SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERESMIAN PENGOPERASIAN
JALAN TOL SURABAYA-MOJOKERTO SEKSI IV (KRIAN-MOJOKERTO)
SURABAYA, JAWA TIMUR 19 MARET 2016 Â Â Â Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,
Â
Yang saya
hormati Pimpinan dan Anggota DPR RI,
Yang saya
hormati para Menteri Kabinet Kerja, Wakil Gubernur Jawa Timur, seluruh Bupati dan Wali Kota yang hadir,
Hadirin yang berbahagia,Â
Â
Negara
kita sekarang ini memang ingin berkonsentrasi pada dua hal besar. Yang pertama adalah deregulasi. Yang kedua adalah pembangunan infrastruktur. Kita ingin fokus, ingin konsentrasi di sana.
Â
Kenapa itu
kita lakukan? Yang pertama, deregulasi, menyederhanakan
aturan-aturan yang ada. Agar apa? Agar ada kecepatan kita dalam bertindak dan melaksanakan pembangunan.
Â
Perlu saya
informasikan, sekarang ini di negara kita ada 42 ribu peraturan, 42 ribu
peraturan, baik itu yang namanya perpres, PP (peraturan pemerintah), permen—bukan permen yang kita makan, tapi peraturan menteri—dan peraturan-peraturan yang lainnya, 42 ribu. Itulah yang menjerat kita sehingga kita tidak mempunyai
semuanya nanti bisa diputuskan dan dikerjakan dengan cepat.
Â
Yang
kedua, pembangunan infrastruktur, kita sangat terlambat. Saya berikan gambaran. Di China, di Tiongkok, mereka sudah punya 60 ribu km jalan tol. Setiap tahun, bisa mereka
bangun 4 ribu sampai 5 ribu km. Kita—ini untuk memberikan semangat—dari merdeka sampai sekarang, 70 tahun, kita baru mempunyai 840 km. Saya ulang: 840 km.
Â
Oleh sebab
itu, saya beri target ke Pak Menteri PU, “Sudahlah, lima
tahun minimal 1.000.― Lima tahun, padahal China setahun 4 ribu sampai 5 ribu. Sudah, ini diselesaikan.
Â
Saya
hitung-hitung, insya Allah itu tercapai, dan saya pastikan lebih. Tapi itu juga masih kecil dibandingkan dengan yang setahun tadi 4 ribu, 5 ribu.
Â
Contoh lagi,
yang di sini ini, yang mau kita resmikan ini. Ini sudah 21 tahun masalah tidak
selesai-selesai karena pembebasan lahan. Saya ucapkan terima kasih ke Pak Wagub, Pak Bupati, Pak Wali Kota yang membantu penyelesaian masalah pembebasan lahan.
Â
Meskipun
ini baru separuh dari 36, baru 18, tapi saya tadi sudah berikan target ke Pak
Dirjen, ke Pak Menteri PU, “Tahun depan, harus sudah sambung yang 36 km itu.―
Â
Kerja itu,
kalau tidak diberi target, enggak semangat. Pasti kita berikan target, dan pasti saya ikuti. Yang di Batang, Semarang sudah berapa tahun berhenti? Baru minggu yang lalu, “Sudah, ambil alih. BUMN masuk, ambil alih.―
Â
Kalau konstruksi,
ini cepat sekali. Saya lihat di lapangan. Saya enggak sekali, dua kali—Pak Menteri tadi sampaikan—sudah lebih dari sepuluh kali ngelihat betul detail mengenai jalan tol. Kalau lahan sudah bebas, bangunnya cepet banget.
Â
Tapi memang
problemnya di pembebasan lahan, dan saya sudah berikan
target tadi, sebelum masuk sini, nanti dari Banten—berarti Merak—sampai dengan Surabaya, insya Allah 2018 itu juga harus sambung. Enggak ada alasan apa
pun.
Â
Kemarin yang
Solo-Ngawi ada masalah, “Sudah, rampungin. Sudah, jalan.― Saya lihat di lapangan, Ngawi-Mojokerto juga sama. “Sudah, ambil, kerjakan.― Yang di sini, “Sudah, jalan.― Perkiraan kita, 2018 insya Allah sudah sambung
yang dari Merak sampai ke Surabaya.
Â
Bekerja,
kalau tidak diikuti, tidak dikontrol, tidak diberitakan, enggak semangat.
Sekarang semangat semuanya, BUMN-BUMN kita, swasta-swasta kita. Kerja 24 jam, tiga sif.
Â
Kejauhan kita.
Di China, 60 ribu km. Kita 840 km. Kereta api cepat, di China dalam delapan tahun bisa mengerjakan 16 ribu km kereta api cepat. Berarti setahun 2 ribu.
Â
Kerja-kerja
seperti ini yang harus kita ambil contoh dan kita ikuti. Kita baru mau mengerjakan Jakarta-Bandung aja rame. Berapa kilo sih itu? 150 km.
Â
Kita ini
seneng-senengnya rame, tapi saya ingin ubah agar ramenya itu rame kerja gitu, enggak
rame debat, tidak rame saling bicara. Enggak rampung-rampung negara ini kalau itu kita terus-teruskan. Ramenya itu rame kerja.
Â
Bayangkan. Mereka
sudah 16 ribu, kita mau melangkah 150 km saja udah setahun lebih ini rame saja. Tapi sudah rampung itu, sudah mulai dikerjakan di lapangan.
Â
Oleh sebab itu,
saya titip agar Pak Wagub, Bupati, Wali Kota memang harus sering turun di lapangan. Masalah-masalah itu akan selesai kalau lapangannya dikuasai.
Â
Ini saya
juga tahu, masih ada empat lahan yang masih masalah. Enggak apa-apa. Pasti, setiap kita bekerja, ada masalah. Tapi, kalau kita tidak berani memutuskan, enggak berani jalan, ya enggak akan rampung-rampung.
Â
Saya berikan
contoh lagi, Jati Gede, Waduk Jati Gede. Itu sejak tahun 1961 tidak
selesai-selesai hanya gara-gara apa sih? Dulu pernah pembebasan lahan ya kan. Sudah pernah dibayar, tetapi tidak rampung sehingga mundur sampai hampir 50 tahun
karena, kalau dibayar lagi, nanti keliru.
Konsep berpikirnya
jangan seperti itu. Kalau untuk negara, untuk rakyat itu, dan itu memang menyelesaikan masalah, sudah dilakukan saja.
Â
Waktu tahun yang
lalu dibayar 10 ribu lebih sedikit KK untuk dipindahkan, memakan biaya 800 miliar. Selesaikan. “Ya sudah, air langsung masuk,― saya perintahkan, “Air langsung masuk.― Kemarin saya cek, airnya sudah naik 40%. Tahun depan,
sudah langsung selesai.
Â
Tetapi juga
masih ada masalah. Ya masih ada 614—sampai hafal saya
angka-angkanya—614 KK yang masih belum selesai. Ya diselesaikan.
Â
Tapi kalau
kita nunggu, padahal itu bisa mengairi 90 ribu hektare, sangat besar sekali,
akan jauh lebih bermanfaat kepada masyarakat, kepada orang banyak. Ya, yang masih 614 ya diselesaikan.
Â
Kemaren saya
temui juga. Maunya apa, keinginannya apa, harus diselesaikan dengan cara apa. Ternyata juga sebetulnya masalah-masalah yang tidak sangat prinsipil dan bisa kita
putuskan untuk segera selesai.
Â
Tapi kalau
lapangannya enggak kita kuasai, kita hanya membayangkan dari kantor, ya enggak akan rampung-rampung, termasuk ini.
Â
Nanti,
sebentar lagi kita akan ke Nipah. Itu sudah tahun 1982. Juga masalah pembebasan lahan.
Â
Inilah—saya
kira—cara-cara kerja lapangan yang kita inginkan sehingga kita bisa mengejar ketertinggalan pembangunan infrastruktur dari negara-negara yang lain. Dengan infrastruktur
inilah, nantinya kita harapkan mobilitas orang, mobilitas barang, semuanya bisa lebih cepat, dan biaya transportasi bisa lebih murah, biaya logistik bisa lebih murah, dan akhirnya barang-barang kita akan lebih kompetitif dan harganya akan lebih murah. Keuntungan terakhirnya ada di rakyat
karena bisa membeli produk-produk dan barang-barang dengan harga yang lebih murah.
Â
Saya kira
itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Dan, dengan
Â
Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.
*****
Biro Pers, Media dan Informasi
Sekretariat Presiden