• Tidak ada hasil yang ditemukan

ESTIMASI NILAI PARAMETER KOMPAKSI BERDASARKAN NILAI PROPERTIES TANAH YANG DISTABILISASI DENGAN PORTLAND CEMENT M.IQBALSYAH PASARIBU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ESTIMASI NILAI PARAMETER KOMPAKSI BERDASARKAN NILAI PROPERTIES TANAH YANG DISTABILISASI DENGAN PORTLAND CEMENT M.IQBALSYAH PASARIBU"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

ESTIMASI NILAI PARAMETER KOMPAKSI BERDASARKAN NILAI PROPERTIES TANAH YANG

DISTABILISASI DENGAN PORTLAND CEMENT

TUGAS AKHIR

M.IQBALSYAH PASARIBU 10 0404 128

Disetujui Oleh : Dosen Pembimbing

Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc.

NIP. 19560326 198109 1 003

BIDANG STUDI TRANSPORTASI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016

(2)

ABSTRAK

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Tuntutan akan kebutuhan pengontrolan di lapangan dan tersedianya dana, merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam pekerjaan pemadatan/kompaksi tanah dasar. Hal tersebut kemudian memunculkan pemikiran akan pemilihan alat atau cara untuk memperkirakan kepadatan tanah dengan sistem pelaksanaan yang tepat, cepat, dan ekonomis.

Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi/memprediksi besaran nilai parameter kompaksi yaitu berat isi kering maksimum (γd max) dan kadar air optimum (Wopt) dari nilai index properties yaitu persen butiran halus (Fines) dan batas cair (LL) dari tanah yang distabilisasi dengan portland cement. Jumlah sampel sebanyak 50 sampel dimana masing-masing sampel dites parameter kompaksi dan index propertiesnya dahulu sehingga diketahui jenis tanahnya A-4 dan A-6 dalam klasifikasi AASHTO dan SC, SC-SM, dan CL dalam klasifikasi USCS lalu masing-masing 10 sampel tanah dicampur penambahan semen (PS) variasi 2 %, 4 %, 6 %, 8 %, dan 10 % lalu dites kembali nilai parameter kompaksi dan index propertiesnya.

Sampel berasal dari desa Bangun Rejo, Kecamatan Tanjungmorawa, Kabupaten Deliserdang. Sampel tanah dibatasi nilai PI < 15 %. Rentang dari pengujian tanah untuk batas cair (LL) adalah 25,32 % - 33,11 % dengan rata-rata 28,93 %, untuk persen butiran halus (Fines) adalah 39,81 % - 62,17 % dengan rata-rata 51,56 %, untuk berat isi kering maksimum (γd max) adalah 1,384 gr/cm3 – 1,502 gr/cm3 dengan rata-rata1,444 gr/cm3, dan untuk kadar air optimum (Wopt) adalah 18,32 % - 26,51 % dengan rata-rata 22,41 %. Sedangkan rentang dari pengujian tanah ditambah semen untuk batas cair (LL) adalah 23,74 % - 32,51 % dengan rata-rata 27,46 %, untuk persen butiran halus (Fines) adalah 40,85 % - 68,42 % dengan rata-rata 55,25 %, untuk berat isi kering maksimum (γd max) adalah 1,414 gr/cm3 – 1,548 gr/cm3 dengan rata-rata 1,476 gr/cm3, dan untuk kadar air optimum (Wopt) adalah 17,04 % - 25,70 % dengan rata-rata 21,28 %.

Dengan menggunakan persamaan linier dalam mengestimasi nilai parameter kompaksi diperoleh persamaan γd max = 1,782 - 0,011*LL + 0,000*F + 0,006*PS dengan nilai R2 = 0,915 dan Wopt = 3,441 + 0,594*LL + 0,025*F + 0,024*PS dengan nilai R2 = 0,726.

Dari hasil persamaan yang telah diperoleh dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara nilai parameter kompaksi dengan nilai index properties (persen butiran halus dan batas cair) tanah yang distabilisasi dengan semen.

Kata kunci : subgrade, index properties, kompaksi, berat isi kering maksimum, kadar air optimum, batas cair, persen butiran halus, stabilisasi tanah-semen

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam atas Baginda Rasullah Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan dalam menjalankan setiap aktifitas sehari-hari, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang Struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Estimasi Nilai Parameter Kompaksi Berdasarkan Nilai Properties Tanah yang Distabilisasi Dengan Portland Cement”.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini pula, Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Syahrizal, MT., selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc, sebagai Dosen Pembimbing, yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan Tugas Akhir ini.

(4)

4.

Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, MT dan Ibu Adinasari Lubis, ST. MT., sebagai Dosen Pembanding dan Penguji, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

5. Ibu Ika Puji Hastuty, ST. MT., sebagai Kepala Laboratorium Mekanika Tanah, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh Pegawai Administrasi Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis.

8. Teristimewa keluarga saya, Ayahanda H. Iradatsyah Pasaribu, S.H., Ibunda Nurbeity Pohan, S.E., Oma Hj Saudah Siambaton serta kakak- kakak saya Ira Septiana Pasaribu, STP dan Ira Destiana Pasaribu, S.E.

serta adik saya Ira Nurhasanah Pasaribu yang telah memberikan doa, motivasi, semangat dan nasehat. Terima kasih atas segala pengorbanan, cinta, kasih sayang dan doa yang tiada batas.

9. Teristimewa sahabat saya Ella Ramadayani Nasution, yang telah memberikan doa, motivasi, semangat, nasehat dan membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini, terima kasih atas doanya.

10. Buat keluarga besar Laboratorium Mektan USU. Bg Khoir, Bg Dhani, Bg Putra, Bg Frengky, Bg Jevri, Bg Danny, Bg Ivan, Bg Ridho, Yogi, Jericho,

(5)

Prince, Wisman, Manimpan, Farah, Prasetyo, Novra yang selalu membantu dari awal sampai akhir, memberi masukan-masukan hingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan semaksimal mungkin.

11. Teman-teman mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Angkatan 2010, Abdul, Akbar, Lamhot, Iwan, Dwi, Dara, Michael, Dice, Tria, Ijep, Bram, Fauzi, Cika, Cece, Ica, Reby, Bilher, Cilla, Elfri, Elwis, Dila, Deni, Reza, Dicky, Syahru, Lutfi, Yanti, Rissa, Henry, Rahmad, Ricky, Desindo serta teman- teman angkatan 2010 sipil lainnya yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

12. Adik-adik Angkatan 2013 Yashir, Arif, Yahya, Delvin, Akmal, Indah, Tria, Cicilia, Nadya, Dini, Rivaldy, serta adik-adik angkatan 2013 sipil lainnya yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

13. Kawan-kawan HMI Komisariat FT USU Bg Toni, Bg Ichwan, Bg Trisnal, Kak Vina, Jali, Wulan, Danu, Andi, Yusro, Nuri, Tami, dan kawan-kawan HMI Komisariat FT USU lainnya.

14. Kawan-kawan PEMA FT USU Bg Robi, Bg Fahmi, Bg Marlin, Bg Andre, Bg Sutan, Bg David, Bg Galih, Bg Azmi, Bg Fahdi, Bg Rizki, Vita, Liyana, Madan, Aboy, Rizky Indah, Fajar, Kherly, Prilsa, Pincek, Sarah, Lia, Agan, Alan, Karin dan kawan-kawan mantan pengurus lainnya.

15. Dan segenap pihak yang belum penulis sebut disini atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik

(6)

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan–rekan mahasiswa demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat yang sebesar–besarnya bagi kita semua. Aamiiin.

Medan, Januari 2016

M.Iqbalsyah Pasaribu 10 0404 128

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR NOTASI ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum ... 1

I.2 Latar Belakang ... 2

I.3 Perumusan Masalah Penelitian ... 4

I.4 Tujuan Penelitian ... 4

I.5 Manfaat Penelitian ... 5

I.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

I.7 Sistematika Penulisan ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Umum ... 8

II.2 Lapisan Dasar Jalan (Subgrade) ... 9

II.2.1 Karakteristik Bahan yang Digunakan Sebagai Subgrade . 10 II.2.2 Prosedur Pekerjaan Lapisan Subgrade ... 11

II.3 Teori Pemadatan Tanah ... 12

(8)

II.3.1 Pemadatan di Laboratorium ... 16

II.3.2 Pemadatan di Lapangan ... 18

II.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepadatan (Kompaksi) ... 22

II.4.1 Jenis Tanah ... 22

II.4.2 Metode Pemadatan ... 27

II.4.3 Energi Pemadatan ... 28

II.4.4 Berat Isi Kering ... 29

II.4.2 Kadar Air ... 30

II.5 Sifat Fisik Tanah (Index Properties) ... 31

II.5.1 Ukuran Partikel Tanah ... 32

II.5.2 Batas-Batas Atterberg ... 34

II.5.2.1 Batas Cair (Liquid Limit)... 35

II.5.2.2 Batas Plastis (Plastic Limit) ... 35

II.5.2.3 Batas Susut (Shrinkage Limit) ... 35

II.5.2.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index) ... 36

II.6 Stabilisasi Tanah ... 37

II.6.1 Tipe-Tipe Stabilisasi ... 38

II.6.1.1 Stabilisasi Mekanis ... 39

II.6.1.2 Stabilisasi Dengan Menggunakan Bahan Tambah ... 39

II.6.2 Pemilihan Bahan Tambah ... 40

II.6.3 Stabilisasi Tanah-Semen ... 41

II.6.3.1 Pengaruh Macam Tanah ... 42

II.6.3.2 Pengaruh Kadar Semen ... 44

(9)

II.6.3.3 Pengaruh Kepadatan ... 44

II.6.3.4 Pengaruh Waktu Pemeraman ... 46

II.6.3.4 Perancangan Campuran ... 46

II.7 Regresi Linier ... 48

II.8 Hubungan Nilai Parameter Kompaksi dengan Index Properties 51

II.9 Ringkasan Kajian Literatur ... 57

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Umum ... 60

III.2 Pekerjaan Persiapan ... 62

III.3 Penyediaan Bahan ... 62

III.4 Pekerjaan Laboratorium Awal ... 62

III.4.1 Shieve Analysis Test (Analisa Saringan) ... 63

III.4.2 Atterberg Limit ... 63

III.4.3 Specific Gravity (Pengujian Berat Jenis) ... 64

III.4.4 Water Content (Pengujian Kadar Air) ... 64

III.4.5 Standard Compaction Test (Pengujian Kompaksi Standar) ... 65

III.5 Pengklasifikasian Tanah ... 65

III.6 Pencampuran dengan Portland Cement ... 66

III.7 Pengujian Laboratorium Tanah yang Sudah Dicampur Semen 66 III.8 Analisa Hubungan Nilai Parameter Kompaksi dengan Index Properties (Persen Butiran Halus dan Batas Cair) ... 66

III.9 Kesimpulan Dan Saran ... 67

(10)

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA

IV.1 Hasil Pengujian Laboratorium Sampel Tanah ... 69 IV.1.1 Distribusi Nilai Atterberg Limits Untuk Data Hasil

Pengujian Laboratorium ... 71 IV.1.2 Distribusi Persentase Ukuran Butir Untuk Data Hasil

Pengujian Laboratorium ... 72 IV.2 Hasil Pengujian Laboratorium Sampel Tanah Ditambah

Portland Cement ... 73 IV.3 Hubungan Antara Nilai Parameter Kompaksi (Berat Isi Kering

Maksimum dan Kadar Air Optimum) Dengan Nilai Index

Properties Tanah Ditambah Portland Cement ... 75 IV.3.1 Hubungan Tiga Variabel Antara Nilai Parameter

Kompaksi (Berat Isi Kering Maksimum) Dengan Persen Butiran Halus (Fines), Nilai Batas Cair (LL)

Dan Penambahan Semen (PS) ... 75 IV.3.2 Hubungan Tiga Variabel Antara Nilai Parameter

Kompaksi (Kadar Air Optimum) Dengan

Persen Butiran Halus (Fines), Nilai Batas Cair (LL)

Dan Penambahan Semen (PS) ... 77 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan ... 82 V.2 Saran ... 83 DAFTAR PUSTAKA ... 84

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Susunan jenis lapisan perkerasan jalan raya ... 9

Gambar 2.2 Dimensi mould dan proctor standard ... 17

Gambar 2.3 Perbandingan proctor standard dengan modified ... 17

Gambar 2.4 Smooth wheeled roller ... 19

Gambar 2.5 pneumatic-tired rollers ... 19

Gambar 2.6 Vibratory rollers ... 20

Gambar 2.7 Vibrating plate compactors ... 21

Gambar 2.8 Hubungan antara kadar air dan berat isi kering dengan Beberapa jenis tanah yang dipadatkan ... 24

Gambar 2.9 Batas-batas konsistensi atterberg ... 34

Gambar 2.10 Sifat khusus hubungan antara berat volume kering dan kuat Tekan bebas, benda uji kubus 10 cm pada campuran Tanah-semen ... 46

Gambar 2.11 Bagan alir konsep perancangan campuran tanah-semen ... 47

Gambar 2.12 Contoh grafik regresi ... 51

Gambar 2.13 MDD prediksi vs MDD lab ... 55

Gambar 2.14 OMC prediksi vs OMC lab ... 55

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ... 61

Gambar 4.1 Distribusi nilai batas plastis dan indeks plastis dari data hasil Pengujian laboratorium ... 71

Gambar 4.2 Distribusi persentase ukuran butir untuk data hasil pengujian laboratorium ... 72

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik subgrade tanah oleh AASHO ... 10

Tabel 2.2 Defenisi-defenisi dari parameter pemadatan (kompaksi) ... 15

Tabel 2.3 Klasifikasi tanah sistem Unified Soil Classification System ... 26

Tabel 2.4 Klasifikasi tanah sistem AASHTO ... 27

Tabel 2.5 Deskripsi pengujian pemadatan standar ... 28

Tabel 2.6 Deskripsi pengujian pemadatan modified ... 28

Tabel 2.7 Pembagian ukuran partikel tanah ... 32

Tabel 2.8 Ukuran saringan yang biasanya digunakan untuk analisis Ukuran partikel ... 33

Tabel 2.9 Indeks plastisitas tanah ... 37

Tabel 2.10 Berat jenis tanah ... 37

Tabel 2.11 Petunjuk awal untuk pemilihan metode stabilisasi ... 41

Tabel 2.12 Sampel tanah yang digunakan dalam membentuk persamaan ... 54

Tabel 2.13 Statistik hasil pengujian ... 56

Tabel 4.1 Hasil pengujian laboratorium sampel tanah ... 69

Tabel 4.2 Hasil pengujian laboratorium sampel tanah ditambah semen ... 73

Tabel 4.3 Summary regresi berat isi kering maksimum dengan batas cair, Persen butiran halus, dan penambahan semen... 76

Tabel 4.4 Koefisien regresi berat isi kering maksimum dengan batas cair, Persen butiran halus, dan penambahan semen... 76

Tabel 4.5 Summary regresi kadar air optimum dengan batas cair, Persen butiran halus, dan penambahan semen... 77

(13)

Tabel 4.6 koefisien regresi kadar air optimum dengan batas cair,

Persen butiran halus, dan penambahan semen... 78 Tabel 4.7 Rekapitulasi dan hasil estimasi nilai parameter kompaksi

Menggunakan tiga variabel yaitu persen butiran halus,

batas cair, dan penambahan semen ... 79

(14)

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

γd : Berat isi kering MDD : Berat isi kering

γd max : Berat isi kering maksimum

W : Kadar air

OMC : Kadar air optimum Wopt : Kadar air optimum

ZAV : Kondisi tanah tanpa ada rongga udara (zero air void)

E : Energi Kompaksi

LL : Batas Cair (Liquid Limit) PL : Batas Plastis (Plasic Limit)

PI : Indeks Plastisitas (Plasticity Index) SL : Batas Susut (Shrinkage Limit) SG : Berat Jenis (Specific Gravity)

CBR : Perbandingan bahan standar dengan California Bearing Ratio

F : Persen Butiran Halus (Lolos ayakan no. 200)

PS : Penambahan Semen

Sr : Derajat Kejenuhan (Saturated degree)

AASHTO : American Assosiation of State Transportation Highway Officials

USCS : Unified Soil Classification System ASTM : American Standard Testing Material

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Lembar Data Pengujian Sampel Tanah

Lampiran II Lembar Data Pengujian Sampel Tanah Dicampur Semen Lampiran III Analisis Regresi dengan SPSS

Lampiran IV Dokumentasi

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Umum

Subgrade atau tanah dasar merupakan pondasi yang menopang beban perkerasan yang berasal dari kendaraan yang melewati suatu jalan. Oleh karena itu perencanaan suatu perkerasan jalan sangat ditentukan oleh kondisi tanah dasar atau subgrade. Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar.

Menurut Spesifikasi, tanah dasar adalah lapisan paling atas dari timbunan badan jalan setebal 30 cm, yang mempunyai persyaratan tertentu sesuai fungsinya, yaitu yang berkenaan dengan kepadatan dan daya dukungnya (CBR). Apabila kondisi tanah pada lokasi pembangunan jalan mempunyai spesifikasi yang direncanakan, maka tanah tersebut dapat langsung dipadatkan dan digunakan. Proses kontrol kualitas dari bahan timbunan untuk lapisan subgrade adalah penentuan nilai CBR laboratoraium dan Index Plastisitas.

Oleh karena itu, pada perencanaan pembuatan jalan baru harus diadakan pemeriksaan tanah yang teliti ditempat- tempat yang akan dijadikan tanah dasar yang berfungsi untuk mendukung pengerasan jalan.

Pengujian kepadatan dengan menggunakan metode Sand Cone Test (AASTHO T 191) atau (Dynamic Cone Penetrometer Test). Subgrade harus

(17)

mencapai minimal 100% dari kepadatan laboratorium dan 95% untuk material granural.

I.2. Latar Belakang

Kepadatan Laboratorium (Compaction Test) ditentukan dengan melakukan percobaan proctor AASTHO T-99 atau AASTHO T-180. Pada beberapa contoh tanah dengan variasi kadar air yang berbeda. Parameter dari kepadatan laboratorium (Compaction Test) sangat dibutuhkan untuk melengkapi percobaan CBR laboratorium dan pengujian kepadatan di lapangan (Sand Cone Test). Parameter yang di dapat berupa berat isi kering maksimum dengan kadar air optimum.

Tanah lempung umumnya merupakan tanah lunak (Soft Soil) yang mempunyai sifat mudah berubah kondisinya bila kena air. Pada waktu kadar air sangat besar dapat berupa bubur tanah, pada kondisi kadar air sedang dapat berada pada tanah lunak, pada keadaan kadar air sedikit tanah dapat menjadi keras dan kondisi seperti tadi diikuti oleh perubahan volume sangat besar, besar ke kecil, sehingga tanah lempung disebut juga tanah yang memiliki kembang-susut yang potensial. Sifat tanah lunak adalah kekuatan gesernya rendah, penurunannya besar, permeabilitasnya tinggi, deformasinya relatif besar dan daya dukungnya rendah.

Pada beberapa jenis tanah, diperlukan stabilisasi untuk menaikkan nilai daya dukungnya. Yang dimaksud dengan stabilisasi tanah adalah pencampuran tanah dengan bahan tertentu, guna memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, atau dapat pula stabilisasi tanah adalah usaha untuk merubah

(18)

atau memperbaiki sifat-sifat teknis tanah agar memenuhi syarat teknis tertentu. Proses stabilisasi tanah meliputi pencampuran tanah dengan tanah lain untuk memperoleh gradasi yang diinginkan, atau pencampuran tanah dengan bahan tambah buatan pabrik sehingga sifat-sifat teknis semakin baik.

Salah satu bahan tambah yang sering dipakai pada stabilisasi tanah adalah semen (Portland Cement) dengan syarat tanah yang cocok untuk distabilisasi dengan menggunakan Portland Cement memiliki nilai indeks plastisitas ≤ 10 %.

Semen yang sering dipakai untuk bahan stabilisasi adalah Portland Cement (PC) yaitu campuran bahan-bahan yang sebagian besar berisi kapur (CaO), silika (SiO2), alumina (Al2O3) dan oksida besi (Fe2O3). Sifat semen bila dicampur air akan menjadi ikatan dan mengeras karena proses reaksi kimia sehingga membentuk suatu massa yang kuat dan keras yang sering disebut Hydraulic Cement sehingga Portland Cement (PC) dapat dijadikan pengikat hidraulis, dalam hal ini waktu ikat awal 1-3 jam.

Proses penentuan berat isi kering maksimum dan kadar air optimum di laboratorium memerlukan bahan yang cukup banyak, operator laboratorium yang handal serta menyita waktu. Sementara spesifikasi juga mengisyaratkan program rutin kontrol kualitas untuk penentuan indeks plastis dan gradasi yang relatif memerlukan bahan yang lebih sedikit dan menghasilkan klasifikasi tanah/ bahan tertentu.(Muiz,1993)

Jika hasil klasifikasi ini bisa di gunkan untuk memprediksi berat isi kering maksimum dan kadar air optimum dari suatu bahan subgrade maka dapat dihemat waktu, tenaga dan biaya pada pelaksanaan pekerjaannya dan

(19)

dapat merupakan klarifikasi/cross check terhadap pekerjaan yang dilakukan teknisi laboratorium.(Muiz,1993)

I.3. Perumusan Masalah Penelitian

Dalam penelitian ini akan dibahas tentang hubungan regresi dari nilai parameter pemadatan laboratorium (berat isi kering maksimum dan kadar air optimum) dengan data index properties tanah yaitu persen butiran halus (lebih dari 50% lolos ayakan no 200) dan batas cair (liquid limit) serta persen penambahan Portland Cement pada tanah yang distabilisasi dengan Portland Cement.

I.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi atau memprediksi berat isi kering maksimum dan kadar air optimum bahan yang dipergunakan untuk lapisan subgrade yang distabilisasi dengan Portland Cement berdasarkan data data index properties tanah yaitu persen butiran halus dan batas cair (liquid limit) serta persen penambahan semen pada tanah yang distabilisasi dengan Portland Cement serta membandingkannya dengan nilai kompaksi yang sebenarnya sehingga didapat nilai kepercayaan terhadap model yang digunakan dalam penelitian ini.

(20)

I.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan atau acuan didalam mempersingkat waktu, tenaga dan biaya kontrol bahan timbunan atau galian untuk lapisan subgrade pada proyek jalan raya, mengingat bahwa spesifikasi yang berlaku pada proyek jalan raya tidak mensyaratkan adanya analisa statistik dalam pelaksanaan.

I.6. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi pengujian yang terdiri dari:

a. Pengambilan sampel secara acak. Sampel-sampel tersebut berasal dari quarry Tanjung Morawa.

b. Membagi sampel-sampel tersebut menjadi 50 sampel. Dengan syarat 50 sampel tanah tersebut harus memiliki nilai indeks plastisitas ≤ 10 % dengan diuji terlebih dahulu Atterberg Limit sampel-sampel tanah tsb.

c. Pengujian Laboratorium (Index Properties Tanah) yang terdiri dari : a. Analisa Butiran (ASTM C-136, AASHTO T-311)

Bertujuan untuk mengetahui distribusi ukuran partikel bahan/material yang digunakan sebagai bahan subgrade

b. Pengujian Berat Jenis (ASTM D-854, AASHTO T-100, SNI 1964- 2008)

Tujuannya adalah untuk sebagai nilai pendukung dalam perhitungan nilai kompaksi.

c. Pengujian Kadar Air (ASTM D-2216-92, SNI 1965-2008)

(21)

Bertujuan untuk mengetahui kadar air mula-mula bahan/material tanah.

d. Pengujian Kompaksi Proctor Standar (ASTM D-698, AASTHO T-99, SNI 1742-2008)

Pengujian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai parameter kompaksi yang sebenarnya.

e. Pengklasifikasian jenis tanah berdasarkan AASHTO dan USCS.

f. Mencampur sampel tanah tsb dengan Portland Cement dan membandingkan nilai kepadatan dan indeks propertiesnya. 10 sampel dicampur dengan 2 % berat kering tanah dengan Portland Cement, 10 sampel dicampur dengan 4 %, 10 sampel dicampur dengan 6 %, 10 sampel dicampur dengan 8 %, dan 10 sampel dicampur dengan 10 %.

g. Tanah yang telah dicampur Portland Cement didiamkan selama 1 hari, lalu kembali diuji Index Properties dan kompaksi tanah-tanah tersebut.

h. Menghitung besaran prediksi berat isi kering dan kadar air optimum dengan menggunakan model regresi linear.

i. Membandingkan nilai kompaksi dari hasil laboratorium dengan nilai kompaksi dari hasil perhitungan dengan persamaan dari regresi linear

I.7 . Sistematika Penulisan

Untuk memperjelas tahapan yang dilakukan dalam studi ini, penulisan tugas akhir ini dikelompokkan ke dalam 5 (lima) bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:

(22)

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan meliputi tinjauan umum, latar belakang, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan kajian sebagai literatur serta kasil studi yang relevan dengan pembahasan ini. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai subgrade, data klasifikasi tanah (atterberg limits dan grain size analysis), pemadatan, stabilisasi tanah dengan Portland Cement serta literatur mengenai hubungan pemadatan dengan persen butiran halus dan batas cair

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang metode yang dipakai dalam penelitian ini, termasuk pengambilan sampel, langkah penelitian, serta analisa data.

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA

Berisikan pembahasan mengenai hasil laboratorium yang telah diperoleh, lalu dianalisa, sehingga dapat diperoleh kesimpulan model persaaman.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan penutup yang berisikan tentang kesimpulan yang telah diperoleh dari pembahasan pada bab sebelumnya, dan saran mengenai hasil penelitian yang dapat dijadikan masukan.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Umum

Subgrade pada proyek jalan raya memegang peranan penting dalam menentukan kualitas perkerasan jalan. Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalansangat tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar.

Lapisan subgrade harus sesuai dengan spesifikasi perencanaan jalan raya yang telah diatur didalam Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan Divisi 3 mengenai pekerjaan tanah yang diterbitkan oleh binamarga. Spesifikasi tersebut menjelaskan tentang parameter bahan yang bisa digunakan untuk sebagai syarat bahan lapisan subgrade. Disamping bahan yang digunakan, perlu diperhatikan proses pemadatan dilapangan yang menggunakan alat-alat berat.

Proses pemadatan tentunya juga harus sesuai spesifikasi, agar kualitas pemadatan dilapangan sesuai dengan perencanaan, yaitu 100% dari pemadatan di laboratorium atau 95% untuk granural material. Pengujian kepadatan dapat dilakukan dengan menggunakan Sand Cone Test (AASTHO T-19) atau Dynamic Cone Penetrometer Test.

Pemadatan adalah suatu proses dimana udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan cara mekanis. Cara mekanis yang dipakai untuk

memadapatkan tanah dapat dilakukakan dengan berbagai cara. Di lapangan biasanya dipakai cara menggilas, sedangkan di laboratorium dipakai cara dipukul dengan Proctor. Untuk suatu jenis tanah yang dipadatkan dengan data pemadatan tertentu dapat dicapai tergantung pada kadar air tanah tersebut.

(24)

Teori pemadatan tanah berusaha untuk menjelaskan hubungan antara kadar air dengan berat isi kering yang diwakili oleh kurva pemadatan diperoleh dalam pengujian laboratorium atau pemadatan lapangan. Banyak interpretasi dari fenomena dasar telah diajukan sejak Proctor (1933) melakukan studi untuk pertama kali. Mereka mulai dengan konsep pelumasan dan melanjutkan untuk memeriksa air pori dan tekanan udara, dan akhirnya struktur mikro-tanah.

Masing-masing teori memiliki kelebihan, meskipun mungkin harus ditempatkan dalam konteks keadaan perkembangan mekanika tanah diwaktu, jenis tanah dan metode pemadatan yang digunakan dalam memperoleh data eksperimen.

II.2. Lapisan Dasar Jalan (Subgrade)

Subgrade adalah tanah dasar di bagian bawah lapis perkerasan jalan.

Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik atau tanah urugan yang didatangkan dari tempat lain atau tanah yang distabilisasi dan lain lain.

Gambar 2.1.Susunan Jenis Lapisan Perkerasan Jalan Raya

(25)

II.2.1. Karakteristik Bahan yang Digunakan Sebagai Subgrade

Pemilihan bahan yang digunakan sebagai subgrade harus melalui tahap pengujian laboratorium Secara umum ada tiga sifat tanah yang harus diuji dilaboratorium untuk memenuhi persyaratan bahan subgrade, yaitu:

1. Jenis dan Klasifikasi tanah.

2. Besarnya nilai CBR (California Bearing Ratio).

3. Nilai PI (Plasticity Index) yang ada pada sampel tanah.

4. Pengujian untuk mengetahui tanah ekspansif (determining expansive soil and remedial actions).

AASHO (American Association of Highway and Transportation Officials) memberikan standar kriteria bahan subgrade sebagian berikut :

Tabel 2.1. Karakteristik subgrade tanah oleh AASHO

(26)

Sementara itu spesifikasi umum bidang jalan dan jembatan memberikan syarat bahan/material untuk digunakan sebagai bahan subgrade adalah sebegai berikut :

1. OL, OH, Pt tidak boleh digunakan.

2. GW, GP, GM, GC, SW, SP, SM, SC bisa digunakan dengan syarat harus keras dan tidak memiliki sifat khas.

3. CH, MH dan A-7-6 tidak untuk dipergunakan 30 cm dibawah dasar perkerasan , kecuali mencapai CBR 6% setelah perendaman 4 hari bila dipadatkan 100% kepadatan kering maksimum.

4. Tanah ekspansif dengan nilai aktif >1,25 tidak boleh digunakan.

II.2.2. Prosedur Pekerjaan Lapisan Subgrade

Sebelum kegiatan penghamparan perkerasan dilakukan, bagian subgrade harus sudah dalam keadaan siap (kuat, padat, bersih dan dibentuk sesuai rencana).

Langkah-langkah pelaksanaannya:

1. Apabila tanah exsisting lebih tinggi dari elevasi rencana, maka dilakukan pekerjaan galian. Sedangkan apabila tanah exsisting lebih rendah dari elevasi rencana, maka dilakukan pekerjaan timbunan.Pada pekerjaan galian, tanah dasar dibentuk permukaan tanahnya dengan cara mengupas dengan cangkul.

 Pekerjaan galian dimaksudkan untuk mendapatkan bagian

tanah dasar (subgrade) yang akan menentukan kekuatan dari susunan perkerasan di atasnya yang sesuai dengan rencana struktur.

(27)

 Pada pekerjaan timbunan, bagian-bagian yang harus

ditimbun sampai mencapai ketinggian yang ditentukan, harus ditimbun menggunakan tanah timbunan yang cukup baik, bebas dari sisa (rumput/akar-akar lain-lainya). Penimbunan harus dilakukan lapis demi lapis. Tebal maksimal hamparan 30 cm setiap lapisan. Kemudian tanah tersebut dilembabkan sebelum dilakukan pemadatan.

2. Pemadatan lapisan subgrade menggunakan Vibrator Roller atau Static Roller (sambil diberi air secukupnya untuk mencapai kadar air optimum).

3. Setelah pemadatan tanah dasar selesai, lalu dilakukan perataan menggunakan Motor Grader.

II.3. Teori Pemadatan Tanah

Pemadatan tanah (earthwoks compaction)adalah proses mekanis dimana sejumlah tanahyang terdiri dari partikel padat (solid particles), air dan udara direduksi volumenya dengan menggunakan beban. Beban tersebut dapat berupa beban yang bergerak (rolling), beban yang dipukulkan (tamping) maupun beban yang

digetarkan (vibrating). Kepadatan didapat dengan keluarnya udara dari antara butiran tanah dimana proses ini merupakan kebalikan dari proses konsolidasi yang merupakan keluarnya air dari antara butir-butir tanah

Semua material yang digunakan untuk lapisan subgrade pada konstruksi jalan raya harus dipadatkan. Pemadatan juga harus sesuai dengan Spesifikasi Umum

(28)

agar dapt menghasilkan kondisi lapisan subgrade yang bagus. Tujuan pemadatan tersebut ialah:

a. Meningkatkan kepadatan (density).

b. Meningkatkan stabilitas.

c. Meningkatkan kekuatan tahanan (bearing strength) subgrade.

d. Mengurangi sifat kemudahan ditembus oleh air (permeability).

e. Mengurangi potensi likuifaksi.

f. Mencegah erosi.

Secara umum, semakin tinggi derajat pemadatannya maka akan semakin kemampuannya menahan gaya geser (shearing force) semakin rendah

penurunannya. Namun demikian, Capper dan Cassie (1969) menyatakan bahwa apabila dibandingkan kekuatan geser dan kadar air tanah pada kondisi kepadatan tertentu, akan diperoleh nilai kekuatan geser tertinggi dicapai pada saat kadar air dibawah kondisi optimum pada pemadatan yang maksimum.

Beberapa terori yang menerangkan proses pemadatan adalah sebagai berikut : 1. Teori lubrikasi (pelumas)

Penambahan air yang berfungsi sebagai pelumas akan memudahkan partikel tanah untuk bergerak saling mendekat. Berat isi kering tanah akan semakin tinggi dengan semakin banyaknya air yang ditambahkan sampai mencapai kadar air optimum. Setelah mencapai kadar air optimum, penambahan kadar air akan mengisi pori yang telah diisi butiran tanah sehingga berat isi kering akan menurun. Hubungan antara kadar air dan berat isi kering tersebut dapat dilihat pada Grafik 2.1

(29)

Grafik 2.1 Hubungan berat isi kering dengan kadar air setelah dipadatkan

2. Teori tegangan efektif

Menurut tegangan efektif, tanah memadat untuk melawan tekanan pemadatan.Bertambah padatnya tanah terdebut dibarengi dengan meningkatnya kuat geser. Peningkatan kuat geser tersebut diakibatkan oleh bertambahnya tegangan keliling dari sekeliling tanah dan

menurunnya tegangan air pori yang diikuti oleh terjadinya regangan geser yang besar. Proses bertambah padatnya tanah akan berhenti saat daya dukung tanah sama dengan tekanan pemadatan.

Proses pemadatan umumnya sulit untuk dilakukan dan bahkan lebih sulituntuk mengukur parametermya. Tanpa metode yang efektif untuk mengukur pemadatan tanah, sulituntuk menilai apakah tanah telah mencapai kepadatan

(30)

maksimum atau belum.Besarnya kepadatan tanah, biasanya dinyatakan dalam nilai berat isi kering (γd)

Tabel 2.2 Defenisi-definisi dari parameter pemadatan (kompaksi)

Istilah Defenisi

Pemadatan

Pemadatan adalah suatu proses dimana udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan cara mekanis

Berat isi kering maksimum (MDD)

Kepadatan yang didapat dari pemadatan tanah dengan daya pemadatan tertentu pada kadar air optimum (wopt)

Kadar air optimum (OMC) Kadar air yang menghasilkan nilai kepadatan maksimum (γd max)

Zero Air Void

Kondisi dimana pori-pori tanah tidak mengandung udara sama sekali sehingga tercapai berat volume maksimum

Untuk memastikan apakah pemadatan dilapangan sudah sesuai dengan spesifikasi maka perlu diuji di lapangan, kemudian sampel dibawa ke

laboratorium agar dapat diketahui nilai kepadatannya. Menurut spesifikasi umum kepadatan dilapangan harus mencapai 100% dari pemadatan di laboratorium dan 95% untuk material granural. Jika hal kondisi tersebut tidak tercapai maka pemadatan dinyatakan gagal atau tidak memenuhi syarat spesifikasi.

Derajat Kepadatan = Kepadatan di lapangan

Kepadatan di laboratoium× 100% (2.1)

(31)

II.3.1. Pemadatan Di Laboratorium

Percobaan pemadatan tanah di laboratorium dikenal sebagai proctor test yang telah distandarisir di AASHTO T-99 dan ASTM D-698 dan dikenal sebagai standard proctor test. Standard proctor test ini menggunakan 25 pukulan pemadat seberat 5.5 lbs yang dijatuhkan pada ketinggian 1 ft pada masing-masing lapisan tanah yang diletakkan pada cetakan (mold), dimana cetakan tersebut berisi tiga lapis tanah. Usaha pemadatan dalam standard Proctor test ini secara kasar

sebanding dengan usaha alat pemadat ringan (light rollers) pada pemadatan tanah di lapangan.

Pada saat ini dengan berkembangnya peralatan pemadatan dilapangan maka di laboratorium ada modified proctor test. modified proctor test ini

menggunakan 25 pukulan pemadat seberat 10 lbs yang dijatuhkan pada ketinggian 18 in pada masing-masing lapisan tanah yang diletakkan pada cetakan (mold) yang berisi 5 lapis tanah. Modified proctor test ini telah distandarisir dalam AASHTO T-180. Usaha pemadatan dalam modified Proctor test ini secara kasar sebanding dengan usaha alat pemadat berat (heavy rollers) pada pemadatan tanah di lapangan. Penjelasan tentang pemadatan standard dan modified dapat dilihat pada Bab II.4.2. Metode Pemadatan.

(32)

Gambar 2.2. Dimensi mould dan proctor standard

Gambar 2.3. Perbandingan proctor standar dengan modified

(33)

II.3.2. Pemadatan Di Lapangan

Untuk pekerjaan pelaksanaan pemadatan dilapangan kita perlumemilih alat pemadat yang digunakan. Untuk pemadatan tanah sebagai badan jalan/subgrade maka pada umumnya digunakan vibratory roller. Alat ini cocok digunakan untuk pemadatan granular material (material berbutir). Selain vibratory roller ada beberapa alat yang dipakai untuk memadatkan tanah maupun batu-batuan. Secara garis besar alat pemadat dibagi menjadi 3 group :

1. Rollers, termasuk didalamnya smooth-wheeled, pneumatic-tired, tamping rollers juga pemadatan oleh beban lalu lintas kendaraan.

2. Vibrators, termasuk didalamnya rollers dan plates.

3. Rammers, termasuk didalamnya power rammers, tampers dan falling weight.

Smooth-wheeled rollers, alat ini juga sering dipakai untuk memadatkan tanah. Biasanya mempunyai 3 roda dari drum besi atau tandem yang mempunyai mesin sendiri untuk bergerak atau berbentuk roda tunggal yang ditarik dengan traktor. Beratnya antara 1,7 hingga 17 ton dan dapat diperberat lagi dengan mengisi pasir atau air di roda besinya. Beban yang terpakai dibagi selebar rodanya. Kecepatan bergeraknya antara 2,5 sampai 5 km/jam.

Pneumatic-tired rollers, alat ini mempunyai mesin untuk bergerak sendiri.

Mempunyai 2 sumbu dengan roda dari karet, dimana jumlah roda depan dan belakang berselisih satu dan letak roda depan belakang berselang-seling hingga yang tidak terinjak oleh roda depan dapat terinjak oleh roda belakang demikian sebaliknya.Kecepatan bergeraknya berkisar 1,6 hingga 24 km/jam.

(34)

Gambar 2.4. Smooth Wheeled Roller

Gambar 2.5.Pneumatic-tired rollers

(35)

Vibratory rollers atau sering disebut vibro saja, mempunyai kisaran berat 0,5 hingga 17 ton, yang mempunyai sumbu tunggal (1 roda) biasanya ditarik traktor sedangkan yang mempunyai mempunyai sumbu ganda menggunakan mesin sendiri untuk bergerak. Frekuensi getarannya tergantung pabrik

pembuatnya namun untuk yang besar berkisar antara 20 hingga 35 Hz (Hertz) dan 40 hingga 75 Hz untuk vibratory roller yang kecil. Pada umumnya alat bisa disetel getarannya ke 3 posisi: kecil, menengah dan besar. Untuk alat yang ditarik traktor kecepatannya 1,5 hingga 2,5 km/jam sedangkan untuk alat yang bergerak sendiri kecepatannya 0,5 hingga 1 km/jam. Apabila sedang menggetarkan rodanya maka kecepatannya semakin rendah.

Gambar 2.6 Vibratory rollers

Vibrating plate compactors, alat ini sering disebut stamper. Mempunyai kisaran berat 100 kg hingga 2 ton dan luasan pelat antara 0,16 m2 hingga 1,6 m2. Alat ini cocok untuk memadatkan luasan yang kecil atau tempat yang terbatas untuk dipadatkan.

(36)

Gambar 2.7 Vibrating plate compactors

Sesudah menetapkan peralatan yang digunakan untuk pekerjaan pemadatan di lapangan, maka sebelum melaksanakan pekerjaan pemadatan tersebut biasanya diadakan percobaan pemadatan di lapangan (trial compaction test). Maksud dari trial compaction test adalah:

1. Untuk mendapatkan jumlah lintasan yang diperlukan untuk memadatkan tanah hingga tanah menjadi padat, sesuai dengan hasil test CBR di laboratorium atau spesifikasi.

2. Untuk mendapatkan ketebalan pemadatan yang sesuai dengan yang disarankan oleh spesifikasi. Pada umumnya ketebalan jadi (setelah 56 dipadatkan) adalah 20 cm, sehingga untuk ketebalan saat ditebarkan (loose condition) berkisar antara 22 cm hingga 23 cm.

(37)

Pelaksanaan trial compaction test sebagai berikut: Tebarkan tanah selebar 1,5 hingga 2 kali lebar roda alat pemadat sepanjang 50 m sampai 75 m. Buat ketebalan bervariasi dan gilas dengan vibratory roller 8 x, 10 x dan 12 x lintasan.

Satu kali lintasan adalah satu kali gerakan maju dan mundur alat pemadat. Ambil waterpass dan ukur ketebalan setelah 8 x, 10 x dan 12 x lintasan dan catat

penurunannya. Akhirnya hasil pemadatan diuji dengan alat uji kepadatan yaitu dengan metode sand replacement test atau dikenal dengan nama sand cone test.

Catat kondisi mana yang paling ekonomis sebagai pedoman pelaksanaan berikutnya.

II.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemadatan (Kompaksi) Pemadatan tanah dapat berbeda-beda walaupun sampel yang digunakan dalam kondisi yang hampir sama. Hal ini terjadi karena proses pemadatan dipengaruhi oleh berbagai faktor utama. Faktor-faktor tersebut adalah :

1. Jenis tanah.

2. Energi pemadatan.

3. Metode pemadatan.

4. Berat isi kering.

5. Kadar air.

II.4.1. Jenis Tanah

Penentuan jenis tanah adalah hal yang pertama dilakukan dalam proses pemadatan. Dengan mengetahu jenis tanah, akan didapakan gradasi tanah yang memberikan gambaran awal mengenai berat isi kering tanah tersebut. Tanah yang

(38)

memiliki gradasi yang tinggi memiliki berat isi kering yang tinggi dan memiliki puncak yang lebih tajam, sedangkan tanah yang bergradasi rendah, menghasilkan puncak kurva yang mendatar dan berat isi kering yang rendah (Olsen,1963).

Tanah granural dipandang paling mudah penanganannya untuk pekerjaan lapangan. Material ini mampu memberikan kuat geser yang tinggi dengan sedikit perubahan volume setelah dipadatkan. Permeabilitas tanah granural yang tinggi dapat menguntungkan ataupun merugikan.

Tanah lanau yang dipadatkan umumnya akan stabil dan mampu

memberikan kuat geser yang cukup dan sedikit mengalami perubahan volume.

Tetapi, tanah lanau sangat sulit dipadatkan bila dalam keaadaan basah karena permeabilitasnya rendah.

Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan memberikan kuat geser yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis kandungan mineralnya. Sebagai contoh, lempung montmorillonite akan mempunyai kecenedrungan yang lebih besar terhadap perubahan volume dibandingkan dengan jenis kaolinite. Lempung padat mempunyai permeabilitas yang rendah dan tanah ini tidak dapat dipadatkan dengan baik pada waktu basah. Bekerja dengan tanah lempung yang basah akan mengalami banyak kesulitan.

Kebanyakan klasifikasi tanah menggunakan tipe pengujian yang sangat sederhana untuk menentukan karakteristik tanahnya. Karakteristik tersebut digunakan untuk menentukan kelompok klasifikasinya. Umumnya klasifikasi tanah didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisa saringan dan

(39)

plastisitasnya. Sekarang, terdapat dua sistem klasifikasi tanah yang umum yang dapat digunakan yaitu Unified Soil Classification System dan AASHTO.

Gambar 2.8 Hubungan antara kadar air dan berat isi kering dengan beberapa jenis tanah yang telah dipadatkan (HoltzandKovacs,1981;Das,1998)

Pada sistem Unified, suatu tanah diklasifikasikan ke dalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) kurang dari 50 % lolos saringan nomor 200 dan sebagai tanah berbutir halus (lanau dan lempung) jika lebih dari 50 % lewat saringan nomor 200. Simbol-simbol yang digunakan dalam sistem klasifikasi ini diantaranya :

(40)

G = kerikil (gravel) S = pasir (sand) C = lempung (clay) M = lanau (silt)

O = lanau atau lempung organic (organic silt or clay) W = bergradasi baik (well-graded)

P = bergradasi buruk (poor-graded) L = plastisitas rendah (low-plasticity) H = plastisitas tinggi (high-plasticity)

(41)

Tabel 2.3. Klasifikasi Tanah Sistem Unified Soil Classification System

(42)

Sistem AASHTO (American Association of State Highway Transportation Official) berguna untuk menentukan kualitas tanah dalam perencanaan timbunan jalan, subbase dan subgrade. Sistem AASHTO membagi tanah ke dalam 7 kelompok, A-1 sampai dengan A-7. Tanah dalam tiap kelompok dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dalam rumus empiris. Pengujian yang digunakan hanya berupa analisa saringan dan nilai batas-batas Atterberg.

Tabel 2.4. Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO

II.4.2. Metode Pemadatan

Metode pemadatan tergantung kepada jenis pemadatan yang akan dilakukan, ada pemadatan di lapangan dan pemadatan di laboratorium. Pemadatan di lapangan umumnya menggunakan alat-alat berat seperti : Three Wheel Roller, Tandem Roller, Pneumatik Tired Roller (PTR) dan lain-lain.

(43)

Terdapat dua metode pengujian pemadatan di laboratorium, yaitu : 1. Pemadatan Standar (ASTM D-698, AASHTO T-99) 2. Pemadatan Modifikasi (ASTM D-698, AASHTO T-180)

Tabel 2.5. Diskripsi pengujian pemadatan standar

Tabel 2.6. Deskripsi pengujian pemadatan modified

II.4.3. Energi Pemadatan

Proses pemadatan dipengaruhi oleh hubungan antara berat isi kering dengan kadar air. Energi pemadatan yang lebih besar akan menghasilkan kondisi tanah yang lebih padat. Energi pemadatan bergantung kepada beberapa faktor seperti berat

(44)

penumbuk, tinggi jatuh penumbuk, jumlah tumbukan perlapisan dan jumlah lapisan.

Hubungan antara energi pemadatan (E) untuk proctor standard dengan factor- faktor yang yang mempengaruhinya dapat ditulis sebagai berikut :

E =(jumlah tumbukan/lapisan) × (jumlah lapisan) × (berat penumbuk) × (tinggi jatuh penumbuk) volume cetakan

atau

E = (25 )(3)(5,5)(1)

(1 ∕ 30) = 12.375 ft − lb ∕ ft3)(≅ 592.5) kJ ∕ m3

II.4.4. Berat Isi Kering

Kadar air yang terdapat didalam tanah dan derajat pemadatan akan mempengaruhi berat isi kering tanah tersebut. Tanah yang belum mengalami pemadatan

mempunyai berat isi kering yang rendah dan angka pori yang tinggi, sedangkan tanah yang telah dipadatkan akan mempunyai berat isi kering yang tinggi dan angka pori yang rendah.

Derajat kepadatan tanah dinyatakan dalam istilah berat isi kering, yaitu

perbandingan berat butiran tanah dengan volume total tanah. Berat volume tanah dapat dinyatakan dalam persamaan

𝛾𝑑 = 𝛾

1 + 𝑤 (2.3) Dimana :

𝛾𝑑 = Berat isi kering tanah (gr/cm3) 𝛾 = Berat isi basah tanah (gr/cm3) 𝑤 = kadar air tanah (%)

(45)

Pertambahan dan pengurangan nilai kepadatan kering tergantung kepada kadar air dalam sampel tanah, berat pemadatan dan tenaga pemadatan (Redzuan,2003).

Berdasarkan defenisi diatas nilai 𝛾𝑑 hanya dipengaruhi oleh kadar air saja.

Walaupun demikian masih ada korelasi antara kepadatan kering dengan parameter tanah yang lain-lain.

Pada umumnya, penambahan air akan memenuhi ruang antar partikel yang sebelumnya dipenuhi udara. Disamping itu, air juga akan merespon dengan partikel tanah dan menambah kemampuan tanah. Peningkatan kemampuan tanah akan mengurangi sifat kaku tanah untuk dipadatkan dan menghasilkan berat isi kering yang lebih tinggi, sedangkan penambahan volume air yang terlalu besar akan menyebabkan sebagian volume tanah akan dipenuhi air dan akan

mengurangi berat isi kering tanah (Craig,1993)

Selain persamaan diatas terdapat persamaan lain dalam menentukan berat isi kering tanah pada kondisi tanpa rongga udara (zero air void) yaitu :

𝛾𝑑 𝑧𝑎𝑣 = 𝐺𝑠

1 + 𝑤𝐺𝑠× 𝛾𝑤 (2.4) Dimana :

𝛾𝑑 𝑧𝑎𝑣 = Berat isi kering tanah ZAV (gr/cm3) 𝛾w = Berat isi air (gr/cm3)

𝐺𝑠 = Berat jenis tanah

𝑤 = kadar air

II.4.5. Kadar Air

Kadar air tanah atau dapat dinotasikan menjadi w dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air (𝑊𝑤) dengan berat butiran (𝑊𝑠) dalam tanah tersebut

(46)

yang dinyatakan dalam satuan persen. Kadar air tanah (w) dapat dinyatakan dalam persamaan :

𝑤 (%) = 𝑊𝑤

𝑊𝑠 𝑥 100 (2.5)

Dengan peningkatan kadar air, partikel tanah menciptakan lapisan air disekeliling partikel tanah tersebut, sehingga lapisan air ini menjadi pelican/pelumas, sehingga lebih mudah untuk digerakkan. Kondisi ini disebut dry side optimum dan

mengakibatkan peningkatan kepadatan. Pada saat kondisi kadar air optimum (Wopt) nilai kepadatan yang diperoleh adalah kepadatan maksimum, nilai kepadatannya tidak akan meningkat lagi.

Pada saat kadar air ditingkatkan maka air akan mulai menggantikan posisi partikel tanah, karena berat isi air lebih kecil daripada berat isi tanah, sehingga nilai pemadatan akan berkurang. Kondisi terebut dinamakan wet side optimum.

II.5. Sifat Fisik Tanah (Index Properties)

Sifat-sifat fisik tanah (index properties) menunjukkan sifat-sifat tanah yang mengindikasikan jenis (klasifikasi) dan kondisi tanah, serta memberikan

hubungan terhadap sifat-sifat mekanis (engineering properties) seperti kekuatan dan pemampatan atau kecenderungan untuk mengembang, dan permeabilitas.

Sifat-sifat fisik tanah (index properties) adalah berupa : kadar air, berat jenis, gradasi butiran, konsistensi atterberg dan lain-lain.

Didalam penelitian akan dibahas mengenai index properties yaitu ukuran partikel tanah dan plastisitas tanah. Kedua nilai index properties tersebut kemudian akan digunakan untuk dalam mengestimasi nilai parameter kompaksi.

(47)

II.5.1 Ukuran Partikel Tanah

Sifat-sifat tanah sangat bergantung pada ukuran butirannya. Besarnya butiran dijadikan dasar untuk pemberian nama dan klasifikasi tanahnya. Oleh karena itu analisa butiran ini merupakan pengujian yang sangat sering dilakukaka.

Ada sejumlah sistem klasifikasi ukuran butir yang dipakai, dalam menentukan pembagian ukuran butiran. Pembagian ukuranbutir dari beberapa institusi dapat dilihat dalam tabel dibawah ini

Tabel 2.7. Pembagian ukuran partikel tanah

Nama Institusi Ukuran butiran (mm)

Kerikil Pasir Lanau Lempung

Massachusetts Institute

of Technologi (MIT) >2 2 – 0,06 0,06 – 0,002 <0,002 U.S. Department of

Agriculture (USDA) >2 2 – 0,05 0,05 – 0,002 <0,002 American Association

of State Highway and Transportation Official (AASHTO)

76,2 – 2 2 – 0,075 0,075 – 0,002 <0,002

Unified Soil

Classification System 76,2 – 4,75 4,75 – 0,075 <0,075

Distribusi ukuran partikel tanah dikelompakkan menjadi dua kelompok yaitu Tanah berbutir kasar (coarse grained) dan tanah berbutir halus (fine grained).

Untuk menentukan rentang ukuran partikel tanah yang biasanya dinyatakan dalam persentase dari berat kering total dilakukan analisis secara mekanis (mechanical analysis).

(48)

Ada dua metode yang umum digunakan untuk memberikan informasi ukuran partikel tanah, yaitu : (1) analisis saringan (sieving analysis), dan (2) analisis pengendapan (sedimentation atau hydrometer analysis). Analisis saringan digunakan untuk tanah berbutir kasar, sedangkan prosedur pengendapan digunakan untuk analisis tanah berbutir halus.

Penyaringan merupakan metode yang biasanya secara langsung untuk

menentukan ukuran partikel dengan didasarkan pada batas-batas bawah ukuran lubang saringan yang digunakan. Batas terbawah dalam saringan adalah ukuran terkecil untuk partikel pasir. Ukuran saringan yang umum digunakan untuk menentukan ukuran partikel tanah disajikan dalam tabel dibawah ini

Tabel 2.8 Ukuran saringan yang biasanya digunakan untuk analisis ukuran partikel

Untuk tanah yang berbutir halus (fined grained) digunakan analisa endapan yang mengacu kepada hukum Stoke mengenai penurunan (settlement), yaitu bola-bola

(49)

kecil didalam suatu cairan akan menurun pada kecepatan-kecepatan yang berbeda tergantung kepada ukuran bola itu.

II.5.2 Batas-Batas Atterberg

Suatu hal yang penting pada tanah berbutir halus adalah sifat plastisitasnya.

Plastisitas disebabkan oleh adanya partikel mineral lempung dalam tanah yang dapat digambarkan sebagai kemampuan tanah dalam menyesuaikan perubahan bentuk pada volume yang konstan tanpa adanya retak ataupun remuk.

Plastisitas suatu tanah bergantung pada kadar airnya sehingga tanah

memungkinkan menjadi berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat. Konsistensi suatu tanah bergantung pada gaya tarik antara partikel mineral lempungnya.

Atterberg (1911) memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir haslu dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya.

Batas-batas tersebut adalah batas cair, batas plastis dan batas susut. Hal ini dapat dilihat dalam gambar dibawah ini.

Gambar 2.9 Batas-batas Konsistensi Atterberg

(50)

II.5.2.1 Batas Cair (Liquid Limit)

Batas cair (liquid limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis yakni batas atas dari daerah plastis. Batas cair ditentukan dari pengujian Casagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi sampel tanah yang telah dibelah oleh grooving tool dan dilakukan dengan pemukulan sampel dengan jumlah dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu.

Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan.

II.5.2.2Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas plastis (Plastic Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air tanah pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air di mana tanah dengan diameter silinder 3,2 mm (1/8 in) mulai mengalami retak-retak ketika digulung.

II.5.2.3Batas Susut (Shrinkage Limit)

Batas susut (Shrinkage Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya.

Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan

(51)

dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam persamaan

𝑆𝐿 = {(𝑚1𝑚−𝑚2)

2(𝑣1−𝑣𝑚2)𝛾𝑤

2 } 𝑥 100 % (2.6)

Dengan :

𝑚1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr) 𝑚2 = berat tanah kering oven (gr)

𝑣1 = volume tanah basah dalam cawan (𝑐𝑚3) 𝑣2 = volume tanah kering oven (𝑐𝑚3)

𝛾𝑤 = berat isi air

II.5.2.3Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks Plastisitas (IP) adalah selisih batas cair dan batas plastis.Adapun rumusan dalam menghitung besaran nilai indeks plastisitas adalah seperti yang ditunjukkan pada rumusan dibawah.

PI = LL - PL (2.7)

Indeks plastisitas akan merupakan interval kadar air di mana tanah masih bersifat plastis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukkan sifat keplastisitasan tanah tersebut. Jika tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka keadaan ini disebut dengan tanah kurus, kebalikannya jika tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk.

(52)

Tabel 2.9 Indeks Plastisitas Tanah (Hardiyatmo,2002, Mekanika Tanah 1)

PI Sifat Macam tanah Kohesi

0 Non – Plastis Pasir Non – Kohesif

< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian 7 - 17 Plastisitas Sedang Lempung

berlanau Kohesif

> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif

II.5.3 Berat Jenis

Berat jenis adalah angka perbandingan antara berat isi butir tanah dan berat isi air suling pada temperatur dan volume yang sama.

Tabel 2.10 Berat Jenis Tanah (Hardiyatmo, H.C, 2002, Mekanika Tanah 1) Macam Tanah Berat Jenis

Kerikil 2,65 - 2,68

Pasir 2,65 - 2,68

Lanau tak organik 2,62 - 2,68 Lempung organic 2,58 - 2,65 Lempung tak organik 2,68 - 2,75

Humus 1,37

Gambut 1,25 - 1,80

II.6 Stabilisasi Tanah

Dalam pengertian luas, yang dimaksud stabilisasi tanah adalah

pencampuran tanah dengan bahan tertentu, guna memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, atau dapat pula, stabilisasi tanah adalah usaha untuk merubah atau memperbaiki sifat-sifat teknis tanah agar memenuhi syarat teknis tertentu.

(53)

Proses stabilisasi tanah meliputi pencampuran tanah dengan tanah lain untuk memperoleh gradasi yang diinginkan, atau pencampuran tanah dengan bahan tambah buatan pabrik, sehingga sifat-sifat teknis tanah menjadi lebih baik.

Guna merubah sifat-sifat teknis tanah, seperti : kapasitas dukung, kompresibilitas, permeabilitas, kemudahan dikerjakan, potensi pengembangan dan sensitifitas terhadap perubahan kadar air, maka dapat dilakukan dengan cara penanganan dari yang paling mudah, seperti pemadatan sampai teknik yang lebih mahal, seperti:

mencampur tanah dengan semen, kapur, abu terbang, injeksi semen (grouting) dan lain-lain.

Dalam pembangunan perkerasan jalan, stabilisasi tanah didefinisikan sebagai perbaikan material jalan lokal yang ada, dengan cara stabilisasi mekanis atau dengan cara menambahkan suatu bahan tambah (additive) ke dalam tanah.

Dalam perancangan perkerasan jalan, kualitas setiap lapisan pembentuk perkerasan harus memenuhi syarat tertentu. Setiap komponen lapis perkerasan harus mampu menahan geseran, lendutan berlebihan yang menyebabkan retaknya lapisan diatasnya dan mencegah deformasi permanen yang berlebihan akibat memadatnya material penyusun. Jika material tanah distabilisasi, maka kualitasnya menjadi bertambah dan kemampuan lapisan tersebut dalam mendistribusikan beban ke area yang lebih luas juga bertambah, sehingga mereduksi tebal lapisan perkerasan yang dibutuhkan.

II.6.1. Tipe-Tipe Stabilisasi

Umumnya, stabilisasi tanah dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Stabilisasi mekanis.

(54)

2. Stabilisasi dengan bahan tambah.

II.6.1.1. Stabilisasi Mekanis

Stabilisasi mekanis atau stabilisasi mekanikal dilakukan dengan cara mencampur atau mengaduk dua macam tanah atau lebih yang bergradasi berbeda untuk memperoleh material yang memenuhi syarat kekuatan tertentu.

Pencampuran tanah ini dapat dilakukan di lokasi proyek, di pabrik, atau di tempat pengambilan bahan timbunan (borrow area). Material yang telah dicampur ini, kemudian dihamparkan dan dipadatkan di lokasi proyek. Stabilisasi mekanis dapat juga dilakukan dengan cara menggali tanah buruk ditempat dan menggantinya dengan material granuler dari tempat lain.

II.6.1.2. Stabilisasi Dengan Menggunakan Bahan Tambah

Bahan tambah (additives) adalah bahan hasil olahan pabrik yang bila ditambahkan kedalam tanah dengan perbandingan yang tepat akan memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, seperti kekuatan, tekstur, kemudahan dikerjakan

(workability), dan plastisitas. Contoh-contoh bahan tambah adalah kapur, semen portland, abu terbang (fly ash), aspal (bitumen), dan lain-lain.

Stabilisasi dengan menggunakan bahan tambah atau sering disebut juga stabilisasi kimiawi bertujuan untuk memperbaiki sifat-sifat teknis tanah dengan cara mencampur tanah dengan menggunakan bahan tambah dengan perbandingan tertentu. Perbandingan campuran bergantung pada kualitas campuran yang

diinginkan. Jika pencampuran hanya dimaksudkan untuk merubah gradasi, plastisitas tanah, dan kemudahan dikerjakan, maka hanya memerlukan bahan

(55)

tambah yang sedikit. Namun, bila stabilisasi dimaksudkan untuk merubah tanah agar mempunyai kekuatan yang tinggi, maka diperlukan bahan tambah yang lebih banyak. Material yang telah dicampur dengan bahan tambah ini harus

dihamparkan dan dipadatkan dengan baik.

II.6.2. Pemilihan Bahan Tambah

Pemilihan bahan tambah yang cocok bergantung pada maksud

penggunaannya. Banyaknya kadar bahan tambah umumnya ditentukan dari uji laboratorium yang mensimulasikan kondisi lapangan, cuaca, daya tahan, atau uji kekuatan. Dalam beberapa hal, penambahan bahan tambah didalam tanah akan memerlukan biaya yang relatif tinggi. Karena itu, cara perbaikan tanah dengan pencampuran bahan tambah ini harus dibandingkan dengan tipe perbaikan tanah yang lain, seperti pemadatan, penggantian tanah yang lebih bagus, atau

penambahan agregat.

Beberapa pertimbangan yang perlu dilakukan dalam memilih tipe bahan tambah yang cocok adalah :

1. Jenis tanah yang akan distabilisasi.

2. Jenis struktur yang distabilisasi.

3. Ketentuan kekuatan tanah yang harus dicapai.

4. Tipe dari perbaikan tanah yang diinginkan.

5. Dana yang tersedia.

6. Kondisi lingkungan

Hicks (2002) dalam Alaska Departement of Transportation and Public Facilities Research & Technology Transfer mengusulkan petunjuk cara pemilihan bahan

(56)

stabilisasi seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.11. Dalam metode ini, distribusi ukuran butiran dan batas-batas atterberg digunakan sebagai dasar penilaian

macam stabilisasi yang akan digunakan. Petunjuk dalam Tabel 2.11 hanya sebagai pertimbangan awal dan dapat digunakan untuk maksud modifikasi tanah, seperti stabilisasi dengan kapur untuk membuat material lebih kering dan mengurangi plastisitasnya.

Tabel 2.11. Petunjuk awal untuk pemilihan metode stabilisasi (Hicks,2002).

Material lolos > 25 % lolos saringan < 25 % lolos saringan saringan no.200 no.200 (0,075 mm) no.200 (0,075 mm)

Indeks Plastisitas ≤ 10 10-20 ≥ 20

≤ 6 (PI x

≤ 10 ≥ 10 Persen lolos

saringan no.200 ≤ 60 )

Bentuk stabilisasi :

Semen dan

Cocok Ragu Tidak

Cocok Cocok Cocok

campuran pengikat cocok

Kapur Ragu Cocok Cocok Tidak

Ragu Cocok cocok

Aspal (bitumen) Ragu Ragu Tidak

Cocok Cocok Ragu cocok

Aspal/semen

Cocok Ragu Tidak

Cocok Cocok Ragu

dicampur cocok

Granuler Cocok Tidak Tidak

Cocok Cocok Ragu cocok cocok

Lain-lain campuran Tidak

Cocok Cocok Tidak

Ragu Cocok

cocok cocok

II.6.3. Stabilisasi Tanah-Semen

Semen portland adalah salah satu dari bahan yang banyak digunakan untuk stabilisasi tanah sejak tahun 1917. Pembangunan jalan pertama yang

(57)

menggunakan campuran tanah-semen adalah di dekat Johnsonville, S.C, Amerika pada tahun 1935. Campuran tanah-semen telah banyak digunakan dalam berbagai proyek terutama dalam pekerjaan jalan raya dan lapangan terbang.

Istilah tanah-semen (soil-cement) menunjukkan suatu campuran dari tanah alami dengan semen portland. Istilah-istilah lain yang juga kadang-kadang dipakai misalnya semen-merawat-pondasi (cement-treated-base), yaitu stabilisasi tanah yang dilakukan pada pondasi bawah (subbase) atau tanah dasar (subgrade).

Umumnya disarankan untuk melakukan stabilisasi tanah dasar jika tanah dasar mempunyai CBR < 2.

Dalam stabilisasi tanah-semen, maksud utama pencampuran tanah-semen adalah untuk menghasilkan kenaikan kekuatan tanah asli. Untuk tercapainya maksud tersebut, maka penggunaan bahan-bahan tanah, semen, dan air yang akan digunakan dalam stabilisasi harus diperhatikan. Faktor utama yang mempengaruhi kualitas campuran tanah-semen adalah :

1. Macam tanah 2. Kadar semen 3. Pemadatan

4. Waktu pemeraman 5. Cara pencampuran

II.6.3.1. Pengaruh Macam Tanah

Untuk menghasilkan kekuatan tertentu, tanah-tanah berbutir halus seperti lempung membutuhkan semen yang lebih banyak. Hal ini karena permukaan partikel tanah yang harus tertutup semen agar terjadinya sementasi pada titik-titik

(58)

kontak antar partikelnya lebih besar dibandingkan dengan tanah dengan butiran yang lebih besar.

Umumnya, tanah yang mengandung banyak lempung sulit dicampur (karena butiran tanahnya menggumpal), dan kadang-kadang bahan tambah

dibutuhkan untuk menghasilkan perubahan sifat yang berarti. Biasanya, stabilisasi semen pada lempung gemuk dibatasi untuk lempung dengan batas cair (LL) kurang dari 50 %. Untuk lempung gemuk, stabilisasi dengan semen dilakukan dengan penanganan awal terlebih dahulu, yaitu dengan melakukan modifikasi tanah. Modifikasi tanah dilakukan dengan cara menampur tanah dengan salah satu, yaitu semen atau kapur terhidrasi. Maksud modifikasi tanah ini adalah untuk mereduksi plastisitas dan membuat tanah lebih mudah dikerjakan. Sesudah

pemeraman (padat atau longgar) untuk 1 sampai 3 hari, tanah yang telah berubah sifatnya kemudian distabilisasi dengan semen seperti biasa.

Tanah-tanah berpasir sangat cocok dan dapat distabilisasi dengan menggunakan semen dengan mudah. Umumnya pencampuran tanah granuler dengan semen selalu berhasil dengan baik termasuk pasir seragam. Banyaknya semen yang dibutuhkan untuk pengerasan tanah sangat bergantung pada gradasi dan rongga pori dari material campuran yang dipadatkan. Untuk tanah-tanah berpasir ini, kadar semen untuk stabilisasi yang dibutuhkan biasanya berkisar diantara 5 sampai 12 % terhadap beratnya.

Dalam praktek, stabilisasi semen juga kadang-kadang dilakukan pada material kerikil yang bergradasi baik, bersih, atau material batu pecah. Material- material ini sebenarnya tidak perlu distabilisasi dan mungkin justru menimbulkan masalah besar seperti retak akibat penyusutan.

Referensi

Dokumen terkait

Inggris (SkySports) karena delik yang dianut oleh undang-undang hak cipta adalah delik aduan sehingga tanpa diadakannya aduan Indonesia tidak bisa melakukan

Kandungan mineral liat tanah memiliki permeabilitas yang rendah sehingga menghambat proses perkolasi air tanah pada daerah berlereng, semakin meningkat kadar liat

Pada Apartemen X ini, penghuni bangunan dapat dengan mudah mengakses sarana jalur evakuasi, hal ini disebabkan karena koridor yang terdapat pada bangunan ini

 Bentuk talus : koloni senobium bergerak.  Bentuk kloroplas

Tingginya ko nsent rasi ho rmo n pert umbuhan dan ho rmo n IGF-I akan menyebabkan pert umbuhan yang cepat , mo t ivasi makan dan efisiensi pakan yang t inggi pada ikan lele t

Vaikas puolė svetainėn gar­ siai šaukdamas: „Tėveli oi tėveli žinok mes nenupirkom kri- zantem ų ir dar atsitiko baisus dalykas atrodė kad viskas jau kažkada buvo

Berpijak dari hal ini, permasalahan yang ingin dikaji dalam penulisan ini adalah apakah pe- mahaman konsep matematis siswa yang diajar dengan metode stratagem

Mengkoordinasikan program dan kegiatan-kegiatan SKPD dan lembaga lain dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dan kegiatan-kegiatan lainnya yang relevan dengan upaya