• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN ECPAT INDONESIA DALAM MENANGGULANGI PERDAGANGAN ANAK (CHILD TRAFFICKING) DI SUMATERA UTARA. Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERAN ECPAT INDONESIA DALAM MENANGGULANGI PERDAGANGAN ANAK (CHILD TRAFFICKING) DI SUMATERA UTARA. Skripsi"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

WINANDA YANI NIM. 170200502

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)

NIM : 170200502

DEPARTEMEN : HUKUM INTERNASIONAL

JUDUL SKRIPSI :.PERAN ECPAT INDONESIA DALAM ..

MENANGGULANGI PERDAGANGAN ANAK (CHILD TRAFFICKING) DI SUMATERA UTARA

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi yang saya tulis adalah benar dan tidak merupakan tiruan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah tiruan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Februari 2021

Winanda Yani Nim. 170200502

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada kita semua dan tak lupa nikmat kesehatan dan kesempatan yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “PERAN ECPAT INDONESIA DALAM MENANGGULANGI PERDAGANGAN ANAK (CHILD TRAFFICKING) DI SUMATERA UTARA”. Tidak lupa sholawat beriring salam penulis hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman kebodohan menuju zaman yang kaya akan ilmu seperti sekarang ini. Tujuan dari penulisan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan serta tantangan dalam proses pengerjaan skripsi ini, karena begitu banyak hal yang terjadi diluar dari yang terfikirkan oleh penulis.

Banyaknya cobaan ketika ditenggelamkan rasa malas, tantangan ketika harus berlomba dengan waktu, rintangan terjatuh dalam keterpurukan kondisi tubuh, pergumulan ketika harus memulai dan terus harus memperbaiki yang salah menjadi lebih baik, serta ketika harus berduka dengan rasa senang berubah jadi sedih. Untuk itu penulis sangat menerima kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak agar kelak penulis dapat lebih baik dalam penyusunan karya ilmiah lainnya. Dalam penyusunan skripsi ini penulis sangat banyak mendapat bantuan serta dukungan dari berbagai pihak yang sangat membantu penulis sehingga

(5)

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. O.K, Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Bapak Dr. Sutiarnoto MS, SH., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Ibu Dr. Chairul Bariah, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan banyak masukan serta bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

9. Ibu Dr. Rosmalinda, S.H., LL.M. selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan banyak waktu dengan sepenuh hati membimbing serta membantu penyempurnaan skripsi ini;

(6)

iii

10. Kepada seluruh dosen, staff administrasi dan pegawai yang telah memberikan ilmu dan arahan kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

11. Kepada orang tua saya tercinta yaitu Ayahanda Darwin Harahap dan Ibunda Dewi Novrianty yang memberikan kasih sayang dan cintanya kepada penulis serta dukungan dan doa yang luar biasa sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dengan baik;

12. Kepada adik-adik saya Mawar Ridhatul Istiqlalia, Adella Fauzi, dan Suci;

13. Kepada Ahmad Ghali Fida Nasution yang selalu memberikan semangat;

14. Teman-teman dari Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) yang telah dikenal dan mengenal Penulis dari awal pendidikan hingga akhir;

15. Kepada sahabat-sahabatku tersayang isil, aca, icak, imo, rafdi, kansa, sila, putri, serta pengikut buna cison, cinay, lerry, adventy, angel, azmi, flo, mona;

16. Seluruh rekan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu.

Demikian skripsi ini penulis buat agar dapat bermanfaat bagi pembaca dan semoga skripsi ini dapat menambah wawasan pengetahuan bagi kita semua.

Amin;

Medan, Februari 2021 Penulis,

Winanda Yani

(7)

iv

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

Tabel 1 Tujuan Strategis ECPAT Indonesia 2014-2016 (ECPAT Indonesia,

….…...2018) ... 65 Tabel 2 Data Profil Anak Indonesia di 10 Provinsi yang Memiliki Angka

……...Pekerja Anak di Atas Rata-Rata Nasional Pada Tahun 2019 ... 91 Tabel 3..Tren Kasus Eksploitasi Seksual Anak (ESA) Tahun 2018 ... 94

(8)

vii

ABSTRAK Winanda Yani1

Dr. Chairul Bariah, SH., M.Hum2 Dr.Rosmalinda, S.H., LL.M3

Skripsi ini membahas tentang peran ECPAT dalam menanggulangi perdagangan anak (Child Trafficking) di Sumatera Utara. Banyaknya sumber daya manusia yang diperdagangkan disebabkan oleh beberapa faktor yakni hubungan keluarga yang kurang harmonis (broken home), hamil diluar pernikahan, masalah ekonomi keluarga (kemiskinan) serta berkembangnya sektor pariwisata. Adapun masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimana bentuk pelanggaran perdagangan anak di wilayah Sumatera Utara, (2) Bagaimana peranan ECPAT Indonesia terhadap pelanggaran perdagangan anak, (3) Bagaimana proses dan kendala ECPAT Indonesia menangani pengembalian anak yang mengalami perdagangan anak di wilayah Sumatera Utara. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi pustakaan seperti Konvensi Hak Anak (KHA) dan wawancara seperti kepada kordinator ECPAT Indonesia.

Adapun temuan penelitian (1) perdagangan anak di Indonesia tidak jauh berbeda dengan bentuk perdagangan anak di dunia, bentuk perdagangan anak di Sumatera Utara adalah pelacuran berbeda dengan Cina bentuk perdagangan anak berupa perkawinan paksa, (2) ECPAT hanya menjalani tiga peran utama dari empat peran yang telah dijelaskan oleh Boussard yaitu ECPAT sebagai Agenda Setter, Educator dan Counterpart, (3) ECPAT mengalami permasalahan dalam pengembalian anak di wilayah Sumatera Utara karena ECPAT tidak terjun langsung sehingga mebutuhkan lembaga perlindungan anak yang berada di Medan. Berdasarkan dari hasil kajian disimpulkan bahwa: (1) Bentuk pelanggaran perdagangan anak di wilayah Sumatera Utara adalah pelacuran seiring dengan perkembangan sektor pariwisata, (2) Dalam pelanggaran perdagangan anak ECPAT Indonesia berperan sebagai agenda Setter, educator, counterparts, (3) ECPAT Indonesia dalam menangani pengembalian anak yang diperdagangkan di wilayah Sumatera Utara memiliki proses dan kendala yaitu masih belum terjun langsung dalam menangani perdagangan anak.

Kata Kunci: Perdagangan anak, ECPAT Indonesia, Sumatera Utara.

1 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2 Dosen Pembimbing I

3 Dosen Pembimbing II

(9)

vi DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR TABEL... iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian... 10

E. Tinjauan Kepustakaan ... 12

F. Metode Penelitian ... 17

G. Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II BENTUK PERDAGANGAN ANAK DI WILAYAH SUMATERA UTARA... 22

A. Sejarah Perdagangan Anak... 22

B. Bentuk Praktek Aktivitas Perdagangan Anak di Sumatera Utara ... 41

C. Faktor Penyebab Perdagangan Anak Terjadi di Indonesia... 45

D. Dampak Aktivitas Perdagangan Anak ... 58

BAB III PERANAN ECPAT INDONESIA TERHADAP PERDAGANGAN ANAK ... 61

A. Pengertian dan Sejarah ECPAT Indonesia ... 61

B. Tujuan ECPAT Indonesia... 64

(10)

vii

C. Instrumen Hukum ECPAT ... 68

D. Organisasi ECPAT di Indonesia ... 71

BAB IV PROSES DAN KENDALA ECPAT INDONESIA MENANGANI PENGEMBALIAN ANAK YANG MENGALAMI PERDAGANGAN ANAK DI WILAYAH SUMATERA UTARA ... 81

A. Kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat ... 81

B. Proses Pengembalian Anak Korban Perdagangan ... 84

C. Kendala ECPAT Indonesia Dalam Menangani Perdagangan Anak... 86

D. Analisa Penyebab Terjadinya Kasus Perdagangan Anak di Wilayah Sumatera Utara ... 87

BAB V PENUTUP ... 98

A. Kesimpulan... 98

B. Saran ... 99 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Anak merupakan generasi penerus bangsa dan merupakan aset yang sangat berharga di dunia. Menurut Konvensi Hak Anak Pasal 1 yang dimaksud dengan Anak adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang menetapkan usia dewasa dicapai lebih. Maka dari itu tindakan seksual yang dilakukan pada anak di bawah 18 tahun merupakan suatu kejahatan dan harus segera ditangani.4

Eksploitasi seksual komersial anak (ESKA) merupakan sebuah pelanggaran berat terhadap hak-hak anak dan merupakan sebuah penghinaan terhadap martabat kolektif kita. Deklarasi dan Agenda Aksi untuk Menentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak mendefinisikan ESKA sebagai “kekerasan seksual oleh orang dewasa dan pemberian imbalan dalam bentuk uang tunai atau barang terhadap anak, atau orang 1 ketiga, atau orang -orang lainnya”.5

Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) merupakan salah satu bentuk lain dari perdagangan manusia yang merupakan sebuah pelanggaran berat terhadap hak-hak anak dimana anak diperlakukan sebagai sebuah objek seksual dan sebagai objek komersial dengan menggunakan pemaksaan dan kekerasan yang mengarah pada bentuk-bentuk kerja paksa serta perbudakan modern.

UNICEF memperkirakan lebih dari 2 juta anak menjadi korban ESKA setiap

4 Yohanes Benedicktus Meninu Nalele, “Peran End Child Prostitution, Child Pornography And Trafficking Of Children For Sexual Purposes (Ecpat) Dalam Mengatasi Eksploitasi Seksual Komersil Anak (Eska) di Indonesia (2011–2015)”, https://core.ac.uk/download/pdf/288296296.pdf, diakses pada tanggaal 26 Mei 2021, pukul 20.00 WIB.

5 Ibid.

(12)

2

tahunnya. Anak-anak korban ESKA mengalami berbagai dampak emosional, psikologis dan fisik yang berat.6 Era globalisasi saat ini juga mempengaruhi dinamika dalam dunia Hubungan Internasional. Isu-isu yang berkembang bukan hanya mengenai perang dan perbatasan saja, namun isu low politics.7 Kesehatan, HAM, kesejahteraan, kelaparan dan lainnya yang berhubungan dengan kemanusiaan lebih menarik untuk di perhatikan, salah satunya adalah Eksploitasi Seksual Komersil Anak. Human trafficking khususnya yang berkaitan dengan anak-anak, merupakan bisnis terbesar ketiga setelah drug trafficking dan trafficking in weapons. Human trafficking merupakan bisnis yang menguntungkan, karena “low risk, expendable, reuseable and resellable”.8

Perdagangan manusia di Indonesia bukan suatu kejahatan yang baru, saat ini perdagangan manusia atau human trafficking di wilayah Sumatera Utara jumlahnya semakin meningkat. Perdagangan anak atau child trafficking sendiri merupakan salah satu bentuk dari perdagangan manusia atau human trafficking yang mana menurut artikel 3 (a) protokol PBB tahun 2000 didefiniskan sebagai:

tindak perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang dengan cara ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk lain dari paksaan dari penculikan atau penipuan dari penyalahgunaan kekuasaan dari kerentanan atau dari pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mencapai persetujuan bagi seseorang untuk memiliki kuasa atau mengendalikan orang lain untuk tujuan eksploitasi. Indonesia dianggap sebagai Negara sumber dan tujuan untuk perdagangan manusia serta merupakan tujuan

6 Ibid.

7 Ibid.

8 Ibid.

(13)

wisatawan dan pariwisata seks terjadi di beberapa daerah. Sejumlah resor wisata juga menjadi tujuan utama untuk anak-anak yang diperdagangkan dan menjadi terkenal karena pariwisata seks anak. Selama enam tahun belakangan, Indonesia telah terpengaruh oleh beberapa bencana alam seperti tsunami di tahun 2004 dan gempa bumi berkekuatan besar di tahun 2005, 2006, dan 2009. Salah satu akibat dari bencana-bencana alam ini adalah kerentanan yang lebih tinggi dari korban anak-anak yang selamat untuk eksploitasi seksual komersial.9 Eksploitasi meliputi eksploitasi dari prostitusi dalam bentuk eksploitasi seksual, kerja paksa, perbudakan atau praktik yang sama dengan perbudakan atau penjualan organ.10

Diperkirakan terdapat 40,000 sampai 70,000 anak-anak korban ekploitasi seksual di seluruh Indonesia dan 21,000 dari mereka diperkirakan terlibat praktek prostitusi di Pulau Jawa saja. Faktor-faktor lain telah berkontribusi terhadap keadaan ini, diantaranya adalah kemiskinan dan minimnya kesempatan ekonomi, tetapi juga lemahnya pelaksanaan aksi perlindungan anak, khususnya di tingkatan provinsi adanya pariwisata seksual anak-anak, terutama di Bali dan Batam, praktek anak-anak perempuan yang dipaksa untuk melakukan prostitusi akibat jeratan hutang atau kegagalan pernikahan yang dilakukan di usia dini antara usia 10 sampai 14 tahun.11

9 Manida Naebklang, “Pemantauan Global Status Aksi Menentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak”, (Jakarta: ECPAT affiliate group Indonesia, 2011), hal. 10.

10 KOMPAS.com, “Menyikapi Perdagangan Manusia”, https://nasional.kompas.com/ rea d/2017/03/29/19382151/menyikapi.perdagangan.manusia?page=all, diakses pada 22 Apri 2021l pukul 02.00 WIB

11 Op. Cit, hal. 11

(14)

4

Menurut data paling akurat yang tersedia di tahun 2008, 24% wanita di Indonesia, usia 20 sampai 24 tahun, telah menikah sebelum umur mereka 18 tahun. Menurut Badan PBB untuk anak-anak (UNICEF), prostitusi anak-anak terjadi di berbagai macam tempat termasuk rumah bordil, tempat karaoke, panti pijat dan mal.12

Telah dilaporkan bahwa sebagian korban prostitusi anak diperlakukan seperti penjahat dan dihukum untuk pelanggaran prostitusi oleh aparat penegak hukum. Karena sifat kerahasiaan perdagangan manusia, dan kurangnya keseragaman dalam metode pengumpulan data antara instansi pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat, sulit untuk memperoleh data yang akurat tentang masalah ini. Namun, menurut data tahun 2003 dari Organisasi Perburuhan Internasional, diperkirakan 100,000 wanita dan anak-anak telah diperdagangkan setiap tahunnya di Indonesia. Pada tahun 2007 saja, Komisi Perlindungan Anak Indonesia mencatat terdapat lebih dari 2000 kasus perdagangan anak-anak di Indonesia. Sebagian besar kasus ini terjadi di Batam (400 kasus), diikuti dengan Indramayu, Sukoharjo dan Jakarta. Lembaga Wanita, yang berpusat di Jawa Barat, melaporkan bawah 43,5% dari korban perdagangan masih berumur sangat muda yaitu 14 tahun (walaupun sebagian besar dari mereka yang terlibat berusia 17 tahun).13

Perempuan dan wanita Indonesia diperdagangkan untuk tujuan seksual kepada negara Malaysia dan Singapura dan juga ke Hongkong. Dilaporkan juga bahwa wanita-wanita dari Cina, Thailand, dan Eropa Timur diperdagangkan di

12 Ibid.

13 Ibid.

(15)

Indonesia untuk tujuan seksual, tidak jelas batasan usia anak-anak yang terlibat.

Pada tahun 2008, dilaporkan bahwa tren baru dalam perdagangan melibatkan anak-anak perempuan (beberapa di usia semua 13 tahun) yang diperdagangkan ke area pembalakan ilegal. Kalimantan Barat dikenal sebagai area dimana perempuan untuk masuk ke area pelacuran didekat tambang emas dan bisnis penebangan ilegal.14

Pengertian diatas tidak menekankan pada perekrutan dan pengiriman yang menentukan suatu perbuatan tersebut adalah tindak pidana perdagangan orang, tetapi juga kondisi eksploitasi terkait kedalam mana orang diperdagangkan.15

Trafficking juga merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM, karena hak-hak seseorang diambil secara paksa, seperti hak untuk hidup, merdeka, hak untuk tidak disiksa, hak atas kebebasan bergerak, hak untuk tidak diperbudak, dalam hal ini trafficking dapat digolongkan sebagai perbudakan modern. Rata-rata usia yang diperdagangkan merupakan anak-anak yang berusia 13-17 tahun, banyak faktor yang menyebabkan terjadinya child trafficking di wilayah Sumatera Utara, seperti hubungan keluarga yang kurang harmonis (broken home), hamil diluar pernikahan, masalah ekonomi keluarga (kemiskinan) serta berkembangnya sektor pariwisata.

Catatan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) menunjukkan jumlah anak yang diperdagangkan untuk kepentingan pelacuran mengalami pasang surut setiap tahunnya. Artinya, jumlah yang terungkap oleh media massa berbeda-beda dan jumlah yang sebenanarnya jauh lebih besar dari pada yang

14 Ibid, hal. 12

15 Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 21.

(16)

6

dilaporkan oleh media massa.16 Namun fakta anak yang diperdagangkan untuk kepentingan pelacuran sungguh satu realita yang tidak terbantahkan lagi. Sebagian besar anak-anak ini dijual ke Dumai dan Tanjung Balai Karimun, Malaysia dan Singapura.17

Kasus paling aktual dari perdagangan anak di Sumatera Utara adalah dipulangkannya 14 anak dan perempuan yang dilacurkan di Malaysia pada Juli 2006. Pemulangan ini dilakukan oleh pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur. Kasus itu terungkap karena tertangkapna pelaku perdagangan anak di Medan oleh Polda Sumatera Utara. Selanjutnya pihak Polda Sumatera Utara melakukan korniasi dengan KBRI dan selanjutnya KBRI melaporkan kepada pihak kepolisian Malaysia. Dalam waktu singkat kepolisian Malaysia menggrebek satu lokasi pennyekapan perempuan asal Indonesia tersebut.18

Penanganan kasus perdagangan anak di Sumatera Utara sudah menunjukkan keseriusan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini bisa terlihat dari jumlah kasus yang ditangani oleh jajaran Polda Sumatera Utara yang sampai dengan akhir 2005 mencapai 12 kasus tindak pidana trafficking.

Dengan demikian Polda Sumut telah menyelamatkan puluhan anak perempuan dari para sindikat.19

16 Ahmad Sofian, ”Menggagas Model Perdagangan Anak di Sumatera Utara”, ISSN:

0853 0262, tahun 2006, hal. 159.

17 Ibid.

18 Ibid.

19 Ibid.

(17)

Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) kemudian menelusuri lebih lanjut fakta-fakta trafficking yang ditandatangani oleh pihak kepolisian, kejaksaan, dan pengendalian dalam kurun waktu 1999 hingga 2005. Fakta ini diperoleh dari pengalaman penanganan kasus dan juga dari media massa yang mengungkap kasus yang ditangani tersebut. Berdasarkan hal tersebut pada kurun waktu 1999-2005 PKPA menemukan 185 kasus perdagangan yang berhasil diungkap. Namun dari jumlah tersebut hanya 39 kasus (21.08 persen) yang diproses sampai dengan putusan pengadilan. Penyelesaian pada tingkat kepolisian alias “damai” ternyata mendapat porsi yang besar untuk masalah perdagangan anak ini, yaitu mencapai 104 kasus.20

Dari jumlah kasus tersebut yang terungkap relative lebih kecil dibandingkan dengan fakta yang sebenarnya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kasus yang tidak terekspos oleh media massa atau hanya pada tingkat keluarga.

Banyak orang tu/keluarga korban yang beranggapan bahwa kasus ini merupakan aib keluarga sehingga tidak perlu diketahui oleh orang lain.21

Para korban trafficking di wilayah Sumatera Utara sering tidak menyadari bahwa mereka merupakan korban kejahatan perdagangan manusia, hal tersebut terjadi atas dasar keinginan mendapatkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga mereka mudah terjebak dalam dunia trafficking. Modus yang dilakukan oknum-oknum semakin bervariasi, mulai dari ajakan secara langsung dari kerabat, teman, hingga jejaring sosial seperti facebook, twitter dan whatsapp.

20 Ibid, hal. 160.

21 Ibid.

(18)

8

Dengan berbagai aktivitas di media sosial itulah menyebabkan kerentanan bagi remaja untuk terjerumus dalam lingkaran perdagangan orang.22

Maka untuk mencegah terjadinya korban trafficking semakin meningkat perlu adanya perlindungan, namun program dari pemerintah Indonesia belum cukup membantu menurunkan kasus child trafficking yang terjadi di Indonesia termasuk di wilayah Sumatera Utara. Permasalahan child trafficking merupakan suatu permasalahan yang kompleks dan tidak dapat diselesaikan sendiri oleh sebuah negara dengan mudah, dengan adanya bantuan atau kerjasama dari berbagai elemen atau aktor internasional lainnya tentu mempermudah dalam mengurangi child trafficking. Munculnya ECPAT Indonesia adalah jaringan nasional dari dua puluh dua organisasi anggota dan dua individu di 11 provinsi, bekerja sama untuk menghapuskan prostitusi, pornografi, dan perdagangan anak untuk tujuan seksual di Indonesia.23 Jaringan ini dimulai tahun 2000 oleh sejumlah profesional dan organisasi yang berkomitmen untuk bekerja sama melawan eksploitasi seksual anak.24

ECPAT merupakan organisasi internasional berupa Multinational Corporations (MNCs), Intergovernmental Organisations (IGOs), Nongovernmental Organisations (NGOs). ECPAT juga telah memenuhi tiga kriteria untuk menjadi sebuah organisasi internasional, yaitu (1) Keanggotaan, suatu organisasi internasional harus memiliki anggota setidaknya dua negara

22 Dian Sukma Purwanegara, “Penyidikan Tindak Pidana Perdagangan Orang melalui media sosial Investigation of human trafficking through social media”, Jurnal Sosiologi Dialektika Vol. 15, No. 2, 2020, hal. 2.

23 ECPAT Indonesia, Kami bekerja untuk menghapuskan prostitusi, pornografi, dan perdagangan anak untuk tujuan seksual di Indonesia, https://ecpatindonesia.org/tentang-kami/, diakses pada 22 April 2021 pukul 02.30 WIB.

24 Ibid.

(19)

berdaulat, walaupun keanggotaan organisasi internasional tidak dibatasi namun harus merupakan perwakilan resmi negara. (2) Wujud, yang mana dengan adanya ujud pembentukan ini dapat mendorong pencapaian kepentingan bersama di antara para anggota. (3) Struktur formal, untuk keberlanjutan dari pembentukan organisasi internasional tersebut yang kemudian diimplementasikan ke dalam perjanjian ataupun dokumen konstituen.25

ECPAT Indonesia berkerjasama dengan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memiliki bidang kajian tertentu dan bergerak di bidang permasalahan tertentu. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang dimaksud adalah bidang perlindungan anak. Lembaga Swadaya Masyarakat bidang perlindungan anak muncul sebagai mitra pemerintah dalam menangani permasalahan-permasalahan anak, sehingga pada akhirnya kerjasama tersebut diharapkan eksploitasi anak dapat ditanggulangi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan penelitian ini adalah:

1. Bagaimana bentuk perdagangan anak di wilayah Sumatera Utara?

2. Bagaimana peranan ECPAT Indonesia terhadap pelanggaran perdagangan anak?

3. Bagaimana proses dan kendala ECPAT Indonesia menangani pengembalian anak yang mengalami perdagangan di wilayah Sumatera Utara?

25 Calista Happy Andiani, “Peran ECPAT Indonesia dalam Menangani Kejahatan Pariwisata Seksual Terhadap Anak di DKI Jakarta” Journal of International Relations, Volume 5, Nomor 1, 2019, hal. 6.

(20)

10

C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian mengenai “Peran Ecpat Indonesia Dalam Menanggulangi Perdagangan Anak (Child Trafficking) di Sumatera Utara”

berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas yaitu:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk pelanggaran perdagangan anak di wilayah Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan peranan ECPAT Indonesia terhadap pelanggaran perdagangan anak.

3. Untuk mengetahui serta menjelaskan proses dan kendala ECPAT Indonesia menangani pengembalian anak yang mengalami perdagangan anak di wilayah Sumatera Utara

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan peran ECPAT Indonesia dalam menanggulangi perdagangan anak di wilayah Sumatera Utara, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk dijadikan bahan kepustakaan bagi penelitian selanjutnya dalam bidang yang sama.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membawa masyarakat, lembaga-lembaga pengawasan terkait untuk meningkatkan kontrol maupun pengawasan dalam menanggulangi perdagangan anak di wilayah Sumatera Utara.

(21)

D. Keaslian Penulisan

Keaslian penelitian yang berjudul “Peran Ecpat Indonesia Dalam Menanggulangi Perdagangan Anak (Child Trafficking) di Sumatera Utara” yang telah dilakukan penulis dalam penulisan skripsi ini merupakan hasil dari pemikiran penulis dari beberapa literatur, berupa buku-buku yang membahas tentang perdagangan anak yang dimiliki penulis, buku-buku yang ada di perpustakaan pusat Universitas Sumatera Utara, hasil wawancara serta dari hasil penelitian terdahulu.

Berdasarkan dengan keaslian judul skripsi ini, penulis melakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa tidak ditemukan judul yang sama, sehingga judul skrispsi ini belum pernah diteliti oleh orang lain di lingkungan Universitas Sumatera Utara dalam berbagai tingkat kesarjanaan.

Untuk menghindari kesamaan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis melakukan penelusuran pada kajian terdahulu. Berikut kajian terdahulu yang mengangkat topik yang hampir sama dengan topik yang penulis angkat dalam skripsi ini:

1. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, Pekanbaru Oktober 2014 yang disusun oleh Aisyah Fitri Yana dengan judul “Peran End Child Trafficking in Asian Tourim ECPAT dalam Menanggulangi Child Trafficking di Indonesia (2009-2012)”. Dalam penelitian ini, penulis hanya membahas child trafficking di Indonesia dan peran ECPAT dalam menanggulangi child trafficking di Indonesia. Peneliti menetapkan

(22)

12

penelitian ini dalam periode 2009 sampai 2012, karena dalam tahun itulah puncak kinerja ECPAT Indonesia dalam menanggulangi Child Trafficking di Indonesia.

2. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas, Diponegoro Semarang Mei 2018 yang disusun oleh Annaas Maulana Bagaskara dengan judul “Kerjasama Pemerintah Indonesia dan ECPAT Dalam Menangani Permasalahan Child Trafficking di Indonesia”. Dalam penelitian ini membahas kerjasama Pemerintah Indonesia dengan ECPAT sebagai organisasi yang bertujuan menghapus perdagangan anak dan eksploitasi seksual komersial anak sejak 2009 untuk mengetahui kondisi perdagangan anak di Indonesia, serta menguji berhasil atau tidaknya kerjasama tersebut menggunakan indikator seperti mutualitas kepentingan dan bayangan masa depan.

Dengan beberapa tulisan karya ilmiah di atas, sepanjang penelusuran penulis tidak ada kesamaan pokok pembahasan yang signifikan baik dari segi judul maupun pokok permasalahan yang dibahas, maka dapat dibuktikan bahwa skripsi ini murni dari hasil karya dan pemikiran penulis sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

E. Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan kepustakaan diperlukan untuk memudahkan penulis dalam menganalisa fenomena yang diteliti. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menjelaskan tentang ECPAT Indonesia dan perannya dalam menangani kasus di wilayah Indonesia, dengan melakukan studi kasus pada provinsi

(23)

Sumatera Utara yang menjadi rawan kasus perdagangan anak untuk menganalisa pokok masalah tersebut, peneliti menggunakan konsep ECPAT Indonesia sebagai Non Governmental Organization (NGO) dan konsep perdagangan anak di Indonesia.

ECPAT Indonesia sebagai Non Governmental Organization (NGO) merupakan organisasi yang didirikan oleh perorangan maupun kelompok yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Organisasi non pemerintah baik yang berhubungan dengan lingkungan, ekonomi, pembangunan dan HAM cenderung untuk menemukan tujuan umum mereka yaitu berjuang untuk “kesetaraan”, “harapan”,

“keadilan” dan “martabat manusia”.26

Menurut PBB NGO adalah Organisasi non profit kelompok sukarela yang diorganisir pada tingkat lokal, nasional ataupun internasional untuk mengatasi masalah-masalah dalam rangka mendukung kepentingan publik. Memiliki tugas- tugas dan terdiri dari orang-orang dengan kepentingan yang sama. Melakukan berbagai layanan dan fungsi-fungsi kemanusiaan, membawa kekhawatiran masyarakat terhadap pemerintah, memonitor kebijakan, memantau implementasi kebijakan dan mendorong partisipasi dari setiap stakeholder masyarakat sipil di tingkat masyarakat.27

NGO terbagi dua bagian yaitu kelompok non-profit dan kelompok bisnis internasional. Dalam hal ini ECPAT Indonesia merupakan bagian ECPAT

26 Baehr R. Peter, Non-Governmental Human Rights Organizations in International Relations (Inggris: Palgrave Macmillan, 2009). hal. 3

27 Asken Sinaga, NGO: Defenisi, Sejarah, Peranan, Pengelompokan dan Karir, https://askensinaga.wordpress.com/2008/06/02/ngo-defenisi-sejarah-peranan-pengelompokan-dan- karir/, dikses pada 21 Februari 2021 pukul 01.30 WIB.

(24)

14

Internasional sebuah organisasi internasional non pemerintah, hadirnya ECPAT Indonesia memunculkan dampak yang positif dalam sebuah perubahan menanggulangi perdagangan anak sehingga pemerintah Indonesia menjadi lebih diuntungkan karena ECPAT Indonesia membantu pemerintah dengan memberikan aksi-aksi khusus perdagangan anak yang ada di Indonesia khususnya wilayah Sumatera Utara.

ECPAT Indonesia adalah sebuah organisasi jaringan nasional yang bekerja sama untuk menentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) meliputi perdagangan seks anak, pelacuran anak, pornografi anak, eksploitasi seksual anak di destinasi wisata, eksploitasi seksual anak di ranah online, penikahan anak dan lainnya. ECPAT Indonesia juga melakukan kerja berjaringan dengan lembaga atau organisasi lainnya yang satu visi dalam melindungi anak dari berbagai kejahatan.28 ECPAT Indonesia telah menemukan banyak permasalahan anak di Indonesia, diantaranya anak putus sekolah, anak terpapar pornografi melalui smartphone, perkawinan anak, hubungan seks anak, anak mengalami kekerasan seksual, anak menjadi pekerja atau sebagai pencari nafkah, keseluruhan kasus yang ECPAT Indonesia temukan rentan menjadi pintu masuk terjadinya Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA). Hal tersebut juga diwarnai dengan beberapa faktor pendukung yang menjadikan anak rentan diperdagangankan.29

ECPAT Indonesia bersama dengan kelompok-kelompok sipil lainnya mendorong pemerintah untuk meratifikasi protokol opsional tentang konvensi

28 ECPAT Indonesia, https://www.slideshare.net/ecpatindonesia/laporan-akhir-tahun- ecpat-indonesia-2018, diakses pada 21 Februari 2021 pukul 02.41 WIB.

29 ECPAT Indonesia, https://www.slideshare.net/ecpatindonesia/catatan-akhir-tahun- ecpat-indonesia-tahun-2017, diakses pada 17 April 2021 pukul 12.00 WIB.

(25)

hak-hak anak mengenai penjualan anak-anak, pelacuran anak dan pornografi anak Optional Protocol on Sale of Children (OPSC) dalam hukum nasional. Tujuan OPSC adalah untuk membuat tindakan tertentu dapat dihukum dan untuk memberikan lebih banyak perlindungan dan bantuan kepada anak-anak yang menjadi korban dalam proses peradilan. Perdagangan anak merupakan tindakan kejahatan yang dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang atau sebuah lembaga terhadap orang yang usianya belum mencapai 18 tahun, termasuk janin yang masih berada dalam kandungan. Perdagangan anak didefinisikan oleh ODCCP (Office for Drug Control and Crime Prevention) sebagai perekrutan, pemindahan, pengiriman, penempatan atau menerima anak-anak di bawah umur untuk tujuan eksploitasi dan itu menggunakan ancaman, kekerasan, ataupun pemaksaan lainnya seperti penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan wewenang maupun posisi penting.30

Perluasan definisi perdagangan sebagaimana dikutip dari Wijers dan LapChew yaitu: Perdagangan sebagai perpindahan manusia khususnya perempuan dan anak, dengan atau tanpa persetujuan orang bersangkutan didalam suatu negara atau ke luar negeri untuk semua bentuk perburuhan yang eksploitatif tidak hanya prostitusi dan perbudakan yang berkedok pernikahan (servile marriage).31

30 Tuanputrii, “Perdagangan Anak”, https://tiurmargareth.wordpress.com/2015/11/19 /perdagangan-anak/ diakses pada 17 April 2021 Pukul 14.00 WIB.

31 Yanuar Farida Wismayanti, “Perdagangan Anak Sebagai Bentuk Pelanggaran Hak- Hak Anak”, https://ejournal.kemsos.go.id/index.php/Sosioinforma/article/download/965/502, diakses pada tanggal 22 April 2021 pukul 12.00 WIB.

(26)

16

Menurut Farhana dalam bukunya yang berjudul Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, pengertian secara teroganisir menurut sarjana adalah sebagai berikut:32

a. Donald Cressey: Kejahatan teroganisir adalah suatu kejahatan yang mempercayakan penyelenggaraannya pada seseorang yang mana dalam mendirikan pembagian kerjanya yang sedikit, didalamnya terdapat seorang penaksir, pengumpul dan pemaksa.

b. Michael Maltz: Kejahatan teroganisir sebagai suatu kejahatan yang dilakukan lebih dari satu orang yang memiliki kesetiaan terhadap perkumpulannya untuk menyelenggarakan kejahatan. Ruang lingkup dari kejahatan ini meliputi kekejaman, pencurian, korupsi monopoli, ekonomi, penipuan dan menimbulkan korban.

c. Frank Hagan: Kejahatan teroganisir adalah sekumpulan orang yang memulai aktifitas kejahatannya dengan melibatkan diri pada pelanggaran hukum untuk mencari keuntungan secara ilegal dengan kekuatan ilegal serta mengakibatkan aktifitasnya pada kegiatan pemerasan dan penyelewengan keuangan.

Menurut fakta sejarah terjadinya trafficking atau perdagangan manusia menunjukkan bahwa di Indonesia sejak dahulu sudah terdapat perbudakan dan perdagangan manusia yaitu:33

a. Upaya penghapusan perbudakan manusia secara global dan khususnya di Indonesia sesungguhnya sudah dimulai pada tahun 1854, ketika pemerintah (raja) dan Parlemen Belanda mengundangkan Wet (Undang- undang) Belanda Nomor 2 Tahun 1854 yang diumumkan dalam Staatsblad Hindia Belanda dengan judul “Reglement op het Beleid der Regering van Nederlands-Indie Regeringsreglemen” (disingkat RR), Pasal 1 yang menyatakan bahwa: paling lambat 1 Januari 1860, perbudakan di Hindia Belanda sudah harus dihapus secara total.

b. Perdagangan perempuan yang masih dalam usia anak, disertai pemindahan tempat, pemaksaan, pemerkosaan secara terus menerus bahkan dalam waktu yang lama sudah dimulai ketika zaman penjajahan Jepang (Jugun Ianfu) antara tahun 1941-1945, komersialisasi seks berkembang selain memaksa perempuan pribumi menjadi pelacur, tetapi juga membawa banyak perempuan dari Jawa ke Singapura, Malaysia dan Hongkong untuk melayani perwira-perwira Jepang.

32 Farhana, Op.Cit, hal. 20.

33.L.M.Gandhi Lapian, Aspek Hukum Penghapusan Trafficking (Perdagangan Manusia) Khususnya Wanita dan Anak, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), hal. 47.

(27)

F. Metode Penelitian

Skripsi sebagai sebuah karya ilmiah harus disusun berdasarkan metode ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.34

Soerjono Soekanto mendefinisikan metode penelitian sebagai suatu prosedur atau cara memperoleh pengetahuan yang benar atau kebenaran melalui langkah-langkah yang sistematis.35 Maka metode penelitian yang digunakan dalam upaya untuk mengumpulkan data dan analisis data dalam rangka menyelesaikan tugas akhir penelitian hukum ini adalah:

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian dan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono dan Bogdan dan Taylor metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji obyek penelitian secara alamiah, peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data secara triangulasi, analisis data bersifat induktif, data yang dihasilkan berupa data deskriptif dan lebih menekankan pada makna dari pada generalisasi pada hasil penelitiannya.

Melalui pendekatan kualitatif dapat diketahui bagaimana Peran Ecpat Indonesia Dalam Menanggulangi Perdagangan Anak (Child Trafficking) di

34 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta Bandung, 2010), hal. 2.

35 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 1.

(28)

18

Sumatera Utara, serta dengan pendekatan kualitatif ini dapat menggali informasi secara mendalam sesuai dengan di lapangan.

2. Sumber Data

Sumber data penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung di lapangan (data primer) dan dari bahan-bahan kepustakaan (data sekunder). Bila dilihat dari sumber datanya maka pengumpulan data dalam skripsi ini dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder.

Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian kualitatif ini adalah wawancara dengan Andy Ardian-Program Manajer ECPAT Indonesia. Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu terdiri dari buku-buku dan literatur lainnya yang berkaitan dengan pokok permasalahan dalam skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian.36 Teknik pengumpulan data skripsi ini adalah teknik penelitian kualitatif, yaitu studi pustakaan dan wawancara.

Studi kepustakaan (library research) penelitian yang mengunakan cara untuk mendapatkan data informasi dengan menempatkan fasilitas yang ada di perpustakaan, seperti buku, majalah, dokumen, dan catatan kisah-kisah sejarah.37

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak. Yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan

36 Course Hero, “Defini Pengumpulan Data”, https://www.coursehero.com/file/ 4852572 0/DEFINISI-PENGUMPULAN-DATAdocx/, diakses pada tanggal 22 April 2021 pukul 10.00 WIB.

37 Abdul Rahman Sholeh, Pendidikan Agama dan Pengembangn untuk Bangsa, (Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 63.

(29)

dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyan.38 4. Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan penulis adalah metode kualitatif dimana data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Penggunaan metode kualitatif akan menghasilkan data yang bersifat deskriptif analisis. Pengertian analisis disini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterpretasian secara logis, sistematis.

Logis sistematis menunjukkan cara berfikir deduktif-induktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan-laporan penelitian ilmiah. Setelah dianalisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti.39 Spesifikasi penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian hukum ini adalah dekriptif analitis. Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan ini. Mempergunakan metode kualitatif tidak semata-mata bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran saja, tetapi juga memahami kebenaran tersebut.40

G. Sistematika Pembahasan

Untuk menghasilkan suatu karya ilmiah yang baik serta memudahkan penulisan skripsi dengan judul Peran Ecpat Indonesia Dalam Menanggulangi

38 Moleong, J Lexy., Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 186.

39 H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif Bagian II, (Surakarta: UNS Press, 1988), hal. 37.

40 Ibid, hal. 24.

(30)

20

Perdagangan Anak (Child Trafficking) di Sumatera Utara, maka diperlukan adanya penguraian yang disusun secara sistematis dalam bab per bab secara teratur yang digambarkan sebagai berikut:

1. Bab I pendahuluan merupakan bab pengantar, terdiri dari latar belakang yang menjelaskan alasan pemilihan judul kemudian dilanjutkan dengan perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan yang menjelaskan pandangan penelitian yang dilakukan.

2. Bab II membahas mengenai bentuk perdagangan anak di wilayah Sumatera Utara. Berisikan uraian tentang sejarah perdagangan anak, bentuk praktek aktivitas perdagangan anak di Sumatera Utara, faktor penyebab perdagangan anak terjadi di Indonesia, dampak aktivitas perdagangan anak.

3. Bab III pada bab ini, peneliti menggambarkan tentang ECPAT, profil dari ECPAT dari pengertian dan sejarah ECPAT Indonesia, tujuan ECPAT Indonesia, instrumen hukum ECPAT, organisasi ECPAT di Indonesia.

4. Bab IV pada bab ini, peneliti menganalisa upaya ECPAT dalam proses dan kendala ECPAT Indonesia menangani pengembalian anak yang mengalami perdagangan anak di wilayah Sumatera Utara dengan menjabarkan kerjasama ECPAT dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, proses dan kendala ECPAT Indonesia dalam menangani perdagangan anak serta menganalisa penyebab terjadinya kasus perdagangan anak di wilayah Sumatera Utara.

(31)

5. Bab V adalah bab penutup yang merupakan bab terakhir, berisi tentang kesimpulan semua pembahasan yang ada pada bab-bab sebelumnya dan saran mencakup gagasan dan usulan terhadap permasalahan yang dibahas pada penelitian ini.

(32)

BAB II

BENTUK PERDAGANGAN ANAK DI WILAYAH SUMATERA UTARA A. Sejarah Perdagangan Anak

Perdagangan anak (child trafficking) bukan merupakan perkara yang baru dalam kehidupan umat manusia, Perdagangan anak (child trafficking) adalah salah satu bentuk perdagangan manusia yang telah lama terjadi di muka bumi ini.

Secara definitif, pengertian perdagangan anak (child trafficking) adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan sengaja mulai dari perekrutan melalui bujukan dan penipuan, paksaan dan ancaman, kekerasan, penculikan, bahkan penyalahgunaan kekuasaan terhadap anak-anak untuk kemudian dikirim kesuatu tempat guna pekerjaan paksa, konpensasi untuk membayar utang, kepentingan perbudakan, termasuk untuk dilacurkan.41

1. Sejarah perdagangan anak di dunia.

1) 3000SM: perbudakan di Mesir Kuno, di mana para budak dipekerjakan secara paksa untuk membangun Piramida.

Sejarah perbudakan telah berlangsung cukup lama dalam perjalanan historis kehidupan manusia di muka bumi. Mesir, Ramses II seorang fir’aun yang berkuasa pada tahun 1290-1224 SM telah melakukan ekspansi kekuasaanya secara signifikan, yang ditandai dengan banyaknya penaklukkan ke berbagai negeri yang diikuti dengan semangat perbudakan bagi penduduk yang telah ditak-lukannya.

Diantara orang-orang yang diperbudak adalah berasal dari Libanon,

41 Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak (Bandung: Nuansa, 2006), hal. 91-92.

(33)

23

Suriah, dan termasuk juga kota “Shalem”, yaitu nama kuno dari kota Yerusalem.

Selanjutnya ketika Romawi dipimpin oleh keturunan Raja Romulus sampai pada zaman bangsa Etrutia, yang diakhiri dengan kudeta warga negaranya hingga berganti menjadi sistem pemerintahan republik. Romawi kemudian menjadi salah satu bangsa penguasa besar dengan turut melakukan ekspansi sampai ke Laut Tengah. Bangsa yang pada awalnya mengantungkan hidup pada sektor agraris ini, kemudian menjadi masyarakat kapitalis, materialis, dan gemar akan perang dan perbudakan, sehingga pada bebera pa abad kemudian, negara kota Romawi berubah menjadi sebuah mesin perang yang menghancurkan negara-negara disekitarnya.42

Ambisi perluasan wilayah dari polis Romawi terhadap wilayah lainnya tersebut, menuai protes bahkan perlawanan yang sengit dari berbagai wilayah.

Puncaknya adalah pecahnya perang Punisia atau perang Punik yang pertama, dimana Republik Romawi pada awal peperangan sempat menderita kekalahan, namun dengan kerjasama dan dukungan negara-negara sekutu yang sebagian besar berada di wilayah Italia dan sekitarnya, mereka pada akhirnya berhasil memaksa polish Kartago untuk menyerahkan wilayah Sisilia yang dilanjutkan dengan penaklukkan wilayah kepulauan Korsika dan Sardinia. Beberapa tahun kemudian, yakni sekitar tanggal 19 Oktober 202 SM Romawi kembali melancarkan serangannya ke Kerajaan Karthago, sehingga meletus Perang Punisia ke 2. Ketika itu, kerajaan Karthago menunjuk Hannibal Barca (247-195 SM) sebagai komandan yang membawa gajah-gajah perang dan sejumlah besar

42 Muhammad Tisna Nugraha, “Perbudakan Modern (Modern Slavery) (Analisis Sejatah dan Pendidikan)”, AT-TURATS, Vol. 9 Nomor 1 Juni Tahun 2015”, hal. 50.

(34)

24

pasukan kavaleri untuk menghancurkan barisan tentara Romawi. Mereka berhasil melintasi jalan-jalan sempit di pegunungan Alpen di Prancis yang curam dan bersalju serta menembus pertahanan Romawi hingga ke bagian Barat Italia.

Namun setelah meletus perang Punisia III pada 149-146 SM ibu kota Karthago secara resmi berhasil ditaklukan dan menjadi bagian koloni Republik Romawi.

Hampir seluruh penduduk yang tersisa di Karthago dijadikan budak lalu dijual, sisanya dibunuh dengan kejam oleh tentara Romawi. Hal tersebut dipertegas oleh perbudakan yang dimulai ketika Romawi menaklukan banyak wilayah dan para budak itu adalah para tawanan perang. Awalnya Romawi memiliki sedikit budak, tetapi pada masa Perjanjian Baru jumlahnya mencapai jutaan.43

Tidak hanya berhenti di dua negara besar seperti Makedonia dan Karthago, ambisi Romawi kembali ditunjukkan dengan mengakusisi Yunani pada tahun 146 SM. Pada masa inilah dikenal sebagai Zaman Perbudakan atau “Age of Slavery”

yang terbesar dan terkejam sepanjang sejarah kehidupan manusia.44

2) Abad 15: para penguasa Portugal telah melakukan pengiriman budak dari Afrika dan Eropa.

Perdagangan budak yang paling berpengaruh di dunia adalah Perdagangan Budak Atlantik (Atlantic Slave Trade) adalah perdagangan budak yang terjadi akhir abad ke 15 hingga pertengahan abad ke 19. Dalam perdagangan ini, lebih dari 10 juta orang Afrika dibawa menuju Benua Amerika dan dijadikan budak.

Perdagangan Budak Atlantik berlangsung di awal tahun 1400 dipengaruhi oleh kolonisasi yang dilakukan oleh Portugis di Afrika Barat serta pendudukan

43 Ibid.

44 Ibid.

(35)

Spanyol di Benua Amerika. Perdagangan Budak Atlantik sangat berpengaruh terhadap komposisi masyarakat serta budaya modern di Amerika dan sebagian negara Amerika Latin saat ini. Selain itu perdagangan budak ini memiliki pengaruh yang besar terhadap perekonomian di wilayah Atlantik dari abad ke 15 hingga pertengahan abad ke 19.45

Pada akhir abad ke 15, perdagangan budak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ekspansi yang dilakukan oleh beberapa kerajaan besar di dunia.

Ekspansi yang dilakukan ini bertujuan untuk membuka rute perdagangan baru serta pendudukan wilayah. Kisaran abad ke 15, kekuatan kerajaan-kerajaan Eropa Barat, bukanlah menjadi satu-satunya kekuatan yang melakukan ekspansi wilayah kekuasaan. Terdapat Kekaisaran Ottoman yang yang terus melakukan ekspansi hingga ke wilayah Eurasia. Munculnya jalur perdagangan baru yang melintasi wilayah Atlantik mengubah geopolitik di Eurasia. Perdagangan budak sangat berkaitan dengan perubahan geopolitik serta perkembangan perdagangan.

Meskipun melakukan ekspansi di wilayah Samudera Hindia, namun perbudakan yang dilakukan oleh Barat berfokus di wilayah Atlantik. Hal yang mendasari perdagangan budak di Atlantik adalah terjadinya interaksi ekonomi yang meliputi permintaan, penawaran, dan tenaga kerja. Ekonomi perkebunan yang dikembangkan oleh Negara Barat memang diterapkan di wilayah koloni utamanya di Hindia Timur (Indonesia saat ini). Namun, di wilayah-wilayah koloni seperti Hindia Timur memiliki jumlah pekerja yang sebanding dengan luas wilayah yang cukup untuk melakukan proses produksi perkebunan.

45 Inayah Putri Wulandari, “Perbudakan dan Jalan Panjang Menuju Pembebasan”, https://www.retorika.id/mild-report_-_2020-08-23_perbudakan-dan-jalan-panjang-menuju-pembe basan.html diakses pada 25 Januari 2021 Pukul 21.22 WIB.

(36)

26

Situasi berbeda terjadi di Eropa Barat, terdapat perbedaan demografis wilayah yang berpengaruh terhadap sistem pembangunan yang dilakukan, di wilayah Eropa Barat ketersediaan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan produksi perkebunan tidak sebanding dengan kondisi wilayah geografis. Tidak tersedianya tempat untuk membangun ekonomi perkebunan di wilayah Eropa Barat membuat negara-negara di kawasan tersebut melakukan ekspansi ke wilayah lain.

Penemuan Benua Amerika oleh Christopher Columbus pada tahun 1492 telah membuat bangsa barat memulai pembangunan sistem ekonomi di wilayah Benua Amerika. Perluasan wilayah kekuasaan Spanyol dan Portugis di Amerika saat itu memiliki akibat yang besar terhadap permintaan tenaga kerja, di sisi lain penduduk asli yang awalnya bersedia melakukan perdagangan dengan orang Eropa lambat laun tidak sanggup untuk terus mempekerjakan tenaga kerja pribumi di perkebunan. Mereka harus mengalami opresi militer dari orang-orang Eropa tersebut. Orang-orang Spanyol dan Portugis itu memilih jalan perang terhadap orang-orang Indian, zaman tersebut dikenal sebagai zaman Reconquista. Dimana pendekar-pendekar Spanyol dan Portugal menginvasi secara brutal orang-orang tersebut.46

Setelah pendekar-pendekar Reconquistador itu memenangkan perang terhadap penduduk asli, pemukiman-pemukiman Spanyol maupun Portugis dibangun. Karena memang orang-orang Eropa kekurangan tenaga kerja untuk menggerakkan ladang tebu di daerah tersebut. Untuk menggeliatkan sistem

46 Ibid.

(37)

dengan komoditas tebu waktu itu, maka kekurangan sumber daya tenaga dapat di atasi dengan mempekerjakan budak. Budak yang dipekerjakan di perkebunan ini merupakan budak yang diperoleh dari daerah Afrika Barat. Baik Spanyol maupun Portugis memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap ketersediaan budak dari Afrika. Antara tahun 1500 hingga 1800, hampir empat perlima imigran yang menuju Amerika merupakan orang Afrika.

3) Abad 18: perdagangan budak di Eropa, Afrika dan Amerika.

Portugis dan Inggris merupakan dua negara yang paling sukses menjalankan perdagangan budak. Tujuh puluh persen orang Afrika yang diangkut ke Amerika dibawa oleh Inggris. Dari abad ke 16 hingga ke 18, diperkirakan Inggris telah membawa 3,1 juta orang Afrika menuju wilayah koloni mereka di beberapa wilayah Benua Amerika. Seluruh negara Afrika kala itu para tahanan perang dijadikan budak. Ada pula yang menjadi budak karena terbelit utang atau melakukan satu kejahatan. Perbudakan ini awalnya muncul dalam skala kecil.

Mereka menjadi budak untuk orang-orang di kampung sendiri.47

Namun kemudian, permintaan budak juga datang dari benua lain, yakni Eropa dan Amerika. Akibatnya, kegiatan pengadaan budak pun semakin digencarkan, bahkan sering kali dengan cara-cara yang tidak manusiawi. Orang- orang tak berdaya diculik, diancam, dan dipaksa untuk diperdagangkan.48

47 Ibid.

48.Lida Puspaningtyas, “Memahami Sejarah Budak Afrika Muslim di Amerika”, https://

www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/17/07/24/otlt2h313-memahami-sejarah-udak- afrika-muslim-di-amerika, diakses pada 25 Januari 2021 Pukul 22.00 WIB.

(38)

28

4) Abad 19: perbudakan yang terjadi pada masa perang sipil di Amerika pada tahun 1816-1865.

Perang yang berlangsung dari 1861-1865 ini juga dikenal sebagai Perang Antar Negara Bagian. Sebelas negara bagian budak di Selatan Amerika mengumumkan pemisahan dari Amerika Serikat dan membentuk Konfederasi Amerika yang dikenal sebagai "Konfederasi".49 Pihak Konfederasi memperjuangkan kemerdekaannya dari Amerika Serikat. Pemerintah federal Amerika Serikat (AS) didukung oleh dua puluh negara bagian, kebanyakan negara bagian bebas yang telah menghapus perbudakan dan lima negara bagian budak yang kelak dikenal sebagai negara bagian perbatasan.50

Kedua puluh lima negara bagian ini yang disebut sebagai Uni, memiliki basis populasi dan industri yang lebih besar ketimbang Selatan. Setelah empat tahun perang berdarah (kebanyakan di negara bagian Selatan), Konfederasi menyerah dan perbudakan dihapus di seluruh negara. Restorasi Serikat dan Era Rekonstruksi yang mengikutinya, menghadapi masalah yang masih belum terselesaikan selama beberapa generasi selanjutnya.51

Perang Saudara Amerika adalah menjadi salah satu perang pertama yang menunjukkan perang industri persenjataan dalam sejarah manusia. Pembuatan rel kereta, kapal-kapal uap, produksi senjata secara massal dan berbagai macam alat militer lainnya dilakukan dimana-mana.52 Praktik perang total yang

49 Republika.id, “Hari Ini Perang Saudara Amerika Serikat Dimulai”, https://www repub lika.co.id/berita/ml561g/hari-ini-perang-saudara-amerika-serikat-dimulai, diakses pada tanggal 27 April 2021 pukul 15.00 WIB

50 Ibid.

51 Ibid.

52 Ibid.

(39)

dikembangkan oleh Sherman di Georgia dan perang parit di sekitar Petersburg menjadi salah satu taktik yang digunakan dalam Perang Dunia I di Eropa.53

5) Abad 20: perbudakan pada masa pendudukan Belanda dan Jepang di Indonesia.

Dalam sejarah bangsa Indonesia pernah mengalami perdagangan orang melalui perbudakan atau penghambaan.54 Masa kerajaan-kerajaan di Jawa, perdagangan orang yaitu perempuan pada saat itu merupakan bagian pelengkap dari sistem pemerintahan feodalisme.55

Pada masa itu konsep kekuasaan raja digambarkan sebagai kekuasaan yang sifatnya agung dan mulia. Kekuasaan raja tidak terbatas, hal ini tercermin dari banyaknya selir yang dimilikinya, beberapa orang dari selir tersebut adalah putri bangsawan yang diserahkan kepada raja sebagai tanda kesetiaan. Sebagian lain adalah persembahan dari kerajaan lain dan ada juga selir yang berasal dari lingkungan masyarakat bawah yang dijual atau diserahkan oleh keluarganya dengan maksud agar keluarga tersebut mempunyai keterkaitan dengan keluarga istana, sehingga dapat meningkatkan statusnya. Perempuan yang dijadikan selir berasal dari daerah tertentu, sampai sekarang daerah-daerah tersebut masih merupakan legenda.56

53 Ibid.

54 Garuda Ristekdikti, “Kebijakan Hukum Pidana dalam Menanggulangi Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking”, http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php? Ar ticle=1432996&val=4136&title, diakses pada tanggal 23 April 01.16 WIB.

55 Agus Riyadi, Pengembangan Masyarakat Desa Terpadu Berbasis Potensi Lokal, (Jawa Tengah: PT. Nasya Expanding Management, 2020), hal. 146.

56 Organisasi Perubahan Sosial Indonesia, “Mengupas Sejarah Pelacuran di Indonesia”, https://www.opsi-network.org/mengupas-sejarah-pelacuran-di-indonesia/, diakses pada tanggal 23 April 2021 pukul 01.38 WIB.

(40)

30

Sejak awal abad ke 16 kekayaan yang terdapat di kepulauan nusantara menarik bangsa asing untuk datang ke Indonesia (Hindia Belanda) dalam upaya memperbaiki perekonomian mereka. Perdagangan hasil bumi terutama rempah- rempah, memberikan keuntungan besar bagi Eropa. Keuntungan yang besar itu secara berkelanjutan mengundang bangsa-bangsa Eropa datang ke Indonesia dan berlomba-lomba menjalankan monopoli perdagangan. Dalam persaingan dagang, Belanda sebagai pihak pemenang melalui suatu persekutuan usaha dagang yang disebut VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie atau Perserikatan Maskapai Hindia Timur) pada awal abad ke 17 atau tepatnya pada tahun 1602.57 Selanjutnya Belanda mulai memikirkan mengenai upaya-upaya untuk menguasai perdagangan di tanah air dalam upaya memperkaya negaranya. Dalam upaya memperkaya negaranya. Sebagai kaum budak, pribumi dikuasai sepenuh tubuh dan pelayanannya didudukkan sebagai kelas sosial yang paling rendah, diwajibkan melaksanakan segala perintah penguasa. Berkenaan dengan perekrutan budak itu, akhirnya Indonesia menjadi negeri perdagangan budak diberbagai kawasannya.58

Perluasan aspek geografis kota Batavia diawal abad ke 20, tepatnya setelah kota Batavia ditetapkan menjadi Gemeente oleh pemerintah kolonial, tidak hanya memberikan pengaruh dalam aspek politik dan ekonomi saja akan tetapi juga turut memberikan pengaruh kepada segi-segi lainnya seperti dinamika sosial dan budaya. Peningkatan aktivitas ekonomi yang disertai dengan semakin menguatnya

57 I Nyoman Yasa, ”Orientalisme, Perbudakan, dan Resistensi Pribumi Terhadap Kolonial dalam Novel-novel Terbitan Balai Pustaka” Jurnal Bahasa dan Pembelajaran Bahasa.

Vol. 2, No. 2, Oktober 2013, hal. 250.

58 Ibid, hal. 251.

(41)

keberadaan Batavia sebagai pusat politik pemerintahan di Hindia-Belanda, menjadi kota Batavia sebagai daerah tujuan utama para pendatang yang berasal dari dalam dan luar nusantara. Kedatangan para pendatang urban ini tidak hanya berlaku temporal dan juga tidak hanya dilandasi oleh motif ekonomis semata, akan tetapi juga memiliki motif-motif sosial budaya seperti: pendidikan, perpindahan tugas dipemerintahan kolonial, motif keagamaan dan lain sebagainya.59

Kedatangan Jepang ke Indonesia pada tahun 1942 berpengaruh besar, dalam artian yang baik dan buruk. Dampak baiknya, mereka berhasil mengusir Belanda yang telah menduduki Indonesia selama tiga abad. Namun kabar buruknya Jepang memiliki caranya tersendiri untuk menjajah bangsa Indonesia. Walaupun masa pendudukan Jepang relatif singkat, yakni 3,5 tahun mereka berhasil mengubah mimpi buruk menjadi nyata. Pemerintah dan tentara Jepang memimpin dengan begitu kejam dan merenggut banyak hal, padahal mereka mengaku akan memberikan kemerdekaan di awal kedatangannya.60

Pada zaman Belanda bentuk perbudakan dikenal dengan kerja rodi.

Masyarakat dipaksa membangun banyak sekali jalanan dan infrastruktur pendukung Belanda. Salah satu yang paling terkenal adalah pembangunan Jalan Raya Pos dari Anyer sampai Panarukan. Sementara di era penjajahan Jepang, para budak disuruh membuat jalanan, parit, dan banyak hal dengan perlakukan yang

59 Arief Hidayat, dkk. “Keluarga-Keluarga Di Pedesaan Pinggiran Selatan Jakarta 1904- 1960”, Seminar Nasional Riset Inovatif (Senari) Ke-4 Tahun 2016, hal. 605.

60 IDN Times JABAR, “7 Bukti Kekejaman Jepang Menjajah Indonesia Selama 3,5 Tahun”, https://jabar.idntimes.com/news/indonesia/izza-.2543namira-1/bukti-kekejaman-penjajah- jepang-regional-jabar/1, diakses pada 23 April 2021 Pukul 22.57 WIB.

(42)

32

kejam.61 Dalam Prostitution in Colonial Java dalam DP Chandler and M.C.

Ricklefs bahwa prostitusi di Indonesia mengalami puncaknya sekitar tahun 1811, yaitu pada saat pembangunan jalan dari Anyer menuju Panarukan dan dilanjutkan pembangunan jalan dan stasiun kereta api oleh Daendels, sekarang juga masih terjadi dimana lokalisasi prostitusi dekat stasiun kereta api. Perkembangan prostitusi kedua adalah tahun 1870 ketika pemerintah Belanda melakukan privatisasi perkebunan atau cultuurstelsel.62 Sistem feodal tidak sepenuhnya menunjukkan keberadaan perdagangan orang seperti yang dikenal dalam masyarakat modern saat ini, tetapi apa yang dilakukan pada masa itu telah membentuk landasan bagi perkembangan perdagangan orang yang ada pada saat ini. Bentuk perdagangan orang lebih terorganisir dan berkembang pesat pada periode penjajahan Belanda. Kondisi tersebut terlihat dengan adanya sistem perbudakan tradisional dan perseliran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Eropa, perdagangan orang berbentuk kerja rodi dan menjual anak perempuan untuk mendapat imbalan materi dan kawin kontrak.63

6) Abad 21: bentuk perbudakan melalui kerja paksa para buruh imigran dan perdagangan seks dalam industri prostitusi serta pornografi.

Praktik serupa perbudakan adalah tindakan menempatkan seseorang dalam kekuasaan orang lain sehingga orang tersebut tidak mampu menolak suatu pekerjaan yang secara melawan hukum diperintahkan oleh orang lain itu

61 Boombastis, “5 Perbudakan Manusia Paling Kejam yang Pernah Terjadi di Indonesia”, https://www.boombastis.com/perbudakan-di-indonesia/46928/3 diakses pada 23 April 2021 pukul 23.11

62 .Koentjoro, "Sexual Networking”, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 1990.hal 81.

63 SBSI News, “Sejarah Perdagangan Orang Atau Human Trafficking Di Indonesia”, https://sbsinews.com/sejarah-perdagangan-orang-atau-human-traffiking-di-indonesia/ diakses pada 16 Desember 2020 pukul 11.19.

Gambar

Tabel 1 Tujuan Strategis ECPAT Indonesia 2014-2016 (ECPAT Indonesia, 2018)  NO        Tujuan  Strategis  ECPAT  Indonesia  2014-2016  (ECPAT  Indonesia,
Tabel 2 Data Profil Anak Indonesia di 10 Provinsi yang Memiliki Angka Pekerja  Anak di Atas Rata-Rata Nasional Pada Tahun 2019
Tabel 3 Tren Kasus Eksploitasi Seksual Anak (ESA) Tahun 2018

Referensi

Dokumen terkait

Kedatangan pelanggan pada suatu kasir, kejadian gempa bumi pada suatu tempat tertentu, kejadian padam- nya generator listrik merupakan beberapa contoh dari proses Poisson..

Namun demikian terdapat perbedaan yang sangat nyata antara petani laki-laki dan perempuan, di mana petani laki-laki berada pada kategori tinggi (43,1 persen) sedangkan

yang menguntungkan yang berasal dari luar partai. Hal tersebut antara lain perubahan format pemilu pemilu 2014 dan adanya beberapa segmen masyarakat yang hampir

Manfaat ekonomi Masyarakat memperoleh manfaat secara ekonomi dari kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang dilakukan, misalnya penggunaan biogas dapat mengurangi

1) Memberikan pengetahuan dan pemahaman yang lebih jelas dan rinci kepada para Anggota Polsek dan Polres sewilayah hukum Kabupaten Garut mengenai kebijakan

[r]

[r]

Pengusulan ganda proposal penelitian dibolehkan, namun yang dapat dibiayai hanya 1 (satu) proposal, kecuali memenuhi persyaratan khusus bila mengajukan untuk klaster tertentu yang