• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN CHRONIC Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Chronic Kidney Disease Yang Mengalami Asites Di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN CHRONIC Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Chronic Kidney Disease Yang Mengalami Asites Di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN

CHRONIC

KIDNEY DISEASE

YANG MENGALAMI ASITES DI RUANG

HEMODIALISA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Oleh :

YANI PARYANTI

J 230 113 034

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN

CHRONIC

KIDNEY DISEASE

YANG MENGALAMI ASITES DI RUANG

HEMODIALISA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Disusun oleh : YANI PARYANTI

J 230 113 034

Pembimbing I Pembimbing II

Siti Arifah, S.kp., M. Kes Bagyo Rachmanto, S.Kep., Ners

NIK: 902 NIP : 19720621992031004

Mengetahui,

Ketua Jurusan Keperawatan

(3)

PENELITIAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN CHRONIC KIDNEY

DISEASE YANG MENGALAMI ASITES DI RUANG HEMODIALISA RUMAH

SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Yani Paryanti*

Siti Arifah, S.Kp., M.Kes. ** Bagyo Rachmanto, S.Kep., Ns.***

ABSTRAK

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan fungsi ginjal yang progesif dan tidak dapat pulih kembali, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia berupa retensi ureum dan sampah nitrogen lain dalam darah. Saat ini hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilakukan dan jumlahnya dari tahun ketahun terus meningkat.prosedur hemodialisa bukan berarti tanpa resiko. Ascites adalah akumulasi cairan dalam rongga peritoneal yang dihasilkan dari beberapa perubahan patofisiologi yaitu hipertensi portal, menurunnya takanan osmotic, koloid plasma dan retensi natrium dan air. Tujuan umum untuk mengetahui dan mendapatkan pengalaman yang nyata tentang asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan CKD yang mengalami asites. Metode yang digunakan adalah metode deskriftif, dengan pendekatan studi kasus. Kesimpulan dari karya ilmiah ini adalah pada pasien Tn. S mengalami masalah asites pada gagal ginjal kronik yang memerlukan perhatian khusus bagi perawat untuk menanganinya.

(4)

NURSING CARE TO Tn. S WITH CHRONIC KIDNEY DISEASE HAVE ASCITES IN THE HEMODYALISIS ROOM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr.MOEWARDI OF

SURAKARTA

ABSTRACT

Chronic Kidney Disease is a progressive kidney damage and cannot be

recovered, in which the ability of the body's metabolism as well as failing to maintain fluid and electrolyte balance, causing retention uremia form urea and other nitrogen waste in the blood. Today hemodialysis is renal replacement therapy is the most widely performed and the number continues to increase from year to year. Hemodialysis procedure is not without risk. Ascites is the accumulation of fluid in the peritoneal cavity that results from the interaction of several pathophysiologic change portal hypertension, lowered plasma colloidal osmotic pressure, and sodium retention all contribute to this condition. The general purpose of the writing are know and get the real experience of "nursing appropriate in patients with ckd are experiencing ascites. The method used is descriptive method with approach of case studies. The conclusion of this scientific paper is on Tn. S patients experiencing problems ascites on chronic

kidney disease requiring special attention for nurses to handle it.

(5)

PENDAHULUAN

Fungsi utama ginjal dalam keadaan normal adalah mengatur cairan tubuh, mempertahankan keseimbangan asam basa dan PH dalam darah, serta memiliki fungsi endokrin dan hormonal (Smeltzer, 2008). Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan patologis dengan penyebab yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif dan kemudian berakhir pada gagal ginjal tahap akhir. Penyakit ginjal tahap akhir adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal kronik ireversibel yang sudah mencapai tahapan dimana penderita memerlukan terapi pengganti ginjal, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2007).

Hemodialisa adalah suatu proses dimana terjadi difusi partikel terlarut (salut) dan air secara pasif melalui darah menuju kompartemen cairan dialisa melewati membrane semi permiabel dalam dialiser (Price & Wilson, 2005). Tujuan utama hemodialisis adalah menghilangkan gejala yaitu mengedalikan uremia, kelebihan cairan dan ketidakseimbangan elektrolit yang terjadi pada pasien Chronic Kidney

Disease (Kallenbach. 2005).

Pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis terjadi fluktuasi status volume cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit plasma yang sangat tergantung pada jumlah cairan yang diminum dan fungsi ginjal sisa (Lubis, 2009).

Kelebihan ataupun kekurangan cairan ini dapat meningkatkan

morbiditas dan mortalitas pada pasien yang menjalani hemodialisis (Pace, 2007), terutama yang berhubungan dengan komplikasi kardiovaskulernya. Beberapa komplikasi akibat kegagalan mengatur asupan cairan pada pasien gagal ginjal antara lain; hipertensi yang tak terkendali, hipotensi intradialisis, edema perifer, ascites, efusi pleura dan gagal jantung kongestif.

Salah satu penyebab terjadinya kegagalan dalam mengatur asupan cairan yang berujung pada fluktuasi cairan adalah kurangnya pengetahuan dan ketidakpatuhan pasien mengenai pentingnya mengatur kebiasaan minum. Konsumsi air minum melebihi batas yang dianjurkan dapat meningkatkan resiko komplikasi seperti di atas dan terutama yang berhubungan dengan komplikasi kardovaskular.

Studi pendahuluan telah dilakukan di unit hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Oktober 2012. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta memberikan pelayanan kesehatan hemodialisa dan memiliki mesin hemodialisa sebanyak 25 unit yang terdiri dari 3 mesin Frezenius, 18 mesin Nipro (2 mesin berada di ruang Isolasi), 4 mesin Brown dengan perawat sebanyak 15 orang dan jumlah pasien sebanyak ± 300 orang. Pelayanan Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

(6)

tiap hari terbagi dalam 2 shift yaitu shift pagi dan shift sore. Jika ada pasien yang harus di lakukan hemodialysis segera ada shift tambahan. Pasien yang menjalani hemodialisis antara 1-2 kali dalam 1 minggu, adapun lama setiap hemodialisis adalah 3-5 jam dalam setiap dilakukan hemodialisis.

Hasil observasi peneliti menemukan ± 40% dari pasien yang menjalani hemodialisa mengalami komplikasi ascites, Pembahasan pada asuhan keperawatan ini akan berguna untuk meyelesaikan masalah asites yang sering muncul pada pasien yang menjalani hemodialisis, sehingga kedepan perawat mampu mengantisipasi masalah yang muncul, berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan pembahasan mengenai Asuhan Keperawatan Pada Tn. S dengan Chronic Kidney

Disease yang Mengalami asites

diruang Hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.

LANDASAN TEORI

Chronic Kidney Disease (CKD)

Chronic Kidney Disease

(CKD) adalah kerusakan fungsi ginjal yang progesif dan tidak dapat pulih kembali, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia berupa retensi ureum dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2008). Sementara National Kidney

Foundation (NKF) menyatakan gagal

ginjal kronik terjadi apabila berlaku

kerusakan jaringan ginjal atau menurunnya glomerulus filtration

rate (GFR) kurang dari 60

mL/min/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Berikut adalah tahap yang telah ditetapkan menerusi (K/DOQI) pada tahun 2004 (Black and Hawks, 2005):

1) Stage 1: Kidney damage with normal or increased GFR (>90 mL/min/1.73 m2)

2) Stage 2: Mild reduction in GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)

3) Stage 3: Moderate reduction in GFR (30-59 mL/min/1.73 m2) 4) Stage 4: Severe reduction in

GFR (15-29 mL/min/1.73 m2) 5) Stage 5: Kidney failure (GFR <15

mL/min/1.73 m2 or dialysis)

Kelebihan ataupun kekurangan cairan ini dapat

meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada pasien yang menjalani hemodialisis (Pace, 2007), terutama yang berhubungan dengan komplikasi kardiovaskulernya. Beberapa komplikasi akibat kegagalan mengatur asupan cairan pada pasien gagal ginjal antara lain; hipertensi yang tak terkendali, hipotensi intradialisis, edema perifer, asites, efusi pleura dan gagal jantung kongestif.

Asites

(7)

berwarna kuning pucat dan jelas) dalam rongga (peritoneal) perut.

Patofisiologi

Patogenesis Chronic Kidney

Disease disebabkan karena

kerusakan pada nefron yang mengakibatkan penurunan GFR dan nefron yang tersisa menjadi hipertropi. Hal ini menyebabkan ginjal kehilangan kemampuan untuk

mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal.

Jika GFR terus menerus turun sampai nol, maka ginjal akan mengkompensasi kehilangan nefron yang persisten yang terjadi pada gagal ginjal kronik. Rusaknya nefron mengakibatkan kehilangan Natrium dalam urine (Black dan Hawks, 2005).

Ketidakseimbangan natrium dan cairan dalam tubuh dapat meretensi cairan dan natrium yang mengakibatkan peningkatan tekanan hidrostatik di dalam tubuh menyebabkan penurunan ekskresi urine dan mengakibatkan edema dan hipertensi. Edema yang terjadi pada rongga peritoneal akan mengakibatkan terjadinya asites. Pada edema paru terjadi peningkatan tekanan hidrostatik yang mengakibatkan difusi CO2 dan

O2 terhambat sehingga klien

merasakan sesak nafas.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang paling dasar pada pasien Asites adalah pengukuran serta pencatatan asupan dan haluaran cairan, pengukuran lingkaran perut dan berat badan setiap hari, pantau

kadar ammonia dan elektrolit dalam serum, dan pantau nilai albumin dalam darah.Tes ini dapat menemukan cairan dalam rongga

peritoneal. Paracentesis menyediakan sampel cairan untuk

analisis. Temuan ini membantu menentukan penyebab dari ascites: misalnya, temuan sel-sel ganas dapat menunjukkan tumor (Black dan Hawks, 2005).

Teori Hemodialisa

(8)

kronis.Darah dikeluarkan dari tubuh melalui pipa-pipa plastik menuju mesin ginjal buatan (mesin hemodialisis). Setelah darah bersih dari sisa metabolisme dan racun tubuh, darah akan kembali ke tubuh. Pada gagal ginjal akut dilakukan hemodilisis sampai fungsi ginjal membaik, sedangkan pada gagal ginjal kronik berat dilakukan hemodilisis 2-3 kali seminggu, diulang seumur hidup atau sampai dilakukan cangkok ginjal.Selama hemodialisisdapat menyebabkan sejumlah komplikasi yaitu masalah teknisseperti kebocoran darah, kehilangan cukup cairan, dan clooting, Hipotensi atau hipertensi, Jantung disritmia dari ketidakseimbangan kalium, emboli, Perdarahan (Black and Hawks, 2005).

Adapun indikasi dari hemodialisis yaitu gagal ginjal yang tidak lagi dapat dikontrol melalui penatalaksanaan konservatif, pemburukan sindrom uremia yang berhubungan dengan CKD (mual, muntah, perubahan neurologis, kondidi neuropatik, perikarditis), gangguan cairan atau elektrolit berat yang tidak dapat dikontrol oleh tindakan yang lebih sederhatan (Patricia, 2006).

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

Diagnosa dan Intervensi keperawatan yang mungkin sering muncul pada kasus ini adalah : 1. Kelebihan volume cairan cairan

berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan dan natrium.

Intervensi keperawatannya yaitu timbang BB pre dan post, batasi cairan, pantau intake dan output, lakukan HD dengan ultrasi yang optimal, pantau nilai albumin dan diuretik, Hindari Hepatotoxin, beri penyuluhan tentang diit cairan (Barkan, 2006)

2. Ketidakefektifan pola nafas

berhubungan dengan peningkatan tekanan intra

abdomen. Intervensi keperawatannya yaituposisi

klien dalam posisi high-fowler untuk memfasilitasi pernapasan, dan memantau status klien pernafasanuntuk pengembangan atelektasis atau pneumonia. untuk mempertahankan fungsi pernapasan, berikan O2 sesuai

kebutuhan, meminta klien untuk batuk dan napas dalam setiap jam, menggunakan spirometer insentif, atau menerima perawatan USG jika batuk tidak

mengendurkan sekresi pernapasan meludah (Black dan

Hawks, 2005).

(9)

pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat. Proteksi terhadap infeksi yaitu: monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal, monitor kerentanan terhadap infeksi, pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan, inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase, inspeksi keadaan luka dan sekitarnya, monitor perubahan tingkat energy, dorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan latihan, ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkan kecurigaan infeksi (Potter & Perry, 2005). 4. Cemas/kurang pengetahuan

berhubungan dengan :Perubahan status kesehatan,

Perubahan peran, Toksin

uremia. Intervensi keperawatanya yaitu gunakan

pendekatan yang menenangkan, jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur, berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis, libatkan keluarga untuk mendampingi klien, Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi, dorong pasien untuk

mengukapkan perasaan, ketakutan, persepsi, komunikasi

terapeutik, ciptakan lingkungan tenang, aman dan nyaman, dorong klien untuk selalu berdoa, beri support psikologi dan spiritual, beri informasi sederhana tentang penyakit,

prosedur tindakan dialysis (Rahimi, 2008).

5. Resiko tinggi: Kloting, Perdarahan, Berhubungan dengan tindakan invasive. Intervensi keperawatanya yaitu: beri heparin sesuai dosis. lakukan HD dengan QB maksimal diatas 150 ml/mnt, monitor dialiser, QB, blood line dan daerah fungsi selama HD, lakukan penekanan daerah fungsi dengan prinsip steril dan benar, observasi tanda-tanda infeksi, lakukan HD dengan prinsip steril (Shahgolian, 2008) 6. Integritas kulit berhubungan

dengan edema dan tekanan dari

perut. Intervensi keperawatannya yaitu ubah

posisi klien, berikan dukungan yang cukup pada klien dengan keadaan yang dialaminya, jika klien telah disarankan bedrest, anjurkan memakai kasur khusus digunakan untuk mencegah kerusakan kulit. Untuk mencegah kerusakan kulit, periksa kulit klien setiap hari, oleskan lotion atau krim, jaga kulit tetap lembab, dan ganti seprai kotor sesegera mungkin (Black dan Hawks, 2005 ).

METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan

(10)

Tempat dan Waktu

Penulisan karya ilmiah ini mengambil kasus di ruang Hemodislisis Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta pada tanggal 12 Oktober 2012.

Teknik Pengambilan Data

Penulisan karya tulis ilmiah ini mengambil sumber data dengan cara:

1. Wawancara yaitu dengan

mengajukan pertanyaan

langsung pada klien dan keluarga untuk

menggali permasalahan klien.

2. Observasi dengan cara pengumpulan data melalui hasil pengamatan.

3. Pemeriksaan fisik yaitu cara pengumpulan data melalui inspeksi,

palpasi, perkusi, auskultasi, dan pemeriksaan fisik lainnya.

4. Studi dokumentasi keperawatan dengan mempelajari dokumentasi klien yang terdapat dalam status yang berisikan catatan keperawatan klien.

5. Studi kepustakaan yaitu mempelajari literatur-literatur yag berkaitan

atau relevan dengan isi karya tulis.

Analisa Data

Dalam penelitian ini peneliti menganalisa data dengan menelah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, dan pengamatan, maka langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data dari hasil pengkajian

selama pre, intra, post hemodialisa yang kemudian akan dibandingkan antara teori dengan kenyataan yang ada pada Asuhan Keperawatan Pada Tn. S dengan Chronic Kidney

Disease yang Mengalami Asites

diruang Hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini, penulis akan membahas diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. S dengan

Chronic Kidney Disease yang

mengalami asites dan membandingkan antara teori dan kasus dengan menggunakan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Pelaksanaan asuhan keperawatan dimulai pada tanggal 12 0ktober 2012 jam 07.15-12.20.

Pengkajian yang ditemukan pada kasus Tn. S sebagai berikut: a. Klien mengalami sesak nafas b. Terdapat edema pada kedua

kaki

c. Mengalami asites

d. Tekanan darah 150/90 mmHg e. Anemia (Hb : 8.0 gr/dl)

f. Asam urat meningkat (Asam urat : 13.9 mg/dl)

g. Hipoalbumin (Albumin 3.10 gr/dl) h. Hasil Ureum 321 mg/dl dan

Kreatinin 10,7 mg/dl

(11)

kreatinin), Penurunan Albumin, Asam urat meningkat, Anemia (Ringan, sedang maupun berat), Hipernatremia, Hiperkalemia, Hiperpospatemia, Anuria.

Yang tidak dilakukan dalam pengkajian pada kasus ini yaitu pengukuran lingkar perut, tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium setelah menjalani hemodialisa karena di ruang hemodialisa hanya melakukan dialysis pada pasien saja.

Setelah dilakukan pengkajian kemudian penulis

membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasusTn. S dengan

Chronic kidney disease yang

mengalami asites adalah :

1. Pola nafas tidak efektif

berhubungan dengan peningkatan tekanan intra

abdomen, Asites.

Pada diagnosa keperawatan ini ditegakkan oleh

penulis berdasarkan data yang di peroleh meliputi :

a. Data subyektifnya klien mengatakan sesak nafas, b. Data obyektifnya klien TD:

130/90 mmHg, N: 88x/mnt, RR: 30 x/mnt, S:37ºC, BB: 55 kg.

Pada intervensi dengan diagnose pola nafas tidak efektif

berhubungan dengan peningkatan tekanan

intra-abdomen pada diafragma, asites. Intervensi yang dilakukan sebagai berikut:

a. Memposisikan semi fowler. Hal ini sesuai dengan

Hermawan (2008)

memberikan oksigen pada seseorang yang mengalami sesak nafas yaitu untuk memaksimalkan oksigen untuk penyerapan vaskuler,

pencegahan atau mengantisipasi terjadi hipoksia, kemudian memposisikan posisi semi

fowler.

b. Memberikan O2 liter per

menit.

Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan

membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika

pusat pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.

c. Memonitor tanda vital setiap jam.

Untuk mengetahui status pernafasan maupun efek dari terapi yang diberikan.

Intervensi keperawatan yang telah dilakukan sudah sesuai teori yang dikemukakan oleh Black dan Hawks (2005) yaitu memposisikan pasien dengan posisi semi fowler karena pasien mengatakan lebih nyaman dengan posisi semi fowler. Tetapi kedua tujuan dari posisi semi fowler dan high fowler tidak jauh beda yaitu untuk memfasilitasi pernafasan.

(12)

20x/mnt, assessment masalah pola nafas teratasi sebagian, Intervensi selanjutnya anjurkan klien untuk melakukan nafas dalam, jika terasa sesak nafas saat dirumah anjurkan untuk mengganjal menggunakan bantal.

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kurang

pengetahuan dalam melaksanakan diet cairan.

Pada diagnosa yang kedua penulis mengakkan diagnosa keperawatan yaitu kelebihan volume cairan berhubungan dengan kurang

pengetahuan dalam melaksanakan diet cairan

berdasarkan data yang di peroleh:

a. Data Subyaktif : klien mengatakan badanya bengkak, klien selalu bertanya-tanya kepada perawat bagaimana cara menjaga berat badan agar tetap stabil dan tidak bengkak.

b. Data obyektif : BAK ± 50cc dalam 24 jam, Hasil lab ureumdarah 321 mg/dl, creatinin 10,7 mg/dl, terjadi peningkatan berat badan 3kg, edema pada kedua kaki, asites, klien tampak bingung.

Pada intervensi yang dilakukan pada kasus Tn. S dengan diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan kurang pengetahuan dalam melaksanakan diit cairan sebagai berikut :

1) Menimbang berat badan sebelum dan sesudah dilakukan hemodialisa.

Untuk mengetahui adanya kelebihan cairan setelah dialysis terakhir. Dan untuk menentukan jumlah cairan yang akan di ambil.

2) Membatasi cairan

Pembatasan cairan akan menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi (Doenges, 2002).

3) Monitor adanya edema pada pasien

Mengetahui adanya kelebihan cairan pada tubuh.

4) Memberikan informasi tentang diit cairan

Menambah pengetahuan kepada klien dalam pembatasan intake cairan.

5) Menjelaskan jenis makanan dan minuman yang boleh dikonsumsi

Menambah pengetahuan tentang diet pada klien

6) Mendiskusikan dengan keluarga tentang diit yang perlu bagi pasien.

Sedangkan menurut Levin (2008) dalam jurnalnya yang berjudul Guidelines For Management of Chronic Kidney

Disease. Menyatakan bahwa

penatalaksanaan terhadap pasien yang mengalami gagal ginjal kronik saat dilakukan hemodialisa adalah :

(13)

b. Monitoring tanda – tanda vital dan balance cairan

Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan di dalam tubuh.

c. Melakukan tindakan

hemodialisa dengan melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan salah satu

jalan darah/blood akses, yaitu :

1) Dengan interval A-V Shunt/fistula simino

2) Denganeksternal A-V Shunt/schungula.

3) Tanpa 1-2 (vena pulmonalis).

d. Cek laboratorium kadar ureum dan kreatinin setelah hemodialisa

Berdasarkan analisis jurnal diatas, maka pada sebagian implementasi yang telah perawat lakukan pada Tn S dengan CKD yang mengalami Asites di ruang hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta sudah sesuai prosedur. Namun, ada beberapa implementasi yang belum dilakukan oleh perawat pada pasien mengalami asites, yakni

a. Melakukan pemeriksaan pengukuran perut

Rasional untuk mengetahui perubahan

lingkar perut karena kelebihan cairan.

b. Tidak diukur balance cairan

Rasional untuk mengetahui intake dan

output cairan.

c. Tidak dilakukan cek laboratorium kadar ureum dan kreatinin setelah tindakan hemodialisa.

Menurut PERNEFRI (2005) dengan adanya cek kadar ureum dan kreatinin, maka dapat membandingkan kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah tindakan hemodialisa. Hal ini karena kadar ureum dan kreatinin merupakan salah satu indicator tentang derajat kesehatan pada ginjal, apabila keduanya meningkat, hal ini menunjukkan fungsi ginjal tidak baik.

Hal ini sesuaidengan penelitian (Hudson, 2009) dengan judul “Care Of The Patient Receving a Hemodilysis

Treatment” yang menjelaskan

hasil penelitian bahwa 48-54% klien yang menjalani hemodialisis tidak mengerti tentang diit cairan yang harus dilakukan oleh klien. Evaluasi dari intervensi yang belum dilakukan yaitu menyediakan informasi lebih lengkap tentang diet yang akan diberikan pada pertemuan berikutnya.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya

(14)

karya tulis, maka penulis mengambil kesimpulan yaitu :

1. Asites merupakan salah satu manifestasi klinis dari Chronic

Kidney Disease (CKD).

2. Pengkajian pada Tn. S dengan

Chronic Kidney Disease (CKD)

yang mengalami Asites di ruang hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta penulis melakukan pengkajian sesuai dengan teori Black dan Hawks (2005) yang menyatakan kelebihan volume cairan yang ditandai dengan berat badan meningkat pada waktu yang singkat dan terjadi edema dalam rongga peritoneal (Asites), di tandai dengan terjadinya edema dan klien mengalami sesak nafas.

3. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn. S yaitu : a. Pola Nafas tidak efektif

berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen, asites.

b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kurang

pengetahuan dalam melaksanakan diet cairan.

4. Implementasi yang dilakukan oleh perawat selama memberikan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan

Chronic Kidney Disease (CKD)

yang mengalami asites di ruang hemodialisa adalah :

a. Memberikan terapi dengan meletakkan pasien dalam posisi Semi-fowler dapat memfasilitasi pernafasan.

b. Memberikan Oksigen sesuai kebutuhan ( pada Tn.S terapi oksigen 2 liter per menit) c. Melakukan hemodialysis

dengan UFG 4000 ml.

5. Memberikan pendidikan kesehatan tentang diet cairan akan membantu dalam mengurangi terjadinya asites.

Saran

1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit, sehingga ke depan ada perencanaan dan tindakan atau rancangan yang lebih baik dalam rangka untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

2. Bagi mahasiswa

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi yang berkaitan dengan asuhan keperawatan asites pada pasien hemodialisis sehingga dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa di fakultas ilmu kesehatan.

3. Bagi Institusi pendidikan

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Barkan, R. Mirismsky, A. Katzir, Z. & Ghicavi, V. 2006. Prevention of hyphotension and stabilization of blood pressure in hemodyalisis patient.

Hhtp://www.freshpatent.com/d

t20090115ptan20090018206p hp?type:description. Diunduh 20 Desember 2011.

Black, J.M. & Hawk, J.H. 2005.

Medical Surgical Nursing Clinical Management For

Positive Outcomes. 7th

Edition, St. Louis: Elsevier

Saunders.

Kallenbach, J.Z. Gutch, C.f. Marta, S.H. & Corca, A.L. 2005.

Review Of Hemodyalisis For Nurses and Dyalysis

personel. 7th Edition. St.

Louis: Elsevier Mosby.

Patricia, P. 2009. Fundamental of

Nursing , edisi 7. Alih bahasa

oleh Asih, Y. Jakarta: EGC.

PERNEFRI (Perhimpunan Nefrologi Indonesia). 2006. Komnas

Perhimpunan Nefrologi

Indonesia. Bandung.

Price, S.A & Wilson, L.M.C. 2005.

Patofisiologi: Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit (Ed 6

Vol 2). Alih bahasa oleh Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC.

Rahimi, A., Fazlollah, A. & Gholyaf, M. 2008. The Effects of

Continuous Care Model on Depression, Anxiety, and Stress in Patients On

Hemodialysis. BMC

Nephrologi nursing journal.

Diunduh 13 Januari 2012.

Shahgholian, N. Ghfourifard, M. Rafieian, M. & Mortazavi. M. 2008. Impact of two thypes of sodium and ultrafiltrasion profiles on intradyalitic hypotension in hemodyalisis

patient. IJNMR Autumn .

13(4). 135-136.

Smeltzer,S.C. Bare, B.G. Hinkle, J.L & Cheever, K.H. (2008). Tex Book Of Surgical Medical

Nursing. Ed12. Philadelpia:

Lippincott William & Wilkins.

Sukandar, E. 2006. Nefrologi Klinik. Edisi III. Pusat Informasi Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit

Dalam. Bandung : FK

UNPAD/RS Hasan Sadikin.

Yani Paryanti*: Mahasiswa Program Profesi Ners FIK UMS. Jln A Yani Tromol Post 1 Kartasura Siti Arifah, S.Kp., M.Kes. **: Dosen Keperawatan FIK UMS. Jln A Yani Tromol Post 1 Kartasura.

Referensi

Dokumen terkait

Frutarian ini merupakan jenis vegetarian yang tidak mengonsumsi jenis daging apapun. Kelompok vegetarian ini hanya mengonsumsi buah-buahan sebagai makanan

Penelitian ini bertujuan untuk menduga karakteristik habitat kemunculan hiu paus (Rhincodon typus) dengan mengkaji kondisi lingkungan sekitar perairan dan potensi makanan di

Pangestika Muji Rahayu.. KATA PENGANTAR ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... Latar Belakang Masalah ... Identifikasi Masalah ... Batasan Masalah ...

Analysis of bionanocomposite film mechanical properties aimed to know the homogeneous of bionanocomposite materials. The bionanocomposite mechanical properties included

Dalam hal pemerintah daerah tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 dan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat

Dapat diketahui bahwa nilai nitrat yang diperoleh pada masing-masing stasiun di daerah mangrove Desa Ujung Alang cukup rendah dan mengindikasikan bahwa perairan memiliki

(1) Reklamasi hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c, meliputi usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat

Parameter suhu selama pemeliharaan pada semua wadah berada dalam kisaran optimal, dengan nilai 25,63-26,90 o C, pH pada awal pemeliharaan menunjukkan nilai basa