubah dengan UU No. 7 Tahun 1991, UU N0. 10 Tahun 1994, dan UU N0. 17 Tahun 2000 tentang pajak penghasilan.

(17)

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006

USU Repository©2006

. Tarif PPh

Tarif PPh dibedakan menurut pasal yang mengatur tentang objeknya. Sejalan dengan itu, tarif PPh adalah sebagai berikut :

a.Menurut pasal 17, wajib PPh dibedakan menjadi wajib pajak pribadi dan wajib pajak badan. Tarifnya masing-masing adalah sebagai berikut :

Tabel 2 -1

Wajib Pajak Dalam Negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

1983 1991 1994 2000

S.d Rp.10 juta 15% 15% - -

Di atas Rp. 10 juta s.d Rp. 50 juta 12% 12% - -

Di atas Rp. 50 juta 35% 35% - -

S.d Rp. 25 juta - - 10% 5%

Di atas Rp. 25 juta s.d Rp. 50 juta - - 15% 10°!0

Di atas Rp. 50 juta - - 30% -

Di atas Rp. 50 juta s.d Rp. 100 juta - - - 15% Di atas Rp.100 juta s.d Rp.200 juta - - - 12%

Di atas Rp. 200 juta - - - 35%

(18)

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006

USU Repository©2006

Tabel 2 - 2

Wajib Pajak Badan Hukum dan Bentuk Usaha Tetap

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

1983 1991 1994 2000

S.d Rp.10 juta 15% 15% - -

Di atas Rp. 10 juta s.d Rp. 50 juta 12% 12% - -

Di atas Rp. 50 juta 35% 35% - -

S.d Rp. 25 juta - - 10% 5%

Di atas Rp. 25 juta s.d Rp. 50 juta - - 15% 10%

Di atas Rp. 50 juta - - 30% -

Di atas Rp. 50 juta s.d Rp. 100 juta - - - 15% Di atas Rp.100 juta s.d Rp.200 juta - - - 12%

Di atas Rp. 100 juta - - - 35%

b. Menurut pasal 22 dan KMK No. 559/KMK.04/1994, untuk PPh atas impor : - Dengan Angka Pengenal Import (API) sebesar 2,5% dari nilai impor. - Tanpa API sebesar 7,5% dari nilai impor.

- Yang tidak dikuasai 7,5% dari harga jual lelang.

Selanjutnya PPh atas pembelian barang yang dibiayai APBN/APBD sebesar 1,5% dari harga pembelian.

c.Menurut pasal 23

- 15% dari jumlah bruto atas deviden, bunga, royalty, hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.

- 15% dari bruto atas bunga simpanan yang dibayarkan koperasi.

- 15% dari perkiraan penghasilan netto atas sewa dan penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta, dan imbalan sehubungan dengan jasa teknik,

(19)

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006

USU Repository©2006

manajemen, konstruksi, konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh pasal 21.

d. Menurut pasal 26, untuk WP luar negeri, tarif PPh nya sebesar 20%.

6.2 PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)

Kepada wajib pajak orang pribadi, diberikan pengurangan berupa penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 2 - 3 Perkembangan PTKP Indonesia (Ribuan Rupiah) Keterangan 1983 1993 1994 2004 WP Orang pribadi 960 960 1.728 2.880 Tambahan WP kawin 480 480 460 1.440

Tambahan untuk seorang istri 960 960 1.728 2.880 (Penghasilan digabung dengan

penghasilan suami)

Tambahan untuk tanggungan 480 480 860 1.440

keluarga, maksimum 4 orang

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan lama kerja ini disebabkan oleh perbedaan ketinggian blokade sensoris yang cenderung lebih tinggi pada bupivakain hiperbarik sehingga mengakibatkan regresi

Cakupan penelitian adalah bagaimana perilaku pelanggan terhadap internet dan perdagangan melalui internet (e-commerce) dan sejauh mana pemsahaan pelanggan

Formulasi Tablet Ekstrak Etanol Buah Mengkudu ( Morinda citrifolia , L.) dengan Variasi Laktosa dan Aerosil Sebagai Bahan Pengering.. Di bawah bimbingan Agus Siswanto dan

am, Composite Connections, Trapezoid Web Pr of this paper is to present the behaviour of com b Profiled (TWP) steel section by determining t the deflection of the beam with

Penelitian ini adalah studi empiris untuk mengetahui pengaruh tingkat religiusitas dan persepsi terhadap minat menabung pada santri pondok pesantren Al- Munawwir krapyak di

Kenyamanan kantin (FJ) sesuai dengan harapan saya. X53 Perhatian staff administrasi terhadap mahasiswa sesuai dengan harapan saya. 3) Faktor 3 dinamakan dengan faktor

Terbuat dari rumput laut, membentuk gel diatas permukaan luka, mudah diangkat dan dibersihkan, bisa menyebabkan nyeri, membantu untuk mengangkat jaringan mati, tersedia dalam

Tentukan nilai dari k , dimana k adalah jumlah data pelatihan dengan jarak. terdekat yang digunakan sebagai pembanding dalam mengklasifikasikan