• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI SUMATERA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI SUMATERA BARAT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT

SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI SUMATERA BARAT

(Oil Palm By Products as Beef Cattle Feeds in West Sumatera)

Jefrey M Muis, Wahyuni R, Ratna AD, Bamualim AM

Balai Penggkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat

Jl. Raya Padang-Solok, Km 40, Pos 34 Padang, Solok 25001, Sumatera Barat

ABSTRACT

West Sumatera has around 457,000 ha, palm oil plantation including 175,000 ha productive plants. This research was done by survey activity in oil palm plantation which farmers raise cattle in a traditional way. The survey was conducted in March-April 2012 at three districts dominated by palm oil plantation areal, i.e. Pasaman Barat District (high concentrated plantation), Dharmasraya District (medium concentrated plantation) and Sijunjung District (low concentrated plantation). Respondents used in the survey were farmers who live in the surrounding palm oil plantation. There were 30 respondents who were randomly choosen at each district. The aim of the survey was to gather information about the profile of farmers, cattle production system and the utilization of the palm oil by product. Results indicated that the farmers were not fully utilized the by products for beef cattle. Therefore it is encouraged to promote socialization of utilization of oil palm by products to improve cattle productivity in the area.

Key Words: Feeds, Palm Oil By-Products, Beef Cattle

ABSTRAK

Luasperkebunansawit di Sumatera Barat mencapai 457.000 ha termasukseluas 175.000 ha, dimanasekitar 38% merupakan tanaman yang menghasilkan atau berproduksi. Kajian untuk mengetahui informasi dasar pemeliharaan ternak sapi pada lahan perkebunan tanaman sawit dilaksanakan pada bulan Maret-April 2012 di kawasan sentra sawit di Sumatera Barat yaitu Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Sijunjung. Responden yang diwawancarai melalui metodesurvei adalahpeternak sapi di kawasan perkebunan sawitmasing-masing sebanyak 30 orang setiap kabupaten yang diambil secara acak. Informasi yang dikumpulkan meliputi karakteristik peternak sapi, system pemeliharaan sapi di kawasan perkebunan sawit dan sejauh mana hasil ikutan tanaman sawit dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Hasil survei menunjukkan bahwa peternak memelihara sapi potong secara tradisional dan pada umumnya belum memanfaatkan hasil ikutan tanaman sawit secara optimal. Hasil pengkajian ini mendorong berkembangnya teknologi penyediaan pakan berkualitas berbasis tanaman sawit. Pengembangan teknologi pemanfaatan pakan sapi potong berbahan baku hasil ikutan kelapa sawit, perlu terus disosialisasikan.

Kata Kunci: Pakan, Pemanfaatan Hasil Ikutan Sawit, Sapi Potong

PENDAHULUAN

Sebagian besar sapi potong dipelihara oleh peternakan rakyat dengan skala usaha 1-3 ekor/peternak, sehingga tingkat produktivitasnya masih rendah. Masalah utama pengembangan peternakan sapi potong adalah keterbatasan tenaga petani untuk menyediakan pakan secara memadai kualitas maupun kuantitas. Oleh karena itu, perlu upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pertanian sebagai sumber pakan alternatif bagi sapi potong. Hal ini dapat diperoleh dengan

memanfaatkan sumberdaya pakan yang berasal dari hasil ikutan tanaman pertanian (Bamualim et al. 2006; Bamualim dan Tiesnamurti 2009; Pasandaran et al. 2006).

Salah satu sumberdaya pakan potensial adalah hasil ikutan perkebunan kelapa sawit. Dewasa ini, luas pertanaman kelapa sawit nasional telah mencapai sekitar 10 juta ha yang terkonsentrasi di Pulau Sumatera dan Kalimantan dengan produksi crude palm oil (CPO) lebih dari 20 juta ton/tahun (Bamualim 2012). Selain itu, terdapat hasil ikutan pabrik

(2)

minyak inti sawit berupa bungkil inti sawit (BIS) dan solid.

Di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), luas perkebunan kelapa sawit mencapai 457.300 ha, termasuk di antaranya 175.543 ha sawit telah menghasilkanatauberproduksi (Bappeda dan BPS Sumbar 2012). Pelepah sawit, beserta dedaunannya, adalah hasil ikutan tanaman sawit yang terbesar dan dapat berperan sebagai pengganti hijauan rumput, sedangkan solid merupakan hasil ikutan pabrik kelapa sawit yang menghasilkan CPO (Bamualim dan Tiesnamurti 2009).

Dari luasan tamaman sawit yang telah berproduksi, dihasilkan sebanyak 1,07 juta ton pelepah sawit, 36-55 ribu ton solid dan 18.200 ton BIS yang merupakan sumber pakan sapi yang murah dan mudah diperoleh(Buharman 2011). Kandungan gizi solid cukup tinggi dengan kandungan protein kasar sekitar 13%. BIS merupakan sumber pakan berkualitas bagi ternak ruminansia dengan kandungan protein sekitar 15-17% dan harganya cukup bersaing. Produksi hijauan sawit tersebut berpotensi sebagai sumber pakan bagi 600 ribu ekor sapi, produk solid berpotensi untuk diberikan pada 50-75 ribu ekor sapi dan produk BIS untuk diberikan pada 25 ribu ekor sapi dewasa per tahun (Buharman 2011; Wirdahayati et al. 2011).

Berdasarkan data tersebut, wilayah Sumbar memiliki potensi untuk meningkatkan populasi dan produksi sapi potong melalui pemanfaatan hasil ikutan tanaman sawit. Masalahnya, bagaimana pemahaman masyarakat yang bermukim di sekitar perkebunan sawit terhadap pemanfaatan potensi tersebut. Oleh karena itu, perlu diketahui perspektif petani dalam memanfaatkan hasil ikutan tanaman sawit sebagai sumber pakan yang bernilai tinggi.

MATERI DAN METODE

Pengkajian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2012 melalui kegiatan survei pada kelompok tani yang bermukim pada sentra produksi sawit di tiga kabupaten di Provinsi Sumbar, yakni Kabupaten Pasaman Barat yang mewakili populasi perkebunan sawit terluas, Kabupaten Dharmasraya mewakili populasi perkebunan sawit sedang dan Kabupaten Sijunjung yang mewakili populasi perkebunan sawit kurang luas diantara kawasan sentra tanaman sawit di Sumbar.

Penentuan lokasi dan kelompok tani dilakukan berdasarkan hasil rekomendasi Dinas/Instansi terkait dan merupakan wilayah

pengembangan program Gerakan

Pensejahteraan Petani (GPP) kawasan perkebunan sawit di Provinsi Sumbar. Pemilihan responden diambil secara acak dibeberapa kelompok tani sebanyak 30 responden yang memelihara sapi potong di tiap kabupaten. Total sampel berjumlah 90 responden pada tiga kabupaten.

Dalam survei ini responden diwawancarai secara langsung serta dipandu dengan kuesioner. Parameter yang diamati adalah pola budidaya sapi, skala usaha, sumber pakan, dan pemanfaatan hasil ikutan sawit.

HASIL DAN PEMBAHASAN Responden yang menjadi objek survei adalah peternak sapi di kawasan perkebunan sawit sebanyak 30 sampel per kabupaten. Informasi karakteristikusiapetani responden dari hasil survei disajikan dalam Tabel 1, sedangkan tingkat pendidikan responden diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 1. Karakteristik usia petani responden (nilai dalam %)

Usia responden Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya 15-30 tahun 13,4 13,4 25,0 30-50 tahun 43,3 63,3 55,0 > 50 tahun 43,3 23,3 20,0

(3)

Tabel 1 menunjukkan bahwa responden di tiga kabupaten rata-rata berada di atas usia produktif, hal ini mengindikasikan bahwa produktivitas usaha ternak sapi dari segi tenaga kerja cukup terpenuhi. Dilihat dari segi tingkat pendidikan, rata-rata peternak sapi potong di Kabupaten Pasaman Barat hanya tamat SD, sedangkan di Kabupaten Sijunjung dan Dharmasraya mayoritas adalah tamat SLTP. Hal ini akan mempengaruhi pengetahuan peternak dalam manajemen usaha peternakan dan tata cara pemeliharaan ternak.

Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata peternak sapi daerah GPP di kabupaten Pasaman Barat dan Dharmasraya memiliki

kebun sawit yang luasnya sekitar 1-3 ha, sedangkandi Kabupaten Sijunjung mayoritas petani tidak memiliki kebun sawit, hanya bekerja sebagai buruh kebun sawit. Hal ini menandakan bahwa tiga kabupaten ini cocok untuk dijadikan daerah pengembangan integrasi sapi dengan tanaman sawit.

Tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas peternak sapi adalah petani atau pekebun dan tidak ada yang menjadikan berternak sapi sebagai pekerjaan utama. Beternak sapi dilakukan sebagai usaha sampingan sambil melakukan usaha tani dan berfungsi sebagai tabungan atau investasi.

Tabel 2. Tingkat pendidikan petani responden (nilai dalam %)

Tingkat pendidikan Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya

Tamat SD 60 20,0 20,0

Tamat SMP 30 60,0 60,0 Tamat SMA 10 16,7 20,0 Perguruan tinggi - 3,3 -

Tabel 3. Kepemilikan lahan tanaman sawit olehpetani responden (nilai dalam %)

Luas kebun sawit milik sendiri Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya

<1 ha 10 30 35

1-3 ha 90 20 60

>3 ha - - 15

Tidak memiliki kebun sawit - 50 -

Tabel 4. Pekerjaan utama petani responden (nilai dalam %)

Pekerjaan utama Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya Petani/pekebun 96,6 90,0 55,0

Beternak sapi - - 10,0

Pedagang 3,4 6,7 35,0

Pegawai/karyawan - 3,3 -

Tabel 5. Pendapatan rata-rata peternak pertahun dari usaha kebun sawit, berternak sapi dan dari semua

usahanya

Pendapatan rata-rata pertahun (Rp) Hasil kebun sawit (%) Hasil beternak sapi (%) Semua pendapatan (%) < Rp. 5 Juta 23,3 60,0 - Rp. 5-10 juta 26,7 25,0 - Rp. 10-15 Juta 16,7 15,0 26,7 > Rp. 15 juta 33,3 - 73,3

(4)

Pendapatan rata-rata responden dari usaha kebun sawit, berternak dan usaha lainnya disajikan dalam Tabel 5. Hasil menunjukkan bahwa penghasilan peternak sapi di tiga kabupaten ini dari kebun sawit yang mereka miliki, memberikan hasil lebih tinggi dari usaha berternak sapi potong. Peternak responden mendapatkan penghasilan di atas Rp 15 juta/tahun, sedangkan mayoritas peternak sapi potong mendapatkan penghasilan di bawah Rp 5 juta/tahun dari usaha sapi potong. Hal ini memperlihatkan bahwa usaha sapi potong masih dilaksanakan sebagai usaha sampingan yang belum memberikan kontribusi maksimal dalam menambah pendapatan petani peternak.

Tabel 6; 7 dan 8 masing-masing menyajikan alokasi waktu berkebun sawit, beternak sapi, dan tanaman pangan. Dalam melaksanakan usaha beternak sapi setiap hari

responden cukup banyak memakan waktu, terutama dalam hal pencarian pakan berupa hijauan rumput. Hal ini menandakan bahwa peternak masih melaksanakan pemberian pakan sapi secara tradisional.

Sistem pemeliharaan sapi yang disajikan pada Tabel menunjukkan bahwa masih banyak responden yang melepas sapinya pada siang hari untuk merumput dan pada pagi atau sore harinya mengarit rumput untuk pakan sapinya di kandang.

Tabel 10 menunjukkan bahwa hampir 70% petani masih belum memanfaatkan hasil ikutan tanaman sawit sebagai sumber pakan ternak sapi. Mayoritas peternak sapi ini cenderung mencarikan rumput segar sebagai pakan utama sapi. Hal ini menunjukkan bahwa petani belum memanfaatkan sumber daya yang tersedia di sekelilingnya untuk pemeliharaan sapi potong

Tabel 6. Rata-rataa lokasi waktu petani responden dalam melaksanakan kegiatan berkebun sawit (nilai

dalam%)

Alokasi waktu Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya <1 jam 26,7 30,0 30,0 1-3 jam 53,3 53,3 53,3 3-6 jam 20,0 16,7 16,7

Tabel 7. Rata-rata alokasi waktu responden melaksanakan kegiatan beternak sapi (nilai dalam %)

Alokasi waktu Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya <1 jam 3,3 3,3 10,0 1-3 jam 66,7 66,7 65,0 3-6 jam 30,0 30,0 25,0

6-10 jam - - -

Tabel 8. Rata-rata alokasi waktu petani responden dalam kegiatan tanaman pangan (nilai dalam %)

Alokasi waktu Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya <1 jam 23,3 23,3 25,0 1-3 jam 63,3 63,3 60,0 3-6 jam 13,4 13,4 15,0

6-10 jam - - -

Tabel 9. Sistem pemeliharaan sapi oleh petani responden (nilai dalam %)

Sistem pemeliharaan Pasaman barat Sijunjung Dharmasraya Dikandangkan siang malam 50,0% 60,0% 70,0% Dikandangkan malam saja, siang dilepas 46,7% 40,0% 30,0% Tidak dikandangkan 3,3% - -

(5)

Tabel 10. Hasil ikutan tanaman sawit yang telah dimanfaatkan peternak (nilai dalam %)

Hasil ikutan tanaman sawit Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya Rataan Pelepah/daun sawit segar 16,7 20,0 40,0 25,5 Bungkil inti sawit (BIS) 3,3 - - 1,1 Solid (lumpur sawit) - 20,0 - 6,7 Belum pernah manfaat-kan hasil ikutan sawit 80,0 60,0 60,0 66,7

sekaligus sebagai sumber pendapatan masyarakat di pedesaan.

Pemanfaatan hasil ikutan tanaman sawit Berdasarkan survei di lokasi responden ditemukan cukup banyak peluang pemanfaatan hasil ikutan tanaman sawit sebagai pakan ternak sapi potong. Namun karena kurangnya informasi kepada peternak, potensi pemanfaatan hasil ikutan tanaman sawit tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Hasil ikutan tanaman sawit yang potensial untuk dimanfaatkan meliputi pelepah dan daun sawit, solid dan BIS.

Pelepah dan daun sawit

Pada umumnya ketika panen tandan buah segar selalu ada pelepah sawit yang terbuang. Pelepah sawit beserta dedaunannya dapatdimanfaatkan sebagai pakan hijauan bagi ternak sapi potong. Potensi hasil pelepah dan daun sawit sebesar 6-7 ton/ha/tahun. Peternak hanya perlu mengambil daun sawit dan mengupas kulit keras pelepahnya untuk dijadikan pakan sapi potong. Hal ini lebih menghemat tenaga kerja dalam hal pencarian rumput lapang yang biasanya menyita cukup banyak waktu peternak.

Solid

Di Kabupaten Pasaman Barat terdapat Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang memproduksi solid, dimana kandungan protein dalam solid sekitar 12-14% (Wirdahayati et al.2011). Potensihasil solid sebesar 1,1 ton/ha/tahun. Berdasarkan diskusi dengan pimpinan PKS tersebut, solid dapatdiambil dengan menjemput sendiri ke dalam pabrik dengan harga sekitar Rp 35/kg, disamping itu hanya perlu

mengeluarkan biaya angkut solid sekitar

Rp 50/kg. Harga ini relatif lebih murah jika dibandingkan dengan membeli konsentrat lain seperti ampas tahu dan lainnya. Di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung terdapat PKS yang memproduksi solid, dimana solid tersebut tidak dijual bebas dan dimanfaatkan oleh PKS sebagai sumber pupuk tanaman sawit.

Bungkil inti sawit

Bungkil Inti Sawit (BIS) memiliki kandungan protein sekitar 15-17% (Wirdahayati et al. 2011), dengan potensi hasil BIS sebesar 0,5 ton/ha/tahun. Ketersediaan BIS di Sumatera Barat realtif terbatas, PKS yang memproduksi BIS pada umumnya lebih banyak mengekspor ke luar negeri. Saat ini BIS dapat diperoleh di daerah Payakumbuh dengan jarak dari tiga kabupaten tersebut sekitar 100km. Harga BIS di Payakumbuh berkisar antara Rp. 1.500-1.700/kg. Jika dibandingkan dengan harga dedak padi BIS relatif lebih murah. Di Kabupaten Dharmasraya, Pasaman Barat dan Sijunjung harga dedak berfluktuasi antara Rp. 1.600-2.000/kg. Peternak masih bisa berhemat dalam meningkatkan produktivitas ternak sapi potong dengan menggunakan pakan dari hasil ikutan tanaman sawit ini.

KESIMPULAN

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa masih relatif rendah pemanfatan hasil ikutan tanaman sawit sebagai sumber pakan sapi potong di sentra perkebunan sawit di Sumatera Barat. Sejauh ini para petani hanya melepas ternaknya merumput di antara tanaman sawit. Hal ini diduga karena terbatasnya pengetahuan petani mengenai manfaat hasil ikutan tanaman sawit sebagai sumber pakan. Apabila hasil ikutan tanaman sawit dapat digunakan sebagai

(6)

menghemat tenaga untuk menyediakan pakan dan produktivitas ternak dapat ditingkatkan. Hal ini juga akan bermanfaat dalam menghadapi kekurangan hijauan rumput alam yang dialami di sekitar perkebunan sawit, khususnya selama musim kemarau.

Kajian ini memberi indikasi perlunya upaya sosialisasi yang luas dan konsisten agarteknologi pakan sapi potong berbasis tanaman sawit dapat diterapkan di sentra perkebunan sawit di wilayah Sumbar.

DAFTAR PUSTAKA

Bamualim A.2012. Dinamika integrasi tanaman-ternak di perkebunan sawit. Dalam Membumikan IPTEK Pertanian Seri 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hlm. 169-181.

Bamualim A, Wirdahayati, Marak Ali. 2006. Profil peternakan sapi dan kerbau di Sumatera Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat.

Bamualim A, Tiesnamurti B. 2009. Konsepsi sistem integrasi antara tanaman padi, sawit dan kakao dengan ternak sapi di Indonesia. Dalam Sistem Integrasi Ternak Tanaman:

Padi-Sawit-Kakao, Puslitbang Peternakan, Badan Litbang Pertanian. hlm. 1-14.

Bappeda Sumbar, BPS. 2012. Sumatera Barat dalam Angka 2011/2012. Kerjasama Bappeda Provinsi Sumatera Barat dan BPS Sumatera Barat.

Buharman B. 2011. Pemanfaatan teknologi pakan berbahan baku lokal mendukung pengembangan sapi potong di Sumatera Barat. Wartazoa. 21:133-144.

Pasandaran E, Djajanegara A, Kariyasa K, Kasryno F. 2006. Kerangka konseptual integrasi tanaman-ternak di Indonesia. Dalam Integrasi Tanaman-Ternak di Indonesia. (Eds. Pasandaran E, Kasryno F, Fagi AM). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. hlm. 11-31.

Wirdahayati RB, Hendri Y, Bamualim A, Ratna AD, Muis JM, Wahyuni R, Ermidias, Asmak. 2011. Inovasi teknologi peternakan sapi dengan pakan suplemen by-produk agro industri sawit dan jagung mendukung program Pemda Sumatera Barat Satu Petani Satu Sapi (SPSS). Laporan Hasil Pengkajian BPTP Sumatera Barat TA 2011.

Referensi

Dokumen terkait

1. Kedua orang tuaku Bapak Jasmo dan Ibu Kiswati sebagai tanda bakti dan cintaku kepada mereka yang telah senantiasa bekerja keras memperjuangkan untuk kuliah saya, dan memberikan

Sebagian besar lainnya (68,78 persen) belum pernah mengikuti pelatihan/kursus/magang. Secara keseluruhan, sifat kewirausahaan pengusaha industri kreatif UMKM di Kota

keuangan yang baik. Lebih spesifik, ada empat dimensi dari sustainability report yang akan diuji yaitu dimensi ekonomi, dimensi lingkungan, dimensi sosial, dan dimensi hak asasi

Dari permasalahan yang timbul diatas, maka perusahaan membutuhkan suatu sistem informasi akutansi penggajian karyawan yang terkomputerisasi yang diharapkan

Setiap perbuatan orang seperti ini yang (dilakukan demi) meraih keridhaan Tuhan akan akan menganugerahkannya keridhaan Tuhan. Setiap Ahmadi yang telah Bai'at dengan cara ini

Telah dilakukan preparasi RS dari pati kacang hijau varietas Walet dengan perlakuan kombinasi

Pengukuran dilakukan dengan dua cara: (1). Penguburan dalam tanah sampah, dengan interval waktu pengamatan setiap 4 hari untuk melihat perubahan yang terjadi pada sampel film

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemangkasan menghasilkan pertumbuhan rata-rata panjang batang lebih pendek dari perlakuan tanpa pemangkasan, sebaliknya