• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN KESANTUNAN BERBAHASA DALAM WACANA SMS PEMBACA DI SURAT KABAR TERBITAN JAWA TENGAH. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL PENELITIAN KESANTUNAN BERBAHASA DALAM WACANA SMS PEMBACA DI SURAT KABAR TERBITAN JAWA TENGAH. Oleh"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL PENELITIAN

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM WACANA SMS PEMBACA DI SURAT KABAR TERBITAN JAWA TENGAH

Oleh

1. Sutji Muljani, M.Hum. (Ketua) 2. Evi Chamalah, S.Pd. (Anggota)

PROGDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN

UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL 2011

(2)

ABSTRAK

Muljani, Sutji dan Evi Chamalah. 2011. “Kesantunan Berbahasa dalam Wacana SMS Pembaca di Surat Kabar Terbitan Jawa Tengah”

Kata Kunci : kesantunan berbahasa, wacana SMS pembaca, surat kabar terbitan Jawa Tengah.

Bahasa merupakan cermin kepribadian seorang, bahkan, bahasa merupakan cermin kepribadian bangsa (Pranowo 2009:3). Artinya, ketika seseorang sedang berkomunikasi dengan bahasanya dan mampu menggunakannya secara baik, benar, dan santun, hal tersebut merupakan cermin dari sifat dan kepribadian pemakainya.

Bahasa yang digunakan oleh pembaca terkadang tidak memperhatikan prinsip kesantunan. Menurut Grice (dalam Rustono 1999:66) prinsip kesantunan adalah prinsip yang berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial, estetis, dan moral dalam bertindak tutur. Prinsip kesantunan diperlukan untuk melengkapi prinsip kerjasama dan mengatasi kesulitan yang timbul akibat penerapan prinsip kerjasama. Prinsip kerjasama juga bertujuan agar para peserta tutur dapat melakukan tuturan dengan santun dan dapat menjaga hubungan sosial dengan mitra tuturnya.

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut. 1) Apa sajakah bidal-bidal kesantunan yang dipatuhi dalam wacana SMS pembaca di surat kabar terbitan Jawa Tengah?, 2) Apa sajakah bidal-bidal kesantunan yang dilanggar dalam wacana SMS pembaca di surat kabar terbitan Jawa Tengah?

Sumber data penelitian kesantunan wacana SMS pembaca di surat kabar terbitan Jawa Tengah adalah surat kabar Suara Merdeka dalam kolom Kepriben dan surat kabar Radar Tegal dalam kolom Ngresula. Data penelitian ini berwujud wacana SMS dari kedua sumber data tersebut. Data penelitian berjumlah dua ratus data matang. Metode pengumpulan data menggunakan metode simak dengan teknik catat. Metode analisis menggunakan metode normative deskriptif.

Berdasarkan analisis hasil penelitian, pematuhan bidal dalam prinsip kesantunan terjadi pada bidang ketimbangrasaan berjumlah 56 pematuhan, bidal kemurahhatian berjumlah 3 pematuhan, bidal keperkenaan berjumlah 8 pematuhan, bidal kesetujuan berjumlah 10 pematuhan, dan bidal kesimpatian berjumlah 5 pematuhan. Pelanggaran bidal dalam prinsip kesantunan terjadi pada bidal ketimbangrasaan berjumlah 35 pelanggaran, bidal kemurahhatian berjumlah 1 pelanggaran, bidal keperkenaan berjumlah 64, dan bidal kesetujuan berjumlah 18 pelanggaran.

Penulis menyarankan kepada penulis SMS supaya dapat menggunakan bahasa yang baik dan benar dengan memperhatikan prinsip kesantunan. Dengan demikian, maksud penulis dapat tersampaikan dan dapat berterima dengan baik oleh pembaca.

(3)

PENGESAHAN

1. Judul Penelitian : Kesantunan Berbahasa dalam Wacana SMS Pembaca di Surat Kabar Terbitan Jawa Tengah 2. Bidang Penelitian : Linguistik (Pragmatik)

3. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Sutji Muljani, M.Hum. b. Jenis Kelamin : Perempuan

c. NIPY : 10452571970 d. Disiplin Ilmu : Pendidikan e. Pangkat/Golongan : Penata Muda/IIIa f. Jabatan : Dosen

g. Fakultas/Progdi : KIP/PBSID

h. Alamat : Jalan Halmahera Km.1 Tegal 52122 i. Telp/Faks/E-mail : (0283) 357122

j. Alamat Rumah : Jalan Graha Nakula, No. A2, RT 08, RW 06, Kel. Kejambon, Kec. Tegal Timur, Kota Tegal, Jawa Tengah

k. Telp/Faks/E-mail : 081542055299/sutji_pbsid@yahoo.co.id 4. Jumlah Anggota Peneliti : 1 orang

Nama Anggota : Evi Chamalah, S.Pd. . 5. Lokasi Penelitian : Kampus UPS Tegal

6. Jumlah Biaya : Rp1.800.000,00

Tegal, Oktober 2011 Diketahui,

Dekan FKIP UPS Tegal, Ketua Peneliti,

Dr. Hj. Sitti Hartinah D.S., M.M. Sutji Muljani, M.Hum. NIP 19541117 198103 2 002 NIPY 10452571970

Disetujui,

Ketua Lembaga Penelitian

Siswanto, S.H., M.H. NIP 19641213 199203 1002

(4)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Laporan penelitian ini disusun dalam rangka melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi, khususnya bidang penelitian.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan hasil penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Rektor UPS Tegal yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis;

3. Ketua Lembaga Penelitian, yang telah memberikan izin dan bantuan dalam penyusunan penelitian ini;

4. Dr. Burhan Eko Purwanto, M.Hum. dan Dr. Hamidah A.R., M.H. selaku reviewer yang telah menyediakan waktu untuk memberikan masukan dan arahan kepada penulis.

5. Semua pihak yang telah membantu penyusunan hasil penelitian ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT memberikan imbalan yang setimpal atas amal baik bapak, ibu, dan semua pihak yang telah membantu penulisan hasil penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pemerhati bahasa Indonesia. Amin.

Tegal, Oktober 2011 Penulis

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... ii

PENGESAHAN ... iv

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2RumusanMasalah...5

1.3 Tujuan Penelitian ...5

1.4 Manfaat Penelitian...5

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS ...6

2.1 Kajian Pustaka ...6 2.2 Landasan Teoretis ...9 2.2.1 Prinsip Kesantunan...9 2.2.1.1 Bidal Ketimbangrasaan/Kebijaksanaan ...10 2.2.1.2 Bidal Kemurahhatian/Kedermawanan ...11 2.2.1.3 Bidal Keperkenaan/Penghargaan ...11 2.2.1.4 Bidal Kerendahhatian/Kesederhanaan ...12 2.2.1.5 Bidal Kesetujuan/Permufakatan ...12 2.2.1.6 Kesimpatian...13 2.2.2 Pengertian Wacana ...13 v

(6)

2.2.3 Jenis-jenis Wacana ...16 2.2.3.1 Berdasarkan Strukturnya ...16 2.2.3.1.1 Wacana Dasar ...17 2.2.3.1.2 Wacana Luas ...17 2.2.3.1.3 Wacana Kompleks ...17 2.2.3.2 Berdasarkan Kelangsungan ...17 2.2.3.2.1 Wacana Langsung ...18

2.2.3.2.2 Wacana Tidak Langsung ...18

2.2.4 Wacana SMS Pembaca di Surat Kabar ...18

BAB III METODE PENELITIAN ...20

3.1 Pendekatan Penelitian ...20

3.2 Data dan Sumber Data ...21

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...21

3.4 Metode Analisis Data ...23

3.5 Metode Pemaparan Hasil Analisis Data ...24

BAB IV PEMBAHASAN ...25

5.1 Bidal-bidal Kesantunan yang Dipatuhi dalam Wacana SMS Pembaca Surat Kabar Terbitan Jawa Tengah...25

5.1.1 Pematuhan Bidal Ketimbangrasaan/Kebijaksanaan ...25

5.1.2 Pematuhan Bidal Kemurahhatian/Kedermawanan ...27

5.1.3 Pematuhan Bidal Keperkenaan/Penghargaan...27

5.1.4 Pematuhan Bidal Kesetujuan/Permufakatan ...29

5.1.5 Pematuhan Bidal Kesimpatian ...31

5.2 Bidal-Bidal Kesantunan yang Dilanggar dalam Wacana SMS Pembaca Surat Kabar Terbitan Jawa Tengah ...34

5.2.1 Pelanggaran Bidal Ketimbangrasaan/Kebijaksanaan ...34

5.2.2 Pelanggaran Bidal Keperkenaan/Penghargaan ...36

(7)

5.2.3 Pelanggaran Bidal Kesetujuan ...37 BAB PENUTUP ...41 5.1 Simpulan ...41 5.2 Saran ...41 DAFTAR PUSTAKA ...42 LAMPIRAN ...44 vii

(8)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa pada dasarnya memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu; dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf 1997:3). Seseorang dalam kehidupan bermasyarakat tidak mungkin hidup menyendiri tanpa kehadiran orang lain. Hal ini membuktikan bahwa pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial. Manusia secara naluri memiliki keinginan untuk bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain. Sebagai alat komunikasi dan alat pembina pikiran, kita gunakan bahasa untuk berkomunikasi guna menggambarkan pikiran-pikiran dan pengalaman-pengalaman. Jadi, kita menginterpretasikan keadaan di sekeliling dan pengalaman-pengalaman dengan bahasa. Dengan demikian, bahasa memegang peranan yang sangat penting bagi manusia karena bahasa sebagai alat komunikasi digunakan untuk mengekspresikan segala ide-ide, gagasan, sesuatu yang ada dalam batin seseorang, baik itu perasaan senang, kecewa, marah, sedih, dan malu.

Salah satu wujud bahasa adalah tuturan. Tuturan dapat diekspresikan melalui media lisan maupun media tulis. Dalam media lisan, pihak yang melakukan tindak tutur adalah penutur (pembicara) dan mitra tuturnya (pendengar), sedangkan dalam media tulis, mitra tuturnya yaitu pembaca. Pembaca dapat merealisasikan tuturan lisan maupun tulisan dengan memanfaatkan media massa. Media massa yang dapat dimanfaatkan untuk tuturan lisan adalah media elektronik seperti televisi dan radio. Sementara itu, media massa cetak seperti majalah, surat kabar, dan tabloid dapat dimanfaatkan oleh penutur (penulis) untuk menyampaikan kepada pembacanya itu agar mendapatkan respon dari mitra tutur (pembaca).

Penutur cenderung menggunakan bahasa seperlunya saja dalam komunikasi. Pemilihan bahasa oleh penutur lebih mengarah pada bahasa yang komunikatif. Dengan konteks situasi yang jelas, seperti tempat komunikasi

(9)

terjadi, mitra bicaranya, tujuan pembicaraan, norma, pesan, serta alat yang digunakan (lisan atau tulis), maka suatu peristiwa komunikasi dapat berjalan dengan lancar.

Pemakaian bahasa yang baik adalah pemakaian bahasa yang sesuai dengan ragam, sedangkan pemakaian bahasa yang benar merupakan pemakaian bahasa sesuai dengan kaidah. Di samping pemakaian bahasa harus baik dan benar, juga harus santun. Bahasa santun adalah bahasa yang diterima mitra tutur dengan baik (Pranowo 2009:33). Banyak orang yang sudah dapat berbahasa secara baik dan benar, tetapi banyak pula yang belum mampu berbahasa secara santun.

Bahasa merupakan cermin kepribadian seseorang, bahkan bahasa merupakan cermin kepribadian bangsa (Pranowo 2009:3). Artinya, ketika seseorang sedang berkomunikasi dengan bahasanya dan mampu menggunakannya secara baik, benar, dan santun, hal tersebut merupakan cermin dari sifat dan kepribadian pemakainya. Setiap orang memiliki keinginan untuk berusaha bersikap dan berperilaku yang baik untuk menjaga harkat dan martabat dirinya serta menghargai orang lain.

Bahasa yang digunakan oleh pembaca terkadang tidak memperhatikan prinsip kesantunan. Menurut Grice (dalam Rustono 1999:66) prinsip kesantunan adalah prinsip yang berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial, estetis, dan moral dalam bertindak tutur. Prinsip kesantunan diperlukan untuk melengkapi prinsip kerjasama dan mengatasi kesulitan yang timbul akibat penerapan prinsip kerjasama. Prinsip kerjasama juga bertujuan agar para peserta tutur dapat melakukan tuturan dengan santun dan dapat menjaga hubungan sosial dengan mitra tuturnya.

Sumber data penelitian kesantunan wacana SMS pembaca di surat kabar terbitan Jawa Tengah adalah surat kabar Suara Merdeka dalam kolom Kepriben dan surat kabar Radar Tegal dalam kolom Ngresula. Kedua kolom tersebut merupakan wadah bagi pembaca untuk menyampaikan keluhan, usul, saran tentang berbagai persoalan. Kolom ini memang disediakan bagi pembaca sebagai penyalur aspirasi penyampaian pendapat dan opini-opini

(10)

mereka secara bebas dan terbuka. Jadi, tuturan-tuturan yang terdapat dalam kolom tersebut merupakan tuturan dari para pembaca, bukan dari redaksi. Bahasa yang digunakan adalah bahasa SMS yang singkat dan padat, tetapi maksud yang akan disampaikan dapat tersampaikan.

Sebenarnya tidak hanya Suara Merdeka dan Radar Tegal yang menyajikan kolom ini, tetapi juga beberapa surat kabar terbitan Jawa Tengah lainnya yang di dalamnya juga terdapat wacana SMS, misalnya pada kolom “SMS Anda” di tabloid Cempaka, pada surat kabar Kompas di dalamnya terdapat wacana SMS yang diberi nama “Suara Warga”. Dalam penelitian ini, penulis tidak hanya memilih surat kabar Suara Merdeka untuk digunakan sebagai data penelitian, tetapi juga surat kabar Radar Tegal karena surat kabar tersebut merupakan surat kabar terbitan Jawa Tengah dan belum pernah ada yang meneliti sebelumnya. Kedua surat kabar tersebut terbit setiap hari, kecuali pada hari libur nasional sehingga pembaca dapat menyampaikan opini secara bebas dan terbuka.

Salah satu contoh tuturan yang melanggar bidal-bidal kesantunan yang terdapat pada wacana SMS pembaca kolom Kepriben di harian Suara Merdeka sebagai berikut.

Nomor Data : 32 Sumber Data : Suara Merdeka, Jum‟at 10 Juni 2011 Kategori Pelanggaran Prinsip Kesantunan

Konteks : Pembaca Suara Merdeka mengomentari kasus Bupati Slawi.

Tuturan : PRIBEN kiyeh Kajati bebaskan Bupati Slawi SP3, seperti Sukawi, daripada mengambang terus, (6285640402250)

(11)

Contoh tuturan yang mematuhi bidal-bidal kesantunan dalam wacana SMS pembaca kolom Kepriben di harian Suara Merdeka sebagai berikut.

Nomor Data : 1 Sumber Data : Suara Merdeka, Rabu 1 Juni 2011 Kategori Pematuhan Prinsip Kesantunan

Konteks : Pembaca Suara Merdeka mengomentari pengerjaan jembatan di Balkam dan Sungai Pemali agar dipeercepat

Tuturan : BUPATI Brebes Yth, tolong pengerjaan jembatan di Balkam dan Sungai Pemali dipercepat, bila perlu dikerjakan 24 jam dengan tenaga yang banyak, kasihan anak-anak sekolah dan pengguna jalan

lainnya, macet lagi...macet lagi. Trims.

(081542184425)

Data di atas merupakan data yang diambil dari surat kabar Suara Merdeka kolom Kepriben yang terbit pada hari Jumat 10 Juni 2011. Tuturan “PRIBEN kiyeh Kajati bebaskan Bupati Slawi SP3, seperti Sukawi, daripada mengambang terus, (6285640402250)” melanggar bidal keperkenaan karena tuturan tersebut mengandung makna memaksimalkan ketidakhormatan pada pihak lain, yaitu Kajati. Tuturan dengan kata-kata seperti itu terasa menghina dan berprasangka buruk kepada mitra tutur.

Berbeda dengan data 32 tempat bidal kesantunan dilanggar, pada data 1 terdapat bidal kesantunan yang dipatuhi. Penggunaan tuturan “kasihan anak-anak sekolah dan pengguna jalan lainnya” merupakan bentuk pematuhan prinsip kesantunan bidal kesimpatian karena mengandung makna simpati kepada pihak lain, sedangkan penggunaan kata “Yth” dan kata “tolong” terdengar lebih santun. Kata tersebut digunakan agar maksud dan keluhan yang diberikan penutur tidak menyinggung perasaan mitra tutur.

(12)

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam wacana SMS pembaca kolom Kepriben di Suara Merdeka, tidak semua penutur menggunakan tuturan yang santun. Dalam konteks tertentu terkadang penutur tidak dapat mengungkapkan maksud dengan bahasa yang santun. Namun, tidak hanya wacana SMS pembaca kolom Kepriben di Suara Merdeka saja yang di dalamnya terdapat pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan. Hal ini juga terdapat dalam surat kabar Radar Tegal. Maka dari itulah, penulis tertarik untuk mengkaji pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan dalam wacana SMS pembaca di surat kabar terbitan Jawa Tengah dengan data penelitian bersumber dari dua surat kabar, yaitu Suara Merdeka dan Radar Tegal.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pendahuluan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Apa sajakah bidal-bidal kesantunan yang dipatuhi dalam wacana SMS pembaca di surat kabar terbitan Jawa Tengah?

2. Apa sajakah Bidal-bidal kesantunan yang dilanggar dalam wacana SMS pembaca di surat kabar terbitan Jawa Tengah?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini sebagai berikut. 1. Menganalisis bidal-bidal kesantunan yang dipatuhi dalam wacana SMS

pembaca di surat kabar terbitan Jawa Tengah?

2. Menganalisis bidal-bidal kesantunan yang dilanggar dalam wacana SMS pembaca di surat kabar terbitan Jawa Tengah?

(13)

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoritis, penelitian ini dapat menambah khazanah kajian bahasa terutama pada kajian pragmatik dan memberikan masukan dan intonasi yang berupa data empirik tentang pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman bagi editor surat kabar terbitan Jawa Tengah dan pembaca agar lebih selektif dalam memilih dan menggunakan wacana SMS.

(14)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka dilakukan terhadap hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan para peneliti sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini. Selanjutnya pustaka tersebut digunakan sebagai landasan teori atau pijakan dalam menganalisis temuan penelitian ini.

Pustaka yang relevan yang mendasari penelitian ini meliputi karya-karya yang berupa hasil penelitian yang telah dilakukan. Di Indonesia, penelitian yang mengkaji topik analisis kesantunan berbahasa pada wacana SMS pembaca di surat kabar terbitan Jawa Tengah belum pernah dilakukan. Beberapa peneliti yang telah mengangkat permasalahan pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa antara lain sebagai berikut.

Rokhman (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Tindak Tutur Anak-Anak Jalanan di Kota Semarang: Kajian Strategi tutur dan Kesantunan Pragmatis memaparkan prinsip kesantunan yang dipatuhi dan dilanggar dalam tuturan anak-anak jalanan di kota Semarang yang meliputi bidal-bidal antara lain (1) bidal ketimbangrasaan, (2) bidal kemurahhatian, (3) bidal keperkenaan, (4) bidal kerendahhatian, (5) bidal kesetujuan, (6) bidal kesimpatian.

Fatmawati (2006) dalam penelitian yang berjudul Pelanggaran Prinsip Kesantunan dan Fungsi Pragmatis pada Wacana Slogan Partai Politik Menjelang Pemilu 5 April 2004, hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa diperoleh adanya 38 pelanggaran dari 70 data yang bidal yang dilanggar adalah bidal ketimbangrasaan dan bidal kerendahhatian. Dalam penelitiannya, Fatmawati mengungkap mengenai bidal-bidal prinsip kesantunan yang dilanggar dan fungsi pragmatis atau sejumlah data yang dikaji yaitu fungsi representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan juga isbati.

(15)

Penelitian yang berjudul Bahasa Plesetan ala Extravaganza di Trans TV; kajian atas pelanggaran prinsip kesantunan yang dilanggar oleh para pemain pada acara Extravaganza. Dalam penelitiannya ditemukan bidal-bidal yang meliputi: (1) bidal-bidal ketimbangrasaan, (2) bidal-bidal kemurahhatian, (3) bidal keperkenaan, (4) bidal kerendahhatian, (5) bidal kesetujuan, (6) bidal kesimpatian. Adapun rumusan masalah yang digunakan oleh Wahyuni (2009) adalah mengenai bidal yang dilanggar dan respon mitra tutur terhadap pelanggaran percakapan antar pemain extravaganza, bidal-bidal yang dilanggar antar pemain extravaganza. Berdasarkan tema percakapan serta faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya pelanggaran prinsip kesantunan dalam percakapan antar pemain acara extravaganza.

Penelitian yang berjudul Jenis Tindak Tutur dan Pelanggaran Prinsip Kesantunan dalam Wacana Empat Mata di Trans 7 disusun oleh Hidayah (2009), memaparkan jenis tindak tutur yang meliputi tindak tutur yang meliputi tindak tutur lokusi, ilokusi, perlokusi, representatif, direktif, ekspresif, komisif, deklaratif. Prinsip kesantunan yang dipatuhi dan dilanggar untuk wacana empat mata meliputi bidal ketimbangrasaan, bidal kemurahhatian, bidal keperkenaan, bidal kerendahhatian, bidal kesetujuan, bidal kesimpatian.

Penelitian yang berjudul Pematuhan dan Pelanggaran Prinsip Kesantunan dalam Interaksi Sosial Masyarakat Etnis Arab di Kota Pekalongan pada Ranah Ketetanggaan disusun oleh Narulita (2009). Dari penelitian tersebut ditemukan masalah-masalah, yaitu bidal-bidal prinsip kesantunan apa saja yang dipatuhi dan dilanggar dalam interaksi sosial masyarakat etnis Arab di Kota Pekalongan pada ranah ketetanggaan tersebut. Berkaitan dengan kesantunan berbahasa, Hasyanah (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Kesantunan Tuturan antara Penjual dan Pembeli pada Transaksi Jual Beli di Pasar Johar, mengemukakan bahwa dalam transaksi jual beli di pasar Johar Semarang terdapat pematuhan dan pelanggaran yang dilakukan oleh penjual

(16)

dan pembeli dalam transaksi jual beli. Bidal yang paling banyak dipatuhi yaitu bidal kesetujuan (9,30%), sedangkan bidal yang paling sedikit dipatuhi yaitu bidal kesimpatian (2,33%). Adapun bidal yang paling banyak dilanggar yaitu bidal ketimbangrasaan (18,61%), sedangkan bidal yang paling sedikit dilanggar yaitu bidal kesimpatian (4,66%).

Hasnah dalam penelitiannya yang berjudul Kesantunan Tuturan Tokoh Politik dalam Kasus Bank Century di Media Massa Cetak (2010), hasil penelitiannya diketahui bahwa penggalan wacana tokoh politik dalam kasus bank Century di media massa cetak terdapat 52 data yang mematuhi prinsip kesantunan. Adapun bidal-bidal yang dipatuhi meliputi 16 pematuhan bidal ketimbangrasaan, 7 bidal kemurahhatian, 9 bidal keperkenaan, 9 bidal kerendahhatian, 10 bidal kesetujuan, 1 bidal kesimpatian, sedangkan pelanggaran prinsip kesantunan diperoleh 50 data. Bidal-bidal yang dilanggar meliputi 5 bidal ketimbangrasaan, 1 bidal kemurahhatian, 15 bidal keperkenaan, 12 bidal kerendahhatian, 16 bidal kesetujuan, 1 bidal kesimpatian. Untuk pematuhan bidal kesantunan yang paling dominan terjadi dalam tuturan tokoh politik terjadi pada bidal ketimbangrasaan dengan frekuensi 16 pematuhan dengan presentase 15,68%. Selain itu, tingkat pematuhan bidal kesantunan dalam wacana tokoh politik dalam kasus bank Century di media massa cetak paling sedikit terjadi pada bidal kesimpatian dengan frekuensi 1 pematuhan dengan presentase 0,98%. Pelanggaran bidal kesantunan yang paling dominan terjadi dalam tuturan tokoh politik terjadi pada bidal kesetujuan dengan frekuensi 16 pelanggaran dengan presentase 15,68%.

Septyaningtyas dalam penelitiannya Kesantunan dalam Wacana Humor Bukan Abdel Temon Biasa di Global TV (2010), dari hasil penelitiannya dapat diketahui bahwa penggalan wacana humor bukan Abdel Temon biasa di Global TV terdapat 20 data yang mematuhi prinsip kesantunan. Adapun bidal-bidal yang dipatuhi dalam tuturan tersebut meliputi 4 pematuhan bidal ketimbangrasaan, 5 pematuhan bidal kemurahhatian, 3 pematuhan bidal keperkenaan, 5 pematuhan bidal kerendahhatian, 2 pematuhan bidal

(17)

kesetujuan, 1 pematuhan bidal kesimpatian, sedangkan pelanggarannya diperoleh 31 data yang melanggar prinsip kesantunan.

Persamaan antara beberapa penelitian di atas dengan penelitian ini adalah kajian dan teorinya. Dalam penelitiannya, beberapa penelitian di atas dan peneliti sama-sama menggunakan kajian pragmatik dan teori kesantunan sehingga ditemukan bidal-bidal prinsip kesantunan yang dipatuhi dan dilanggar serta adanya tingkatan pematuhan dan pelanggaran yang paling banyak terjadi di dalam tuturan. Perbedaan mendasar antara penelitian yang dilakukan beberapa penelitian di atas dan peneliti, terletak pada permasalahan dan data.

Beberapa penelitian di atas sangat besar manfaatnya dan memberi masukan bagi penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian lanjutan dan berharap penelitian ini dapat melengkapi penelitian sebelumnya.

2.2 Landasan Teoretis

Berdasarkan permasalahan yang muncul dalam penelitian ini digunakan beberapa teori sebagai acuan penelitian, antara lain (1) prinsip kesantunan, (2) skala kesantuan, (3) wacana, (4) jenis-jenis wacana.

2.2.1 Prinsip Kesantunan

Konsep kesantunan dimanifestasi di dalam dua wujud, yaitu menurut prinsip kesantunan dan teori kesantunan. Menurut Grice (dalam Rustono 1999:66) prinsip kesantunan adalah prinsip yang berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial, estetis, dan moral dalam bertindak tutur, sedangkan dalam prinsip kesantunan Lakoff (dalam Rustono 1999:66) berisi 3 kaidah yang harus ditaati agar tuturan itu santun yaitu kaidah formalitas, kaidah ketidaktegasan, dan kaidah persamaan/kesekawanan. Lain halnya dengan prinsip kesantunan menurut Fraser (dalam Rustono 1999:68) yang mendasarkan konsep kesantunannya atas dasar strategi, yaitu strategi-strategi apakah yang hendaknya diterapkan penutur agar tuturannya santun.

Berbeda dengan prinsip kesantunan yang diungkapkan oleh tokoh di atas, Brown dan Levinson (dalam Rustono 1999:68) mengemukakan prinsip

(18)

kesantunan yang berkisar dari dari nosi muka positif dan muka negatif. Muka positif adalah muka yang mengacu kepada citra diri orang yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya, atau apa yang merupakan nilai-nilai yang diyakininya diakui orang sebagai suatu hal yang baik, menyenangkan,patut dihargai, dsb. Secara umum, prinsip kesantunan dapat diungkapkan melalui beberapa bidal. Menurut Leech (dalam Rustono 1999:68) ada 6 jenis bidal beserta sub bidalnya.

2.2.1.1 Bidal Ketimbangrasaan/ Kebijaksanaan

Bidal ketimbangrasaan dalam prinsip kesantunan memberikan petunjuk bahwa pihak lain di dalam tuturan hendaknya dibebani biaya seringan-ringannya, tetapi dengan keuntungan sebesar-besarnya.

Berikut ini merupakan tuturan yang berkenaan dengan bidal ketimbangrasaan.

1. Pakai topi itu! 2. Pakailah topi itu!

3. Silakan Anda pakai topi itu!

4. Sudilah kiranya Anda pakai topi itu!

Dalam tuturan (1-4) tersebut makin panjang tuturan seseorang semakin terlihat sopan tuturan tersebut. Memerintah dengan kalimat berita atau kalimat tanya dipandang lebih sopan dibanding dengan kalimat perintah. Apabila penutur berusaha memaksimalkan keuntungan orang lain maka lawan bicara wajib pula memaksimalkan kerugian bagi dirinya, bukan sebaliknya. Hal ini disebut dengan paradoks pragmatik (Wijana 1996:57). Untuk itu, dibandingkan percakapan berikut antara yang mematuhi paradoks pragmatik dengan yang melanggar.

1. A: Mari Saya antarkan Anda pulang ke rumah. B: Tidak perlu, nanti merepotkan!

2. A: Mari saya antarkan Anda pulang ke rumah.

B: Ya, seharusnya Anda memang mengantarkan saya

Tingkat kesantunan tuturan 1B berbeda dari tuturan 2B. Karena tuturan 1B meminimalkan biaya dan memaksimalkan keuntungan kepada

(19)

mitra tutur. Sementara itu, tuturan 2B sebaliknya yaitu memaksimalkan keuntungan kepada diri sendiri dan memaksimalkan kerugian pada mitra tutur. Dari dua tuturan itu, tuturan 1B memenuhi prinsip kesantunan bidal ketimbangrasaan, sebaliknya tuturan 2B melanggarnya.

2.2.1.2 Bidal Kemurahhatian/Kedermawanan

Menurut bidal kemurahhatian, pihak lain di dalam tuturan hendaknya diupayakan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sementara itu, diri sendiri atau penutur hendaknya berupaya mendapatkan keuntungan yang sekecil-kecilnya. Berikut ini merupakan tuturan yang berkenaan dengan bidal kemurahhatian.

1. A: Sepatumu sangat bagus. B: Saya kira biasa saja. 2. A: Sepatumu sangat bagus.

B: Punya siapa dulu!

Tuturan 1B mematuhi bidal kemurahhatian, sedangkan 2B melanggarnya, karena tuturan 1B itu memaksimalkan keuntungan kepada pihak lain dan meminimalkan keuntungan kepada diri sendiri. Sementara itu, tuturan 2B sebaliknya, memaksimalkan keuntungan pada diri sendiri.

2.2.1.3 Bidal Keperkenaan/Penghargaan

Bidal keperkenaan adalah petunjuk untuk meminimalkan penjelekan terhadap pihak lain dan memaksimalkan pujian kepada pihak lain. Leech (dalam Rustono 1999:73) berpendapat bahwa sebagaimana halnya dengan tuturan kemurahhatian, tuturan yang lazim digunakan selaras dengan bidal keperkenaan ini adalah tuturan ekspresif dan asertif. Berikut ini adalah contoh tuturan yang berkenaan dengan bidak keperkenaan.

1. A: Mari Pak, seadanya!

B: Terlalu banyak, sampai-sampai saya sulit memilihnya. 2. A: Mari Pak, seadanya!

(20)

Tuturan 1B mematuhi bidal keperkenaan karena penutur meminimalkan penjelekan terhadap pihak lain dan memaksimalkan pujian terhadap pihak lain. Sementara itu, tuturan 2B melanggar bidal ini karena meminimalkan penjelekan kepada diri sendiri dan memaksimalkan pujian kepada diri sendiri. Dengan penjelasan tersebut, tingkat kesantunan tuturan 1B lebih tinggi jika dibandingkan dengan tuturan 2B.

2.2.1.4 Bidal Kerendahhatian/Kesederhanaan

Bidal kerendahhatian, penutur hendaknya meminimalkan pujian kepada diri sendiri. Berikut ini merupakan contoh tuturan yang berkenaan dengan bidal kerendahhatian.

1. Saya ini kurang professional dalam bekerja.

2. Saya lebih profesional dalam bekerja dibandingkan dengan Anda. Tuturan 1 di atas memaksimalkan penjelekan kepada diri sendiri dan meminimalkan pujian kepada diri sendiri. Tuturan itu berbeda dengan tuturan 2 merupakan tuturan yang melanggar bidal ini karena memaksimalkan penjelekan kepada diri sendiri sekecil mungkin.

2.2.1.5 Bidal Kesetujuan/Permufakatan

Bidal kesetujuan adalah bidal yang memberikan nasihat untuk meminimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dan pihak lain dan memaksimalkan kesetujuan antara diri sendiri dan pihak lain. Berikut ini merupakan tuturan yang berkenaan dengan bidal kesetujuan.

1. A: Bagaimana kalau kita pergi ke toko buku? B: Saya setuju sekali.

2. A: Bagaimana kalau kita pergi ke toko buku? B: Saya tidak setuju.

Tuturan 1B merupakan tuturan yang meminimalkan ketidaksetujuan dan memaksimalkan kesetujuan atas diri sendiri sebagai penutur dan pihak lain sebagai mitra tutur. Tuturan di atas merupakan tuturan yang mematuhi prinsip kesantunan bidal kesetujuan. Sebaliknya, tuturan 2B melanggar bidal kesetujuan sebab telah memaksimalkan

(21)

ketidaksetujuan antara diri sendiri dan pihak lain dan meminimalkan kesetujuan antara diri sendiri dan pihak lain.

2.2.1.6 Bidal Kesimpatian

Bidal kesimpatian adalah bidal yang meminimalkan antipati antara diri sendiri dan pihak lain serta memaksimalkan simpati antara diri sendiri dan pihak lain. Berikut ini merupakan tuturan yang berkenaan dengan bidal kesimpatian.

1. Saya ikut berduka cita atas meninggalnya Ayahanda tercinta. 2. Saya benar-benar ikut berduka cita yang sedalam dalamnya atas

meninggalnya Ayahanda tercinta.

Tuturan 1 dan 2 merupakan tuturan yang mematuhi prinsip kesantunan bidal kesimpatian. Derajat pematuhan terhadap bidal kesimpatian oleh tuturan 2 lebih tinggi jika dibandingkan dengan tuturan 1. Sebaliknya, tuturan 3B dan 4B berikut ini merupakan tuturan yang melanggar prinsip kesantunan bidal kesimpatian.

3. A: Bu, Ayah saya meninggal. B: Semua orang akan meninggal. 4. A: Bu, Ayah saya meninggal.

B: Tumben.

Tuturan 3B dan 4B melanggar bidal kesimpatian karena tidak meminimalkan antipati dan tidak memaksimalkan simpati antara diri sendiri dan pihak lain, bahkan justru sebaliknya. Dengan demikian, kedua tuturan itu merupakan tuturan yang tidak/kurang sopan.

Prinsip kesantunan Leech di atas, menurut Gunarwan dalam (Rustono 1999:71) didasarkan pada nosi-nosi biaya/cost dan keuntungan/benefit, celaan/penjelekan/dispraise,dan pujian/praise, kesetujuan/agreement, kesimpatian dan keantipatian.

2.2.2 Pengertian Wacana

Kata wacana berasal dari kata vacana „bacaan‟ dalam bahasa Sansekerta. Kata vacana itu kemudian masuk ke dalam bahasa Jawa

(22)

Kuna dan bahasa Jawa Baru wacana atau vacana atau „bicara, kata, ucapan‟. Kata wacana dalam bahasa baru itu kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi wacana „ucapan, percakapan, kuliah‟ (Poerwadarminta 1976:1144).

Kata wacana dalam bahasa Indonesia dipakai sebagai padanan (terjemahan) kata discourse dalam bahasa Inggris. Secara etimologis kata discourse itu berasal dari bahasa Latin discursus „lari kian kemari‟. Kata discourse itu diturunkan dari kata discurrere. Bentuk discurrere itu merupakan gabungan dari dis dan currere „lari, berjalan kencang‟ (Wabster dalam Baryadi 2002:1).

Baik wacana atau discourse kemudian diangkat sebagai istilah linguistik. Dalam linguistik, wacana dimengerti sebagai satuan lingual (linguistic unit 𝑠 ) yang berada di atas tataran kalimat (Baryadi 2002:2), sedangkan dalam konteks tata bahasa, wacana merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar (Kridalaksana dalam Baryadi 2002:2). Hal ini berarti bahwa apa yang disebut wacana mencangkup kalimat, gugus kalimat, alinea atau paragraf, penggalan wacana (pasal, subbab, bab, atau episode), dan wacana utuh. Hal ini berarti juga bahwa kalimat merupakan satuan gramatikal terkecil dalam wacana.

Dengan demikian kalimat juga merupakan basis pokok pembentukan wacana. Pemahaman bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang terlengkap dan merupakan satuan tertinggi dalam hierarki gramatikal, adalah pemahaman yang berasal dari pernyataan, wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat, frase, bahkan kata yang membawa amanat yang lengkap (Djajasudarma 1994:3).

Dari pendapat di atas, dapat diketahui bahwa sebuah wacana dalam realisasinya selalu berupa sekumpulan kalimat. Sebuah kalimat

(23)

merupakan kumpulan beberapa kata. Kata merupakan kumpulan suku kata dan kata merupakan kumpulan huruf. Di pihak lain dikatakan bahwa wacana adalah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Komunikasi dapat menggunakan bahasa lisan dan bahasa tertulis. Adapun bentuknya, wacana mengasumsikan adanya penyapa (addresor) dan pesapa (addressee). Dalam wacana lisan, penyapa adalah pembicara, sedangkan pesapa adalah pendengar. Dalam wacana tulis, penyapa adalah penulis, sedangkan pesapa adalah pembaca. Wacana mempelajari bahasa dalam pemakaian. Jadi, bersifat pragmatik (Samsuri dalam Syamsuddin 1997:6).

Menurut Webster (dalam Syamsuddin 1997:5) wacana atau discourse diartikan dengan “connected speech or writing consisting of more than one sentence”. Menurut pengertian ini, wacana dapat berupa ucapan lisan dan dapat juga berupa tulisan, tetapi persyaratanya harus dalam satu rangkaian (connected) dan dibentuk oleh lebih dari sebuah kalimat. Pengertian ini dilengkapi dengan definisi kedua yang menambahkan bahwa yang diucapkan dalam wacana itu pasti menyangkut suatu hal (subjek) dan pengungkapannya berjalan menurut tata cara yang teratur. Adapun, bentuk nyata wacana dapat berupa percakapan singkat ataupun sepenggal tulisan (“a talk or a piece of writing in which a subject is treated at some lenght usually in an orderly fashion ... ...”). Pengertian ini lebih dilengkapi lagi dengan definisi ketiga yang lebih diarahkan kepada sifat rangkaian bahasa yang digunakan di dalam wacana itu. Bahasa yang terdapat dalam wacana itu bersifat koheren atau yang terjalin erat antara satu dengan yang lain, disusun secara teratur dan sitematis di dalam rangkaian mengemukakan sesuatu hal, baik dalam bentuk lisan maupun tulis. “dicourse is applicable to well formulated or cohorently arranged serious an systematic treatment of a subject in writing of speaking” (Webster‟s dalam Syamsuddin 1997:6). Dalam pengertian di atas telah disinggung bahwa ungkapan yang terdapat dalam wacana

(24)

itu bersifat koheren. Sebenarnya, ungkapan dalam wacana juga harus bersifat kohesif seperti yang dikatakan oleh Tarigan (1987:27) bahwa wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis. Pemahaman ini mengacu kita pada wacana yang kohesif dan koheren. Kohesi merupakan keserasian hubungan unsur-unsur dalam wacana, sedangkan koheren merupakan kepaduan wacana sehingga komunikatif dan mengandung satu ide.

Dari pendapat beberapa ahli bahasa di atas, dapat disimpulkan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis ini dapat berupa ucapan lisan dan dapat juga berupa tulisan, tetapi persyaratannya harus dalam satu rangkaian dan dibentuk oleh lebih dari sebuah kalimat.

2.2.3 Jenis-jenis Wacana

Wacana dapat diklasifikasikan menjadi berbagai jenis menurut dasar pengklasifikasian tertentu. Sumarlam (2003:15) membagi jenis-jenis wacana berdasarkan bahasanya yang dipakai, media yang dipakai untuk mengungkapkan, jenis pemakaian, bentuk serta cara dan tujuan penyampaiannya. Berbeda dengan Sumarlam, Syamsuddin (1997:12) meninjau jenis wacana dari sudut (i) realitas (verbal dan nonverbal), (ii) media komunikasi (wacana lisan dan wacana tulis), dan (iii) segi penyusunan (wacana naratif, wacana prosedural, wacana hartotorik, dan wacana diskriptif).

Baryadi (2002:9) mengklasifikasikan wacana berdasarkan (i) media yang dipakai untuk mewujudkannya, (ii) keaktifan partisipan komunikasi, (iii) tujuan pembuatan wacana, (iv) bentuk wacana, (v)

(25)

langsung tidaknya ungkapan, (vi) genre sastra, dan (vii) isi wacana, sedangkan wacana menurut Tarigan (1987:51) dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, antara lain: berdasarkan media (wacana lisan dan wacana tulis), berdasarkan pengungkapan (wacana langsung dan wacana tidak langsung), berdasarkan bentuk (wacana drama, wacana puisi, dan wacana prosa), dan berdasarkan penempatan (wacana penuturan dan wacana pembeberan).

Berdasarkan pendapat dari ahli bahasa tersebut penulis mencoba merangkum jenis-jenis wacana antara lain; media sarana penyampaiannya, peran penutur dan mitra tutur, pengemasan materi, struktur, kelangsungan, bentuk.

2.2.3.1 Berdasarkan Strukturnya

Seperti yang telah dijelaskan di atas wacana merupakan bentuk tuturan yang berupa satuan-satuan bahasa yang digunakan untuk menyampaikan informasi dalam situasi tertentu. Satuan inilah yang dimanfaatkan sebagai salah satu unsur pembentukan wacana. Karena itu, struktur wacana dapat membantu menyampaikan bentuk-bentuk tuturan yang berupa pengungkapan gagasan secara runtun kepada lawan tutur. Dengan demikian, setiap wacana harus dimiliki setiap bentuk wacana.

Dari segi strukturnya, wacana dapat dipilah menjadi dua teknik 1) wacana dasar (wacana sederhana) dan 2) wacana turunan, yang meliputi (a) wacana luas, dan (b) wacana kompleks (Ekowardono dalam Hartono 2000:86).

2.2.3.1.1 Wacana Dasar

Wacana dasar adalah wacana yang tersusun dari sebuah kalimat atau lebih. Kalimat-kalimat itu harus berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga keseluruhannya menyatakan satu pokok gagasan atau topik. Unsur pembentuk wacana dasar adalah (1) topik, (2) kalimat pengembang topik, (3) konteks verbal dan nonverbal. Pada prinsipnya atas dasar pengembangan topiknya, wacana dasar dipilah

(26)

menjadi tiga, yaitu: (a) wacana dasar yang memiliki kalimat utama, (b) wacana dasar tanpa kalimat utama, dan (c) wacana dasar campuran.

2.2.3.1.2 Wacana Luas

Wacana luas adalah wacana yang tersusun dari beberapa wacana luas. Keseluruhan wacana dasar itu mengemukakan sebuah topik yang direalisasikan dalam bentuk subbab atau subjudul. Contoh wacana luas yaitu berupa bentuk karangan siswa, berita pendek di surat kabar, dan editorial tergolong dalam jenis wacana ini.

2.2.3.1.3 Wacana Kompleks

Wacana kompleks adalah wacana yang tersusun dari dua wacana luas atau lebih. Wacana kompleks ini memuat sebuah topik yang biasanya dinyatakan dengan judul. Dalam wacana kompleks, topik wacana dijabarkan dalam wujud bagian-bagian besar misalnya bab-dan tiap bagian itu dijabarkan lagi menjadi paragraf-paragraf. Novel, roman, dan laporan utama pada majalah/surat kabar tergolong jenis wacana kompleks.

2.2.3.2 Berdasarkan Kelangsungan

Menurut langsung tidaknya pengungkapan, wacana dapat dipilah menjadi wacana langsung (direct discourse atau direct speech) dan wacana tidak langsung (indirect discourse atau indirect speech). 2.2.3.2.1 Wacana Langsung

Wacana langsung adalah kutipan wacana yang sebenarnya dibatasi oleh intonasi dan pungtuasi.

2.2.3.2.2 Wacana Tidak Langsung

Wacana tidak langsung adalah pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip harfiah kata-kata yang dipakai oleh pembicara dengan mempergunakan konstruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan klausa subordinatif, kata bahwa, dan sebagaimana (Kridalaksana dalam Tarigan 1987:55).

(27)

2.2.4 Wacana SMS Pembaca di Surat Kabar

Pers sebagai salah satu alat komunikasi massa sangat besar peranannya dalam pembinaan bahasa terutama dalam masyarakat yang bahasanya masih tumbuh dan berkembang seperti bahasa Indonesia (Badudu 1993:20). Salah satu media cetak pers adalah koran. Koran merupakan salah satu media cetak yang merupakan media komunikasi antara penulis dan pembaca. Koran adalah lembaran-lembaran kertas bertuliskan kabar (berita) dsb, terbagi dalam kolom-kolom (8-9 kolom) yang terbit setiap hari atau secara periodik (Alwi dkk 2002:595).

Kolom kepriben adalah kolom yang terdapat dalam surat kabar SuaraMerdeka, sedangkan kolom Ngresula adalah kolom yang terdapat dalam surat kabar Radar Tegal. Melalui kolom ini media cetak melakukan komunikasi dua arah suatu dialog, artinya penulis dapat menyatakan pemikiran dan perasaannya dengan media SMS yang nantinya akan ditampung dan dimuat dalam surat kabar Suara Merdeka, dan Radar Tegal.

Wacana SMS pembaca kolom Kepriben dan kolom Ngresula merupakan wadah bagi pembaca untuk menyampaikan keluhan, usul, saran, dan kritikan terntang berbagai persoalan. Kolom ini memang disediakan bagi pembaca sebagai penyalur aspirasi menyampaikan pendapat dan opini-opini mereka secara bebas dan terbuka. Jadi tuturan-tuturan yang terdapat dalam kolom tersebut merupakan tuturan dari para pembaca, bukan dari redaksi. Bahasa yang digunakan adalah bahasa SMS yang singkat, padat, tetapi maksud yang akan disampaikan dapat tersampaikan.

(28)

Sebenarnya tidak hanya Suara Merdeka dan Radar Tegal yang menyajikan kolom ini, namun beberapa media massa lainnya yang di dalamnya juga terdapat wacana SMS. Misalnya pada kolom “Suara Warga” di surat kabar Kompas, sedangkan pada tabloid Cempaka di dalamnya terdapat wacana SMS yang diberi nama “SMS Anda”. Alasan penulis memilih harian Suara Merdeka dan RadarTegal untuk sampel penelitian ini karena kolom Kepriben dan kolom Ngresula ada setiap kali terbit kecuali hari libur nasional sehingga pembaca dapat menyampaikan opininya. Selain hal itu, Suara Merdeka dan Radar Tegal merupakan surat kabar terbitan Jawa Tengah yang sering di baca oleh masyarakat sehingga perlu diperhatikan dalam penggunaan bahasa/pemilihan kata.

Wacana SMS kolom Kepriben dan kolom Ngresula, ditempatkan pada sebuah kolom kecil di surat kabar Suara Merdeka dan Radar Tegal. Setiap kali terbit kolom ini memuat beberapa wacana, setiap wacana berdiri sendiri, tidak berkaitan. Pada akhir setiap wacana dicantumkan nomor hp dari pengirim SMS. Komposisi atau wacana SMS pembaca tersebut adalah pernyataan yang berupa pendapat, kritik, atau sindiran dari pembaca yang ditujukan bagi pemerintah, masyarakat, tokoh politik, dsb.

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.6 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan penelitian, yaitu pendekatan secara teoritis dan pendekatan secara metodologis. Pendekatan teoritis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik artinya peneliti sebagai penganalisis wacana mempertimbangkan gejala kebahasaan yang bersifat progresif. Dengan demikian peneliti menggunakan sudut pandang pragmatis dalam melakukan penelitiannya. Sudut pandang pragmatis berupaya menemukan maksud penutur, baik yang diekspresikan secara tersurat maupun tersirat di balik tuturan (Rustono 1999:18).

Pendekatan pragmatik merupakan pendekatan yang menggunakan pemakaian bahasa sebagai pijakan utama, bagaimana penggunaan bahasa dalam tuturan dan bagaimana tuturan digunakan dalam konteks tertentu (Parker dalam Rustono 1993:3). Pendekatan penelitian yang ke dua dalam penelitian ini adalah pendekatan secara metodologis yang terbagi menjadi dua, yaitu pendekatan kualitatif dan deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif dan kualitatif. Kekualitatifan penelitian ini berkaitan dengan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata yang tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Taylor dalam Moleong 1990:3). Selain itu pendekatan kualitatif digunakan karena penelitian ini berkaitan dengan kata yang tidak berupa angka-angka, tetapi berupa kualitas bentuk verbal yang terwujud dalam tuturan secara tertulis, sehingga perhitungan secara statistik pun tidak dilakukan dalam penelitian ini. Tuturan yang menjadi data dalam penelitian ini terealisasi pada wacana SMS pembaca kolom Kepriben di surat kabar Suara Merdeka, dan kolom Ngresula di surat kabar Radar Tegal yang terbit pada bulan Juni dikarenakan pada bulan ini surat kabar Suara Merdeka mengkhususkan edisi untuk daerah Pemalang dan

(30)

sekitarnya sama halnya surat kabar Radar Tegal sehingga memudahkan peneliti untuk menganalisis.

Dengan pendekatan deskriptif, penelitian ini berupaya mengungkapkan pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan wacana SMS pembaca kolom Kepriben di surat kabar Suara Merdeka, dan kolom Ngresula di surat kabar Radar Tegal.

3.7 Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini berupaya penggalan SMS pembaca pada kolom Kepriben di surat kabar Suara Merdeka dan kolom Ngresula di surat kabar Radar Tegal yang diduga mengandung kesantunan. Pelanggaran prinsip kesantunan sering terjadi dalam wacana SMS pada kolom Kepriben dan kolom Ngresula tetapi tidak sedikit pula sebagian wacana yang mematuhi prinsip kesantunan.

Sumber data dalam penelitian ini berupa wacana SMS kolom Kepriben di surat kabar Suara Merdeka dan kolom Ngresula di surat kabar Radar Tegal yang terbit pada bulan Juni. Peneliti hanya mengambil data satu bulan karena terbitan bulan Juni mengandung pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, sehingga data yang diambil sudah cukup terwakili.

3.8 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang dilakukan dalam penelitian, sedangkan teknik adalah cara dalam melaksanakan/menerapkan metode. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak (membaca) (Sudaryanto 1993:41), yakni metode yang bekerja dengan cara menyimak (membaca) tuturan penutur dalam wacana SMS pembaca kolom Kepriben di harian Suara Merdeka dan kolom Ngresula di harian RadarTegal, apakah melanggar atau mematuhi bidal-bidal prinsip kesantunan.

(31)

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik catat (Sudaryanto 1993:149) yaitu mencatat data yang diperoleh dalam kartu data. Contoh kartu data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Nomor Data: Sumber Data:

Kategori Pematuhan dan Pelanggaran Prinsip Kesantunan

Konteks:

Tuturan:

Analisis:

Keterangan:

Kartu data dibagi atas empat bagianyang diuraikan sebagai berikut. a. Bagian pertama terdiri atas tiga kolom:

1) Kolom pertama berisi nomor data.

2) Sumber data yang terdiri atas nama surat kabar, tanggal, bulan, dan tahun terbit.

b. Bagian kedua berisi konteks.

c. Bagian ketiga berisi tuturan dalam wacana SMS pembaca pada kolom Kepriben di surat kabar Suara Merdeka dan kolom Ngresula di surat kabar Radar Tegal.

d. Bagian keempat berisi analisis data, analisis data dijelaskan mengapa tuturan pada data melanggar/mematuhi prinsip kesantunan.

Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Mengumpulkan sumber data yang berupa wacana SMS pembaca pada

kolom Kepriben di surat kabar Suara Merdeka dan kolom Ngresula di surat kabar Radar Tegal.

(32)

2) Membaca wacana SMS pembaca pada kolom Kepriben di surat kabar Suara Merdeka dan kolom Ngresula di surat kabar Radar Tegal.

3) Memilih data yang di dalamnya di duga mengandung kesantunan. 4) Pencatatan ke dalam kartu data.

3.9 Metode Analisis Data

Dalam menganalisis data penulis menggunakan metode normatif. Metode normatif yaitu metode pencocokan data yang berpedoman pada kriteria prinsip kesantunan.Kriteria prinsip kesantunan ini terdiri atas enam bidal dan dua belas sub bidal yang akan digunakan sebagai kriteria pengujian tersebut.

Langkah-langkah dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Data yang telah diperoleh di catat dalam kartu data.

2. Setelah data disimpan dalam kartu data, kemudian di analisis berdasarkan bidal kesantunan.

3. Setelah diketahui bidal kesantunan, kemudian dianalisis apakah data tersebut melanggar atau mematuhi bidal kesantunan.

4. Setelah mengetahui hasil analisis kemudian diklasifikasikan berdasarkan pelanggaran atau pematuhan bidal kesantunan.

Data-data yang sudah dianalisis berdasarkan prinsip kesantunan diklasifikasikan untuk menemukan bidal-bidal yang lebih banyak dilanggar dalam wacana SMS pembaca kolom Kepriben di surat kabar Suara Merdeka dan kolom Ngresula di surat kabar Radar Tegal. Selanjutnya dalam menentukan tingkat pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, analisis dan pengolahan data yang ditempuh dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan untuk menganalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai tingkat pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan.

(33)

Hasil analisis data penelitian secara kuantitatif dihitung dengan langkah-langkah:

1. menghitung jumlah seluruh data,

2. menghitung jumlah data yang mematuhi dan melanggar prinsip kesantunan,

3. menghitung persentase kesantunan.

Persentase kesantunan dihitung dengan rumus:

Keterangan: Ks= Kesantunan

n= Jumlah data menurut masing-masing bidal prinsip kesantunan ∑= Jumlah seluruh data kesantunan

3.5 Metode Pemaparan Hasil Analisis Data

Pemaparan hasil analisis data ini merupakan langkah selanjutnya setelah selesai menganalisis data. Pemaparan hasil analisis ini berisi segala hal yang ditemukan dalam penelitian. Menurut Sudaryanto (1999:145) pemaparan hasil penelitian dapat dilakukan dalam dua cara yakni dengan menggunakan metode formal dan informal. Metode formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang, sedangkan metode informal digunakan pada pemaparan hasil analisis data yang berupa kata-kata atau uraian.

Dari kedua jenis metode tersebut digunakan dalam penelitian ini adalah metode informal, karena dalam menyajikan hasil penelitian hanya menggunakan kata-kata atau kalimat biasa. Metode ini digunakan untuk memaparkan pematuhan dan pelanggaran bidal-bidal prinsip kesantunan.

Ks =

𝑛

(34)

BAB IV PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini mencangkup dua hal yang sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang dibahas yaitu (1) bidal-bidal kesantunan yang dipatuhi dalam wacana SMS pembaca surat kabar terbitan Jawa Tengah, dan (2) bidal-bidal kesantunan yang dilanggar dalam wacana SMS pembaca surat kabar terbitan Jawa Tengah.

4.1 Bidal-bidal Kesantunan yang Dipatuhi dalam Wacana SMS Pembaca Surat Kabar Terbitan Jawa Tengah

Pematuhan prinsip kesantunan dalam wacana SMS pembaca pada surat kabar terbitan Jawa Tengah dengan sampel surat kabar Suara Merdeka “kolom Kepriben” dan Radar Tegal “kolom Ngresula” terjadi pada (1) bidal ketimbangrasaan, (2) bidal kemurahhatian, (3) bidal keperkenaan, (4) bidal kerendahhatian, (5) bidal kesetujuan, (6) bidal kesimpatian.

4.1.1 Pematuhan Bidal Ketimbangrasaan/Kebijaksanaan

Tuturan pada wacana SMS pembaca pada kolom Kepriben dan kolom Ngresula yang mematuhi prinsip kesantunan bidal ketimbangrasaan ini adalah tuturan yang meminimalkan biaya sosial kepada pihak lain di dalam tuturan hendaknya dibebani biaya seringan-ringannya tetapi dengan keuntungan sebesar-besarnya.

Berikut ini adalah contoh tuturan dalam wacana SMS pembaca kolom Kepriben yang mengungkapkan pematuhan prinsip kesantunan bidal ketimbangrasaan.

Nomor Data: 10 Sumber Data:Radar Tegal, Rabu 1 Juni 2011 Kategori Pematuhan Prinsip Kesantunan

Konteks: Pembaca Radar Tegal mengomentari Pelayanan Samsat Slawi

(35)

Tuturan: NUWUN sewu pelayanan samsat Slawi tlg dibeneri, alat cetak plat no jarene rusak wis pirang2 dina ora dadi2. Trims. 087897784xxx

Tuturan di atas merupakan data yang diambil dari surat kabar Radar Tegal terbit hari Rabu tanggal 1 Juni 2011. Pada penggalan SMS tersebut mematuhi prinsip kesantunan bidal ketimbangrasaan karena tuturan tersebut mengandung makna meminimalkan keuntungan kepada diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan kepada diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan kepada pihak lain. Keuntungan yang dimaksud yaitu penutur dapat menyampaikan maksud dan keluhannya dengan pilihan kata yang tepat dan menggunakan kata sapaan yang santun sehingga tidak menyinggung perasaan mitra tutur. Hal ini terlihat dari penggunaan kata Nyuwun sewu dan tlg.

Nomor Data: 18 Sumber Data: Suara Merdeka, Senin 6 Juni 2011

Kategori Pematuhan Prinsip Kesantunan

Konteks: Pembaca Suara Merdeka mengomentari profesionalisme pelayanan kesehatan di Puskesmas Krapyak Kidul.

Tuturan: KEPALA DIN kes Pekalongan utara mohonpelayanan Kesehatan di Puskesmas Krapyak Kidul perlu ditingkatkan lagi Profesionalitas, Kedisiplinan, keramah tamahan . Para pegawai perlu diperhatikan trima Kasih (6281914108117)

(36)

Tuturan di atas dikatakan mematuhi prinsip kesantunan bidal ketimbangrasaan karena meminimalkan biaya kepada lawan tutur dan sekaligus memaksimalkan keuntungan kepada pihak lain karena penutur menggunakan sapaan yang santun yaitu pada kata mohon. Penutur menyampaikan maksud ingin meminta tolong kepada Kepala Dinkes Pekalongan utara. Maksud tersebut disampaikan dengan menggunakan bentuk santun dengan kata mohon, sehingga tidak menyakiti hati mitra tutur. Hal ini sesuai dengan prinsip kesantunan bidal ketimbangrasaan.

4.1.2 Pematuhan Bidal Kemurahhatian/Kedermawanan

Pematuhan terhadap prinsip kesantunan bidal kemurahhatian terjadi apabila tuturan yang dilakukan oleh peserta tutur mengandung makna menghormati. Penghormatan akan terjadi apabila peserta tutur dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain.

Penggalan wacana SMS kolom Kepriben dalam surat kabar Suara Merdeka yang mengungkapkan pematuhan prinsip kesantunan bidal kemurahhatian sebagai berikut.

Nomor Data: 50 Sumber Data: Suara Merdeka, Selasa 14 Juni 2011

Kategori Pematuhan Prinsip Kesantunan

Konteks: Pembaca Suara Merdeka memberikan saran pembuatan SIM masal.

Tuturan: PAK Kapolres Pekalongan, mohon di daerah pinggiran diadakan pembuatan SIM massal lagi. Maturnuwun. (6287733535323)

Analisis: Tuturan di atas mematuhi prinsip kesantunan bidal kemurahhatian.

(37)

Tuturan Maturnuwun mengandung makna penghormatan kepada mitra tutur sehingga mitra tutur merasa dihormati. Tuturan tersebut mematuhi prinsip kesantunan bidal kemurahhatian terjadi apabila tuturan yang dilakukan oleh peserta tutur mengandung makna menghormati.

4.1.3 Pematuhan Bidal Keperkenaan/Penghargaan

Tuturan dapat dikatakan mematuhi prinsip kesantunan bidal keperkenaan apabila tuturan tersebut mengandung makna mengurangi cacian pada orang lain atau menambah pujian bagi orang lain. Berarti penutur dikatakan santun apabila dalam bertutur selalu berupaya memberikan penghargaan dan penghormatan pada pihak lain secara optimal.

Berikut ini penggalan wacana SMS pembaca kolom Ngresula dalam surat kabar Radar Tegal yang mengungkapkan pematuhan prinsip kesantunan bidal keperkenaan.

Nomor Data: 4 Sumber Data: Radar Tegal, Rabu 1 Juni 2011 Kategori Pematuhan Prinsip Kesantunan

Konteks: Pembaca Radar Tegal memberi usulan Kepala Disosketrans agar dilakukan untuk dilakukan sidak perusahaan tentang gaji karyawan.

Tuturan: KEPADA Yth Bpk Suminto „Kpla

Dinsosketrans, tolong sidak perusahaan2 yang mempunyai krywn banyak, tanpa terkecuali, apa itu punya Pak Walikota maupun pejabat. Anda harus berani dan tanya slh satu krywnnya apakah gajinya udh sesuai UMK apa blm N pny kartu jamsostek apa ga? Saya yakin anda berani... by karywan DS. Terima kasih. 087730150xxx

Tuturan di atas mematuhi prinsip kesantunan bidal keperkenaan karena penutur meminimalkan cacian atau kecaman kepada mitra tutur serta menambah pujian bagi mitra tutur. Tuturan Saya yakin Anda berani merupakan sebuah pujian bagi Kepala Dinsoskertrans agar beliau berani

(38)

melakukan sidak perusahaan meskipun perusahaan tersebut milik pejabat. Karena pada kenyataannya, seorang petugas sering merasa takut ketika harus bertindak melawan pejabat.

Tuturan yang mematuhi prinsip kesantunan bidal keperkenaan juga tampak pada penggalan wacana SMS kolom Kepriben dalam surat kabar Suara Merdeka berikut.

Nomor Data: 14 Sumber Data: Suara Merdeka, Sabtu 4 Juni 2011 Kategori Pematuhan Prinsip Kesantunan

Konteks : Pembaca Suara Merdeka memberikan saran kepada Kapolres Kajen.

Tuturan: KEMANAKAN saya, Adi Santoso (24 tahun), tertabrak truk hingga tewas ketika sedang berboncengan motor dengan temannya, di Kulu, Kajen, Kabupaten Pekalongan. Kepada Kapolres Kajen, kami harap menindak tegas. Jangan dibebaskan si pelaku dengan dalih apa pun. Tegakkan keadilan, Pak! (6285876876824)

Tuturan di atas mematuhi bidal keperkenaan karena penutur meminimalkan cacian atau kecaman pada mitra tutur serta menambah pujian bagi mitra tutur. Tuturan jangan dibebaskan si pelaku dengan dalih apapun. Tegakkan keadilan, Pak! Merupakan sebuah tuturan yang mengandung pujian tetapi penutur juga menyampaikan kekecewaannya atas kejadian yang menimpa saudaranya dan tidak terselesaikannya kasus tersebut. Dengan tuturan tersebut maka penutur tidak menuduh/menyalahkan pihak tertentu, sehingga tidak ada pihak yang tersinggung. Hal ini sesuai dengan bidal keperkenaan yaitu apabila tuturan tersebut mengandung makna mengurangi cacian pada orang lain atau menambah pujian bagi orang lain.

(39)

4.1.4 Pematuhan Bidal Kesetujuan/Permufakatan

Peserta tutur dikatakan telah mematuhi bidal kesetujuan apabila tuturan yang terjadi antara peserta tutur mengandung kesepakatan. Yaitu dengan meminimalkan kesetujuan antara diri sendiri dengan pihak lain. Berikut ini adalah contoh tuturan dalam wacana SMS pembaca kolom Ngresula pada surat kabar Radar Tegal yang mengungkapkan pematuhan prinsip kesantunan bidal kesetujuan.

Nomor Data: 3 Sumber Data: Radar Tegal, Rabu 1 Juni 2011 Kategori Pematuhan Prinsip Kesantunan

Konteks: Pembaca Radar Tegal menanggapi sidak pelaksanaan UMK.

Tuturan: SAYA setuju dgn program Dinkoskertrans tntg sidak kesejumlah perusahaan tntg pelaksanaan UMK. Bnyk perusahaan di Tegal yg memberikan keterangan bohong mengenai gaji karyawan. Kalau perlu, petugas SKPD jgn hanya tanya kepada pemilik perusahaan, tp ke karyawannya. Karena pasti bnyk perusahaan yg tdk memberikan gaji sesuai UMK. 085642724xxx

Tuturan di atas mematuhi prinsip kesantunan bidal kesetujuan karena tuturan tersebut menyepakati adanya program sidak kesejumlah perusahaan. Hal tersebut dibuktikan dengan tuturan SAYA setuju dgn program Dinkoskertrans tntg sidak kesejumlah perusahaan tntg pelaksanaan UMK.

Dalam bertutur, penutur mengedepankan pokok masalah yang diungkapkan yaitu adanya program sidak kesejumlah perusahaan tentang pelaksanaan UMK. Penutur tidak mencampuradukkan pokok masalah yang sedang dibicarakan dengan kepentingan lain yang tidak ada hubungannya dengan pokok masalah, tetapi penutur memberi keterangan dengan cara

(40)

membandingkan dengan hal lain agar lebih jelas seperti yang terlihat pada tuturan Bnyk perusahaan di Tegal yg memberikan keterangan bohong mengenai gaji karyawan. Kalau perlu, petugas SKPD jgn hanya tanya kepada pemilik perusahaan, tp ke karyawannya. Karena pasti bnyk perusahaan yg tdk memberikan gaji sesuai UMK.

Tuturan yang mematuhi prinsip kesantunan bidal kesetujuan juga tampak pada penggalan wacana SMS kolom Kepriben dalam surat kabar Suara Merdeka sebagai berikut.

Nomor Data : 67 Sumber Data: Suara Merdeka, Sabtu 18 Juni 2011

Kategori Pematuhan Prinsip Kesantunan

Konteks: Pembaca Suara Merdeka memberikan kritikan terhadap slogan kota Batang agar tidak berambisi sebagai kota industri.

Tuturan: KOTA Batang ,semoga menjadi kota yang “SANTUN” dengan tidak terambisi sebagai kota industri..(6285226907072)

Tuturan di atas mematuhi prinsip kesantunan bidal kesetujuan karena tuturan tersebut menyepakati ikon kota Batang sebagai kota yang santun. Tuturan tersebut berarti penutur telah meminimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dan pihak lain dan memaksimalkan kesetujuan antara diri sendiri dan pihak lain.

Penggalan SMS berikutnya sebenarnya penutur mengungkapkan bahwa penutur kurang sependapat jika kota Batang terambisi sebagai kota industri. Penutur mengungkapkan dengan berupa kalimat sindiran. Dengan tuturan tersebut berarti penutur telah meminimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dan pihak lain dan memaksakan kesetujuan antara diri sendiri dan pihak lain.

(41)

4.1.5 Pematuhan Bidal Kesimpatian

Sebuah tuturan dapat dikatakan mematuhi prinsip kesantunan bidal kesimpatian apabila tuturan tersebut mengandung maksud untuk menunjukkan simpati penutur terhadap mitra tuturnya, yaitu dengan meminimalkan antipasti antara diri sendiri dan pihak lain serta memaksimalkan simpati antara diri sendiri dan pihak lain.

Berikut ini adalah contoh tuturan dalam wacana SMS pembaca kolom Ngresula pada surat kabar Radar Tegal yang mengungkapkan pematuhan prinsip kesantunan bidal kesimpatian.

Nomor Data: 20 Sumber Data: Radar Tegal, Sabtu 4 Juni 2011 Kategori Pematuhan Prinsip Kesantunan

Konteks: Pembaca Radar Tegal menanggapi kerusakan jalan di rel KA Tambun Slawi

Tuturan: ENYONG pen ngresula lah, tlg lhe dalan sing ning rel KA Tambun Slawi dibnerna, melas dokar2, becak, n kendraan liyane pda kedekLo.... Ndah Slawine tambh ayu. Trims. 085786001xxx

Tuturan di atas mematuhi prinsip kesantunan bidal kesimpatian karena tuturan tersebut mengandung makna bahwa penutur bersimpati pada mitra tutur. Penutur bersimpati pada pemilik dokar, becak, dan kendaraan lainnya. Hal ini dibuktikan dengan tuturan melas dokar2, becak, n kendraan liyane pda kedekLo.... Ndah Slawine tambh ayu. Dalam tuturan tersebut sebenarnya mengandung makna kekecewaan tentang jalan yang belum diperbaiki.

(42)

Tuturan yang mematuhi prinsip kesantunan bidal kesimpatian juga tampak pada wacana SMS pembaca kolom Kepriben dalam surat kabar Suara Merdeka sebagai berikut.

Nomor Data: 1 Sumber Data: Suara Merdeka, Rabu 1 Juni 2011 Kategori Pematuhan Prinsip Kesantunan

Konteks: Pembaca Suara Merdeka menanggapi pengerjaan jembatan di Balkam dan Sungai Pemali agar dipercepat.

Tuturan: BUPATI Brebes Yth, tolong pengerjaan jembatan di Balkam dan Sungai Pemali dipercepat, bila perlu dikerjakan 24 jam dengan tenaga yang banyak, kasihan anak-anak sekolah dan pengguna jalan lainnya, macet lagi... macet lagi. Trims. (081542184425)

Tuturan di atas mematuhi prinsip kesantunan bidal kesimpatian karena tuturan tersebut mengandung makna bahwa penutur bersimpati pada mitra tuturnya yaitu para pengguna jalan. Penutur bersimpati perihal pengerjaan jembatan Balkam dan sungai Pemali yang kurang cepat. Hal ini dibuktikan dengan tuturan kasihan anak-anak sekolah dan pengguna jalan lainnya, macet lagi... macet lagi.

Dari contoh-contoh tuturan di atas dapat diketahui bahwa dalam wacana SMS pembaca surat kabar terbitan Jawa Tengah dengan sampel surat kabar SuaraMerdeka kolom Kepriben dan surat kabar Radar Tegal kolom Ngresula terdapat banyak pematuhan. Dari 200 sampel data penelitian, terdapat 82 data yang mematuhi prinsip kesantunan.

Adapun bidal-bidal yang dipatuhi dalam tuturan wacana SMS pembaca kolom Ngresula dan kolom Kepriben tersebut meliputi bidal ketimbangrasaan, bidal kemurahhatian, bidal keperkenaan dan bidal kesetujuan.

(43)

Tabel 1

. Tingkat Pematuhan Bidal Prinsip Kesantunan Wacana SMS Pembaca Kolom Ngresula pada Surat Kabar Radar Tegal.

No. Bidal Jumlah Persentase

1 2 3 4 1. Bidal Ketimbangrasaan 27 27% 2. Bidal Kemurahhatian 0 0% 3. Bidal Keperkenaan 4 4% 4. Bidal Kerendahhatian 0 0% 5. Bidal Kesetujuan 8 8% 6. Bidal Kesimpatian 1 1% Tabel 2

. Tingkat Pematuhan Bidal Prinsip Kesantunan Wacana SMS Pembaca Kolom Kepriben pada Surat Kabar Suara Merdeka.

No. Bidal Jumlah Persentase

1 2 3 4 1. Bidal Ketimbangrasaan 29 29% 2. Bidal Kemurahhatian 3 3% 3. Bidal Keperkenaan 4 4% 4. Bidal Kerendahhatian 0 0% 5. Bidal Kesetujuan 2 2% 6. Bidal Kesimpatian 4 4%

Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa tingkat pematuhan prinsip kesantunan dalam wacana SMS pembaca kolom Ngresula pada surat kabar Radar Tegal terbanyak terjadi pada bidal ketimbangrasaan dengan frekuensi sebanyak 27 pematuhan dan dalam wacana SMS pembaca kolom Kepriben pada surat kabar SuaraMerdeka dengan frekuensi sebanyak 29 pematuhan. Hal ini berarti penulis SMS kolom Ngresula dan kolom Kepriben menunjukkan

(44)

sikap bahwa penutur memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya pada pihak lain atau lawan tutur. Tuturan yang mematuhi bidal ketimbangrasaan ini disebabkan tuturan dalam SMS pembaca kolom Ngresula dan kolom Kepriben meminimalkan biaya kepada pihak lain dan memaksimalkan keuntungan kepada pihak lain sebagai lawan tutur.

Selain itu, tingkat pematuhan prinsip kesantunan dalam wacana SMS pembaca kolom Ngresula paling sedikit terjadi pada bidal kesimpatian dengan jumlah 1 pematuhan, dan pada wacana SMS pembaca kolom Kepriben paling sedikit pada bidal kesetujuan. Dalam sampel tersebut, tidak adanya data pematuhan bidal kemurahhatian dan bidal kerendahhatian pada kolom Ngresula dan tidak adanya data pematuhan bidal kerendahhatian pada kolom Kepriben.

Selain mengetahui tingkat pematuhan terhadap prinsip kesantunan dalam wacana SMS pembaca surat kabar terbitan Jawa Tengah dengan sampel surat kabar Radar Tegal kolom Ngresula dan surat kabar Suara Merdeka kolom Kepriben, dapat disimpulkan bahwa pembaca dalam menyampaikan masukan, kritikan, komentar, dan keluhannya masih ada yang menggunakan pilihan bahasa yang santun, sehingga maksud dari pengirim SMS dapat tersampaikan tanpa harus menyakiti perasaan atau menyinggung pihak lain. 4.2 Bidal-bidal Kesantunan yang Dilanggar dalam Wacana SMS Pembaca

Surat Kabar Terbitan Jawa Tengah

Pelanggaran prinsip kesantunan dalam wacana SMS pembaca surat kabar terbitan Jawa Tengah dengan sampel surat kabar Radar Tegal kolom Ngresula dan surat kabar Suara Merdeka kolom Kepriben terjadi pada (1) bidal ketimbangrasaan, (2) bidal keperkenaan, dan (3) bidal kesetujuan.

4.2.1 Pelanggaran Bidal Ketimbangrasaan/Kebijaksanaan

Pematuhan bidal ketimbangrasaan mewajibkan peserta tutur meminimalkan kerugian orang lain atau memaksimalkan keuntungan orang lain. Dalam wacana SMS pembaca kolom Ngresula dan kolom Kepriben terdapat tuturan yang mengandung makna merugikan orang lain.

Referensi

Dokumen terkait

/ BB progesterone) are hilh because the study used GnRH analogues would stimulate thc seeretion of GtH l, which plays a role in increased vitellogenesis'

Bab ini terdiri dari hasil penelitian yang berupa dari bagaimana penerapan produk pembiayaan mikro 75iB dengan akad murabahah di BRISyariah KCP Weleri melalui

Membangun kepercayaan dalamwaktu singkat bahwa pemilik berada di tempat yang benar dan datang kedokter hewan tepat dan sebaliknya dokter berusaha meyakinkan bahwapenyakit

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap integritas laporan keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI

[r]

Simpulan penelitian ini yakni model pembelajaran Think Pair Share dapat meningkatkan hasil belajar siswa, keterampilan guru dan aktivitas siswa pada mata

For more details about the support types available, and how to use them for planning, preparing, teaching, assessing and revision, see our guide Cambridge teacher support , which

Dari contoh ikan yang tertangkap, kelestarian sumberdaya ikan teri hitam di Teluk Palabuhanratu dapat ditempuh dengan melakukan penangkapan yang difokuskan kepada ikan-ikan