• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN SEBELUM DAN SESUDAH STOCK SPLIT PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN SEBELUM DAN SESUDAH STOCK SPLIT PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN SEBELUM DAN SESUDAH STOCK SPLIT PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR

DI BURSA EFEK INDONESIA Novia Dian Praptica noviadianprapticaa@gmail.com

Sri Utiyati

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya ABSTRACT

The purpose of this research is to find out whether any different of the financial performance before and after stock split at the manufacture company which is listed in Indonesia Stock Exchange. The sample of this research is PT Delta Dunia Petroindo Tbk and PT Berlina Tbk who do a stock split in 2008.

The analysis technique used is t test with the multiple sample.

Based on the statistically test by using t test of the multiple sample can be know that 9 ratio can be observe from the 2 companies who do the stock split, it was all ratio has no distinction significantly between before and after stock split.

Keywords: financial performance, finantial ratio, stock split ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah stock split pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sampel dalam penelitian ini adalah PT Delta Dunia Petroindo Tbk dan PT Berlina Tbk yang melakukan stock split pada tahun 2008. Teknik analisis yang digunakan adalah uji t sampel berpasangan.

Berdasarkan hasil pengujian statistik dengan menggunakan uji t sampel berpasangan dapat diketahui bahwa dari 9 rasio yang diteliti dari 2 perusahaan yang melakukan stock split ternyata semua rasio tidak mempunyai perbedaan secara signifikan antara sebelum dan sesudah stock split.

Kata kunci: kinerja keuangan, rasio keuangan, stock split

PENDAHULUAN

Salah satu informasi yang penting untuk diperhatikan oleh investor adalah peristiwa pemecahan saham (stock split). Pemecahan saham adalah suatu aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan go public untuk mengubah jumlah saham yang beredar. Pada dasarnya ada dua jenis pemecahan saham yang dapat dilakukan, yaitu pemecahan naik (split up) dan pemecahan turun (split down/reverse split). Pemecahan naik adalah peningkatan jumlah saham yang beredar dengan cara memecah selembar saham menjadi beberapa lembar saham, sedangkan pemecahan turun adalah kebalikan dari pemecahan naik, yaitu peningkatan nilai nominal per lembar saham dengan mengurangi jumlah saham yang beredar.

Mengingat perkembangan pasar modal yang memiliki prospek cerah dimasa yang akan datang dalam menggalang dana dari masyarakat, maka perhatian terhadap pasar modal harus lebih baik. Peningkatan peran pasar modal memerlukan dukungan dan

(2)

partisipasi dari seluruh komponen yang berkaitan dengan pasar modal, baik dalam sosialisasi eksistensi pasar modal, maupun dalam pengelolaan dan pengembangannya.

Menurut Marwata (2000:752) Pemecahan saham merupakan upaya pemolesan saham agar kelihatan lebih menarik di mata investor sekalipun tidak meningkatkan kemakmuran bagi investor. Tindakan pemecahan saham akan menimbulkan efek fatamorgana bagi investor, yaitu investor akan merasa seolah-olah menjadi lebih makmur karena memegang saham dalam jumlah yang lebih banyak dari sebelumnya. Jadi, pemecahan saham sebenarnya merupakan tindakan perusahaan yang tidak memiliki nilai ekonomis. Meskipun secara teoritis pemecahan saham tidak memiliki nilai ekonomis, tetapi banyaknya peristiwa pemecahan saham di pasar modal memberikan indikasi bahwa pemecahan saham merupakan alat penting dalam praktik pasar modal.

Keberhasilan perusahaan dalam melakukan stock split dapat dilihat dari kinerja perusahaan tersebut. Perubahan-perubahan yang terjadi setelah perusahan melakukan stock split biasanya akan tampak pada kinerja perusahaan dan penampilan finansialnya. Setelah stock split kondisi dan posisi keuangan perusahaan mengalami perubahan dan hal ini tercermin dalam laporan keuangan perusahaan yang melakukan stock split. Perusahaan yang melakukan stock split didasari pada motivasi perusahaan untuk menurunnya harga saham yang kemudian akan membantu meningkatkan daya tarik investor, membuat saham lebih likuid untuk diperdagangkan, dan mengubah para investor odd lot menjadi investor round lot.

Investor odd lot yaitu investor yang membeli saham dibawah 500 lembar (1 lot), sedangkan investor round lot adalah investor yang membeli saham minimal 500 lembar (1 lot).

Berdasarkan dari apa yang telah diterapkan diatas, maka judul penelitian ini adalah:

“Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan Sebelum Dan Sesudah Stock Split Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”.

Rumusan masalah yang dalam penelitian ini adalah:

“Apakah ada perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah Stock Split pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?”

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah stock split pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

TINJAUAN TEORETIS Analisis Rasio Keuangan

Menurut Simamora (2002:357) analisis rasio keuangan merupakan cara penting untuk menyatakan hubungan-hubungan yang bermakna di antara komponen-komponen dari laporan keuangan. Rasio laporan keuangan dengan membagi nilai rupiah pos yang dilaporkan pada laporan keuangan dengan nilai rupiah pos yang lainnya yang dilaporkan.

Tujuannya adalah untuk menyatakan suatu hubungan di antara dua pos yang relevan yang mudah ditafsirkan dan dibandingkan dengan informasi yang lainnya. Simamora (2002:522) juga mengatakan bahwa analisis rasio (ratio analysis) menunjukkan hubungan di antara pos- pos yang terpilih dari data laporan keuangan. Analisis rasio keuangan bukanlah alat analisis yang mampu berdiri sendiri tanpa memperhatikan hasil dan gejala-gejala yang dapat mempengaruhi penerapan alat-alat analisis yang lainnya, sehingga dapat dihasilkan suatu kesimpulan. Analisis rasio dapat menjelaskan hubungan yang ada antara variabel-variabel atau pos-pos yang bersangkutan.

Analisis rasio keuangan dapat dilakukan dengan membandingkan antara perusahaan sejenis atau juga dapat dilakukan dengan membandingkan keadaan sekarang dengan keadaan tahun lalu. Menurut Hanafi dan Halim (2005:77) analisis rasio dapat dikelompokkan ke dalam 5 macam kategori, yaitu:

(3)

1. Rasio Likuiditas yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

2. Rasio Aktivitas yaitu rasio yang mengukur sejauhmana efektifitas penggunaan aset dengan melihat tingkat aktivitas aset.

3. Rasio Solvabilitas yaitu rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya.

4. Rasio Profitabilitas yaitu rasio yang melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba 5. Rasio Pasar yaitu rasio yang melihat perkembangan nilai perusahaan relatif terhadap

nilai buku perusahaan.

Dalam analisa, angka-angka rasio yang diperoleh dapat dianalisa dengan membandingkan angka rasio tersebut dengan :

a. Standard rasio atau rata-rata dari seluruh industri semacam di mana perusahaan yang data keuangannya dianalisis menjadi anggotanya.

b. Rasio yang telah ditentukan oleh budget perusahaan yang bersangkutan.

c. Rasio-rasio yang semacam di waktu yang lalu (rasio historis) dari perusahaan yang bersangkutan

d. Rasio keuangan dari perusahaan lain yang sejenis yang merupakan pesaing perusahaan yang dinilai cukup baik/berhasil dalam usahanya.

(Munawir, 2007:101)

Dari keempat data rasio pembanding tersebut, pembanding c dan d sering digunakan karena data kemungkinan dapat diperoleh.

Rasio Likuiditas

Pengertian rasio likuiditas menurut Hanafi dan Halim (2005:77) adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

Menurut Munawir (2007:71) jika dilihat dari rasio likuiditas, suatu perusahaan dikatakan mempunyai posisi keuangan yang kuat apabila mampu:

1. Memenuhi kewajiban-kewajiban tepat pada waktunya (kewajiban keuangan terhadap pihak ekstern)

2. Memelihara modal kerja yang cukup untuk operasi yang yang normal (kewajiban keuangan terhadap pihak intern)

3. Membayar bunga dan devidens yang dibutuhkan 4. Memelihara tingkat kredit yang menguntungkan

Menurut Hanafi dan Halim (2005:79) ada 2 rasio likuiditas yang sering digunakan yaitu rasio lancar dan rasio quick (acid test ratio).

a. Rasio Lancar atau Current Ratio

Rasio lancar atau current ratio mengukur kemampuan perusahaan memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar (aktiva yang akan berubah menjadi kas dalam waktu satu tahun atau satu siklus bisnis). Current ratio dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Current Ratio = Aktiva Lancar Hutang Lancar

Darsono dan Ashari (2005:74) mengatakan bahwa rule of thumb (ketentuan baiknya) current ratio adalah 1 sampai 2 atau 100% sampai 200%. Rasio lancar yang terlalu besar (di atas 200%) menunjukkan pengelolaan aktiva lancar yang kurang bagus karena masih banyak aktiva yang menganggur.

b. Quick Ratio

Quick ratio atau acid test ratio merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaanya (Munawir, 2007:74). Quick ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

(4)

Quick ratio = Aktiva Lancar - Persediaan Hutang Lancar

Darsono dan Ashari (2005:75) mengatakan bahwa rule of thumb (ketentuan baiknya) quick ratio adalah 1 sampai 2 atau 100% sampai 200%. Rasio cepat yang berkisar antara 1 sampai 2 menunjukkan bahwa aset yang cepat diuangkan cukup memadai untuk membayar kewajiban yang jatuh tempo dalam jangka pendek.

Rasio Solvabilitas

Menurut Hanafi dan Halim (2005:83) pengertian ”Rasio solvabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya”. Sedangkan pengertian rasio solvabilitas atau juga disebut dengan rasio leverage (rasio pengungkit) menurut Darsono dan Ashari (2005:54) adalah rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jika perusahaan tersebut dilikuidasi.

Ada beberapa macam rasio yang digunakan untuk mengukur solvabilitas. Menurut Darsono dan Ashari (2005:54) rasio solvabilitas atau rasio leverage meliputi Debt to Asset Rasio (DAR), Debt to Equityt Rasio (DER), Equity Multiplier (EM), dan Interst Coverage (IC) atau Time Interest Earned

a. Debt to Total Assets Ratio (DAR)

Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga kepada kreditor.

Debt to Total Assets Ratio = Total Kewajiban Total Aktiva

Darsono dan Ashari (2005:76) mengatakan bahwa rule of thumb (ketentuan baiknya) debt to total assets ratio adalah maksimal 100% yang berarti perusahaan banyak mengandalkan modal dari dalam, bukan hutang.

b. Debt to Equity Ratio (DER)

Rasio ini menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham. Dari perspektif kemampuan membayar kewajiban jangka panjang, semakin rendah rasio akan semakin baik kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjang. Rumusnya adalah

Debt to Equity Ratio = Total Kewajiban Total Ekuitas

Darsono dan Ashari (2005:77) mengatakan bahwa rule of thumb (ketentuan baiknya) debt to equity ratio adalah maksimal 100% yang berarti perusahaan banyak mengandalkan modal dari dalam, bukan hutang.

c. Equity Multiplier (EM)

Rasio ini menunjukkan kamampuan perusahaan dalam mendayagunakan ekuitas pemegang saham. Rasio ini juga diartikan sebagai berapa porsi dari aktiva perusahaan yang dibiayai oleh pemegang saham. Rumus Equity Multiplier adalah:

Equity Multiplier = Total Aktiva Total Ekuitas

Semakin kecil rasio Equity Multiplier, berarti porsi pemegang saham semakin besar sehingga kinerjanya semakin baik karena persentase untuk pembayaran bunga semakin kecil.

d. Interest Coverage (IC) atau Time Interest Earned

Rasio ini berguna untuk mengetahui kemampuan laba untuk membayar biaya bunga untuk periode sekarang. Investor dan kreditor lebih menyukai rasio yang tinggi

(5)

karena rasio yang tinggi menunjukkan margin keamanan dari investasi yang dilakukan.

Rumusnya adalah:

Interest Coverage = EBIT Biaya Bunga Rasio Profitabilitas

Analisis kemampuan perusahaan untuk menghasilkan profit dibutuhkan untuk memastikan pertumbuhan jangka panjang dan kelangsungan hidup perusahaan karena perusahaan harus berada dalam keadaan menguntungkan. Rasio profitabilitas menurut Hanafi dan Halim (2005:85) adalah kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, asset, dan modal saham yang tertentu.

Ada beberapa macam rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas. Menurut Hanafi dan Halim (2005:85) ada tiga rasio yang sering digunakan untuk mengukur rasio profitabilitas yaitu Profit Margin, Return On Asset, dan Return On Equity.

Darsono dan Ashari (2005:80) mengatakan bahwa rule of thumb pada setiap rasio profitabilitas adalah hasil perhitungan rasio harus lebih besar dari bunga berjangka satu tahun. Jika hasil perhitungan rasio lebih kecil dari suku bunga satu tahun, maka hasil investasi yang dilakukan lebih kecil daripada investasi pada deposito berjangka.

a. Profit Margin

Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Rasio ini bisa dilihat secara langsung pada analisis common-size untuk laporan laba-rugi (baris paling akhir). Rasio ini bisa diinterpretasikan juga sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya (ukuran efisiensi) di perusahaan pada periode tertentu. Rasio ini bisa dihitung dengan rumus :

Profit Margin = Laba Bersih Penjualan

Profit margin yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Sebaliknya profit margin yang rendah menandakan penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat penjualan tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk tingkat penjualan tertentu, atau kombinasi dari kedua hal tersebut. Secara umum rasio yang rendah bisa menunjukkan ketidakefisienan manajemen. Rasio ini cukup bervariasi dari industri ke industri, sebagai contoh : industri retailer cenderung mempunyai profit margin yang lebih rendah dibandingkan dengan industri manufaktur.

b. Return On Asset (ROA)

Rasio ini untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu. ROA juga sering disebut sebagai ROI (Return On Investment). Rasio ini bisa dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut :

ROA = Laba Bersih Total Aktiva c. Return On Equity (ROE)

Rasio ini untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu. Rasio ini merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :

ROE = Laba Bersih

(Hanafi dan Halim, 2005:85) Total Ekuitas

Meskipun rasio ini mengukur laba dari sudut pandang pemegang saham, rasio ini tidak memperhitungkan deviden maupun capital gain untuk pemegang saham. Karena itu rasio ini bukan pengukur return pemegang saham yang sebenarnya. ROE dipengaruhi oleh ROA dan tingkat leverage keuangan perusahaan.

(6)

Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas mengukur seberapa efektif perusahaan memanfaatkan sumber daya yang ada pada pengendaliannya. Semua rasio aktivitas ini melihatkan perbandingan antar tingkat penjualan dan investasi pada berbagai jenis aktiva. Rasio aktivitas menganggap bahwa sebaliknya terdapat keseimbangan yang layak antara penjualan dan berbagai unsur aktiva yaitu persediaan, piutang, aktiva tetap dan aktiva lain.

Rasio aktivitas menurut Darsono dan Ashari (2005:59) antara lain Receivable Turn Over (RTO), Rata-Rata Penerimaan Piutang (RPP), Inventory Turn Over (ITO), Lama Persediaan Mengendap (PM), dan Total Asset Turn Over (TATO).

a. Receivable Turn Over

Rasio ini menggambarkan kualitas piutang perusahaan dan kesuksesan perusahaan dalam penagihan piutang yang dimiliki. Semakin tinggi rasio ini semakin baik kemampuan perusahaan dalam menagih piutang yang dimiliki. akan tetapi rasio yang terlalu tinggi juga bisa mengakibatkan pelanggan yang lari karena kebijakan kredit yang terlalu ketat. Rasio ini juga bisa menjadi dasar untuk pemberian kebijakan kredit yang dapat meningkatkan jumlah penjualan dengan memperhitungkan kerugian piutang tidak tertagih. Rumusnya adalah:

Receivable Turn Over = Penjualan bersih Rata-rata Piutang Dagang

Darsono dan Ashari (2005:61) mengatakan bahwa rule of thumb receivable turn over adalah sekitar 6 – 12 kali, sehingga waktu mengendap piutang adalah 30 sampai dengan 60 hari.

b. Rata-Rata Penerimaan Piutang (RPP)

Dengan melihat rasio ini, bisa dilihat dalam jangka waktu berapa hari piutang akan bisa menjadi kas atau ditagih. Rasio penerimaan piutang yang terlalu panjang akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan karena banyaknya aktiva yang menganggur. Rumusnya adalah:

Rata-Rata Penerimaan Piutang = 365

Receivable Turn Over c. Inventory Turn Over (ITO)

Rasio ini berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mengelola persediaan, dalam arti berapa kali persediaan yang ada akan diubah menjadi penjualan.

Semakin tinggi rasio ini, maka semakin cepat persediaan diubah menjadi penjualan.

Rumusnya adalah:

Inventory Turn Over = Harga Pokok Penjualan Rata-rata persediaan Barang d. Lama Persediaan Mengendap (LPM)

Rasio ini berguna untuk mengetahui jangka waktu persediaan mengendap di gudang perusahaan. Semakin cepat persediaan mengendap, maka semakin likuid persediaan tersebut sehingga tidak ada aktiva yang menganggur terlalu lama.

Rumusnya adalah:

Rata-Rata Penerimaan Piutang = 365

Receivable Turn Over e. Total asset turn over

Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan penjualan. Dengan melihat rasio ini, dapat diketahui efektivitas penggunaan aktiva dalam menghasilkan penjualan. Total asset turn over bagi perusahaan yang produktif harus di atas 1 (Darsono, 2005:61). Rumusnya adalah:

Total asset turn over = Penjualan Bersih Rata-rata Total Aktiva

(7)

Stock Split

Pengertian Stock Split menurut beberapa ahli adalah :

1. Halim (2005:97), stock split adalah pemecahan jumlah lembar saham menjadi lebih banyak dengan menggunakan nilai nominal yang lebih rendah per lembarnya secara proporsional.

2. Sartono (2001:297) menyatakan bahwa stock split adalah pemecahan nilai nominal saham ke dalam nilai nominal yang lebih kecil. Dengan demikian jumlah lembar saham akan meningkat proporsional dengan penurunan nilai nominal saham.

3. Jogianto (2000:397) mendefinisikan stock split (pemecahan saham) sebagai memecah selembar saham menjadi n lembar saham, harga per lembar saham baru setelah pemecahan adalah sebesar 1/n dari harga sebelumnya.

Berdasarkan definisi yang di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa stock split merupakan tindakan memecah saham perusahaan menjadi n lembar saham sesuai dengan faktor pemecahan yang ditetapkan sebelumnya dengan melakukan penyesuaian harga per lembar saham baru menjadi 1/n dari harga sebelum stock split.

Tujuan dilakukannya stock split adalah untuk menjaga harga pasar saham agar tidak terlalu tinggi sehingga sahamnya lebih memasyarakat dan lebih banyak diperdagangkan.

Yusuf (2001:346) berpendapat, bahwa salah satu alasan perusahaan melakukan stock split adalah untuk menurunkan harga saham-sahamnya. Hal ini terjadi apabila perusahaan atau perseroan tidak menghendaki harga pasar yang terlalu tinggi, sebab hal ini dapat mengurangi minat para investor terhadap saham yang dikeluarkan perseroan atau perusahaan yang bersangkutan.

Dengan nilai nominal yang lebih rendah maka akan menarik lebih banyak investor untuk membeli saham dan memperluas jenis serta jumlah pemegang saham, sehingga secara otomatis jumlah saham yang beredar juga akan meningkat proporsional.

Keiso dan Weygant (2002:366), menjelaskan beberapa alasan serta tujuan perusahaan dilakukannya stock split yaitu :

a. Untuk menyesuaikan harga pasar saham perusahaan hingga pada tingkat dimana lebih banyak individu dapat berinvestasi dalam saham.

b. Untuk menyebarkan dasar pemegang saham dengan meningkatkan jumlah saham yang beredar dan membuatnya lebih dapat dipasarkan.

c. Untuk menguntungkan pemegang saham yang ada dengan memungkinkan mereka untuk mengambil manfaat dari suatu penyesuaian pasar tidak sempurna setelah melakukan stock split.

Jenis-Jenis Stock Split

Pada dasarnya ada dua jenis pemecahan saham (Stock Split) yang dapat dilakukan, yaitu :

a. Split Up (pemecahan naik)

Adalah penurunan nilai nominal per lembar saham yang mengakibatkan bertambahnya jumlah lembar saham yang beredar. Misalnya pemecahan saham dengan faktor pemecahan saham 2:1, 3:1, dan 4:1. Misalnya pada awalnya nilai nominal saham per lembar saham sebelum melakukan stock split sebesar Rp 1.500,- maka setelah dilakukan split up dengan perbandingan 3:1, nilai nominal per lembar saham yang baru adalah Rp 500,- sehingga awalnya satu lembar saham menjadi tiga lembar saham.

b. Split Down (pemecahan turun)

Adalah peningkatan nilai nominal per lembar saham yang mengakibatkan berkurangnya jumlah lembar saham yang beredar. Misalnya split down dengan perbandingan 1:3, awalnya nilai nominal per lembar saham Rp 1.000,- kemudian dilakukan split down dengan perbandingan 1:3 maka nilai nominal per lembar saham yang

(8)

baru adalah Rp 3.000,- dan jumlah lembar saham yang pada awalnya tiga lembar saham menjadi satu lembar saham.

Dengan pemecahan saham, pemegang saham harus menukarkan sahamnya dengan saham baru yang memiliki nilai nominal lebih rendah. Sebab jika batas waktu penukaran yang ditetapkan terlampaui, maka saham dengan nilai nominal lama tidak bisa diperdagangkan di bursa saham.

Dampak Stock Split

Stock split menurut Kurniawati (2003) mempunyai dua dampak yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak tersebut antara lain:

a. Dampak positif dengan adanya stock split adalah :

1) Harga saham yang rendah setelah pemecahan akan meningkatkan daya tarik investor untuk membeli sejumlah saham yang lebih besar sehingga dapat mengubah investor odd lot menjadi investor round lot. Odd lot adalah kondisi dimana investor membeli saham di bawah 500 lembar (1 lot) sedangkan investor round lot adalah investor yang membeli saham minimal 500 lembar (1 lot).

2) Meningkatkan daya tarik investor kecil untuk melakukan investasi.

3) Meningkatkan jumlah pemegang saham sehingga pasar akan menjadi likuid.

4) Sinyal yang positif bagi pasar bahwa kinerja manajemen perusahaan bagus dan memiliki prospek yang baik.

b. Dampak negatif dengan adanya stock split adalah :

1) Tingkat harga saat ini belum dapat menjamin keberhasilan stock split karena ketidakpastian dalam lingkungan bisnis.

2) Tingkat harga saham setelah stock split akan mengubah posisi perusahaan pada kelompok yang memiliki nilai nominal saham rendah sehingga mengakibatkan kepercayaan terhadap saham menurun.

3) Peningkatan jumlah pemegang saham akan menaikkan biaya pelayanan (serving costing) bagi perusahaan.

Hubungan Stock Split dengan Kinerja Keuangan

Hanya perusahaan yang mempunyai kinerja yang baik saja yang dapat melakukan stock split, karena untuk melakukan stock split perusahaan harus menanggung biaya yang ditimbulkan oleh stock split tersebut. Adapun contoh dari biaya-biaya yang dikeluarkan dari proses stock split adalah : biaya pemberitahuan kepada investor akan adanya stock split, biaya publikasi pengumuman adanya stock split kepada publik, biaya pemecahan saham, dan lain- lain. Dengan adanya stock split, diharapkan saham perusahaan menjadi semakin likuid. Jika saham perusahaan likuid, maka dapat dikatakan kinerja keuangan perusahaan baik.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah diduga ada perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah stock split pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

METODA PENELITIAN

Jenis Penelitian dan Gambaran Obyek Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus (case study), yaitu penelitian dengan karakteristik masalah yang berkaitan dengan latar belakang dan kondisi saat ini dari objek tertentu yang diteliti, yaitu mengenai stock split dan kinerja keuangan.

Gambaran dari populasi (objek) penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang melakukan stock split di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2008.

(9)

Teknik Pengambilan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari satuan-satuan atau individu-individu yang karakteristiknya akan diduga. Adapun populasi dalam penelitian ini yaitu semua perusahaan yang ada di Bursa Efek Indonesia sebanyak 446 perusahaan.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diselidiki, jumlah elemen dalam sampel lebih sedikit daripada elemen populasi. Dalam penelitian ini sampel diambil secara purposive sampling, yaitu pemilihan sampel yang didasarkan atas kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Sampel dalam penelitian ini diambil dari populasi keseluruhan perusahaan yang ada di Bursa Efek Indonesia, kemudian dipilih perusahaan manufaktur yang melakukan stock split dengan kriteria sebagai berikut:

1. Merupakan perusahaan manufaktur yang terdaftar dan sahamnya masih aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.

2. Melakukan stock split pada tahun 2008

3. Menyajikan laporan keuangan tahunan berupa neraca dan laporan laba rugi secara lengkap 3 tahun sebelum akuisisi (tahun 2005, 2006, 2007) dan 3 tahun sesudah akuisisi (tahun 2009, 2010, 2011)

Berdasarkan kriteria tersebut terpilih sampel yaitu PT Delta Dunia Petroindo Tbk yang bergerak di bidang tekstil yang melakukan stock split pada tahun 2008 dengan rasio 1:2 dan PT Berlina Tbk yang bergerak di bidang produksi plastik yang melakukan stock split pada tahun 2008 dengan rasio 1:2.

Variabel dan Definisi Operasional Variabel

Adapun definisi operasional variabel dalam penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah :

1. Stock split adalah tanggal pengumuman pemecahan saham yang merupakan tanggal perusahaan mengumumkan akan melakukan pemecahan saham yang terdapat pada pengumuman di Bursa Efek Indonesia.

2. Kinerja keuangan didefinisikan sebagai prestasi manajemen dalam hal ini manajemen keuangan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu menghasilkan keuntungan dan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam penelitian ini kinerja keuangan diukur dengan menggunakan rasio keuangan yaitu

a. Rasio likuiditas, meliputi: current ratio dan quick ratio.

b. Rasio aktivitas, meliputi: total asset turnover dan receivable turn over c. Rasio leverage, meliputi: debt to total asset dan debt to equity ratio.

d. Rasio profitabilitas, meliputi: profit margin, return on assets dan return on equity.

Teknik Analisa Data

Teknik analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan paired t-test.

Langkah-langkah paired t-test adalah sebagai berikut:

1. Menghitung rasio keuangan yang terdiri dari:

a. Rasio Likuiditas

Current ratio = Aktiva Lancar Hutang Lancar

Quick ratio = Aktiva Lancar- Persediaan Hutang Lancar b. Rasio Aktivitas

Total asset turn over = Penjualan Rata-rata Total Aktiva

(10)

Receivable Turn Over = Penjualan Rata-rata Piutang

c. Rasio Solvabilitas

Debt to total asset ratio = Total Hutang Total Aktiva Debt to Equity ratio = Total Hutang

Total Modal d. Rasio Profitabilitas

Profit margin = Laba Bersih Penjualan Return On Assets = Laba Bersih

Total Aktiva Return On Equity = Laba Bersih

Modal Sendiri 2. Merumuskan uji hipotesis dengan langkah:

Ho : µ1=µ2, tidak ada perbedaan terhadap kinerja perusahaan sebelum dan sesudah stock split.

Hi : µ1≠µ2, ada perbedaan terhadap kinerja perusahaan sebelum dan sesudah stock split.

3. Menggunakan level of significant (α) 5%

4. Pengujian dengan menggunakan nilai sig.

1) Jika nilai sig < 0,05, maka Ho ditolak atau Hi diterima, berarti ada perbedaan signifikan.

2) Jika nilai sig > 0,05, maka Ho diterima atau Hi ditolak, berarti tidak ada perbedaan signifikan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Rasio Likuiditas

1. Current Ratio

Current ratio dalam penelitian ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Current Ratio = Aktiva Lancar

Hutang Lancar

Darsono dan Ashari (2005:74) mengatakan bahwa rule of thumb (ketentuan baiknya) current ratio adalah 1 sampai 2 atau 100% sampai 200%. Rasio lancar yang terlalu besar (di atas 200%) menunjukkan pengelolaan aset lancar yang kurang bagus karena masih banyak aset yang menganggur.

Current ratio sebelum dan sesudah stock split kedua perusahaan adalah Tabel 1

Current Ratio Sebelum dan Sesudah Stock Split Kode Tahun CR Rata-rata

DOID 2005 10,36

5,88

2006 4,38

2007 2,89

2009 3,08

2,60

2010 2,56

2011 2,16

(11)

BRNA 2005 3,16

2,44

2006 1,75

2007 2,41

2009 1,51

1,28

2010 1,33

2011 1,01

Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa rata-rata current ratio PT Delta Dunia Petroindo sebelum stock split kurang baik karena di atas 2 yaitu sebesar 5,88. Rata-rata current ratio sesudah stock split juga kurang baik karena di atas 2 yaitu sebesar 2,60. Kinerja keuangan PT Delta Dunia Petroindo Tbk sebelum dan sesudah stock split tidak ada yang baik karena rata-rata current ratio sebelum dan sesudah stock split di atas 2. Rata-rata current ratio PT Berlina Tbk (BRNA) sebelum stock split kurang baik karena di atas 2 yaitu sebesar 2,44. Sedangkan current ratio sesudah stock split baik karena di antara 1 sampai 2 yaitu sebesar 1,28. Kinerja keuangan PT Berlina Tbk (BRNA) sesudah stock split lebih baik dari pada sebelum stock split karena rata-rata current ratio sesudah stock split di antara 1 sampai 2.

2. Quick Ratio

Quick ratio dalam penelitian ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Quick Ratio = Aktiva Lancar - Persediaan

Hutang Lancar

Darsono dan Ashari (2005:75) mengatakan bahwa rule of thumb (ketentuan baiknya) quick ratio adalah 1 sampai 2 atau 100% sampai 200%. Rasio cepat yang berkisar antara 1 sampai 2 menunjukan bahwa aset yang cepat diuangkan cukup memadai untuk membayar kewajiban yang jatuh tempo dalam jangka pendek.

Tabel 2

Quick Ratio Sebelum Dan Sesudah Stock Split Kode Tahun Quick Ratio Rata-rata

DOID 2005 0,76

0,86

2006 1,05

2007 0,77

2009 2,87

2,39

2010 2,37

2011 1,92

BRNA 2005 2,54

1,91

2006 1,33

2007 1,84

2009 1,15

0,94

2010 0,98

2011 0,69

Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui bahwa rata-rata quick ratio PT Delta Dunia Petroindo (DOID) sebelum stock split kurang baik karena di bawah 1 yaitu sebesar 0,86.

Rata-rata quick ratio sesudah stock split juga kurang baik karena di atas 2 yaitu sebesar 2,39.

Kinerja keuangan PT Delta Dunia Petroindo Tbk sebelum dan sesudah stock split tidak ada yang baik karena rata-rata quick ratio sebelum dan sesudah stock split tidak ada yang berada antara 1 sampai 2. Rata-rata quick ratio PT Berlina Tbk (BRNA) sebelum stock split baik karena di antara 1 sampai 2 yaitu sebesar 1,91. Sedangkan quick ratio sesudah stock split kurang baik karena di bawah 1 yaitu sebesar 0,94. Kinerja keuangan PT Berlina Tbk sebelum stock split lebih baik dari pada sesudah stock split karena rata-rata current ratio sebelum stock split di antara 1 sampai 2.

(12)

Rasio Aktivitas

1. Total asset turn over

Total asset turn over dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Total asset turn over = Penjualan

Rata-rata Aktiva

Rasio ini menunjukkan efektivitas penggunaan seluruh harta perusahaan dalam rangka menghasilkan penjualan atau menggambarkan berapa rupiah penjualan bersih yang dapat dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam bentuk harta perusahaan. Semakin tinggi rasio ini maka rasio ini akan semakin baik. Total asset turn over bagi perusahaan yang produktif harus di atas 1 (Darsono, 2005:61).

Total asset turn over sebelum dan sesudah stock split kedua perusahaan adalah Tabel 3

Total Asset Turn Over Sebelum dan Sesudah Stock Split Kode Tahun Total Asset Turn Over Rata-rata

DOID 2005 0,586

0,76

2006 0,694

2007 0,986

2009 1,817

1,05

2010 0,589

2011 0,738

BRNA 2005 0,695

0,80

2006 0,758

2007 0,942

2009 1,143

1,12

2010 1,074

2011 1,137

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwa rata-rata total asset turn over PT Delta Dunia Petroindo (DOID) sebelum stock split kurang baik karena di bawah 1 yaitu 0,76, sedangkan rata-rata total asset turn over sesudah stock split baik karena di atas 1 yaitu 1,05.

Kinerja keuangan PT Delta Dunia Petroindo sesudah stock spit lebih baik dari pada sebelum stock split karena rata-rata total asset turn over sesudah stock spit lebih dari 1. Rata- rata total asset turn over PT Berlina Tbk (BRNA) sebelum stock split kurang baik karena di bawah 1 yaitu 0,80, sedangkan rata-rata total asset turn over sesudah stock split baik karena di atas 1 yaitu 1,15. Kinerja keuangan PT Berlina Tbk sesudah stock spit lebih baik dari pada sebelum stock split karena rata-rata total asset turn over sesudah stock spit lebih dari 1.

2. Receivable Turn Over

Receivable turn over dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Receivable Turn Over = Penjualan

Rata-rata Piutang

Darsono (2005:61) mengatakan bahwa rule of thumb receivable turn over adalah sekitar 6 – 12 kali, sehingga waktu mengendap piutang adalah 30 sampai dengan 60 hari.

Receivable turn over sebelum dan sesudah stock split dapat dijelaskan pada tabel berikut:

(13)

Tabel 4

Receivable Turn Over Sebelum dan Sesudah Stock Split Kode Tahun Receivable Turn Over Rata-rata

DOID 2005 24,026

21,92

2006 21,713

2007 20,021

2009 7,165

4,58

2010 2,359

2011 4,209

Kode Tahun Receivable Turn Over Rata-rata

BRNA 2005 7,320

7,02

2006 7,531

2007 6,197

2009 4,303

4,34

2010 3,956

2011 4,763

Berdasarkan tabel 4, dapat diketahui bahwa rata-rata receivable turn over PT Delta Dunia Petroindo (DOID) sebelum stock split kurang baik karena di atas 12 yaitu sebesar 21,92, sedangkan rata-rata receivable turn over sesudah stock split kurang baik karena di bawah 6 yaitu sebesar 4,58. Kinerja keuangan PT Delta Dunia Petroindo sebelum dan sesudah stock split tidak ada yang baik karena tidak ada rata-rata receivable turn over di antara 1 sampai 2. Rata-rata receivable turn over PT Berlina Tbk (BRNA) sebelum stock split baik karena di antara 6 sampai 12 yaitu 7,02, sedangkan rata-rata receivable turn over sesudah stock split kurang baik karena di bawah 6 yaitu sebesar 4,34. Kinerja keuangan PT Berlina Tbk sebelum stock split lebih baik dari pada sesudah stock split karena rata-rata receivable turn over di antara 1 sampai 2.

Rasio Solvabilitas

1. Debt to Total Assets Ratio (DTAR)

Debt to Total Assets Ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Debt to Total Assets Ratio = Total Hutang Total Aktiva

Darsono dan Ashari (2005:77) mengatakan bahwa rule of thumb (ketentuan baiknya) debt to total assets ratio adalah maksimal 100% yang berarti perusahaan banyak mengandalkan modal dari dalam, bukan liabilitas.

Debt to total assets ratio sebelum dan sesudah stock split dapat dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 5

Debt to Total Assets Ratio Sebelum dan Sesudah Stock Split

Kode Tahun Debt to Total Assets Ratio Rata-rata

DOID 2005 0,62

0,56

2006 0,44

2007 0,62

2009 0,97

0,93

2010 0,91

2011 0,91

(14)

BRNA 2005 0,60

0,58

2006 0,59

2007 0,54

2009 0,60

0,60

2010 0,59

2011 0,60

Berdasarkan tabel 5, dapat diketahui bahwa rata-rata debt to total assets ratio PT Delta Dunia Petroindo (DOID) sebelum dan sesudah stock split baik karena di bawah 100% atau di bawah 1 yaitu sebesar 0,56 dan 0,93. Kinerja keuangan PT Delta Dunia Petroindo sesudah stock split lebih baik dari pada sebelum stock split karena rata-rata debt to total assets ratio sesudah stock split lebih besar dari pada sebelum stock split. Rata-rata debt to total assets ratio PT Berlina Tbk (BRNA) sebelum dan sesudah stock split baik karena di bawah 100% atau di bawah 1 yaitu sebesar 0,58 dan 0,60. Kinerja keuangan PT Berlina Tbk (BRNA) sesudah stock split lebih baik dari pada sebelum stock split karena rata-rata debt to total assets ratio sesudah stock split lebih besar dari pada sebelum stock split.

2. Debt to Equity Ratio (DER)

Debt to equity ratio dapat dihitung dengan rumus:

Debt to Equity Ratio = Total Hutang Total Modal Sendiri

Darsono dan Ashari (2005:77) mengatakan bahwa rule of thumb (ketentuan baiknya) debt to equity ratio adalah maksimal 100% yang berarti perusahaan banyak mengandalkan modal dari dalam, bukan liabilitas.

Debt to equity ratio sebelum dan sesudah stock split dapat dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 6

Debt to Equity Ratio Sebelum dan Sesudah Stock Split Kode Tahun Debt to Equity Ratio Rata-rata

DOID 2005 1,61

1,56

2006 1,03

2007 2,05

2009 33,04

18,07

2010 10,85

2011 10,33

BRNA 2005 1,70

1,57

2006 1,66

2007 1,34

2009 1,70

1,62

2010 1,62

2011 1,53

Berdasarkan tabel 6, dapat diketahui bahwa rata-rata debt to equity ratio PT Delta Dunia Petroindo (DOID) sebelum dan sesudah stock split kurang baik karena di atas 100%

atau di atas 1 yaitu sebesar 1,56 dan 18,07%. Kinerja keuangan PT Delta Dunia Petroindo sebelum dan sesudah stock split tidak ada yang baik karena rata-rata debt to equity ratio lebih dari 100% atau lebih dari 1. Rata-rata debt to equity ratio PT Berlina Tbk (BRNA) sebelum dan sesudah stock split kurang baik karena di atas 100% atau di atas 1 yaitu sebesar 1,57 dan 1,62. Kinerja keuangan PT Berlina Tbk sebelum dan sesudah stock split tidak ada yang baik karena rata-rata debt to equity ratio lebih dari 100% atau lebih dari 1.

(15)

Rasio Profitabilitas 1. Profit Margin

Profit Margin dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Profit Margin = Laba Bersih Penjualan

Profit margin sebelum dan sesudah stock split dapat dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 7

Profit Margin Sebelum dan Sesudah Stock Split Kode Tahun Profit Margin (%) Rata-rata (%)

DOID 2005 0,67

0,53

2006 0,37

2007 0,55

2009 -2,52

0,24

2010 8,40

2011 -5,17

BRNA 2005 0,01

0,03

2006 0,03

2007 0,04

2009 3,77

5,62

2010 6,12

2011 6,99

Berdasarkan tabel 7, dapat diketahui bahwa rata-rata profit margin PT Delta Dunia Petroindo (DOID) sebelum stock split lebih besar (0,53%) dari pada sesudah stock split (0,24%). Sedangkan rata-rata profit margin PT Berlina Tbk (BRNA) sebelum stock split lebih kecil (0,03%) dari pada sesudah stock split (5,62%).

Darsono dan Ashari (2005:80) mengatakan bahwa rule of thumb pada setiap rasio profitabilitas adalah hasil perhitungan rasio harus lebih besar dari bunga berjangka satu tahun. Jika hasil perhitungan rasio lebih kecil dari suku bunga satu tahun, maka hasil investasi yang dilakukan lebih kecil daripada investasi pada deposito berjangka.

Penggunaan suku bunga deposito untuk mengukur baik atau tidaknya kinerja keuangan karena sebagian permodalan perusahaan dibiayai dari pinjaman atau bank, dan setiap pinjaman dikenakan bunga. Apabila tingkat keuntungan (profitabilitas) yang diperoleh perusahaan lebih besar daripada bunga pinjaman, maka perusahaan mempunyai surplus / kelebihan keuntungan, namun apabila tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih kecil daripada bunga pinjaman, maka perusahaan mempunyai defisit / kekurangan keuntungan.

Adapun perbandingan profit margin sebelum dan sesudah stock split kedua perusahaan dengan tingkat Suku Bunga SBI adalah sebagai berikut:

Tabel 8

Perbandingan Profit Margin Sebelum dan Sesudah Stock Split Dengan Tingkat Suku Bunga SBI

Kode Tahun Profit Margin (%) Suku Bunga BI (%) Keterangan

DOID 2005 0,67 12,75 Kurang baik

2006 0,37 9,75 Kurang baik

2007 0,55 8,00 Kurang baik

Sebelum 0,53 10,17 Kurang baik

(16)

2009 -2,52 6,50 Kurang baik

2010 8,40 6,50 Baik

2011 -5,17 6,00 Kurang baik

Sesudah 0,24 6,33 Kurang baik

BRNA 2005 0,01 12,75 Kurang baik

2006 0,03 9,75 Kurang baik

2007 0,04 8,00 Kurang baik

Sebelum 0,03 10,17 Kurang baik

2009 3,77 6,50 Kurang baik

2010 6,12 6,50 Kurang baik

2011 6,99 6,00 Baik

Sesudah 5,62 6,33 Kurang baik

Dari tabel 8 di atas, dapat diketahui bahwa kinerja keuangan PT Delta Dunia Petroindo (DOID) sebelum dan sesudah stock split kurang baik karena besarnya rata-rata profit margin lebih kecil dari rata-rata tingkat suku bunga deposito. Kinerja keuangan PT Berlina Tbk sebelum dan sesudah stock split kurang baik karena besarnya rata-rata profit margin lebih kecil dari rata-rata tingkat suku bunga deposito.

2. Return On Assets

Return On Assets dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

ROA = Laba Bersih Total Aktiva

Return On Assets sebelum dan sesudah stock split dapat dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 9

Return On Assets Sebelum dan Sesudah Stock Split Kode Tahun Return On Assets (%) Rata-rata (%)

DOID 2005 0,37

0,37

2006 0,27

2007 0,46

2009 -2,44

-0,37

2010 4,60

2011 -3,26

BRNA 2005 0,83

0,73

2006 -1,33

2007 2,68

2009 3,99

5,89

2010 6,31

2011 7,37

Berdasarkan tabel 9, dapat diketahui bahwa rata-rata Return On Assets PT Delta Dunia Petroindo (DOID) sebelum stock split lebih besar (0,37%) dari pada sesudah stock split (-0,37%). Sedangkan rata-rata Return On Assets PT Berlina Tbk (BRNA) sebelum stock split lebih kecil (0,73%) dari pada sesudah stock split (5,89%).

Darsono dan Ashari (2005:80) mengatakan bahwa rule of thumb pada setiap rasio profitabilitas adalah hasil perhitungan rasio harus lebih besar dari bunga berjangka satu tahun. Jika hasil perhitungan rasio lebih kecil dari suku bunga satu tahun, maka hasil investasi yang dilakukan lebih kecil daripada investasi pada deposito berjangka.

Penggunaan suku bunga deposito untuk mengukur baik atau tidaknya kinerja keuangan

(17)

karena sebagian permodalan perusahaan dibiayai dari pinjaman atau bank, dan setiap pinjaman dikenakan bunga. Apabila tingkat keuntungan (profitabilitas) yang diperoleh perusahaan lebih besar daripada bunga pinjaman, maka perusahaan mempunyai surplus / kelebihan keuntungan, namun apabila tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih kecil daripada bunga pinjaman, maka perusahaan mempunyai defisit / kekurangan keuntungan.

Adapun perbandingan Return On Assets sebelum dan sesudah stock split kedua perusahaan dengan tingkat Suku Bunga SBI adalah:

Tabel 10

Perbandingan Return On Assets Sebelum dan Sesudah Stock Split Dengan Tingkat Suku Bunga SBI

Kode Tahun Return On Assets (%) Suku Bunga BI (%) Keterangan

DOID 2005 0,37 12,75 Kurang baik

2006 0,27 9,75 Kurang baik

2007 0,46 8,00 Kurang baik

Sebelum 0,37 10,17 Kurang baik

2009 -2,44 6,50 Kurang baik

2010 4,60 6,50 Kurang baik

2011 -3,26 6,00 Kurang baik

Sesudah -0,37 6,33 Kurang baik

BRNA 2005 0,83 12,75 Kurang baik

2006 -1,33 9,75 Kurang baik

2007 2,68 8,00 Kurang baik

Sebelum 0,73 10,17 Kurang baik

2009 3,99 6,50 Kurang baik

2010 6,31 6,50 Kurang baik

2011 7,37 6,00 Baik

Sesudah 5,89 6,33 Kurang baik

Dari tabel 10 di atas, dapat diketahui bahwa kinerja keuangan PT Delta Dunia Petroindo (DOID) sebelum dan sesudah stock split kurang baik karena besarnya rata-rata Return On Assets lebih kecil dari rata-rata tingkat suku bunga deposito. Kinerja keuangan PT Berlina Tbk (BRNA) sebelum dan sesudah stock split kurang baik karena besarnya rata-rata Return On Assets lebih kecil dari rata-rata tingkat suku bunga deposito.

3. Return On Equity (ROE)

Return On Equity dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : ROE = Laba Bersih

Modal Sendiri

Return On Equity sebelum dan sesudah stock split dapat dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 11

Return On Equity Sebelum dan Sesudah Stock Split Kode Tahun Return On Equity (%) Rata-rata (%)

DOID 2005 0,97

1,04

2006 0,62

2007 1,53

2009 322,55

136,40

2010 90,87

2011 -4,22

(18)

BRNA 2005 2,37

1,77

2006 -3,70

2007 6,63

2009 13,04

19,79

2010 23,48

2011 22,86

Berdasarkan tabel 11, dapat diketahui bahwa rata-rata Return On Equity PT Delta Dunia Petroindo (DOID) sebelum stock split lebih kecil (1,04%) dari pada sesudah stock split (136,40%). Rata-rata Return On Equity PT Berlina Tbk (BRNA) sebelum stock split lebih kecil (1,77%) dari pada sesudah stock split (19,79%).

Darsono dan Ashari (2005:80) mengatakan bahwa rule of thumb pada setiap rasio profitabilitas adalah hasil perhitungan rasio harus lebih besar dari bunga berjangka satu tahun. Jika hasil perhitungan rasio lebih kecil dari suku bunga satu tahun, maka hasil investasi yang dilakukan lebih kecil daripada investasi pada deposito berjangka.

Penggunaan suku bunga deposito untuk mengukur baik atau tidaknya kinerja keuangan karena sebagian permodalan perusahaan dibiayai dari pinjaman atau bank, dan setiap pinjaman dikenakan bunga. Apabila tingkat keuntungan (profitabilitas) yang diperoleh perusahaan lebih besar daripada bunga pinjaman, maka perusahaan mempunyai surplus / kelebihan keuntungan, namun apabila tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih kecil daripada bunga pinjaman, maka perusahaan mempunyai defisit / kekurangan keuntungan.

Adapun perbandingan Return On Equity sebelum dan sesudah stock split kedua perusahaan dengan tingkat Suku Bunga SBI dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 12

Perbandingan Return On Equity Sebelum dan Sesudah Stock Split Dengan Tingkat Suku Bunga SBI

Kode Tahun Return On Equity (%) Suku Bunga BI (%) Keterangan

DOID 2005 0,97 12,75 Kurang baik

2006 0,62 9,75 Kurang baik

2007 1,53 8,00 Kurang baik

Sebelum 1,04 10,17 Kurang baik

2009 322,55 6,50 Baik

2010 90,87 6,50 Baik

2011 -4,22 6,00 Kurang baik

Sesudah 136,40 6,33 Baik

BRNA 2005 2,37 12,75 Kurang baik

2006 -3,70 9,75 Kurang baik

2007 6,63 8,00 Kurang baik

Sebelum 1,77 10,17 Kurang baik

2009 13,04 6,50 Baik

2010 23,48 6,50 Baik

2011 22,86 6,00 Baik

Sesudah 19,79 6,33 Baik

Dari tabel 12 di atas, dapat diketahui bahwa kinerja keuangan PT Delta Dunia Petroindo (DOID) sebelum stock split kurang baik karena besarnya rata-rata Return On Equity lebih kecil dari rata-rata tingkat suku bunga deposito. Sedangkan kinerja keuangan sesudah stock split baik karena besarnya rata-rata Return On Equity lebih besar

(19)

dari rata-rata tingkat suku bunga deposito. Rata-rata Return On Equity dengan rata-rata tingkat suku bunga di atas, dapat diketahui bahwa kinerja keuangan PT Berlina Tbk (BRNA) sebelum stock split kurang baik karena besarnya rata-rata Return On Equity lebih kecil dari rata-rata tingkat suku bunga deposito. Sedangkan kinerja keuangan sesudah stock split baik karena besarnya rata-rata Return On Equity lebih besar dari rata-rata tingkat suku bunga deposito.

Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan

Dari hasil perhitungan rasio-rasio keuangan yang telah dilakukan, maka dapat dilakukan uji beda sampel berpasangan untuk melihat signifikansi perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah stock split sebagai berikut:

1. Analisis Perbedaan Current Ratio

Adapun langkah-langkah analisis data untuk menguji signifikansi current ratio dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Menentukan nilai signifikansi dari t hitung:

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS didapatkan output sebagai berikut:

Tabel 13

t hitung Current Ratio

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa nilai signifikansi t hitung sebesar 0,065.

b. Kriteria keputusan:

1) Jika nilai sig. < 0,05, maka Ho ditolak atau Hi diterima, berarti ada perbedaan signifikan.

2) Jika nilai sig. > 0,05, maka Ho diterima atau Hi ditolak, berarti tidak ada perbedaan signifikan.

c. Keputusan

Karena nilai sig. > 0,05 yaitu 0,065 > 0,05, maka Ho diterima, yang berarti bahwa secara statistik current ratio sebelum dan sesudah stock split tidak berbeda secara signifikan.

2. Analisis Perbedaan Quick Ratio

Adapun langkah-langkah analisis data untuk menguji signifikansi quick ratio dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Menentukan nilai signifikansi dari t hitung:

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS didapatkan output sebagai berikut:

Paired Samples Test

2,3767 2,46562 1,00658 -,2108 4,9642 2,361 5 ,065 CR_sblm - CR_ssdh

Pair 1

Mean Std. Deviation Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences

t df Sig (2-tailed)

Referensi

Dokumen terkait

Kecamatan Jakabaring sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Kota Palembang yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dibidang pemerintahan, maka

Pengujian ini menunjukkan hasil bahwa sudut gesek dalam (&lt;•,) pada tanah rekayasa mengalami peningkatan dengan bertambahnya kadar limbah gipsum, terbesar terjadi pada kadar

Näitä Hyvinvoinnin uhkaajat- ja Energiaturvallisuuden uhkaajat -merkityssysteemeissä esiintyviä ongelmia ovat EU:n liiallinen riippuvuus tuontienergiaan ja EU:n

Dalam mengeluarkan harta dari hasil usaha ternak ayam, para peternak ayam baru sebatas mengeluarkan sedekah, misalnya memberikan kas kepada warga, yang nantinya

Pasal 2 peraturan Menteri Agraria No 9 Tahun 1965 menentukan: “jika penguasaan atas tanah negara yang diberikan kepada departemen-departemen, direktorat-direktorat, dan

Reforma agraria atau pembaruan agraria sebagai suatu gagasan atau ide yang kemudian diwujudkan dalam pelaksanaan suatu kebijakan, mengalami perubahan dan perkembangan baik

bahwa dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan Barang Milik Negara, serta meningkatkan kesadaran dan tanggung

Penataan bagi ruang kelas anak berkebutuhan khusus pada intinya sama saja dengan penataan pada ruang kelas orang normal, hanya saja perbedaaan terletak pada