• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gula pasir merupakan suatu komoditi strategis yang memiliki kedudukan unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula pasir merupakan salah satu bahan kebutuhan pokok yang dikonsumsi masyarakat secara luas. Keadaan ini tentu akan mempengaruhi kebijaksanaan dan sistem pergulaan yang terjadi baik dari segi produksi, pengolahan, dan pemasarannya.

Disamping sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat juga sebagai sumber kalori yang relatif murah. Di Indonesia setiap tahun konsumsi gula oleh rumah tangga cenderung mengalami peningkatan. Penurunan konsumsi terjadi pada tahun 1998 sebagai akibat dari tingginya peningkatan harga gula di pasar domestik. Namun pada periode berikutnya konsumsi gula kembali mengalami peningkatan.

Kebijaksanaan pemasaran gula pasir yang dilakukan pemerintah pada prinsipnya mempunyai tujuan untuk menjamin tersedianya gula yang kontinue kapan saja dan dimana saja serta berupaya menghemat penggunaan devisa.

Dengan struktur produksi yang musiman dan terkonsentrasi di Jawa Timur, maka pemerintah melakukan campur tangan baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan berbagai peraturan yang diberlakukan (Amang, 2003).

Masyarakat mengkonsumsi gula sebagai kalori atau lebih utamanya sebagai pemanis maupun pengawet. Upaya untuk menjaga ketersediaan gula dalam negeri diwujudkan dalam salah satu program ketahanan pangan (revitalisasi pertanian). Ketahanan pangan pada tatanan nasional merupakan kemampuan suatu

(2)

bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman, dan juga halal, yang didasarkan pada optimasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumberdaya domestik. Salah satu indikator untuk mengukur ketahanan pangan adalah ketergantungan ketersediaan pangan nasional terhadap impor.

Harga merupakan salah satu pertimbangan bagi petani untuk memilih komoditas apa yang bakal dipilih. Dalam situasi harga cenderung kurang menguntungkan atau lebih rendah dibanding biaya produksi, sangat besar kemungkinan petani untuk tidak memilih komoditas tersebut. Dalam konteks gula, sejak gula menjadi komoditas dengan akses ke pasar global sedemikian luasnya, perubahan sekecil apapun pada lingkungan eksternal akan berdampak terhadap terbentuknya harga gula di pasar domestik. Perlindungan petani dan industri gula menjadi sangat penting untuk menghindari perangkap harga gula yang sangat disortif (Sabil, 2004).

Sepanjang sejarah di Indonesia perdagangan gula tidak pernah lepas dari intervensi/campur tangan pemerintah. Pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang mengatur perdagangan gula yang tentunya berdampak pada produksi nasional, pemasaran/distribusi, ketersediaan domestik, impor, harga gula dalam negeri, dan lain sebagainya. Hal ini karena perdagangan gula bukan hanya masalah teknis, melainkan suatu sistem yang didalamnya banyak komponen dan faktor-faktor yang mempengaruhi dan terpengaruh olehnya.

Kebijakan pergulaan secara garis besar terbagi menjadi 3 regim, yaitu periode Bulog/stabilisasi (1971-1996), periode perdagangan bebas/liberalisasi (1997-2001), dan periode pengendalian impor (2002-sekarang).

(3)

Pada prinsipnya peningkatan produksi gula dapat dilaksanakan dengan perluasan areal, peningkatan bobot tebu perhektar dan peningkatan rendemen.

Pilihan untuk peningkatan produksi yang lebih unggul tampaknya adalah peningkatan rendemen, karena kinerja rendemen selama kurang lebih 27 tahun masih berada di bawah potensi yang sebenarnya. Bahkan kinerja rendemen selama lima tahun terakhir hampir hanya separuh dari yang pernah dicapai sebelum tahun 1975. Karena itu peningkatan rendemen hanya mengembalikan kinerjanya seperti waktu lalu.

Peningkatan rendemen akan meningkatkan produktivitas (produksi) tanpa perlu meningkatkan kapasitas pabrik gula. Peningkatan kapasitas pabrik berarti peningkatan biaya bagi industri gula yang pada saat sekarang barangkali tidak direkomendasikan untuk melaksanakan investasi peningkatan kapasitas pabrik.

Sebagai contoh, dengan kapasitias giling total seluruh pabrik gula di Indonesia lebih dari 170 ribu ton tebu per hari pada saat ini dan menggiling tebu lebih dari 25 juta ton hanya mampu menghasilkan hablur sebesar 1,7 juta ton. Hal ini berarti bahwa produktivitas hablur hanya sekitar 5,01 ton per hektar karena kisaran rendemen rata-rata hanya sebesar 6,9 % saja. Oleh karena itu dengan total kapasitas pabrik yang relatif tetap serta bahan baku digiling yang juga relatif tetap, jika rendemen rata-rata dapat dinaikkan menjadi 8 % maka potensi hablur yang akan dihasilkan mencapai lebih dari 2 juta ton, dan ini berarti dengan luas areal yang relatif tetap produktivitas hablur meningkat menjadi sekitar 6 ton per hektar. Program akselerasi yang akan didukung dengan berbagai terobosan teknologi menargetkan produktivitas hablur (gula kristal putih) sebesar 8 ton per

(4)

hektar. Ini berarti apabila kenaikan produksi hanya bertumpu pada kenaikan rendemen, maka rendemen rata-rata harus ditingkatkan paling tidak menjadi sekitar 11%.

Tabel 1. Konsumsi dan Produksi Gula Nasional Tahun 1990 – 2009 Tahun Konsumsi

Nasional (ton)

Produksi Nasional (ton)

% Kenaikan Konsumsi

% Produksi terhadap Konsumsi

1990 2.400.080 2.119.585 88,31

1991 2.519.732 2.252.667 4,74 89,40

1992 2.435.166 2.306.484 -3,47 94,71

1993 2.691.856 2.329.811 9,53 86,55

1994 2.929.123 2.453.881 8,10 83,77

1995 3.170.936 2.059.576 7,62 64,95

1996 3.067.483 2.094.195 -3,37 68,27

1997 3.366.944 2.191.986 8,89 65,10

1998 2.724.953 1.488.269 -23,55 54,61

1999 2.889.171 1.493.933 5,68 51,70

2000 2.989.171 1.690.004 3,34 56,53

2001 3.150.866 1.725.467 5,13 54,76

2002 3.300.808 1.755.354 4,54 53,17

2003 3.300.811 1.631.918 0,00 49,43

2004 3.388.808 2.051.645 2,59 60,54

2005 3.439.640 2.241.742 1,47 65,17

2006 3.596.812 2.307.027 4,36 64,14

2007 3.697.015 2.623.786 2,71 70,97

2008 3.777.219 2.668.428 2,12 70,64

2009 3.877.422 2.849.769 2,58 73,49

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara 2010, diolah

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dampak akibat terjadinya krisis moneter pada tahun 1998 tidak hanya mempengaruhi produksi gula tetapi juga konsumsi gula dalam negeri. Pada saat itu konsumsi gula mengalami penurunan yang cukup drastis yakni hingga mencapai 23,55%. Rata-rata konsumsi gula dalam jangka waktu dua puluh tahun terakhir mengalami peningkatan sebesar 1,56 % setiap tahunnya. Penurunan konsumsi gula yang terjadi lebih disebabkan oleh faktor meningkatnya harga yang menurunkan daya beli masyarakat. Tetapi seiring dengan pemulihan dan perbaikan kondisi perekonomian yang terkait

(5)

dengan pendapatan masyarakat, konsumsi gula juga mengalami peningkatan kembali meskipun besarnya masih dibawah nilai konsumsi pada tahun-tahun sebelum krisis moneter.

Dalam rentang waktu dua puluh tahun terakhir ternyata produksi gula dalam negeri baru mampu memenuhi 68,71% dari kebutuhan konsumsi nasional.

Bahkan sejak terjadinya krisis moneter hingga pada tahun 2003 produksi hanya sekitar 50% dari total konsumsi. Oleh karena itu pemerintah masih perlu melakukan impor sekitar 32% untuk memenuhi konsumsi domestik. Kebutuhan konsumsi gula tersebut belum termasuk untuk persediaan (stok) jika terjadi lonjakan permintaan pada saat-saat tertentu, seperti menjelang lebaran atau hari besar lainnya, terjadinya bencana alam, dan lain sebagainya walaupun tidak sepenting stok pada komoditas beras.

Identifikasi Masalah

1. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gula dalam negeri?

2. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi harga gula domestik?

3. Bagaimana pengaruh kebijakan tataniaga gula terhadap ketersediaan, produksi, impor, dah harga domestik gula pasir di Indonesia?

Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gula dalam negeri.

2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga gula domestik.

3. Untuk menganalisis pengaruh kebijakan tataniaga gula terhadap ketersediaan, produksi, impor, dan harga domestik gula pasir di Indonesia.

(6)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Serta diharapkan dapat pula berguna sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan persiapan penerapan Pembelajaran Diluar Sekolah (Out Door Study) yang dilakukan oleh guru meliputi: perumusan topik serta materi atau masalah yang akan

Limbah tempe dihasilkan dalam proses pembuatan tempe maupun saat pencucian kedelai, limbah yang diperoleh pun dapat berupa limbah cair maupun limbah padat.. Limbah

Dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 2 Batang, terdapat mata pelajaran sejarah wajib atau sejarah Indonesia dan mata pelajaran sejarah pilihan yaitu sejarah

1. Siswa menggunakan cerita pada awal pembelajaran. Siswa menemukan strategi dari permasalahan yang diberikan. Siswa menggunakan tangram dalam menyelesaikan LAS dengan benar.

Batuan yang terdapat di daerah lapangan panasbumi Gedongsongo adalah breksi laharik berselang-seling dengan batuan aliran lava basaltik, intrusi andesit piroksen dekat permukaan,

Menyusun dan melaporkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan dan Penilaian dalam rangka Serah Terima Sementara dan Serah Terima Akhir Pekerjaan berikut berkas-berkas yang diperlukan

Menurut Sutiarti & Edi (2017:26) Media Interaktif adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan software dan hardware yang bisa digunakan sebagai perantara dalam

Dengan begitu pada dasarnya, pada mad kilmi ditemui kasus huruf mad diikuti oleh huruf mati asli; pada yang satu terjadi idghaam (idghaam mutamaatsi- layn) dan disebut