DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPESIES KUPANG DAN
LORJUK DI PERAIRAN PANTAI TIMUR SURABAYA
Moch. affandi*1, Bambang Irawan*, agoes soegianto*, dan rosmanida* 1 Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya
Kampus C, Jl Mulyorejo, Surabata 60115, Indonesia 1 mafebor@unair.ac.id
ABSTRACT
An investigation on the distribution and habitat preference of kupang and lorjuk species has been conducted at the coastal waters of East Surabaya. The animal’s samples were collected using Ponar dredge from the 15 sampling points with different environmental conditions, and identified to species level. Distribution level of each species was analyzed using Shannon’s index, and the habitat preference based on coefficient correlation analysis. This research obtained four species of kupang, namely Musculita senhousia (senhoue’s mussel or kupang renteng), Corbula faba (white clam or kupang putih), Corbula amurensis (asian clam or kupang beras), and Sinovacula virens (greenish tagellus or kupang awung); and only one species of lorjuk namely Solen vagina (european razor clam). Musculita senhousia and Corbula faba have a moderately distribution level, Corbula amurensis and Sinovacula virens with low distribution level, and Solen vagina has wide distribution level. There are correlation between abundance of Musculita senhousia,
Corbula faba, and Solen vagina species with sand fraction and low organic compound of its substrate. Key words: kupang, lorjuk, Corbula, Musculita, Sinovacula, Solen, distribution, habitat preference
PENGaNtar
Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17 ribu pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km, memiliki sumberdaya laut yang sangat melimpah. Kekayaan dan keragaman sumberdaya laut tersebut telah dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia sebagai sumber bahan makanan, khususnya protein hewani. Sumber bahan makanan asal laut tersebut meliputi ikan, crustaceae (udang dan kepiting), mollusca (kerang, keong, dan cumi�cumi), mammalia, serta rumput laut (Dahuri et al., 1996).
Kerang�kerangan (bi�al�ia) telah dimanfaatkan secara turun�temurun untuk berbagai kepentingan seperti makanan, pakan ternak, perhiasan, dan bahan bangunan. Sebagai bahan makanan, kerang memiliki kandungan nutrisi yang tinggi. Daging kupang memiliki kandungan protein (24,24%), lemak (2,70%), karbohidrat (1,02%), kadar air (68,09%), dan kadar abu (3,80%). Daging lorjuk memiliki kadar protein 17,5–18,5% dan kadar lemak 2,5–3,0% (Odum, 1993).
Perairan Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) terletak di bagian Barat�Laut Selat Madura, meliputi daerah di antara kelurahan Tambak �edi dan muara sungai Dadapan (daerah perbatasan dengan Sidoarjo). Minimal ada 10 sungai yang bermuara di perairan Pamurbaya (Affandi
et al, 1994), dan banyaknya muara sungai tersebut,
menjadikan perairan pantai Pamurbaya sebagai daerah estuari yang banyak mendapatkan asupan bahan organik
serta memiliki hamparan lumpur intertidal yang luas, yang kesemuanya mendukung kehidupan biota bentik termasuk kerang�kerangan (Affandi et al., 2005; 2008 dan 2009; Pagcatipunan et al.,1981). Bahan organik terlarut dan tersuspensi dalam air sungai akan mengalami perubahan sifat, mengalami flokulasi, dan segera mengendap saat bercampur dengan air laut (Mann, 1982).
Di antara bahan makanan asal laut yang perlu mendapat perhatian di Surabaya dan sekitarnya adalah kupang dan lorjuk, di mana keduanya telah memberikan kontribusi ekonomis yang cukup penting. Informasi yang mendukung permasalahan dalam penelitian ini adalah bahwa berbagian besar spesies makrofauna bentik yang ditangkap di perairan Pamurbaya mempunyai sebaran berbeda�beda, baik arah vertikal terhadap garis pantai maupun arah horisontal di sepanjang pantai. Hal ini diduga sebagai cerminan dari variasi kondisi spesifik habitat serta adanya preferansi spesies tertentu terhadap kondisi spesifik habitat tersebut. Untuk mendapatkan informasi akurat tentang berbagai pola distribusi spesies makrofauna di perairan Pamurbaya serta faktor�faktor yang memengaruhinya, diperlukan data penelitian yang meliputi spesies, distribusi, dan preferensi habitatnya.
Arti penting penelitian ini adalah menghasilkan informasi tentang spesies kupang dan lorjuk beserta karakteristik kondisi habitat yang diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar untuk berbagai pemanfaatan di kemudian hari, seperti keilmuan, potensi ekonomi Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 3B (37–41), 2009
Distribusi dan Preferensi Habitat Spesies Kupang dan Lorjuk
regional, program pengelolaan, serta dapat dikomparasikan dengan penelitian lain sejenis.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap spesies� spesies penyusun kupang dan lorjuk di perairan Pamurbaya, serta tingkat distribusi dan preferensi habitat dari masing� masing spesies kupang dan lorjuk terhadap kondisi spesifik substrat tempat tinggalnya.
BaHaN DaN Cara KErJa
Sampel kupang dan lorjuk dikumpulkan dari 15 titik sampling di perairan Pamurbaya dengan kondisi lingkungan yang ber�ariasi. Spesimen dianalisis di Laboratorium Ekologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Uni�ersitas Airlangga Surabaya.
Bahan penelitian meliputi: (1) sampel berbagai jenis kupang dan lorjuk yang dikoleksi dari perairan Pamurbaya, (2) air bersih untuk proses penyaringan dan pencucian sampel, (3) kertas pH uni�ersal, (4) larutan formalin 6% sebagai bahan fiksatif, (5) kantong�kantong plastik untuk pengumpulan sampel, dan (6) kertas label serta peralatan tulis.
Alat�alat untuk penelitian meliputi: Ponar dredge, saringan hewan bentos (diameter pori�pori 1 mm), baki plastik, botol kolektor, mikroskop stereo, cawan Petri, pinset, pipet, kamera digital, crus porseline, oven, Electronic
Analitical Balance Libror, Automatic Muffle �urnace, dan
GPS.
Sampling kupang dan lorjuk menggunakan Ponar
dredge pada lima stasiun secara purposif, tiap�tiap stasiun
diambil tiga titik pengambilan sampel yang mewakili zona kedalaman berbeda (satu di intertidal dan dua di subtidal). Pada setiap titik diambil 3�5 dredge, sampel lumpur disaring, spesimen kerang dikoleksi dan difiksasi dengan larutan formalin 6%, dan diberi label dengan keterangan seperlunya.
Faktor fisik�kimia lingkungan meliputi pH, suhu, salinitas, kekeruhan, tekstur dan kandungan bahan organik substrat dasar di setiap titik samping diukur.
Analisis sampel meliputi kegiatan�kegiatan berikut. (1) Penyortiran sampel, untuk memisahkan sampel bi�al�ia dari berbagai pengotor dan fauna bentik lain. (2) Spesimen bivalvia dipilah berdasarkan kemiripan morfologi dan diidentifikasi guna memastikan spesies kupang dan lorjuk. Identifikasi spesies kupang dan lorjuk dilakukan dengan dua cara; melalui bantuan para nelayan dan penjual kupang dan lorjuk di kawasan Pamurbaya untuk menunjukkan jenis� jenis mana yang disebut kupang dan lorjuk, dan jenis�jenis tersebut kemudian dideterminasi untuk mengetahui nama
spesies menggunakan beberapa kunci (Dharma, 1988 dan 1992; De Bruyne, 2003; Abbott dan Dence, 2000; dan Gosner, 1971). (3) Setiap spesies kupang pada setiap titik sampling di setiap stasiun penelitian didata jumlah indi�idunya guna mendapatkan data kelimpahan (jumlah individu/m2).
Analisis data secara deskriptif dengan bantuan tabel (check list data) dan gambar untuk menjelaskan spesies dan kelimpahan kupang dan lorjuk, analisis koefisien korelasi (r) untuk menjelaskan preferensi habitat masing�masing spesies, serta analisis tingkat distribusinya. Penghitungan nilai ‘r’ diformulasikan sebagai berikut.
r =
√ SSx . SSy
SP
Keterangan: r = koefisien korelasi; SP = sum of product; SSx =
sumsquare dari �ariabel X; SSy = sumsquare dari
�ariabel Y.
Preferensi masing�masing spesies kupang dan lorjuk terhadap karakter setiap habitat ditentukan secara deskriptif berdasarkan harga ‘r’. Adanya preferensi ditunjukkan oleh harga ‘r’ ≥│0,5│.
Distribusi spesies kupang dan lorjuk di lokasi pengambilan sample ditentukan dengan menggunakan rumus dasar Shannon��ea�er (Brower et al., 1998) sebagai berikut.
kemiripan morfologi dan diidentifikasi
guna memastikan spesies kupang dan
lorjuk. Identifikasi spesies kupang dan
lorjuk dilakukan dengan dua cara; melalui
bantuan para nelayan dan penjual kupang
dan lorjuk di kawasan Pamurbaya untuk
menunjukkan jenis-jenis mana yang
disebut kupang dan lorjuk, dan jenis-jenis
tersebut kemudian dideterminasi untuk
mengetahui nama spesies menggunakan
beberapa kunci (Dharma, 1988 dan 1992;
De Bruyne, 2003; Abbott dan Dence,
2000; dan Gosner, 1971). (3) Setiap
spesies kupang pada setiap titik sampling
di setiap stasiun penelitian didata jumlah
individunya guna mendapatkan data
kelimpahan (jumlah individu/m
2).
Analisis data secara deskriptif
dengan bantuan tabel (check list data) dan
gambar untuk menjelaskan spesies dan
kelimpahan kupang dan lorjuk, analisis
koefisien korelasi (r) untuk menjelaskan
preferensi habitat masing-masing spesies,
serta analisis tingkat distribusinya.
Penghitungan nilai ‘r’ diformulasikan
sebagai berikut.
SP
r = ¥ SSx . SSy
Keterangan: r = koefisien korelasi; SP =
sum of product; SSx = sumsquare dari
variabel X; SSy = sumsquare dari variabel
Y.
Preferensi masing-masing spesies
kupang dan lorjuk terhadap karakter setiap
habitat ditentukan secara deskriptif
berdasarkan harga ‘r’. Adanya preferensi
ditunjukkan oleh harga ‘r’ Ň0,5Ň.
Distribusi spesies kupang dan
lorjuk di lokasi pengambilan sample
ditentukan dengan menggunakan rumus
dasar Shannon-Weaver (Brower et al.,
1998) sebagai berikut .
Ds = -
Ns
nsi
Ns
nsi ln
¦
Dengan ketentuan: Ds : indeks distribusi
spesies, nsi : jumlah individu spesies pada
spesies total dari semua stasiun.
HASIL
Lokasi penelitian berada pada
posisi geografis antara 07º 13’ 23,2”–07º
19’ 30,2” LS dan antara 122º 48’ 17,7”–
122º 51҄’ 41,3” BT, dan meliputi daerah
Nambangan-Kenjeran, Kalisari,
Wonokro-mo, Wonorejo hingga daerah perbatasan
Surabaya-Sidoarjo (Dadapan).
Secara umum, kondisi fisika-kimia
lingkungan menunjukkan salinitas air di
antara 10–30 ppm (payau), salinitas
substrat relatif konstan antara 20–33 ppm,
pH berkisar antara 7,5–9 (sedikit basa),
suhu air antara 28–32q C (hangat), dan
kecerahan antara 39–173 cm (keruh).
Kondisi tersebut merupakan karakteristik
umum perairan pantai (estuari).
Kondisi lingkungan di perairan
Pamurbaya seperti kandungan organik dan
tekstur substrat bervariasi pada setiap
daerah.
Daerah
Wonorejo-Dadapan
dicirikan oleh substrat berpasir dengan
bahan organik relatif tinggi; Kalisari
lumpur halus dengan bahan organik tinggi,
dan Kenjeran berpasir kasar dengan sedikit
bahan organik.
Kupang yang berhasil dikoleksi dan
diidentifikasi tersusun atas empat spesies
(Gambar 1), yaitu kupang renteng atau
kupang merah
(senhoue’s mussel;
Musculita senhousia); kupang putih (white
clam; Corbula faba); kupang beras (asian
clam; Corbula amurensis); dan kupang
awung (greenish tagellus; Sinovacula
virens ). Sedangkan lorjuk (european razor
clam) yang teridentifikasi hanya ada satu
spesies, yaitu Solen vagina (Gambar 2.).
Data kelimpahan dan sebaran spesies
kupang dan lorjuk di lokasi penelitian
disajikan pada Tabel 1.
Dari Tabel 1, tampak bahwa hanya
ada empat dari lima stasiun lokasi
sampling yang dihuni oleh spesies kupang
dan/atau lorjuk, yaitu Kenjeran (dengan
hanya kupang merah dan lorjuk),
Dengan ketentuan: Ds : indeks distribusi spesies, nsi : jumlah individu spesies pada stasiun ke-i, dan Ns : jumlah indi�idu spesies total dari semua stasiun.
HasIL
Lokasi penelitian berada pada posisi geografis antara 07° 13’ 23,2”–07° 19’ 30,2” LS dan antara 122° 48’ 17,7”– 122° 51’ 41,3” BT, dan meliputi daerah Nambangan� Kenjeran, Kalisari, �onokro�mo, �onorejo hingga daerah perbatasan Surabaya�Sidoarjo (Dadapan).
Secara umum, kondisi fisika�kimia lingkungan menunjukkan salinitas air di antara 10–30 ppm (payau), salinitas substrat relatif konstan antara 20–33 ppm, pH berkisar antara 7,5–9 (sedikit basa), suhu air antara 28–32° C (hangat), dan kecerahan antara 39–173 cm (keruh). Kondisi tersebut merupakan karakteristik umum perairan pantai (estuari).
Kondisi lingkungan di perairan Pamurbaya seperti kandungan organik dan tekstur substrat bervariasi pada setiap daerah. Daerah �onorejo�Dadapan dicirikan oleh
Affandi, Irawan, Soegianto, dan Rosmanida
substrat berpasir dengan bahan organik relatif tinggi; Kalisari lumpur halus dengan bahan organik tinggi, dan Kenjeran berpasir kasar dengan sedikit bahan organik.
Kupang yang berhasil dikoleksi dan diidentifikasi tersusun atas empat spesies (Gambar 1), yaitu kupang renteng atau kupang merah (senhoue’s mussel; Musculita
senhousia); kupang putih (white clam; Corbula faba);
kupang beras (asian clam; Corbula amurensis); dan kupang awung (greenish tagellus; Sinovacula virens ). Sedangkan lorjuk (european razor clam) yang teridentifikasi hanya ada satu spesies, yaitu Solen vagina (Gambar 2.). Data kelimpahan dan sebaran spesies kupang dan lorjuk di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 1.
Dari Tabel 1, tampak bahwa hanya ada empat dari lima stasiun lokasi sampling yang dihuni oleh spesies kupang dan/atau lorjuk, yaitu Kenjeran (dengan hanya kupang merah dan lorjuk),
Gambar 1. Spesies kupang yang terdapat di perairan Pantai
Timur Surabaya. (a) Musculita senhousia (Benson in Cantor, 1842), “kupang renteng”, cara hidup dan satuan-satuan individu; (b) Corbula faba; “kupang putih”; (c) Corbula amurensis; “kupang beras”; dan (d) Sinovacula virens (L., 1767); “kupang awung”.
Gambar 2. Solen vagina (L., 1758), satu-satunya spesies lorjuk
yang terdapat di perairan Pantai Timur Surabaya, melimpah di substrat berpasir pada zona intertidal.
�onokromo (didapati kupang merah, kupang putih, dan lorjuk), serta �onorejo dan Dadapan (keduanya dihuni oleh semua spesies kupang dan lorjuk). Tidak satupun spesies kupang ataupun lorjuk yang dikoleksi di Kalisari. Dari keempat stasiun penelitian tersebut, kupang merah dan lorjuk ditemui pada semuanya, kupang putih menempati pada tiga stasiun yaitu �onokromo, �onorejo, dan Dadapan, sedangkan kupang beras dan kupang awung sama�sama menempati pada dua stasiun yang sama yaitu �onorejo dan Dadapan. Dari hasil penghitungan indeks distribusi, diketahui lorjuk merupakan satu�satunya spesies yang mempunyai tingkat sebaran tinggi.
Tingkat preferensi dari masing�masing spesies kupang dan lorjuk terhadap kadar bahan organik dan tekstur substrat diketahui dengan menggunakan uji korelasi. Nilai koefisien korelasi antara kelimpahan setiap spesies dengan data
pengukuran beberapa parameter substrat meliputi tekstur (fraksi kerikil, pasir, dan lumpur�lempung) serta bahan organik substrat disajikan pada Tabel 2. Dari nilai koefisien korelasi ini dapat dinyakan bahwa kupang merah (Musculita
senhousia) cenderung menyukai habitat bersubstrat dasar
pasir dengan kadar organik rendah, kupang putih (Corbula
faba) menyukai substrat dasar berpasir dan menghindari
substrat halus, dan lorjuk
(Solen �agina) juga cenderung menyukai substrat dasar berpasir meskipup dengan tingkat korelasi yang relatif rendah.
PEMBaHasaN
Informasi yang didapati dari penelitian ini menunjukkan bahwa di perairan Pamurbaya tersusun atas empat spesies
kupang, yaitu kupang renteng atau kupang merah (Musculita
senhousia), kupang putih (Corbula faba), kupang beras
(Corbula amurensis), dan kupang awung (Sinovacula); serta satu spesies lorjuk, yaitu Solen vagina. Hasil ini sesuai dengan kenyataannya, bahwa jenis�jenis kupang di perairan pantai Timur Surabaya yang dipanen oleh masyarakat Surabaya dan sekitarnya selama ini hanya tersusun atas empat spesies tersebut (Affandi, 2008). Demikian pula spesies lorjuk, juga hanya ada satu spesies (Affandi, 2008; Trisyani dan Irawan (2008).
Mengenai distribusi atau daerah sebaran spesies, diketahui bahwa keberadaan masing�masing spesies kupang dan lorjuk di perairan Pantai Timur Surabaya tidak terjadi secara spontan atau secara acak melainkan sangat berkaitan dengan preferansi atau pemilihan terhadap
tabel 1. Kelimpahan spesies kupang dan lorjuk pada setiap stasiun dan tingkat distribusinya di perairan Pantai Timur Surabaya
stasiun / titik sampling
Kelimpahan (jumlah individu/m²) spesies Kupang dan Lorjuk
Kupang Lorjuk
Solen vagina Musculita senhousia Corbula faba C. amurensis Sinovacula virens
Kenjeran 1 2 3 6.711 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 274 112 106 Kalisari 1 2 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Wonokromo 1 2 3 0 16.222 0 178 185 0 0 0 0 0 0 0 0 8 22 Wonorejo 1 2 3 141 10.807 1.459 0 303 0 0 163 0 9.792 0 0 15 22 44 Dadapan 1 2 3 429 4.837 0 1148 941 0 1.244 0 0 1.141 0 0 0 0 66 Total 26.006 2.755 1.407 10.933 669 Indeks Distribusi 1,457 1,333 0,359 0,335 1,727
tingkat Distribusi Sedang Sedang Sangat Sempit Sangat Sempit tinggi
tabel 2. Koefisien korelasi (r) dan koefisien determinasi (r2) masing-masing spesies kupang dan lorjuk dengan kadar bahan organik dan tekstur substrat
spesies Kupang dan Lorjuk Kadar Bahan Organik
fraksi substrat
Kerikil Pasir Lumpur-lempung
r r2 r r2 r r2 r r2 Musculita senhousia -0,24 0,0576 -0,26 0,0676 0,45 0,2025 -0,28 0,0784 Corbula faba 0,29 0,0841 0,07 0.0049 0,64 0,4096 -0,62 0,3844 C. amurensis -1* 1* 1* 1* 1* 1* -1* 1* Sinovacula virens -1* 1* -1* 1* -1* 1* 1* 1* Solen vagina -0,22 0,05 0,08 0,0064 0,4 0,16 -0,3 0,09
Affandi, Irawan, Soegianto, dan Rosmanida 1
habitat yang sesuai. Musculita senhousia dan Corbula faba mempunyai tingkat distribusi sedang, Corbula amurensis dan Sinovacula virens mempunyai tingkat distribusi sangat terbatas, dan Solen vagina mempunyai tingkat distribusi luas. Ada kecenderungan bahwa spesies�spesies tersebut, yaitu Musculita senhousia, Corbula faba dan Solen vagina memiliki preferensi terhadap substrat bertekstur pasir dengan kadar bahan organik yang rendah. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Sabelli (1979) dan Hook (1999) bahwa Solen vagina lebih menyukai tipe sustrat berpasir dibanding dengan tipe substrat yang lain.
Beberapa faktor utama yang menyangkut kemantapan komunitas bentik laut, berhubungan dengan berbagai aspek ekologi lar�a. �ilson (1952 dalam Nybakken, 1998) menjelaskan bahawa lar�a hewan�hewan bentik dapat memilih daerah yang akan mereka tempati. Jadi, larva tidak menetap begitu saja pada substrat yang ada jika sudah tiba waktunya untuk bermetamorfosis menjadi dewasa. Lar�a memiliki kemampuan untuk “mencoba” substratnya. Jika substrat tidak baik, mereka tidak menetap atau bermetamorfosis (Nybakken, 1998). Ini berertibahwa tipe substrat tertentu akan menarik jenis larva tertentu dan menolak jenis yang lain. Lar�a juga bereaksi terhadap adanya organisme dewasa dari spesies yang sama, di mana banyak larva lebih senang menetap ndi tempat yang terdapat spesies dewasanya. Lar�a tertarik ke suatu daerah oleh bahan kimia atau feromon yang dikeluarkan oleh organisme dewasa (Meadows, 1962 dalam Nybakken, 1998). Mekanisme ini menjamin kelangsungan hidup yang muda karena dengan terdapatnya hewan dewasa berarti daerah itu cocok untuk habitat hidup, sehingga juga menjamin kelestarian komunitas.
KEPUstaKaaN
Abbott C dan Dence SP 2000. Compendium of Seashells: a full color guide to more than 4,2000 of the worlds marine shells. Odyssey Publ. California USA.
Affandi M, Irawan B, dan Soegianto A, 2005. Profil Perairan pantai Timur Surabaya dari Tinjauan Komunitas Makrofauna Benthik, Laporan Penelitian Hibah Riset, Jur. Bio. FMIPA Unair.
Affandi M, Irawan B, dan Soegianto A, 2009. Exploration and Visualization of Benthic Polychaete Species in Costal �aters, East Surabaya – Indonesia, Proc. ICORAFSS, 2–4 June 2009, The ZON Regency, Johor Bahru, Malaysia. Affandi M, 2008. Di�ersitas Kerang Konsumtif di Sentra Produksi
Kerang Kenjeran Surabaya, Proc. Seminar Nasional
Biodiversitas II. Dep. Bio. FST Unair.
Affandi M, Burhan AL, Rosmanida, Hamidah, dan Nurtiati, 1994. Studi Komposisi Jenis dan Penyebaran Crustacea Planktonik di Perairan Pantai Timur Surabaya. Laporan
Penelitian. Lemlit�Unair. Surabaya.
Brower JE, Zar JH, dan �on Ende CN, 1998. Field and Laboratory Methosds for General Ecology. �CB/Mac Graw Hill Companies, USA.
Dahuri R, Rais J, Ginting SP, dan Sitepu MJ, 1996. Pengelolaan Sumber Daya �ilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
De Bruyne RH, 2003. The Complete Encyclopedia of Shells. Rebo Production b.�., Lise.
Dharma B, 1988. Siput dan Kerang Indonesia (Indonesian Shells) I. PT. Sarana Graha. Jakarta.
Dharma B, 1992. Siput dan Kerang Indonesia (Indonesian Shells II). Verlag Christa Hemmen, �iesbaden Federal Republic of Germany.
Gosner KL, 1971. Guide to Identification of Marine and Estuarine In�ertebrate. �iley�Interscience, a Di�ision of John �iley & Sonc, Inc.
Hook P, Sea Shell. PRC Publ. Ltd. London.
Mann KH, 1982. Ecology of Coastal waters A Systems Approach, Blackwell Scientific Publ. Melbourne).
Nybakken J� 1998. Biologi Laut: suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia, Jakarta.
Odum EP, 1993. Dasar�dasar Ekologi Edisi Ketiga (cetakan kedua). Gadjah Mada Uni�ersity Press. Yogyakarta. Pagcatipunan RN, Tortell P, dan Silaen 1981. A Preliminary
Sur�ey of the De�elopment Potential of Shellfish Farming In Indonesia. Directorate General of Fisheries Jakarta, Indonesia.
Sabelli B, 1979. Guide to Shell. Simon and Schuster Publ. New York.
Trisyani N dan Irawab B (2008). Kelimpahan Lorjuk (Sollen
vaginalis) di Pantai Timur Surabaya. Ilmu Kelautan.