• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Cina menjadi salah satu negara yang aktif dalam mengembangkan sektor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Cina menjadi salah satu negara yang aktif dalam mengembangkan sektor"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cina menjadi salah satu negara yang aktif dalam mengembangkan sektor minyak. Sejak melakukan reformasi dan keterbukaan pada 1978, sektor minyak Cina mengalami pertumbuhan yang pesat. Pada tahun 2013, beberapa perusahaan minyak dan gas Cina bahkan berhasil meraih peringkat 10 besar dunia versi Fortune berdasarkan pendapatan. Diantaranya, ada perusahaan China National Petroleum (CNPC/ PetroChina) dan Sinopec dengan urutan peringkat 5 dan 4 (Setiawan 2013). Sedangkan berdasarkan jumlah produksi minyak versi Forbes, PetroChina berhasil meraih peringkat 7 besar dunia dengan volume produksi hingga 3,9 juta barel minyak per hari (Herman 2013).

Menariknya, perusahaan-perusahaan tersebut merupakan National Oil Company (NOC) dari sebuah negara berkembang. Umur perusahaan minyak Cina pun masih kurang dari 25 tahun. Bahkan Sinopec dan PetroChina baru dibentuk tahun 1998 dan 1999. Meski demikian, NOC Cina ini telah berhasil mengungguli perusahaan minyak ternama dunia seperti Chevron dan British Petroleum yang telah berdiri sejak tahun 1908 (www.bp.com). Kesuksesan lain dari NOC Cina juga dapat dilihat dari ekspansinya yang telah menjangkau di hampir seluruh wilayah di dunia meliputi Timur Tengah, Amerika Utara, Amerika Latin juga wilayah Asia lain termasuk Asia Tenggara (EIA 2013: 6).

NOC Cina berusaha untuk dapat menguasai wilayah-wilayah yang terbukti menyimpan cadangan minyak yang besar. Tentu ekspansi ke wilayah dengan

(2)

2

cadangan minyak besar akan jauh lebih menguntungkan dibanding ekspansi ke wilayah dengan cadangan minyak kecil. Terlebih, sektor minyak menjadi salah satu sektor vital bagi ekonomi negara. Perusahaan minyak negara seringkali berkaitan dengan tindakan diplomatis yang juga menjadi cerminan bagi kedaulatan negara.

Meski NOC Cina berkonsentrasi pada pengembangan minyak di wilayah potensi minyak, namun nyatanya NOC Cina juga melakukan ekspansinya di kawasan Asia Tenggara. Padahal, jika mengacu pada potensi sumber daya minyak yang ada, Asia Tenggara terhitung minim. Asia Tenggara memiliki banyak lokasi sumber daya minyak yang tersebar di hampir seluruh negara di Asia Tenggara. Namun, konsumsi minyak yang besar juga membuat sebagian negara di Asia Tenggara menjadi pengimpor minyak. Meski demikian, NOC-NOC Cina terus mengembangkan kerjasamanya dengan wilayah ini.

Ekspansi NOC Cina di Asia Tenggara terhitung besar. NOC Cina telah melakukan ekspansi di Asia Tenggara sejak awal kegiatan ekspansi internasionalnya. Berbagai kerjasama baru dibentuk oleh Cina dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara seputar pengelolaan minyak. Ini dikarenakan letak Asia Tenggara yang dekat dengan Cina secara geografis. Selain itu, Asia Tenggara juga menjadi rute transportasi minyak Cina dengan jumlah yang besar.

Kerjasama yang dibangun Cina di Asia Tenggara cukup intens. Pencapaian NOC Cina dan ekspansinya di wilayah Asia Tenggara adalah hal yang menarik untuk diteliti. Peneliti ingin mendalami strategi ekonomi Cina di bidang penguasaan sektor minyak di wilayah Asia Tenggara. Sehingga diketahui

(3)

3

bagaimana kegiatan NOC Cina dalam upayanya berekspansi di kawasan Asia Tenggara dengan batasan penelitian hingga tahun 2013. Penelitian tentang topik ini bermanfaat untuk memahami strategi pengembangan industri minyak yang efektif. Dengan mengetahui bagaimana NOC mengglobalkan kegiatannya, maka negara lain dapat belajar dari Cina mengenai strategi yang diterapkannya sehingga sukses mengembangkan sektor industri minyak secara global.

B. Rumusan Masalah

Apa strategi Cina dalam ekspansi sektor minyak di Asia Tenggara?

C. Orientasi Kebijakan Energi Cina

Keamanan energi menjadi topik yang menarik untuk diteliti. Topik ini selalu menjadi hal penting dan utama dalam suatu negara. Bahkan, kemampuan negara dalam mewujudkan keamanan energi seringkali dijadikan tolok ukur kedaulatan suatu negara. Keyakinan inilah yang mendasari berbagai tindakan dalam ekspansi terkait kegiatan sektor energi. Perusahaan minyak umumnya identik dengan tindakan diplomatis yang dipengaruhi oleh kebijakan negara. Karenanya, tidak sedikit negara yang memilih untuk menyerahkan tanggung jawab eksekutif dalam ekspansi sektor energi kepada NOC. Salah satunya adalah Cina. Cina adalah salah satu negara yang memiliki perusahaan minyak negara atau NOC dan memberikan perhatian khusus kepada NOC-nya tersebut. Menariknya sektor ini dapat dilihat dari beberapa riset terdahulu mengenai orientasi kebijakan energi Cina berikut ini.

(4)

4

1. China’s Energy Insecurity and the South China Sea Dispute Sebuah penelitian dari Strategy Research Project U.S. Army War College berjudul China’s Energy Insecurity and the South China Sea Dispute diterbitkan pada 24 Maret 2011. Penelitian ini ditulis oleh Kolonel James A. Brandenburg. Penelitian Brandenburg ini menguraikan bagaimana pertumbuhan ekonomi dan modernisasi membuat permintaan energi di Cina semakin besar. Penelitian ini berfokus pada upaya Cina dalam mengamankan kebutuhan energinya di Laut Cina Selatan melalui soft power diplomacy. Kebijakan going out dimanfaatkan Cina untuk melakukan investasi asing demi perolehan sumber energi. Investasi ini menjadi upaya Cina sebagai alternatif untuk menggantikan upaya-upaya lain terkait sejata atau hutang.

Potensi Laut Cina Selatan yang menyimpan milyaran barel minyak sangat menarik bagi Cina. Hanya saja, konflik yang terjadi membuat Cina tidak bisa memanfaatkan secara maksimal potensi tersebut. Untuk dapat memanfaatkannya secara maksimal, Cina harus bisa mencapai kesepakatan dengan negara-negara Asia Tenggara yang berkonflik. Penelitian ini menemukan adanya upaya Cina untuk memanfaatkan cara-cara damai serta soft power untuk mencapai tujuannya. Cina memanfaatkan NOC-nya untuk melakukan investasi dan berusaha membina kerjasama yang menguntungkan. Cina berupaya memanfaatkan interaksi dalam hal energi, politik dan kekuasaan.

Kebutuhan energi minyak Cina yang besar serta kebutuhan energi negara-negara Asia Tenggara yang juga besar menjadikan upaya penyelesaian sengketa ini sulit untuk mencapai titik temu. Brandenburg menyimpulkan bahwa ketidakjelasan status Laut Cina Selatan dapat menjadi potensi kerjasama bagi

(5)

5

Cina dan negara-negara lain yang berkonflik atau justru menimbulkan konflik berkepanjangan. Cina berada dalam dilema menghadapi sengketa Laut Cina Selatan. Keinginan Cina dalam menyelesaikan konflik secara damai tergantung pada kemampuannya dalam beradaptasi dengan pasar global dan kompetisi internasional terutama dengan negara-negara terkait.

Penelitian ini melihat bahwa soft power diplomacy yang digunakan Cina masih belum mampu memastikan keamanan energi Cina di masa mendatang. Ini menarik karena memberikan kontribusi terhadap konsep pemanfaatan soft power diplomacy untuk menyelesaikan sengketa sekaligus mengamankan kepentingan nasional dalam hal sektor minyak. Namun, penjelasan penelitian Brandenburg tentang hal ini masih luas. Brandenburg menguraikan dengan memperbandingkan implementasi going out dan kerjasama di luar Asia Tenggara. Terlebih, pembahasan tentang pemanfaatan NOC sebagai strategi Cina untuk menguasai Laut Cina Selatan tidak dijelaskan secara rinci. Konsep soft power diplomacy yang dimanfaatkan Cina tidak diperjelas dengan upaya-upaya yang lebih detail.

2. Chinese NOC’s Overseas Strategies: Background, Comparison and

Remarks

Penelitian ini ditulis oleh Xiaojie Xu bersama 24 orang peneliti lain di James A Baker III Institute for Public Policy Rice University serta Japan Petroleum Energy Center, pada Maret 2007. Penelitian ini berfokus untuk melihat bagaimana perubahan kondisi persaingan minyak secara global. Sektor minyak dunia yang dahulu masih didominasi oleh International Oil Company berubah menjadi didominasi oleh National Oil Company. Penelitian ini melihat Cina sebagai negara yang menarik karena perkembangan NOC-nya yang pesat. Cina

(6)

6

bertumbuh menjadi negara konsumen minyak dunia dalam nilai yang besar. Namun, Cina juga berhasil menjadi negara yang berpengaruh dalam industri minyak global.

Xiaojie Xu menemukan bahwa NOC Cina mulai bertumbuh semenjak dicetuskannya kebijakan going out atau going abroad. Kebijakan ini dilengkapi dengan pemberian insentif bagi perusahaan sehingga mampu mendorong NOC untuk melakukan ekspansi. Selain itu, pemerintah Cina juga mendukung ekspansi NOC ini dengan berbagai kebijakan yang mengarah pada liberalisasi.

Tiga NOC besar Cina (CNPC, Sinopec, CNOOC) menjadi bahasan utama dari penelitian. Temuannya adalah bahwa perkembangan NOC Cina dipengaruhi oleh strateginya yang terencana. Hanya saja, penelitian ini tidak menguraikan seperti apa strategi terencana yang dimaksudkan. Penelitian ini juga menemukan bahwa salah satu hal yang menjadikan NOC Cina sukses berekspansi adalah karena adanya komitmen NOC untuk mengembangkan kondisi lokal wilayah investasinya. Kehadiran NOC menjadi nilai positif bagi pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat di sekitar pengembangan proyeknya. Temuan lain dalam penelitian ini melihat bahwa kerjasama NOC Cina dengan IOC atau NOC lain juga mampu mendorong kesuksesan ekspansi.

Penelitian Xiaojie Xu sangat menarik karena menguraikan strategi di masing-masing NOC Cina. Penelitian ini berkontribusi bagi pengembangan keilmuan dalam sektor energi. Diperoleh gambaran bagaimana perubahan kondisi global dalam sektor minyak. NOC Cina mampu menjadi pemain penting dalam industri minyak global. Lebih dari itu, keberadaan IOC mulai tergeser karena

(7)

7

mulai bermunculan NOC dengan daya saing yang unggul. Hanya saja, penelitian ini melihat dengan pandangan yang luas. Karenanya, pembaca tidak bisa mendapatkan detail dari strategi ekspansi NOC tersebut. Penelitian lebih banyak menguraikan tentang pencapaian NOC Cina dalam ekspansi. Selain itu, wilayah ekspansi NOC Cina yang dibahas juga tidak banyak dan menyebar.

3. Charm Offensive: How China’s Soft Power Is Transforming the

World

Penelitian yang dibuat oleh Joshua Kurlantzick ini diterbitkan dalam bentuk buku oleh A New Republic Book Yale University Press New Haven and London. Fokus dari penelitian ini adalah pada konsep soft power diplomacy yang dilakukan Cina. Soft power yang dijalankan Cina ini seringkali disebut dengan Beijing’s soft power. Penelitian ini banyak membahas tentang relasinya dengan Asia Tenggara yang merupakan tempat dimana Cina mengembangkan soft power-nya.

Fokus dari penelitian ini adalah pada bagaimana konsep soft power Cina berkembang. Cina berupaya melakukan ekspansi dan kerjasama dengan landasan perdamaian dan saling menguntungkan. Hal ini berlaku secara umum pada berbagai sektor investasi Cina di berbagai belahan dunia. Penelitian ini melihat bahwa Cina memiliki pandangan yang berbeda dalam konsep soft power. Cina memanfaatkan investasi, perdagangan, dana hibah, juga ekonomi sebagai instrumen soft power.

Penelitian ini secara detail menjelaskan bagaimana upaya Cina dalam mempromosikan kerjasama. Upaya ini sukses menjadikan Cina sebagai suatu negara dengan kekuatan ekonomi yang besar. Penelitian ini bermanfaat bagi

(8)

8

pengembangan wawasan mengenai konsep perkembangan soft power terutama yang dijalankan Cina. Terdapat banyak contoh pengembangan soft power diplomacy yang diuraikan secara rinci. Uraian dari konsep soft power ini melingkupi banyak hal secara luas.

Ketiga penelitian diatas merupakan literature review dari penelitian tesis terkait strategi Cina dalam ekspansi minyak di Asia Tenggara ini. Ketiga penelitian terdahulu tersebut dijadikan sebagai referensi untuk selanjutnya dikembangkan secara lebih mendalam. Masing-masing penelitian terdahulu membahas topik-topik secara khusus yakni tentang keamanan energi, pencapaian ekspansi NOC juga soft power diplomacy. Karenanya, penelitian ini berupaya mengambil beberapa ide yang belum dikembangkan dalam penelitian terdahulu dan menggabungkannya sehingga menghasilkan penelitian yang baru.

Strategi ekspansi NOC Cina di Asia Tenggara merupakan penelitian yang berfokus pada strategi NOC yang dimanfaatkan untuk mendorong ekspansi global. NOC merupakan instrumen pemerintahan yang sekaligus menjadi cerminan dari kekuatan suatu negara. Karenanya, penelitian ini lebih mengarah pada hubungan antar negara. Terutama pada kegiatan NOC dalam ekspansi sekaligus pada peranan pemerintah dalam mendukung ekspansi tersebut. Agar bahasan lebih terfokus, maka penelitian menguraikan ekspansi NOC di wilayah Asia Tenggara saja. Wilayah ini merupakan wilayah tetangga Cina dimana konsep soft power diplomacy Cina banyak berkembang.

(9)

9 D. Landasan Teori

Cina bertumbuh menjadi salah satu pemain penting dalam sektor energi dunia. Sektor energi Cina berkembang di dalam dan di luar negeri. Menariknya, perkembangan sektor energi Cina ini terhitung cepat. Cina berhasil mengembangkan sektor energinya hingga pantas disejajarkan dengan perusahaan minyak kelas global yang telah lebih dulu beroperasi. Inilah yang membuat banyak peneliti tertarik untuk meneliti berbagai tindakan Cina terkait pengembangan sektor energi. Perhatian yang besar terhadap tindakan Cina oleh para peneliti menunjukkan adanya peran Cina yang besar pula dalam mempengaruhi keamanan energi dunia. Hal ini terkait dengan laju pertumbuhan ekonomi Cina yang harus ditopang dengan sektor energi.

Penelitian tesis ini berorientasi pada level kebijakan pemerintah. Dimana dalam hal ini kebijakan pemerintah dikaitkan dengan perilaku perusahaan minyak negara terhadap kondisi persaingan global. Berdasarkan perumusan masalah yang ada, maka dapat dipilih beberapa teori yang relevan. Teori tersebut meliputi energy security (keamanan energi), soft power diplomacy, going out strategy serta foreign direct investment (FDI).

1. Energy Security

Cina merupakan negara emerging economy dengan pertumbuhan ekonomi yang terbilang pesat. Pertumbuhan ekonomi yang pesat ini mendapat pengaruh besar dari sektor industri. Kegiatan sektor industri ini berbanding lurus dengan kebutuhan energi. Semakin besar kegiatan industri, maka semakin besar pula kebutuhan energi. Untuk memenuhi kebutuhan energi yang besar, pemerintah

(10)

10

Cina harus lebih aktif dalam mengembangkan sektor energi. Dengan berlandaskan asas energy security, Cina melakukan berbagai upaya untuk mencapai keamanan energinya ini (Wesley 2007: 42).

Energy security atau keamanan energi dapat didefinisikan sebagai keamanan dari ketersediaan energi dari sumber yang memadai dan dapat dipercaya dengan harga yang stabil. Keamanan energi ini erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Karenanya, keamanan energi perlu dan penting untuk mendapat perhatian khusus dari negara (Wesley 2007: 43). Sebagai negara yang tengah dalam masa pembangunan, Cina menyadari akan hal ini. Karenanya, Cina merasa perlu untuk menjalankan serangkaian kebijakan dalam rangka mengamankan energinya.

Sumber energi dapat meliputi minyak, batu bara, gas, air dan sumber energi lain yang dapat diperbarui. Salah satu sumber energi yang dianggap utama dan vital adalah minyak bumi dan segala turunannya. Kebutuhan minyak mewakili lebih dari 20% dari kebutuhan energi (Niquite 2007: 14). Karenanya, Cina pun menaruh perhatian khusus terhadap sektor minyak negara. Para pembuat kebijakan Cina menyadari bahwa untuk mencapai keamanan energi, tergantung pada reformasi pasar sektor energi dan konservasi energi. Kebijakan energi secara khusus mendorong perusahaan minyak untuk mengejar akses minyak dengan eksplorasi dan produksi di lokasi baru. Karena menjadi kepentingan nasional, kegiatan ini dekat dengan tindakan politik dan area diplomasi (Wesley 2007: 43).

Konsep keamanan energi ini mendorong perusahaan minyak negara untuk bermain di pasar internasional. Terkait dengan keamanan energi, pasar global pun

(11)

11

memberikan ruang untuk memperluas usaha dalam sektor energi dunia. Pasar global mampu memberikan persediaan minyak domestik sekaligus menstabilkan posisi negara dalam tatanan perdagangan dunia secara internal maupun eksternal. Konsep keamanan energi tidak hanya menjadi respon atas sistem internasional, melainkan juga memantapkan status negara dalam membentuk kekuasaan yang lebih besar di sistem internasional itu sendiri. Minyak dinilai mampu mengintegrasikan pasar global yang tidak terpisahkan dari keamanan, energi, domestik dan internasional.

Namun, upaya pencapaian keamanan energi ini berpotensi memicu adanya ketergantungan, resiko intervensi dan kontrol kekuatan dari luar. Yang mana satu sama lain saling berkaitan. Hal ini berarti kebutuhan minyak yang besar yang tidak dapat dicukupi dari supply dalam negeri akan memicu ketergantungan terhadap supply minyak dari luar. Sementara itu, ketergantungan akan energi minyak beresiko memunculkan intervensi dari pihak luar terhadap kepentingan nasional. Intervensi ini kemudian berarti sebagai adanya kontrol dari luar yang berupaya untuk memaksakan kepentingan mereka terhadap kebijakan dalam negeri (Niquite 2007: 5).

Para perusahaan minyak besar dunia yang berorientasi pada laba mungkin akan memanfaatkan negara dengan kebutuhan supply minyak yang besar, terutama yang membutuhkan pasokan dari luar negeri. Perusahaan minyak dapat memanfaatkan adanya ketergantungan dari negara pengimpor untuk mendapatkan keuntungan yang lebih. Sementara itu, ada pula pihak yang bisa jadi memiliki keinginan tersendiri untuk memanfaatkan kondisi ini demi kekuasaan atau dengan

(12)

12

mengontrol supply energi. Ketergantungan akan kebutuhan energi minyak bisa menjadi jalan untuk mempengaruhi pihak-pihak pemerintahan. Dimana para pembuat kebijakan berada.

Berdasarkan gambaran ini, dapat dilihat betapa ketergantungan energi terhadap pihak asing sangat beresiko. Ketidakmampuan suatu negara dalam mengontrol supply energi secara berdaulat dapat menjadi kesempatan bagi kekuatan luar untuk masuk. Pandangan ini dapat dipandang sejalan dengan ideologi Cina yang berhaluan sosialis. Cina telah terbiasa dengan mengisolasi negaranya dari dunia luar. Tindakan isolasi ini merupakan bentuk kewaspadaan terhadap berbagai ancaman intervensi dari negara lain.

Bahkan sebagian analist Cina beranggapan bahwa situasi strategis global tidak sejalan dengan ideologi dan kepentingan nasional Cina. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kekhawatiran terhadap ancaman dari ideologi liberal yang dapat melunturkan sosialisme yang telah lama dianut. Ancaman dari liberalisme ini tidak hanya dipandang Cina beresiko terhadap perubahan ideologi. Lebih dari itu, ideologi liberal dianggap memicu terjadinya peperangan. Bahkan pengaruh negatif dari ideologi liberal ini pun juga mengancam aktivitas perdagangan internasional. Aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh para liberalis berpotensi menimbulkan perang (Niquite 2007: 5-6).

Cina memandang keamanan energi pun juga berkaitan dengan isu perang. Bahwa upaya pencapaian keamanan energi dari negara-negara di dunia berpotensi memunculkan perang. Karenanya Cina berfokus pada kontrol akses dan supply energi. Dimana sejauh mana kontrol ini menunjukkan adanya tingkat keterbukaan

(13)

13

ekonomi negara. Bagi Cina, ekonomi pasar dapat diterima sejauh dalam konteks perdamaian, tetapi tidak jika memicu peperangan. Bahkan Cina tidak setuju akan adanya keterlibatan negara lain dalam upaya mengontrol keamanan energi di dalam negaranya. Cina mengharuskan negaranya untuk dapat secara langsung mampu mengamankan supply energinya, terutama minyak. Hal ini dilakukan dalam upaya mengurangi resiko tekanan dari segala ancaman embargo atau hal lain (Niquite 2007: 5-6).

Keamanan energi atau Energy Security Cina memiliki empat variabel utama yang harus dipenuhi. Variabel tersebut adalah (1) keamanan dalam ketersediaan energi; (2) adanya akses terhadap sumber energi global yang terjamin keberlangsungannya; (3) keamanan terhadap permintaan sumber energi; serta (4) efisiensi terhadap konsumsi energi dan perlindungan lingkungan. Bagi Cina, semua variabel ini adalah hal yang wajib untuk dipenuhi (Liu 2006: 2). Berbagai variabel yang harus dipenuhi ini menjadikan keberadaan NOC sangat penting bagi Cina. Hal ini dilakukan untuk dapat memudahkan pencapaian tujuannya ini.

Poin utama dari pandangan Cina terhadap keamanan energi, dapat dilihat secara garis besar. Garis besar tersebut menunjukkan bahwa keamanan energi Cina tidak hanya berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi dan kestabilan harga. Keamanan energi pun juga berkaitan dengan kemampuan negara untuk memposisikan diri ketika terjadi ancaman peperangan. Pentingnya sektor energi bagi Cina juga ditegaskan melalui pernyataan yang diungkapkan oleh wakil presiden Central Party School, Li Junru. Li Junru menyampaikan bahwa energi

(14)

14

adalah faktor yang dapat mempengaruhi perdamaian dan keunggulan Cina. Ditegaskan pula bahwa tedapat kompetisi internasional yang besar dalam supply energi. Dalam menghadapinya, Cina harus terlibat secara aktif sebagai pendatang baru pada kompetisi ini (Niquite 2007: 6).

Penempatan sektor energi sebagai orientasi negara sejalan dengan pemikiran mengenai energy nationalism. Dalam penelitiannya, Herberg mengungkapkan adanya fenomena energy nationalism yang menjelaskan bahwa kegiatan sektor energi mendapat pengaruh besar dari negara. Negara dinilai menjadi pihak utama yang berkompetisi dalam mengontrol kegiatan energi di kawasannya. Negara juga berperan penting dalam integrasi energi dan hubungan strategis terkait. Ini erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan energi yang menentukan perkembangan ekonomi suatu negara (Tow 2007: 162).

Fenomena ini tepat untuk menjelaskan kondisi di wilayah Asia. Kekuatan negara yang besar sangat menentukan posisi perusahaan minyak negara dalam mencari pasar di ranah global. Di Asia terdapat tiga kekuatan negara yang diiringi dengan kekuatan minyak yang besar, yakni Jepang, Korea Selatan serta Cina. Karenanya, teori ini sesuai untuk dapat menjelaskan mengenai motivasi Cina, terutama dalam upayanya menguasai sektor minyak di kawasan Asia Tenggara. Konsep ini selanjutnya dilengkapi dengan teori lain yakni soft power diplomacy. Kedua teori ini bermanfaat untuk melihat seberapa penting wilayah Asia Tenggara dalam mempengaruhi keamanan energi Cina.

(15)

15 2. Soft Power Diplomacy Cina

Soft power diplomacy menjelaskan tentang konsep diplomasi non tradisional yang mulai berkembang pasca abad ke-21. Konsep ini awalnya diperkenalkan oleh Joseph Nye, Jr (1990). Joseph Nye pertama kali mendefinisikan konsep ini sebagai kemampuan suatu negara untuk mencapai keinginannya melalui atraksi, termasuk kebudayaan, nilai, kebijakan luar negeri dan bukan pemaksaan. Konsep ini lantas didefinisikan ulang oleh Joseph Nye (2004) menjadi kemampuan untuk mempengaruhi negara lain melalui kerjasama dalam membentuk agenda, mengajak serta melakukan kegiatan positif untuk memperoleh hasil yang diinginkan (Trunkos 2013: 2).

Dalam analisanya, Trunkos menyimpulkan konsep soft power dari beberapa peneliti. Definisinya adalah bahwa soft power merupakan sumber daya nasional yang unggul sebagai kemampuan negara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi negara lain demi mencapai hasil yang diinginkan atau kepentingannya. Soft power ini dapat diwujudkan dalam instrumen dan teknik kebijakan luar negeri yang dijalankan (Trunkos 2013: 4-5).

Joseph Nye memberikan gambaran bahwa langkah negara dalam membentuk soft power ini dapat disebut sebagai pembentukan “a nation’s brand”. Brand negara yang baik menjadi kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan tanpa melalui peksaan. Dalam menciptakan brand, dapat menggunakan kebudayaan, diplomasi publik (program pendanaan pemerintah untuk mempengaruhi opini publik), aksi kegiatan bisnis di luar negeri, kekuatan ekonomi negara serta persepsi dari kebijakan pemerintah. Namun, Nye

(16)

16

menggarisbawahi bahwa elemen tawaran investasi, perdagangan dan hibah, serta diplomasi formal secara langsung bukan merupakan bagian dari soft power. Soft power tidak memberikan pengaruh secara langsung. Pengaruh yang diberikan secara langsung lebih merupakan hard power atau bagian dari ancaman dan kompensasi. Nye berfokus pada kemurnian aksi dari nation’s brand berupa nilai, ide dan norma (Kurlantzick 2007: 5-6).

Namun demikian, Joshua Kurlantzick dalam bukunya Charm Offensive: How China’s Soft Power Is Transforming the World mengungkapkan adanya perbedaan pandangan dari soft power yang dianut Cina. Pemerintah Cina menganggap bahwa soft power termasuk pada segala hal di luar militer dan pertahanan negara. Bagi Cina, soft power juga meliputi kekuatan ekonomi, dana hibah, juga investasi. Pembangunan soft power dapat memanfaatkan elemen pemerintah maupun non pemerintah. Pandangan Cina tentang soft power ini juga mempengaruhi pendangan dari negara-negara lain (Kurlantzick 2007: 6).

Joseph Nye secara khusus pun pernah membahas tentang konsep soft power yang dijalankan pemerintah Cina. Joseph Nye berpendapat bahwa soft power Cina berkembang dengan pesat. Hal ini terutama terkait dengan aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan Cina. Lebih lanjut, Cina dipandang cukup atraktif dalam mengembangkan soft power diplomacy-nya. Sikap atraktif Cina ini ditunjukkan dari ide-ide yang dijadikan patokan dalam membina hubungan kerjasama dengan negara-negara lain.

Ide yang dikembangkan Cina dalam soft power meliputi (1) responsible power atau kekuatan tanggung jawab, (2) new security concept atau konsep

(17)

17

keamanan baru, (3) peaceful rise and development atau perkembangan perdamaian dan pembangunan, serta (4) good neighbor policy atau kebijakan bertetangga yang baik. Ide ini terutama diimplementasikan dalam hubungan kerjasamanya dengan negara-negara sekawasan. Termasuk pula dalam kerjasamanya di sektor pengembangan minyak (Cho & Jeong 2008: 455).

Sebagai bagian dari strategi keamanan sosial, Cina berupaya untuk membangun jaringan relasi yang baik dan kuat. Relasi ini dilakukan dalam rangka membentuk kerjasama di sektor produksi minyak terutama dengan negara-negara produsen minyak secara bilateral. Hal ini sejalan dengan pandangan Hu Jintao. Hu Jintao berpendapat bahwa dalam bekerja sama di sektor pasar minyak internasional, harus didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu. Prinsip tersebut meliputi persamaan, timbal balik, keuntungan bersama serta penguatan kerjasama dengan negara-negara produsen minyak lain (Jintao Written Declaration at the Saint Petersburg G8 meeting dalam Niquite 2007: 15)

Konsep ini menekankan pada bagaimana pemahaman Cina terhadap soft power serta aplikasinya dalam pencapaian kepentingan nasional. Utamanya dalam membentuk hubungan baik dengan negara-negara tetangga serta mencapai regional power atau kekuatan dan pengaruh yang lebih besar di kawasan regional. Dengan pandangan ini, maka dapat dijadikan alat untuk menganalisa apa tujuan Cina dalam ekspansi ini. Penjabaran mengenai kekuatan regional serta tujuan pencapaian Cina dapat diwujudkan dalam konsep perdamaian.

(18)

18 3. Going Out Strategy

Dari konsep energy nationalism dan reformasi institusi terkait sektor minyak, pemerintah Cina mendorong NOC-nya untuk memperluas jangkauan perusahaannya hingga ke pasar global. Kebijakan ini dirangkum dalam going out policy atau yang juga disebut sebgai going out strategy. Kebijakan ini menjadi momentum dari pergerakan NOC Cina ke pasar global. Bagi NOC, going out policy meliputi berbagai kegiatan termasuk perluasan jaringan saluran minyak, mendapatkan hak eksplorasi dan pengeboran, mengakuisisi perusahaan energi asing, dan menjamin persentase produksi negara (Wang 2012: 10).

Going out policy menjadi sebuah instruksi kepada perusahaan lokal, dalam hal ini NOC, untuk mengambil langkah strategis dalam rangka internasionalisasi. Internasionalisasi memiliki pengertian yang serupa dengan penjabaran dari going out strategy. Dimana keduanya mengutamakan ekspansi kegiatan ekonomi ke arah internasional. Kebijakan nasional untuk „Going out’ juga dipahami sebagai penengah antara stimulasi eksternal dan reaksi internal. Stimulasi eksternal merupakan kondisi sistem dunia yang dipengaruhi oleh globalisasi yang kemudian diterjemahkan dalam reaksi internal. Kehadiran globalisasi meningkatkan saling ketergantungan antar negara, terutama pada bidang ekonomi. Di dalamnya termasuk aspek perdagangan dan investasi (Wang 2012: 13).

Dalam Going out strategy Cina dikenal juga Equity oil investment (EOI) yang mengarahkan bentuk-bentuk investasi utama NOC. Hal utama dalam EOI meliputi pembelian hak eksplorasi dan pengeboran, penjaminan terhadap nilai produksi di host country (negara tujuan investasi), mengelola konstruksi

(19)

19

infrastruktur terkait energi di host country, serta merger dan akuisisi perusahaan minyak asing (Wolfe, Tessman 2012 dalam Wang 2012: 21). Kebijakan ini juga mengarah pada“bringing in and going out” – bawa masuk dan pergi keluar serta kebijakan soft power. Pemerintah meningkatkan persaingan di skala nasional dan mendorong ke pasar global. Kegiatan berskala global dapat meningkatkan keahlian teknologi, produktivitas, profit, dan daya saing (Francisco 2013: 36).

Karenanya, kebijakan going out tidak lantas hanya melepas NOC untuk mencari pasarnya sendiri. Pemerintah memberikan dukungan melalui fasilitasi kepada NOC dalam menyukseskan program ini. Preferensi yang diberikan meliputi (1) Akses khusus finansial; (2) keistimewaan pajak; serta (3) asistensi diplomasi. Dengan preferensi yang diberikan, NOC dapat lebih mudah dalam menjalankan going out melalui berbagai strategi FDI (Francisco 2013: 37).

NOC tidak hanya dianggap sebagai perusahaan pencari laba. Lebih dari itu, NOC merupakan suatu instrumen politik untuk mencapai kepentingan negara secara lebih luas. Melalui NOC, negara membentuk desentralisasi terhadap kekuatan energi. NOC bertindak sesuai fungsinya sebagai perusahaan. Selanjutnya, NOC juga memperluas jaringan usahanya tidak hanya di dalam negeri, melainkan juga secara internasional. Kegiatan transaksi bisnis internasional nantinya dapat berpengaruh terhadap kondisi perpolitikan. Kegiatan sektor minyak yang dilakukan NOC dapat menjadi jembatan potensial bagi suatu negara untuk memperbesar pengaruh politik (Francisco 2013: 3).

Relasi NOC dan pemerintah terbentuk dalam konsep “collaboration governed by hierarchy”. NOC memiliki otonomi untuk kegiatan operasional serta

(20)

20

mempengaruhi kebijakan energi secara tidak langsung. Sementara itu, pemerintah masih memegang kendali pada tataran administrasi dan kebijakan. NOC Cina tunduk terhadap pemerintahan. Namun demikian, dengan relasi yang kuat antara NOC dan pemerintahan, NOC memiliki kesempatan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah yang diambil seputar sektor minyak (Francisco 2013: 3).

Relasi erat antara pemerintah dan NOC dalam going out policy merupakan bentuk dari merchant state dualism. Konsep merchant state dualism menjelaskan bagaimana hubungan pemerintah Cina kepada elemen masyarakatnya. Dimana negara dapat memiliki otonomi dalam mengatur kegiatan yang ada di negaranya, termasuk kegiatan dari NOC-nya. Artinya, dalam menjalankan kegiatan dan pengambilan keputusannya, NOC pun dipengaruhi oleh kepentingan politik negara. Sehingga dalam persaingan sektor minyak internasional, tidak hanya menjadi persaingan NOC Cina saja melainkan juga pemerintahannya (Li 2013).

Para analis negara-negara barat memiliki pandangan tersendiri terhadap konsep going out strategy. Strategi yang menekankan pada investasi ke luar negeri ini dijelaskan sebagai upaya dalam mengamankan supply energi melalui investasi ke bagian hulu. Upaya going out yang dijalankan Cina dalam sektor minyak menargetkan upaya penguasaan dari sumbernya. Cina membuat NOC-nya untuk secara cepat mencaari dan menangkap langsung ke setiap sumber daya minyak yang ada. Dengan cara ini, Cina dapat mengambil minyak tanpa harus melewati mekanisme pasar atau“off the market” (Hong 2007: 7).

Penjabaran mengenai kebijakan going out dapat digunakan sebagai alat untuk membahas perumusan masalah. Hal ini terutama untuk memahami

(21)

21

bagaimana proses ekspansi energi yang dilakukan Cina ke kawasan Asia Tenggara. Analisa dapat dilihat dari konsep dan strategi apa yang ada di dalam kebijakan. Kemudian dilihat pula bagaimana strategi tersebut diimplementasikan oleh NOC Cina.

4. Foreign Direct Investment

FDI merupakan salah satu cara yang banyak ditempuh dalam rangka globalisasi dan internasionalisasi suatu perusahaan. Begitu juga halnya dengan NOC Cina yang memilih FDI sebagai cara penguasaan sektor minyak dengan jalan damai. FDI memiliki pengertian berupa suatu kondisi ketika suatu perusahaan menginvetasikan secara langsung pada bidang produksi atau pada fasilitas lain di negara lain dengan tanpa kehilangan kontrol efektif perusahaan tersebut (Shenkar 2007: 60).

FDI memunculkan adanya konsep host country dan home country. Dimana home country merupakan negara asal perusahaan yang menanamkan FDI, sedangkan host country menjadi negara tujuan dimana perusahaan melakukan kegiatan industrinya. Dalam hal proses masuk dan keluarnya FDI, terdapat istilah outflow of FDI dan inflow of FDI. Outflow of FDI merupakan proses dimana perusahaan keluar dari suatu negara atau home country-nya untuk melakukan ekspansi ke negara lain. Sementara inflow of FDI merupakan proses masuknya perusahaan dari negara asing untuk berinvestasi di suatu negara tujuan atau host country (Shenkar 2007: 60).

(22)

22

Dalam beberapa konsep FDI tersebut, Cina merupakan home country dimana perusahaan yang berasal dari negaranya, dalam hal ini NOC, melakukan ekspansi ke negara lain. Sedangkan NOC sendiri melakukan proses yang disebut outflow of FDI yakni keluar untuk melakukan ekspansi atau penguasaan sektor minyak, terutama di wilayah jangkauan penelitian yakni Asia Tenggara.

Selanjutnya, untuk melakukan outflow of FDI, perlu diketahui bagaimana NOC Cina entry mode. Dalam konsep entry mode pada FDI, terdapat beberapa alternatif yang dapat dilakukan diantaranya dengan:

1. international franchising

2. branches atau pembukaan cabang

3. contractual alliances atau kontrak kerjasama aliansi. 4. equity joint ventures atau kerjasama usaha

5. wholly foreign-owned subsidiaries atau dengan investasi penuh (Shenkar 2007: 62).

Entry mode yang paling tepat untuk menggambarkan strategi dari sebuah perusahaan minyak seperti NOC Cina adalah model equity joint ventures. Secara lebih spesifik, equity joint ventures yang dijalankan oleh NOC dapat berupa joint oil exploration. Dimana NOC Cina dan perusahaan minyak lain atau yang telah ada di host country secara bersama-sama melakukan eksplorasi sektor minyak untuk kemudian hasilnya juga dinikmati bersama disesuaikan dengan pembagian tugas dan kesepakatan.

Outflow of FDI ini berkaitan dengan dorongan going out policy dari pemerintah Cina. Adanya dorongan dari pemerintah ini, membuat pemerintah

(23)

23

turut berperan dalam ekspansi NOC. Merujuk pada Chinese National Development and Reform Commission (NDRC) dan the Export-Import Bank of China (EIBC), pemerintah Cina mendorong NOC Cina untuk melakukan ekspansi melalui (1) Proyek eksplorasi sumber daya untuk mengurangi penggunaan sumber daya domestik; (2) Proyek yang mempromosikan ekspor dari teknologi domestik; (3) Research & Development di luar negeri untuk meningkatkan teknologi; serta (4) Mergers & Acquisition untuk memperkaya keunggulan (Wang 2012: 20).

Sedangkan jika dilihat dari segi karakteristiknya, strategi investasi NOC Cina memiliki karakteristik khusus, terutama ketika menjalankan investasinya di pihak asing yang berupa:

1. Memaksimalkan kesetaraan dalam supply minyak dengan memanfaatkan dukungan dan kebijakan pemerintah seperti dengan inisiatif bantuan infrastruktur atau hal vital lain di negara tujuan. 2. Pendekatan low profile yang merupakan anjuran pemerintah yang

bertujuan untuk mengurangi sentimen negatif dari publik dan meminimalkan pemberitaan publik.

3. Mengarah pada integrasi yang lebih besar atau luas dan kerjasama. 4. Mengarah pada investasi yang lebih luas dari pemerintah Cina dalam

berbagai aset di sektor minyak seperti pembangunan terminal penjualan minyak (Paik et al 2007: 13-14).

Beberapa karakteristik dari FDI ini dapat digunakan untuk menganalisa perumusan masalah penelitian. Beberapa poin penting yang digunakan adalah mengenai entry mode dari FDI untuk mengelola sektor minyak di negara-negara

(24)

24

Asia Tenggara. Dalam upayanya menanamkan saham di negara tujuan, NOC Cina pun juga memanfaatkan peranan pemerintah sesuai dengan prinsip-prinsip yang menjadi karakteristik Cina.

E. Argumen Utama

Cina memiliki beberapa strategi menarik dalam melakukan ekspansi minyak di Asia Tenggara. Diantaranya adalah dengan memanfaatkan going out strategy, FDI, dan soft power diplomacy. Dalam upayanya, Cina memanfaatkan NOC untuk bekerjasama dan membangun hubungan baik dengan negara-negara di Asia Tenggara. Cina mengimplementasikan going out policy dengan memberikan dukungan finansial khusus dan dukungan lain kepada NOC-nya agar mampu bersaing dalam membangun kerjasama. Kerjasama ini dirumuskan melalui kerangka FDI, khususnya melalui joint exploration / joint development. Untuk lebih melancarkan kerjasamanya, Cina membangun kerjasama pengelolaan minyak dengan negara-negara kawasan Asia Tenggara dengan memanfaatkan soft power diplomacy. Cina berupaya membangun nations’s brand yang baik. Dengan demikian, kerjasama yang dibangun dengan negara-negara Asia Tenggara dapat terus ditingkatkan demi mengamankan energi nasional.

F. Sistematika Penulisan

Penelitian tesis ini disusun dalam 4 bab. Pada Bab I dijelaskan gambaran umum terkait pencapaian NOC Cina dalam menembus pasar global. Dijelaskan pula kondisi Asia Tenggara yang menjadi fokus penelitian. Sebagai referensi penelitian terdahulu, disajikan beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait

(25)

25

orientasi kebijakan energi Cina. Landasan teori yang digunakan meliputi energy security yang bermanfaat untuk mengetahui bagaimana orientasi kebijakan energi Cina, soft power diplomacy yang dimanfaatkan Cina dalam membina relasi internasional, going out strategy berupa berbagai dukungan pemerintah yang memungkinkan NOC dapat berekspansi dengan lebih mudah, serta FDI sebagai langkah implementasi dari kerjasama pengelolaan sektor minyak.

Selanjutnya disajikan Bab II yang menjelaskan tentang kepentingan keamanan energi Cina di Asia Tenggara. Asia Tenggara merupakan wilayah yang secara geografis dekat dengan Cina. Terdapat potensi sumber daya minyak di beberapa negara Asia Tenggara serta wilayah Laut Cina Selatan. Wilayah ini pun menjadi rute utama dari transportasi impor minyak menuju Cina. Bahasan ini merupakan pengantar untuk mendalami topik permasalahan dalam penelitian. Dengan demikian dapat diketahui seberapa besar potensi Asia Tenggara dan seberapa penting posisi Asia Tenggara dalam keamanan energi Cina.

Pada Bab III, diuraikan tentang strategi dan peran pemerintah Cina dari sisi kebijakan yang mampu mendorong ekspansi NOC ke kawasan Asia Tenggara. Uraian strategi ini digunakan untuk memperkuat argumen utama penelitian. Bab ini membahas tentang peran pemerintah yang mengarah pada dukungan dan bagaimana relasinya dengan NOC. Kebijakan go out policy dijelaskan untuk mendapatkan pemahaman sejauh mana Cina mendorong NOC-nya untuk melakukan ekspansi global. Kebijakan ini dipertegas dengan berbagai bentuk kegiatan kerjasama yang dilakukan NOC Cina dalam kerangka FDI. NOC Cina melakukan joint exploration serta berinvestasi dalam berbagai hal terkait sektor

(26)

26

minyak. Sebagai salah satu strategi ekspansi dan penguatan kerjasama, Cina juga membangun nation’s brand yang dijelaskan dalam konsep soft power diplomacy.

Keseluruhan penjelasan penelitian selanjutnya dirangkum dalam Bab IV yang berisi kesimpulan atau jawaban dari perumusan masalah. Sehingga dapat diketahui bagaimana strategi Cina dalam ekspansi sektor minyak di Asia Tenggara. Kesimpulan ini juga memuat pandangan peneliti mengenai kekurangan topik permasalahan penelitian yang dapat dijadikan agenda riset lanjutan. Dijabarkan pula kondisi terkini dari situasi kerjasama sektor minyak yang dilakukan Cina dan negara-negara Asia Tenggara.

Referensi

Dokumen terkait

Tahap 3a: Peta Strategi  Perspektif Pelanggan  Perspektif Keuangan  Perspektif proses layanan  Perspektif pembelajaran & pertumbuhan Tujuan Akhir.. Tahap 3b: Perspektif

Pasal 28 Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 menyatakan bahwa seorang pendidik harus: (1) memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen

Pupa berada di dalam kokon yang terbuat dari campuran air liur ulat dan tanah, berbentuk bulat telur dan berwarna cokelat gelap, terdapat di bagian tanah yang

Saat ini selalu diadakan evaluasi tentang tatanan zonasi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sebab dikhawatirkan kegiatan perumputan yang dilakukan masyarakat

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan terdapat pengaruh nyata varietas tanaman yang diuji terhadap tinggi tanaman, namun tidak terdapat pengaruh nyata

Guru dan siswa berdiskusi tentang cara menentukan turunan fungsi aljabar dengan menggunakan rumus turunan fungsi aljabar.. Guru dan siswa mendiskusikan soal-soal turunan

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan pembelajaran dengan metode index card match yang menggunakan collaborative teaching tipe station dan pembelajaran

Lingkungan rumah juga cukup dominan untuk menentukan atas kemandirian dalam belajar, perhatian khusus dari orang tua untuk mengajar anak dalam memanfaatkan waktu