• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENTINGNYA KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI UNTUK MEWUJUDKAN MENTAL YANG SEHAT BAGI KONSELI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENTINGNYA KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI UNTUK MEWUJUDKAN MENTAL YANG SEHAT BAGI KONSELI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENTINGNYA KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI

UNTUK MEWUJUDKAN MENTAL YANG SEHAT BAGI KONSELI

Nanik Suprihyatin

Staf Pengajar Progam Studi PPB IKIP PGRI Wates

ABSTRAK

Kesehatan manusia meliputi kesehatan badan, rohani (mental), dan sosial. Manusia sebagai individu terkadang diliputi oleh masalah yang berkaitan dengan sedih, takut, cemas yang menyebabkan permasalahan lebih serius yang menyebabkan mental tidak sehat yang berdampak pada ketidaksehatan fisik. Penyakit yang disebabkan oleh kesehatan mental dapat ditangani oleh komunikasi interpersonal melalui konseling behavioristik yaitu menggali informasi pada individu secara menyeluruh secara pribadi melalui tahapan-tahapan konseling.

Kata kunci: kesehatan mental, komunikasi interpersonal, konseling, perilaku

Latar Belakang Masalah

Manusia yang memiliki kesehatan dapat melaksanakan seluruh aktivitas dalam kehidupan sehari-hari dengan normal. Menurut UU Pokok Kesehatan No 9 Tahun 1960 dalam Pasal 2 disebutkan bahwa kesehatan adalah meliputi kesehatan badan, rohani, dan sosial, dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, kelemahan. Sehingga manusia dalam menjaga kesehatannya tidak semata-mata fisik saja, tetapi harus dari dalam jiwa (psikis) manusia.

Manusia sebagai individu sering mengalami hal-hal yang berkaitan dengan perasaan sedih, takut, cemas, cemburu, marah, emosi yang menyebabkan ketidak sehatan mental manusia berakibat pada. Ketidaksehatan fisik seseorang. Ketidaksehatan mental individu tercantum dari ketidakmampuan individu berinteraksi dengan sosial bahkan ketidaksiapan individu terhadap penerimaan diri. (Awaludin Ancok, 1995: 134).

Salah satu terkait yang diperlukan untuk menggali informasi dengan individu yang berkenalan dengan ketidaksehatan mental dapat dilakukan dengan komunikasi yang efektif. Komunikasi merupakan sarana untuk mendekatkan diri antar konselor dan konseli dalam proses bimbingan dan konseling.

Kesehatan mental kita sebagian besar ditentukan oleh kualitas komunikasi/hubungan kita denagn orang lain. Supratiknya (1995:10).

Bila hubungan kita dengan orang lain diliputi berbagai masalah, maka tentu kita akan menderita, sedih, cemas, frustasi. Bila kemudian kita menarik diri dan menghindar dari orang lain maka rasa sepi dan terasing yang akan kita alami. Hal ini tentu akan memberikan penderitaan, bukan hanya penderitaan emosional bahkan mungkin penderitaan fisik.

Agar merasa bahagia, kita membutuhkan konfirmasi dari orang lain, yaitu pengakuan berupa tanggapan dari orang lain yang menunjukkan bahwa diri kita normal, sehat, berharga semuanya hanya kita peroleh lewat komunikasi antar pribadi, komunikasi dengan orang lain.

(2)

Hakekat Komunikasi antar Pribadi

Theodorson dalam (Liliweri, 1991) mengungkapkan bahwa komunikasi adalah pengalihan informasi dari satu orang atau kelompok kepada orang lain terutama dengan menggunakan simbol.

Sedang Ardi Muhammad komunikasi didefinisikan sebagai pertukaran pesan verbal maupun non verbal antara si pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku (Muhammad Ardi, 2005: 5).

Dedy Mulyana (2008: 81) mendefinisikan komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung baik secara verbal maupun non verbal. Kesimpulan dari komunikasi antar pribadi merupakan proses komunikasi yang dilakukan oleh dua orang secara pribadi dengan adanya pertukaran informasi yang dilakukan oleh komunikan.

Sedangkan ciri dari komunikasi antar pribadi antara lain: 1) arus pesan dua arah yang berarti komunikator dan komunikan dapat berganti peran secara cepat; 2) suasana non formal, pelaku komunikasi tidak secara kaku, bersifat lisan, akrab bukan seperti rapat, 3) peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat yang berarti peserta komunikasi berada dalam jarak dekat, tatap muka, satu lokasi di tempat tertentu, sehingga komunikasi akrab/intim. Suranto AW (2011: 19).

Cangara (2004: 56) mengatakan fungsi komunikasi antar pribadi diantaranya: 1) mengenal diri dan orang lain; 2) memungkinkan kita untuk mengetahui lingkungan kita secara baik; 3) menciptakan dan memelihara hubungan baik antar individu, 4) mengubah sikap dan perilaku, 5) bermain dan mencari hiburan dengan berbagai kesenangan pribadi, 6) membantu orang lain dalam menyelesaikan masalah.

Dalam rangka mengubah dan mengembangkan potensi individu melalui interaksi komunikasi, terdapat pihak-pihak yang terlibat untuk memberi inspirasi, semangat dan dorongan pada individu untuk merubah pikiran, perasaan dan bahkan sikap sesuai dengan apa yang menjadi perubahan bersama.

Adapun fator yang mempengaruhi komunikasi antar pribadi diantaranya:

1) Self Concept yaitu sebuah konsep diri yang merupakan faktor paling penting yang mempengaruhi komunikasi dengan orang lain. 2) Ability berupa kemampuan untuk menjadi pendengar yang baik. 3) Skill experience yaitu melakukan kemampuan untuk mengekspresikan pirikan dan ide-ide. 4) Emotion berarti individu dapat mengatasi emosinya, dengan cara konstruktif (berusaha memperbaiki kemarahan). 5) Self disclousure, keinginan untuk berkomunikasi dengan orang lain secara bebas dan terus terang, dengan tujuan untuk menjaga hubungan antar pribadi. 6) Toleransi, adanya sikap toleran dan tenggang rasa, kedua belah pihak saling menghargai. 7) Kepercayaan, yaitu individu percaya tidak aka nada penghianatan dalam hubungan sehingga dapat bekerjasama dengan baik. 8) Kontrol atau pengawasan yang berupa kepedulian, saling mengontrol dari masing-masing individu. Semakin baik kualitas faktor-faktor

(3)

tersebut maka akan semakin baik pula kadar hubungan antar pribadi. Suranto AW (2011: 33).

Komunikasi Antarpribadi dalam Konseling

Dalam proses konseling, seorang konselor membutuhkan komunikasi untuk mengetahui karakteristik pesan atau informasi yang disampaikan pada konseli agar individu memahami arti dan makna pesan yang disampaikan untuk kepentingan dirinya. Sehingga dalam kegiatan bimbingan yang melibatkan interaksi antara konselor dengan konseli dapat berjalan dengan baik. Liliweri (1997: 145).

Konseling merupakan satu jenis layanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan yang diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua individu, dimana seorang (konselor) berusaha membantu yang lain (klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah- masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang. (Rachman Natawijaya, 1987: 32).

Sedangkan Prayitno (1983: 3) mengemukakan konseling adalah pertemuan empat mata antara klien dan konselor yang berisi usaha yang laras, unik, manusiawi yang dilakukan dalam suasana keahlian yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku.

Jadi dapat dikemukakan bahwa konseling merupakan proses bantuan dari konselor pada konseli, yang dilakukan secara professional, konselor memberikan bantuan kepada konseli yang sedang mengalami masalah melalui wawancara sehingga konseli dapat mengatasi masalahnya secara mandiri. Dari penjelasan diatas, bahwa hubungan antar pribadi antara konselor dengan konseli adalah hubungan professional dalam konteks layanan konseling.

Dalam layanan konseling, konselor mendukung konseli untuk memahami masalahnya dan menemukan solusi untuk menyelesaikan masalahnya sehingga konseli dapat menumbuhkan potensi-potensinya secara maksimal.

Nelson – Jonson (2005: 55) menyebutkan bahwa memaknai konseling sebagai hubungan antar pribadi maka konselor perlu memperhatikan tentang proses dan pola komunikasi, pendekatan dalam konseling dan fleksibilitas hubungan konseling.

Komunikasi Antarpribadi dan Kesehatan Mental

Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam kondisi tenang, aman, tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri kepada Tuhan). (Jalaludin Rahmat, 2008: 16).

Zakiah Derajat (1984) mendefinisikan kesehatan mental memasukkan unsur agama yang sangat penting dan harus diupayakan penerapannya dalam kehidupan sejalan dengan pengembangan hubungan baik dengan sesama manusia. Hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa terletak pada sikap penyerahan diri terhadap Yang Maha Kuasa. Sikap pasrah ini

(4)

akan memberikan sikap optimis pada individu, sehingga muncul perasaan positif seperti bahagia, senang, puas, merasa sukses, merasa dicintai, dan rasa aman.

Hidup menjadi lebih berarti. (Rama Yulis, 2007: 136).

Peran agama dan kesehatan mental dibagi menjadi dua yaitu: 1) Mental yang sehat. Seseorang yang sehat mentalnya dalam beragama ditunjukkan dengan beberapa hal, antara lain: Terbuka dan unreflective (tidak termenung) yang berarti bersedia mengungkapkan perasaannya pada konselor untuk diberikan solusinya, berpikir optimis yaitu segala jerih payah yang dilakukan akan mendapat penghargaan, sedangkan kegagalan dianggap sesuatu yang perlu diperbaiki. Menjaga lidah dengan berkata jujur, mampu mengkomunikasikan perkataan tanpa kebohongan (dusta). Komunikasi akan efektif bila ada kesesuaian antara ungkapan verbal (lisan) dengan ungkapan non verbal (ekspresi, gerak gerik).

2) Mental yang sakit (Suffering). Mental yang sakit dalam agama dikategorikan penderitaan. Penderitaan dapat disebabkan dari faktor luar misalnya musibah / malapetaka. Musibah yang serius dapat menggoncangkan kejiwaan seseorang, keguncangan jiwa ini bagi individu yang memiliki kesadaran agama ditafsirkan sebagai peringatan Tuhan pada dirinya. Faktor luar lainnya dalam bentuk kontemplasi kejahatan yakni orang yang menekuni kehidupan di lingkungan dunia buatan baik sebagai pelaku maupun sebagai pendukung kejahatan akan mengalami keguncangan batin dan rasa berdosa namun perasaan itu ditutupi dengan perbuatan yang bersifat kompensatif seperti melupakan sejenak minuman keras, berfoya-foya, namun upaya tersebut tidak berhasil sehingga jiwa menjadi labil dan biasanya dilampiaskan dengan tindakan brutal, pemarah, mudah tersinggung dan tindakan negatif lainnya.

Penderitaan yang disebabkan faktor dari dalam antara lain waatak, yang merupakan salah satu unsur dalam membentuk kepribadian. Selain watak, adanya konflik dan keraguan dalam beragama dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap agama seperti taat, fanatik, atheis. Selain konflik dan keraguan, sikap jauh dari Tuhan membuat manusia merasa lemah dan kehilangan pegangan saat menghadapi cobaan, yang menyebabkan terjadi perubahan sikap keagamaan pada seseorang.

Gangguan mental dalam Islam. Terdapat aspek-aspek yang berkaitan dengan penyimpangan sikap batin, antara lain: qalb dan af’al (hati dan perbuatan). Hati yang menyimpang dari keikhlasan dan ketundukan pada Allah misalnya dalam bentuk riya, hasad, ujub, takabur, tamak. Perilaku yang terbiasa dengan pelanggaran ajaran agama yang disebabkan karena nafsu amarah dalam kehidupannya misalnya hati yang tertutup dari seruan-seruan kebenaran, memandang mudah dan baik perbuatan dosa dan kesesatan dan tetap merasa nikmat untuk melakukannya.

Menumbuhkan Kesehatan Mental dengan Komunikasi Interpersonal dapat Dilakukan dengan Konseling Behavioristik.

Pandangan behavioral melihat individu sebagai hasil dari kondisionary sosial, memandang perilaku yang maladjusted sebagai hasil belajar dari lingkungan. Dengan konseling behavioris klien dibantu untuk belajar cara

(5)

bertindak yang baru dan pantas, mengeliminasi tingkah laku yang berlebihan sehingga klien menjadi lebih dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan (J.P.

Chaplin, 2006: 54). Pendekatan dalam konseling behaviorial lebih cenderung direktif karena konselor lebih banyak berperan. Peran-peran tersebut dapat dijelaskan antara lain: menyebutkan tingkah laku mal adaptif, memilih tujuan- tujuan yang masuk akal, mengarahkan dan membimbing keluarga untuk merubah tingkah laku yang tidak sesuai, menciptkan konseling yang positif, penggunaan model dan permainan peran dalam proses penyembuhan.

Adapun tahapan komunikasi interpersonal dalam konseling diantaranya Asesment yang meliputi analisis tingkah laku bermasalah yang dialami konseli, analisis self control, analisis hubungan sosial. Tahap berikutnya menentukan tujuan sebagai tolok ukur melihat keberhasilan proses terapi setelah merumuskan tujuan, konselor melakukan strategi belajar yang terbaik untuk membantu konseli mencapai perubahan tingkah laku yang diinginkan. Proses konseling akan berakhir jika tujuan yang ditetapkan telah tercapai, namun konseli tetap memiliki tugas terus melaksanakan perilaku baru yang diperolehnya selain proses konseling dalam kehidupan sehari-hari. (Surya, 1988:

187).

Simpulan

Komunikasi interpersonal dalam proses konseling sangat diperlukan terutama pada saat pelaksanaan konseling dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (deep interview) pada konseli dalam rangka menumbuhkan kesehatan mental. Lebih lanjut lagi penyerahan diri secara resignasi pada Tuhan akan memberikan sikap optimis pada individu sehingga muncul perasaan positif seperti bahagia, senang, puas, merasa sukses, merasa dicintai dan rasa aman. Hidup menjadi lebih berarti. Bersedia mengungkapkan perasaannya pada konselor untuk diberi solusinya sehingga konseli bisa memecahkan masalahnya secara mandiri.

Komunikasi interpersonal yang dilakukan pada proses konseling behavioristik dilaksanakan oleh konselor dan konseli dengan membuat need assessment sehingga konselor bisa menganalisis masalah yang dialami individu.

DAFTAR PUSTAKA

Arni Muhammad. 2005. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara

Cangara, Hafild. 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Chaplin. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Darodjat, Zakiah. 1984. Kesehatan Mental Peranannya dalam Pendidikan dan Pengajaran. Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jamaludin Ancok. 1995. Integrasi Psikologi dengan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Liliweri, Alo. 1991. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Mulyana, Dedy. 2003. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Rosda Karya.

(6)

Mulyana, Dedy. 2008. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Nelson Jones Richard. 2005. Practical Counseling and Helping, Skill. London: Sage Publication.

Prayitno. 1983. Pelayanan Bimbingan dan Konseling Sekolah Dasar. Jakarta:

Depdikbud.

Rahman Natawijaya. 1987. Peranan Guru dalam Bimbingan di Sekolah. Bandung Abardin.

Rakhmat, Jalaludin. 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ramayulis. 2008. Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia. Bandung CV. Penerbit Diponegoro.

Supratiknya. 1995. Komunikasi Inter Personal. Yogyakarta: Kanisius.

Suranto AW. 2011. Komunikasi Inter Personal. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Surya, Muhammad. 1988. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV.

Ilmu.

(7)

Referensi

Dokumen terkait

Agar hak dari warga binaan sebagaimana tercantum dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 22 ayat (2), Pasal 29 ayat (2), dan Pasal 36 ayat (2) Undang-undang Nomor 12 Tahun

Untuk memperkirakan rata-rata goodwill TCP, kami menggunakan model throughput untuk aliran Reno Reno, yang diberikan dimana s (p) adalah tingkat pengiriman paket per RTT, p

Skripsi berjudul “Pengendalian Hama pada Tanaman Kubis dengan Sistem Tanam Tumpangsari” telah diuji dan disahkan oleh Program Studi Agroteknologi Fakultas

Hasil Uji Beda Rata-rata Biaya Produksi sebelum dan sesudah RSPO di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja.. Paired

Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database

Oleh karena itu, jika pelaksana pembebasan tanah tersebut adalah BUMN yang berbentuk Persero, yang mempunyai campur tangan dan intervensi pemerintah dalam melakukan

PENGARUH KARTU INDONESIA PINTAR TERHADAP CAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS INDONESIA TAHUN 20151. Seminar

m eny ebabk an fluida t er sebut m engalir , ini ber t ent angan dengan asum si bahw a fluida t er sebut dalam keadaan diam.. Tek anan dalam fluida y ang m em puny ai k er