• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN LARI CEPAT DAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN LARI CEPAT DAN"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user i

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN LARI CEPAT DAN KEMAMPUAN MOTOR ABILITY TERHADAP KEMAMPUAN

LARI CEPAT 100 METER

(Eksperimen Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Acceleration Sprint dan Sprint Training pada Siswa Putra Kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten

Wonogiri Tahun Pelajaran 2011/2012)

SKRIPSI THOLIB WIBISONO

K.5607060

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA Juni 2012

(2)

commit to user ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Tholib Wibisono

NIM : K.5607060

Jurusan/Program Studi : JPOK UNS/Penkepor

menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN LARI CEPAT DAN KEMAMPUAN MOTOR ABILITY TERHADAP KEMAMPUAN LARI CEPAT 100 METER (Eksperimen Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Acceleration Sprint dan Sprint Training pada Siswa Putra Kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran 2011/2012) ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri.

Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicatumkan dalam daftar pustaka

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sangsi atas perbuatan saya.

Surakarta, 30 Juni 2012 Yang membuat pernyataan

Tholib Wibisno NIM. K.5607060

(3)

commit to user iii

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN LARI CEPAT DAN KEMAMPUAN MOTOR ABILITY TERHADAP KEMAMPUAN

LARI CEPAT 100 METER

(Eksperimen Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Acceleration Sprint dan Sprint Training pada Siswa Putra Kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten

Wonogiri Tahun Pelajaran 2011/2012)

Oleh :

THOLIB WIBISONO K.5607060

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga

Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

S U R A K A R T A Juni 2012

(4)

commit to user iv

(5)

commit to user v

(6)

commit to user vi

MOTTO

 Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke Negeri Cina dan sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib atas setiap orang Islam.

(HR. Ibnu Abdil Barr)

 Mimpi adalah kunci untuk menaklukan dunia. Maka milikilah mimpi. Bermimpi dan bercita-citalah setinggi langit, sehingga andaikan engkau jatuh, engkau masih terduduk di antara bintang-bintang.

(7)

commit to user vii

PERSEMBAHAN

Teriring syukur kepada-Mu, kupersembahkan karya ini untuk:

 Bapak dan Ibu tercinta yang selalu mendo’akan aku dalam hidupku  Teman-teman ku Angkatan ’07 FKIP JPOK UNS Surakarta

 Siswa SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri  Bapak Dan Ibu Dosen FKIP JPOK UNS Surakarta  Teman – teman Paguyuban KEPOR’07 KOPLOH  Para Pembaca Yang Budiman

(8)

commit to user viii

ABSTRAK

Tholib Wibisono. PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN LARI

CEPAT DAN KEMAMPUAN MOTOR ABILITY TERHADAP

KEMAMPUAN LARI CEPAT 100 METER (Eksperimen Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Acceleration Sprint dan Sprint Training pada Siswa Putra Kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran 2011/2012). Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sebelas Surakarta, Juni 2012.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:(1) Perbedaan pengaruh metode latihan acceleration sprint dan sprint training terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012.(2) Perbedaan pengaruh terhadap kemampuan lari cepat 100 meter antara siswa yang memiliki motor ability tinggi dan motor

ability rendah pada siswa putra kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten

Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012.(3) Interaksi antara metode latihan dan motor

ability terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas VII SMP

Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi penelitian adalah siswa putra kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012 berjumlah 65 siswa yang terbagi dalam enam kelas. Teknik pengambilan sampel penelitian yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel sebanyak 40 siswa dengan ciri motor ability tinggi dan motor ability rendah. Teknik pengumpulan data dengan tes dan pengukuran. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis varians 2 X 2 dilanjutkan dengan Newman-Keuls.

Hasil penelitian ini menunjukkan:(1) Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan metode latihan acceleration sprint dan sprint training terhadap kemampuan lari cepat 100 meter.Dari hasil analisis data menunjukkan Fo = 6.82 > Ft 4.11. (2) Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan lari cepat 100 meter. terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara siswa yang memiliki motor ability tinggi dengan siswa yang memiliki motor ability rendah terhadap kemampuan lari cepat 100 meter.Dari hasil analisis data menunjukkan Fo = 5.00 > Ft 4.11. (3) Terdapat interaksi antara metode latihan dan motor ability terhadap kemampuan lari cepat 100 meter.Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa Fhitung = 10.91 > Ftabel = 4,11.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan:(1) Terdapat pengaruh yang signifikan metode latihan acceleration sprint dan sprint training terhadap kemampuan lari cepat 100 meter.(2) Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan kemampuan lari cepat antara siswa yang memiliki motor ability tinggi dengan siswa yang memiliki motor ability rendah terhadap kemampuan lari cepat 100 meter.(3) Terdapat interaksi antara metode latihan dan motor ability terhadap kemampuan lari cepat 100 meter.

Kata kunci: Metode Latihan Acceleration Sprint dan Sprint Training, Lari Cepat

(9)

commit to user ix DAFTAR ISI Halaman JUDUL ...……… PERYATAAN... PENGAJUAN ...………. PERSETUJUAN ...……….. PENGESAHAN ...……… MOTTO ...………. PERSEMBAHAN ...……….. ABSTRAK……….. DAFTAR ISI ...………. DAFTAR TABEL ...……… DAFTAR GAMBAR ...……….. DAFTAR GRAFIK ... DAFTAR LAMPIRAN ...……… KATA PENGANTAR……… BAB I PENDAHULUAN ………

A. Latar Belakang Masalah ………. B. Indentifikasi Masalah……….. C. Pembatasan Masalah……… D. Perumusan Masalah………. E. Tujuan Penelitian……….

F. Manfaat Penelitian………

BAB II LANDASAN TEORI………

A. Tinjauan Pustaka ...……… 1. Kecepatan Lari……….

a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Lari……. b. Lari Cepat 100 Meter………. c. Teknik Lari Cepat 100 Meter………. d. Sistem Energi dalam Lari Cepat……… 2. Latihan………. I ii iii iv v vi vii viii ix xii xiii xiv xv xvii 1 1 4 5 6 6 7 8 8 8 9 10 13 17 19

(10)

commit to user x

a. Metode Latihan………. b. Prinsip-Prinsip Latihan……….. c. Komponen-Komponen Latihan………. 3. Metode Acceleration Sprint………. a. Pengertian Acceleration Sprint……….. b. Pelaksanaan Metode Latihan Acceleration Sprint………. 4. Metode Latihan Sprint Training……….. a. Pengertian Sprint Training……… b. Pelaksanaan Metode Latihan Sprint Training……… 5. Motor Ability………..

a. Pengertian Motor Ability……….. b. Komponen-Komponen Motor Ability……… c. Faktor-Faktor yang Mendukung Motor Ability…………. d. Peranan Motor Ability terhadap Kemampuan Lari Cepat

100 Meter……… B. Kerangka Berpikir...………. C. Hipotesis……….. BAB III METODE PENELITIAN ...……… A. Tempat dan Waktu Penelitian ....……….. B. Populasi dan Sampel………. C. Teknik Pengumpulan Data………. D. Metode Penelitian……….

E. Teknik Analisis Data………..

BAB IV HASIL PENELITIAN ...……….

A. Deskripsi Data ...………. B. Mencari Reliabilitas……….

C. Pengujian Prasyaratan Analisis………. 1. Uji Normalitas………. 2. Uji Homogenitas……… D. Pengujian Hipotesis………..

1. Pewngujian Hipotesis Pertama……….. 19 19 23 26 26 26 27 27 28 29 29 30 31 35 36 39 40 40 40 41 41 42 49 49 51 52 52 53 53 55

(11)

commit to user xi

2. Pengujian Hipotesis Kedua……… 3. Pengujian Hipotesis Ketiga……… E. Pembahasan Hasil Penelitian………

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ...……….………..

A. Simpulan...……… B. Implikasi ...……… C. Saran ...……….. DAFTAR PUSTAKA ...……… LAMPIRAN 55 55 56 60 60 60 61 62

(12)

commit to user xii

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Rancangan Penelitian Anava Dua Jalur dengan Design Rancangan

Faktorial 2 X 2……….. 2. Ringkasan Anava untuk Eksperimen Faktorial 2 X 2………. 3. Ringkasan Angka-Angka Statistik Deskriptif Data Kemampuan Lari Cepat 100 Meter Siswa Putra Kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran 2011/2012……… 4. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan Lari Cepat 100 Meter……….. 5. Range Kategori Reliabilitas……… 6. Hasil Uji Normalitas dengan Lilliefors……… 7. Hasil Uji Homogenits dengan Uji Bartlet………. 8. Ringkasan Nilai Rerata Kemampuan Lari Cepat 100 Meter

Berdasarkan Metode Latihan dan Tingkat Motor Ability sebelum dan Sesudah Diberi Perlakuan………. 9. Ringkasan Keseluruhan Hasil Analisis Varians Dua Faktor…………. 10. Ringkasan Hasil Uji Rentang Newman Keuls………. 11. Pengaruh Sederhana, Pengaruh Utama dan Interaksi Faktor Utama terhadap Peningkatan Kemampuan Lari Cepat 100 Meter………….

42 45 49 52 52 52 53 54 54 54 58

(13)

commit to user xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

1. Kontribusi Setiap Langkah Pelari……….. 2. Faktor-Faktor Dasar Lari……… 3. Posisi Aba-Aba Bersedia……… 4. Sikap Badan pada Aba-Aba Siap……….. 5. Sikap Badan pada Aba-Aba Ya………. 6. Teknik Lari Cepat……….. 7. Ilustrasi Metode Latihan Acceleration Sprint……….. 8. Ilustrasi Metode Latihan Sprint Training………. 9. Skematis Komponen-Komponen Motor Ability……… 10. Skematis Kerangka Berpikir………. 11. Tes Lompat Jauh Tanpa Awalan……….. 12. Tes Lempar Bola Sooftball……… 13. Tes Lari Zig-Zag……… 14. Tes Menembakkan Bola ke Tembok……… 15. Tes Melempar Bola Basket……… 16. Tes Lari 60 Yard………

11 12 14 14 15 16 27 29 31 46 94 47 96 97 98 99

(14)

commit to user xiv

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 1. Nilai Rata - Rata Kemampuan Lari Cepat 100 Meter

Berdasarkan Tiap Kelompok Perlakuan dan Tingkat Motor Ability………..

Grafik 2. Nilai Rata-Rata Peningkatan Kemampuan Lari Cepat 100 Meter antar Kelompok Perlakuan……… Grafik 3. Interaksi Metode Latihan dan Motor Ability………

50

51 58

(15)

commit to user xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Data Tes Awal Kemampuan Motor Ability……….

2. Rekapitulasi Data Hasil Tes Motor Ability Beserta Klasifikasinya…. 3. Data Tes Awal Kemampuan Lari Cepat 100 Meter………. 4. Data Tes Akhir Kemampuan Lari Cepat 100 Meter………. 5. Rekapitulasi Data Motor Ability Beserta Klasifikasinya……….. 6. Rekapitulasi Data Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan Lari Cepat 100 Meter, Klasifikasi Motor Ability Beserta Pembagian Sampel ke Sel-Sel……… 7. Rekapitulasi Data Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan Lari Cepat 100 Meter pada Kelompok 1 (Kelompok Metode Acceleration

Sprint)………..

8. Rekapitulasi Data Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan Lari Cepat 100 Meter pada Kelompok 1 (Kelompok Metode Sprint Training) 9. Uji Reliabilitas Dengan Anava………. 10. Tabel Kerja untuk Menghitung Nilai Homogenitas dan Analisis Varians………. 11. Hasil Penghitungan Data Data untuk Uji Homogenitas dan Analisis Varians………. 12. Uji Normalitas Data dengan Metode Lilliefors……… 13. Uji Homogenitas dengan Uji Bartlet……… 14. Analisis Varians……….. 15. Uji Rata-Rata Rentang Newman-Keuls……….. 16. Tes dan Pengukuran Kemampuan Lari Cepat 100 Meter……… 17. Tes dan Pengukuran Kemampuan Motor Ability……… 18. Program Latihan Acceleration Sprint dan Sprint Training…………. 19. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian………..

65 68 70 71 72 73 74 75 76 82 83 84 88 89 90 91 93 100 102

(16)

commit to user xvi

20. Surat Ijin Penelitian dari Universitas Sebelas Maret Surakarta……… 21. Surat Keterangan Penelitian dari SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri………

106 112

(17)

commit to user xvii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah Nya, sehingga dapat diselesaikan penulisan skripsi ini.

Disadari bahwa penulisan skripsi ini banyak mengalami hambatan, tetapi berkat bantuan dari beberapa pihak maka hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu dalam kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. H. Mulyono, M.M., Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Drs.H. Agustiyanto, M.Pd., Ketua Program Pendidikan Kepelatihan Olahraga

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Drs. Sapta Kunta Purnama, M.Pd sebagai pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, saran dan masukan, sehingga skripsi ini terselesaikan 5. Drs. Sarjoko Lelono, M.Kes sebagai pembimbing II yang telah memberi

semangat dan dorongan serta pembimbingan skripsi, sehingga skripsi dapat tersusun dengan baik.

6. Bapak dan Ibu Dosen JPOK FKIP UNS Surakarta yang secara tulus memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada penulis.

7. Bapak Kepala SMP N 2 Selogiri yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.

8. Siswa Putra SMP N 2 Selogiri tahun ajaran 2011/2012 yang telah bersedia menjadi sampel penelitian.

(18)

commit to user xviii

(19)

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Atletik merpakan cabang olahraga tertua di dunia dan sebagai salah satu pelajaran yang wajib diajarkan kepada peserta didik dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas atau Kejuruan (SMA/SMK), bahkan

Perguruan Tinggi (PT). Cabang olahraga atletik wajib diajarkan kepada peserta didik dari tingkat sekolah paling rendah bahkan perguruan tinggi, karena gerakan-gerakan dalam cabang olahraga atletik hampir terdapat pada semua cabang olahraga lainnya. Yoyo Bahagia, Ucuf Yusuf & Adang

Suherman (2000: 1) bahwa, “Mengapa cabang olahraga atletik wajib diajarkan di sekolah-sekolah, secara logis karena atletik merupakan mother atau ibu dari semua cabang olahraga. Gerakan-gerakan yang ada di dalam atletik dimiliki oleh sebagian besar cabang-cabang olahraga”.

Salah satu nomor cabang olahraga atletik yang wajib diajarkan kepada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu nomor lari cepat. Lari cepat atau disebut dengan istilah sprint merupakan lari yang dilakukan dengan kecepatan maksimal dari garis start sampai garis finish. Lari cepat atau sprint yang diajarkan pada siswa Sekolah Menengh Pertama (SMP) dengan jarak 100 meter. Pembelajaran lari lari cepat 100 meter bagi siswa SMP sangat penting, karena melalui pembelajaran lari cepat 100 meter dapat meningkatkan perkembangan fisik anak dan koordinasi gerak anak. Oleh karena itu, dalam membelajarkan lari cepat 100 meter siswa SMP dibutuhkan strategi mengajar yang tepat.

Pembelajaran lari cepat 100 meter bagi siswa SMP pada umumya dilakukan secara konvensional maupun dengan pendekatan pembelajaran lainnya, seperti pembelajaran inovatif, pendekatan latihan, pendekatan bermain dan lain sebagainya. Dari pendekatan-pendekatan pembelajaran lari cepat 100 meter tersebut ternyata kurang maksimal untuk meningkatkan kemampuan lari cepat 100 meter. Sehingga pada even-event seperti POPDA, PORSENI dan pertandingan lainnya sekolah tidak dapat memiliki sprinter yang baik. Hal ini seperti ini terjadi pada SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri. Biasanya SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri untuk mengirimkan atlet alri cepat (lari 100 meter) hanya berdasarkan pengamatan dari guru Penjasorkes dari sekolah yang

(20)

commit to user

bersangkutan. Hal ini juga terjadi pada sekolah-sekolah yang lain. Jarang sekali atau bahkan tidak pernah sekolah mengadakan pembinaan dan latihan lari cepat 100 meter kepada siswanya di luar jam pelajaran reguler.

Untuk mendapatkan atau menciptakan sprinter yang potensial dibutuhkan latihan secara sistematis dan kontinyu. Oleh karena itu, seorang guru Penjasorkes harus memiliki ilmu kepelatihan olahraga prestasi untuk melatih lari cepat 100 meter bagi siswanya. Jam pembelajaran Penjasorkes yang hanya 2 X 40 menit tidak cukup untuk meningkatkan kemampuan lari cepat 100 meter, sehingga perlu jam tambahan atau latihan di luar jam pelajaran secara reguler. Selain itu, seorang guru Penjasorkes harus tepat dalam menerapkan metode latihan lari cepat 100 meter. Metode latihan untuk meningkatkan lari cepat 100 meter di antaranya

acceleration sprint dan sprint training.

Acceleration sprint merupakan bentuk latihan kecepatan yang dilakukan

dengan menambah kecepatan secara gradual dalam kecepatan lari, mulai dari pelan (jogging), semakin cepat, lari dengan kecepatan penuh, berjalan menempuh jarak 50-120 yard. Sedangkan sprint training merupakan latihan kecepatan dengan lari kecepatan maksimum berulang-ulang menempuh jarak 50-60 meter dan diselingi periode pemulihan secara sempurna. Berdasarkan pengertian dari

acceleration sprint dan sprint training tersebut, masing-masing memiliki

karakteristik yang berbeda, sehingga belum diketahui metode latihan mana yang lebih efektif terhadap peningkatan kemampuan lari cepat 100 meter. Karena peningkatan kemampuan lari cepat 100 meter tidak hanya dipengaruhi metode latihan yang diterapkan oleh guru. Faktor individu (siswa) sangat menentukan kemampuan lari cepat 100 meter. Faktor siswa ini sangat kompleks di antaranya kemampuan motor ability atau kemampuan gerak dasar.

Motor ability atau kemampuan gerak dasar merupakan salah satu faktor

yang tidak bisa terlepas dengan keberadaan siswa dalam aktivitasnya sehari-hari atau kegiatan olahraga. Sukintaka (2004: 78) menyatakan, “Kemampuan motorik adalah kualitas hasil gerak individu dalam melakukan gerak, baik gerakan non olahraga maupun gerak dalam olahraga atau kematangan penampilan keterampilan motorik”. Ini artinya, kemampuan motor ability yang dimiliki siswa

(21)

commit to user

3

tentunya mempengaruhi terhadap kemampuan lari cepat 100 meter. Karena di dalam motor ablity terdapat tiga komponen utama yaitu, gerak stabilitas, gerak lokomotor dan gerak manipulatif yang ketiga-tiganya berperan terhadap kemampuan lari cepat 100 meter. Apakah benar siswa yang memiliki kemampuan

motor ability baik kemampuan lari cepat 100 meter juga baik, tetapi sebaliknya

apakah siswa yang kemampuan motor ability-nya buruk kemampuan lari cepat 100 meter tidak baik. Nampaknya hal ini perlu dipertanyakan lagi, karena kemampuan lari cepat 100 meter tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan motor

ability saja, tetapi masih ada faktor lainnya, seperti postur tubuh yang ideal,

penguasaan teknik lari cepat yang baik, strategi lari cepat, mental dan lain sebagainya. Untuk mengetahui hal tersebut, maka perlu dikaji dan diteliti secara lebih mendalam baik secara teori maupun praktik melalui penelitian eksperimen.

Metode latihan acceleration sprint dan sprint training akan dieksperimenkan pada siswa putra kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012. Metode latihan acceleration sprint dan

sprint training diberikan pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri, karena

kemampuan lari cepat 100 meter perlu ditingkatan. Pembelajaran lari cepat secara reguler 2 X 40 menit yang dilakukan dalam 2 kali pertemuan kurang maksimal untuk meningkatkan kemampuan lari cepat 100 meter. Pembelajaran lari cepat yang diberikan terbatas pada gerak dasar lari cepat dan pengenalan teknik lari cepat 100 meter.

Ditinjau dari kurikulum Penjasorkes SMP kelas VII, penelitian ini sangat relevan dan diharapkan memberi kontribusi terhadap peningkatan kemampuan lari cepat 100 meter, sehingga pada event POPDA antar SMP yang dilaksanakan satu tahun sekali mampu berprestasi lebih maksimal. Selain permasalahan tersebut, kemampuan motor ability siswa putra kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012 belum diketahui. Belum diketahuinya kemampuan motor ability siswa putra kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012 merupakan permasalahan yang dapat mempengaruhi kemampuan lari cepat 100 meter. Sejauh ini ini belum pernah dilakukan tes dan pengukuran kemampuan motor ability siswa putra kelas VII

(22)

commit to user

SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012, sehingga belum diketahui apakah kemampuan motor ability-nya dalam keadaan baik atau buruk. Seharunya komponen-komponen motor ability yang terdiri gerak stabilitas, gerak lokomotor dan gerak manipulatif harus ditingkatkan melalui latihan yang tepat, sehingga dapat memberi kontribusi terhadap kemampuan lari cepat 100 meter.

Upaya meningkatkan kemampuan lari cepat 100 meter, maka perlu dilakukan secara latihan secara sistematis dan kontinyu dan diterapkan metode latihan yang tepat, di antaranya metode latihan acceleration sprint dan sprint

training. Selain itu, kemampuan motor ability siswa harus ditingkatkan melalui

latihan yang tepat. Untuk mengetahui pengaruh latihan acceleration sprint dan

sprint training serta pengaruh motor ability, maka perlu dilakukan penelitian

dengan judul, “Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Lari Cepat dan Motor Ability terhadap Kemampuan Lari cepat (Eksperimen Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Acceleration Sprint dan Sprint Training pada Siswa Putra Kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran 2011/2012)”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,

masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Kemampuan lari cepat 100 meter siswa putra kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012 perlu ditingkatkan

2. Pembelajaran Penjasorkes secara reguler belum maksimal untuk meningkatkan kemampuan lari cepat 100 meter siswa putra kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012.

3. Belum diketahui pengaruh metode latihan acceleration sprint dan sprint

training terhadap kemampuan lari cepat 100 meter siswa putra kelas VII SMP

(23)

commit to user

5

4. Belum diketahui pengaruh kemampuan motor ability tinggi dan motor ability rendah terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012. 5. Metode latihan lari cepat yang lebih baik pengaruhnya antara acceleration

sprint dan sprint training terhadap kemampuan lari cepat 100 meter siswa

putra kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011 belum diketahui.

C. Pembatasan Masalah

Banyaknya masalah yang dapat diidentifikasi, maka perlu dibatasi agar tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Belum diketahui pengaruh metode latihan acceleration sprint terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012.

2. Belum diketahui pengaruh metode latihan sprint training terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012.

3. Belum diketahui pengaruh kemampuan motor ability tinggi dan motor ability rendah terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Adakah perbedaan pengaruh metode latihan acceleration sprint dan sprint

training terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas VII

(24)

commit to user

2. Adakah perbedaan pengaruh terhadap kemampuan lari cepat 100 meter antara siswa yang memiliki motor ability tinggi dan motor ability rendah pada siswa putra kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012?

3. Adakah interaksi antara metode latihan dan motor ability terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui:

1. Ada tidaknya perbedaan pengaruh metode latihan acceleration sprint dan

sprint training terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra

kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012.

2. Ada tidaknya perbedaan pengaruh terhadap kemampuan lari cepat 100 meter antara siswa yang memiliki motor ability tinggi dan motor ability rendah pada siswa putra kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012.

3. Ada tidaknya interaksi antara metode latihan dan motor ability terhadap kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas VII SMP Negeri 2 Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012.

F. Manfaat Penelitian

Berkaitan dengan permasalahan dan tujuan penelitian tersebut di atas, diharapkan penelitian ini memberi manfaat antara lain:

1. Dapat meningkatkan kemampuan lari cepat 100 meter bagi siswa yang dijadikan sampel penelitian

(25)

commit to user

7

2. Dapat diperoleh informasi tentang metode latihan yang baik dan efektif untuk meningkatkan kemampuan lari cepat 100 meter.

3. Dapat dijadikan sebagai masukan dan pedoman guru Penjasorkes tentang metode latihan untuk meningkatkan lari cepat 100 meter.

4. Bagi peneliti dapat menambah wawasan tentang karya ilmiah untuk dikembangkan lebih lanjut.

(26)

commit to user 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kecepatan Lari

Kecepatan lari pada prinsipnya merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secepat-cepatnya. Suharno HP. (1993: 47) menyatakan, “Kecepatan

sprint adalah kemampuan atlet untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang

sesingkat-singkatnya”. Menurut Sudjarwo (1993: 28) menyatakan, “Sprinting

speed adalah kemampuan untuk bergerak ke depan dengan kekuatan dan

kecepatan maksimal”.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, kecepatan lari merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak atau menempuh jarak tertentu dengan waktu yang sesingkat-singkatnya. Ditinjau dari sistem gerak kecepatan merupakan kemampuan dasar mobilitas sistem saraf pusat dan perangkat otot untuk menampilkan gerakan-gerakan pada kecepatan tertentu. Dari sudut pandang mekanika, kecepatan diekspresikan sebagai rasio antara jarak dan waktu. Berdasarkan jenisnya Bompa (1990) yang dikutip Ismaryati (2006: 57) membedakan kecepatan menjadi dua macam yaitu:

1) Kecepatan umum adalah kapasitas untuk melakukan berbagai macam gerakan (reaksi motorik) dengan cara yang cepat.

2) Kecepatan khusus adalah kapasitas untuk melakukan suatu latihan atau keterampilan pada kecepatan tertentu, biasanya sangat tinggi. Kecepatan khusus adalah khusus untuk cabang olahraga dan sebagian besar tidak dapat ditransferkan, dan hanya mungkin dikembangkan melalui metode khusus.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, kecepatan dalam setiap cabang olahraga disesuaikan dengan kebutuhan atau tuntutan dari cabang olahraga yang bersangkutan. Lebih lanjut Ismaryati (2006: 57-58) menyatakan, berdasarkan struktur gerak, kecepatan gerak dibedakan menjadi tiga yaitu:

(27)

commit to user

9

1) Kecepatan asiklis adalah kecepatan gerak yang dibatasi oleh faktor-faktor yang terletak pada otot, yakni kekuatan statis, kecepatan kontraksi otot, kerja otot-otot antagonis, panjang pengungkit dan massa yang digerakan.

2) Kecepatan siklis adalah produk yang dihitung dari frekuensi dan aplitudo gerak.

3) Kecepatan dasar sebagai kecepatan maksimal yang dapat dicapai dalam gerak siklis adalah produk maksimal yang dapat dicapai dari frekuensi dan amplitudo gerak.

Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, kecepatan dibedakan menjadi dua yaitu kecepatan umum dan kecepatan khusus. Sedangkan ditinjau dari struktur gerak, kecepatan gerak dibedakan menjadi tiga yaitu kecepatan asiklis, kecepatan siklis dan kecepatan dasar. Dalam kegiatan olahraga, kebanyakan tes yang dilakukan menggunakan tes yang melibatkan kecepatan rata-rata. Kecepatan rata-rata adalah total jarak dibagi waktu yang digunakan untuk menempuh jarak tertentu.

a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Lari

Kecepatan merupakan kualitas kemampuan kondisi fisik yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Harsono (1988: 216) menyatakan, “Kecepatan tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu streght (kekuatan, (waktu reaksi (reaction time) dan flexibilitas (kelentukan)”. Menurut Jonath Haag & Krempel (1987) yang dikutip Andi Suhendro (2007: 4.26) bahwa, “Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan lari yaitu tenaga otot, viscositas otot, kecepatan reaksi, kecepatan kjontraksi, koordinasi antara syaraf pusat dan otot, ciri

antropometrik daya tahan kecepatan”. Sedangkan Sudjarwo (1993: 29)

menyatakan, baik dan tidaknya kecepatan (speed) seorang atlet dapat dilihat dari:

1) Macam fibril otot (pembawaan)

2) Pengaturan sistem yang baik, berarti koordinasi yang baik untuk menghasilkan kecepatan.

(28)

commit to user

4) Elastisitas otot, makin baik akan menyebabkan kontraksi otot yang baik berarti kecepatannya baik pula.

5) Sifat rilex dari otot baik pengaruhnya terhadap kecepatan maupun penguasaan teknik. Otot yang rilex tidak cepat lelah berarti efektif dan ekonomis.

Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, faktor yang mempengaruhi kecepatan bersifat internal. Faktor dari dalam diri seseorang (atlet) sangat menentukan baik dan tidaknya kecepatan yang dimiliki. Faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi kecepatan di antaranya fibril otot putih sangat dominan untuk menghasilkan kecepatan. Selain itu, kekuatan, elastisitas otot dan sifat otot yang rileks dan waktu reaksi akan berpengaruh terhadap kualitas kecepatan yang dihasilkan. Untuk mencapai kecepatan yang maksimal, maka faktor-faktor seperti di atas harus dimiliki seorang atlet.

b. Lari Cepat 100 Meter

Lari pada prinsipnya merupakan gerakan maju yang dilakukan secara berkesinambungan dengan kecepatan maksimal untuk menuju garis finish. Dalam perlombaan lari digolongkan ke dalam beberapa nomor, salah satunya lari cepat atau lari jarak pendek (sprint). Aip Syarifuddin (1992: 41) menyatakan, “Lari jarak pendek atau lari cepat (sprint) adalah suatu cara lari dimana si atlet harus menempuh seluruh jarak dengan kecepatan semaksimal mungkin. Artinya harus melakukan lari yang secepat-cepatnya dengan mengerahkan seluruh kekuatannya mulai awal (mulai dari start) sampai melewati garis akhir (finish)”. Menurut Slamet Widodo (2005: 56) bahwa, “Lari jarak pendek (sprint) adalah gerak maju ke depan yang diusahakan agar dapat mencapai tujuan (finish) secepat mungkin atau dengan waktu sesingkat mungkin”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan, lari cepat 100 meter merupakan lari yang dilakukan dengan kecepatan penuh dari garis start sampai garis finish menempuh jarak 100 meter dengan waktu yang seingkat-singkat. Untuk mencapai kecepatan maksimal pada lari 100 meter ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Tamsir Riyadi (1985: 23) menyatakan, “Pada lari jarak pendek

(29)

commit to user

11

perlu memperhatikan 4 masalah yaitu: (1) starting potition, (2) starting action, (3)

sprinting action, (4) finishing action”. Pendapat lain dikemukakan Yoyo Bahagia,

Ucup Yusuf & Adang Suherman (2000: 11-12) bahwa, “Kecepatan lari ditentukan oleh panjang langkah (stide length) dan kekerapan langkah/frekuensi langkah (stride frequency) juga sering disebut stride cendence atau rate of striding”.

1) Panjang Langkah (Stride Length)

Menurut Yoyo Bahagia dkk., (2000: 12) menyatakan, setiap panjang langkah pelari merupakan hasil penjumlahan tiga jarak yaitu:

a) Jarak tolakan kaki, yaitu jarak horizontal antara kaki yang menolak dengan titik berat badan pelari.

b) Jarak melayang di udara, yaitu jarak horisontal yang dicapai oleh pelari dengan perpindahan titik berat badan selama di udara.

c) Jarak pendaratan, yaitu jarak horisontal yang dicapai oleh pelari antara titik berat badan dengan kaki yang mendarat

Gambar 1. Kontribusi Setiap Panjang Langkah Pelari (Yoyo Bahgia dkk., 2000: 12)

Lebih lanjut Yoyo Bahagia dkk., (2000: 13) memberikan petunjuk cara mengukur panjang langkah sebagai berikut:

a) Langkah pertama adalah melakukan pengukuran panjang langkah atlet yang akan dilatih, yaitu atlit melakukan lari cepat 25 meter di atas lintasan yang dapat memperlihatkan bekas tolakan kaki setiap langkahnya (foot print). Kemudian diukur rata-rata penjang langkahnya dengan meteran.

b) Langkah kedua tentukan spesialisasi jarak lari cepat dari atlit itu. c) Langkah ketiga observasi kekuatan otot-otot tungkai dan kekuatan

sendi pergelangan kaki (ankle strenght).

d) Langkah keempat mengukur fleksibilitas sendi panggul dan sendi pergelangan kaki.

(30)

commit to user

2) Frekuensi Langkah (Stride Frequency)

Frekuensi langkah sangat berperan penting untuk memperoleh kecepatan lari yang maksimal. Yoyo Bahagia dkk., (2000: 14) menyatakan:

Frekuensi langkah merupakan perbandingan antara banyaknya kaki kontak dengan tanah dengan kaki melayang di udara. Sehubungan dengan langkah ini maka mengenal istilah setengah langkah yaitu, jarak sentuhan kaki kiri dan kaki kanan. Sedangkan yang dimaksud satu langkah adalah jarak antara sentuhan kaki kiri dan kaki kiri, atau kaki kanan dan kaki kanan.

Kecepatan lari menjadi maksimal apabila dapat ditempuh dengan waktu yang sangat singkat. Waktu lari ditentukan oleh jarak dan rata-rata kecepatan. Rata-rata kecepatan dapat dihitung dengan cara membagi jarak tempuh dengan waktu yang ditempuh. Panjang langkah ditentukan oleh jarak take off, melayang di udara dan jarak pendaratan kaki. Jarak melayang di udara ditentukan oleh kecepatan lepas, sudut lepas, ketinggian lepas dan tahanan udara. Sedangkan frekuensi langkah ditentukan oleh kecepatan melangkah yang mencakup banyaknya kaki menyentuh tanah dengan banyaknya kaki melayang di udara. Secara skematis Yoyo Bahagia dakk., (2000: 15) menggambarkan faktor-faktor dasar lari sebagai berikut:

Gambar 2. Faktor-Faktor Dasar Lari (Yoyo Bahagia dkk., 2000: 15) Waktu Lari Jarak Rata-Rata Kecepatan Panjang Langkah Frekuensi langkah

Jarak tolakan Melayang di udara Jarak pendaratan Waktu langkah Kecepatan lepas

Sudut lepas Ketinggian lepas Tahanan udara Tolakan kaki di tanah Waktu di udara

(31)

commit to user

13

c. Teknik Lari Cepat 100 Meter

Prestasi yang tinggi dapat dicapai dalam lari cepat tidak terlepas dari penguasaan teknik lari yang baik dan benar. Dengan menguasai teknik lari cepat yang benar, maka akan diperoleh efektifitas gerakan lari yang baik, sehingga akan mendukung pencapai prestasi lari cepat lebih maskimal. Menurut Aip Syarifuddin (1992: 41) bahwa, “Dalam lari jarak pendek ada tiga teknik yang harus dipahami dan dikuasai yaitu mengenai: (1) teknik start, (2) teknik lari dan, (3) teknik melewati garis finish”.

Pendapat tersebut menunjukkan, teknik lari cepat terdiri dari tiga bagian yaitu, teknik start, teknik lari dan, teknik melewati garis finish. Dari ketiga teknik lari cepat tersebut harus dirangkaikan secara harmonis, luwes dan lancar dalam satu pola gerakan yang utuh tidak diputus-putus pelaksanaannya. Agar siswa dapat melakukan lari cepat dengan baik dan prestasi yang tinggi, maka teknik-teknik tersebut harus dipahami dan dikuasai. Untuk lebih jelasnya ketiga teknik-teknik lari cepat tersebut diuraikan secara singkat sebagai berikut:

1) Teknik Start

Start atau pertolakan merupakan kunci pertama yang harus dikuasai.

Kecerobohan atau keterlambatan dalam melakukan start berarti kerugian besar bagi seorang sprinter. Kemampuan melakukan start yang baik sangat dibutuhkan, karena lari cepat dimenangkan dalam selisih waktu yang sangat kecil. Kesalahan maupun keterlambatan melakukan start akan merugikan pelari.

Teknik start untuk lari jarak pendek adalah start jongkok (chrouching

start). Start jongkok dibagi menjadi tiga macam yaitu “(1) Start pendek (bounch start), (2) Start menengah (medium start), (3) Start panjang (long start)”.

Perbedaan ketiga macam teknik start tersebut terletak pada penempatan antara ujung kaki bagian depan dengan lutut kaki belakang, sedangkan sikap badan, lengan dan yang lainnya hampir sama. Menurut Soegito, Bambang Wijanarko dan Ismaryati (1993: 99) tahap mengambil sikap jongkok dengan aba-aba bersedia sebagai berikut:

(32)

commit to user

1) Salah satu kaki diletakkan di tanah dengan jarak  1 jengkal dari garis start.

2) Kaki lainnya diletakkan tepat di samping lutut yang terletak di tanah dengan jarak  1 kepal.

3) Badan membungkuk ke depan.

4) Kedua tangan terletak di tanah tepat di belakang garis start (tidak boleh menyentuh atau melampauinya).

5) Keempat jari tangan rapat, ibu jari terbuka. 6) Kepala tunduk, leher rileks (tidak tegang). 7) Pandangan ke bawah (lihat tanah).

8) Konsentrasi pada aba-aba berikutnya

Berikut ini disajikan ilustrasi gambar pelaksanaan posisi aba-aba “bersedia” sebagai berikut:

Gambar 3. Posisi Aba-Aba Bersedia (Soegito dkk., 1993: 99)

Aba-aba setelah “bersedia” yaitu “siap”. Menurut Soegito dkk., (1993: 99) tahap persiapan akan lari dengan aba-aba “siap” sebagai berikut:

1) Lutut yang terletak di tanah diangkat. 2) Pinggul diangkat setinggi bahu. 3) Berat badan dibawa ke muka

4) Kepala tetap tunduk dan leher rileks 5) Pandangan tetap ke bawah

6) Konsentrasi pada aba-aba berikutnya

Berikut ini disajikan ilustrasi gerakan teknik lari cepat pada aba-aba “siap” sebagai berikut:

Gambar 4. Sikap Badan pada Aba-Aba Siap (Soegito dkk., 1993: 100)

(33)

commit to user

15

Aba-aba berikut setelah aba-aba siap yaitu “ya”. Teknik pelaksanaan pada aba-aba “ya” menurut Soegito dkk., (1993: 100) sebagai berikut:

1) Menolak ke depan dengan kuat tetapi jangan melompat, melainkan meluncur.

2) Badan tetap rendah/condong ke depan.

3) Disertai gerakan lengan yang diayunkan dengan kuat pula.

4) Disusul dengan gerakan langkah kaki pendek-pendek tetapi cepat agar badan tidak tersungkur.

Berikut ini disajikan ilustrasi gambar gerakan pada aba-aba “ya” sebagai berikut:

Gambar 5. Sikap Badan pada Aba-Aba “Ya” (Soegito dkk., 1993: 100)

2) Teknik Lari Cepat

Dalam lari cepat harus memperhatikan teknik lari yang benar. Pada waktu lari cepat, badan dalam posisi hampir tegak lurus pada tanah dan condong ke depan  60 derajat. Rusli Lutan dkk. (1992: 137) menyatakan, “posisi badan lari cepat dipertahankan tetap menghadap ke depan dan agak condong ke depan. Sikap badan seperti ini memungkinkan titik berat badan selalu berada di depan”.

Kecepatan lari akan lebih baik apabila didukung gerakan kedua lengan. Kedua lengan harus rileks, dengan kedua tangan agak mengepal dan ibu jari menyilang pada jari telunjuk. Sudut dari persendian siku sedapat mungkin tetap membentuk sudut lebih kurang 90 derajat, sedikit mengurang bila lengan ke depan dengan tangan mencapai setinggi bahu atau sedikit lebih tinggi. Lengan sebaiknya bergerak ke belakang dan ke depan, seolah-olah kedua lengan itu bergerak disekitar sumbu yang melalui persendian bahu. Gerakan lengan yang efisien adalah sangat penting. Kepala sebaiknya dalam garis yang alami dengan

(34)

commit to user

badan. Bila terlalu condong ke depan badan atau terlalu ke belakang, menyebabkan langkah atlet akan lebih pendek.

Kecepatan maksimal harus dilakukan oleh sprinter saat melakukan start sampai pada jarak kira-kira jarak 60 meter. Sekali kecepatan puncak sudah tercapai, maka dengan sekuat tenaga harus dipertahankan atau ditingkatkan dengan memperlebar langkah tanpa mengurangi kecepatan dan didukung menggerakkan kedua lengan sesuai dengan kecepatan yang ingin dicapai semaksimal mungkin. Beberapa prinsip lari cepat yang harus diperhatikan menurut Soegito (1992: 12) antara lain:

1) Lari pada ujung kaki.

2) Menumpu dengan kuat, agar mendapatkan dorongan ke depan dengan kuat pula.

3) Badan condong ke depan + 600, sehingga titik berat badan selalu di depan.

4) Ayunan lengan kuat-kuat dan cepat, siku dilipat, tangan menggengam lemas, agar gerakan langkah kaki juga cepat dan kuat.

5) Setelah + 20 m dari garis start, langkah diperlebar tetapi condong badan harus tetap dipertahankan. Serta ayunan lengan dan gerakan langkah kaki juga dipertahankan kecepatan dan kekuatannya, bahkan kalau mungkin ditingkatkan.

Berikut ini disajikan ilustrasi gambar teknik lari cepat 100 meter sebagai berikut:

Gambar 6. Teknik Lari Cepat (Tamsir Riyadi, 1985:30)

(35)

commit to user

17

d. Sistem Energi dalam Lari Cepat

Energi didefinisikan sebagai kapasitas atau kemampuan untuk melakukan kerja, sedangkan kerja didefiniskan sebagai penerapan suatu gaya melalui suatu jarak. Dengan demikian energi dan kerja tidak dapat dipisahkan (Fox, 1984: 11).

Banyak energi yang digunakan untuk kerja otot tergantung pada intenitas, frekuensi, serta ritme dan durasi latihan. Energi yang diperlukan untuk suatu latihan kegiatan atau kontrasi otot tidak dapat diserap langsung dari makanan yang dimakan, tetapi diperoleh dari persenyawaan yang disebut ATP (Adenosin

Triphospahte). ATP inilah merupakan sumber energi yang langsung digunakan

otot untuk melakukan kontraksi.

ATP merupakan suatu komponen kompleks yang tersusun atas suatu komponen adenosine dan tiga komponen phosphate. ATP tersimpan dalam otot rangka dalam jumlah yang sangat terbatas. Agar supaya kontraksi otot tetap berlangsung, maka ATP ini harus segera disintesis kembali. ATP bisa diberikan pada sel-sel otot melalui 3 (tiga) cara metabolisme, yaitu: 2 (dua) secara anaerobik dan 1 (satu) secara aerobik. Ketiga cara ini disebut: (1) Sistem ATP-PC (2) Glikolisis anaerobik; (3) Sistem Aerobik.

1) ATP-PC (Sistem Phosphagen)

Semua energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh berasal dari ATP yang banyak terdapat dalam otot. Apabila otot berlatih lebih banyak, maka persediaan ATP menjadi lebih besar. Agar otot dapat berkontraksi berulang-ulang dengan cepat dan kuat, maka ATP harus dibentuk dengan cepat. Pembentukan kembali ATP (resistesis ATP) diperlukan energi. Energi tersebut berasal dari PC (Phospho Creatine) yang juga terdapat di dalam otot. Apabila PC dipecah akan keluar energi. Pemecahan tersebut tidak memerlukan oksigen. PC ini jumlahnya sangat sedikit, tetapi merupakan sumber energi tercepat untuk pembentukan kembali ATP. ATP-PC sudah tersimpan di dalam otot. Keduanya dapat memberikan energi yang cukup dalam kerja fisik maksimal yang dilakukan dalam waktu 5 – 10 detik. Substansi tersebut segera dibentuk kembali setelah 30 detik. Sumber energi ini sudah terbentuk sekitar 70%, tetapi untuk mencapai

(36)

commit to user

100% diperlukan waktu 2 – 3 menit. Sistem ini merupakan sumber energi yang dapat digunakan secara cepat yang diperlukan untuk olahraga yang memerlukan kecepatan tinggi.

2) Glikolisis Anaerobik (Sistem Asam Laktat)

Apabila cadangan PC yang digunakan untuk resistesis ATP berkurang, maka dilakukan pemecahan cadangan glikogen tanpa menggunakan oksigen (anaerobic glycolisis). Dalam proses ini diperlukan reaksi yang lebih panjang dari pada sistem phosphagen, karena glikolisis ini menghasilkan asam laktat, sehingga pembentukan energi lewat sistem ini lebih lambat. Aktivitas yang dilakukan secara maksimal dalam waktu 45 – 60 detik menimbulkan akumulasi asam laktat. Asam laktat yang terbentuk dalam glikolisis anaerobik akan menurunkan pH dalam otot maupun darah. Perubahan pH ini akan menghambat kerja enzim-enzim atau reaksi kimia dalam sel tubuh, terutama dalam otot sehingga menyebabkan kontraksi menjadi lemah dan akhirnya otot mengalami kelelahan. Untuk menghilangkannya diperlukan waktu 3 – 5 menit. Apabila glikolisis anaerobik ini terus berlangsung, maka pH akan menjadi sangat rendah sehingga menyebabkan atlet tidak dapat meneruskan aktivitasnya.

Semua olahraga yang memerlukan kecepatan, pertama-tama menggunakan sistem phosphagen dan kemudian sistem asam laktat. Selanjutnya, timbunan asam laktat dapat diubah menjadi glukosa lagi dalam hati. Untuk olahraga yang memerlukan waktu 1 sampai 3 menit, energi yang digunakan terutama dari glikolisis ini.

3) Sistem Aerobik

Untuk jenis olahraga ketahanan yang tidak memerlukan gerakan yang cepat, pembentukan ATP terjadi dengan metabolisme aerobik. Apabila cukup oksigen, maka 1 mole glukosa dipecah secara sempurna menjadi CO2 (karbon

dioksida) dan H2O (air), serta mengeluarkan energi yang cukup untuk resistesis 3

mole ATP. Untuk reaksi tersebut diperlukan beratus-ratus reaksi kimia serta pertolongan beratus-ratus enzim, dengan sendirinya sangat rumit bila

(37)

commit to user

19

dibandingkan dengan kedua sistem terdahulu. Reaksi aerobik ini terjadi di dalam mitokhondria.

2. Latihan

a. Metode Latihan

Salah satu faktor yang memberikan sumbangan terhadap pencapaian prestasi dalam olahraga dan masalah pembinaan olahraga yang kompleks adalah penerapan metode latihan yang ilmiah. Noseck (1982: 15) menyatakan, “Metode latihan merupakan prosedur dan cara-cara pemilihan jenis-jenis latihan dan penataannya menurut kadar kesulitan, kompleksitas dan beratnya beban”. Menurut Yusuf Adisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 142) bahwa “Metode mengajar atau melatih adalah suatu cara tertentu, sistem kerja seorang pelatih, atau olahragawan, sehubungan dengan pengetahuan dan kemampuannya yang cukup”. Hal senada dikemukakan Andi Suhendro (1999: 3.53) bahwa, “Metode latihan adalah suatu cara sistematis dan terencana, yang berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan fungsi fisiologis, psikologis dan keterampilan gerak, agar memiliki keterampilan yang lebih baik pada suatu penampilan khusus”.

Berdasarkan tiga pendapat tersebut dapat disimpulkan, metode latihan merupakan cara yang digunakan seorang pembina atau pelatih berfungsi sebagai alat yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan bagi atlet yang dilatih. Dalam hal ini seorang pelatih harus menerapkan metode latihan yang efektif. Rusli Lutan (1988: 26) menyatakan, “Efektivitas pengajaran atau latihan merupakan jalan keberhasilan dalam proses pembiasaan atau sosialisasi siswa atau atlet dan pengembangan sikap serta pengetahuan yang mendukung pencapaian keterampilan yang lebih baik dalam kerangka program pembinaan”.

b. Prinsip-Prinsip Latihan

Prinsip latihan pada dasarnya merupakan suatu pedoman dalam memberikan beban latihan, sehingga beban latihan dapat dilakukan dengan baik

(38)

commit to user

dan akan terjadi peningkatan. Hal ini sesuai dengan tujuan prinsip latihan yang dikemukakan Sudjarwo (1993: 21) bahwa, “Tujuan prinsip latihan yaitu agar pemberian dosis latihan dapat dilaksanakan secara tepat dan tidak merusak atlet”. Menurut Sudjarwo (1993: 21-23) prinsip-prinsip latihan di antaranya: “(1) Prinsip individu, (2) Prinsip penambahan beban, (3) Prinsip interval, (4) Prinsip penekanan beban (stress), (5) Prinsip makanan baik dan, (6) Prinsip latihan sepanjang tahun”.

Prinsip-prinsip latihan tersebut sangat penting untuk diperhatikan dalam latihan. Tujuan latihan dapat tercapai dengan baik, jika prinsip-prinsip latihan tersebut dilaksanakan dengan baik dan benar. Prinsip-prinsip latihan tersebut sangat penting untuk diperhatikan dalam latihan. Tujuan latihan dapat tercapai dengan baik, jika prinsip-prinsip latihan tersebut dilaksanakan dengan baik dan benar. Untuk lebih jelasnya prinsip-prinsip latihan dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Prinsip Individu

Manfaat latihan akan lebih berarti, jika di dalam pelaksanaan latihan didasarkan pada karakteristik atau kondisi atlet yang dilatih. Perbedaan antara atlet yang satu dengan yang lainnya tentunya tingkat kemampuan dasar serta prestasinya juga berbeda. Oleh karena perbedaan individu harus diperhatikan dalam pelaksanaan latihan. Sadoso Sumosardjuno (1994: 13) menyatakan, "Meskipun sejumlah atlet dapat diberi program pemantapan kondisi fisik yang sama, tetapi kecepatan kemajuan dan perkembangannya tidak sama". Menurut Andi Suhendro (1999: 3.15) bahwa, “Prinsip individual merupakan salah satu syarat dalam melakukan olahraga kontemporer. Prinsip ini harus diterapkan kepada setiap atlet, sekali atlet tersebut memiliki prestasi yang sama. Konsep latihan ini harus disusun dengan kekhususan yang dimiliki setiap individu agar tujuan latihan dapat tercapai”.

Manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan yang diterapkan direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi setiap atlet. Sudjarwo (1993: 21) menyatakan, “Pemberian beban latihan harus selalu

(39)

commit to user

21

mengingat kemampuan dan kondisi masing-masing atlet. Faktor-faktor individu yang harus mendapat perhatian misalnya tingkat ketangkasan atlet, umur atau lamanya berlatih, kesehatan dan kesegaran jasmani serta psychologis”.

2) Prinsip Penambahan Beban (Over Load Principle)

Prinsip beban lebih merupakan dasar dan harus dipahami seorang pelatih dan atlet. Prinsip beban lebih merupakan prinsip latihan yang mendasar untuk memperoleh peningkatan kemampuan kerja. Kemampuan seseorang dapat meningkat jika mendapat rangsangan berupa beban latihan yang cukup berat, yaitu di atas dari beban latihan yang biasa diterimanya. Andi Suhendro (1999: 3.7) menyatakan, “Seorang atlet tidak akan meningkat prestasinya apabila dalam latihan mengabaikan prinsip beban lebih”. Sedangkan Rusli Lutan dkk. (1992: 95) berpendapat:

Setiap bentuk latihan untuk keterampilan teknik, taktik, fisik dan mental sekalipun harus berpedoman pada prinsip beban lebih. Kalau beban latihan terlalu ringan, artinya di bawah kemampuannya, maka berapa lama pun atlet berlatih, betapa sering pun dia berlatih atau sampai bagaimana capek pun dia mengulang-ulang latihan itu, prestasinya tidak akan meningkat.

Berdasarkan dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, prinsip beban lebih bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kemampuan tubuh. Pembebanan latihan yang lebih berat dari sebelumnya akan merangsang tubuh untuk beradaptasi dengan beban tersebut, sehingga kemampuan tubuh akan meningkat. Kemampuan tubuh yang meningkat mempunyai peluang untuk mencapai prestasi yang lebih baik.

Salah satu hal yang harus tetap diperhatikan dalam peningkatan beban latihan harus tetap berada di atas ambang rangsang latihan. Beban latihan yang terlalu berat tidak akan meningkatkan kemampuan atlet, tetapi justru sebaliknya yaitu kemunduran kemampuan kondisi fisik atau dapat mengakibatkan atlet menjadi sakit.

3) Prinsip Interval

Interval atau istirahat merupakan bagian penting dalam latihan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kondisi atlet. Berkaitan dengan prinsip interval Sudjarwo (1993: 22) menyatakan, “Latihan secara interval adalah merupakan

(40)

commit to user

serentetan latihan yang diselingi dengan istirahat tertentu(interval). Faktor istirahat (interval haruslah diperhatikan setelah jasmani melakukan kerja berat akibat latihan.”

Istirahat atau interval merupakan factor yang harus diperhatikan dalam latihan. Kelelahan akibat dari latihan harus diberi istirahat. Dengan istirahat akan memulihkan kondisi atlet, sehingga untuk melakukan latihan berikutnya kondisinya akan lebih baik.

4) Prinsip Penekanan Beban (Stress)

Pemberian beban latihan pada suatu saat harus dilaksanakan dengan tekanan yang berat atau bahkan dapat dikatakan membuat atalet stress. Penekanan beban latihan harus sampai menimbulkan kelelahan secara sungguh-sungguh, baik kelelahan local maupun kelelahan total jasmani dan rokhani atlet. Dengan waktu tertentu serta beban latihan dengan intensitas maksimal akan berakibat timbulnya kelelahan local yaitu otot-otot tertentu atau pun fungsi organisme. Kelelahan total disebabkan adanay beban latihan dengan volume yang besar, serta intensitasnya maksimal dengan waktu yang cukup lama. Prinsip penekanan beban (stress) diberikan guna meningkatkan kemampuan organisme, penggemblengan mental yang sangat diperlukan untuk menghadapi pertandingan-pertandingan.

5) Prinsip Makanan Baik

Makanan yang sehat dan baik sangat penting bagi seorang atlet. Makanan yang dikonsumsi atlet harus sesuai dengan tenaga yang diperlukan dalam latihan. Untuk menentukan jenis makanan yang harus dikonsumsi seorang atlet harus bekerjasama dengan ahli gizi. Sudjarwo (1993: 23) menyatakan, “Untuk seorang atlet diperlukan 25-35% lemak, 15% putih telur, 50-60% hidrat arang dan vitamin serta meniral lainnya”. Pentingnya peranan makanan yang baik untuk seorang atlet, maka harus diperhatikan agar kondisi atlet tetap terjaga, sehingga akan mendukung pencapaian prestasi yang maksimal.

(41)

commit to user

23

Pencapaian prestasi yang tinggi dibutuhkan latihan yang teratur dan

terprogram. Sudjarwo (1993: 23) menyatakan, “Kembali kepada sistematis dari latihan yang diberikan secara teratur dan ajeg serta dilaksanakan

sepanjang tahun tanpa berseling. Hal ini bukan berarti tidak ada istirahat sama sekali, ingat akan prinsip interval”.

Sistematis suatu latihan sepanjang tahun akan diketahui melalui periode-periode latihan. Oleh karena itu, latihan sepanjang tahun harus dijabarkan dalam periode-periode latihan. Melalui penjabaran dalam periode-periode latihan, maka tujuan kan lebih fokus, sehingga prestasi yang tinggi dapat dicapai.

c. Komponen-Komponen Latihan

Aktivitas fisik yang dilakukan seseorang berpengaruh terhadap kondisi fisiologis, anatomis, biokimia dan psikologis. Efisiensi dari suatu kegiatan merupakan akibat dari waktu yang dipakai, jarak yang ditempuh dan jumlah pengulangan (volume), beban dan kecepatannya intensitas, serta frekuensi penampilan (densitas). Menurut Depdiknas. (2000: 105) bahwa, “Dalam proses latihan yang efisien dan efektifitas dipengaruhi: (1) volume latihan, (2) intensitas latihan, (3) densitas latihan dan (4) kompleksitas latihan”.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, komponen latihan mencakup empat macam yaitu volume latihan, intensitas latihan, densitas latihan dan

kompleksitas latihan. Latihan akan mencapai hasil yang efektif dan waktunya lebih efisien jika komponen-komponen latihan diperhatikan dengan baik dan benar. Untuk lebih jelasnya komponen-komponen latihan dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut :

1) Volume Latihan

Volume latihan merupakan syarat yang sangat penting untuk mencapai kemampuan fisik yang yang lebih baik. Menurut Andi Suhendro (1999: 3.17) bahwa, “Volume latihan adalah ukuran yang menunjukkan jumlah atau

kuantitas derajat besarnya suatu rangsang yang dapat ditujukan dengan jumlah repetisi, seri atau set dan panjang jarak yang ditempuh”. Sedangkan

Depdiknas (2000: 106) menyatakan, “Unsur-unsur latihan meliputi: (1) waktu atau lama latihan, (2) jarak tempuh atau berat beban yang diangkut setiap waktu dan (3) jumlah ulangan latihan atau unsur teknik yang dilakukan dalam waktu tertentu”.

Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan bahwa, volume latihan mencerminkan kuantitas atau banyaknya latihan yang dilakukan pada saat latihan. Untuk meningkatkan kemampuan fisik, maka volume latihan harus ditingkatkan secara berangsur-angsur (progresif). Peningkatan beban latihan harus disesuaikan dengan perkembangan yang dicapai. Hal ini karena,

(42)

commit to user

semakin tinggi kemampuan seseorang makin besar volume latihannya, karena terdapat korelasi antara volume latihan dan prestasi.

2) Intensitas Latihan

Intensitas latihan merupakan komponen kualitas latihan yang mengacu pada jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu unit waktu tertentu. Semakin banyak kerja yang dilakukan, semakin tinggi intensitasnya. Suharno HP. (1993: 31) menyatakan, “Intensitas adalah takaran yang menunjukkan kadar atau tingkatan pengeluaran energi atlet dalam aktivitas jasmani baik dalam latihan maupun pertandingan”.

Intensitas latihan tercermin dari kuatnya stimuli (rangsangan) syaraf dalam latihan. Kuatnya rangsangan tergantung dari beban, kecepatan gerakan dan variasi interval atau istirahat antar ulangan. Antara intensitas latihan dan volume latihan sulit untuk dipisahkan, karena latihan selalu mengkaitkan antara kuantitas dan kualitas latihan. Untuk mencapai hasil latihan yang baik, maka intensitas latihan yang diberikan tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Intensitas suatu latihan yang tidak memadai atau terlalu rendah, maka pengaruh latihan yang ditimbulkan sangat kecil bahkan tidak ada sama sekali. Sebaliknya bila intensitas latihan terlalu tinggi dapat menimbulkan cidera.

3) Densitas Latihan

Densitas merupakan frekuensi (kekerapan) dala melakukan serangkaian stimuli (rangsangan) harus dilakukan dalam setiap unit waktu dalam latihan. Dalam hal ini Andi Suhendro (1999: 3.24) menyatakan, “Density merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kepadatan suatu latihan yang dilakukan”.

Densitas menunjukkan hubungan yang dicerminkan dalam waktu antara aktifitas dan pemulihan (recovery) dalam latihan. Ketepatan densitas dinilai berdasarkan perimbangan antara aktivitas dan pemulihan. Perimbangan ini berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan seseorang. Lama waktu isntirahat atau interval antar aktivitas tergantung pada berbagai faktor antar alain: intensitas latihan, status kemampuan peserta, fase latihan, serta kemampuan spesifik yang

(43)

commit to user

25

ditingkatkan. Berkaitan dengan densitas latihan Depdiknas (2000: 107) berpendapat:

4) Kompleksitas Latihan

Kompleksitas dikaitan pada kerumitan bentuk latihan yang dilaksanakan dalam latihan. Hal ini sesuai penapat Depdiknas (2000: 108) bahwa, “Kompleksitas latihan menunjukkann tingkat keragaman unsur yang dilakukan dalam latihan”. Kompleksitas dari suatu keterampilan membutuhkan koordinasi, dapat menjadi penyebab penting dalam menambah intensitas latihan. Keterampilan teknik yang rumit atau sulit, mungkin akan menimbulkan permasalahan dan akhirnya akan menyebabkan tekanan tambahan terhadap otot, khususnya selama tahap dimana koordinasi syaraf otot berada dalam keadaan lemah. Suatu gambaran kelompok individual terhadap keterampilan yang kompleks, dapat membedakan dengan cepat mana yang memiliki koordinasi yang baik dan yang jelek. Seperti dikemukakan Astrand dan Rodahl dalam Bompa (1983: 28) “Semakin sulit bentuk latihan semakin besar juga perbedaan individual serta efisiensi mekanismenya”.

3. Metode Latihan Acceleration Sprint

a. Pengertian Acceleration Sprint

Metode latihan acceleration sprint merupakan bentuk latihan kecepatan yang dilakukan dari lari pelan (jogging) dilanjutkan dengan lari kecepatan maksimal dan diakhiri dengan jalan atau pemulihan. Berkaitan dengan accleration

sprint Andi Suhendro (2007: 4.29) menyatakan, “Acceleration sprint dilakukan

dengan cara dimulai dari pelan dan ditingkatkan kecepatannya sampai kecepatan penuh. Latihan dapat dimulai dengan jogging 50 meter, sprint penuh 50 meter, kemudian diselingi dengan jalan 50 meter dan cara ini diulangi lagi dengan selingan istirahat penuh”. Menurut Fox (1984: 431) bahwa, “Accleration sprint merupakan latihan kecepatan dengan pertambahan secara bertahap dalam kecepatan lari dari jogging menuju striding, kemudian dilanjutkan dengan

(44)

commit to user

sprinting dalam jarak 50-120 yard. Prosentase pengembangan sistem energi akibat

latihan ini meliputi ATP-PC 90%, LA & O2 5% dan O2 5%”.

Berdasarkan dua pendepat tersebut dapat disimpulkan bahwa, acceleration

sprint merupakan latihan kecepatan yang diawali dari jogging, lari dengan

langkah panjang, kecepatan penuh dan dilanjutkan dengan berjalan yang telah diatur jaraknya masing-masing. Metode latihan acceleration sprint akan bermanfaat terhadap peningkatan kecepatan lari dan unsur lainnya. Andi Suhendro (2007: 4.29) menyatakan, “Metode latihan acceleration sprint dapat mengembangkan kecepatan 90%, kekuatan otot, daya tahan aerobik 5%, daya tahan anaerobik 5% dan peningkatan sistem ATP-PC”.

b. Pelaksanaan Metode Latihan Acceleration Sprint

Metode latihan accleration sprint merupakan latihan kecepatan yang dilakukan secara berkesinambungan dari lari pelan (jogging), lari dengan langkah panjang, lari dengan kecepatan penuh dan diakhiri dengan jalan yang diatur jaraknya masing-masing. Dari rangkaian gerakan tersebut, kemudian dilakukan istirahat atau recovery secara penuh. Istirihat penuh tersebut dimaksudkan agar siap kembali untuk melakukan latihan berikutnya.

Pelaksanaan metode latihan acceleration sprint yaitu: guru membagi jarak masing-masing dari gerakan acceleration sprint. Pada lari pelan (jogging) sepanjang 50 meter, lari langkah panjang 50 meter, lari kecepatan penuh 50 meter dan jalan 50 meter. Selanjutnya guru mendemonstrasikan gerakan acceleration

sprint.

Pada metode latihan acceleration sprint membutuhkan peningkatan sedikit demi sedikit, dari lari pelan (jogging), ke langkah panjang (striding), lari dengan kecepatan penuh dan berjalan. Pada metode latihan ini dapat dikontrol waktu dan jarak. Pada metode latihan ini atlit dianjurkan sedikit demi sedikit meningkatkan percepatannya sampai mencapai kecepatan penuh. Andi Suhendro (2007: 4.30) menyatakan, “Pada metode acceleration sprint kecepatan harus dipertahankan selama 5 sampai 15 detik atau kalau jarak yang dikontrol kira-kira 50 sampai 100

(45)

commit to user

27

meter, kemudian bernagsur-angsur mengurangi kecepatannya sampai menjadi langkah yang ringan”.

Berikut ini disajikan ilustrasi metode latihan acceleration sprint sebagai berikut:

Start 50 meter jogging 50 m striding 50 m sprint 50 m jalan

Gambar 7. Ilustrasi Metode Latihan Accleration Sprint (Andi Suhendro, 2007: 4.30)

4. Metode Latihan Sprint Training a. Pengertian Sprint Training

Sprint training merupakan latihan kecepatan yang dilakukan secara

berulang-ulang. Fox (1984: 431) menyatakan, “Sprint training adalah lari berulang-ulang dalam kecepatan maksimal dengan pemulihan sempurna di antara pengulangan-pengulangan. Latihan kondisai fisik ini mengembangkan sistem energi ATP-PC sebesar 90%, LA & O2 4%”. Menurut Smith (1983) yang dikutip

Andi Suhendro (2007: 4.27) menyatakan, “Latihan pengulangan lari cepat adalah lari cepat berulang-ulang menempuh jarak 50-60 meter dengan kecepatan maksimal diselingi dengan istirahat sempurna di antara ulangan yang dilakukan”.

Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, metode

sprint training merupakan latihan kecepatan dengan menempuh jarak antara 50-60

meter dengan kecepatan maksimal dan diselingi recovery atau istirahat secara sempurna. Istirahat ini dimaksudkan agar pelaksanaan latihan berikutnya dapat dilakukan dengan baik dalam kondisi yang pulih (tidak kelelahan). Hal terpenting dan harus diperhatikan dalam metode latihan sprint training yaitu harus diatur jaraknya, waktu istirahat dan jumlah ulangan. Pyke ed. (1980) yang dikutip Andi Suhendro (2007: 4.27) menyatakan,

Prinsip-prinsip latihan pengulangan lari cepat adalah: 1) Lama kerja 0- 15 detik.

Gambar

Grafik   1. Nilai   Rata - Rata   Kemampuan   Lari   Cepat   100   Meter                   Berdasarkan  Tiap  Kelompok Perlakuan dan Tingkat Motor                   Ability……………………………………………………….
Gambar 1. Kontribusi Setiap Panjang Langkah Pelari  (Yoyo Bahgia dkk., 2000: 12)
Gambar 2. Faktor-Faktor Dasar Lari                            (Yoyo Bahagia dkk., 2000: 15) Waktu Lari Jarak Rata-Rata Kecepatan Panjang Langkah  Frekuensi langkah
Gambar 3. Posisi Aba-Aba Bersedia                  (Soegito dkk., 1993: 99)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal itu dapat dibuktikan dengan telah adanya mesin digital printing dengan teknologi canggih, seperti mesin multifungsi copier dan print based, mesin pemindai

Dalam masyarakat industri, karena ada kemajuan di bidang pendidikan, maka ibu tidak lagi mengurus rumah saja, tetapi sebagai partner yang tidak tergantung sama

Setelah mempelajari arsip menurut kata, asal usul dari beberapa sumber diatas, maka dapat disimpulkan bahwa arsip adalah kumpulan data/warkat/surat/naskah berupa

[r]

Banyuasin Tahun Anggaran 2014, berdasarkan Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung Nomor.. 10.06/PP.I/Disbun-03/2014 Tanggal 8 Juli 2014 dan Surat Penetapan Penyedia

Berdasarkan beberapa konsep men- genai perbedaan harapan yang disebabkan oleh perbedaan peran pria dan wanita yang dibedakan satu sama lain didasari pada pen- dapat Brannon

Kemampuan pengelola perpustakaan yang memiliki dua pekerjaan dalam rangka membantu pemustaka ketika mengalami kesulitan dalam melakukan penelusuran informasi atau

Untuk pemesanan plafon pada Theasa Plafon Lubuklinggau saat ini masih dilakukan secara manual yaitu customer harus datang langsung ketempat untuk memesan produk