• Tidak ada hasil yang ditemukan

Al-Hasyimiah Jurnal Ekonomi Syari ah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Al-Hasyimiah Jurnal Ekonomi Syari ah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Al-Hasyimiah

Jurnal Ekonomi Syari’ah

Yessy Septrimadona Vol. 2 No. 2 Maret 2019 11 MANAJEMEN RISIKO DAN URGENSINYA

BAGI BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN KONVENSIONAL DAN SYARIAH

Oleh : Yessy Septrimadona

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Dasar, prinsip pengukuran dan urgensi Manajemen Risiko bagi bank dan lembaga keuangan konvensional dan syariah. Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan Bank dan Lembaga keuangan konvensional dan syariah. Bagi bank, penerapan manajemen risiko dapat meningkatkan shareholder value, memberikan gambaran kepada pengelola Bank mengenai kemungkinan kerugian Bank di masa datang, meningkatkan metode dan proses pengambilan keputusan yang sistematis yang didasarkan atas ketersediaan informasi, digunakan sebagai dasar pengukuran yang lebih akurat mengenai kinerja Bank, digunakan untuk menilai risiko yang melekat pada instrumen atau kegiatan usaha Bank yang relatif kompleks serta menciptakan infrastruktur manajemen risiko yang kokoh dalam rangka meningkatkan daya saing Bank. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka setiap Bank permodalan Bank dan Lembaga keuangan konvensional dan syariah WAJIB menetapkan Kebijakan Manajemen Risiko sebagai pedoman bagi seluruh unit kerja dalam melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko yang berlandaskan prinsip kehati-hatian, sehingga diharapkan tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan bank atau yang dapat mengganggu kelangsungan usaha bank.

Kata Kunci : Resiko, Manajemen Risiko, Bank, Lembaga keuangan

A. PENDAHULUAN

Risiko merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan. Artinya Sepanjang manusia hidup, manusia akan selalu menghadapi risiko. Risiko berhubungan dengan ketidakpastian yang terjadi karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Walaupun suatu kegiatan telah direncanakan sebaik mungkin, namun tetap saja mengandung suatu ketidakpastian. Walaupun demikian, orang harus berusaha agar ketidakpastian

itu dapat di perkecil atau di antisipasi bahkan dihilangkan dengan menyediakan beberapa tindakan alternatif. Adanya potensi resiko yang dapat dialami seluruh aktifitas usaha, maka pengendalian resiko merupakan hal yang sangat di perlukan.

Bila resiko tersebut dapat di analisis, dan di kelola secara benar, maka kita sudah melakukan suatu usaha pengendalian resiko sebagai langkah dalam menekan kerugian yang dapat terjadi. Oleh sebab itu salah satu cara untuk mengendalikan segala risiko yang terjadi adalah dengan menerapkan manajemen risiko.

(2)

Al-Hasyimiah

Jurnal Ekonomi Syari’ah

Yessy Septrimadona Vol. 2 No. 2 Maret 2019 12 Dalam beberapa tahun terakhir,

manajemen risiko menjadi trend utama baik dalam perbincangan, maupun praktik di dalam dunia bisnis, khususnya di industri keuangan (perbankan dan lembaga keuangan lainnya). Karena peran dari manajemen risiko yang diharapkan dapat mengantisipasi terjadinya risiko yang sangat berlebihan. Tentu saja hal ini secara konkret menunjukkan pentingnya manajemen risiko dalam bisnis pada masa kini termasuk juga di lembaga keuangan baik konvensional ataupun syariah.

Pada era modern ini, Bank dan Lembaga Keuangan Konvensional dan Syariah telah menjadi fenomena global. Di Indonesia, pertumbuhan dan perkembangan Bank dan Lembaga Keuangan Konvensional dan Syariah juga tumbuh makin pesat. Krisis keuangan global di satu sisi telah membawa hikmah bagi perkembangan Bank dan Lembaga Keuangan Konvensional dan Syariah.

Masyarakat dunia, para pakar dan pengambil kebijakan ekonomi, tidak saja melirik tetapi lebih dari itu mereka ingin menerapkan konsep syariah secara serius.

Namun demikian masa depan dari industri Bank dan Lembaga Keuangan Konvensional dan Syariah, akan sangat bergantung pada kemampuannya untuk merespons perubahan dalam dunia keuangan. Fenomena globalisasi dan revolusi teknologi informasi, menjadikan ruang lingkup Bank dan Lembaga Keuangan Konvensional dan Syariah sebagai lembaga keuangan telah melampaui batas perundang-undangan suatu negara. Implikasinya adalah, sektor keuanganpun menjadi semakin dinamis, kompetitif dan kompleks. Terlebih lagi adanya tren pertumbuhan merger lintas segmen, akuisisi, dan konsolidasi keuangan, yang membaurkan risiko unik tiap segmen dari industri keuangan tersebut. Lebih lanjut terdapat kecenderungan perkembangan sistem

pencatatan, matematika keuangan dan inovasi teknik manajemen risiko yang tidak dapat diprediksi. Perkembangan tersebut disinyalir akan semakin menambah tantangan yang dihadapi oleh Bank dan Lembaga Keuangan Konvensional , terutama dengan masuknya lembaga keuangan Syariah yang juga menawarkan produk-produk keuangan syariah.

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat di rumuskan permasalahan sebagai berikut :1) Apa pengertian Manajemen Risiko. 2) Apa prinsip dasar Manajemen Risiko. 3) Bagaimana prinsip pengukuran manajemen Risiko. 4) Bagaimana urgensi bagi bank dan lembaga keuangan konvensional dan syariah.

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penulisan adalah sebagai berikut : 1) Untuk mengetahui pengertian Manajemen Risiko. 2) Untuk mengetahui dasar Manajemen Risiko. 3) Untuk mengetahui prinsip pengukuran manajemen Risiko 4) Untuk mengetahui urgensi Manajemen Kredit bagi bank dan lembaga keuangan konvensional dan syariah

B. KAJIAN TEORI

Risiko pembiayan adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajibannya.1[15]Risiko kredit adalah risiko debitur atau pembeli secara kredit tidak dapat membayar hutang dan memenuhi kewajiban seperti tertuang dalam kesepakatan, atau turunnya kualitas debitur atau pembeli sehingga persepsi mengenai kemungkinan gagal bayar semakin tinggi.2

1[15] Adiwarman A. Karim, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, Op.

Cit. Hlm. 260.

2[16] Bramantyo Djohanputro, Manajemen Risiko Korporat Terintagrasi, Jakarta: PPM, 2004. Hlm. 74.

(3)

Al-Hasyimiah

Jurnal Ekonomi Syari’ah

Yessy Septrimadona Vol. 2 No. 2 Maret 2019 13 Risiko kredit atau sering disebut juga

default risk merupakan suatu risiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan.3

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa risiko pembiayaan merupakan risiko yang timbul akibat dari nasabah yang gagal atau tidak mampu dalam mengembalikan pembiayaan sesuai dengan perjanjian yang telah dilakukan.

Setiap pemberian pembiayaan mengandung risiko sebagai akibat ketidakpastian dalam pengembaliannya.

Oleh karena itu, bank perlu mencegah atau memperhitungkan kemungkinan timbulnya risiko tersebut. Risiko-risiko yang mungkin timbul adalah :4[18]

a. Analisis kredit yang tidak sempurna,

b. Monitoring proyek-proyek yang dibiayai,

c. Penilaian dan peninjauan agunan, d. Penyelesaian kredit bermasalah, e. Penilaian pembelian surat-surat

berharga, dan

f. Penetapan limit untuk seluruh eksposure kepada setiap individu.

Upaya-upaya untuk mengeliminasi risiko- risiko tersebut di atas meliputi hal-hal berikut:

a. Dalam pemberian kredit, bank harus melakukan analisis yang mendalam terhadap proyek yang dibiayai sebelum pemberian kredit dilakukan.

3[17] Rivai, dkk. Bank And Financial Institution Management, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

Hlm. 806.

4[18] Malayu S.P Hasibun, Dasar- Dasar Perbankan, Jakarta: Bumi Aksara, 2006. Hlm. 175-176.

b. Setelah kredit diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap kemampuan dan kepatuhan debitur serta perkembangan proyek yang dibiayai.

c. Bank perlu melakukan peninjauan dan penilaian kembali agunan secara berkala sesuai prosedur yang telah ditetapkan.

d. Apabila telah terdapat kredit- kredit bermasalah, bank wajib menyelesaikan secara tuntas sehingga tidak membebani kinerja Kualitas Aktiva Produktif (KAP) bank.

e. Bank telah mendiversifikasikan penanaman dananya, sebelum pembelian terhadap surat-surat berharga (SBB) harus dilakukan penilaian terhadap kemampuan penerbit atau memperhatikan rating SBB dimaksud.

f. Pembatasan credit line kepada setiap individu debitur maupun kelompok untuk menghindari risiko yang lebih besar bilamana kredit dimaksud wanprestasi.

Penyebab utama terjadinya risiko pembiayaan adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas, sehingga penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya.

Resiko menjadi semakin terlihat manakala perekonomian mengalami krisis atau resesi. Kelesuan ekonomi akan berdampak langsung pada menurunnya omzet penjualan perusahaan, sehingga perusahaan akan mengalami kesulitan untuk dapat memenuhi kewajiban membayar utang-utangnya. Demikian pula jika terjadi kenaikan tingkat bunga.

Menurut Sulad Sri Hardanto dalam bukunya manajemen risiko bagi bank

(4)

Al-Hasyimiah

Jurnal Ekonomi Syari’ah

Yessy Septrimadona Vol. 2 No. 2 Maret 2019 14 umum (2008:107), credit Risk mitigation

adalah tekhnik dan kebijakan untuk mengelola risiko kredit dalam rangka meminimalisir peluang atau dampak dari kerugian yang disebabkan oleh kredit bermasalah.

Berdasarkan peraturan Bank Indonesia, PBI No.7/2/PBI/2006 tanggal 20 Januari 2005 klasifikasi kredit sebagai berikut:

1. Lancar: 0 hari

2. Dalam perhatian khusus:1 - 90 hari 3. Kurang lancar: 91 - 120 hari.

4. Diragukan :

121 - 180 hari.

5. Macet: > 181 hari.

Penaksiran klasifikasi risiko kredit yaitu :

a. Risiko rendah (low) bila risiko kredit masih berada di bawah 5%.

b. Risiko sedang (moderate) bila risiko kredit berada pada 5%-10%.

c. Risiko tinggi (high) bila risiko kredit berada di atas 10%.

Untuk sebagian bank, risiko kredit merupakan risiko terbesar yang dihadapi.

Pada umumnya, marjin yang diperhitungkan untuk mengantisipasi risiko kredit hanyalah merupakan bagian kecil dari total kredit yang diberikan bank.

Kerugian bagi bank semakin bertambah apabila ternyata jaminan bagi pemberian kredit tidaklah memadai atau meng-cover pinjaman yang diberikan. Bank akan mengalami kesulitan yang berat jika ia terbelit dengan masalah kredit macet yang terlampau besar. Oleh karenanya kerugian pada kredit dapat menghancurkan modal bank dalam waktu singkat.

C. PEMBAHASAN

1. Profil Risiko pada Bank dan lembaga Keuangan konvensional dan syariah

Dalam konteks penerapan manajemen risiko, pedoman yang dijalankan selama ini, dibuat hanya untuk

bank-bank konvensional. Padahal pemain dalam bisnis perbankan dunia dan nasional tidak hanya bank konvensional, tetapi juga telah diramaikan oleh bank dengan prinsip syariah yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Secara historis penerapan manajemen risiko pada bank, dalam hal ini BI sendiri baru mulai menerapkan aturan perhitungan capital adequacy ratio (CAR) pada bank sejak 1992.5

Secara umum, risiko yang dihadapi perbankan syariah bisa diklasifikasikan menjadi dua bagian besar.

Yakni risiko yang sama dengan yang dihadapi bank konvensional dan risiko yang memiliki keunikan tersendiri karena harus mengikuti prinsip-prinsip syariah.

Risiko kredit, risiko pasar, risiko benchmark, risiko operasional, risiko likuiditas, dan risiko hukum, harus dihadapi bank syariah. Tetapi, karena harus mematuhi aturan syariah, risiko- risiko yang dihadapi bank syariah pun menjadi berbeda.

Survei yang dilakukan Islamic Development Bank (2001) terhadap 17 lembaga keuangan syariah dari 10 negara mengimplikasikan, risiko-risiko unik yang harus dihadapi bank syariah lebih serius mengancam kelangsungan usaha bank syariah dibandingkan dengan risiko yang dihadapi bank konvesional. Survei tersebut juga mengimplikasikan bahwa para nasabah bank syariah berpotensi menarik simpanan mereka jika bank syariah memberikan hasil yang lebih rendah daripada bunga bank konvesional.[9]

Lebih jauh survei tersebut menyatakan, model pembiayaaan bagi hasil, seperti diminishing musyarakah, musyarakah, mudharabah, dan model jual-beli, seperti salam dan istishna’, lebih berisiko ketimbang murabahah dan ijarah.

5 Tedy Fardiansyah Idris, Tantangan Manajemen Risiko Bank Syari’ah, dikutip dari

InfoBankNews.com

(5)

Al-Hasyimiah

Jurnal Ekonomi Syari’ah

Yessy Septrimadona Vol. 2 No. 2 Maret 2019 15 2. Pengertian Manajemen Risiko

Manajemen Risiko adalah sebuah sistem pengawasan risiko serta sistem perlindungan inventaris, harta benda, keuntungan dan hak milik suatu badan usaha atau perusahaan ataupun perorangan dari kemungkinan kerugian yang di alami sebagai akibat adanya suatu risiko. Proses manajemen risiko meliputi beberapa kegiatan yaitu identifikasi, evaluasi dan kontrol atau pengendalian risiko yang bersifat mengancam dan dapat menimbulkan kerugian bagi suatu perusahaan yang tengah aktif menjalankan usaha.6

Menurut Fahmi (2016) manajemen risiko adalah suatu bidang ilmu yang membahas tentang bagaimana suatu organisasi menerapkan ukuran dalam memetakan berbagai permasalahan yang ada dengan menempatkan berbagai pendekatan manajemen secara komprehensif dan sistematis.7

Dalam bidang manajemen risiko, definisi risiko sendiri yaitu suatu kemungkinan peristiwa atau keadaan yang bersifat mengancam terhadap target atau pencapaian tujuan suatu perusahaan.

Risiko dalam manajemen risiko memiliki 2 tipe risiko di antaranya :

a. Risiko murni (pure risk)

adalah risiko dimana kemungkinan kerugian ada, tetapi kemungkinan keuntungan tidak ada. Contoh : kecelakaan, kebakaran, kebanjiran dsb.

Salah satu cara menghindari risiko murni ini adalah dengan asuransi.

Dengan demikian besarnya kerugian dapat diminimalkan. Itu sebabnya risiko murni kadang dikenal dengan istilah risiko yang dapat diasuransikan (insurable risk).

b. Risiko spekulatif

6 Pengertian manajemen.net/pengertian-mnajemen- risiko/

7 Irham Fahmi, Manajemen Risiko, Teori, Kasus, dan solusi, (Bandung, alfabeta,2016)

adalah suatu risiko yang dihadapi perusahaan yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat memberikan kerugian. Contoh: usaha bisnis, membeli saham. Risiko spekulatif kadang-kadang dikenal dengan istilah risiko bisnis.

Contoh – contoh risiko murni

TIPE RISIKO

DEFINISI ILUSTRASI

Risiko aset fisik

Risiko yang terjadi karena kejadian tertentu berakibat buruk (kerugian) pada aset fisik organisasi.

Kebakaran yang melanda gudang atau bangunan perusahaan. Banjir mengakibatkan kerusakan pada bangunan dan peralatan

Risiko karyawan

Risiko karena karyawan organisasi mengalami peristiwa yang merugikan.

Kecelakaan kerja

mengakibatkan karyawan cedera, kegiatan operasional perusahaan terganggu.

Risiko legal

Risiko kontrak tidak

sesuai yang

diharapkan,

dokumentasi yang tidak benar.

Terjadi perselisihan sehingga perusahaan lain menuntut ganti rugi yang signifikan.

Contoh – contoh risiko spekulatif

TIPE RISIKO DEFINISI ILUSTRASI

Risiko pasar Risiko yang terjadi dari pergerakan harga atau volatilitas harga pasar.

Harga pasar saham dalam portofolio perusahaan

mengalami

penurunan, yang mengakibatkan kerugian yang dialami perusahaan.

Resiko kredit Resiko karena counter partygagal memenuhi kewajibannya kepada perusahaan.

Debitur tidak bisa membayar cicilan dan bunga hutang, sehingga perusahaan mengalami kerugian.

Piutang dagang tidak

(6)

Al-Hasyimiah

Jurnal Ekonomi Syari’ah

Yessy Septrimadona Vol. 2 No. 2 Maret 2019 16

terbayar.

Risiko likuiditas Risiko tidak bisa memenuhi kebutuhan kas, resiko tidak bisa menjual dengan cepat karena

ketidaklikuidan atau gangguan pasar.

Perusahaan tidak mempunyai kas untuk membayar kewajibannya (misal melunasi hutang).

Perusahaan terpaksa menjual tanah dengan harga murah (dibawah standar) karena sulit menjual tanah tersebut (tidak likuid) padahal perusahaan

membutuhkan kas dengan cepat.

Risiko operasional

Risiko kegiatan operasional tidak berjalan lancar dan mengakibatkan kerugian, kegagalan sistem, human error, pengendalian dan prosedur yang kurang.

Komputer

perusahaan terkena virus sehingga operasi perusahaan terganggu. Prosedur pengendalian perusahaan tidak memadai sehingga terjadi pencurian barang-barang yang dimiliki perusahaan.

Dalam manajemen risiko, strategi yang dapat diambil untuk mengatasi masalah ini antara lain dengan memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu.8

3. Manfaat Manajemen Risiko

Manajemen risiko mempunyai tujuan yaitu meminimalkan risiko atau mengurangi risiko, yang meliputi beberapoa manfaat yaitu: (Paul Sutaryo, 2003).

a. mampu memberikan informasi dan pandangan kepada manajemen tentang semua jenis dan klasifikasi profil risiko, perubahan produk dan

8 Rahman

8194.Blogspot.co.id/2013/11/manajemen- risiko.html

pangsa pasar dan lingkungan bisnis. (Arry Basuseno, 2004).

b. mampu menyampaikan isu sentral tentang formulasi kebijakan manajemen risiko dan review-nya.

c. mampu menghitung dan mengukur besarnya risk exposure.

d. mampu menetapkan alokasi sumber-sumber dana sekaligus limit risiko dengan lebih tepat.

e. mampu menghindari konsentrasi portofolio yang berlebihan.

f. mampu membuat cadangan yang memadai untuk mengantisipasi risiko yang sudah diukur dan dihitung.

g. mampu menghindari potensi kerugian yang relative besar.

(Robert Tampubolon, 2004).

4. Prinsip dasar Manajemen Risiko Fungsi manajemen sering diterjemahkan ke dalam tiga langkah:

perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian. Mengikuti kebiasaan tersebut proses manajemen risiko dapat dibagi menjadi beberapa tahap antara lain:

a. Perencanaan

Perencanaan manajemen risiko bisa dimulai dengan menetapkan visi, misi dan tujuan yang berkaitan dengan manajemen risiko. Kemudian perencanaan manajemen risiko bisa diteruskan dengan penetapan target, kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan manajemen risiko. Akan lebih baik lagi jika visi, misi, kebijakan dan prosedur tersebut dituangkan secara tertulis. Dokumen tertulis semacam itu memudahkan pengarahan, sekaligus

menegaskan dukungan

manajemen terhadap program manajemen risiko.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan manajemen risiko meliputi aktivitas operasional yang

(7)

Al-Hasyimiah

Jurnal Ekonomi Syari’ah

Yessy Septrimadona Vol. 2 No. 2 Maret 2019 17 berkaitan dengan manajemen risiko.

Proses identifikasi dan pengukuran risiko kemudian diteruskan dengan manajemen (pengelolaan) risiko yang merupakan aktivitas operasional yang utama dari manajemen risiko.

c. Identifikasi risiko

Identifikasi risiko dilakukan untuk mengidentifikasi risiko apa saja yang dihadapi oleh suatu organisasi. Teknik untuk mengidentifikasi risiko, misal dengan menelusuri sumber risiko sampai terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan.

d. Evaluasi dan Pengukuran Risiko Tujuan evaluasi risiko adalah untuk memahami karakteristik risiko dengan lebih baik. Jika kita memperoleh pemahaman yang lebih baik, maka risiko akan lebih mudah dikendalikan.

Evaluasi yang lebih sistematis dilakukan untuk mengukur risiko tersebut. Sebagai contoh: kita bisa memperkirakan probabilitas (kemungkinan) risiko atau suatu kejadian jelek terjadi. Dengan probabilitas tersebut kita berusaha mengukur resiko.

e. Pengelolaan Risiko

Risiko harus dikelola, jika tidak maka konsekuensinya bisa culup serius misal kerugian yang culup besar. Risiko bisa dikelola dengan berbagai cara antara lain:

1) Penghindaran

Cara paling mudah dan aman untuk mengelola risiko adalah menghindar. Tetapi cara semacam ini barangkali tidak optimal.

Sebagai contoh: jika kita ingin memperoleh keuntungan dari bisnis, maka mau tidak mau kita harus keluar dan menghadapi

risiko tersebut. Kemudian kita akan mengelola risiko tersebut.

2) Ditahan (Retention)

Dalam beberapa situasi, akan lebih baik jika kita menghadapi sendiri risiko tersebut (menahan risiko tersebut atau risk retention). Contoh: misalkan seseorang akan keluar rumah membeli sesuatu dari supermarket terdekat, dengan menggunakan kendaraaan. Kendaraan tersebut tidak diasuransikan. Orang tersebut merasa asuransi terlalu repot, mahal, sementara dia akan mengendarai kendaraan tersebut dengan hati-hati. Dalam contoh tersebut, orang tersebut memutuskan untuk menanggung sendiri (menahan, retention) risiko kecelakaan.

3) Diversifikasi

Diversifikasi berarti menyebar eksposur yang kita miliki sehingga tidak terkonsentrasi pada satu atau dua eksposur saja.

Sebagai contoh: kita barangkali akan memegang aset tidak hanya satu, tetapi ada beberapa aset.

Misal saham A, saham B, saham C, properti, dsb. Jika terjadi kerugian pada satu aset, kerugian tersebut diharapkan bisa dikompensasi oleh keuntungan dari aset lainnya.

4) Transfer Risiko

Jika kita tidak ingin menanggung risiko tertentu, kita bisa mentransfer risiko tersebut ke pihak lain yang lebih mampu menghadapi risiko tersebut.

5) Pengendalian Resiko

Pengendalian risiko dilakukan untuk mencegah atau menurunkan probabilitas terjadinya risiko atau kejadian yang tidak kita inginkan..

6) Pendanaan Risiko

(8)

Al-Hasyimiah

Jurnal Ekonomi Syari’ah

Yessy Septrimadona Vol. 2 No. 2 Maret 2019 18 Pendanaan risiko mempunyai arti

bagaimana mendanai kerugian yang terjadi jika suatu risiko muncul.

f. Pengendalian

Tahap berikutnya dari proses manajemen risiko adalah pengendalian yang meliputi evaluasi secara periodik pelaksanaan manajemen risiko, output pelaporan yang dihasilkan oleh manajemen risiko dan umpan balik (feedback).

Formamt pelaporan manajemen risiko bervariasi dari satu organisasi ke organisasi lainnya dan dari satu kegiatan kegiatan lainnya.

Adapun prinsip dasar manajemen risiko adalah :

1. Transparansi

Prinsip ini mensyaratkan agar seluruh potensi risiko yang ada pada suatu aktivitas, khususnya transaksi, dibeberkan secara terbuka. Risiko yang tersembunyi/disembunyikan akan menjadi sumber permasalahan terbesar dan, per definisi, tidak akan dapat dikelola dengan baik.

2. Pengukuran yang Akurat

Prinsip ini mewakili sisi sains dari konsep Manajemen Risiko, dan

mensyaratkan investasi

berkesinambungan untuk berbagai teknik dan alat yang akan digunakan sebagai syarat dari proses Manajemen Risiko yang kuat.

3. Informasi Berkualitas yang Tepat Waktu Prinsip ini akan turut menentukan akurasi pengukuran dan kualitas keputusan yang diambil. Sebaliknya tidak terpenuhinya prinsip ini bisa membawa manajemen pada suatu keputusan yang berisiko fatal.

4. Diversifikasi

Sistem Manajemen Risiko yang baik menempatkan konsep diversifikasi

sebagai sesuatu yang penting untuk dicermati. Hal ini menuntut pola pemantauan yang konstan dan konsisten. Asumsinya adalah bahwa konsentrasi (Risiko) dapat muncul setiap saat seiring dengan berbagai perubahan yang terjadi di dunia.

5. Independensi

Berdasarkan prinsip independensi, keberadaan suatu kelompok Manajemen Risiko yang independen makin dianggap sebagai suatu keharusan.

Prinsip ini tidak sekedar berbicara tentang kewenangan dan level tanggung jawab dari kelompok Manajemen Risiko dan kelompok/unit lainnya dalam perusahaan, melainkan juga tentang tentang visi perusahaan dan kualitas interrelasi antara kelompok Manajemen Risiko dengan kelompok/unit lainnya, dan juga antar kelompok/unit yang melaksanakan transaksi dengan mengambil risiko tertentu.

6. Pola Keputusan yang Disiplin

Porsi sains dalam konsep Manajemen Risiko memang telah memberikan banyak kontribusi bagi kemampuan Manajemen Risiko dalam melakukan pengukuran risiko namun kualitas keputusan tetap saja tergantung pada bagaimana manajemen memutuskan cara terbaik untuk menggunakan alat/teknik tertentu dan memahami keterbatasan yang dimiliki oleh alat/teknik tersebut.

7. Kebijakan

Prinsip ini mensyaratkan bahwa tujuan dan strategi Manajemen Risiko suatu perusahaan harus dirumuskan dalam sebuah Policy, Manual & Procedure yang jelas. Policy harus secara jelas menjabarkan dan mendefiniskan filosofi Manajemen Risiko perusahaan dan menyediakan keseluruhan pendekatan yang digunakan serta organisasi dari proses pengambilan Risiko. Tujuan utama dari hal tersebut adalah untuk

(9)

Al-Hasyimiah

Jurnal Ekonomi Syari’ah

Yessy Septrimadona Vol. 2 No. 2 Maret 2019 19 memberikan kejelasan mengenai proses

Manajemen Risiko, baik untuk pihak internal maupun untuk pihak eksternal seperti regulator dan para analis.

Prinsip-prinsip dasar tersebut di atas akan menjadi penentu arah dalam menyusun suatu kerangka kerja, suatu model Manajemen Risiko yang handal. Lebih jauh, prinsip-prinsip tersebut juga akan menjadi penentu keberhasilan dari penerapan model Manajemen Risiko dalam suatu perusahaan. Tanpa pemahaman mendalam serta konsistensi dalam menggunakan prinsip-prinsip tersebut, maka penyusunan dan penerapan suatu model Manajemen Risiko tidak akan memberikan nilai tambah yang seharusnya dapat diperoleh.

A. Prinsip Pengukuran Risiko a. Dimensi yang diukur

Pengukuran risiko adalah usaha untuk mengetahui besar/kecilnya risiko yang akan terjadi. Hal ini dilakukan untuk melihat tinggi rendahnya risiko yang dihadapi perusahaan, kemudian bisa melihat dampak dari risiko terhadap kinerja perusahaan sekaligus bisa melakukan prioritisasi risiko, risiko yang mana yang paling relevan.

Pengukuran risiko merupakan

tahap lanjutan setelah

pengidentifikasian risiko. Hal ini dilakukan untuk menentukan relatif pentingnya risiko, untuk memperoleh informasi yang akan menolong untuk menetapkan kombinasi peralatan manajemen risiko yang cocok untuk menanganinya.

Adapun manfaat pengukuran resiko yaitu:

1. Untuk menentukan kepentingan relatif dari suatu risiko yang dihadapi.

2. Untuk mendapatkan informasi yang sangat diperlukan oleh

Manajer Risiko dalam upaya menentukan cara dan kombinasi cara-cara yang paling dapat diterima/paling baik dalam

penggunaan sarana

penanggulangan risiko.

Dalam pengukuran risiko dimensi yang harus diukur:

1. Frekuensi atau jumlah kejadian yang akan terjadi

2. Tingkat kegawatan (severity)atau keparahan dari kerugian

Dari hasil pengukuran yang mencakup dua dimensi tersebut paling tidak diketahui:

1. Nilai rata-rata dari kerugian selama suatu periode anggaran.

2. Variasi nilai kerugian dari satu periode anggaran ke periode anggaran yang lain naik-turunnya nilai kerugian dari waktu ke waktu.

3. Dampak keseluruhan dari kerugian-kerugian tersebut, terutama kerugian yang ditanggung sendiri (diretensi), jadi tidak hanya nilai rupiahnya saja.

4. Dalam mengestimasi kegawatan dari suatu kerugian penting pula diperhatikan jangka waktu dari suatu kerugian, di samping nilai rupiahnya

b. Pengukuran frekuensi kerugian Pengukuran frekuensi kerugian adalah untuk mengetahui berapa kali suatu jenis peril dapat menimpa suatu jenis objek yang bisa terkena peril selama suatu jangka waktu terentu, umumnya satu tahun.

Berdasarkan dimensi frekuensi, ada empat kategori kerugian, yaitu :

1. Kerugian yang hampir tidak mungkin terjadi ( almost nill), yaitu risiko yang menurut pendapat manajer risiko atau kemungkinan terjadinya sangat kecil sekali (probabilitas terjadinya mendekati nol).

2. Kerugian yang kemungkinan terjadinya kecil (sligth), yaitu

(10)

Al-Hasyimiah

Jurnal Ekonomi Syari’ah

Yessy Septrimadona Vol. 2 No. 2 Maret 2019 20 risiko-risiko yang tidak akan

terjadi dalam waktu dekat dan dimasa yang akan datang kemungkinannya pun kecil.

3. Kerugian yang mungkin (moderate), yaitu kerugian- kerugian yang mungkin bisa terjadi dalam waktu yang dekat di masa yang akan datang.

4. Kerugian yang mungkin sekali (definite), yaitu kerugian yang biasanya terjadi secara teratur, baik dalam waktu dekat maupun dimasa mendatang.

c. Pengukuran kegawatan kerugian Pengukuran kerugian potensil dari dimensi kegawatan adalah untuk mengetahui berapa besarnya nilai kerugian, yang selanjutnya dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap kondisi perusahaan, terutama kondisi finansialnya.

B. Urgensi manajemen Risiko bagi Bank dan Lembaga Keuangan

Pada dasarnya mayoritas risiko yang dihadapi lembaga keuangan konvensional, seperti risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, dan lainnya juga dihadapi oleh lembaga keuangan syariah.9

Situasi lingkungan eksternal dan internal pada perbankan mengalami perkembangan pesat yang diikuti dengan semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan sehingga meningkatkan kebutuhan praktek tata kelola Bank yang sehat (good corporate governance) dan penerapan manajemen risiko yang meliputi pengawasan aktif pengurus Bank, kebijakan, prosedur dan penetapan limit risiko, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, sistem

9 Tariqullah khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko pada lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : Bumi Aksara, 2008, hal 193

informasi, dan pengendalian risiko, serta sistem pengendalian intern. Penerapan manajemen risiko tersebut akan memberikan manfaat, baik kepada perbankan maupun otoritas pengawasan Bank.

Bagi bank, penerapan manajemen risiko dapat meningkatkan shareholder value, memberikan gambaran kepada pengelola Bank mengenai kemungkinan kerugian Bank di masa datang, meningkatkan metode dan proses pengambilan keputusan yang sistematis yang didasarkan atas ketersediaan informasi, digunakan sebagai dasar pengukuran yang lebih akurat mengenai kinerja Bank, digunakan untuk menilai risiko yang melekat pada instrumen atau kegiatan usaha Bank yang relatif kompleks serta menciptakan infrastruktur manajemen risiko yang kokoh dalam rangka meningkatkan daya saing Bank.

Bagi otoritas pengawasan Bank, penerapan manajemen risiko akan mempermudah penilaian terhadap kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank yang dapat mempengaruhi permodalan Bank dan sebagai salah satu dasar penilaian dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan Bank.

Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan Bank. Untuk dapat menerapkan proses manajemen risiko, maka pada tahap awal Bank harus secara tepat mengidentifikasi risiko dengan cara mengenal dan memahami seluruh risiko yang sudah ada (inherent risks) maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru Bank, termasuk risiko yang bersumber dari perusahaan terkait dan afiliasi lainnya.

Setelah dilakukan identifikasi risiko secara akurat, selanjutnya secara berturut- turut Bank perlu melakukan pengukuran,

(11)

Al-Hasyimiah

Jurnal Ekonomi Syari’ah

Yessy Septrimadona Vol. 2 No. 2 Maret 2019 21 pemantauan dan pengendalian risiko.

Pengukuran risiko tersebut dimaksudkan agar Bank mampu mengkalkulasi eksposur risiko yang melekat pada kegiatan usahanya sehingga Bank dapat memperkirakan dampaknya terhadap permodalan yang seharusnya dipelihara dalam rangka mendukung kegiatan usaha dimaksud. Sementara itu, dalam rangka melaksanakan pemantauan risiko, Bank harus melakukan evaluasi terhadap eksposur risiko, terutama yang bersifat material dan atau yang berdampak pada permodalan Bank.

Hasil pemantauan yang mencakup evaluasi terhadap eksposur risiko tersebut dilaporkan secara tepat waktu, akurat dan informatif yang akan digunakan oleh pihak pengambilan keputusan dalam suatu Bank, termasuk tindak lanjut yang diperlukan. Selanjutnya berdasarkan hasil pemantauan tersebut, Bank melakukan pengendalian risiko antara lain dengan cara penambahan modal, lindung nilai, dan teknik mitigasi risiko lainnya.

Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko bisnis yang berkaitan erat dengan pengelolaan usahanya sebagai perantara keuangan.

Sejalan dengan perkembangan dunia usaha, risiko bisnis yang dihadapi juga berkembang secara luas yang antara lain mencakup risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, dan lain sebagainya. Dalam rangka meminimalisir risiko kerugian, Bank wajib melaksanakan transaksi tersebut dengan berpedoman pada kebijakan dan prosedur penerapan manajemen risiko yang ditetapkan dengan berlandaskan pada prinsip kehati-hatian.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia, antara lain :

1. Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan

Manajemen Risiko bagi Bank Umum

2. Nomor 5/12/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003; tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar (Market Risk); dan 3. Nomor 5/13/PBI/2003 tanggal 17

Juli 2003 tentang Posisi Devisa Netto Bank Umum.

4. SE BI No. 5/21/DPNP tgl. 29 September 2003 perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum

Tujuan utama dari Peraturan tersebut diatas adalah menjaga agar aktivitas operasional yang dilakukan Bank tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan Bank untuk menyerap kerugian tersebut ataupun membahayakan kelangsungan usaha Bank. Pengelolaan seluruh aktivitas Bank harus sedapat mungkin terintegrasi ke dalam suatu sistem pengelolaan risiko yang akurat dan komprehensif serta mampu menganalisa dan mengelola seluruh risiko yang terkait.

Ruang lingkup Kebijakan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam PBI tersebut, sekurang-kurangnya memuat :

1. Penetapan Risiko yang terkait dengan produk dan transaksi perbankan;

2. Penetapan penggunaan metode pengukuran dan sistem informasi Manajemen Risiko;

3. Penentuan limit dan penetapan toleransi risiko;

4. Penetapan penilaian peringkat risiko;

5. Penyusunan rencana darurat (contingency Plan) dalam kondisi terburuk (worst cace scenario);

6. Penetapan sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen risiko.

(12)

Al-Hasyimiah

Jurnal Ekonomi Syari’ah

Yessy Septrimadona Vol. 2 No. 2 Maret 2019 22 Berkaitan dengan hal tersebut diatas, setiap

Bank WAJIB menetapkan Kebijakan Manajemen Risiko sebagai pedoman bagi seluruh unit kerja dalam melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko yang melekat pada kegiatan fungsional masing-masing, sehingga diharapkan tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan bank atau yang dapat mengganggu kelangsungan usaha bank.

D. PENUTUP

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Bank dan Lembaga Keuangan Konvensional dan Syariah wajib menetapkan Kebijakan Manajemen Risiko sebagai pedoman bagi seluruh unit kerja dalam melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko yang melekat pada kegiatan fungsional masing- masing, sehingga diharapkan tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan bank atau yang dapat mengganggu kelangsungan usaha.

Dalam rangka meminimalisir risiko kerugian, Bank dan Lembaga Keuangan Konvensional dan Syariah perlu melaksanakan transaksi dengan berpedoman pada kebijakan dan prosedur penerapan manajemen risiko yang ditetapkan dengan berlandaskan pada prinsip kehati-hatian. Karena dengan adanya penerapan manajemen risiko dapat meningkatkan shareholder value, memberikan gambaran kepada pengelola Bank mengenai kemungkinan kerugian Bank di masa datang, meningkatkan metode dan proses pengambilan keputusan yang sistematis yang didasarkan atas ketersediaan informasi, digunakan sebagai dasar pengukuran yang lebih akurat mengenai kinerja Bank, digunakan untuk menilai risiko yang melekat pada instrumen atau kegiatan usaha Bank yang relatif kompleks serta menciptakan

infrastruktur manajemen risiko yang kokoh dalam rangka meningkatkan daya saing Bank dan Lembaga keuangan.

DAFTAR PUSTAKA Adiwarman A. Karim, Bank Islam :

Analisis Fiqh dan Keuangan, Hlm. 260.

Bramantyo Djohanputro, Manajemen Risiko Korporat Terintagrasi, Jakarta:

PPM, 2004. Hlm. 74.

Irham Fahmi, Manajemen Risiko, Teori, Kasus, dan solusi, (Bandung, alfabeta, 2016)

Malayu S.P Hasibun, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: Bumi Aksara, 2006. Hlm. 175-176.

Rivai, dkk. Bank And Financial Institution Management, Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 2007. Hlm. 806.

Tedy Fardiansyah Idris, Tantangan Manajemen Risiko Bank Syari’ah, dikutip dari InfoBankNews.com

Tariqullah khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko pada lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : Bumi Aksara, 2008, hal 193

Referensi

Dokumen terkait

Pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru SMP di kecamatan Banjar menggunakan aplikasi e-learning berbasis google

Siswa yang cenderung melakukan prokrastinasi umumnya ditandai dengan adanya penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan pekerjaan pada tugas yang dihadapi, keterlambatan

Penelitian yang membahas mengenai hubungan self efficacy dan beban kerja akademik dengan tingkat stres pada mahasiswa Profesi Ners masih belum banyak dilakukan.. Oleh karena

Beim CLIL-Ansatz geht es aber nicht um einen „Automatismus“, sondern darum, dass die Fremdsprache so natürlich wie möglich den Kindern näher gebracht wird, das heißt in

179 0327-9999 Institut Teknologi Bandung (ITB) 168 0327-9999 Universitas Jenderal Soedirman 156 0327-9999 Polman Bandung 120 0326-1049 Universitas Brawijaya 087

Dengan ditetapkannya Peraturan Gubernur ini, maka Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 47 fahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Nomor 15

Pertusis adalah suatu penyakit akut saluran pernapasan yang banyak didapat anak-anak balita dan dapat dicegah de- ngan imunisasi2, Untuk mencapai "Health for

Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seorang tenaga kerja dapat digunakan untuk menentukan berapa lama seorang tenaga kerja dapat melakukan