• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PERHITUNGAN TUNJANGAN PERUMAHAN DI KABUPATEN KOTABARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PERHITUNGAN TUNJANGAN PERUMAHAN DI KABUPATEN KOTABARU"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

164

DI KABUPATEN KOTABARU

Ernawati, Fredy Jayen, Sutrisno, Arief Noviarakhman Zagladi

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pancasetia Banjarmasin Jl. A Yani Km 5,5 Banjarmasin, Kalimantan Selatan

e-mail: ernawati_stiepan@yahoo.co.id

Abstract : Government house is a facility provided by the government to support the work performance of civil worker, including the member of DPRD. If the government does not able to provide a government house, the government must replace it with a housing alimony that is given to the head and the member of DPRD. The amount of housing alimony must consider rightfulness, normality, and rationality, also local housing cost. This survey is done quantitatively to the member of DPRD Kotabaru Regency, local civil worker with Eselon 2 grade, and middle class society. The result of this research shows that the housing alimony for the head, vice head, and member of DPRD Kotabaru Regency need to be increased, because the housing alimony that is given right now does not suit anymore. This research explains the mathematical process to find the new housing alimony, and stating the recommended housing alimony for the head, vice head, and members of DPRD Kotabaru Regency.

Keywords: housing alimony, DPRD Kotabaru Regency

Abstrak: Rumah dinas adalah sarana yang disediakan pemerintah untuk menunjang kinerja dari pejabat Negara yang membutuhkan, termasuk diantaranya para anggota DPRD. Berkenaan dengan penyedian rumah jabatan pimpinan atau rumah dinas anggota DPRD yang tidak mampu dipenuhi oleh Pemerintah Daerah, maka pemerintah daerah menggantikannya dengan tunjangan perumahan yang diberikan setiap bulannya kepada pimpinan dan anggota DPRD. Pemberian tunjangan perumahan tersebut harus memperlihatkan asas kepatutan, kewajaran dan rasionalitas serta standar harga setempat yang berlaku. Survei dilakukan secara kuantitatif kepada para anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru, pejabat setempat setingkat eselon 2, dan masyarakat kelas menengah ke atas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa memang diperlukan kenaikan tunjangan perumahan bagi ketua, wakil ketua, dan anggota DPRD Kabupaten Kotabaru, karena nilai tunjangan yang sebelumnya dirasa sudah tidak layak lagi. Dalam penelitian ini dijabarkan proses perhitungan tunjangan perumahan yang baru, serta besaran tunjangan bagi ketua, wakil ketua, dan anggota DPRD Kabupaten Kotabaru.

Kata kunci: tunjangan perumahan, DPRD Kabupaten Kotabaru

Latar Belakang

Pada hakekatnya, manusia dalam hi-dupnya membutuhkan makanan, pakaian dan tempat tinggal untuk bertahan hidup. Seiring dengan semakin meningkatnya pendapatan dari seseorang, maka meningkat pula kebu-tuhannya akan makanan, pakaian dan tempat tinggal. Berbicara mengenai konteks tempat

tinggal, bagi orang-orang yang hidupnya ber-pindah-pindah dikarenakan alasan pekerjaan, masalah tempat tinggal menjadi hal perlu mendapatkan perhatian lebih. Untuk kepen-tingan para pejabat instansi pemerintah yang sering berpindah-pindah instansi di seluruh Indonesia, pemerintah wajib untuk menye-diakan rumah dinas, agar kebutuhan tempat

(2)

tinggal dari para pejabat pemerintah tersebut dapat terpenuhi.

Berkenaan dengan penyedian rumah jabatan pimpinan atau rumah dinas anggota DPRD yang tidak mampu dipenuhi oleh Pe-merintah Daerah, maka pePe-merintah daerah menggantikannya dengan tunjangan peru-mahan yang diberikan setiap bulannya ke-pada pimpinan dan anggota DPRD. Pemberi-an tunjPemberi-angPemberi-an perumahPemberi-an tersebut harus mem-perlihatkan asas kepatutan, kewajaran dan ra-sionalitas serta standar harga setempat yang berlaku.

Dalam hal tunjangan perumahan terse-but sementara ini dimaknai bersama oleh pe-merintah daerah dan DPRD peruntukannya untuk sewa rumah dan belanja barang dan ja-sa, yang meliputi fasilitas sarana prasarana seperti penyediaan listrik, penyediaan tele-pon, pemakaian air dan pemeliharaan dan perlengkapan rumah dinas. Kecenderungan saat ini hampir di seluruh daerah di Indone-sia, besaran tunjangan perumahan memicu ketidakpuasan di mata publik, karena sebagi-an besar DPRD menentuksebagi-an besarsebagi-an tunjsebagi-ang- tunjang-an perumahtunjang-an ttunjang-anpa memperhatiktunjang-an asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan tidak sesuai dengan standar setempat yang berlaku. Fenomena tersebut juga dialami oleh pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Kali-mantan Selatan, tidak terkecuali kabupaten Kotabaru. Dalam hal menentukan nilai besar-an tunjbesar-angbesar-an perumahbesar-an Pimpinbesar-an dbesar-an Ang-gota DPRD Kotabaru juga mengalami sorot-an publik. Sebagai komitmen penyelenggara-an negara ypenyelenggara-ang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme, maka dalam hal menentukan besaran nilai dari tunjangan perumahan yang diperuntukkan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD kabupaten Kotabaru haruslah bercer-min pada asas kepatutan, kewajaran, rasiona-litas dan kesesuaian dengan standar setempat.

Pada tahun 2012 telah dilakukan per-ubahan tunjangan perumahan untuk Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPRD Kabupaten Kotabaru dengan nilai Rp 8.500.000,00/bulan untuk ketua DPRD, Rp 7.500.000,00/bulan untuk wakil ketua DPRD, dan Rp 6.000.000,00/bulan untuk anggota DPRD Kabupaten Kotabaru (sesuai Perbub no.58 tahun 2012). Nilai ini dirasa tidak layak lagi untuk digunakan di tahun 2015 ini, sehingga

dirasa perlu dilakukan pengkajian ulang ten-tang besaran nilai tunjangan perumahan yang layak.

Penentuan besaran tunjangan perumah-an untuk pimpinperumah-an dperumah-an perumah-anggota DPRD di lingkungan Kotabaru harus dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti kewajaran biaya yang dikeluarkan, keseim-bangan dengan kabupaten-kabupaten lain yang homogen, kesesuaian dengan tingkat pendapatan daerah, serta dapat mencapai ke-puasan yang seimbang antara pihak DPRD sebagai orang yang diberi tunjangan dan ma-syarakat Kabupaten Kotabaru. Besaran tun-jangan perumahan yang diberikan juga harus memperhatikan faktor perubahan harga da-lam jangka panjang, seperti faktor inflasi, se-hingga besaran angka yang ditetapkan dapat diaplikasikan untuk jangka waktu yang cu-kup panjang.

Untuk menentukan besaran tunjangan perumahan yang wajar, dapat dipertanggung-jawabkan, dan memuaskan bagi semua pihak terkait, perlu kiranya dilakukan sebuah kajian ilmiah melalui studi kelayakan terhadap pe-nentuan besaran nilai tunjangan perumahan dimaksud dengan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan kesesuaian dengan mengacu pada situasi dan kondisi di lingkungan Kabu-paten Kotabaru. Untuk itu perlu kiranya di-tindak lanjuti, melalui kerjasama Pemerintah Kabupaten Kotabaru dengan STIE Pancasetia Banjarmasin untuk menentukan besaran ke-naikan anggaran perumahan DPRD Kabupa-ten Kotabaru yang layak dan dapat dipertang-gungjawabkan.

Berdasarkan latar belakang yang telah ditunjukkan pada sub bab sebelumnya, dapat dipahami bahwa menentukan besaran tun-jangan perumahan untuk Ketua dan Anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru tidak dapat di-lakukan secara sembarangan. Penentuan be-saran tunjangan harus memperhatikan empat asas, yaitu:

1. Asas kepatutan, yang artinya besaran tun-jangan perumahan harus mampu meme-nuhi kebutuhan para anggota DPRD untuk mendapatkan perumahan yang layak un-tuk menunjang kinerja mereka.

2. Asas kewajaran, yang artinya besaran tun-jangan perumahan tidak boleh sampai me-micu kontroversi di masyarakat karena

(3)

angkanya yang dianggap tidak wajar (terlalu besar atau terlalu kecil).

3. Asas rasionalitas, yang artinya jumlah be-saran tunjangan yang diberikan harus ma-suk akal.

4. Asas kesesuaian dengan standar setempat, yang artinya besaran tunjangan perumah-an harus memperhatikperumah-an besarperumah-an biaya perumahan di Kabupaten Kotabaru.

Berdasarkan pada ketiga asas tersebut, maka inti permasalahan yang ingin dijawab pada penelitian ini adalah:

1. Berapa besaran nilai sewa rumah bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Kotabaru yang sesuai dengan berpedoman pada asas kepatutan, kewajaran, rasionali-tas dan kesesuaian dengan standar setem-pat?

2. Berapa besaran nilai fasilitas sarana dan prasarana rumah dinas yang sesuai bagi Pimpinan dan Anggota DPRD kabupaten Kotabaru dengan berpedoman pada asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan kesesuaian dengan standar setempat?

Karena kajian perhitungan tunjangan perumahan di Kabupaten Kotabaru cakupan-nya terlalu luas, maka dalam kajian ini hacakupan-nya dibatasi pada perumahan Ketua, Wakil Ke-tua, dan Anggota DPRD Kabupaten Kotaba-ru. Hasil dari penelitian ini lebih difokuskan pada tunjangan perumahan yang akan diberi-kan kepada Ketua, Wakil Ketua, dan Ang-gota DPRD di Kabupaten Kotabaru, sehingga sebagian besar sampel yang diwawancarai dan diberikan kuesioner adalah para anggota DPRD Kabupaten Kotabaru.

Kegiatan kajian perhitungan tunjangan perumahan di Kabupaten Kotabaru ini me-miliki tujuan sebagai berikut:

1. Menentukan besaran nilai sewa rumah ba-gi Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupa-ten Kotabaru, yang sesuai dengan berpe-doman pada asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan kesesuaian dengan standar setempat.

2. Menentukan besaran nilai fasilitas sarana dan prasarana rumah dinas yang sesuai ba-gi Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupa-ten Kotabaru dengan berpedoman pada asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan kesesuaian dengan standar setempat.

Kegiatan kajian perhitungan tunjangan perumahan di Kabupaten Kotabaru ini diha-rapkan dapat membawa manfaat bagi ber-bagai pihak, seperti:

1. Pemerintah Kabupaten Kotabaru, agar da-pat menentukan anggaran rumah dinas yang wajar untuk dewan di Kabupaten Kotabaru.

2. Anggota DPRD Kabupaten Kotabaru, agar dapat memaksimumkan kinerjanya melalui rumah dinas yang layak.

3. Masyarakat Kabupaten Kotabaru pada umumnya, agar dapat mengetahui dasar perhitungan besarnya anggaran perumah-an dewperumah-an di lingkungperumah-an Kabupaten Kota-baru.

Kajian Literatur

Motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang ter-dapat dalam diri individu, yang menyebab-kan individu tersebut bertindak atau berbuat. Menurut Isbandi Rukminto Adi (dalam Uno, 2008:3) mengatakan bahwa motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinter-pretasikan dalam tingkah lakunya berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tena-ga munculnya suatu tingkah laku tertentu.

Menurut Hasibuan (1996:95), motivasi adalah pemberian daya penggerak yang men-ciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dalam segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.

Dalam Winardi (2001:4), ada definisi yang mengatakan bahwa motivasi berhu-bungan dengan hal-hal berikut:

1. pengarahan perilaku;

2. kekuatan reaksi (upaya kerja), setelah se-orang karyawan telah memutuskan arah tindakan-tindakan tertentu dan

3. persistensi perilaku, berapa lama orang yang bersangkutan melanjutkan pelaksa-naan perilaku dengan cara tertentu.

Stanley Vance (dalam Danim, 2004), mengatakan bahwa pada hakikatnya motivasi adalah perasaan atau keinginan seseorang yang berada dan bekerja pada kondisi ter-tentu untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang menguntungkan dilihat dari perspektif pribadi dan terutama organisasi.

(4)

Menurut Siagian (2002) motivasi adal-ah daya pendorong yang mengakibatkan se-orang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk ke-terampilan dan keahlian, tenaga dan waktu-nya untuk menyelenggarakan berbagai ke-giatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Gibson (1997) memuat beberapa pen-dapat dari beberapa ahli tentang motivasi, ya-itu:

1. Menurut John P. Cambell, motivasi berhu-bungan dengan arah perilaku, kekuatan, respons (yakni usaha) setelah karyawan memilih mengikuti tindakan tertentu, atau berapa lama orang itu terus-menerus berperilaku menurut cara ter-tentu.

2. Menurut J.W. Atkinson motivasi harus memusatkan perhatian pada faktor-faktor yang mendorong dan mengarahkan kegiat-an seseorkegiat-ang.

3. Menurut M.R. Jones motivasi adalah ber-hubungan kuat dengan bagaimana perila-ku itu dimulai, diperila-kuatkan, disokong, di-arahkan, dihentikan dan reaksi subyektif seperti apakah yang timbul dalam organi-sasi ketika semua itu berlangsung.

Dari pendapat yang telah dikemukakan di atas dapat dinyatakan bahwa motivasi me-rupakan suatu faktor pendorong atau peng-gerak seseorang untuk mau bertindak dan be-kerja dengan giat sesuai dengan tugas dan ke-wajibannya untuk mencapai tujuan yang te-lah ditentukan.

Motivasi menjelaskan mengapa ada orang berperilaku tertentu untuk mencapai serangkaian tujuan. Teori motivasi berupaya merumuskan apa yang membuat orang me-nyajikan kinerja yang baik. Menurut Hasibu-an (1996:97) menyatakHasibu-an mHasibu-anfaat motivasi bagi sesorang pegawai selain memberikan keuntungan kepada pegawai itu sendiri juga menguntungkan organisasi seperti:

1. mendorong gairah dan semangat kerja pegawai;

2. meningkatkan moral dan kepuasan kerja pegawai;

3. meningkatkan produktifitas kerja pega-wai;

4. mempertahankan loyalitas dan kestabilan pegawai;

5. meningkatkan kedisplinan dan menurun-kan tingkat absensi pegawai;

6. menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik;

7. meningkatkan kreatifitas dan partisipasi pegawai;

8. mempertinggi rasa tanggung jawab pegawai terhadap tugasnya; dan

9. meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

Motivasi merupakan fenomena hidup yang banyak corak dan ragamnya. Menurut Danim (2004:17) secara umum motivasi da-pat diklasifikasikan kedalam emda-pat jenis, yaitu:

1. Motivasi Positif

Motivasi positif didasari atas keinginan manusia untuk mencari keuntungan-keuntungan tertentu. Manusia bekerja da-lam organisasi jika dia merasakan bahwa setiap upaya yang dilakukannya akan memberikan keuntungan tertentu. Dengan demikian, motivasi positif merupakan pemberian motivasi yang diarahkan pada usaha untuk mempengaruhi orang lain un-tuk bekerja secara baik dan antusias de-ngan cara memberikan keuntude-ngan terten-tu padanya.

2. Motivasi Negatif

Motivasi negatif sering dikatakan sebagai motivasi yang bersumber dari rasa takut misalnya, jika seorang pegawai tidak be-kerja maka akan muncul rasa takut dike-luarkan, takut diskors, dan takut dijauhi oleh rekan kerja. Motivasi negatif yang berlebihan akan membuat organisasi tidak mampu mencapai tujuan. Personalia orga-nisasi menjadi tidak kreatif, serba takut, dan serba terbatas geraknya.

3. Motivasi dari Dalam

Motivasi dari dalam timbul timbul pada diri pegawai saat dia melaksanakan tugas-tugasnya dan bersumber dari dalam diri pegawai itu sendiri. Dengan demikian berarti juga bahwa kesenangan pegawai muncul pada saat dia bekerja dan dia sendiri yang menyenangi pekerjaan itu. 4. Motivasi dari Luar

Motivasi dari luar adalah motivasi yang muncul sebagai akibat adanya pengaruh

(5)

yang ada di luar pekerjaan dan dari luar diri pegawai itu sendiri. Motivasi dari luar biasanya dikaitkan dengan imbalan, kese-hatan, cuti, program rekreasi perusahaan, dan lain-lain. Pada konteks ini, manusia organisasional ditempatkan pada subjek yang dapat oleh faktor luar. Manusia be-kerja karena semata-mata didorong oleh adanya sesuatu yang ingin dicapai dan da-pat pula bersumber dari faktor-faktor di luar subjek.

Kompensasi (compensation) meliputi penghargaan finansial dan jasa nirwujud serta tunjangan yang diterima oleh para karyawan sebagai bagian dari hubungan kepegawaian. Kompensasi merupakan apa yang diterima oleh para karyawan sebagai ganti kontribusi mereka terhadap organisasi.

Menurut Werther dan Davis mendefini-sikan kompensasi sebagai apa yang diterima pekerja sebagai tukaran atas kontribusinya kepada organisasi. Di dalam kompensasi ter-dapat sistem insentif yang menghubungkan kompensasi dengan kinerja. Dengan kompen-sasi kepada pekerja diberikan penghargaan berdasarkan kinerja dan bukan berdasarkan senioritas atau jumlah jam kerja.

Terminologi kompensasi sering digu-nakan secara bergantian dengan administrasi gaji dan upah. Akan tetapi terminologi kom-pensasi sesungguhnya merupakan konsep yang lebih luas. Dan apabila dikelola secara benar akan membantu organisasi/perusahaan untuk mencapai tujuannya dan memperoleh, memlihara, mempertahankan tenaga kerja yang produktif, serta akan dapat meningkat-kan kinerja para tenaga kerja tersebut.

Desain dan implementasi sistem kom-pensasi merupakan salah satu aktivitas paling rumit bagi seorang manajer sumber daya ma-nusia yang bertanggung jawab. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kempleksitas ter-sebut, diantaranya :

Meskipun aspek-aspek sumber daya manusia lainnya (seperti pelatihan, manaje-men karir, sistem penilaian kinerja, program kualitas kehidupan kinerja) penting bagi be-berapa orang, pada akhirnya kompensasi te-taplah dianggap yang paling penting bagi se-tiap orang/pekerja dalam sese-tiap level manaje-men yang ada di dalam organisasi.

Salah satu tujuan kompensasi adalah untuk memotivasi para karyawan, akan tetapi terdapat kemajemukan nilai yang melekat pa-da masing-masing individu terhapa-dap peng-hargaan atau paket pengpeng-hargaan spessifik. Nilai-nilai itu juga dapat berubah-ubah se-panjang waktu. Pekerjaan-pekerjaan sebagian besar organisasi melibatkan bergama penge-tahuan, keahlian, dan kemampuan yang di-lakukan dengan kisaran tuntutan yang luas.

Kompensasi karyawan adalah biaya po-kok dalam menjalankan roda usaha dan dapat menentukan daya saing barang atau perusa-haan. Beraneka maca peraturan pemerintah pusat ataupun daerah mempengaruhi sistem kompensasi. Para karyawan, baik secara langsung maupun melalui ketentuan perun-dingan kerja bersama seringkali memiliki ke-inginan untuk berpartisipasi dalam penetapan kompensasi. Biaya hidup sangat beraneka ra-gam di wilayah-wilayah geografis yang ber-beda, dan menjadi pertimbangan-pertimbang-an penting bagi perusahapertimbangan-pertimbang-an ypertimbangan-pertimbang-ang berkiprah di berbagai lokasi.

Komponen-komponen dari seluruh pro-gram kompensasi dapat dibagi ke dalam bentuk-bentuk kompensasi langsung (direct compensation) dan kempensasi tidak lang-sung (indirect compensation).

Kompensasi finansial langsung meli-puti semua bayaran yang diperoleh seseorang dalam bentuk gaji, upah, bonus, dan komisi. Kompensasi finansial tidak langsung yang di-sebut juga tunjangan, meliputi semua peng-hargaan finansial yang tidak tercakup dalam kompensasi langsung. Kompensasi non-finansial adalah kepuasan yang diperoleh se-seorang dari pekerjaan itu sendiri, atau dari lingkungan psikologis dan atau fisik di mana orang itu bekerja, dan meliputi kepuasan yang didapat dari pelaksanaan tugas yang signifikan yang berhubungan dengan pe-kerjaan.

Pemberian kompensasi merupakan fungsi strategik sumber daya manusia yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap fungsi dan atau aktivitas sumber daya manu-sia lainnya. Selain itu, kompensasi juga me-miliki pengaruh terhadap kepuasan kerja kar-yawan, peningkatan kinerja karkar-yawan, pro-duktivitas, putaran karyawan, dan proses lainnya di dalam sebuah organisasi.

(6)

Berdasarkan Surat Edaran Menteri Te-naga Kerja RI No. SE-07/MEN/1990 Tahun 1990 tentang pengelompokan komponen upah dan pendapatan non upah, tunjangan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu tun-jangan tetap dan tuntun-jangan tidak tetap. Tun-jangan tetap adalah suatu pembayaran yang teratur yang berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok. Tunjangan tidak tetap adalah suatu pembayaran secara langsung atau tidak lang-sung berkaitan dengan pekerja, yang diberi-kan secara tidak tetap untuk pekerja dan keluarganya yang dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok.

Ada tunjangan yang diatur ada juga yang tidak. Pemerintah tidak mengatur me-ngenai tunjangan tidak tetap, sehingga kebi-jakan mengenai tunjangan jenis ini diatur oleh masing-masing perusahaan. Untuk tun-jangan seperti tuntun-jangan kesehatan dan hari raya diatur berdasarkan peraturan yang berlaku.

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus-menerus Sukirno (2002). Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain (Boediono, 2000). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama.

Inflasi merupakan kenaikan harga se-cara terus-menerus dan kenaikan harga yang terjadi pada seluruh kelompok barang dan jasa (Pohan, 2008). Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan harga umum barang secara terus-menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar dan terus-menerus, bukan-lah merupakan inflasi (Nopirin, 2000). Ke-naikan sejumlah bentuk barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan inflasi. Dari kutipan di atas diketahui bahwa inflasi adalah keadaan di mana terjadi kelebihan permintaan (excess

demand) terhadap barang-barang dalam per-ekonomian secara keseluruhan. Inflasi seba-gai suatu kenaikan harga yang terus-menerus dari barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat). Menurut definisi ini, kenaikan harga yang sporadis bukan dikatakan sebagai inflasi.

Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity effect, se-dangkan efek terhadap alokasi faktor produk-si dan pendapatan naproduk-sional maproduk-sing-maproduk-sing disebut dengan efficiency dan output effects (Nopirin, 2000).

1. Efek terhadap Pendapatan (Equity Effect) Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Demikian juga orang yang menumpuk ke-kayaannya dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapat-kan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari laju inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang di mana nilainya naik dengan prosentase lebih be-sar dari pada laju inflasi. Dengan demi-kian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pen-dapatan dan kekayaan masyarakat.

2. Efek terhadap Efisiensi (Efficiency Effects)

Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini da-pat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemu-dian dapat mendorong terjadinya perubah-an dalam produksi beberapa barperubah-ang ter-tentu. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang kemudian mendorong terjadinya kenaikan produksi barang tertentu.

3. Efek terhadap Output (Output Effects) Inflasi mungkin dapat menyebabkan ter-jadinya kenaikan produksi. Alasannya da-lam keadaan inflasi biasanya kenaikan

(7)

harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Ke-naikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju in-flasi ini cukup tinggi (hyperinflation) da-pat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan output.

Dalam keadaan inflasi yang tinggi, ni-lai uang riil turun dengan drastis, masyarakat cenderung tidak mempunyai uang kas, tran-saksi mengarah ke barter, yang biasanya di-ikuti dengan turunnya produksi barang. De-ngan demikian dapat disimpulkan bahwa ti-dak ada hubungan langsung antara inflasi dan output. Inflasi bisa dibarengi dengan kenaik-an output, tetapi bisa juga dibarengi dengkenaik-an penurunan output.Inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Soekarno karena kebijakan fiskal dan moneter sama sekali ti-dak prudent (kalau perlu uang, cetak saja). Di zaman Soeharto, pemerintah berusaha mene-kan inflasi, amene-kan tetapi tidak bisa di bawah 10% setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, an-tara lain sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa ba-tas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Habibie maka fungsi Bank Indonesia meng-utamakan penjagaan nilai rupiah.

Tetapi karena sejarah dan karena inflationary expectations masyarakat (yang bertolak ke belakang, artinya bercermin ke-pada sejarah) maka inflasi inti masih lebih besar 5% setahun. Secara garis besar teori yang membahas tentang inflasi dapat dibagi dalam tiga kelompok dengan masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses terjadinya inflasi. Namun demikian, ketiga teori tersebut bukanlah teori inflasi lengkap yang membahas semua aspek penting dari proses terjadinya kenaikan harga barang. Ke-tiga teori tersebut adalah Teori Kuantitas, Teori Keynes dan Teori Strukturalis.

1. Teori Kuantitas

Teori kuantitas memaparkan bahwa ter-jadinya inflasi hanya disebabkan oleh satu faktor, yaitu akibat adanya kenaikan jum-lah uang yang beredar (JUB). Inti dari teori ini adalah sebagai berikut:

a. Inflasi akan terjadi jika ada penambah-an jumlah upenambah-ang ypenambah-ang beredar, baik pe-nambahan uang kartal atau

penambah-an upenambah-ang giral. Sesuai dengpenambah-an teori ku-antitas yang diajukan oleh ekonom ber-nama Irfing Fisher, yang dijabarkan dalam persamaan berikut:

MV = PT

Faktor yang dianggap konstan adalah V dan T, sehingga jika M (money in circulation) bertambah, maka akan ter-jadi inflasi (kenaikan harga).

b. Laju inflasi ditentukan oleh laju per-tambahan jumlah uang yang beredar dan oleh psikologi atau harapan atau ekspektasi dari masyarakat tentang ke-naikan harga di masa yang akan da-tang. Jadi, apabila masyarakat sudah beranggapan bahwa akan terjadi ke-naikan harga barang, maka tidak ada kecenderungan atau keinginan untuk menyimpan uang tunai lagi dan mereka lebih suka menyimpan harta kekayaan-nya dalam bentuk barang.

Teori kuantitas memiliki beberapa kele-mahan yang diantaranya adalah sebagai berikut.

a. Pada kenyataannya perubahan jumlah uang yang beredar (M) tidak secara otomatis dapat menaikkan “money spending” atau penggunaan uangnya. b. Dalam masyarakat modern, Laju

per-edaran uang (V) tidak bersifat stabil. Mengingat dalam masyarakat modern uang merupakan alat pembayaran dan alat untuk menimbun kekayaan. De-ngan demikian, jika ada kelebihan uang akan digunakan untuk menambah kas, menambah tabungan bank, menambah pembelian surat berharga, dan menam-bah pembelian barang/jasa.

2. Teori Keynes

Pembahasan tentang inflasi dalam Teori Keynes didasarkan pada teori makronya. Teori Keynes menjelaskan bahwa inflasi terjadi karena suatu masyarakat cenderung ingin hidup di luar batas kemampuan eko-nominya. Keadaan seperti ini ditunjukkan oleh permintaan masyarakat akan barang-barang yang melebihi jumlah barang-barang- barang yang tersedia. Hal ini menimbul-kan inflationary gap. Ketika inflationary gap tetap ada, maka selama itu pula proses inflasi terjadi dan berkelanjutan. Keynes

(8)

tidak sependapat dengan pandangan yang diajukan dalam teori kuantitas. Teori kuantitas tersebut menyatakan bahwa ke-naikan jumlah uang yang beredar akan menimbulkan kenaikan tingkat harga, na-mun tidak akan menimbulkan peningkatan pendapatan nasional. Kemudian Keynes berpendapat bahwa kenaikan harga tidak hanya ditentukan oleh kenaikan jumlah uang yang beredar saja, namun juga di-tentukan oleh kenaikan biaya produksi. 3. Teori Strukturalis

Teori strukturalis merupakan teori yang menjelaskan fenomena inflasi dalam jang-ka panjang. Hal ini didasarjang-kan pada penje-lasannya yang menyoroti sebab-sebab flasi yang berasal dari kekakuan atau in-fleksibilitas struktur ekonomi suatu nega-ra. Menurut teori ini, ada dua ketegaran atau kekakuan utama dalam perekonomian negara sedang berkembang yang dapat menimbulkan inflasi, yaitu ketegaran per-sediaan bahan makanan dan barang-barang ekspor.

a. Kekakuan penerimaan ekspor.

Kekakuan penerimaan ekspor menun-jukkan peningkatan nilai penerimaan ekspor selalu lebih lamban daripada ni-lai impornya. Akibat kelambanan ter-sebut, negara mengalami kesulitan da-lam membiayai impor baik bahan-ba-han baku ataupun barang modal seperti mesin-mesin atau peralatan industri lainnya.

Oleh sebab itu, pemerintah berusahan menggalakan pendirian industri dalam negeri dalam rangka mensubstitusi barang-barang impor. Namun demiki-an, pada umumnya biaya produksi in-dustri dalam negeri cenderung lebih mahal, sehingga harga-harga jual ba-rang pun menjadi naik dan terjadilah inflasi.

b. Kekakuan penawaran bahan makanan. Pada umumnya di negara berkembang penawaran bahan makanan lebih lam-ban jika dilam-bandingkan pertambahan jumlah penduduk dan pendapatan per kapitanya. Hal ini berakibat pada harga bahan makanan akan naik dan melebihi harga barang-barang lainnya. Karena bahan makanan merupakan kebutuhan

primer maka kenaikan harga bahan ma-kanan mendorong para buruh menuntut kenaikan upah. Upah yang naik meng-akibatkan naiknya biaya produksi di berbagai perusahaan yang pada akhir-nya mengakibatkan naikakhir-nya harga jual berbagai macam barang dan jasa se-hingga terjadilah inflasi.

Tunjangan perumahan adalah salah sa-tu bensa-tuk sa-tunjangan yang diberikan secara te-tap. Tunjangan perumahan dimaknai bersama sebagai tunjangan yang diperuntukkan untuk sewa rumah dan belanja barang dan jasa, yang meliputi fasilitas sarana dan prasarana dan perlengkapan rumah dinas. Fasilitas ini meliputi penyediaan listrik, air, kebersihan, keamanan, dan faslitas-fasilitas lain untuk menunjang kinerja individual.

Menurut Miriam Budiardjo (2008), ada negara-negara di mana badan legislatif terba-gi dalam dua majelis (bikameralisme). Se-dangkan di beberapa negara lainya hanya ter-diri dari satu majelis (unikameralisme). Ne-gara kesatuan yang memakai sistem dua majelis biasanya terdorong oleh pertimbang-an bahwa satu majelis dapat mengimbpertimbang-angi dan membatasi kekuasaan dari majelis lain. Sistem unikameral seringkali dipilih oleh ne-gara yang berukuran kecil karena masalah keseimbangan kekuasaan politik lebih mudah diatasi dibandingkan negara besar, sedangkan sistem bikameral dalam prakteknya sangat dipengaruhi oleh tradisi kebiasaan dan seja-rah ketatanegaraan negara yang bersangkut-an. Seperti halnya negara federasi, negara ke-satuan juga bertujuan melindungi wilayah tertentu, melindungi etnik, dan kepentingan-kepentingan khusus dari golongan rakyat, tertentu (seperti kelompok kepentingan, go-longan, minoritas, dan sebagainya) dari suara mayoritas (tirani mayoritas).

Lembaga perwakilan yang disebut par-lemen umumnya mempunyai dua fungsi, yaitu:

1. Fungsi perundang-undangan, yaitu untuk membuat suatu undang-undang biasa. 2. Fungsi pengawasan, yaitu untuk

meng-awasi pelaksanaan undang-undang oleh pemerintah.

Menurut Burns (dalam Pito, 2006) adanya enam fungsi penting yang

(9)

dilaksanakan oleh lembaga perwakilan rakyat, yaitu:

1. Perwakilan (representation), yaitu untuk

mengungkapkan keragaman dan

pandangan-pandangan yang bertentangan dalam hal kepentingan regional, ekonomi, sosial, ras, agama dan lainnya yang ada dalam suatu negara.

2. Pembuatan undang-undang (lawmaking), yaitu menentukan ukuran-ukuran untuk membantu memecahkan masalah yang substantif.

3. Pembangunan konsensus (consensus building), yaitu merupakan proses perun-dingan di mana kepentingan-kepentingan disesuaikan.

4. Mengawasi (overseeing), yaitu mengawasi birokrasi berarti memeriksa bahwa undang-undang dan kebijakan yang dibuat dewan secara tepat dilaksanakan dan bah-wa mereka mencapai apa yang dimaksud-kan.

5. Klarifikasi kebijakan (policy clarificat-ion), yaitu untuk membuat klarifikasi ke-bijakan atau “ policy incubation“ adalah identifikasi dan publikasi persoalan-persoalan.

6. Legitimasi (legitimizing), yaitu untuk memberikan legitimasi adalah ratifikasi formal kebijakan melalui saluran-saluran yang tepat.

Metode Penelitian

Berdasarkan orientasinya, jenis peneli-tian yang dilakukan pada penelipeneli-tian ini ada-lah penelitian terapan, dan berdasarkan ran-cangan penelitiannya, penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi adalah keseluruhan obyek atau subyek yang ingin diteliti sedangkan sampel adalah seba-gian dari populasi yang dianggap dapat me-wakili keseluruhan populasi. Sampel diguna-kan jika jumlah populasi dirasa terlalu besar atau sulit untuk diteliti. Populasi pada peneli-tian ini adalah para anggota DPRD di Kabu-paten Kotabaru, pejabat kantor pemerintah setingkat eselon 2 di lingkungan Kabupaten Kotabaru, dan masyarakat kalangan mene-ngah ke atas di Kabupaten Kotabaru. Meng-ingat besarnya populasi penelitian, maka di-ambil sampel beberapa anggota DPRD Kabu-paten Kotabaru, beberapa pejabat kantor

pe-merintah setingkat eselon 2 di lingkungan Kabupaten Kotabaru, serta beberapa perwa-kilan masyarakat menengah ke atas di lingkungan Kabupaten Kotabaru.

Proses pengkajian Tunjangan Peru-mahan Dewan di Kabupaten Kotabaru di-lakukan melalui studi dokumentasi dan survei di lapangan. Studi dokumentasi da-lam studi kelayakan ini digunakan mendapat-kan besaran relatif sewa rumah bagi Pimpin-an dPimpin-an Anggota DPRD kabupaten Kotabaru. Melalui studi dokumentasi ini dilakukan da-lam rangka menemukan suatu formula/rumus perhitungan sewa bangunan dan sewa tanah. Selain itu juga melalui studi dokumentasi ini dapat ditelusuri landasan yuridis yang meng-atur tunjangan peru-mahan DPRD.

Survei dalam studi kelayakan ini digu-nakan untuk mendapatkan besaran nilai rela-tif fasilitas sarana dan prasarana penyediaan listrik, penyedian listrik, penyediaan telepon, pemakaian air dan belanja pemeliharaan dan perlengkapan rumah dinas, bagi Pimpinan dan Anggota DPRD kabupaten Kotabaru. Survei dilakukan melalui wawancara ter-struktur dengan seluruh anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru, serta masyarakat ka-langan menengah ke atas dengan taraf hidup yang setara. Data yang dikumpulkan antara lain:

1. nilai sewa bangunan standar dan tanah dalam rupiah setiap tahunnya;

2. tingkat kapitalitas bangunan; 3. luas bangunan;

4. umur bangunan; 5. luas tanah; dan 6. NJOP bangunan.

Pada studi kelayakan ini untuk menda-patkan besaran nilai relatif tunjangan perumah-an yperumah-ang terdiri sewa rumah dperumah-an fasilitas sarperumah-ana dan prasarana, analisis data digunakan sebagai berikut:

1. Untuk mendapatkan besaran nilai maksimal sewa rumah digunakan formula perhitungan sewa rumah dan sewa bangunan bagi Pim-pinan dan Anggota DPRD kabupaten Kota-baru melalui formula perhitungan sewa ba-ngunan dan tanah (Sbt) sebagaimana dite-tapkan pada lampiran IIA Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Peman-faatan, Penghapusan, dan

(10)

Pemindahtangan-an BarPemindahtangan-ang Milik Negara, yPemindahtangan-ang dijabarkPemindahtangan-an sebagai berikut:

Stb = (3,33% x Lt x Nt) + (6,64% x Lb x Hs x Nsb)

Keterangan :

Stb = sewa tanah dan bangunan (/tahun) Lt = luas tanah (dalam m2)

Nt = nilai tanah (dinilai berdasarkan NJOP)

Lb = luas lantai bangunan (m2) Hs = harga satuan bangunan per m2 Nsb = nilai sisa bangunan

2. Untuk mendapatkan nilai relatif fasilitas sarana dan prasarana seperti penyediaan listrik, penyedian listrik, penyediaan tele-pon, pemakaian air dan belanja pemeliha-raan dan perlengkapan rumah dinas, bagi pimpinan dan anggota DPRD kabupaten Kotabaru dilakukan pendataan langsung terhadap pengeluaran 3 bulan terakhir pa-da seluruh anggota DPRD di lingkungan Kabupaten Kotabaru.

Kegiatan kajian perhitungan tunjangan perumahan ini dilakukan di lingkungan Ka-bupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Pene-litian dilakukan pada para anggota DPRD Kabupaten Kotabaru, pejabat setingkat ese-lon 2, dan masyarakat kelas menengah keatas yang ada di dua wilayah yang dijadikan sam-pel, yaitu wilayah Perumnas I dan wilayah Mandin Kelurahan Semayap, Kotabaru.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Kabupaten Kotabaru adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Selatan. Ibukota kabupaten ini terletak di Kota Kota-baru. Kabupaten ini merupakan salah satu kabupaten pertama dalam provinsi Kaliman-tan dahulu. Pada masa Hindia Belanda meru-pakan Afdeeling Pasiren de Tanah Boemboe dengan ibukota Kotabaru. Kabupaten Kota-baru memiliki sekitar 110 pulau kecil, 31 di antaranya belum bernama. Kecamatan Ke-lumpang Tengah memiliki 21 pulau kecil, Kecamatan Pulau Sebuku memiliki 10 pulau kecil, Kecamatan Pulau Laut Selatan memi-liki 23 pulau kecil dan lain-lain.

Sebelum memberikan gambaran per-kembangan kinerja perekonomian Kabupaten Kotabaru, sedikit ditinjau secara sekilas per-kembangan perekonomian secara nasional

dan regional di tingkat Provinsi Kalimantan Selatan. Kinerja perekonomian Indonesia pa-da tahun 2013 cukup menggembirakan di te-ngah perekonomian dunia yang cukup sulit.

Pertumbuhan ekonomi dapat diperta-hankan pada tingkat yang cukup tinggi, yaitu 5,78%, meskipun pertumbuhan ini lebih ren-dah dibandingkan tahun 2012 yang mencapai 6,23%. Tingkat inflasi sepanjang tahun 2013 yang cukup terkendali pada kisaran 8,38%, lebih tinggi dari asumsi inflasi pada APBN 2013 sebesar 7,2%. Meningkatnya kegiatan ekspor yang cukup signifikan pada triwulan IV 2013 mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dalam kondisi stabil.

Provinsi Kalimantan Selatan pada ta-hun 2013 tercatat mengalami pertumbuhan ekonomi 5,18%. Sektor pertambangan dan penggalian dan sektor pertanian adalah dua sektor yang menjadi leading sector pengge-rak perekonomian di Bumi Antasari ini. Kon-tribusi sektor pertambangan dan penggalian dan sektor pertanian masing-masing menca-pai 22,25% dan 18,79% dari total PDRB Pro-vinsi Kalimantan Selatan.

Secara umum, perekonomian Kabupa-ten Kotabaru di tahun 2013 menunjukkan ak-tivitas ekonomi yang baik. Semua sektor dan subsektor ekonomi mampu membukukan ki-nerja positif. Ditinjau dari besaran nilai PDRB, Kabupaten Kotabaru termasuk kabu-paten yang mempunyai kontribusi ekonomi yang besar di Provinsi Kalimantan Selatan dengan share 15,94% terhadap total PDRB Provinsi Kalimantan Selatan. PDRB atas da-sar harga berlaku Kabupaten Kotabaru tahun 2013 mencapai 13.283 milyar rupiah, se-dangkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 mencapai 5.939 milyar rupiah.

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) dapat menggambarkan bahwa PDRB Kabupaten Kotabaru ADHB dan ADHK tahun 2000 baik dengan ataupun tanpa pertambangan sama-sama mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan aktifitas ekonomi baiuk dari sisi nominal maupun realitas produksi.

PDRB Kabupaten Kotabaru dibentuk dari sektor-sektor ekonomi yang berkembang di wilayah kabupaten ini, di mana semakin besar potensi suatu sektor di wilayah itu

(11)

berarti peran sektor yang bersangkutan dalam pembentukan PDRB semakin besar. Dengan kata lain semakin besar nilai tambah yang tercipta di suatu sektor ekonomi akan mem-buat peran sektor tersebut semakin penting. Kabupaten Kotabaru memiliki ciri khusus dalam perkembangan sektoral PDRB ini, di mana sektor Pertambangan dan Penggalian memiliki peran dan kontribusi yang penting dalam pembentukan PDRB meskipun kecen-derungan perannya semakin menurun. Pada tahun 2011 peran sektor Pertambangan dan Penggalian pada pembentukan PDRB ADHB Kabupaten Kotabaru mencapai 24,13% dan menurun menjadi 23,96% pada tahun 2012, kemudian menurun lagi perannya pada tahun 2013 menjadi sebesar 22,76%.

Kondisi dan perkembangan yang relatif sama terjadi ada sektor pertanian, di mana kontribusi sektor ini besar pada pembentukan PDRB Kabupaten Kotabaru namun perkem-bangannya cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2011 kontribusi sector pertanian sebesar 32,81%, dan menurun pada tahun 2012 menjadi 32,02%, kemudian menurun lagi menjadi 31,57% pada tahun 2013.

Sehingga pada tahun 2013 ini kontri-busi sektoral PDRB Kabupaten Kotabaru ma-sih didominasi oleh tiga sektor utama, yaitu sektor pertanian (31.57%), sektor pertam-bangan dan penggalian (22,76%), dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (18,79%).

Sektor yang memiliki kontribusi relatif besar dan mengalami perkembangan peran dari tahun ke tahun adalah sektor perdagang-an, hotel dan restoran. Pada tahun 2011 kon-tribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 17,32% dan meningkat menjadi sebe-sar 17,95% pada tahun 2012, kemudian me-ningkat lagi menjadi sebesar 18,79% pada ta-hun 2013. Demikian pula perkembangan kontribusi sektor Industri meskipun tidak cukup besar perannya, namun perkembangan kontribusi sektor Industri ini selama tahun 2011-2013 cenderung mengalami peningkat-an. Pada tahun 2011 peran sektor Industri baru mencapai 6,41% dan meningkat sedikit menjadi sebesar 6,42% pada tahun 2012 yang kemudian mengalami peningkatan lagi men-jadi sebesar 6,50% pada tahun 2013.

Sektor bangunan yang termasuk dalam kelompok sektor industri juga mengalami pe-ningkatan peran sektor itu pada pembentukan PDRB Kabupaten Kotabaru. Pada tahun 2011 kontribusi sektor Bangunan mencapai 5,22% dan meningkat menjadi sebesar 5,42% pada tahun 2012 kemudian meningkat lagi pada tahun 2013.menjadi sebesar 5,68%. Per-kembangan sektor bangunan ini seiring de-ngan pembukaan lahan-lahan di Kabupaten Kotabaru untuk didirikan perumahan- peru-mahan.

Tabel 1. PDRB ADHB dan ADHK Kabupaten Kotabaru Tahun 2011-2013 Tahun PDRB ADHB PDRB ADHK Dengan Pertambangan Tanpa Pertambangan Dengan Pertambangan Tanpa Pertambangan 2011 10.932.123 8.351,667 5,254,873 4,165,153 2012*) 12.108.516 9.270.015 5,604,134 4,435,628 2013**) 13.283.868 10.328.988 5,939,989 4,733,272 Tabel 2.Kontribusi Sektoral PDRB ADHB Kabupaten Kotabaru Tahun 2011-2013 (Persen)

No Sektor/Lapangan Usaha 2011 2012*) 2013**)

1 Pertanian 32.81 32.02 31.57

2 Pertambangan dan Penggalian 24.13 23.96 22.76

3 Industri Pengolah-an 6.41 6.52 6.50

4 Listrik dan Air Bersih 0.16 0.16 0.15

5 Bangunan/Konstruksi 5.22 5.42 5.68

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 17.32 17.95 18.79

7 Angkutan dan Komunikasi 7.48 7.42 7.48

8 Bank dan Lembaga Keuangan lain 1.47 1.49 1.53

9 Jasa-jasa 5.00 5.16 5.54

(12)
(13)

Beberapa sektor pada kelompok Jasa juga mengalami perkembangan meningkat, misalnya sektor jasa-jasa dan sektor bank dan lembaga keuangan lain. Sektor jasa-jasa me-miliki peran sebesar 5,00% pada tahun 2011 dan meningkat menjadi sebesar 5,16% pada tahun 2012 yang kemudian meningkat men-jadi 5,54% pada tahun 2013. Demikian pula sektor bank dan Lembaga keuangan lain, meskipun kontribusinya relatif masih kecil namun perkembangan dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Pada ta-hun 2011 peran sektor bank dan lembaga ke-uangan lain ini hanya sebesar 1,47%, dan meningkat menjadi 1,49% pada tahun 2012, kemudian meningkat lagi pada tahun 2013 menjadi sebesar 1,53%.

Struktur ekonomi suaatu daerah diukur dari peran masing-masing kelompok sektor/ lapangan usaha terhadap total PDRB di mana kelompok sektor itu terdiri dari kelompok sektor primer (agriculture) yang terdiri dari gabungan sektor pertanian dan sector pertam-bangan dan penggalian; kelompok sektor se-kunder (manufacture = M) yang terdiri dari gabungan sektor industri pengolahan, sektor bangunan, dan sektor listrik gas dan air mi-num; serta kelompok sektor tersier (service = S) yang terdiri dari gabungan sektor perda-gangan, hotel dan restoran, sektor bank dan lembaga keuangan lain, sektor angkutan dan telekomunikasi serta sektor jasa-jasa.

Struktur ekonomi suatu daerah menjadi indikator penentu apakah daerah tersebut di-dominasi oleh sektor primer, sekunder atau-pun tersier. Sektor primer adalah sektor yang masih banyak mengandalkan peran sumber daya alam dalam proses produksi, yaitu sek-tor pertanian dan seksek-tor pertambangan dan penggalian. Sektor sekunder merupakan sek-tor yang tidak lagi mengandalkan pada peran sumber daya alam lagi, tapi lebih banyak pa-da kemajuan teknologi pa-dan peran sumber daya manusia, yaitu sektor industri pengolah-an, listrik dan air, dan konstruksi. Sedangkan sektor tersier adalah sektor yang bisa dikata-kan sudah tidak mengandaldikata-kan sumber daya alam lagi, yaitu sektor perdagangan, peng-angkutan dan telekomunikasi, bank dan lem-baga keuangan lain, dan sektor jasa-jasa.

Fasilitas perumahan yang ditujukan ba-gi para pejabat kantor pemerintah harus

ber-pedoman pada asas kepatutan, kewajaran, ra-sionalitas dan kesesuaian dengan standar se-tempat. Fasilitas rumah yang ditujukan bagi para anggota DPRD haruslah representatif dan mampu menunjang kinerja individual. Oleh karena itu, dari hasil survei di lingkung-an Kabupaten Kotabaru diketahui bahwa ter-dapat beberapa lingkungan perumahan yang dianggap layak untuk dijadikan sampel da-lam mengukur besaran tunjangan perumahan bagi anggota DPRD di lingkungan Kabupa-ten Kotabaru. Dua kompleks perumahan yang dinilai cukup representatif sebagai peru-mahan anggota DPRD di lingkungan Kabu-paten Kotabaru adalah Perumnas I di Jl. Ha-san Basri Semayap Kotabaru dan di Hulu Mandin Semayap Kotabaru.

Berdasarkan wawancara dengan ma-syarakat di lingkungan Kabupaten Kotabaru tentang kisaran biaya sewa rumah di dua dae-rah tersebut untuk rumah kelas menengah ke atas adalah antara Rp 25.000.000,00 – Rp 50.000.000,00/tahun untuk rumah berukuran sekitar 300 m2. Harga jual rumah di 2 daerah tersebut berada di kisaran Rp 600.000,00 – Rp 2.000.000,00/ m2 dengan harga tanah ber-ada di kisaran Rp 300.000,00 – Rp 350.000 / m2.

Hasil wawancara dengan anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru menunjukkan bahwa seluruh anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru tidak puas dengan tunjangan yang diberikan saat ini dan menginginkan adanya perubahan. Keinginan ini dianggap wajar mengingat tunjangan perumahan untuk ang-gota DPRD di Kabupaten Kotabaru tidak pernah berubah sejak tahun 2012, yaitu senilai Rp 6.500.000,00/bulan. Para Anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru berharap agar kenaikan tunjangan perumahan yang diberi-kan sesuai dengan biaya perumahan yang berlaku saat ini.

Perhitungan dilakukan dengan cara me-masukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam rumus:

Stb = (3,33% x Lt x Nt) + (6,64% x Lb x Hs x Nsb)

Luas tanah untuk Ketua, Wakil, dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota diatur da-lam Lampiran IIA Peraturan Menteri Dada-lam Negeri Nomor 7 tahun 2006 tentang

(14)

Standa-risasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerin-tahan Daerah dengan ukuran maksimal se-bagai berikut:

1. Ketua DPRD Kabupaten/Kota = 750 m2

2. Wakil Ketua DPRD Kabupaten/Kota = 500 m2

3. Anggota DPRD Kabupaten/Kota = 350 m2

Peraturan tersebut menunjukkan ada-nya selisih luas tanah sebesar 250 m2 antara ketua dan wakil ketua DPRD Kabupaten/ Kota, dan terdapat selisih luas tanah sebesar 150 m2 antara wakil ketua dan anggota DPRD Kabupaten/Kota.

Nilai tanah diukur berdasarkan NIOP dari wilayah yang dinilai memadai untuk menjadi rumah dinas Ketua, Wakil, dan Ang-gota DPRD Kabupaten Kotabaru. Menurut data dari Dinas Pendapatan Kabupaten Kota-baru, nilai NJOP untuk daerah yang diambil sebagai sampel, yaitu Kelurahan Semayap, adalah seperti ditunjukkan pada tabel 3. Nilai tanah yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada nilai tanah tertinggi, yaitu Rp 285.000,00.

Tabel 3. Ringkasan NJOP wilayah Strategis di Kabupaten Kotabaru

No Nama Jalan

Nilai Jual Obyek Pajak (Rp/m2) Terendah Tertinggi 1. Jl. Hasan Basri 64.000 285.000 2. Jl. Mufakat Mandin 14.000 200.000 3. Jl. Karya Uta-ma Perumnas 64.000 128.000 4. Jl. Semayap 36.000 285.000

Luas bangunan diukur berdasarkan luas lantai bangunan sesuai dengan gambar dalam meter persegi. Jika bangunan itu bertingkat, maka standar harga yang digunakan menggu-nakan standar harga bangunan bertingkat. Di-asumsikan rumah dinas untuk ketua, wakil, dan anggota DPRD Kabupaten Kotabaru menggunakan bangunan berlantai 1. luas ba-ngunan untuk ketua, wakil, dan anggota DPRD Kabupaten/Kota diatur dalam Lampir-an II A PeraturLampir-an Menteri Dalam Negeri No-mor 7 tahun 2006 tentang Standarisasi

Sara-na dan PrasaraSara-na Kerja Pemerintahan Daerah dengan ukuran maksimal sebagai berikut: 1. Ketua DPRD Kabupaten/Kota = 300 m2 2. Wakil Ketua DPRD Kabupaten/Kota =

250 m2

3. Anggota DPRD Kabupaten/Kota = 150 m2 Menurut peraturan tersebut, terdapat selisih luas bangunan maksimum sebesar 50 m2 antara Ketua dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten/Kota, serta terdapat selisih luas bangunan sebesar 100m2 antara Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota.

Harga satuan bangunan (Hs) adalah harga satuan tertinggi rata-rata per m2 untuk bangunan milik Negara sesuai dengan klasifi-kasi/tipe dalam keadaan baru. Diasumsikan rumah dinas Ketua, Wakil, dan Anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru adalah rumah berlantai 1, sehingga tidak perlu dikalikan dengan koefisien bangunan bertingkat.

Berdasarkan hasil survei di lapangan maupun secara online di lingkungan perkota-an Kabupaten Kotabaru, dapat disimpulkperkota-an bahwa rata-rata harga perumahan kelas me-nengah berlantai 1 di di wilayah Mandin dan Semayap adalah Rp. 5.154.000,00/m2.

Nilai sisa menunjukkan kondisi rumah dinas sesuai dengan umurnya. Semakin tua waktu pembangunan rumah dinas tersebut, semakin rendah pula nilai sisanya. Penyusut-an untuk masing-masing tipe bPenyusut-angunPenyusut-an ber-beda-beda, yaitu:

1. Penyusutan untuk bangunan permanen = 2%/tahun, yang artinya umur ekonomis-nya 40 tahun (penyusutan maksimal 80%). 2. Penyusutan untuk bangunan semi

perma-nen = 4%/tahun, yang artinya umur eko-nomisnya 20 tahun (penyusutan maksimal 80%).

3. Penyusutan untuk bangunan darurat = 10%/tahun, yang artinya umur ekonomis-nya 8 tahun (penyusutan maksimal 80%).

Dalam hal sisa bangunan menurut umurnya tidak sesuai dengan kondisi nyata (bangunannya sudah tua tetapi kondisinya masih sangat baik, atau sebaliknya) maka menurut Lampiran II A Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pe-merintahan Daerah, kondisi bangunan se-baiknya ditetapkan sebagai berikut:

(15)

1. 85%-100%= siap pakai/perlu pemelihara-an awal

2. 70% - 85% = rusak sebagian non struktur 3. 55% - 70% = rusak sebagian non

struktur/struktur

4. 35% - 55% = rusak sebagian besar non struktur/struktur

Kondisi rumah yang disewa untuk dija-dikan rumah dinas mestilah dalam kondisi yang baik. Namun demikian, jarang ada ru-mah yang disewakan dalam keadaan 100% baru. Oleh karena itu, diasumsikan kondisi rumah dinas untuk anggota DPRD di Kabu-paten Kotabaru adalah 85%.

Jika data yang telah dikumpulkan terse-but dianalisis, maka akan ditemukan besaran nilai tunjangan sewa rumah maksimum untuk Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPRD Ka-bupaten Kotabaru.

1. Tunjangan Sewa Rumah Ketua DPRD Kabupaten Kotabaru Stb = (3,33% x Lt x Nt) + (6,64% x Lb x Hs x Nsb) = (3,33% x 750 x 285.000) + (6,64% x 300 x Hs x 85%) = 7.117.875,00 + 87.267.528,00 = Rp 94.385.403,00/tahun = Rp 7.865.450,25/bulan

2. Tunjangan Sewa Rumah Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kotabaru Stb = (3,33% x Lt x Nt) + (6,64% x Lb x Hs x Nsb) = (3,33% x 500 x 285.000) + (6,64% x 250 x Hs x 85%) = 4.745.250,00 + 72.722.940,00 = Rp 77.468.190,00 / tahun = Rp 6.455.682,50 / bulan

3. Tunjangan Sewa Rumah Anggota DPRD Kabupaten Kotabaru Stb = (3,33% x Lt x Nt) + (6,64% x Lb x Hs x Nsb) = (3,33% x 350 x 285.000) + (6,64% x 150 x Hs x 85%) = 3.321.675,00 + 43.633.764,00 = Rp 46.955.439,00 / tahun = Rp 3.912.953,25 / bulan

Tunjangan sarana dan prasarana peru-mahan adalah tunjangan untuk biaya-biaya yang berkaitan dengan pemanfaatan rumah dinas, seperti tunjangan penyediaan air ber-sih, listrik, internet berlangganan, telepon,

te-levisi berlangganan, dan pemeliharaan rumah dinas yang ditanggung sendiri oleh pejabat yang menempati rumah dinas tersebut (bukan dibayar oleh kantor).

Dari hasil wawancara dapat dikumpul-kan data rata-rata pemakaian fasilitas sarana prasarana perumahan oleh anggota DPRD Kabupaten Kotabaru, pejabat setingkat ese-lon 2, dan masyarakat kalangan menengah ke atas (Tabel 4).

Tabel 4. Rata-Rata Biaya Pemakaian Fasi-litas Sarana Prasarana Perumahan di Kotabaru (dalam Rp)

Fasili-tas Mean Deviasi

Mean + Deviasi Listrik 434,458.98 216,598.16 651,057.13 Telepon Rumah 267,142.42 181,047.46 448,189.88 Air 159,333.33 111,053.40 270,386.73 Internet 227,888.89 69,950.29 297,839.17 TV ber- langgan-an 128,000.00 79,120.16 207,120.16 Pemeli-haraan rumah 1,331,111.12 755,767.94 2,086,879.06 TOTAL 2,547,934.74 1,413,537.41 3,961,472.13

Untuk menjamin kesesuaian antara tun-jangan dengan biaya fasilitas rumah dinas yang dibayarkan oleh anggota DPRD Kabu-paten Kotabaru, maka digunakanlah Batas atas kelas, atau nilai rata-rata biaya ditambah dengan standar deviasinya. Dengan demiki-an, dapat disimpulkan bahwa tunjangan fasi-litas sarana dan prasarana perumahan untuk ketua, wakil, dan anggota DPRD di Kabupa-ten Kotabaru sebaiknya sejumlah Rp

3.961.472,13.

Besaran tunjangan perumahan di Kabu-paten Kotabaru adalah total antara tunjangan sewa rumah dengan tunjangan fasilitas sarana prasarana rumah dinas. Oleh karena itu, da-pat disimpulkan bahwa tunjangan perumahan yang sesuai dengan kajian ini adalah:

1. Ketua DPRD Kabupaten Kotabaru

- Tunjangan Sewa Rumah + Tunjangan Fasilitas = Rp 7.865.450,25 + Rp 3.961.472,13 = Rp 11.826.922,38 2. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kotabaru

- Tunjangan Sewa Rumah + Tunjangan Fasilitas = Rp 6.455.682,50 + Rp 3.961.472,13 = Rp 10.417.154,63

(16)

3. Anggota DPRD Kabupaten Kotabaru - Tunjangan Sewa Rumah + Tunjangan

Fasilitas = Rp 3.912.953,25 + Rp 3.961.472,13 = Rp 7.874.425,38 Inflasi jika didefinisikan secara seder-hana adalah menurunnya nilai mata uang se-cara berkelanjutan (Wikipedia, 2015). Ang-garan untuk tunjangan perumahan di Kabu-paten Kotabaru harus mempertimbangkan faktor inflasi agar nilai tunjangan yang telah ditetapkan tetap layak untuk ditetapkan seti-daknya hingga lima tahun ke depan. Data in-flasi Indonesia dari tahun ke tahun dapat dija-dikan acuan untuk memprediksi tingkat infla-si tahun-tahun berikutnya, tetapi mengingat penelitian dilakukan di Kabupaten Kotabaru, maka lebih akurat jika menggunakan data inflasi di Kabupaten Kotabaru. Data tingkat inflasi di Kabupaten Kotabaru ditunjukkan pada tabel 5 (data inflasi disediakan oleh Di-nas Pendapatan Kabupaten Kotabaru).

Tabel 5. Data Inflasi Kabupaten Kotabaru No Tahun Tingkat Inflasi

1. 2006 9,27 2. 2007 9,3 3. 2008 9,32 4. 2009 9,34 5. 2010 8,70 6. 2011 5,63 7. 2012 5,87 8. 2013 5,31 9. 2014 7,48

Untuk memprediksi inflasi di tahun-tahun selanjutnya, teknik analisis yang paling tepat digunakan adalah analisis trend dengan metode kuadrat terkecil (least square). De-ngan metode ini, trend inflasi per tahun di-hitung seperti ditunjukkan pada tabel 6.

Melalui data pada tabel 6 dapat dihi-tung nilai a dan b untuk fungsi trend dengan metode kuadrat terkecil.

Sehingga fungsi trend inflasi Indonesia adalah sebagai berikut:

Y = 7,8 – 0,496 X Dimana:

Y = tingkat inflasi pada tahun x X = indeks tahun prediksi

Tabel 6. Perhitungan Analisis Trend Inflasi Kotabaru

Tahun Inflasi (Y) X XY x2

2006 9.27 -4 -37.08 16 2007 9.3 -3 -27.9 9 2008 9.32 -2 -18.64 4 2009 9.34 -1 -9.34 1 2010 8.7 0 0 0 2011 5.63 1 5.63 1 2012 5.87 2 11.74 4 2013 5.31 3 15.93 9 2014 7.48 4 29.92 16 Jumlah 70.22 -29.74 60

Dengan demikian, dapat diprediksi tingkat inflasi untuk tahun 2015 s.d. 2019, seperti pada tabel 7 dan gambar 1.

Tabel 7. Prediksi Inflasi Kabupaten Kotabaru dengan Analisis Trend

Tahun Indeks Tahun Inflasi Real Inflasi Prediksi 2006 -4 9.27 9.784 2007 -3 9.3 9.288 2008 -2 9.32 8.792 2009 -1 9.34 8.296 2010 0 8.7 7.8 2011 1 5.63 7.304 2012 2 5.87 6.808 2013 3 5.31 6.312 2014 4 7.48 5.816 2015 5 - 5.32 2016 6 - 4.824 2017 7 - 4.328 2018 8 - 3.832 2019 9 - 3.336

Nilai tunjangan perumahan yang akan ditetapkan untuk Kabupaten Kotabaru harus mempertimbangkan inflasi 5 tahun ke depan, sehingga diharapkan nilai dari tunjangan yang diberikan tidak perlu di revisi hingga setidaknya selama 5 tahun. Dari tabel 7, da-pat diprediksi tingkat inflasi untuk tahun 2015 hingga 2019. Jika prediksi tingkat in-flasi ini dikaitkan dengan besaran nilai tun-jangan yang telah dihitung sebelumnya, ma-ka dapat diperkirama-kan besaran tunjangan yang pantas untuk tunjangan perumahan di Kabupaten Kotabaru, seperti ditunjukkan pada tabel 8.

(17)

Gambar 1. Hasil Prediksi Inflasi Kabupaten Kotabaru Tahun 2015 s.d. 2019 dengan Analisis Trend.

Tabel 8. Nilai Tunjangan Perumahan dengan Mempertimbangkan Unsur Inflasi

Tahun Inflasi Future Value Nilai Tunjangan

Ketua Wakil Anggota

2015 5.32 12,456,114.65 10,971,347.25 8,293,344.81 2016 4.824 13,056,997.62 11,500,605.05 8,693,415.76 2017 4.328 13,622,104.48 11,998,351.23 9,069,666.80 2018 3.832 14,144,103.52 12,458,128.05 9,417,216.43 2019 3.336 14,615,950.81 12,873,731.20 9,731,374.77 Rata-rata 13,579,054.22 11,960,432.56 9,041,003.71

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka besaran nilai tunjangan perumahan untuk Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru yang disarankan adalah:

1. Ketua DPRD maksimum: Rp 13.579.054,22

2. Wakil Ketua DPRD maksimum: Rp 11.960.432,56

3. Anggota DPRD maksimum:

Rp 9.041.003,71

Selanjutnya, apa yang menjadi landas-an dlandas-an pertimblandas-anglandas-an pemberilandas-an tunjlandas-anglandas-an perumahan dan penetapan besarnya tunjang-an perumahtunjang-an? Hal ini diatur di dalam pasal 10 ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Ang-gota DPRD sebagaimana diubah terakhir de-ngan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Peratur-an Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004, “Ayat (3), Pemberian tunjangan perumahan seba-gaimana dimaksud pada ayat (2) harus

mem-perhatikan asas kepatutan, asas kewajaran, rasionalitas serta standar harga setempat yang berlaku. Ayat (2), ketentuan lebih lanjut me-ngenai besarnya tunjangan perumahan seba-gaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah” dalam hal ini Peraturan Bupati Kabupaten Kotabaru Nomor 18 Tahun 2014 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintah Dae-rah Kabupaten Kotabaru.

Penetapan peraturan kepala daerah ten-tang besarnya tunjangan perumahan harus memperhatikan asas kepatutan, kewajaran dan rasionalitas dan kesesuaian sebagai ber-ikut:

1. Tunjangan Perumahan bagi Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Ko-tabaru sudah memenuhi asas kepatutan, yang artinya besaran tunjangan perumah-an harus mampu memenuhi kebutuhperumah-an para anggota DPRD untuk mendapatkan perumahan yang layak untuk menunjang kinerja mereka dan patut mendapatkan tunjangan perumahan dan fasilitasnya.

(18)

2. Tunjangan Perumahan bagi Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Kotabaru sudah memenuhi asas kewajar-an, yang artinya besaran tunjangan peru-mahan tidak boleh sampai memicu kon-troversi di masyarakat karena angkanya yang dianggap tidak wajar (terlalu besar atau terlalu kecil). Tunjangan ini sudah sa-ngat wajar karena Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kotabaru dari tahun ketahun semakin meningkat, sehingga memang su-dah seharusnya tunjangan perumahan di-naikkan.

3. Tunjangan Perumahan bagi Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Ko-tabaru sudah memenuhi asas rasionalitas, yang artinya jumlah besaran tunjangan yang diberikan harus masuk akal. Untuk memprediksi dan mempertimbangkan be-sarnya tunjangan perumahan lima tahun ke depan menggunakan trend inflasi Ka-bupaten Kotabaru.

4. Tunjangan Perumahan bagi Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Ko-tabaru sudah memenuhi asas kesesuaian dengan standar setempat, yang artinya be-saran tunjangan perumahan harus mem-perhatikan besaran biaya perumahan di lingkungan Kabupaten Kotabaru, sehing-ga hasil kajian ini sudah berdasarkan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) pada wilayah perumahan menengah ke atas di Kabupa-ten Kotabaru, dan juga berdasarkan hasil survei pada masyarakat.

Kesimpulan

Kenaikan tunjangan perumahan untuk Ketua, Wakil, dan Anggota DPRD di ling-kungan Kotabaru memang dibutuhkan, mengingat biaya hidup yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Dari hasil kajian ini, da-pat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Perubahan tunjangan perumahan untuk Ketua, Wakil, dan Anggota DPRD Kabu-paten Kotabaru mutlak dibutuhkan meng-ingat nilai tunjangan sebelumnya yang sudah tidak layak lagi, tetapi kenaikan tunjangan perumahan yang diberikan ha-rus tetap memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan kesesuaian dengan standar setempat.

2. Hasil kajian ini menemukan bahwa se-baiknya tunjangan perumahan di Kabupa-ten Kotabaru adalah maksimum sebesar

Rp 13.579.054,22/bulan untuk Ketua, Rp 11.960.432,56/bulan untuk Wakil Ketua,

dan Rp 9.041.003,71/bulan untuk Anggo-ta DPRD Kabupaten KoAnggo-tabaru.

3. Diharapkan besaran tunjangan hasil kajian ini dapat dijadikan patokan dalam menen-tukan besaran tunjangan perumahan di Kabupaten Kotabaru untuk lima tahun ke depan. Besaran tunjangan untuk 2020 dan seterusnya harus ditentukan berdasarkan kajian yang baru dengan mempertimbang-kan berbagai faktor yang mempengaruhi-nya.

Saran yang dapat dimunculkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dalam membuat berbagai kebijakan, pe-merintah harus terus mengutamakan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan kesesuaian dengan standar setempat. 2. Besaran nilai tunjangan sebaiknya dikaji

ulang secara berkala setiap lima tahun, untuk menghindari selisih yang terlalu besar antara tunjangan yang diberikan dengan biaya perumahan yang sesung-guhnya di lapangan.

3. Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk membangunkan rumah dinas un-tuk anggota DPRD di Kabupaten Kota-baru, sehingga di masa yang akan datang tunjangan perumahan menjadi tidak dibutuhkan lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Boediono. 2000. Ekonomi Moneter. Edisi 3. Yogyakarta: BPFE.

BPS Kabupaten Kotabaru. 2013. Kotabaru dalam Angka. Kotabaru.

BPS. 2015. http://www.bps.go.id/aboutus. php?inflasi=1. Diakses tanggal 7 Maret 2015.

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Danim, Sudarwan. 2004. Motivasi Kepemim-pinan dan Efektifitas Kelompok. Jakar-ta: Rineka Cipta

Gibson, Ivanseevich. 1997. Organisasi: Pelaku, Struktur dan Proses. Jakarta: Erlangga.

(19)

Hasibuan, Malayu. 1996. Organisasi dan Motivasi. Jakarta: Bumi Aksara

Nopirin. 2000. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE.

Pito, Toni Adrianus, dkk. 2006. Mengenal Teori Politik dari Sistem Politik sampai Korupsi. Bandung: Nuansa. Pohan, Aulia. 2008. Potret Kebijakan

Mone-ter Indonesia. Jakarta. Raja. Grafika Persada.

Republik Indonesia. Peraturan Menteri Da-lam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 ten-tang Standarisasi Sarana dan Prasara-na Kerja Pemerintahan Daerah. Republik Indonesia. Peraturan Menteri

Ke-uangan Nomor 96/PMK.06/2007 Ta-hun 2007 tentang Tata Cara Pelaksa-naan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara.

Republik Indonesia. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja RI No. SE-07/MEN/1990 Tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah.

Sukirno, Sadono. 2002. Teori Mikro

Ekono-mi. Cetakan 14. Jakarta: Rajawali.

Press.

Siagian, Sondang. 2002. Manajemen Motivasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Uno, B. Hamzah. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara Winardi. 2001. Motivasi dan Pemotivasian

dalam Manajemen. Jakarta: PT Grafindo Persada.

Widodo, Joko. 2001. Good Governance Te-laah dari Dimensi Akuntabilitas, Kon-trol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Surabaya: Insan Cendekia.

Wikipedia. 2015. “Kabupaten Kotabaru”. <http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupate n_Kotabaru>. Diakses tanggal 1 Maret 2015

Wikipedia. 1015. “Inflasi”. <http://id. wikipedia.org/wiki/Inflasi>. Diakses tanggal 7 Maret 2015

Gambar

Tabel 1. PDRB ADHB dan ADHK Kabupaten Kotabaru Tahun 2011-2013  Tahun  PDRB ADHB  PDRB ADHK  Dengan  Pertambangan  Tanpa  Pertambangan  Dengan  Pertambangan  Tanpa   Pertambangan  2011  10.932.123  8.351,667  5,254,873  4,165,153  2012 *)  12.108.516  9.27
Tabel 5. Data Inflasi Kabupaten Kotabaru  No  Tahun  Tingkat Inflasi
Gambar  1.  Hasil  Prediksi  Inflasi  Kabupaten  Kotabaru  Tahun  2015  s.d.  2019  dengan  Analisis Trend

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum, tujuan asuhan keperawatan untuk klien yang mengalami gangguan mobilisasi bervariasi, bergantung pada diagnosis dan batasan karakteristik masing-masing individu..

Agustus 2018 di Alun-alun Kabupaten Jombang ketika rapat tersebut berjalan dengan dinamis dan mengalami kebuntuan... Konsep Ahlul Ḥalli Wal ʹAqdi sebagai sistem pemilihan Rais

Karakteristik Pohon; memiliki bunga yang tumbuh di bagian axil dari daun, bunga berwarna kuning; memiliki ukuran buah 4-5 cm dan panjang biji di dalamnya 2-3 cm dengan warna

Bila pasien pulang diluat jam kerja untuk urusan administrasi akan dilakukan di hari berikutnya. RS SARI ASIH KARAWACI Untuk Jam pulang pasien rawat inap hanya bisa dilakukan di

Metode penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan Business Model Canvas BMC dan analisis SWOT dalam mengidentifikasi dan merumuskan alternatif strategi perbaikan

Pusat pendapatan adalah suatu pusat pertanggungjawaban dalam suatu organisasi dimana prestasi manajernya dinilai atas dasar pendapatannya, manajer pusat pendapatan tidak

Setiap pegawai gred DH43/44 dan ke atas dikehendaki melaksanakan pendekatan coaching dan mentoring ketika berinteraksi dengan pegawai sekurang – kurangnya satu

Langkah awal yang dilakukan adalah menetapkan bentuk fuzzy pada permintaan dan produk dengan mutu kurang baik sebagai bilangan fuzzy segitiga ke dalam total biaya persediaan..