• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan Nasional (UUSPN No. 20 tahun 2003). Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan tersebut maka setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam UU No. 2 tahun 1989 pasal 5 dijelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Dengan demikian, orang-orang yang memiliki hambatan, ketunaan, atau kelainan termasuk anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa juga bisa mendapatkan pendidikan sebagai haknya. Hal ini juga yang menandakan bahwa pendidikan tersebut menganut sistem

(2)

berkeadilan sosial yang berprinsip pada keseimbangan dan pemerataan hak serta kewajiban bagi setiap warga negara.

Pemerataan tersebut berlaku untuk semua warga negara, termasuk bagi mereka yang mermiliki hambatan belajar atau berkebutuhan khusus. Sebagai salah satu upaya untuk menyetarakan hak penyandang ketunaan dalam hal memperoleh ilmu pengetahuan di bangku sekolah, Subdinas Pendidikan Luar Biasa (Subdis PLB) Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Barat, sudah mulai menerapkan program pendidikan inklusif. Dalam program tersebut, anak-anak berkebutuhan khusus bersekolah dan juga disatukelaskan dengan murid-murid pada umumnya di sekolah reguler.

Pendidikan inklusif merupakan kebijakan pemerintah yang tidak mudah untuk dilaksanakan. Mengingat anak-anak yang bersekolah di sekolah tersebut memiliki latar belakang yang berbeda-beda antara satu dan lainnya, sehingga hal tersebut membutuhkan perhatian dalam pelaksanaannya. Bukan hanya anak reguler yang perlu disiapkan untuk dapat belajar, tetapi juga semua pihak atau semua yang berhubungan dengan pelaksanaan pendidikan inklusif, diantaranya adalah kesiapan guru, media atau sarana prasarana, lingkungan, dan yang tidak kalah penting untuk disiapkan adalah proses belajar mengajar itu sendiri, yakni pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan sebagai pedoman pembelajaran demi tercapainya tujuan pendidikan dan juga sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Setiap sekolah pasti mempunyai apa yang dinamakan kurikulum.

Kurikulum merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mencapai tujuan-

(3)

tujuan dalam bidang pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Kurikulum yang digunakan saat ini adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), yaitu kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (Badan Stándar Nasional Pendidikan).

Kurikulum perlu disusun agar memungkinkan pengembangan keragaman potensi, minat, kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan karakteristik peserta didik secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik (Pedoman Penyusunan KTSP, 2007).

Kurikulum yang dikembangkan oleh sekolah tetap harus mengacu kepada standar nasional dan diarahkan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum ini disusun secara nasional dan berlaku untuk semua siswa pada semua jenjang sekolah baik dari mulai tingkatan pra sekolah sampai kepada tingkat sekolah tinggi demi tercapainya tujuan pendidikan yang telah direncanakan. Dengan adanya otonomi daerah atau otonomi dalam bidang pendidikan, masing-masing sekolah berhak untuk mengembangkan kurikulum tersebut sesuai dengan kebutuhan sekolah, baik itu menyangkut progam pengajaran, materi pelajaran, metode maupun evaluasi pembelajaran demi tercapainya tujuan pendidikan.

Kurikulum yang digunakan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif harus bersifat fleksibel sesuai dengan kemampuan atau kebutuhan peserta didik (Hidayat, 2008), karena seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa dalam sekolah dengan pendekatan pendidikan inklusif tersebut terdapat

(4)

anak-anak berkebutuhan khusus yang memiliki karakteristik, kebutuhan dan kemampuan yang berbeda-beda. Salah satu sekolah yang menerapkan pendidikan inklusif ini adalah sekolah dasar Sembilan Mutiara Bandung.

Sekolah dasar Sembilan Mutiara Bandung ini selain menerima anak-anak reguler juga menerima anak berkebutuhan khusus yang membutuhkan pendidikan sekolah untuk dididik, diarahkan, atau dibimbing sehingga mereka tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya.

Fleksibilitas kurikulum dapat diartikan bahwa kurikulum ini dapat menyediakan berbagai kemungkinan program pilihan sesuai dengan bakat dan minat siswa, karena kurikulum bagi siswa berfungsi sebagai pedoman belajar, yaitu tentang kemampuan apa yang harus dicapai, materi apa yang harus dikuasai, dan pengalaman belajar apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan (Sanjaya, 2008:40). Kurikulum harus bersifat lentur atau fleksibel.

Artinya adalah bahwa kurikulum itu harus bisa dilaksanakaan sesuai dengan kondisi yang ada. Kondisi kurikulum yang kaku atau tidak fleksibel akan sulit diterapkan dalam proses pelaksanaannya mencapai tujuan.

Fleksibilitas kurikulum ini pada akhirnya akan dapat menghasilkan kurikulum yang berdiferensiasi atau fleksibilitas program pembelajaran, diantaranya adalah program pembelajaran individual (Individualized Education Program/IEP). Program pembelajaran individual merupakan suatu

kurikulum terindividualisasi atau program belajar yang didasarkan kepada gaya, kekuatan dan kebutuhan-kebutuhan khusus anak dalam belajar (Lynch, 1994: 39). Berdasarkan program pembelajaran individual inilah setiap anak dilayani dalam proses belajar mengajar di sekolah. Karena program ini dirasa

(5)

dapat mengakomodir setiap peserta didik agar dapat mengikuti proses pembelajaran yang dilaksanakan. Walaupun program pembelajaran individual ini diakui tidak selalu dapat memecahkan semua permasalahan pembelajaran, tetapi setidak-tidaknya dengan program pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan mutu dan efektifitas pembelajaran serta dapat membantu mengembangkan peserta didik secara optimal.

Pada kenyataannya di lapangan selain guru masih ada yang terpaku pada kurikulum lama dan masih kurangnya sarana prasarana pendidikan, juga tidak semua guru belajar atau mempelajari ortopedagogik, yaitu ilmu yang berhubungan dengan pendidikan, dalam hal ini terutama adalah tentang pendidikan anak berkebutuhan khusus, sedangkan di lapangan mereka dihadapkan dengan anak-anak berkebutuhan khusus dengan latar belakang yang berbeda-beda, sehingga terkadang guru menjadi bingung tentang apa yang harus dilakukan ketika menghadapi anak-anak tersebut dengan berbagai karakteristiknya dalam mencapai tujuan dari proses pendidikan yang telah direncanakan.

Untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah direncanakan, guru pun dituntut mampu membuat indikator-indikator dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan secara nasional. Indikator-indikator yang dibuat tersebut harus berdasarkan pada identifikasi dan asesmen awal sebelum anak mengikuti kegiatan pembelajaran, hal tersebut menuntut guru agar lebih kritis dan kreatif dalam mengembangkan proses pendidikan atau proses pembelajaran yang terjadi. Di lapangan juga tidak semua peserta didik tersebut dapat mencapai indikator yang telah ditetapkan yang disebabkan oleh

(6)

hambatan yang dialami masing-masing peserta didik, misalnya ada anak yang dapat dengan mudah atau cepat menangkap pelajaran, tetapi ada juga anak yang sulit atau lambat dalam menerima pelajaran yang disampaikan, oleh karena itu guru dituntut untuk dapat mengaplikasikan kurikulum, menyusun dan merencanakan proses belajar mengajar yang fleksibel sehingga dapat mengakomodir semua kebutuhan peserta didik serta dapat dengan lebih mudah dalam melaksankan rencana proses belajar mengajar yang telah dibuat.

Di sekolah dengan seting pendidikan inklusif terdapat anak-anak berkebutuhan khusus yang memiliki karakteristik, kemampuan, minat, bakat, kebutuhan, serta latar belakang yang berda-beda, yang menuntut semua yang berhubungan dengan proses pembelajarannya untuk disesuaikan termasuk kurikulum sebagai pedoman pembelajaran guna mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efesien serta berkembangnya potensi peserta didik secara optimal.

Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, guru sekolah reguler perlu dibekali dengan berbagai pengetahuan yang berhubungan dengan anak- anak berkebutuhan khusus, diantaranya adalah mengetahui siapa dan bagaimana anak berkebutuhan khusus beserta karakteristiknya. Selain itu guru reguler pun perlu dibekali dengan pengetahuan dan pemahaman tentang kurikulum dan fleksibilitas kurikulum sehingga dapat membuat atau menyusun program pembelajaran sesuai dengan keadaan yang ada terutama sesuai dengan keadaan peserta didik.

(7)

Pendidikan inklusif merupakan tantangan bagi para guru dan pakar pendidikan, serta lembaga pendidikan untuk meningkatkan atau mengoptimalkan potensi keragaman siswa di sekolah yang bersangkutan.

Biasanya sekolah menyelenggarakan pendidikan dengan menggunakan kurikulum yang sama dan dengan cara penyampaian yang sama pula, padahal dalam kenyataannya tampak bahwa tiap siswa memiliki kebutuhan yang berbeda. Diungkapkan bahwa suatu sistem pembelajaran harus dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa. Pembelajaran yang tidak memperhatikan kebutuhan peserta didik berbeda-beda dapat menyebabkan adanya kelompok anak didik yang merasa sangat berat untuk mengikuti pembelajaran di sekolah dan ada pula yang merasakan tugas-tugas sekolah terlalu ringan hingga membosankan (Arum W. 2005:6).

Selain masalah di atas, yang perlu diperhatikan juga adalah bagaimana proses pembelajaran individual dapat dilaksanakan dengan baik tanpa harus merusak keberadaan kurikulum yang ada. Artinya disatu sisi prinsip-prinsip pemenuhan kebutuhan individu dapat terakomodasi dengan baik, tetapi di sisi lain kurikulum yang menjadi acuan guru saat ini juga tetap dapat dilaksanakan, sehingga kesenjangan antara kondisi yang ada dengan kondisi yang diharapkan dapat diselaraskan.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penelitian ini berupaya untuk mengungkap “Fleksibilitas Kurikulum bagi Anak Berkebutuhan Khusus dalam Implementasi Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar Sembilan Mutiara Bandung“

(8)

B. Fokus Masalah Penelitian

Yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah Fleksibilitas Kurikulum Bagi Anak Berkebutuhan Khusus dalam Implementasi Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar Sembilan Mutiara Bandung.

Fokus penelitian diarahkan pada fleksibilitas kurikulum pada pembelajaran tematik, format program pembelajaran berdasarkan fleksibilitas kurikulum, dan implementasi fleksibilitas kurikulum bagi anak berkebutuhan khusus dalam proses belajar mengajar di kelas dengan seting inklusi. Alasan peneliti memilih fokus masalah di atas didasarkan pada pemikiran bahwa di sekolah dengan seting pendidikan inklusif terdapat anak-anak berkebutuhan khusus yang memiliki karakteristik, kemampuan, minat, bakat, kebutuhan, serta latar belakang yang berda-beda, yang menuntut semua yang berhubungan dengan proses pembelajarannya untuk disesuaikan termasuk kurikulum sebagai pedoman pembelajaran guna mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efesien serta berkembangnya potensi peserta didik secara optimal.

C. Batasan Masalah Penelitian

Begitu luasnya garapan bidang dan banyaknya prinsip dari sebuah kurikulum, serta lingkungan dimana kurikulum tersebut diterapkan, maka penulis membatasi masalah penelitian ini hanya pada satu prinsip pelaksanaan kurikulum, yaitu prinsip fleksibilitas, dan hanya pada satu ruang lingkup

(9)

tempat pelaksanaan fleksibilitas kurikulum, yaitu hanya pada pembelajaran tematik dan hanya pada kelas satu sekolah dasar Sembilan Mutiara Bandung.

Ada dua katagori karakteristik anak berkebutuhan khusus, yaitu anak berkebutuhan khusus temporer dan anak berkebutuhan khusus permanen.

Cukup banyak yang menjadi cakupan karakteristik dari keduanya, oleh karena itu karakteristik anak berkebutuhan khusus dalam penelitian ini juga peneliti batasi hanya pada anak berkebutuhan khusus yang ada pada kelas yang bersangkutan, yaitu anak berkebutuhan khusus permanen, yaitu anak berkebutuhan khusus yang memiliki karakteristik inteleigensi di bawah rata- rata (mentaly retarded) dan anak autistik-hiperaktif.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pada fokus penelitian, maka selanjutnya permasalahan penelitian tersebut dieksplorasi melalui sejumlah pertanyaan penelitian berikut:

1. Bagaimana penyesuaian yang dilakukan oleh guru sekolah dasar Sembilan Mutiara Bandung terhadap kurikulum agar dapat memenuhi kebutuhan anak berkebutuhan khusus dalam seting pendidikan inklusif?

2. Bagaimana format program pembelajaran yang disusun oleh guru berdasarkan pada fleksibilitas kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus dalam implementasi pendidikan inklusif di sekolah dasar Sembilan Mutiara Bandung?

(10)

3. Bagaimana guru melaksanakan program pembelajaran yang telah disusun berdasarkan prinsip fleksibilitas kurikulum bagi anak berkebutuhan khusus dalam implementasi pendidikan inklusif di sekolah dasar Sembilan Mutiara Bandung?

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk dapat menggunakan data yang diperoleh dilapangan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dan untuk mengetahui apa yang dihasilkan dari fleksibilitas kurikulum dalam implementasi pendidikan inklusif di sekolah dasar Sembilan Mutiara Bandung.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

a. Untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana penyesuaian yang dilakukan oleh guru sekolah dasar Sembilan Mutiara Bandung terhadap kurikulum agar dapat memenuhi kebutuhan anak berkebutuhan khusus dalam seting pendidikan inklusif.

b. Untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana format progam pembelajaran yang disusun oleh guru berdasarkan pada fleksibilitas kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus dalam implementasi pendidikan inklusif di sekolah dasar Sembilan Mutiara Bandung.

(11)

c. Untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana guru melaksanakan program pembelajaran yang telah disusun berdasarkan prinsip fleksibilitas kurikulum bagi anak berkebutuhan khusus dalam implementasi pendidikan inklusif di sekolah dasar Sembilan Mutiara Bandung.

2. Kegunaan Penelitian

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi para praktisi pendidikan dan bagi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, khususnya bagi sekolah dasar Sembilan Mutiara Bandung dalam meningkatkan mutu pelaksanaan proses belajar mengajar dengan setting pendidikan inklusif.

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menjawab permasalahan dan menguji asumsi-asumsi yang muncul berkaitan dengan penerapan prinsip fleksibilitas kurikulum pada pembelejaran tematik bagi anak berkebutuhan khusus dalam implementasi pendidikan inklusif di sekolah dasar Sembilan Mutiara Bandung.

(12)

F. Definisi Konsep

1. Fleksibilitas kurikulum. Fleksibilitas kurikulum dapat diartikan bahwa kurikulum memiliki sifat luwes, lentur atau fleksibel, sehingga dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar belakang peserta didik (Supriadie, dkk 1996:32).

2. Anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah ”anak yang secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan atau kebutuhannya dan potensinya secara maksimal.

Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang mempunyai kebutuhan baik permanen maupun temporer (sementara), yaitu memperoleh pelayanan pendidikan yang disesuaikan, yang disebabkan oleh kondisi sosial-emosi, dan/atau kondisi ekonomi, dan/atau kondisi politik, dan/atau ketunaan bawaan maupun yang didapat kemudian” (Skortjen, 2003).

3. Pendidikan inklusif. Inklusi pada hakekatnya adalah sebuah filosofi pendidikan dan sosial yang menghargai keragaman, menghormati bahwa semua orangasalah bagian dari yang erhargadalam kebersamaan masyarakat, apapun perbedannnya. Falsafah inklusi memandang manusia sebagai makhluk yang sederajat walaupun berbeda-beda (Heijmen, 2005:15).

(13)

G. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dengan pendekatan kualitatif melalui studi kasus (case study).

Penelitian ini memiliki ciri menuturkan dan menafsirkan suatu keadaan, fakta atau fenomena yang terjadi pada saat penelitian berlangsung secara objektif.

Karena kualitatif maka penelitian ini tidak menggunakan angka dalam pengumpulan data dan dalam memberikan penafsiran terhadap hasilnya (Arikunto, 2002: 10). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Maanen (dalam Tarsidi, 2002: 90) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan berbagai macam teknik interpretasi yang berupaya mendeskripsikan, mengungkap, menterjemahkan, atau manafsirkan fenomena sosial tertentu yang terjadi secara alami, dari maknanya bukan frekuensinya.

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas satu sekolah dasar Sembilan Mutiara Jalan Perum Taman Hijau No. 43 Bandung. Penelitian ini dilaksanakan di sekolah dasar Sembilan Mutiara Bandung, yang berdasarkan hasil studi pendahuluan sekolah ini cukup relevan dan dapat dijadikan tempat pelaksanaan penelitian.

2. Subjek Penelitian

Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah guru kelas satu sebagai guru mata pelajaran tematik dan ortopedagog melalui observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

(14)

3. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik wawancara, observasi dan teknik studi dokumentasi.

4. Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan sebagai instrumen dalam penelitian ini adalah pedoman observasi, pedoman wawancara dan pedoman studi dokumentasi.

5. Pengujian Keabsahan Data

Pengujian keabsahan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik triangulasi, yaitu membandingkan data dari hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan ialah teknik analisis data kualitatif mengikuti konsep yang diberikan Milles and Huberman (1984), yaitu analisis data dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sampai tuntas dan datanya sampai jenuh.

Referensi

Dokumen terkait

Namun dalam pelaksanaannya bagi siswa yang merupakan anak dari guru dari SMAN 1 Bandar dan anak dari anggota Komite Sekolah dibebaskan dari pembayaran sumbangan tersebut. Namun

Kepribadian yang diterapkan sekretaris pada Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan meliputi seluruh perbuatan yang menyangkut kemampuan maupun kebiasaan yang tercermin pada

perkembangannya sentra kulakan mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, hal ini bisa dilihat dengan semakin banyak terbentuk sentra kulakan didesa yang menjadi

Analisis semiotika Tutur Ardhasmara yaitu reinkarnasi yang merupakan suatu kepercayaan tentang kelahiran yang berulang-ulang dan sanggah kamulan yang berfungsi sebagai

Skripsi berjudul “Profil Interferon-γ Pasca Injeksi Ekstrak Kelenjar Saliva Anopheles aconitus pada Mencit Balb/c sebagai Model Transmission Blocking Vaccine (TBV)

[r]

Dari hasil penelitian peran kepemimpinan sosial kepala adat dalam pembangunan di kampung Pepas Eheng Kecamatan Barong Tongkok Kabupaten Kutai Barat mempunyai peran yang sangat

Satuan Tugas Penyelenggaraan SPIP, yang selanjutnya disingkat Satgas adalah suatu tim dengan tugas memfasilitasi pelaksanaan seluruh tahapan penyelenggaraan SPIP di