BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif berdasarkan metode pemecahan masalah yang dipilih. Penelitian ini merupakan studi kasus yang berorientasi kepada penetapan kebijakan strategis dalam pengembangan jaringan prasarana dan pelayanan transportasi darat di kawasan timur Indonesia.
Penelitian ini dirancang berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan pada Bab II, dengan sumber data primer dan sekunder yang didapatkan pada saat survey lapang.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Survei
Lokasi survey yang ditetapkan dalam KAK (kerangka acuan kerja) yaitu berlokasi di Jayapura (Provinsi Papua), Sorong (Provinsi Papua Barat), Tual (Provinsi Maluku), Kalabahi (Provinsi Nusa Tenggara Timur) dan Labuan Bajo (Provinsi Nusa Tenggara Barat).
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian berlangsung pada bulan Maret sampai dengan Oktober tahun 2013 yang pelaksanaannya dibagi atas tiga tahap yaitu
a. Bulan Maret – April 2013 dilakukan kajian pustaka, Survey awal lokasi penelitian dan penyusunan laporan pendahuluan
b. Bulan April – Juni 2013 dilakukan survey lapangan dan Pengumpulan data primer di Jayapura, Sorong, Tual, Kalabahi dan Labuan Bajo, dirangkaikan dengan penyusunan laporan antara.
c. Bulan Juni – Agustus 2013 dilakukan pengolahan data dan analisis dan penyusunan draft laporan akhir.
C. Teknik dan Analisa Data
Untuk menentukan tujuan penelitian digunakan beberapa metode.
1. Kinerja Pelayanan Transportasi a. Indikator Kinerja Transportasi:
Tujuan pengembangan sistem transportasi diarahkan untuk meningkatkan efisiensi (minimize the cost) dan efektivitas (maximize the benefit). Identifikasi mengenai kondisi/kinerja jaringan transportasi eksisting (benchmarking of performance) dan menetapkan kinerja jaringan transportasi yang akan dituju di masa datang (desired performance) diperlukan sejumlah indikator yang
dapat menggambarkan kinerja elemen transportasi secara komprehensif. Untuk menilai kinerja sistem transportasi diperlukan sebagai langkah awal dalam merumuskan strategi dan kebijakan sistem di suatu wilayah. Kinerja pelayanan transportasi dibutuhkan untuk mengetahui besaran nilai yang dihasilkan oleh ketersediaan prasarana maupun sarana transportasi yang tersedia.
Kinerja pelayanan transportasi tidak hanya dipengaruhi oleh ketersediaan prasarana dan sarana transportasi tetapi peran Pemerintah dalam menetapkan legalitas, operator dan para pelaku cukup berperan. Tingkat pelayanan transportasi yang efisien dan efektif dapat dinikmati bilamana kinerja pelayanan seluruh moda transportasi dapat diketahui. Sesuai konsep Sistranas (2005) bahwa terdapat 14 indikator memberikan ukuran tentang kinerja sistem transportasi yang efektif dan efisien seperti dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.1. Indikator Penilaian Sistem Transportasi
Indikator Kinerja
Dimensi Jaringan Prasarana
Jaringan Pelayanan Ruang Lalu
Lintas Terminal
Aksesibilitas
Panjang ruang lalu lintas terhadap luas wilayah/ penduduk
Jumlah terminal ter- hadap luas wilayah/
penduduk
Panjang jaringan pelayanan terhadap luas wilayah/pen- duduk
Keterpaduan
Keterpaduan jaringan prasarana moda trans- portasi lain
Keterpaduan inter &
antar terminal moda transportasi
Keterpaduan inter &
antar jaringan pe- layanan
Kapasitas cukup
Kapasitas Permintaan terhadap kapasitas prasarana jaringan
Kapasitas permintaan kapasitas terminal
Jumlah permintaan terhadap kapasitas jaringan pelayanan Tarif
Terjangkau
Tarif biaya total pengguna jasa jaring- an prasarana
Tarif terhadap biaya pengguna jasa ter- minal
Tarif terhadap pen- dapatan pengguna jasa
Keselamatan
Jumlah kecelakaan/
rugi populasi pada jaringan prasarana
Jumlah kecelakaan ke-rugian terhadap popu-lasi diterminal
Jumlah kecelakaan/
kerugian terhadap jumlah populasi
Keamanan
Jumlah kejahatan ter- hadap populasi jaring- an prasarana
Jumlah kejahatan terhadap populasi di terminal
Jumlah kejahatan terhadap populasi pelayanan
Ketertiban
Jumlah pelanggaran terhadap populasi pd jaringan prasarana
Pelanggaran terhadap populasi di terminal
Jumlah pelanggaran terhadap populasi
Kemudahan
Tingkat kecukupan rambut/ infromasi di jaringan prasarana
Tingkat kecukupan rambu/ infromasi di terminal
Kemudahan sebelum /sesudah naik ken- daraan
Lancar &
Cepat
Kecepatan rata-rata sepanjang jaringan prasarana
Kecepatan rata2 ken- daraan dari tiba s/d keluar terminal
Kecepatan rata-rata pelayanan dari asal ke tujuan
Keteraturan
Kecukupan Fasilitas pengaturan Sepanjang jaringan prasarana
Kecukupan Fasilitas peraturan di terminal
Kendaraan berjadwal terhadap populasi
Ketepatan Waktu
Jmlah kendaraan tdk tepat waktu karena jaringan prasarana
Jumlah kendaraan tepat waktu berangkat sesuai standar
Jumlah kendaraan yang berangkat dan tiba tepat waktu
Kenyamanan - Luas runag terminal
ber-AC terhadap luas
Jumlah kendaraan ber-AC terhadap
Indikator Kinerja
Dimensi Jaringan Prasarana
Jaringan Pelayanan Ruang Lalu
Lintas Terminal
total populasi
Polusi Rendah
Tingkat pencemaran di ruang lalu lintas
Tingkat pencemaran di terminal
Kendaraan wajib uji yg melebihi ambang polusi
Efisien
Realisasi penggunaan jaringan prasarana terhadap kapasitas
Relisasi penggunaan terminal terhadap kapasitas
Realisasi pelayanan terhadap kapasitas
Sumber: Sistranas (2005) dan Jinca (2004), Materi Kuliah Teknik dan Manajemen Lalu Lintas.
Gambar 3.1. Kerangka Pikir Operasional Penelitian
2. Metode diskripsi dan Statistik
a. Metode Deskriptif: Metode umum yang digunakan, pengumpulan data yang berhubungan dengan sikap dan pendapat dari suatu kelompok orang, meminta mereka untuk memberikan informasi penting. Informasi di peroleh melalui wawancara pribadi atau melalui survei surat- menyurat. Data yang dikumpulkan dapat merupakan informasi faktual atau hanya terdiri dari sejumlah pendapat.
Tipe penyelidikan deskriptif ini digolongkan sebagai daftar pertanyaan (questionnaire) atau sebagai penelitian daftar pendapat (opinionnaire studies). Penelitian demikian ini juga disebut sebagai laporan pribadi (self-reporting).
Cara kedua dalam mengumpulkan informasi deskriptif adalah melalui pengamatan. Salah satu ciri penting dalam metode ini adalah komunikasi langsung antara peneliti dengan responden yang dipilih untuk diselidiki.
Pengamatan menurut (Helmstadter, 1970) digolongkan atas tiga, yaitu pengamatan memusatkan pada tingkahlaku sesungguhnya responden yang digolongkan sebagai analisis kegiatan, dan analisis tugas atau analisis proses.
Pengamatan dipusatkan pada hasil tingkahlaku responden disebut analisis hasil. Akhirnya, kasus-kasus yang ada pada tujuan utama pengamatan adalah untuk menentukan seperangkat keadaan tingkahlaku responden yang terjadi, dan metode penyelidikan seperti ini disebut sebagai analisis keadaan (situation analysis).
Cara ketiga, memperoleh informasi deskriptif dengan menggunakan alat-alat atau instrumen survei deskriptif untuk melakukan pengukuran pada responden yang telah diketahui di dalam penyelidikan suatu penelitian yang menetapkan patokan-patokan yang lain disebut survei normatif. Namun demikian, bila penelitian kita mempersyaratkan kombinasi dari beberapa penelitian terhadap kelompok yang mewakili dalam penelitian memerlukan pendekatan longitudinal, hasilnya disebut penelitian pengembangan (developmental study).
b. Model Statistik : Permodelan Bangkitan/tarikan pergerakan biasanya menggunakan data berbasis zona, misalnya: tata guna lahan, pemilikan kendaraan, populasi, jumlah pekerja, kepadatan penduduk, pendapatan dan juga moda transportasi yang digunakan. Khusus mengenal angkutan barang, bangkitan dan tarikan pergerakan diramalkan dengan menggunakan atribut sektor industri dan sektor lain yang terkait. Dalam pemodelan, data tata guna lahan dan/atau atributnya dianggap seba gai peubah bebas (X), data bangkitan pergerakan (P) dan data tarikan pergerakan (A) dan sebagai peubah tak bebas (independent variabel), dinyatakan sebagai Y. Data peubah tak bebas dalam suatu studi didapat dari hasil survey (Black, 1978).
Dalam perencanaan transportasi, umumnya hubungan antar faktor dinyatakan dalam model. Model teoritik secara
umum adalah P=  (X1, X2….. ), dengan X1, X2,……
dan seterusnya adalah variable tata guna lahan. Analisis bangkitan/tarikan pergerakan dapat dilakukan dengan metode Analisis Regresi.
Dalam pemodelan bangkitan pergerakan digunakan model analisis regresi-linear. Model analisis regresi dapat memodelkan hubungan antara dua peubah atau lebih.
Hubungan secara umum untuk regresi-berganda seperti berikut :
Y = A + B1X1 + B2X2 + …….. + BmXm
di mana:
Y = variabel tidak bebas X1 ... Xm = variabel bebas A = konstanta regresi B1... Bm = koefisien regresi
Untuk menggunakannya terdapat beberapa asumsi statistik yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis regresi : a. Variabel bebas adalah tetap, atau telah diukur dari hasil
survey (tanpa kesalahan);
b. Variabel tidak bebas (Y) adalah fungsi linier dari variable bebas (X). Jika hubungan tersebut tidak linier kadang-kadang perlu ditransformasikan menjadi linier;
c. Tidak ada korelasi (hubungan) diantara variable bebas;
d. Variasi dari variable tidak bebas tentang garis regresi adalah sama untuk semua nilai variable tidak bebas;
e. Nilai variabel tidak bebas harus berdistribusi normal atau minimal mendekati normal;
f. Nilai variabel bebas, sebaiknya merupakan besaran yang relatif mudah diproyeksikan.
Ada beberapa ukuran dalam melihat tingkat akurasi model regresi linear hasil analisis, diantaranya koefisien korelasi, koefisien determinasi dan t-test. Koefisien korelasi (sering dinotasikan dengan r) digunakan untuk menentukan korelasi antara variabel tak bebas dengan variabel bebas dan antara sesama variabel bebas. Nilai r bergerak dari -1 sampai +1. Nilai r = 1 menyatakan korelasi positif, artinya naiknya nilai variabel bebas akan menaikkan juga nilai variabel tak bebasnya. Nilai r = -1 menyatakan bahwa korelasi adalah negatif, artinya naiknya nilai variabel bebas akan menurunkan nilai variabel tak bebasnya. Jika r = 0 menyatakan bahwa tidak ada korelasi antar variabel.
Koefisien determinasi (sering dinotasikan dengan R2) adalah koefisien yang menentukan kedekatan suatu model penduga yang mewakili terhadap data yang membentuk model penduga tersebut. Koefisien ini mempunyai batas limit sama dengan satu (perfect explanation) dan nol (no explanation). Nilai antara kedua batas limit ini ditafsirkan sebagai persentase total variasi yang dijelaskan oleh analisis regresi-linear. Uji t-test dapat digunakan untuk
dua tujuan: untuk menguji signifikansi nilai koefisien korelasi (r) dan untuk menguji signifikansi nilai koefisien regresi. Setiap variabel yang mempunyai koefisien regresi yang tidak signifikan secara statistik harus dibuang dari model.
3. Analisis Model IPA dan CSI
Analisis Model IPA dan CSI: Analisis kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satiction Index (CSI) serta metode deskriptif uraian metode IPA. Menurut Singgih Santoso (2005: 81) Importance Performance Analysis (IPA) adalah alat analisis yang menggambarkan kinerja suatu merek dibandingkan dengan harapan konsumen akan kinerja yang seharusnya ada. Sebagaimana disarankan oleh Parasuraman dalam Freddy Rangkuti (2006:109), tingkat kepentingan pelanggan (customer expectatation) diukur dalam kaitannya dengan apa yang seharusnya dikerjakan oleh perusahaan agar menghasilkan produk atau jasa pelayanan transportasi yang berkualitas tinggi.
Analisis kepentingan dan kinerja digunakan untuk membandingkan sampai sejauhmana kinerja suatu kegiatan yang dirasakan oleh pengguna atau pelanggannya apabila dibandingkan dengan tingkat kepuasan yang diinginkan.
IPA mempunyai fungsi utama untuk menampilkan informasi berkaitan dengan faktor-faktor pelayanan yang menurut konsumen sangat mempengaruhi kepuasan dan loyalitas mereka, dan faktor-faktor pelayanan yang menurut konsumen perlu ditingkatkan karena kondisi saat ini belum memuaskan.
IPA menggabungkan pengukuran faktor tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan dalam grafik dua dimensi..Berikut penjelasan untuk masing-masing kuadran (Brandt, 2000):
 Kuadran Pertama, “Pertahankan Kinerja” (high importance
& high performance) Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor penunjang kepuasan konsumen, pihak manajemen berkewajiban mempertahankan prestasi yang telah dicapai.
 Kuadran Kedua, “Cenderung Berlebihan” (low importance
& high performance) Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap tidak terlalu penting, pihak manajemen perlu mengalokasikan sumber daya yang terkait dengan faktor-faktor tersebut kepada faktor-faktor lain yang mempunyai prioritas penanganan lebih tinggi yang masih membutuhkan peningkatan, semisal dikuadran keempat.
 Kuadran Ketiga, “Prioritas Rendah” (low importance & low performance) Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini mempunyai tingkat kepuasan yang rendah dan sekaligus dianggap tidak terlalu penting bagi konsumen, sehingga pihak manajemen tidak perlu memprioritaskan atau terlalu memberikan perhatian pada faktor -faktor tersebut.
 Kuadran Keempat, “Tingkatkan Kinerja” (high importance
& low performance) Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor yang sangat penting oleh konsumen namun kondisi pada saat ini belum memuaskan sehingga pihak manajemen berkewajiban mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk meningkatkan kinerja berbagai faktor tersebut. Faktor- faktor yang terletak pada kuadran ini merupakan prioritas untuk ditingkatkan.
Ada dua macam metode menampilkan data IPA (Martinez, 2003) yaitu: pertama menempatkan garis perpotongan kuadran pada nilai rata-rata pada sumbu tingkat kepuasan dan sumbu prioritas penangganan, bertujuan untuk mengetahui penyebaran data terletak pada kuadran berapa, kedua menempatkan garis perpotongan kuadran pada nilai rata-rata hasil pengamatan pada sumbu tingkat kepuasan dan sumbu prioritas penangganan dengan tujuan untuk mengetahui secara spesifik masing-masing faktor terletak pada kuadran berapa.
Metode yang lebih banyak dipergunakan oleh para peneliti.
Berikut prosedur berkaitan dengan penggunaan metode IPA:
 Penentuan faktor-faktor yang akan dianalisa,
 Melakukan survey melalui penyebaran kuesioner,
 Menghitung nilai rata-rata tingkat kepuasan dan prioritas penanganan,
 Membuat grafik IPA,
Melakukan evaluasi terhadap faktor sesuai dengan kuadran masing masing. Untuk menganalisis lebih lanjut tingkat kepentingan dan kepuasan seperti disebut di atas, digunakan Importance - Performance Grid, yang dikembangkan oleh Richard L. Oliver (1997:36). Model ini adalah matriks dua dimensi yang membandingkan antara persepsi tingkat kepentingan suatu atribut dalam mendorong responden untuk menggunakan sebuah produk (high and low) dengan performansi atribut-atribut dari produk tersebut. Pemetaan faktor-faktor ini menggunakan nilai mean dari hasil importance analysis dan performance analysis, yaitu:
n X X
n
i i
 1 dan
n Y Y
n i i
 1
dengan:
X = Skor rata - rata tingkat kepuasan;
Y = Skor rata - rata tingkat kepentingan;
Xi = Skor penilaian tingkat kepuasan;
Yi = Skor penilaian tingkat kepentingan;
n = Jumlah Responden.
Dengan pemetaan atribut dalam dua dimensi, maka faktor- faktor tersebut bisa dikelompokkan dalam salah satu dari
empat kuadran, yang dibatasi oleh dua buah garis berpotongan tegak lurus pada titik-titik (X,Y), dengan X merupakan rata-rata dari jumlah rata-rata skor tingkat kepuasan seluruh atribut yang diteliti, sedangkan Y adalah rata-rata dari jumlah rata-rata skor tingkat kepentingan seluruh atribut atau faktor yang diteliti (Supranto, 1997:241-242).
Indeks kepuasan sangat berguna untuk tujuan internal bagi penyedian jasa seperti untuk memantau perbaikan pelayanan sebagai gambaran yang mewakili tingkat kepuasan secara menyeluruh pelanggan (Lerbin R. Aritonang R., 2005:83).
Pengukuran kepuasan pengguna jasa dengan menggunakan Indeks kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction Index, CSI). CSI merupakan jenis pengukuran yang digunakan untuk menentukan tingkat kepuasan konsumen secara keseluruhan dengan pendekatan yang mempertimbangkan tingkat harapan dari faktor-faktor yang diukur.
Tahapan untuk mengukur Customer Satisfaction Index adalah 1) Menghitung weighting factors, dengan cara membagi nilai rata-rata importance score yang diperoleh tiap-tap faktor dengan total importance score secara keseluruhan. Hal ini untuk mengubah nilai kepentingan (importance score) menjadi angka persentasi, sehingga didapatkan total weighting factors 100%; 2) Setelah itu, nilai weighting factors dikalikan dengan nilai kepuasan (satisfaction score), sehingga didapatkan weighted score; 3)
Kemudian weighted score dari setiap faktor, dijumlahkan.
Hasilnya disebut weighted average; 4) Selanjutnya, weighted average dibagi skala maksimum yang digunakan dalam penelitian, kemudian dikalikan 100%. Hasilnya adalah satisfaction index. Hasil perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) dapat diinterpretasikan seperti X ≤ 64% adalah Very Poor, 64 % < X ≤ 71 % adalah Poor, 71 % < X ≤ 77
% adalah Cause For Concern, 77 % < X ≤ 80 % adalah Border Line, 80 % < X ≤ 84 % adalah Good, 84 % < X ≤ 87 % adalah Very Good, X > 87 % adalah Excellent.
www.leadershipsfactors.com
Langkah berikutnya adalah menghitung selisih antara nilai X1 dan nilai X1 rata-rata (∆X1) dan selisih antara nilai Y1 dan Nilai Y1 rata-rata (∆Y1). X1 kepuasan dan Y1 kepentingan didapat dari rata-rata nilai bobot hasil penilaian responden pada 4 zone, sedangkan (∆X1) nilai bobot rata-rata terhadap 14 indikator kinerja, selanjutnya dilakukan pengurangan antara X1 dan ∆X1 serta Y1 dan ∆Y1 akan menghasilkan nilai negatif atau positif yang menjadi dasar penentuan titik koordinat pada pada setiap kuadran. Untuk menunjukkan koordinat hubungan antara tingkat kepuasan dan kepentingan dibuat sumbu kartesius dan selanjutnya dilakukan peletakan nilai koordinat indikator kinerja yang menghasilkan posisi kuadran, seperti pada Gambar 3.2. berikut.
Gambar 3.2. Diagram Cartesius Tingkat Kepuasan dan Kepentingan Kinerja Pelayanan Transportasi Udara Perintis
Kuadran I: menunjukkan indikator yang berada pada kuadran ini mempengaruhi kepuasan pemakai jasa transportasi, sehingga membutuhkan prioritas pelaksanaanya.
Kuadran II : menunjukkan indikator yang berada pada kuadran ini perlu dipertahankan pelayanannya karena sudah sesuai yang dibutuhkan pemakai jasa transportasi.
Kuadran III : menunjukkan indikator yang berada pada kuadran ini bagi pemakai jasa transportasi belum terlalu penting, namun pelayanannnya juga masih terbatas.
Kuadran IV : menunjukkan indkator yang berada pada kuadran ini bagi pemakai jasa transportasi dianggap dianggap belum terlalu penting namun pelaksanaannya sangat baik.
4. Analisis Konektivitas Jaringan Jalan dan Lintasan Penyeberangan
1. Karakteristik Jaringan Jalan
a. Volume Lalu Lintas: Volume lalu-lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu titik pada suatu jalur gerak per satuan waktu, dapat diukur dalam satuan kendaraan per satuan waktu. Volume lalu-lintas dapat dinyatakan dalam rumus (Morlok,1991:190) :
q = n / t dimana :
q = Volume lalu-lintas (smp/jam)
n = Jumlah kendaraan yang melewati titik tersebut dalam interval waktu pengamatan.
t = Interval waktu pengamatan.
Volume lalu-lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu titik yang tetap pada jalan dalam satu
satuan waktu (MKJI,1997).
Pengukuran volume dilakukan dengan meletakkan alat penghitung pada tempat dimana volume tersebut ingin diketahui besarnya atau dengan cara manual.
Situasi lalu-lintas untuk tahun yang dianalisa ditentukan menurut arus jam rencana atau Lalu-lintas Harian Rata-Rata (LHRT) dengan faktor yang sesuai untuk konversi dari LHRT menjadi arus per jam (umum untuk perancangan).
b. Kapasitas dan Derajat Kejenuhan
Kapasitas/ kemampuan ruas jalan untuk menampung beban lalu-lintas dan dinyatakan sebagai berikut :
C = Co x FCw x FCsp x FCsf (smp/jam) Di mana :
C = Kapasitas (smp/jam), Co = Kapasitas dasar (smp/jam),
FCw = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu-lintas, FCsp = Faktor penyesuaian pemisahan arah,
FCsf = Faktor penyesuaian akibat hambatan samping Derajat kejenuhan (DS) adalah perbandingan dari volume (nilai arus) lalu-lintas terhadap kapasitasnya (MKJI,1997).rencana jalan antar perkotaan harus dengan tujuan memastikan derajat kejenuhan tidak melebihi nilai yang dapat diterima (DS < 0,75).
Derajat kejenuhan dihitung dengan menggunakan arus lalu-lintas dan kapasitas serta dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
DS = Q/C
di mana :
Q = Volume atau arus lalu-lintas (smp/jam), C = Kapasitas (smp/jam),
DS = Derajat kejenuhan