• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2 Landasan Teori. Pada bab dua, penulis akan membahas teori-teori yang akan digunakan untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 2 Landasan Teori. Pada bab dua, penulis akan membahas teori-teori yang akan digunakan untuk"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

7 Bab 2

Landasan Teori

Pada bab dua, penulis akan membahas teori-teori yang akan digunakan untuk menganalisis unsur afeksi dan konsep ii chichioya dalam lagu Aitai karya Yuujin Kitagawa. Pertama, penulis akan memaparkan teori semantik, karena lagu ini dipenuhi dengan kata-kata yang penuh dengan makna tersirat, maka dari itu penulis akan menggunakan teori semantik untuk mengungkap makna yang terdapat dalam lagu Aitai ini.

2.1 Teori Semantik

Untuk menemukan makna sesungguhnya dari setiap kata-kata dalam lagu, diperlukan studi pencarian makna. Dalam hal ini, proses pencarian makna akan dilakukan melalui teori semantik.

Seperti yang dikatakan oleh Ikegami (1991):

ごくふつうの辞書で「意味論」(semantiks)という項を引いてみると、 言語 学の術 語 として の用法と して 「意 味 を研 究する学 問」(‘ The

study of meaning’ –The Random House Dictionary) といった定義が

あげられている。(hal. 3)

Terjemahan:

Bila dilihat dari kamus biasa, semantik didefinisikan sebagai dasar ilmu linguistik yang digunakan dalam studi yang berkaitan dengan penelitian makna.

Sedangkan menurut Hiejima (1991):

意味の問題は、間違いなく本来客観的であるというよりは、むしろ 主義であるといえよう。なぜなら、語や文は人間が日常使用する ものであり、個人によってそれらの意味は差異が生ずるものだから である。(hal. 3)

(2)

8 Terjemahan:

“Hal yang berkaitan dengan makna, lebih baik dilihat secara prinsipal, daripada secara objektif. Hal itu karena, makna lahir berdasarkan individu-individu.”

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, makna dari sebuah kata memang tergantung dari sudut pandang orang. Ketika seseorang memaknai sebuah kata, bukan berarti pikirannya akan sama seperti orang lain, karena setiap orang memiliki cara pandang mereka masing-masing.

2.1.2 Konsep Makna Kata

Makna sebuah kata dibedakan menjadi dua, yaitu makna yang bersifat denotatif dan makna yang bersifat konotatif (Keraf, 2007, hal. 27)

a. Makna denotatif

Chaer (2007, hal. 292) mengungkapkan bahwa makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Jadi, makna denotatif ini sebenarnya sama dengan makna leksikal. Harley (1995, hal. 178) menyatakan bahwa denotatif dari sebuah kata merupakan intinya, makna yang paling mendasar, semua orang mengerti dan setuju dengan makna kata denotatif.

Dari semua pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa makna denotatif adalah makna yang sesungguhnya. Seperti yang dikatakan Keraf (2007, hal. 27), kata yang tidak mengandung makna atau perasaan-perasaan tambahan disebut kata denotatif, atau maknanya disebut makna denotatif.

b. Makna Konotatif

Menurut Parera (2004, hal. 99) makna konotatif bersifat merangsang dan menggugah panca indera, perasaan, sikap, dan keyakinan dan keperluan

(3)

9 tertentu. Rangsangan-rangsangan ini dapat bersifat individual dan kolektif. Arah rangsangan pun dapat ke arah positif dan negatif. Klasifikasi rangsangan ini bersifat tumpang tindih dan bergantian berdasarkan pengalaman dan asosiasi yang muncul dan hidup pada individu dan masyarakat pemakai bahasa dan pemanfaatan makna. Jadi, tidak ada konotasi yang baku dan tetap. Ada makna konotasi yang pada suatu saat bersifat positif.

Sedangkan menurut Chaer (2007, hal. 292) makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut.

Pendapat tersebut dikuatkan oleh Keraf (2007, hal. 29), ia mengemukakan bahwa makna konotasi adalah makna yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu disamping makna dasar yang umumnya. Makna tersebut sebagian terjadi karena pembicara ingin menimbulkan perasaan stuju atau tidak setuju, senang atau tidak senang, dan sebagainya pada pihak pendengar dengan orang lain, sebab itu, bahasa manusia tidak hanya menyangkut masalah makna denotatif atau ideasional dan sebagainya.

setelah melihat pendapat dari para ahli, dapat disimpulkan bahwa makna denotasi adalah makna yang sesungguhnya dari sebuah kata. Sedangkan, makna konotasi adalah makna yang memiliki arti lain dari kata sebenarnya, atau sering kita sebut dengan makna kiasan.

2.1.3 Teori Medan Makna

Kata-kata memiliki asosiasi antara sesamanya. Berdasarkan hal tersebut Ferdinand de Saussure memulai konsep asosiasi makna (2004, hal. 137). Ia pun

(4)

10 membedakan hubungan asosiatif menjadi empat, yaitu kesamaan formal dan semantik, similaritas semantik (butir umum), similaritas sufiks-umum biasa, serta similaritas kebetulan.

Konsep tersebut lalu diperbaiki oleh Bally yang melihat medan asosiatif sebagai satu lingkaran yang mengelilingi satu tanda dan muncul ke dalam lingkaran leksikalnya (Parera, 2008, hal. 138). Berikut adalah skema medan asosiatif dari Bally

Skema 2.1 Skema Medan Asosiatif Bally (Sumber: Parera, 2004, hal. 139)

Secara singkat, konsep medan makna yang diperbaiki oleh C. Bally dapat disimpulan sebagai berikut:

“Medan makna adalah suatu jaringan asosiasi yang rumit berdasarkan pada similaritas atau kesamaan, kontak atau hubungan dan hubungan-hubungan asosiatif dengan penyebutan satu kata.” (hal. 139)

SLOWNESS ENDURANCE YOKE STRENGTH PATIENT WALK PLOUGH TILLING CALF BULL COW HORNS

(5)

11 Sedangkan, Parera (2009) menggambarkan skema medan makna sebagai berikut:

Melirik Melihat Mengintip Memandang Menatap Meninjau Melotot

Skema 2.2 Medan makna menurut Parera (sumber: Parera, 2004, hal. 140)

Dalam Bahasa Indonesia, medan makna dari kata melihat dibedakan atas melirik, mengintip, memandang, menatap, meninjau, melotot dan lainnya (Parera, 2004, hal. 140).

Sedangkan, menurut Chaer (2007) medan makna adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan (hal. 316)

2.2 Teori Afeksi

Menurut Meadow, dalam bukunya Other People yang telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia berjudul “Memahami Orang Lain” (2006, hal. 96), afeksi adalah cinta kepada orang yang paling dekat dengan kita. Biasanya anggota keluarga dan mereka yang telah dianggap seperti keluarga sendiri. Afeksi tumbuh dari hubungan dekat secara fisik, dan biasanya, orang tidak dapt mengatakan secara pasti kapan mulainya. Kita menyadarinya: “Sejak kecil saya telah mengenal wajahnya…”

Dirinya juga berpendapat, bahwa afeksi adalah cinta yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia. Biasanya kita memperoleh afeksi dari orangtua, dan juga kemudian kita memberikan afeksi kita kepada orang tua, saudara

(6)

12 dan anak-anak kita. Afeksi bersifat menyenangkan, sopan tanpa basa-basi. Bila diliputi dengan afeksi, kita dengan mudah dapat bersikap santai.

Menurut Gonzalez, Barull, Pons dan Marteles dalam jurnal mereka “What is Affection” (1998, para. 1), afeksi sering disamakan dengan emosi, padahal keduanya merupakan fenomena yang sangat berbeda, meskipun memiliki kaitan yang sangat erat. Emosi adalah respon individual dalam diri yang menunjukkan pertahanan diri kita dalam kemungkinan yang selalu ada dalam situasi yang konkret. Sedangkan afeksi adalah proses interaksi sosial antara dua organisme atau lebih.

Akan tetapi, terlepas dari perbedaan antara emosi dan afeksi, keduanya memang memiliki kaitan yang sangat erat dan memberikan situasi yang sama untuk mengekspresikan satu dan lainnya. Contohnya, kita mengatakan “Aku merasa sangat aman” untuk emosi dan “Dia mendukungku penuh” untuk afeksi. Tampaknya kita akan menunjuk afeksi yang diterima melalui emosi yang kita rasakan.

Mereka juga mengungkapkan karakteristik dari afeksi, yaitu:

1. Afeksi adalah sesuatu yang terjadi diantara manusia, dan sesuatu yang bersifat memberi dan menerima.

Kata-kata yang sering digunakan untuk menunjukkan afeksi adalah ‘menerima’ dan ‘memberi’. Contohnya adalah “dia memberiku perasaaan cintanya” atau “aku memberinya kepercayaanku”. Dengan hal tersebut, kita dapat mengatakan bahwa afeksi bersifat memberi dan menerima. Karena itulah, afeksi merupakan sesuatu yang mengalir dan berpindah dari satu orang ke orang lain.

Disamping itu, afeksi juga dapat terakumulasikan. Contohnya saat liburan dalam rangka beristirahat dari rutinitas kerja yang padat, disaat itu kita masih dapat memikirkan untuk menolong anak, teman, klien, murid, pasangan dan

(7)

13 lainnya, ini berarti ada afeksi yang telah terakumulasi dalam diri kita sehingga kita dapat memberi afeksi kembali kepada mereka.

2. Untuk menghasilkan afeksi dibutuhkan usaha.

Pengalaman kita mengajarkan bahwa memberi afeksi kepada seseorang memerlukan usaha. Ada banyak usaha yang dapat mengekspresikan afeksi. Sebagai contoh, menjaga seseorang yang sedang sakit, memahami seseorang yang sedang dalam masalah, berusaha membahagiakan serta menghormati kebebasan orang lain, ataupun memberikan hadiah, semua hal tersebut adalah tindakan yang memerlukan usaha.

3. Afeksi adalah sesuatu yang sangat penting bagi manusia, terutama di masa kanak-kanak dan ketika sakit.

Pada akhirnya, kita dapat mengatakan bahwa afeksi adalah hal yang sangat penting bagi manusia. Kita juga tidak akan mendengar seseorang mengatakan bahwa dirinya tidak memerlukan kasih sayang. Dalam hal ini kita tahu bahwa manusia membutuhkan kasih sayang. Tidak seperti spesies lain, misalnya kucing atau ular, manusia membutuhkan afeksi yang sangat besar, dan hal ini dapat menjadi maksimum disaat-saat tertentu seperti ketika sakit atau masa kanak-kanak.

Selain itu, menurut Murray (dalam Lorento & Gouaïch, 2010), terdapat 5 hal yang dibutuhkan untuk menghasilkan afeksi, yaitu

1. Afiliation : meluangkan waktu dengan orang lain 2. Nurturance : merawat orang lain

3. Play : bermain dan bersenang-senang dengan orang lain 4. Rejection : menolak orang lain atau sesuatu demi sebuah

(8)

14 5. Succorance : ditolong atau dilindungi oleh orang lain 2.3. Konsep Fushi Kankei

Pada tahun 1970-an muncul frasa baru tentang sosok ayah di Jepang saat itu. “Seorang ayah akan sangat diapresiasi ketika dia sehat dan berada di luar rumah.” Ayah di Jepang memang kehidupannya didominasi pekerjaan, karena hal tersebutlah, banyak keluarga di Jepang dianggap kehilangan sosok ayah. Bahkan ayah-ayah disana sering disebut “Suami 7-11” hal ini merujuk pada jam saat mereka berangkat kerja pukul 07:00 pagi dan pulang ketika waktu menunjukkan pukul 11:00 malam. (Christiansen, 2009, para. 2).

Masalah kehilangan sosok ayah dalam keluarga, yang di Jepang dikenal dengan istilah ‘chichi oya fuzai’ ini didasari atas pandangan orang Jepang, bahwa prioritas utama seorang laki-laki adalah kesuksesan mereka dalam ekonomi. Bahkan definisi maskulin untuk seorang pria pun sangat ditentukan dengan kesuksesan mereka di tempat kerja. (Tamura, 2001, hal. 10).

Akan tetapi, tidak semua anak yang kehilangan sosok seorang ayah tidak dekat dengan sang ayah. Meski mereka terpisah dan jarang bertemu, mereka tetap terikat secara psikologis satu sama lainnya. Memang dibandingkan seorang ibu, ayah memiliki waktu yang lebih sedikit bersama anak, namun dengan kesempatan yang singkat tersebut, anak-anak menganggap ayah mereka sebagai sosok yang dapat diandalkan. (Christiansen, 2001, para. 3)

Mengutip dari jurnal berjudul 「父親の 子育てに よる 父子関係への 影

響」tulisan Nagai (2004) 冬木(1997)は父親自身がいかなる子育て観、父親イメージを持っていた として も、それ とは関 係なく子 どもと の かかわ り合いを 多 いほ ど、 つまり「優しい父親」を行う父親ほど、父親自身の子育て満足度は高いし、 右川周子(2003)は Amato(1994) と同様に父親の支援(子どもの 気持ちを分かってあげる)が子どもの抑うつ傾向(ディストレス)を低下

(9)

15

させるとしている。

Terjemahan:

Menurut Fuyuki (1997), cara seorang ayah mendidik anak, dan bagaimana image yang tercipta, hal tersebut sama sekali tidak melibatkan seorang anak dalam prosesnya. Jadi, masih banyak kesempatan bagi ayah itu sendiri menjadi ‘ayah yang baik’. Ishikawa (2003) sama seperti Amato (1994) berpendapat bahwa dukungan dari seorang ayah dapat menurunkan tingkat stres.

Usui (2009), seorang Doktor di bidang psikologi, dalam jurnalnya berjudul「父

の日に考える父子関係の心理学 悩むお父さんへの子育てアドバイス」 mengatakan: 一言でいえば、「気は優しくて力持ち」の男性でしょう。イメージと しては、暴風雨の吹きすさぶ嵐の中、自分の後ろに家族のみんなを集め、 自分は先頭に立って家族の風除けとなり、後ろの家族を優しく気遣い ながら、でも前を向き、力強く歩んでいる姿です。「みんな、大丈夫か! 父さんがついてるぞ! しっかりしろ! 負けるな! しっかり後に ついてこい!」こんなイメージです。 Terjemahan

Singkatnya, dapat dikatakan ‘pria yang lembut tapi kuat”. Misalnya, ketika didalam tiupan badai yang sangat dahsyat, seluruh anggota keluarga berkumpul dibelakangnya. Dia berdiri paling depan sebagai penghalang angin bagi keluarganya. Ketika anggota keluarga dibelakangnya cemas, didepannya ada sosok kuat yang melindungi. “semuanya, tenang saja! Ada ayah disini, jangan khawatir. Ayah tidak akan kalah, terus berada dibelakang ayah.”

Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang ayah yang baik menurut Mafumi Usui adalah ayah yang melindungi. Ia mencontohkannya dengan seorang ayah yang melindungi keluarganya, ketika terjadi badai.

Sedangkan Shwalb (1993, hal. 13), menyatakan bahwa ii chichioya terdiri dari 14 karakteristik, yaitu

1. Lembut dan terpercaya: Bersikap lembut dalam pengasuhan sehingga anak menjadi percaya.

(10)

16 2. Pusat keluarga: Dominan dalam keluarga

3. Tegas: Tegas dan jelas mendidik anak 4. Pengertian: Memahami perasaan anak

5. Pintar/toleran: Berpengetahuan luas, sehingga dapat mengajarkannya pada anak 6. Pekerja keras: Berusaha dalam pekerjaannya demi kesejahteraan keluarga 7. Kuat: Kuat, agar dapat melindungi keluarga

8. Andalan keluarga: Dapat menjadi andalan atau tumpuan bagi keluarga 9. Serius: Sungguh-sungguh dalam melakukan sebuah hal, dan tetap konsisten 10. Bertanggung jawab: Melakukan kewajibannya sebagai seorang ayah.

bertanggung jawab atas keberadaan anak, ikut membantu dalam pengasuhan 11. Berpengetahuan luas: Pintar agar dapat mengajarkannya kepada anak

12. Berempati: Saling memahami dengan anak

13. Dapat dipercaya: Dapat dipercaya sebagai pemimpin keluarga

14. Layak dihormati: pantas untuk dihormati sebagai pemimpin keluarga.

2.4 Teori Pengkajian Puisi

Menurut Pradopo (1990, hal. 3) mengemukakan bahwa puisi adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Lalu menurut Wellek dalam Pradopo (1990, hal. 14), puisi merupakan sebab yang emmungkinkan timbulnya pengalaman. Altenbernd dalam Pradopo (1990, hal. 5) mengemukakan bahwa puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran dalam bahasa. Dari ketiga makna tersebut, dapat dikatakan bahwa puisi mempunyai sifat, struktur dan konvensi-konvensi puisi apapun pada umumnya.

Pradopo juga mengemukakan bahwa pengkajian puisi terbagi dalam dua bagian, yaitu:

(11)

17 1. Analisis struktur puisi berdasarkan lapis-lapis normanya yang merupakan fenomena puisi yang ada. Arti lapis disini, berupa rangkaian fonem, suku kata, kata, frasa dan kalimat. Rangkaian satuan-satuan arti ini menimbulkan lapis ketiga yang berupa latar, pelaku, objek-objek yang dikemukakan dan dunia pengarang yang berupa cerita atau lukisan (Pradopo, 1990, hal. 15)

2. Analisis sajak satu persatu yang membicarakan kaitan antar unsur dan sarana-sarana kepuitisan yang menyeluruh. Dalam analisis ini, lapis-lapis norma puisi di lihat hubungan keseluruhannya dalam sebuah sajakyang utuh. Hal ini disebabkan norma-norma puisi itu saling berhubungan erat dan saling berhubungan maknanya (Pradopo, 1990, hal. 117).

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan kultur antera adalah (A) genotip tanaman dimana antera berasal; (B) komposisi media kultur; (C) kondisi tanaman donor;

Spiritual entrepreneurship dimaknai sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan sebuah organisasi dengan cara pandang yang universal yang dapat

Observasi tindakan dilakukan selama kegiatan finger painting mengenal warna sekunder berlangsung. Guru melakukan pengamatan dengan mencatat perkembangan yang dialami anak

Maka dari itu, menurut Nizar (2002) dalam Afandi (2019) bahwa perencanaan terhadap rekonstruksi Ikhwan Al Safa diorientasikan pada dua prospek yaitu pertama

(3) memberdayakan masyarakat pengolah sabut kelapa (UMKM) dalam upaya menemukan strategi pengembangan dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam pengolahan sabut

sehubungan dengan pelaksanaan Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim 1992 dan antisipasi Protokol Kyoto 1997) = Implementation of international agreement on climate change (case

Dengan melihat nilai probabilitas Jarque-Bera sebesar 0,048174 yang lebih rendah dari tingkat signifikasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 5% atau 0,05, maka dapat

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Lembar pengamatan kegiatan guru dan Keterlaksanaan Pembelajaran. Pengamatan kegiatan guru dilakukan oleh