• Tidak ada hasil yang ditemukan

hlm. 9 Reaktualisasi Tradisi Keilmuan Islam, ITTAQA Press, Yogyakarta, 1998, hlm. 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "hlm. 9 Reaktualisasi Tradisi Keilmuan Islam, ITTAQA Press, Yogyakarta, 1998, hlm. 2"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kedatangan Islam merupakan sebuah revolusi yang selama berabad-abad telah berperan secara sangat signifikan dalam panggung sejarah kehidupan umat manusa. Tidak diragukan lagi, Islam telah menjadi penanda perubahan, bukan hanya dalam teologi, namun juga dalam sosial dan ekonomi.1 Sehingga umat Islam harus senantiasa berusaha melakukan pembaharuan, penyegaran, atau pemurnian pemahaman umat kepada agama.

Gerakan pembaharuan pemikiran Islam adalah sebuah kenyataan historis, sebagai cermin implementasi respon positif terhadap modernisme, untuk kemudian melahirkan dinamika dan gerakan pemikiran yang beragam dan secara diametral masing-masing berbeda.2

Dalam perkembangan pemikiran Islam kontemporer, tidak hanya didominasi oleh golongan yang mengarah pada perubahan-perubahan khazanah klasik atau golongan yang bersikap kritis terhadap tradisi-tradisi lama, tetapi ada juga kelompok pemikiran Islam yang berusaha melestarikan tradisi keilmuan Islam yang telah mapan serta memanfaatkannya untuk membendung aspek negatif dari gerak arus pembangunan dan modernisasi dalam segala bidang.3

Dalam

1

Ashar Ali Anginner, Islam dan Teologi Pembebasan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,1999, hlm. 9

2

Ahmad Hasan Ridwan, Reformasi Intelektual Islam : Pemikiran Hassan Hanafi Tentang

Reaktualisasi Tradisi Keilmuan Islam, ITTAQA Press, Yogyakarta, 1998, hlm. 2

3

Amin Abdullah, Falsafah Kalam, Yogyakarta, Pustaka Pelakar, 1997, hlm.30. Bandingkan dengan Khudori Sholeh yang mengklasifikasikan pemikiran Islam menjadi lima tern besar yang dominan, yaitu Pertama, Fundamentalistik yaitu kelompok yang percaya secara penuh dalam memahami doktrin Islam sebagai satu-satunya pilihan untuk kebangkitan umat dan manusia. Kedua, tradisionalistik, suatu kelompok pemikiran yang berpegang teguh pada tradisi-tradisi yang telah mapan. Ketiga, Reformistik, yaitu barisan yang berusaha merekonstruksi warisan-warisan budaya Islam dengan cara memberi tafsiran-tafsiran baru agar bisa tetap survive dan di terima dalam kehidupan modern. Keempat, Postradisionalistik, kelompok pemikiran yang berusaha mendekonstruksi warisan-warisan budaya Islam berdasarkan standar-standar modernitas.

(2)

perkembangan pemikiran kontemporer pada golongan ini dapat di jumpai pada pemikiran Husain Nasr, Muthahhari, Naquib al-Attas dan Ismail Faruqi. Husain Nasr misalnya, selalu menekankan begitu pentingnya menjaga warisan khazanah keilmuan Islam klasik seperti yang telah di bangun oleh al- Farabi, Ibnu Sina, Suhrawardi, Ibnu Arabi dan lain-lain.4 Karya-karya Husain Nasr di fokuskan pada sisi metafisik dari rancang bangun keutuhan pemikiran manusia.

Kelompok pemikiran Islam yang ini, nyaris tertutup dalam mengakomodasikan muatan pengalaman manusia yang berkembang sebagai akibat persentuhannya dengan dinamika ilmu pengetahuan dalam keutuhan pengalaman spiritual keberagamaan manusia.5

Sedangkan kelompok pemikiran Islam yang melakukan perubahan-perubahan terhadap khazanah Islam klasik atau kelompok pemikiran keagamaan yang bersifat kritis cenderung untuk mengakomodasikan nuansa perkembangan ilmu pengetahuan manusia dalam segala bidang dan mencoba menarik manfaat untuk mencari penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan.

Menurut kelompok ini, umat Islam sesungguhnya telah mempunyai budaya dan tradisi ( turats ) yang bagus dan mapan. Namum, tradisi – tradisi tersebut harus di bangun kembali secara baru ( i’adah bunniyah min al- jadid ) dengan kerangka modern dan prasyarat rasional agar bisa tetap

pandang agama serta kecendrungan mistis yang tidak berdasarkan nalar praksis. Khudori Sholeh, “Tipologi Pemikiran Islam Kontemporer”, dalam Khudori Sholeh (ed), Pemikiran Islam

Kontemporer, Yogyakarta, Jendela, 2003, hlm.xiv. Lihat juga klasifikasi para pemikir Islam

Kontemporer Mesir yang di lakukan oleh Hassan Hanafi yang terbagi ke dalam tiga visi, yaitu :

Islam Konservatif yang terdiri Abd al- Halim Mahmud, Muhammad Al- Bahi, Anwar Al- Jundi,

Rasyid Ridha, dan umumnya para pemikir pergerakan Islam kontemporer. Islam Progresif terdiri dari Hassan Hanafi dan Nasr Hamid Abu Zaid. Muhammad Abid Al-Jabiri, Amin Al- Khuli, Kamal Abu Al-Majd, Fahmi Huwaidi, dan Shalah Al-Jursyi. Islam Reformis Moderat terdiri dari Hasan Al-Banna, Muhammad Quthb, Malak Hifni Nashif, Muhamad Al-Ghazali, Muhammad Imarah dan sebagian besar pemikir kelompok Ikhawan Muslimin. Hassan Hanafi, Islam Garda

Depan: Mosaik Pemikiran Islam Timur Tengah, M. Aunul Abied (ed), Bandung, Mizan, 2001,

hlm. 22 4

Ibid, hlm. xvii 5

(3)

survive dan di terima dalam kehidupan modern.6 Dengan demikian kelompok pemikiran Islam kontemporer yang mampu menjawab tantangan zaman adalah kelompok yang selalu bersikap kritis untuk mereaktualisasikan khazanah Islam, karena memasuki dan ikut serta dalam abad modern bukanlah persoalan pilihan, melainkan suatu keharusan sejarah kemanusiaan (Historical Ought).7

Kecenderungan pemikiran ini antara lain, sepeti, Asghar Ali Angineer, Hassan Hanafi, Bintu Asy-Ayathi, Amina Wadud, M. Imarah, M. Khalafallah dan Hasan Nawab.

Asghar Ali Angineer sebagai salah satu tokoh tersebut telah memunculkan gagasan teologi pembebasan di Amirika latin, Revolusi di Iran, serta Libya yang berhasil membukakan mata masyarakat modern dan secara masif berjasa mematahkan klaim-klaim negatif terhadap agama.8 Dalam perkembangan gender muncul tokoh Amina Wadud yaitu seorang perempuan pemikir kontemporer yang mencoba melakukan rekonstruksi metodologis tentang bagaimana menafsirkan al-Qur`an agar dapat menghasilkan sebuah penafsiran yang sensitif gender dan berkeadilan.9

Dari beberapa tokoh pemikiran Islam kontemporer tersebut muncul juga pemikiran kontemporer dengan corak dan substnasi dasar khas serta posisi yang unik diantara para pemikir muslim, yaitu Hassan Hanafi, tokoh yang satu ini mempunyai julukan khas yaitu tokoh revolusioner dalam rangka mereaktualisasikan pemikiran Islam10

Ada beberapa gagasan yang ditawarkan dalam kiri Islam yang di munculkan oleh Hassan Hanafi yaitu: Pertama, revitalisasi khazanah

6

Khudori Sholeh, op.cit., hlm. xviii 7

Nurcholis Madjid, Makna Modernitas dan Tantangannya terhadap Iman, dalam Islam

Doktrin dan Peradaban, Paramadina, Jakarta ,1992, hlm. 458

8

M. In’am Esha, Asghar Ali Angineer : Menuju Teologi Pembebasan dalam Khudori Sholeh (ed), Pemikiran Islam Kontemporer, Yogyakarta, Jendela, 2003, hlm. 92

9

Abdul Mustaqim, “Amina Wadud: Menuju Keadilan Gender”. dalam Khudori Sholeh (ed), Pemikiran Islam Kontemporer, Yogyakarta, Jendela, 2003, hlm. 65

10

(4)

klasik Islam (Ihya’ at-turats al-qadim), Kedua, menjawab tantangan peradaban Barat ( tahadda al-hadarah al-garbiyah), Ketiga, mencari unsur-unsur revolusioner dalam agama (min ad-di ila as-Tsaurah), dan Keempat, menciptakan integritas nasional Islam (wihdah wataniyah al-Islamiyah).11

Bagi Hassan Hanafi, rekonstruksi adalah pembangunan kembali warisan-warisan Islam berdasarkan spirit modernitas dan kebutuhan muslim kontemporer.12 Rekonstruksi yang dilakukan Hassan Hanafi di fokuskan pada khazanah Islam klasik , yaitu Filsafat Islam, Teologi Islam, dan Hukum Islam. Dalam memunculkan gagasan reaktualisasi pemikiran Islam Hassan Hanafi berdiri di atas landasan metodologi yang dibangun dari filsafat materialisme historis, filsafat fenomenologi, filsafat hermeneutik dan filsafat eklektik.13

Menurut pandangan Hassan Hanafi, teologi (Ilm al-Kalam) di anggap ilmu yang paling fundamental dalam Islam yang harus dibangun kembali sesuai dengan prespektif dan standar modernitas.14 Di samping itu dalam proses sejarah perkembangan ilmu kalam, para pengamat sulit untuk tidak mengambil kesimpulan bahwa sejak dari semula pemikiran teologi Islam atau kalam sudah tidak dapat dipisahkan dari dominasi kekuasaan politik. Sehingga esensi dan substansi pemikiran ketuhanan yang termanifestasikan dalam etika sosial dan spiritualitas keberagaman kurang mendapat porsi yang menggigit dalam tradisi ilmu kalam.15

Di samping masalah itu, konsep-konsep pada khazanah Islam klasik tentang teologi juga terlalau teosentris (melangit), tidak berkaitan dengan persoalan kemanusiaan sehingga tidak memberikan kontribusi positif pada

11

Ahmad Hasan Ridwan, op. cit., hlm. 7 12

Khudori Sholeh (ed), hlm. xix 13

Ahmad Hasan Ridwan, lok.cit. 14

Khudori Soleh (ed).,op. cit., hlm. xix 15

Amin Abdullah, op. cit., hlm. 38. Lihat juga pada Harun Nasution, Teologi Islam, UIP, Jakarta, hlm 1 yang mengatakan bahwa munculnnya persoalan teologi di awali dengan persoalan-persoalan yang timbul di bidang politik.

(5)

kehidupan kongkrit muslim.16 Selain itu, salah satu kesimpulan Hassan Hanafi dalam melacak penyebab utama krisis pada khazanah Islam klasik adalah tidak adanya kajian atas manusia.17

Salah satu pembaharuan yang digagas Hassan Hanafi adalah mengubah teologi Asy’ariyah18 yang teosentris menjadi antroposentris. Misalnya, term Wahdaniyyah (keEsaan) yang hanya membicarakan keesaan Tuhan, penyucian Tuhan dari paham Syirik yang diarahkan pada paham trinitas maupun politeisme, yang kemudian diarahkan pada ekspermentasi kemanusiaan. Wahdaniyyah adalah pengalaman umum kemanusiaan tentang kesatuan : kesatuan tujuan, kesatuan kelas, kesatuan nasib, kesatuan tanah air, kesatuan kebudayaan dan kesatuan kemanusiaan.19

Dari tawaran Hassan Hanafi tersebut pada prinsipnya adalah ide teologi yang tidak sekedar ediologi doktrinal sebagaimana dipahami Asy’ari, Baqilani maupun Al-Ghazali tetapi lebih sebagai idiologi revolusi idiologis yang dapat memotifasi kaum muslim modern untuk beraksi melawan despotisme kaum muslim dan penguasa otoriter.20

Aliran teologi Asy’ariyah menjadi sorotan dunia yang dianut mayoritas muslim mempunyai pandangan terhadap dunia yang

16

Khudori Sholeh (ed) op. cit., hlm. 159 17

Hassan Hanafi tidak bermaksud menafikan tentang beberapa kajian tentang manusia dalam khazanah Islam klasik. Misalnya ilmu ushul al-din yang pada dasarnya memperlihatkan studi tentang manusia, eksistensi tentang manusia, esensi manusia, sejarah manusia, gerakan manusia, masyarakat manusia, akan tetapi dalam kajiannya tidak independen sehingga justru akan mengeluarkan manusia dari esensinya. Selain itu eksistensi manusia dalam setiap pengetahuan dan pemikiran telah ditutup oleh beribu selubung linguistik, ideologi, mitos dan aturan-aturan. Kazuo Shimogaki, Kiri Islam, LkiS, Yogyakarta,2000, hlm. 47

18

Aliran teologi tradisional yang di susun oleh Abu al- Hasan al- Asy’ari ( 935 M) yang cenderung pada wahyu dan menomorduakan akal. Lihat Harun Nasution, op. cit, hlm. 9. Dalam pandangan Hassan Hanafi, Asy’ariyah merupakan basis kekuatan dalam pandangan dunia mayoritas Muslim, basis ideologi dalam kemapanan kekuasaan dan sekaligus sebagai basis perilaku fatalistik pada sebagian besar masa Islam, yang menunggu pertolongan dan inspirasi dari surga. Kazuo Shimogaki, op.cit. hlm 67

19

Hassan Hanafi, Minal al-Aqidah ila al-Tsaurah, Kairo, Maktabah Mabduli, 1991, hlm. 311

20

(6)

deterministik, sentralistik dan otoritatif. Imbas dari pandangan itu adalah munculnya ide penguasa tunggal, penyelamat agung, ketundukan pada penguasa, sehingga seorang penguasa politik yang mengatakan sebagai pelayan kesejahteraan rakyat (Khadim al-umat), tetapi pada saat yang sama ia bersikap otoriter (menggunakan karakter kemutlakan Tuhan) yang akhirnya struktur semacam ini akan menciptakan despotisme di dunia Islam.21

Tantangan kalam dan teologi Islam kontemporer adalah isu-isu kemanusiaan universal, pluralisme keagamaan, kemiskinan struktural, kerusakan struktural, kerusakan lingkungan dan lain sebagainya. Karena teologi dalam agama apapun hanya berbicara tentang Tuhan (teosentris) dan tidak mengkaitkan dikursusnya dengan persoalan kemanusiaan universal (antroposentris), sehingga lambat laun akan terjadi out of date.22

21

Kazuo Shimogaki, op.cit., hlm. 46. Kritik Hassan Hanafi bahwa Asy’ari adalah penyebab kemunduran Islam terasa terlalu menyederhanakan masalah di samping tidak didasarkan investigasi historis yang memadai dan kongkret. Kenyataannya, Asy’ariyah telah berjasa dalam menemukan keharmonisan mistis antara ukhrawi dan duniawi, meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat muslim sekarang yang Asy’ariyah terbelakang dibandingkan Barat. Khudori Soleh (ed), op. cit., hlm. 172

22

Dalam hal ini Hassan Hanafi menulis sebagai berikut: “ ….. Adapun falsafah Yunani,

baik yang terkait dengan konsepsi, pilihan kosa kata maupun cara pemecahannya, tiak lain dan tidak bukan hanyalah menggambarkan pola pemikiran klasik era Yunani itu sendiri. Pola pemikiran Yunani merupakan pola pikiran yang berlaku pada era atau penggal sejarah tertentu dalam sejarah pemikiran manusia dan dengan demikian kita tidak boleh hanya berhenti sampai disitu saja untuk selama-lamanya. Filsafat Islam pun, sebenarnya bukanlah hanya terbatas pada era penggal sejarah Islam klasik saja. Filsafat Islam merefleksikan gerak pergumulan dialektik antara peradaban Islam dan peradaban yang hidup disekelilingnya, pada waktu kapan pun. Konsekuensinya, diskursus falsafah Islam era kontemporer seharusnya bergumul dan beradapan langsung dengan riak gelombang pemikiran dan peradaban Barat. Penggunaan istilah-istilah dan kunci-kunci pemikiran Barat adalah merupakan bangunan yang tak terpisahkan dari diskursus falsafah Islam kontemporer. Jika al-Safa dahulu menganggap penting perlunya penyesuaian antara Syari’ah Islam dan Falasafah Yunani, maka, pada gilirannya sekarang, saya mengatakan bahwa Falsafah Islam perlu bergumul, bersentuhan dan berinteraksi langsung dengan diskursus falsafah yang hidup dalam kebudayaan dan kesadaran Eropa, yang telah berhasil membedah persoalan-persoalan kemanusiaan (Antropologi) dan menempatkannya sebagai persoalan yang lebih pokok untuk di telaah dan di kaji, dari pada hanya terjebak pada persoalan-persoalan ketuhanan klasik semata. Dan gagasan pemikiran seperti itulah yang sekarang perlu kita upayakan, yakni, pergeseran wilayah pemikiran yang dulunya hanya memikirkan persoalan-persolan” teologi” (Ketuhanan) klasik kearah paradigma pemikiran yang lebih menelaah dan mengkaji secara serius persoalan-persoalan”kemanusiaan” (Antrolplogi). “ yang di kutib

dari bukunya Dirasat Islamiyah, Maktabtu Al-Ajilo Al-Misriyyah oleh Amin Abdullah. Falsafah

(7)

Dari beberapa pembaharuan pemikiran Islam Hassan Hanafi tersebut adalah sebuah usaha untuk menarik gagasan-gagasan sentral agama demi kepentingan kemanusiaan, antropormistik-humanistik.23 Sehingga apa yang di maksud tauhid bukanlah akidah dalam pengertian gambaran teoritis semata-mata, melainkan sebuah “ mekanisme kerja mengesakan” sebagai bentuk kerja emosional yang didalamnya seseorang menyatukan segala kekuatan dan kemampuannya menuju hakikat yang satu dan yang mutlak.24

Pemikiran seperti ini muncul karena adanya keyakinan bahwa teologi tidak ada kaitannya dengan realitas sosial.25 Pertanyaan yang muncul kemudian adalah teologi semacam apa yang bisa dijadikan basis transformasi sosial? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dimunculkan istilah teologi humanistik.

Pengertian teologi secara etimologi, adalah “ teologi (theologi) yang berasal dari Inggris: theology; dari Yunani “theologia” yaitu theos (Tuhan, Allah) dan logos (Wacana, ilmu).26 Dalam Islam teologi disebut juga ilmu al-Tauhid dan ilmu al-Kalam.Kata Tauhid mengandung arti satu atau esa. Hal ini diambil dari tujuannya yang pokok yaitu: “mengesakan Tuhan”, baik berupa dzat-Nya, sifat-sifat-Nya.27

Dalam konteks ini Hassan Hanafi mempunyai pengertian tersendiri tentang teologi. Ia menolak pengertian teologi sebagai “ilmu tentang Tuhan”, definisi yang diberikan olehnya yaitu, ilmu tentang perkataan

23

Khidhori Sholeh, op. cit, hlm. 166 24

Perkataan tauhid secara bahasa merupakan “ kata benda aktif”, “bukan kata benda pasif”, yang menunjukkan kepada suatu proses, tidak menunjukkan substansi seperti halnya pada perkataan Wahid yang mengacu pada pola kata fa’il. Hassan Hanafi, terjemahan, Asep Usman Ismail dkk, Dari Akidah ke Revolusi, Paramadina, Jakarta, hlm. 9

25

Teologi dan realitas sosial merupakan sesuatu yang terpisah sama sekali. Teologi adalah wilayah ke-Tuhan-an, sedang realitas sosial adalah wilayah kemanusiaan. Rumadi,

Masyarakat Post-Teologi;Wajah Baru Agama dan demokratisasi Indonesia, Jakarta, Gugus Press,

2002, hlm. 24 26

Lorens Bagus, Kamus Filsafat, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996, hlm.1090 27 Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press, 1996, hlm. ix

(8)

(ilmu al-kalam), yaitu ilmu tentang analisis percakapan, bukan hanya sebagai bentuk-bentuk murni ucapan, namun juga sebagai konteks ucapan, yakni pengertian yang mengacu pada iman. Wahyu merupakan kehendak Tuhan berupa perkataan yang diturunkan kepada manusia, yang meliputi manusia secara menyeluruh. Sehingga teologi adalah antropologi28

Sedangkan Pengertian humanistik yang secara sederhana berarti “ kemanusiaan” berasal dari bahasa latin humanus yang berarti “bersifat manusia” atau sesuai kodrat manusia, yang diturunkan dari akar kata homo yang berarti manusai.29

Jadi, teologi humanistik yaitu sebauh konsep teologi yang bersifat kemanusiaan, yang merupakan transformasi makna teologi menuju antroplogi. Di sinilah pentingnya upaya “memanusiakan teologi” dan “menteologikan manusia”. Memanusiakan teologi berarti menjadikan teologi mempunyai visi kemanusiaan; dan menteologikan manusia berarti menjadikan manusia berbasis pemahaman teologis.30

Dalam konteks yang lebih jelas Hassan Hanafi menghendaki bahwa konsep tauhid harus ditampakkan supaya dapat dimengerti dan mempunyai makna dalam kehidupan kongkrit. Sehingga dalam konteks kemanusiaan yang lebih kongkrit, tauhid adalah upaya pada kesatuan sosial masyarakat tanpa kelas, ras dan warna kulit.31

Dengan demikian konsep teologi harus dipraksiskan dalam kehidupan kongkrit agar manusia dapat memanfaatkan konsep tersebut, sehingga manusia dapat menegaskan adanya supremasi dalam kehidupan

28

Muhidin M. Dahlan (ed), Sosialisme Religius Suatu Jalan Kempat?, Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2002, hlm. 176

29

A. Mangunhardjana, Isme-Isme dari A sampai Z, Kanisius, Yogyakarta, 1997, hlm. 93 30

Rumadi, op.cit., hlm. 24. 31

Khudori Sholeh (ed), op. cit., hlm.167. Dalam hal ini Hassan Hanafi juga mempunyai pemikiran-pemikiran universalitik yaitu, pengintegrasian wawasan keislaman dari kehidupan kaum muslimin ke dalam upaya penegakan martabat manusia melalui upaya pencapaian otonomi individual lebih penuh bagi warga masyarakat, penegakan kedaulatan hukum, penghargaan kepada hak-hak asasi manusia dan penguatan (enpowerment) bagi kekuatan massa rakyat jelata. Abdurrahman Wahid, “Hassan Hanafi dan Eksperimentasinya”, dalam Kazuo Shimogaki, Kiri Islam, LkiS, Yogyakarta, 2000, hlm. xvii

(9)

di dunia, untuk menjaga martabat dan derajatnya dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga dapat membela nilai-nilai kemanusiaan sebagai dasar berpikir untuk melihat semua persoalan.32

Dari dasar pemikiran tersebut, jelas bahwa reaktualisasi pemikiran Islam sangat di butuhkan. Dan pada studi kali ini difokuskan pada Teologi Humanistik yaitu sebauh konsep teologi yang bersifat kemanusiaan, yang merupakan transformasi makna teologi menuju antroplogi. Sebagai salah satu gagasan dalam melakukan reaktualisasi pemikiran Islam yang dibangun oleh Hassan Hanafi, karena gagasan-gagasan tersebut relatif aktual untuk perkembangan pemikiran dalam Islam. Oleh karena itu penulis mengadakan penelitian kepustakaan dengan judul ; TEOLOGI HUMANISTIK : Gagasan Reaktualisasi Pemikiran Islam Hassan Hanafi. B. Pokok Permasalahan

Dari beberapa uraian diatas, maka perumusan masalah yang hendak di kaji adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep teologi humanistik Hassan Hanafi

2. Apa yang melatar belakangi munculnya gagasan teologi humanistik Hassan Hanafi

3. Bagaimana relevansi dan pengaruh teologi humanistik dengan reaktualisasi pemikiran Islam di Indonesia

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan Skripsi Tujuan penulisan skripsi ini adalah:

1. Mengungkapkan konsep teologi humanistik Hassan Hanafi

2. Untuk mengetahui latar belakang munculnya gagasan teologi humanistik Hassan Hanafi

3. Untuk mengetahui relevansi dan pengaruh gagasan teologi humanistik dengan reaktualisasi pemikiran Islam di Indonesia

32 Lihat Musya Asy’ari, “Humanisme itu Rahmatan Lil’alamin”, Jawa Pos, 6 November 2003

(10)

Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah : di harapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi persoalan yang dihadapi umat dan dapat melengkapi literatur Islam yang terus dikembangkan.

D. Tinjauan Pustaka

Banyak tulisan tentang pemikiran Hasan Hanafi, baik dalam buku maupun artikel. Diantara tulisan-tulisan itu adalah:

Kazuo Shimogaki, Kiri Islam - Antara Modernisme dan Postmodernisme - Kajian Kritis Atas Pemikiran Hassan Hanafi, (Yogyakarta, 2000). Dalam buku ini menjelaskan tentang kiri Islam yang berupaya menggali dan mewujudkan makna revolusioner daya agama, sebagai konsekuensi dari keberpihakkan kepada rakyat yang lemah dan tertindas. Secara garis besar buku ini mengupas tentang pemikiran Hassan hanafi dalam kebangkitan Kiri Islam, kerangka metodologis Islam dan postmodernisme, serta tantangan barat terhadap Islam.

Ahmad Hasan Ridwan, Pemikiran Hassan Hanafi : Studi Historis Kritis Gagasan Reaktualisasi Tradisi Keilmuan Islam Tahun 1970-1990. (Bandung 1997). Sebuah kebutuhan untuk merekonstruksi pemikiran Islam yang bermula dari sebuah premis Hassan Hanafi, bahwa umat Islam kontemporer berada dalam kejumudan pemikiran yang disertai keterbelakangan segala sektor kehidupan. Dalam buku ini dikaji tentang latar belakang gagasan reaktualisasi pemikiran Islam yang berkaitan dengan bangunan metodologi (struktur fundamental) pemikiran Hassan Hanafi.

Ilham B. Saenong, Hermeneutika Pembebasan – Metodologi Tafsir Al- Qur`an Menurut Hassan Hanafi.(Teraja 2002). Membahas seperangkat metodologi hermeneutika Al-Qur`an yang concern pada masalah-masalah kritis dalam kehidupan manusia. Penelusuran terhadap historisitas teks untuk dilarikan terhadap masalah-masalah yang menghimpit proses kehidupan manusia.

Machasin, Teologi Revolusioner Hassan Hanafi dalam Islam Teolgi Aplikatif (Yogyakarta, 2003). Mengulas bagaimana posisi teologi

(11)

Islam terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi umat manusia dewasa ini. Dalam tulisan ini dijelaskan secara ringkas apa yang dimaksudkan Hassan Hanafi dengan adanya perpindahan dari aqidah ke sebuah revolusi dalam ilmu ushuluddin dan melihat secara kritis jangkauan dan muatan perubahannya.

Khudori Sholeh, Pemikiran Islam Kontemporer dalam Hermeneutika Humanistik (Yogyakarta, 2003). Mencari jawaban atas metode tafsir yang tekstualis dan realitas pemikiran Islam yang dianggap teosentris serta jauh dari problem kemanusiaan. Dalam menjalankan proses tersebut adalah sebuah kebutuhan untuk melakukan interpretasi dan kesadaran manusia untuk merealisasikan pemahamannnya akan teks dan kehidupan kongkret karena dengan itulah yang menyebabkan sebuah kitab suci menjadi agung dan bermakna.

Dari beberapa tinjauan pustaka diatas belum ada satu pun yang membahas secara khusus mengenai teologi humanistik Hassan Hanafi. E. Metode Penulisan Skripsi

1. Metode Pengumpulan Data

Penulisan skripsi ini berbentuk literer, maka metode yang digunakan adalah metode jenis “ Library Research”.33 (Penelitian Kepustakaan) yaitu mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara melalui studi pustaka atau telaah literer.

Dalam metode ini penulis menggunakan data-data sebagai berikut : a. Data Primer

Data ini merupakan data pokok dalam penulisan skripsi yang menjadi sumber penelitian dan pengkajian pemikiran Hassan Hanafi, yaitu : Hanafi, Hassan. Islam In The Modern World: Religion, Ideology, and Development, Vol. I. Anglo-Egyptian Bookshop, Kairo, 1995. Hanafi, Hassan. Islam In The Modern

33

Sutrisno, Metodologi Research, Rinika Cipta, Yogyakarta, 1992, hlm.63. Lihat juga pada Sutrisno Hadi, Metodologi Research; Untuk Penulis Paper, Skripsi, Tesis dan Desertasi, UGM Pers, Yogyakarta, 1980, hlm.9

(12)

World: Tradition, Revolution, and Culture, Vol. II. Anglo-Egyptian Bookshop, Kairo, 1995 Hassan Hanafi, Minal al-Aqidah ila al-Tsaurah, Kairo, Maktabah Madbuli, 1991

b. Data Skunder

Untuk mendukung data primer penulis menggunakan data skunder. Data ini diambilkan dari buku-buku yang membahas pemikiran Hassan Hanafi ataupun yang berbicara masalah teologi dan humanistik

2. Metode Pengolahan Data

Metode Analisis dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah dengan mengadalan pemerincian terhadap obyek yang diteliti dan menggabungkan beberapa pengertian, diharapkan nantinya, akan didapatkan pengetahuan baru untuk pemahaman dan kejelasan arti yang dipahami.34 metode itu adalah:

a. Metode Diskriptif

Diskriptif adalah metode secara umum mencoba memberikan penjelasan secara menyeluruh tentang suatu obyek untuk lebih memperjelas sebuah kajian tertentu.35 Penulisan skripsi ini tidak bersifat hipotesis yang berdasarkan penelitian lapangan, akan tetapi penelitian ini ditekankan pada metode diskriptif yang bersifat eksplorasi, yaitu dengan menggunakan gambaran pemikiran ataupun fenomena.36 Dengan demikian metode ini untuk menjelaskan beberapa pemikiran tokoh Hassan Hanafi tentang teologi humanistik sebagai salah satu gagasan reaktualisasi pemikiran Islam

b. Metode Kualitatif.

34

Sudarto, Metodologi penelitian Filsafat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hlm. 39-62

35

Consevela G. Sevilla, Pengantar Metode Penelitian, terj. Alimuddin Tuwu, UI-Pers, Jkarta,1993, hlm.24

36

(13)

Adalah sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata atau kalimat dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.37 Meminjam istilah Kirk dan Miller (1986:9) bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial, yang secara fundametal bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.38 Secara garis besar penelitian ini adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan yang tidak dapat di capai prosedur-prosedur statistik. Dengan demikian metode ini digunakan untuk menggambarkan pemikiran Hassan Hanafi tentang Teologi Humanistik karena problem tersebut tidak bisa di ukur dengan kuantitas.

3. Pendekatan Analisis

a. Metode Analisis Isi ( Content Analysis)

Untuk menganalisis data yang telah ada, penulis menggunakan analisis isi (Content Analysis).39 Yaitu dengan analisis terhadap pemikiran Hassan Hanafi tentang Teologi Humanistik sebagai gagasan reaktualisasi pemikiran Islam, bagaimana ide atau gagasan itu muncul, latar belakang dan kenapa ide itu dimunculkan. Penyusunan kalimat menurut pola yang sama, kelemahan-kelemahan pola berpikir yang sama, cara menyajikan bahan ilustrasi dan lain-lain. Analisis isi ini juga bertumpu pada metode analisis diskriptif, yaitu dengan cara menguraikan masalah

37

Ibid 38

Sudarto, op. cit. hlm. 62

39 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, T.th., hlm.85

(14)

yang sedang dibahas secara teratur mengenai seluruh konsepsi pemikiran tokoh yang bersangkutan.40

b. Metode Hermeneutika

Metode ini berarti menafsirkan, metode hermeneutik dalam tradisi Islam sangat dikenal dalam istilah ilmu tafsir, karena yang menjadi obyek kajian adalah pemahaman terhadap makna dan pesan yang terkandung dalam sebuah teks.41 Dalam hal ini penulis melihat beberapa faktor yaitu : melihat kondisi kejiwaan Hassan Hanafi pada saat memunculkan gagasan tersebut, kalimat atau bahasa yang digunakan Hassan Hanafi kaitannya dengan bagaimana beliau memahami ayat serta dengan melihat kondisi saat ini.

F. Sistimatika Penulisan

Untuk memudahkan dalam mencapai kesimpulan terakhir seperti yang diharapkan, penulis akan mensistematiskan penulisan skripsi yang merupakan suatu cara untuk menyusun penelitian dari data dan bahan yang disusun menurut urutan sehingga menjadi susunan skripsi yang sistematis. Dalam penulisan skripsi ini secara keseluruhan terbagi menjadi V (lima) BAB.

BAB I Pendahuluan yang mencakup latar belakang munculnya gagasan reaktualisasi pemikiran Islam Hassan Hanafi tentang teologi humanistik, pokok masalah, tujuan dan manfaat penulisan skripsi, tinjauan pustaka, metode penulisan skripsi serta sistematika penulisan skripsi.

BAB II Reaktualisasi Pemikiran Islam yang meliputi, pengertian reaktualisasi pemikiran Islam, sejarah munculnya gagasan reaktualisasai pemikiran Islam serta aliran, tokoh dalam reaktualisasi pemikiran Islam serta Teologi humanistik sebagai bentuk reaktualisasi pemikiran Islam,

40

Anton Bakker dan Ahmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat,Yogyakarta, Kanisius, 1990, hlm. 65

41

(15)

yang terdiri dari pengertian teologi dan humanistik, serta bentuk teologi humanistik sebagai reaktualisasi pemikiran Islam.

BAB III. Membahas teologi humanistik Hassan Hanafi yang mencakup, riwayat hidup dan karya-karya Hassan Hanafi dan pemikirannya tentang konsep teologi humanistik yang meliputi pandangan Hassan Hanafi tentang teologi humanistik, sejarah teologi humanistik dan konsep teologi humanistik..

BAB IV. Teologi humanistik Hassan Hanafi dan reaktualisasi pemikiran Islam di Indonesia, yang terdiri dari pembahasan corak pemikiran Hassan Hanafi tentang teologi humanistik, relevansi dan pengaruh teologi humanistik dengan perkembangan pemikiran Islam di Indonesia serta kritik gagasan teologi humanistik Hassan Hanafi sebagai reaktualisasi pemikiran Islam.

BAB V. Penulisan skripsi ini diakhiri dengan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari penulisan skripsi, saran-saran dan penutup.

(16)

Referensi

Dokumen terkait

pakaian dengan keunikan dan kekhasan pulau Lombok yang memiliki daya tarik. Suvenir pakaian yang berkembang saat ini memiliki tema dan karakteristik desain yang

Kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan terkait dengan metode yang digunakan dalam pengakuan pendapatan sudah baik, tapi penulis menyarankan agar apabila pihak

Pada saat DSO dibuat, untuk tipe penjualan yang menggunakan Sales Program Subsidi, Subsidi Barang Bonus, dan TAC (Scheme dan Insentif Finance Company), maka One-D

·   Untuk  mana­mana  transaksi  yang  melibatkan  penukaran  matawang  asing  (iaitu  Matawang  Brunei  kepada  Matawang  Asing,  Matawang  Asing  kepada 

Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang.Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

Dalam tahap identifikasi, dapat dipandang dari dua sudut yaitu dari segi prospek (calon donatur) dan kegiatan (proyek). Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala

Daya tarik yang dimiliki Wisata Alam Pantai Air Terjun Tompa Ika memiliki keunikan sumber daya alam yang sangat menarik dan beragam, sehingga sangat berpotensi dijadikan

Namun demikian, belum semuanya dapat tertampung, sebagai akibatnya masih banyak tenaga kerja yang pada umumnya kurang trampil mau dan bersedia bekerja apa saja, asal mendapat upah