• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KARMA PHALA DALAM AGAMA HINDU. 1. Karma phala ditinjau dari segi etimologis. 2. Karma phala ditinjau dari segi epistimologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KARMA PHALA DALAM AGAMA HINDU. 1. Karma phala ditinjau dari segi etimologis. 2. Karma phala ditinjau dari segi epistimologi"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

14 A. Pengertian Karma Phala

1. Karma phala ditinjau dari segi etimologis

Karma berasal dari kata “kr” yang diambil dari kata sansekerta yang artinya bergerak atau berbuat.1 Yakni segala gerak atau aktivitas yang dilakukan, baik itu perbuatan disengaja atau tidak disengaja. Perbuatan itu baik atau buruk, benar atau salah.

2. Karma phala ditinjau dari segi epistimologi

Karma phala adalah sebab akibat, maka segala sebab pasti akan membawa akibat. Demikian juga sebab dari suatu gerak atau perbuatan akan menimbulkan akibat.

Karma juga adalah perbuatan manusia ketika hidup di dunia (hidup sebagai umat Tuhan, itu sekedar melakukan Dharma).2

3. Pendapat-pendapat tokoh agama Hindu

a. Pendapat Anand Krisna, mendefinisikan karma phala adalah - Karma adalah tindakan perbuatan.

Setiap tindakan, setiap perbuatan merupakan aksi, aksi merupakan sebab yang akan membawakan akibat.

- Karma phala adalah akibat, dan akibat hanya merupakan hasil dari sebab.

- Karma phala adalah sebab, dimana setiap sebab membawa akibat.3

1

Oka Punyatmadya, Pancha Crada, Jakarta: Pustaka Mitra Jaya, 2003, hlm. 54.

2

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta: Balai Pustaka, 1900, hlm. 447.

3

Anand Krisna, Menyelami Misteri Kehidupan Bhagawadgita Bagi Orang Modern, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1998, hlm. 153.

(2)

b. Menurut pendapat Ed. Visvanathan, bahwa karma phala adalah salah satu dari sebab dan akibat.4

c. Menurut pendapat G. Pudja mengenai karma phala dan kitab Bhagawadgita (Pancama Veda), dimana beliau menafsirkan karma phala adalah sebuah tindakan dan apabila dilihat dari bentuk sikap tindakan kegiatan yaitu karma adalah perbutan baik.5

d. Dalam buku “Pedoman Sederhana Pelaksanaan Agama Hindu”, bahwa karma phala adalah;

1) Perbuatan dan hasilnya (buahnya) hubungan antara perbuatan dengan hasilnya (buahnya), hubungan antara sebab dan akibat. 2) Karma phala adalah setiap perbuatan yang baik maupun yang

buruk pasti ada hasilnya sesuai dengan baik maupun buruk perbuatan yang dikerjakan.6

e. Pendapat Niels Mulder mengenai karma phala: 1) Karma phala adalah buah perbuatan.

2) Karma phala adalah keinginan-keinginan leluhurnya.7

3) Karma phala adalah buah kelakuan sendiri pada masa lampau maupun sekarang.8

f. Menurut Joesoef Sou’yb bahwa karma phala adalah memikul akibat atas setiap sikap dan tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan duniawi.9

4

Ed. Visvanathan, Apakah Saya Orang Hindu, Denpasar: Manik Geni, 2000, hlm. 102.

5 G. Pudja, Bhagawadgita (Pancama Veda), Surabaya: Paramita, 2003, hlm. 18. 6

Parisada, Pedoman Sederhana Pelaksanaan Agama Hindu dalam Masa Pembangunan 1986, Jakarta: Yayasan Merta Sari, 1986, hlm. 60.

7

Niels Mulder, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996, hlm. 33.

8

Ibid., hlm. 34.

9

Joesoef Sou’yb, Agama-Agama Besar di Dunia, Jakarta: PT. al Husna Zakia, 1996, hlm. 53.

(3)

g. Menurut pendapat I Wayan Suja, mengenai karma phala yaitu masalah aksi dan reaksi sebagaimana hukum-hukum gerak yang dirumuskan oleh Newton.10

Bila di lihat dari uraian pengertian karma phala di atas, maka karma phala adalah sebab akibat dari setiap perbuatan. Segala sebab akan membawa akibat, segala sebab yang berupa perbuatan akan membawa hasil perbuatan.11 Adanya hukum karma phala disebabkan oleh perbuatan itu sendiri.

Pada dasarnya sesuai dengan siklus rwabhineda (dua sisi yang berbeda), perbuatan itu terjadi dari dua sisi yang berbeda, yaitu perbuatan baik dan perbuatan buruk. Siklus baik dan buruk selalu saling berhubungan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan.12

Demikianlah perilaku manusia selama hidupnya berada pada dua jalan yang berbeda itu, sehingga dengan kesadaran dia harus dapat menggunakan kemampuan yang ada di dalam dirinya, yaitu kemampuan berfikir, kemampuan berkata dan kemampuan untuk berbuat. Walaupun kemampuan yang dimiliki manusia tunduk pada hukum rwabhineda, yakni baik dan buruk, benar dan salah dan lain sebagainya, namun kemampuan itu sendiri hendaknya diarahkan pada perbuatan baik. Karena bila cubhakarma (Perbuatan baik) yang menjadi gerak pikiran, perkataan dan perbuatan, maka kemampuan yang ada pada diri manusia akan menjelma menjadi perilaku yang baik dan benar. Sebaliknya apabila perbuatan buruk yang menjadi sasaran gerak pikiran, perkataan dan perbuatan manusia maka kemampuan itu akan berubah menjadi perilaku yang salah (buruk).13

10

I Wayan Suja, Titik Temu IPTEK dan Agama Hindu (Tafsir Ilmiah Ajaran Veda), Pustaka Manik Geni, Denpasar, 2000, hlm. 159.

11

I B Oka Punyatmadja, loc. cit.

12

Anak Agung Gde Oka Netra, Tuntunan Dasar Agama Hindu, Jakarta: Hanuman Sakti, 1997, hlm. 37.

13

(4)

Berdasarkan hal itu, maka salah satu aspek kehidupan manusia sebagai pancaran dari kemampuan atau daya pikirnya adalah membeda-bedakan dan memilih yang baik dan benar dan bukan yang buruk atau salah.

“Manusah sarvabhatesu Vartate vai cabhacubha Acbubhesu samavistam

Cubhesveva vakarayet” (Sarasamuccaya 2)

Artinya: “Dari demikian banyaknya mahluk yang hidup, yang dilahirkan sebagai manusia itu sama saja yang dapat melakukan perbuatan baik dan buruk itu : adapun untuk peleburan perbuatan buruk ke dalam perbuatan yang baik juga manfaatnya jadi manusia”. 14 Menurut agama Hindu disebutkan secara umum bahwa perbuatan yang baik yang disebut cubhakarma dan kriteria cubhakarma yakni segala bentuk tingkah laku yang dibenarkan oleh ajaran agama yang dapat menuntun manusia ke dalam hidup yang sempurna, bahagia lahir batin dan menuju kepada persatuan atman (Percikan kecil dari Brahman) dan Brahman(Tuhan yang maha kuasa atau Hyang Widhi). Dari beberapa tingkah laku yang baik, ada beberapa ketentuan yang merupakan jabaran daripada pelaksanaan cubhakarma antara lain tiga gerak perilaku manusia yang harus disucikan, yaitu berpikir yang bersih dan suci, berkata yang benar dan berbuat yang jujur. Jadi dari pikiran yang bersih akan timbul perkataan yang baik dan perbuatan yang jujur.15 Dimana orang yang berpikir baik, pembicaraannya akan baik pula, dan hal itu akan diwujudkan dalam perbuatannya.16 Sedangkan perbuatan yang buruk disebut acubhakarma adalah segala bentuk tingkah laku yang menyimpang dan bertentangan dengan cubhakarma. Acubhakarma ini merupakan sumber dari kedursilaan yaitu segala bentuk perbuatan yang selalu bertentangan dengan susila atau dharma (kebenaran) dan selalu cenderung mengarah kepada kejahatan. Semua jenis perbuatan yang tergolong

14

I Nyoman Kajong, dkk, Sarasamuccaya (Dengan Teks Sansekerta dan Jawa Kuno), Surabaya: Paramita, 2003, hlm. 8.

15

Anak Agung Gde Oka Netra, op. cit., hlm. 38.

16

(5)

acubhakarma merupakan larangan-larangan yang harus dihindari di dalam hidup karena semua bentuk perbuatan acubhakarma ini menyebabkan manusia berdosa dan hidup menderita.17

Baik buruk perbuatan ini akan menentukan pahala yang akan diterimanya kalau kita menginginkan kehidupan yang suka atau bahagia, hendaknya ditentukan dari sekarang yaitu dengan jalan melaksanakan cubhakarma. Dengan ringkas sasaran cubhakarma adalah surga dan terakhir moksa. Sedangkan sasaran acubhakarma adalah neraka yang penuh dengan penderitaan atau kesengsaraan. Sesungguhnya tinggi rendah derajat seseorang ditentukan oleh baik buruk perbuatannya sendiri, sesuai dengan benih yang di tabur, demikianlah yang akan diterimanya.18

Tujuan dari adanya hukum karma phala yang selalu mengikuti manusia, dimana mahluk hidup tidak akan bisa lepas dari lingkaran karma phala adalah bertujuan untuk mencapai kesempurnaan serta kebahagiaan lahir batin, berpegang teguh pada dharma (kebenaran), melebur acubhakarma (perbuatan buruk) menjadi cubhakarma (perbuatan baik), melenyapkan penderitaan, meninggalkan alam neraka dan selanjutnya menuju ke alam surga.

Tujuan tertinggi ialah untuk mencapai moksa, bersatunya atman dengan Brahman, dimana manusia telah mencapai kesempurnaan hidup berupa kesucian batin laksana dan budi pekerti yang luhur sesama manusia dan makhluk yang disebut jagadhita dan memberi ketentraman rohani, sumber kebahagian yang abadi, sukha tanpa walidhuka, yang tiada didasarkan atas terpenuhinya nafsu duniawi, memberi kesucian dan menyebabkan roh bebas dari penjelmaan serta merasakan manunggal dengan Tuhan, yang disebut Moksa.19

17

Anak Agung Gde Oka Netra, op. cit., hlm. 43.

18

Parisada, op. cit., hlm. 71.

19

(6)

“Moksartham djagadhitaya ca iti Dharmah”

Artinya : Bahwa tujuan Agama (Dharma) kita adalah untuk mencapai moksa (Moksa artham) dan kesejahteraan umat manusia (Djagadhita) B. Dasar Ajaran Karma Phala

Sesungguhnya setiap agama yang ada dan berkembang di muka bumi ini bertitik tolak dari kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Banyak hal yang mendorong kita harus percaya terhadap adanya Tuhan itu berlaku secara alami. Adanya gejala atau kejadian dan keajaiban di dunia ini menyebabkan kepercayaan kita makin mantap, bahwa semua itu pasti ada sebab musababnya. Sebab yang terakhir adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Tuhan-lah yang mengatur semua ini, Tuhan pula sebagai penyebab pertama segala yang ada.20

Kendati kita tidak boleh cepat-cepat percaya kepada sesuatu, namun percaya itu penting dalam kehidupan ini, banyak sekali kegiatan yang kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari hanyalah berdasarkan kepercayaan saja. Setiap hari kita menyaksikan matahari terbit dan tenggelam, demikian pula adanya bulan dan bintang yang habis di langit dengan teratur, belum lagi oleh adanya berbagai mahluk hidup dan hal-hal lain yang menjadikan kita tertegun dalam menyaksikannya. Adanya pergantian siang dan malam, adanya kelahiran, usia tua dan kematian, semuanya itu mengantarkan kita harus percaya kepada Tuhan bahwa Tuhan-lah yang merupakan sumber dari segala yang terjadi di alam semesta ini.21 Karena itu Tuhan menurunkan sebuah agama dan agama iu adalah kepercayaan, maka dengan agama pula kita akan merasa mempunyai suatu pegangan iman yang menambatkan kita kepada suatu pegangan yang kokoh dalam menjalani kehidupan ini. Pegangan itu tiada lain adalah Tuhan, yang merupakan sumber dari segala semua yang ada dan terjadi. Kepada-Nyalah kita memasrahkan diri, karena tidak ada tempat lain dari pada-Nya tempat dimana kita kembali. Keimanan kepada Tuhan ini

20

Ibid., hlm. 17.

21

(7)

merupakan dasar kepercayaan dalam agama Hindu. Inilah yang menjadikan dasar pokok keimanan dalam agama Hindu mengenai karma phala.22 Adapun pokok-pokok keimanan dalam agama Hindu dapat dibagi menjadi lima bagian yang disebut dengan pancha crada antara lain :

1. Percaya adanya Tuhan (Brahman/Hyang Widhi). 2. Percaya adanya Atman ( Percikan dari pada Brahman )

3. Percaya adanya hukum karma phala (Sebab akibat dari setiap perbuatan ) 4. Percaya adanya Panurbawa (reinkarnasi/Samsara atau kelahiran kembali). 5. Percaya adanya Moksa (Kebahgiaan yang sejati dan abadi yang dapat

dirasakan manusia hingga ia terbebas dari hukum Karma Phala, samsara sehingga akan bersatunya Atman dengan Brahman ).23

Jadi karma phala adalah rukun iman yang ketiga dalam kepercayaan agama Hindu yang terdapat dalam ajaran panca crada. Dan ajaran panca crada berpedoman kepada kitab suci agama Hindu seperti kitab Sarasamuccaya, Bagawadgita, Veda. Dimana kitab-kitab tersebut merupakan sumber hukum agama Hindu, hukum atau peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku manusia baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok agar tercipta suatu suasana hidup yang serasi, berdaya guna dan tertib.24

Ajaran Panca Crada berpedoman pada kitab suci agama Hindu, yaitu : 1. Bhagawadgita

Bhagawadgita adalah salah satu kitab suci yang disebut Pancamo Veda (Veda Kelima), yang memuat tentang saripati ajaran veda atau saripati ajaran agama Hindu yang isinya sangat simpel dan sangat diperlukan oleh masyarakat luas, khususnya umat Hindu.25

22

Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996, hlm. 16.

23

Ahmad Syalabi, Agama-Agama Besar di India (Hindu-Jaina-Buddha), Jakarta: Bumi Aksara, 1998, hlm. 25.

24

G. Pudja, Pengantar Agama Hindu III Veda (Satu Studi Mengenai Kedudukan Veda Sebagai Sumber Hukum), Surabaya: Paramita, 1998, hlm. 25.

25

(8)

Bhagawadgita disebut Pancamo Veda yang bersifat suplemen yang mana kitab ini mengajarkan kepada kita untuk selalu berbuat baik, bertingkah laku baik pada saat kita hidup di dunia. Bhagawadgita adalah sebuah Upanisad, Upanisad itu sendiri adalah Veda yang tergolong Sruti. Adapun ayat kitab suci Bhagawadgita yang menguraikan bahwa perbuatan makhluk hidup di dunia ini pasti akan mendapat balasannya.

“Asing sagawenya dadi manusa, Ya ta mingetaken de Bhatara Widhi Apan aring sira pinaka paracama Bhatara Ring Cubhachuba karmaning janna” (Wrhaspati Tattwa 22)

Artinya: “Segala (apa) yang diperbuat di dalam penjelmaan menjadi manusia,(semua) itulah yang dicatat oleh Hyang Widhi (Tuhan yang Maha Kuasa),karena Dia sebagai saksi (dari) baik buruk (amal-dosa) perbuatan manusia.”

“Bhatara Dharma nangaran ira Bhatara Yana Sang kumayatnaken chuba chuba prawriti Sekala janma”( Agastya Parwa 355.15)

Artinya: “Bhatara dharma (juga) bergelar Bhatara Yama (sebagai Dewa keadilan),adalah pelindung keadilan yang mengamat-amti keadilan)baik buruk perbuatan manusia. Baik buruk dari (karma) itu akan memberi akibat yang besar terhadap kebahagiaan atau penderitaan hidup manusia”.26

2. Sarasamuccaya

Dasar ajaran yang kedua adalah kitab Sarasamuccaya, kitab ini merupakan salah satu kitab suci kelompok Nibanda yang membahas tentang ajaran susila, dharma, untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu dharma, arta, karma dan moksa.27 Seperti dalam kitab Sarasamuccaya. III

Sandigdhe’pi pare loke tyajyamevasubham budhaih, Yadi nasti tatah kin syadasti cennastiko hatah.

Artinya: “Biarpun sangsi kiranya orang yang akan adanya dunia lain (akhirat), dan akan adanya hasil perbuatan maupun yang buruk. Kendatipun demikian, hendaklah ditinggalkan saja perbuatan buruk itu demikian tersebut dalam ajaran agama; hendaklah

26

Anak Agung Gde Oka Netra, op. cit.,hlm 30.

27

(9)

disingkarkan perbuatan-perbuatan yang dinyatakan terlarang oleh sang pandita; jikapun sang pandita itu bohong tidak dapat dipercaya, pun tidak benar atau bohong ajaran agama itu tentang adanya surga dan neraka itu, juga adanya hasil perbuatan baik maupun buruk. Tidak ada kecewanya atau buruknya orang mentaati ajaran-ajaran sang pandita itu dan menjauhkan perbuatan-perbuatan buruk; demikian kata sastra agama jika agama tetap berdiri tegak, pasti perbuatan baik maupun buruk itu akan nyata pahalanya: nah, jika orang nastika (atheis)itu meninggal sudah tentu tenggelamnya ke dalam kawah neraka”.28

3. Veda

Veda adalah kitab suci agama Hindu, ajaran veda diyakini dan dipedomi oleh umat Hindu sebagai satu-satunya sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari ataupun untuk waktu-waktu tertentu.

Veda mengandung ajaran yang memberikan keselamatan di dunia ini dan di akhirat nanti. Veda menuntun tindakan umat manusia sejak lahir sampai pada nafasnya yang terakhir.29

“Vedo’khilo dharma mulam Smrti site ca tad vidam. Acarasca iva sadhunam Atmanas tustir eva ca”. (Manavadharmasastra II.6)

Artinya: “Veda adalah sumber dari segala dharma, kemudian barulah smrti, disamping sila, acara dan atmanastustyi”. 30

C. Macam-macam Karma Phala dalam Agama Hindu

Agama Hindu merupakan sekumpulan adat istiadat dan kepercayaan Hindu, baik yang berasal dari penduduk asli maupun yang dibawa ke negara India oleh bangsa pendatang dan agama Hindu juga lebih merupakan suatu

28

Ibid., hlm. 93.

29

I Made Titib, Veda sabda suci (pedoman praktis kehidupan), Surabaya: Paramitra, 1996, hlm. 19.

30

G. Pudja danTjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmacastra (Manu Dharmacastra) atau Veda Smrti, Jakarta: CV. Nitra kencana buana, 2003, hlm.62.

(10)

cara hidup dari pada merupakan kumpulan kepercayaan.31 Dimana dalam menerangkan mengenai isi kandungan yang meliputi berbagai kepercayaan, dan mengenai kepercayaan agama Hindu sudah diuraikan pada sub di atas dan salah satu adalah percaya dengan adanya karma phala yang pasti terjadi.32

Sebelum menguraikan lebih lanjut mengenai macam-macam karma phala atau balasan, maka sebagai pendahuluan untuk mengarah kepada macam-macam karma phala, penulis akan menggambarkan kehidupan manusia di dunia hingga sampai ke alam akhirat dan mendapat karma phala atau balasan atas perbuatannya. Dunia adalah suatu tempat yang mana setiap mahluk hidup khususnya manusia untuk menanam benih atau bekal untuk menuju ke alam akhirat atau alam sesudah mati. Alam sesudah mati adalah alam untuk memanen apa yang telah ia tanam di dunia, walaupun agama Hindu juga percaya bahwa di dunia juga manusia bisa mendapat apa yang ia lakukan atau ia tanam.33

Tahapan pertama manusia hidup di dunia ini adalah sejak manusia dilahirkan di dunia ini, tumbuh dan berkembang menjadi dewasa, selanjutnya menjadi tua dan berakhir kepada kematian. Demikian keberadaan manusia tidak jarang terjadinya ajal manusia sebelum mengalami masa dewasa maupun masa tua.

“Yuwatuapeksaya balo vrddhatvapeksaya yuva mrtyorutsangamaruhya sthavira kimapeksate”

Artinya : “Disini perihal keadaan manusia, yang dinantikan oleh masa anak-anak adalah masa muda, masa muda itu masa tualah yang dinantikannya, masa tua telah tercapai berarti telah berada di pangkuan kematian namanya, apakah yang masih dinantikannya hanya kematian saja. Karena itu hendaknya mengusahakan perbuatan berdasarkan dharma.” (Sarasamuccaya, 29) 34

31

Ahmad Syalabi, op. cit., hlm. 27.

32

Ibid., hlm. 28.

33

Wawancara Bapak Widodo (Pemuka Agama), tanggal 21 Desember 2004.

34

(11)

Kelahiran dan kematian merupakan hukuman bagi setiap yang hidup yang diciptakan oleh Tuhan. Agama mengajarkan bahwa kelahiran dengan dunia disebabkan oleh beberapa faktor yakni : karena roh menjalani hukuman atau menebus dosa, karena roh terikat dengan dunia maya dan karena ingin meningkatkan kualitas diri demi terciptanya penyatuan atman dengan Brahman.35

Perpaduan atman dengan badan jasmani, menyebabkan mahluk hidup atman yang menghidupkan badan jasmani di sebut jiwatman. Pertemuan atman dengan badan jasmani ini menyebabkan dia terpengaruh oleh sifat-sifat maya yang menimbulkan awidya (kegelapan), jadi manusia lahir dalam keadaan awidya, yang menyebabkan ketidak sempurnannya. Atman itu tempat sempurna, tetapi manusia itu sendiri tidaklah sempurna, manusia tidak luput dari hukum lahir, hidup dan mati. Walaupun manusia itu mengalami kematian, namun atman itu tidak akan bisa mati. Hanya badan yang mati dan hancur, sedangkan atman tetap kekal abdi.36

“Vasamsi jirnani yatha vihaya navani grhnait naro ‘parani tatha sarinani vihaya jirnani anyani samyati navani dehi”

Artinya: “Seperti hanya orang meninggalkan pakaian usang yang telah dipakai dan menggantikannya dengan yang baru. Demikian pula halnya jivatman meninggalkan badan lamanya dan memasuki badan yang baru.” (Bhagawadgita II : 22) 37

Tahapan yang kedua bagi setiap yang hidup adalah kematian. Dimana kematian adalah musuh utama manusia yang paling misterius, ganas, dan tak terhindarkan. Apakah dengan kematian berarti akhir kehidupan ataukah hanya

35

Departemen Agama RI, Buku Bacaan Agama Hindu (Tingkat III), Jakarta: Hanuman Sakti, 2001, hlm. 20.

36

Anak Agung Gde Oka Netra, op. cit., hlm. 27.

37

(12)

membuka pintu bagi kehidupan baru dalam dimensi lain atau dunia yang lain?38

Dari pertanyaan di atas, maka penulis mengutip dari sebuah buku Apakah Saya Orang Hindu sebagai jawaban atas pertanyaan di atas. Dimana menurut agama Hindu mengenai orang yang mati, hanya badannya saja yang mati, jiwanya tidak pernah mati.39 Pendapat tersebut dibenarkan dalam kepercayaan agama Hindu, sebagaimana dunia ini tercipta tidak hanya satu kali, demikian pula hari kiamat terjadi beberapa kali, sejalan dengan penciptaan dan penghancuran alam dunia tersebut sehingga agama Hindu mempercayai adanya kehidupan di dalam akhirat. Dimana manusia dengan amal perbuatannya akan memperoleh balasan sesuai dengan kebaikan dengan kebaikan serta keburukan dengan keburukan.40

Jadi kematian adalah sebuah jalan untuk menuju alam dimana perbuatan manusia mulai dipertanyakan dan dimintai pertanggung jawaban, dan itu merupakan masa transisi ke alam lain. Dimana setelah orang meninggal jasadnya akan di kubur atau di bakar dan di buang ke laut. Ini karena tubuh kita terdiri dari unsur air, tanah, angin dan api, sehingga apabila jasad di kubur atau di buang maka akan kembali kepada asal dari unsur yang ada pada tubuh kita dan yang tersisa hanya roh. Tahapan selanjutnya setelah roh terpisah dengan jasad, maka roh akan menuju sebuah perjalanan misterius sesudah meninnggal. Mungkin saja ia akan bertemu dengan mahluk dari level-level yang berbeda dan setelah itu roh akan berada pada suatu tempat yang dinamakan tempat tunggal sebelum roh mulai diberi siksa atau di beri pahala. Setelah itu roh tersebut akan menuju tempat pengadilan dengan hakim-hakim yang menimbang-nimbang perbuatan yang baik dan yang buruk pada sebuah timbangan keadilan alam semesta.41

38

AC. Bkuktivedanta Swami Prabhupada, Kembali Lagi (SainsTentang Reinkarnasi), Jakarta: Hanuman Sakti, 2002, hllm. 15.

39

Ed. Visvanathan, op. cit., hlm 103.

40

Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama, Bandung: Citra Aditya, 1993, hlm. 163.

41

(13)

Mengenai hukum karma phala, hubungan antara perbuatan dan hasilnya, maka pembuat karma itu sendiri tidak berhak menentukan hasil (buah) perbuatannya. Adanya hasil perbuatan itu ditentukan oleh hukum Tuhan Yang Maha Adil dan Maha Bijaksana yaitu hukum karma phala.42 Selain itu hukum karma phala ini sesungguhnya amat berpengaruh terhadap baik buruk sagala mahluk sesuai dengan perbuatan baik dan perbuatan buruk yang dilakukan semasa hidup. Hukum karma phala dapat menentukan seseorang itu hidup bahagia atau menderita lahir batin. Jadi setiap orang berbuat baik (Cubhakarma), pasti akan menerima hasil dari perbuatan baiknya itu. Demikian pula sebaliknya, setiap yang berbuat buruk, maka keburukan itu sendiri tidak bisa terelakan dan pasti akan diterima.

Hasil dari perbuatan itu tidak selalu langsung dapat dirasakan atau dinikmati. Tangan yang menyentuh es akan seketika dingin, namun menanam padi harus menunggu berbulan-bulan untuk bisa memetik hasilnya.43 Setiap perbuatan akan meninggalkan bekas, ada bekas yang nyata, ada bekas dalam angan dan ada yang abstrak. Oleh karena itu hasil perbuatan yang tidak sempat dinikmati pada saat berbuat atau pada kehidupan sekarang maka akan ia terima setelah di akhirat kelak dan ada kalanya pula akan dinikmati pada kehidupan yang akan datang.44

Dengan demikian karma phala dapat digolongkan menjadi tiga macam sesuai dengan saat dan kesempatan dalam menerima hasilnya yaitu sancita karma phala, prarabda karma phala dan kriyamana karma phala.

1. Sancita Karma Phala

Adalah hasil perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita yang sekarang.

42

Parisada, op. cit., hlm. 67.

43

Djam‘Annuri, Agama Kita Perspektif Sejarah Agama-Agama (Sebuah Pengantar), Jakarta: Karunia Kalam Semesta, 2002, hlm. 51.

44

(14)

Maksudnya perbuatan baik yang dulu pernah kita lakukan tapi belum mendapat pahala, akhirnya dilahirkan kembali selama belum mencapai moksa. Untuk menerima pahala dan perbuatan baik itu terus menerus sampai ia mencapai moksa.

2. Prarabda Karma Phala

Adalah hasil perbuatan kita pada kehidupan ini tanpa ada sisanya lagi.

Maksudnya perbuatan baik dan buruk seimbang dan telah mendapat pahala.

3. Kriyamana Karma Phala

Adalah hasil perbuatan yang tidak sempat dinikmati pada saat berbuat, sehingga harus diterima pada kehidupan yang akan datang.45

Maksudnya perbuatan yang pernah kita lakukan tapi belum sempat mendapat balasan atau pahala maka akan diterima pada kehidupan yang akan datang. Contohnya, seseorang melakukan perbuatan baik tapi pada kehidupan ini belum mendapat balasan. Maka kehidupan yang akan datang mendapatkan pahala kebahagiaan.

Jadi adanya penderitaan dalam hidup ini walaupun seseorang selalu berbuat baik, hal itu disebabkan oleh karmanya (perbuatan) yang lalu (sancita karma) terutama yang buruk yang harus ia nikmati hasilnya sekarang, karena pada kelahirannya yang terdahulu belum habis diterimanya. Sebaliknya seseorang yang berbuat buruk pada kehidupan sekarang dan nampaknya ia hidup bahagia, hal itu disebabkan karena sancita karmanya yang dahulu baik, namun nantinya ia harus juga menerima hasil perbuatannya yang buruk yang ia lakukan pada kehidupan sekarang .46 Tegasnya bahwa cepat atau lambat

45

Parisada, op. cit., hlm. 63.

46Departemen Agama RI, Upaceda (Ajaran-ajaran Agama Hindu), Denpasar: Parisada Hindu darma, 1998, hlm.27.

(15)

dalam kehidupan yang sekarang atau nanti, segala hasil dari perbuatan itu pasti akan diterima karena hal ini sudah merupakan hukum perbuatan.47

Di dalam Veda (Wrhaspati Tattwa 3) dinyatakan sebagai berikut “Wasana” artinya bahwa semua perbuatan yang dilakukan di dunia ini. Orang akan menyerap akibat perbuatannya di alam lain, pada kelahiran nanti, apakah pada akhirnya semuanya itu akan menghasilkan buah. Hal ini adalah seperti periuk yang diisikan kemenyan, walaupun kemenyannya sudah habis dan periuknya dicuci bersih namun tetap saja masih ada bau kemenyan melekat pada periuk itu.48

Ada penyakit tentu ada penyebabnya, demikian pula penderitaan itu pasti ada sebab musababnya. Tetapi kita harus yakin bahwa penyakit atau penderitaan tersebut dapat diatasi. Seseorang tidak bisa menghindari hasil perbuatannya, apakah baik ataupun buruk, sehingga seseorang tidak boleh iri jika melihat orang lain hidupnya bahagia atau lebih baik. Demikian pula sebaliknya, seseorang tidak perlu menyesali nasibnya karena apa yang ia terima merupakan balasan. Ini harus disadari, bahwa penderitaan di saat ini adalah akibat dari perbuatan kita sendiri, baik sekarang maupun yang telah lampau. Namun kita harus sadar pula bahwa suatu saat penderitaan itu akan berakhir asal kita selalu berusaha untuk berbuat baik. Perbuatan baik yang dilakukan saat ini akan memberikan kebahagiaan baik sekarang maupun yang akan datang.49 Demikianlah hukum karma phala dimana setiap perbuatan akan meninggalkan bekas. Ada bekas yang nyata, ada bekas dalam angan dan ada bekas yang abstrak. Oleh karena itu hasil perbuatan yang tidak sempat dinikmati pada saat berbuat atau pada kehidupan sekarang maka akan ia terima setelah di akhirat kelak dan adakalanya pula akan dinikmati pada kehidupan yang akan datang.

47

Ibid., hlm. 69.

48

Anak Agung Gde Oka Netra, op. cit., hlm. 29.

49

(16)

Mengenai hukum karma phala yang bisa dinikmati pada kehidupan sekarang atau kehidupan di akhirat kelak atau bahkan hanya bisa dinikmati pada kehidupan yang akan datang ini ada hubungannya dengan reinkarnasi atau punarbhawa (Kelahiran kembali).50

Punarbhawa merupakan perwujudan dari karma phala yakni pikiran, perkataan dan tingkah laku. Tindakan-tindakan dari badan sebelumnya tidak akan mati bersama matinya badan, tindakan-tindakan yang telah dilakukan terikat pada jiwa dan tindakan itu menentukan jalan yang dilalui oleh jiwa.

Karma phala dan punarbhawa saling berhubungan, begitu juga dengan segala sesuatu yang dilakukan.51 Jadi, karma phala dan punarbhawa ini merupakan suatu proses yang terjalin erat satu sama lain. Secara singkat dapat dikatakan bahwa karma Phala adalah perbuatan yang meliputi segala gerak, baik pikiran, perkataan maupun tingkah laku. Sedangkan punarbhawa adalah kesimpulan dari semua karma Phala itu yang terwujud dalam penjelmaan tersebut. Setiap karma (Perbuatan) yang dilakukan atas dorongan achubhakarma akan menimbulkan dosa dan atman akan mengalami neraka, serta dalam punarbhawa yang akan datang akan mengalami penjelmaan dalam tingkat yang lebih rendah, sengsara atau menderita bahkan menjadi makhluk yang lebih rendah tingkatannya. Sebaliknya karma (perbuatan) yang dilakukan berdasarkan cubhakarma akan mengakibatkan roh menuju surga dan akan mengalami tingkat penjelmaan yang lebih sempurna atau lebih tinggi. Seperti dalam Veda disebutkan ada 8.400.000 jenis spesies. Mulai dari mikroba, amoeba, sampai ikan, tumbuhan, serangga, reptil, sampai dengan manusia bahkan manusia setengah dewa dan jenis-jenis itu sesuai dengan karma phala.52 Di dalam kitab Veda disebutkan sebagai berikut:

Adharmarucayo mandas Tiryagatiparayanah Krocchan yonimanuprapya Na windanti sukham janan

50

Ibid., hlm. 31.

51

Shofwan, Wacana Spiritualitas Timur dan Barat, Yogyakarta: Qalam, 2000, hlm.102

52

(17)

(Sarasamuccaya, 48)

Artinya: “Adapun perbuatan orang yang bodoh, senantiasa tetap berlaku menyalahi darma: setelah ia lepas dari neraka, menitislah ia menjadi binatang, seperti biri-biri, kerbau dan lain sebagainya. Bila kelahirannya kemudian meningkat, ia menitis menjadi orang yang hina, sengsara, diombang-ambingkan. Kesedihan dan kemurungan hati dan tidak mengalami kesenangan”. 53

Sedangkan orang yang selalu berbuat baik (cubhakarma), Sarasamuccaya menyebutkan: “adapun orang yang selalu melakukan cubha karma, ia dikemudian hari akan menjelma dari surga, menjadi orang yang tampan (cantik), berguna, berkedudukan tinggi, kaya raya dan berderajat mulya. Itulah hasil yang didapatnya sebagai hasil dari perbuatan yang baik”.54

Jadi, punarbhawa berarti kelahiran yang berulang-ulang yang disebut juga penitisan kembali (reinkarnasi) atau samsara. Di dalam veda disebutkan bahwa penjelmaan Jiwatman yang berulang-ulang di dunia ini atau dunia yang lebih tinggi disebut Punarbawa. Punarbawa terjadi karena disebabkan jiwatman masih dipengaruhi oleh kenikmatan dan kematian akan diikuti oleh kelahiran.

Sribagavan uvacha: Bahuni me vyatitani Janmani tava cha ‘rjung Tany aham veda sarvani Na tvam vettha paramtapa

Artinya: “Sri Bagawan bersabda: Banyak kelahiranku dimasa lalu, demikian pula kelahiranmu arjuna semua ini aku tahu tapi engkau sendiri tidak. Paramtapa. 55

Atman yang masih diselubungi oleh sukma sarira dan masih terikat oleh adanya kenikmatan duniawi. Penyebab atman ini awidnya. Sehingga ia belum bisa bersatu dengan sumbernya yaitu Brahman (hyang widhi). Hal ini menyebabkan atman itu selalu mengalami kelahiran secara berulang-ulang.

53

I Nyoman Kajeng, dkk, op.cit., hlm. 39

54

Anak Agung Gde cubha karma Oka Netra, op. cit, hlm. 33

55

(18)

Segala bentuk perilaku atau perbuatan yang dilakukan pada masa kehidupan yang lampau menyebabkan adanya bekas dalam jiwatman.

“Karmabhumiriya Brahman Phlabhumirasan mata Iha yat kurute karma tat Paratrobhujyatke”

Artinya: “Sebab sebagai manusia sekarang ini adalah akibat baik dan buruknya karma itu, juga orang akhirnya dinikmatilah karma phala itu. Artinya baik buruk perbuatan itu sekarang akhirnya terbukti hasilnya. Selesai menikmatinya menjelmalah kembali ia mengikuti sifat karma phala. Wasana berarti sangkara. Sisa-sisa yang ada dari bau sesuatu yang tinggal bekas-bekasnya saja yang diteliti hukuman yaitu jauh dari tingkatan surga maupun dari kawah mereka. Adapun perbuatan baik ataupun buruk yang dilakukan di akhirat. Tidaklah ia berakibat sesuatu apapun. Oleh karena yang sangat menentukan adalah perbuatan baik atau buruk yang dilakukan sekarang juga”. 56 Dari uraian di atas,ditarik kesimpulan bahwa karma phala akan menjadikan manusia tidak akan lepas dari apa yang pernah ia berbuat yakni perbuatan manusia baik melalui tubuh, ucapan dan pikiran. Jadi tak dapat disangkal lagi bahwa seseorang akan memetik hasil dari apa yang ia tabur, baik ataupun buruk, dan melalui berbagai variasi dan kompleksitas hukum karma phalalah yang membuat hidup mempunyai perbedaan secara mental maupun fisik, dan dengan adanya hukum karma phala maka akan menyebabkan kelahiran kembali. Dimana manusia yang karma phalanya belum sempat terjadi di dunia ini atau pun di akhirat, maka manusia tersebut akan dilahirkan kembali dan karena masih adanya nafsu-nafsu atau keinginan yang belum terlaksana sehingga manusia dilahirkan kembali walaupun badan atau wadahnya berbeda dengan tubuh yang dahulu.

Mengenai surga dan neraka dalam Hindu, bahwa surga dan neraka itu bisa terjadi di dunia dan juga bisa terjadi di akhirat. Surga di akhirat adalah tempat yang penuh dengan kebahagiaan dan begitu juga sebaliknya dengan neraka yaitu tempat yang penuh dengan kesengsaraan, siksa-siksa sebagai

56

(19)

balasan atas perbuatan jelek yang dilakukannya dan di dunia ini surga dan neraka juga bisa terjadi, dimana apabila hidup kita di dunia ini menderita itu sudah dinamakan neraka dan juga sebaliknya apabila hidup kita di dunia ini bahagia itu dinamakan surga.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dan narasumber penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa cara berinteraksi antar sesama anggota komunitas penggemar

Dengan adanya pemahaman bersama dalam sebuah perusahaan, tidak akan menutup kemungkinan untuk karyawan-karyawan yang menolak adanya perubahan akan berpindah haluan ke arah

Title Sub Title Author Publisher Publication year Jtitle Abstract Notes Genre URL.. Powered by

Mengacu pada Visi dan Misi Pemerintah Daerah yang telah ditetapkan, maka Tujuan Jangka menengah Inspektorat Kota Yogyakarta selama 5 tahun anggaran adalah :

Dari berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim.. Dengan

Valbury Asia Securities or their respective employees and agents makes any representation or warranty or accepts any responsibility or liability as to, or in relation to, the

Proses produksi merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk mengubah dari bahan baku menjadi produk yang berbeda sifat fisik maupun kimianya agar bernilai jual

Diawali dengan penerbitan buku berjudul Kemitraan Dalam Hubungan Dokter-Pasien yang merupakan rangkaian pertama dari penerbitan buku-buku oleh Konsil Kedokteran