• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi pasar dan bisnis, ekspansi geografis, kompleksitas dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi pasar dan bisnis, ekspansi geografis, kompleksitas dari"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Globalisasi pasar dan bisnis, ekspansi geografis, kompleksitas dari operasi perusahaan serta kompleksitas akuntansi adalah beberapa faktor yang menjadikan pelaporan keuangan yang berkualitas sebagai salah satu tumpuan utama pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Ketersediaan pelaporan keuangan yang berkualitas sangat penting karena berpengaruh terhadap penyedia modal serta pemangku kepentingan lainnya dalam melakukan investasi, kredit, dan keputusan alokasi sumber daya lainnya guna meningkatkan efisiensi pasar secara keseluruhan (IASB, 2008).

Pelaporan keuangan yang berkualitas merupakan kombinasi antara laporan keuangan yang sesuai dengan standar dan regulasi sekaligus memenuhi kebutuhan pengguna. Berdasarkan definisi kerangka kerja pelaporan keuangan oleh Financial Accounting Standards Board (FASB, 1999) dan International Accounting Standards Board (IASB, 2008), kualitas laporan keuangan dapat dinilai berdasarkan karakteristik kualitatif utama (relevan dan faithful representation) serta karakterisitik kualitatif tambahan (understandability, comparability, verifiability, timeliness). Pelaporan keuangan dianggap memenuhi kebutuhan pengguna apabila pelaporan keuangan telah memenuhi tujuannya untuk menyediakan informasi pelaporan keuangan berkualitas tinggi terkait dengan entitas ekonomis, posisi dan

(2)

2 perubahan keuangan yang berguna untuk pengambilan keputusan ekonomis (FASB, 1999; IASB, 2008).

Dalam operasionalnya, karakteristik kualitatif kualitas pelaporan keuangan dapat diukur secara tidak langsung dengan menempatkan fokus pada atribut-atribut tertentu yang berpengaruh terhadap kualitas pelaporan keuangan seperti manajemen laba, restatements laporan keuangan, dan ketepatan waktu (e.g. Barth et al., 2008: Schipper & Vincent, 2003; Cohen et

al.,2004). Restatements merupakan penyajian kembali laporan keuangan

ketika kesalahan material ditemukan dalam laporan keuangan yang diterbitkan sebelumnya (Kusumo, 2014). Yuan Zhang (2011) menjelaskan

restatements sebagai indikator adanya ketidaksesuaian informasi keuangan

material yang disampaikan manajemen kepada investor, sehingga informasi keuangan tidak lagi dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan. Hal tersebut berdampak pada menurunnya kualitas pelaporan keuangan.

United States General Accounting Office (US GAO, 2002)

menyatakan pasar modal kehilangan kepercayaan dari masyarakat serta menderita kerugian kapitalisasi pasar sebesar US$100 miliar akibat tingginya

earnings restatements sepanjang tahun 1997-2002. Dalam laporannya, US

GAO juga menyebutkan lemahnya Corporate Governance (CG) sebagai penyebab kelalaian dalam pengawasan penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. CG bertujuan untuk memastikan perusahaan melakukan pelaporan keuangan tepat waktu yang disertai dengan pengungkapan laporan keuangan yang akurat. Informasi pengungkapan meliputi kondisi keuangan, kinerja,

(3)

3 kepemilikan dan tata kelola dari perusahaan. Menanggapi masalah tersebut, Kongres Amerika Serikat (AS) melakukan perubahan terbesar dalam pengaturan pengelolaan perusahaan dan pelaporan keuangan sejak 1934 dengan menetapkan Sarbanes-Oxley Act (Sarbox) pada tanggal 30 Juli 2002 dan mulai berlaku sejak 15 November 2004.

Di Indonesia, lemahnya implementasi CG merupakan salah satu penyebab krisis keuangan tahun 1997-1998 (Hadad, 2014). Pada saat krisis terjadi, nilai rupiah turun sebesar hampir 80% dan memiliki dampak yang signifikan di bidang sosial, ekonomi, dan politik. Selain itu, masa resesi juga dipenuhi dengan lemahnya penegakan regulasi oleh Bank Sentral atas praktik perbankan serta minimnya regulasi keuangan. Menanggapi masalah tersebut, usaha untuk perbaikan implementasi CG terus dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh swasta. Beberapa usaha yang dilakukan antara lain dengan mendirikan Komite Nasional untuk Good Corporate Governance (KNGCG) di tahun 1999 ((saat ini Komite Nasional Corporate Governance (KNKG)), menerbitkan Code of Good Corporate Governance pertama di tahun 2001, dan amandemen Code of GCG di tahun 2006. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) memperkenalkan peraturan CG untuk perbankan di tahun 2006 dan menunjuk Bank Indonesia (BI) untuk mengawasi implementasi peraturan tersebut. Di tahun 2014, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen untuk meningkatkan praktik CG di Indonesia sebagai bagian dari usaha stabilisasi keuangan. Untuk membantu OJK meningkatkan praktik CG, anggota dari World Bank Group,

(4)

4

International Finance Corporation (IFC), merilis The Indonesia Corporate Governance Manual di tahun 2014 untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia

(International Finance Corporation Advisory Services in Indonesia, 2014). Manual tata kelola perusahaan ini diharapkan mampu menjadi acuan untuk peningkatan kualitas praktik CG di Indonesia.

Beberapa penelitian terkait pengaruh karakteristik CG (menggunakan proporsi Dewan Komisaris Independen dan kepemilikan saham institusional) terhadap kualitas pelaporan keuangan (menggunakan restatements sebagai proksi) sebelumnya telah dilakukan di beberapa negara dengan dimensi budaya yang berbeda. Hasil penelitian Agrawal dan Chadha (2004) di AS menunjukkan dari 159 perusahaan publik yang melakukan restatements sepanjang tahun 2000-2001, keberadaan Dewan Komisaris Independen dan ahli keuangan mengurangi kecenderungan perusahaan untuk melakukan

restatements. Hasil tersebut konsisten dengan penelitian sebelumnya yang

menunjukkan perusahaan dengan proporsi Dewan Komisaris Independen yang lebih tinggi memiliki kemungkinan manipulasi laba dan restatements yang lebih rendah ((Beasley ,1996), (Dechow, et al, 1996), dan (Klein, 2002)). Di Indonesia, penelitian Veronica dan Bachtiar (2005) dan Kusumo (2014) menguji hubungan antara mekanisme CG dengan kecenderungan perusahaan mengalami masalah akuntansi dengan proksi earnings

restatements. Hasil penelitian menunjukkan proporsi kepemilikan saham

institusional, proporsi dewan komisaris independen, dan kepemilikan saham institusional berpengaruh negatif terhadap restatements. Sebaliknya, ukuran

(5)

5 Dewan Direksi, kepemilikan saham manajerial, keberadaan Komite Audit dan

blockholder tidak berpengaruh signifikan terhadap financial restatements.

Hasil penelitian yang berbeda ditunjukkan dalam penelitian Momen dan Gerayli (2014) di Iran yang gagal untuk membuktikan adanya hubungan signifikan antara proporsi Dewan Komisaris Independen dengan restatements perusahaan yang listing di Pasar Modal Iran sepanjang tahun 2008-2012. Penelitian Abdullah (2010) di Malaysia juga menunjukkan saham

blockholder berpengaruh negatif signifikan terhadap restatements, sedangkan

proporsi Dewan Komisaris Independen, ukuran Dewan Komisaris, CEO

duality, dan kepemilikan saham selain blockholder tidak berpengaruh

signifikan terhadap restatements. Kedua penelitian tersebut juga sejalan dengan penemuan Baber, et al (2006) yang juga gagal menunjukkan hubungan signifikan antara mekanisme CG seperti Dewan Komisaris, Komite Audit Independen, ukuran Dewan Direksi, dan struktur ekuitas kompensasi dengan keterjadian financial restatements.

Berdasarkan pemaparan penelitian di atas, dapat dilihat bahwa terdapat hasil yang tidak konsisten terkait dengan ada atau tidaknya pengaruh karakteristik CG meliputi proporsi Dewan Komisaris Independen dan kepemilikan saham institusional terhadap restatements. Enam penelitian sebelumnya di AS ((Beasley, 1996), (Dechow, et al, 1996), (Klein, 2002), (Agrawal dan Chadha, 2004)) dan di Indonesia ((Veronica dan Bachtiar, 2005), (Kusumo, 2014)) menunjukkan bahwa baik Dewan Komisaris maupun kepemilikan saham institusional berpengaruh negatif terhadap restatements

(6)

6 yang juga berarti berpengaruh positif terhadap kualitas pelaporan keuangan. Namun, penelitian yang dilakukan pada perusahaan yang listing di pasar modal AS, Malaysia, dan Iran gagal menunjukkan hubungan signifikan antara Dewan Komisaris Independen dan kepemilikan saham institusional dengan kualitas pelaporan keuangan ((Baber, et al, 2006), (Abdullah, 2010), (Momen dan Gerayli, 2014)). Sayangnya, sampai saat ini belum ada penelitian lanjutan yang menyelidiki atau menjelaskan penyebab dari inkonsistensi hasil penelitian tersebut. Penulis menduga, hasil penelitian yang tidak konsisten tersebut bisa jadi karena belum disertakannya salah satu variabel penting dalam penelitian, yaitu variabel reputasi perusahaan. Reputasi perusahaan merupakan refleksi atribut organisasional yang berhubungan dengan persepsi pemangku kepentingan tentang perusahaan (Fomburn & Shanley, 1990).

Praktik CG yang baik merupakan salah satu aspek penilaian skor reputasi perusahaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Westphal dan Graebner (2010), Nguyen dan Nielsen (2010) di AS, Inggris, dan Hong Kong, yang menunjukkan meningkatnya reputasi dan nilai perusahaan dengan adanya keberadaan Komisaris Independen di dalam Dewan Komisaris. Penelitian Fomburn dan Shanley (1990), Ryan dan Schneider (2002), serta Brammer dan Pavelin (2006) juga menunjukkan adanya pengaruh positif kepemilikan saham institusional terhadap reputasi perusahaan.

Sampai saat ini, baru ada dua penelitian yang dilakukan untuk melihat apakah reputasi perusahaan berpengaruh terhadap kualitas pelaporan

(7)

7 keuangan perusahaan dengan restatements sebagai proksi. Penelitian Chakravarty, et al (2013) dan Cao, et al (2012) menunjukkan perusahaan dengan reputasi yang baik akan melakukan peningkatan kredibilitas laporan keuangan dengan mengurangi restatements sebagai upaya pembangunan reputasi. Perusahaan dengan reputasi yang baik juga mampu menghasilkan laba tinggi yang berkelanjutan serta meningkatkan valuasi dan reputasi perusahaan (Robert & Dowling, 2006). Oleh karena itu, penelitian ini memilih reputasi sebagai variabel pemediasi untuk membantu menjelaskan ada atau tidaknya hubungan antara karakteristik CG dengan kualitas pelaporan keuangan.

Penilitian ini akan mengkonfirmasi ada tidaknya hubungan karakteristik CG (menggunakan proporsi Dewan Komisaris Independen dan kepemilikan saham institusional sebagai proksi) terhadap kualitas pelaporan keuangan (menggunakan restatements sebagai proksi). Dewan Komisaris Independen dipilih sebagai proksi dengan pertimbangan banyaknya perusahaan publik indonesia yang dikuasai oleh satu atau beberapa kelompok mayoritas pemegang saham. Pemegang saham mayoritas selalu mendapatkan informasi terkait dengan perusahaan serta dapat mengawasi manajemen perusahaan secara intensif. Sisa kepemilikan saham yang tersebar luas, seringkali merupakan pemegang saham minoritas yang tidak memiliki sumber daya informasi dan kemampuan untuk mengawasi manajemen secara efektif. Dalam hal ini, peran Dewan Komisaris independen sangat penting

(8)

8

untuk melindungi pemegang saham minoritas dari kemungkinan

penyalahgunaan kekusasaan oleh pemegang saham mayoritas.

Kepemilikan saham institusional dipilih sebagai proksi karakteristik CG dengan pertimbangan bahwa di beberapa perusahaan, investor institusional diwajibkan untuk menggunakan hak suara mereka sebagai pemegang saham, sedangkan di beberapa perusahaan lainnya, penggunaan hak suara termasuk salah satu moral imperative. Peran aktif investor institusional juga sesuai dengan manual tata kelola perusahaan Indonesia, yang menjelaskan bahwa efetivitas Good Corporate Governance (GCG) bergantung pada seberapa aktif partisipasi para pemegang saham dalam tata kelola perusahaan (International Finance Corporation Advisory Services in

Indonesia, 2014). Pemilihan restatements sebagai proksi dari kualitas

pelaporan keuangan karena restatements merupakan bukti yang paling terlihat dari lemahnya kualitas pelaporan keuangan. Artinya, perusahaan yang melakukan restatements memberikan sinyal ketidaktelitian atau minimnya akurasi dari informasi keuangan yang disajikan kepada publik. Akibatnya, informasi keuangan tersebut tidak dapat diandalkan, transparan, dan lengkap untuk memenuhi persyaratan yang digunakan dalam mengukur karakteristik kualitatif laporan keuangan (FASB,1999) & (IASB, 2008).

Penelitian ini akan mengeksplorasi bagaimana penerapan CG dengan karakteristik yang baik berpengaruh terhadap reputasi perusahaan dan bagaimana reputasi perusahaan akhirnya berpengaruh terhadap kualitas pelaporan keuangan. Tidak hanya itu, penelitian ini juga akan menguji apakah

(9)

9 reputasi perusahaan dapat memediasi hubungan antara karakteristik CG dan kualitas pelaporan keuangan. Pemilihan reputasi sebagai variabel pemediasi sesuai dengan hasil penelitian di beberapa negara yang menunjukkan bagaimana reputasi perusahaan dapat diraih dari penerapan CG yang baik ((Fomburn dan Shanley, 1990), (Ryan dan Schneider, 2002), (Brammer dan Pavelin, 2006), (Westphal dan Graebner, 2010), (Nguyen dan Nielsen, 2010) sekaligus bagaimana CG dapat membantu perusahaan dalam peningkatan kualitas pelaporan keuangan ((Robert & Dowling ,2006), (Chakrabarty, et al, 2013), (Cao, et al, 2012), (Robert dan Dowling, 2006)).

Penelitian yang menggunakan reputasi perusahaan sebagai variabel

pemediasi untuk menjelaskan pengaruh karaktersitik CG terhadap kualitas

pelaporan keuangan dengan financial restatements sebagai proksi belum pernah dilakukan sebelumnya baik di negara maju maupun di negara berkembang. Laporan Asean Development Bank (ADB, 2014) menunjukkan rendahnya kualitas penerapan corporate governance oleh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Indonesia menduduki peringkat 2 terbawah (sebelum Vietnam) dari 6 negara yang dilibatkan di dalam survey (setelah Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina). Rendahnya kualitas penerapan CG, adanya kekosongan lembaga penilai reputasi perusahaan independen (seperti Reputation Institute di AS), belum mapannya penyusunan regulasi dan penegakan hukum (sampai agustus 2015, tiga regulasi terkait dengan pelaporan keuangan oleh perusahaan publik dan emiten masih dalam proses penyusunan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK,2015), serta kekosongan

(10)

10 lembaga independen yang mengawasi dan menilai kualitas pelaporan keuangan (seperti Audit Analytics di AS) adalah beberapa faktor yang membuat penulis memilih Indonesia sebagai subjek penelitian.

Studi empiris terhadap pengaruh karakteristik CG (menggunakan proporsi Dewan Komisaris Independen dan kepemilikan saham institusional sebagai proksi) terhadap kualitas pelaporan keuangan (menggunakan

restatements sebagai proksi) dengan reputasi perusahaan sebagai variabel

pemediasi akan dilakukan pada perusahaan Indonesia yang listing di Jakarta

Islamic Index (JII) Bursa Efek Indonesia (BEI) sepanjang tahun 2010-2015

dan melakukan restatements. Definisi restatements yang digunakan adalah upaya koreksi perusahaan atas kesalahan material yang bukan disebabkan oleh stockplits, merger dan akusisi sesuai dengan Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) serta penerapan PSAK baru (GAO, 2002).

Pemilihan JII sebagai indeks karena mempertimbangkan tingkat pertumbuhan indeks saham syariah di Indonesia yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Di tahun 2013, BEI menyatakan saham kategori syariah lebih menguntungkan dari indeks LQ45 yang terefleksikan dari pertumbuhan return JII. Sepanjang periode 12 Mei 2011 – 22 November 2013, JII mengalami pertumbuhan sebersar 19% sedangkan LQ45 hanya tumbuh sebesar 13% (Harian Ekonomi NERACA, 2013). Selain itu, transaksi saham syariah juga cukup tinggi. Sampai Maret 2015, transaksi harian saham yang termasuk dalam efek syariah lebih dari Rp 2,8 triliun dari total saham syariah yang diperdagangkan Rp 3,03 triliun (infobanknews.com, 2015).

(11)

11

Periode 2010-2015 dipilih sebagai tahun penelitian karena

mempertimbangkan skor reputasi perusahaan Corporate Image Award (CIA) sebagai proksi dari reputasi perusahaan. Data CIA yang dirilis oleh Frontier

Consulting Group dan dapat diakses publik hanya tersedia untuk tahun

2010-2015. Skor CIA yang lebih tinggi menunjukkan reputasi yang lebih baik.

I. 2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah karakteristik CG berpengaruh negatif terhadap keterjadian

restatements?

2. Apakah karakteristik CG berpengaruh positif terhadap reputasi perusahaan?

3. Apakah reputasi perusahaan berpengaruh negatif terhadap keterjadian

restatements?

4. Apakah reputasi perusahaan memediasi hubungan antara karakteristik CG dan keterjadian restatements?

(12)

12 I. 3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis dan memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh karakteristik CG terhadap keterjadian restatements.

2. Menganalisis dan memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh karakteristik CG terhadap reputasi perusahaan.

3. Menganalisis dan memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh reputasi perusahaan terhadap keterjadian restatements.

4. Menganalisis dan memperoleh bukti empiris mengenai peran reputasi perusahaan dalam memediasi hubungan antara karakteristik CG dan keterjadian restatements.

I. 4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat:

1. Memberikan bukti empiris mengenai peran reputasi perusahaan dalam memediasi hubungan antara karakteristik CG terhadap kualitas pelaporan keuangan (restatements sebagai proksi).

2. Bagi perusahaan, penelitian ini dapat memberikan pemahaman bagaimana pentingnya peran karakteristik CG dalam pengambilan keputusan bisnis. Salah satunya adalah bagaimana kepedulian akan CG

(13)

13 dan reputasi perusahaan dapat memotivasi aktivitas pelaporan keuangan yang lebih baik.

3. Di bidang teoritis, penelitian ini dapat menambah wawasan di bidang akuntansi khususnya mengenai CG, reputasi perusahaan, kualitas pelaporan keuangan, keterjadian restatements, serta kualitas akrual yang tinggi.

4. Memberikan informasi dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian selanjutnya mengenai topik ini.

I. 5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, kegunaan, dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Bab ini merupakan uraian landasan teori-teori yang menjadi dasar analisis penelitian yaitu teori tentang reputasi perusahaan, reputasi dalam pandangan etika bisnis, corporate governance, dan kualitas pelaporan keuangan.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang variabel penelitian, ruang lingkup penelitian, sampel penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data dan metode analisis data.

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa penelitian tentang silika telah banyak dilakukan, diantaranya (Madrid, dkk 2012) telah melakukan penelitian mengenai karakterisasi silika dari limbah sekam padi

Sehubungan dengan rangkaian evaluasi penawaran pada pelelangan sederhana untuk Pekerjaan Pengadaan Ternak Ruminansia (Ternak Kambing) Tahun Anggaran 2017 TP 05

Sistem JPKM ini merupakan sistem asuransi bagi keluarga mampu sehingga kedepan diharapkan akan mengurangi beban Pemerintah daerah Kabupaten Polewali Mandar di bidang kesehatan

Kegiatan Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) dilaksanakan dalam rangka mengembalikan pola konsumsi masyarakat kepada budaya dan potensi setempat. Kegiatan ini sudah

Pengelolaan program BOS di lingkungan Kementerian Agama dilakukan oleh Tim Manajemen BOS, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan madrasah/PPs. Struktur

Motivasi dan kompensasi merupakan penomena yang selalu menjadi dilema pada setiap perusahaan yang berorientasi terhadap keuntungan karena baik motivasi maupun kompensasi

Populasi dalam peneitian ini adalah semua peternak penggemukan ternak sapi potong yang terdapat di Desa O’o Kecamatan Donggo Kabupaten Bima sebanyak 20 orang yang terdiri dari

Hesti Pendidikan Agama Budha Dosen Tidak Tetap 3 Suroso, S.Pd., M.Kes.. * Bd.103 Pendidikan Kewarganegraan 2