• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match dan model pembelajaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match dan model pembelajaran"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

78 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan deskripsi data, analisis data dan pembahasan hasil penelitian yang diperoleh selama pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match dan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together, di kelas VII SMP Negeri 2 Kubung. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 25 April 2017 sampai 2 Juni 2017 dengan 6 kali pertemuan. Data yang diperoleh yaitu dari tes pemahaman konsep matematis siswa.

A. Deskripsi Data

Setelah dilakukan tes akhir pemahaman konsep, diperoleh data hasil belajar matematika siswa pada kelas eksperimen I dengan pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match, pada kelas eksperimen II dengan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dan kelas kontrol dengan pembelajaran ekspositori. Tes diujikan berdasarkan materi yang diberikan pada saat penelitian yaitu segitiga. Nilai tes akhir siswa pada kelas eksperimen I , kelas eksperimen II dan kelas kontrol dapat dilihat pada lampiran XVII.

Tes pemahaman konsep dilaksanakan pada pertemuan keenam. Tes tersebut terdiri dari 5 butir soal essay. Tes diikuti oleh 20 siswa di kelas eksperimen I , 21 siswa di kelas eksperimen II dan 20 siswa di kelas kontrol dengan alokasi waktu 90 menit. Setelah tes dilaksanakan, diperoleh data

(2)

tentang kemampuan pemahaman konsep siswa. Hasil analisis tes kemampuan pemahaman konsep siswa disajikan dalam tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1

Analisis Tes Pemahaman Konsep Siswa Kelas N 𝒙 x maks x min Simpangan

Baku Persentase Ketuntasan Eksperimen I 20 85,35 100 66 10,63 80 Eksperimen II 21 76,00 100 60 10,90 71 Kontrol 20 66,30 88 45 13,82 55

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, diperoleh informasi bahwa rata-rata tes pemahaman konsep siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pada kelas kontrol. Persentase siswa yang mencapai ketuntasan pada kelas eksperimen I mencapai 80 % , pada kelas eksperimen II mencapai 71 % sedangkan pada kelas kontrol 55%. Siswa dikatakan mencapai ketuntasan apabila memiliki nilai diatas KKM yaitu 75. Akan tetapi persentase ketuntasan kelas eksperimen belum tercapai secara klasikal. Kelas ekperimen memiliki simpangan baku yang lebih kecil daripada kelas kontrol. Itu berarti bahwa nilai pada kelas eksperimen lebih seragam dan lebih baik daripada kelas kontrol

Kemampuan siswa memahami konsep matematika dalam penelitian ini dilihat dari lima indikator pemahaman konsep, yaitu (1) menyatakan ulang sebuah konsep; (2) mengklasifikasikan objek objek menurut sifat sifat tertentu sesuai dengan konsepnya; (3) menyajikan konsep dalam berbagai

(3)

bentuk representasi;(4) menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu; (5) mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan masalah.

Hasil uji hipotesis menunjukan hasil bahwa pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen I lebih baik dari pada kelas eksperimen II dan kelas kontrol. Hasil uji hipotesis merupakan kesimpulan secara umum dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut.

Tabel 4.2

Nilai Rata-rata Siswa Setiap Indikator Kemampuan Pemahaman Konsep pada Kelas Sampel Indikator Kemampuan

Pemahaman Konsep

Nilai Rata-rata

Eksperimen I Eksperimen II Kontrol Menyajikan ulang sebuah

konsep 90,83 85,11 72,15

Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk

representasi;

93,75 86,01 74,36

Mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan

konsep

80,62 74,25 64,53

Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau

operasi tertentu

86,25 78,40 70,27

Mengklasifikasikan konsep atau algoritma

pemecahan masalah 75,30 60,25 50,2

Nilai rata-rata

keseluruhan 85,35 76,00 66,30

Selain itu nilai rata-rata setiap indikator kemampuan pemahaman konsep pada ketiga kelas sampel dapat juga dilihat pada diagram berikut:

(4)

Gambar 4.1

Nilai Rata-rata Setiap Indikator Kemampuan Pemahaman Konsep pada Kelas Sampel

Berdasarkan tabel 4.2 dan gambar 4.1 diagram di atas menjelaskan bahwa nilai rata-rata setiap indikator pemahaman konsep matematika siswa diperoleh. Pada indikator (1) yaitu menyajikan ulang sebuah konsep diperoleh nilai kelas eksperimen I 90,83, kelas eksperimen II 85,11 dan kelas kontrol 72,15. Indikator (2) yaitu menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi diperoleh nilai 93,75 pada kelas eksperimen I, 86,01 pada kelas eksperimen II dan 74,36 pada kelas kontrol. Indikator (3) yaitu mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsep, nilai diperoleh kelas eksperimen I 80,62, kelas eksperimen II 74,25 dan 64,53 pada kelas kontrol. Indikator (4) yaitu menggunakan , memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu diperoleh nilai 86,25 pada kelas eksperimen I, 78,40 pada kelas eksperimen II dan 70,27 pada kelas kontrol.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3 Indikator 4 Indikator 5

Eksperimen I Eksperimen II Kontrol

(5)

Indikator (5) Mengklasifikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah diperoleh nilai kelas eksperimen I adalah 75,30, kelas eksperimen II adalah 60,25 dan 50,20 pada kelas kontrol.

Pada tabel 4.2 dan gambar 4.1 terlihat bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep siswa pada kelas eksperimen I, kelas eksperimen II dan kelas kontrol. Dimana pemahaman konsep kelas eksperimen I lebih tinggi daripada kelas eksperimen II dan kelas kontrol.

B. Analisis Data

Untuk menarik kesimpulan tentang data hasil tes akhir pemahaman konsep matematika siswa pada kelas sampel dilakukan analisis secara statistik. Sebelum uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas terhadap ketiga sampel tersebut.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas hasil tes akhir pemahaman konsep matematika siswa kelas sampel dilakukan dengan menggunakan SPSS 20 (Statistic

Product And Service Solution) yaitu Uji Kolmogorov dan Uji Shapiro Wilk, maka didapatkan kesimpulan yang terdapat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.3 Tests of Normality

Kelas

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Nilai VII-A .185 20 .071 .923 20 .112

VII-B .098 20 .200* .948 20 .338

VII-C .178 21 .082 .944 21 .257

a. Lilliefors Significance Correction

(6)

Berdasarkan tabel diatas pada uji Kolmogorov-Smirnov dan

shapiro-wilk terlihat nilai probabilitas atau signifikannya > 0,05 artinya

bahwa ketiga kelas sampel nilai siswanya berdistribusi normal.

Dalam menentukan uji normalitas peneliti juga menggunakan uji liliefors, maka didapatkan kesimpulan sebagaimana tabel dibawah ini:

Tabel 4.4

Perbandingan L 0 dan L tabel

No Kelas L0 Ltabel Kesimpulan Keterangan 1 2 3 Eksperimen I Eksperimen II Kontrol 0,1462 0,1295 0,1410 0,1982 0,1934 0,1982 L0 < Ltabel L0 < Ltabel L0 < Ltabel Data Normal Data Normal Data Normal

Untuk perhitungan lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran XVIII.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas variansi sampel dilakukan dengan menggunakan uji Bartlett Tabel 4.5 Uji Bartlet Kelas N n-1 Si Si2 Log Si2 (n-1) Si2 (n-1) Log Si2 VII-A 20 19 13.853 191.90 2.2831 3646.20 43.379 VII-B 20 19 10.639 113.18 2.0538 2150.55 39.022 VII-C 21 20 10.904 118.90 2.0752 2378.00 41.504 Jumlah 61 58 35.396 423.99 6.41206 8174.75 123.904

(7)

Berdasarkan kriteria pengujiannya diterima H0 jika

tabel hitung 2

2 

  dengan α = 0,05. Dari perhitungan diatas diperoleh

tabel hitung 2

2 

  dimana 1,6996 < 11,07 maka H0 diterima. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa sampel mempunyai variansi yang homogen pada taraf kepercayaan 95%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran XIX.

3. Uji Hipotesis

Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenitas variansi yang telah dilakukan, ternyata ketiga kelas sampel berdistribusi normal dan

mempunyai variansi yang homogen. untuk mengetahui apakah hipotesis penelitian ditolak atau diterima, dengan hipotesis stasistik :

a. Kelas Eksperimen I dan Kelas Kontrol 𝐻0 ∶ 𝜇𝐵≤ 𝜇𝐴

𝐻1 ∶ 𝜇𝐵> 𝜇𝐴 Dengan :

B

 Rata-rata pemahaman konsep matematika siswa pada kelas

eksperimen I (Index Card Match)

𝜇𝐴=Rata-rata pemahaman konsep matematika siswa pada kelas Kontrol (Ekspositori)

Berdasarkan data yang diperoleh rata-rata pemahaman konsep kelas eksperimen I diperoleh 85,35, sedangkan kelas kontrol diperoleh 66,30. Dari rata-rata tersebut terlihat bahwa rata-rata pemahaman

(8)

konsep kelas ekperimen I lebih tinggi dari pada rata-rata pemahaman konsep kelas kontrol. Karna 𝜇𝐵 > 𝜇𝐴 (85,35 > 66,30).

b. Kelas Eksperimen II dan Kelas Kontrol 𝐻0∶ 𝜇𝐶≤ 𝜇𝐴

𝐻1 ∶ 𝜇𝐶> 𝜇𝐴 Dengan :

C

 Rata-rata pemahaman konsep matematika siswa pada kelas

Eksperimen II (Numbered Head Together)

𝜇𝐴=Rata-rata pemahaman konsep matematika siswa pada kelas Kontrol (Ekspositori)

Berdasarkan data yang diperoleh rata-rata pemahaman konsep kelas eksperimen II diperoleh 76,00, sedangkan kelas kontrol diperoleh 66,30. Dari rata-rata tersebut terlihat bahwa rata-rata pemahaman konsep kelas ekperimen II lebih tinggi dari pada rata-rata pemahaman konsep kelas kontrol. Karna 𝜇𝐶> 𝜇𝐴 (76,00 > 66,30).

c. Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II 𝐻0 ∶ 𝜇𝐵= 𝜇𝐶

𝐻1 ∶ 𝜇𝐵≠ 𝜇𝐶

Dengan :

B

 Rata-rata pemahaman konsep matematika siswa pada kelas Eksperimen I

C

 Rata-rata pemahaman konsep matematika siswa pada kelas

(9)

Berdasarkan data yang diperoleh rata-rata pemahaman konsep kelas eksperimen I diperoleh 85,35, sedangkan kelas kontrol diperoleh 76,00. Dari rata-rata tersebut terlihat bahwa rata-rata pemahaman konsep kelas ekperimen I tidak sama dengan rata-rata pemahaman konsep kelas eksperimen II. Karna 𝜇𝐵 ≠ 𝜇𝐶 (85,35 > 76,00).

Untuk mengetahui apakah hipotesis diterima atau ditolak digunakan uji anova satu arah. Kriteria pengujian pada uji hipotesis ini, jika fhitung > ftabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Perolehan dari hasil pengolahan data didapat nilai ftabel = 3,16

sedangkan dalam perhitungan diperoleh nilai fhitung = 12,8. Jadi fhitung >

ftabel atau 12,8 > 3,16 ; maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat

disimpulkan bahwa ketiga model pembelajaran kooperatif memberikan hasil pembelajaran yang tidak sama. Data lengkap dapat dilihat pada Lampiran XX.

Uji hipotesis anova satu arah hasil tes akhir pemahaman konsep matematika siswa kelas sampel dilakukan dengan menggunakan SPSS 20 (Statistic Product And Service Solution) yaitu Uji Kolmogorov dan Uji

Shapiro Wilk, maka didapatkan kesimpulan yang terdapat pada tabel

(10)

Tabel 4.6

ANOVA

Nilai

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig. Between

Groups 3629.447 2 1814.723 12.875 .000

Within Groups 8174.750 58 140.944

Total 11804.197 60

Berdasarkan tabel diatas pada uji Kolmogorov-Smirnov dan

shapiro-wilk terlihat nilai probabilitas atau signifikannya > 0,05 artinya

bahwa ketiga sampel mempunyai rata-rata yang berbeda. 4. Uji Scheffe (Uji Lanjut)

Setelah dalam keputusan uji hipotesis Ho ditolak, maka untuk menetukan model pembelajaran manakah yang paling baik, dilakukan uji perbandingan ganda (multiple comparison) dengan uji scheffe.

Kriteria pengujian pada uji Scheffe ini, yaitu:

a) Jika F hitung > F tabel, maka kedua kelompok terdapat perbedaan

signifikan.

b) Jika F hitung < F tabel, maka kedua kelompok tidak terdapat

perbedaan signifikan

Berdasarkan hasil perhitungan maka didapatkan: (1) F hitung (kelompok B-C) > F tabel = 25,75 > 6,32

Disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara µA

(11)

Card Match dan kelas kontrol dengan model pembelajaran

Ekspositori)

(2) F hitung (kelompok C-A) > F tabel = 6,84 > 6,32

Disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara µC

dan µA (kelas eksperimen II dengan model pembelajaran Numbered Head Together dan kelas kontrol dengan model

pembelajaran Ekspositori)

(3) F hitung (kelompok B-C) > F tabel = 6,40 > 6,32

Disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara µA

dan µC (kelas eksperimen I dengan model pembelajaran Index Card Match dan kelas eksperimen II dengan model

pembelajaran Numbered Head Together)

Berdasarkan dua analisis yang dilakukan yaitu anova satu arah dan perbandingan ganda, dapat disimpulkan bahwa ketiga teknik pembelajaran tersebut memberikan hasil yang berbeda. Dari ketiganya, yang memberikan pemahaman paling tinggi adalah model pembelajaran kelas eksperimen I (model pembelajaran Index Card Match), disusul kelas eksperimen II (model pembelajaran Numbered Head Together), dan kelas kontrol (Ekspositori). Data lengkap dapat dilihat pada lampiran XXI.

(12)

C. Pembahasan Hasil Analisis Data

Pada tabel 4.5 terlihat bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep siswa pada kelas eksperimen I, kelas eksperimen II dan kelas kontrol. Perbedaan yang terjadi pada ketiga kelas ini disebabkan karena perlakuan yang diberikan pada ketiga kelas berbeda.

Berdasarkan pengamatan selama penelitian, terlihat bahwa siswa pada kelas eksperimen I maupun kelas eksperimen II sangat antusiasa mendengarkan penjelasan dari guru karena strategi ini baru pertama kali diterapkan dalam pembelajaran matematika di kedua kelas tersebut. Pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen diawali dengan berdo’a bersama, absensi,menyampaiakan tujuan pembelajaran, apersepis dan memberikan motivasi.

Pada kelas eksperimen I menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match. Istarani (2011: 222) Pembelajaran ini merupakan peninjauan ulang kembali materi yang dipelajari dengan menempatkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen yang disajikan dalam bentuk permainan kartu. kemudian siswa bekerja sama dalam kelompok untuk mendiskusikan kesesuaian jawaban dari pertanyaan pada kartu yang dikocok oleh guru. Pembagian kelompok yang heterogen menjadikan siswa saling membantu satu sama lain. Siswa yang memiliki kemampuan tinggi dapat membantu siswa yang kemampuannya lebih rendah dalam penyelesaian soal-soal.

(13)

Sebagaimana yang di kemukakan oleh Silberman (2009: 249) yang menyatakan “Salah satu cara yang pasti untuk membuat pembelajaran tetap melekat dalam fikiran adalah dengan mengalokasikan waktu untuk meninjau kembali apa yang telah dipelajari. Materi yang dibahas oleh siswa cendrung lima kali lebih melekat didalam fikiran ketimbang materi yang tidak dibahas”.

Pada awalnya siswa tampak keberatan dan merasa kesulitan. Salah satu yang menyebabkan siswa menjadi keberatan karena siswa belajar berkelompok serta mencari pasangannya dikelompok masing-masing, dimana pembagian kelompoknya dilakukan secara acak. Siswa ingin langsung ada pasangannya tanpa harus mencari pasangan masing-masing, namun setelah guru menjelaskan alasan dan tujuan pembagian kelompok tersebut para siswa akhirnya bisa menerima.

Dalam penelitian yang peneliti lakukan masih terdapat kelemahan yaitu keterbatasan waktu, sehingga tidak semua soal dapat ditampilkan oleh siswa serta kesulitan dalam mencari pasangan mereka, selain itu siswa juga ada tukar-tukar pasangan karena pasangannya belum cocok. Untuk mengatasi masalah tersebut yang dapat dilakukan guru adalah membimbing siswa dalam mencari pasangannya dan menjelaskan soal yang tidak bisa ditampilkan siswa didepan kelas.

Selama proses belajar mengajar pada kelas eksperimen I banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh siswa, di antaranya siswa lebih aktif mendalami konsep materi yang diajarkan karena adanya peninjauan

(14)

kembali materi, siswa-siswa tersebut merasa lebih dekat dengan temannya, siswa lebih semangat dalam mencari pasangannya dan mendiskusikan soal dan jawaban yang mereka peroleh, dengan semangatnya siswa dalam berdiskusi dapat membantu menambah pemahaman siswa tentang materi yang kurang dipahaminya. Hal ini disebabkan karena siswa harus bisa menemukan pasangannya. Peneliti melakukan wawancara dengan beberapa siswa dan diperoleh hasilnya bahwa pembelajaran tersebut lebih menarik karena dalam menyelesaikan materi dengan meninjuau ulang kembali lewat permainan kartu menjadi tantangan tersendiri bagi setiap pasangan kelompok.

Pada kelas eksperimen II menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Togeher. Istarani (2011: 12) Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together merupakan salah satu bentuk pembelajaran kooperatif yang menuntut siswa untuk bekerjasama dalam suatu kelompok kecil untuk menuntaskan materi pelajarannya. Model pembelajaran ini merupakan model belajar dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok, kemudian secara acak, guru memanggil nomor dari siswa tersebut Berdasarkan pengamatan peneliti selama penelitian pada kelas eksperimen II, pada awalnya siswa tampak keberatan dengan pembagian kelompok yang telah guru tetapkan dimana pembagian kelompoknya sesuai dengan leretan kebelakang tempat duduknya. Hal itu karena ada beberapa siswa yang ingin memilih kelompoknya sendiri.

(15)

Namun setelah guru menjelaskan alasan dan tujuan pembagian kelompok tersebut para siswa akhirnya bisa menerima.

Sama halnya dengan eksperimen I, pada kelas eksperimen II dalam penelitian yang peneliti lakukan masih terdapat kelemahan yaitu keterbatasan waktu, sehingga tidak semua kelompok dapat menampilkan diskusi kelompok mereka. Untuk mengatasi masalah tersebut yang dapat dilakukan guru adalah membimbing dan menjelaskan soal yang tidak bisa ditampilkan siswa didepan kelas.

Pada kelas eksperimen II selama proses belajar dan mengajar berlangsung banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh siswa, di antaranya, Dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, para anggota kelompok antusias untuk mengeluarkan pendapat dari berbagai sumber buku yang dimiliki oleh siswa dan lebih meningkatkan rasa percaya diri dalam menjawab permasalahan yang sedang dihadapi dalam kelompok nya serta mampu meningkatkan kerjasama diantara siswa, sebab dalam pembelajarannya siswa ditempatkan dalam suatu kelompok untuk berdiskusi. Sehingga membuat siswa mampu memahami setiap materi yang diberikan oleh guru.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Trianto (2012:82) yang menyatakan bahwa “Numbered Heads Together melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut”. Peneliti melakukan wawancara dengan beberapa siswa dan diperoleh hasilnya

(16)

bahwa pembelajaran tersebut lebih menarik karena dalam menyelesaikan materi yang dihadapi oleh setiap anggota kelompok dengan memiliki nomor berbeda, dengan adanya perbedaan tersebut,justru menjadi tantangan tersendiri bagi masing-masing anggota kelompok.

Pembelajaran kooperatif (diskusi kelompok) menekankan tanggung jawab yang diberikan adalah memahami dan menyelesaikan suatu tugas secara bersama-sama. Sehingga peserta didik tidak merasa mempunyai tanggung jawab pribadi dalam melaksanakan diskusi. Kedua model pembelajaran kooperatif tersebut dapat merangsang siswa secara aktif untuk bekerjasama, berdiskusi dan saling membantu antar anggota kelompok dalam belajar sehingga mereka dapat mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka secara bersama-sama. Pembelajaran kooperatif dilakukan dengan cara meningkatkan aktivitas belajar bersama sejumlah siswa dalam satu kelompok. Aktivitas pembelajaran kooperatif menekankan pada kesadaran siswa untuk saling membantu mencari dan mengolah informasi mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan.

Sedangkan pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran ekspositori, selama proses belajar berlangsung masih banyak siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru, kebanyakan siswa mengobrol dengan teman dan tidak memperhatikan penjelasan guru. Ketika diminta ke depan kelas untuk menjawab soal-soal latihan, hanya beberapa orang saja yang mau berpartisipasi. Kemudian masih banyak juga siswa yang tidak mau mencatat materi pelajaran, terutama siswa laki-laki.

(17)

1. Hipotesis Pertama

Hipotesis pertama adalah pemahaman konsep matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Index Card

Match lebih tinggi daripada pemahaman konsep matematika siswa

menggunakan model pembelajaran Ekspositori.

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh bahwa hipotesis pertama, menyatakan bahwa pemahaman konsep matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match lebih tinggi daripada pemahaman konsep matematika siswa menggunakan model pembelajaran Ekspositori. Hal ini dapat dilihat dari hasil anova satu arah diperoleh Fhitung > F tabel = 12,8 > 3,16, Maka H0 ditolak dan Hi

diterima, ini berarti bahwa terdapat perbedaan rata-rata pemahaman konsep siswa dengan menggunakan model pembelajaran Index Card

Match dan Ekspositori. Sedangkan setelah dilakukan uji lanjut hasil

(Scheffe ) diperoleh F hitung > F tabel = 25,75 > 6,32. Sehingga disimpulkan

terdapat perbedaan yang signifikan antara Index Card Match dan Ekspositori.

Selanjutnya juga bisa dilihat pada tabel 4.1, rataan marginal

 

x

hasil pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen I (ICM) = 85,351 dan kelas kontro (Ekspositori) = 66,3, ini menunjukkan bahwa pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match lebih tinggi dari pada pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan

(18)

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Ekspositori. Hal tersebut mungkin dikarenakan siswa eksperimen I dan kontrol memiliki tingkat kemampuan dan kecerdasan yang berbeda.

2. Hipotesis Kedua

Hipotesis kedua adalah pemahaman konsep matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head

Together lebih tinggi daripada pemahaman konsep matematika siswa

menggunakan model pembelajaran Ekspositori.

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh bahwa hipotesis kedua, menyatakan bahwa pemahaman konsep matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head

Together lebih tinggi daripada pemahaman konsep matematika siswa

menggunakan model pembelajaran Ekspositori. Hal ini dapat dilihat dari hasil anova satu arah diperoleh Fhitung > F tabel = 12,8 > 3,16, Maka H0

ditolak dan H1 diterima, ini berarti bahwa terdapat perbedaan rata-rata

pemahaman konsep siswa dengan menggunakan model pembelajaran

Numbered Head Together dan Ekspositori. Sedangkan setelah dilakukan

uji lanjut hasil (Scheffe ) diperoleh Fhitung > F tabel = 6,40 > 6,32.

Sehingga disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara

Numbered Head Together dan Ekspositori.

Selanjutnya juga bisa dilihat pada tabel 4.1, rataan marginal

 

x

hasil pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen I (NHT) = 76,00 dan kelas kontro (Ekspositori) = 66,3, ini menunjukkan bahwa

(19)

pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head

Together lebih tinggi daripada pemahaman konsep matematika siswa

yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Ekspositori. Hal tersebut mungkin dikarenakan siswa kelas eksperimen II dan kontrol memiliki tingkat kemampuan dan kecerdasan yang berbeda 3. Hipotesis Ketiga

Hipotesis ketiga adalah terdapat perbedaan pemahaman konsep matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Index Card Match dengan tipe Numbered Head Together pada kelas VII

SMP Negeri 2 Kubung.

Dari hasil anova satu arah diperoleh Fhitung > F tabel = 12,8 > 3,16,

Maka H0 ditolak dan H1 diterima, ini berarti bahwa terdapat perbedaan

rata-rata pemahaman konsep siswa dengan menggunakan model pembelajaran Index Card Match dan Numbered Head Together. Sedangkan setelah dilakukan uji lanjut hasil (Scheffe ) diperoleh Fhitung >

Ftabel = 6,40 > 6,32. Sehingga disimpulkan terdapat perbedaan yang

signifikan antara Index Card Match dan Numbered Head Together.

Berdasarkan deskripsi dan analisis data yang dilakukan, dapat dilihat pada tabel 4.1 bahwa rata-rata dan pencapaian ketuntasan siswa pada kelas eksperimen I dengan pembelajaran kooperatif tipe Index Card

Match berbeda dengan siswa pada kelas eksperimen II dengan

(20)

mungkin dikarenakan model pembelajaran eksperimen I dan eksperimen II memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri. Sehingga siswa yang menanggapinya juga memiliki kemampuan dan kecerdasan yang berbeda. D. Keterbatasan Penelitian

Penelitian yang peneliti lakukan tentang eksperimentasi model pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match dan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together ditinjau dari pemahaman konsep siswa kelas VII SMP Negeri 2 Kubung terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, antara lain:

1. Susahnya membagi siswa kedalam kelompok diskusi yang akan menyebabkan kegaduhan dan membutuhkan waktu yang agak lama.

2. Waktu yang dipakai untuk diskusi kelompok terbatas sehingga terkadang tidak semua kelompok memiliki kesempatan untuk presentasi hasil diskusinya dan memberikan tanggapan.

3. Tingginya antusias dengan banyaknya siswa yang ingin menyampaikan pendapatnya yang terkadang melenceng dari materi diskusi sehingga suasana kelas menjadi kurang tenang pada saat presentase hasil diskusi kelompok.

4. Masih terdapat siswa yang kurang serius dalam mengerjakan tugas yang diberikan, sehingga dapat mengganggu semangat temannya yang lain.

Gambar

Tabel 4.3  Tests of Normality
Tabel 4.6  ANOVA  Nilai

Referensi

Dokumen terkait

Oleh sebab itu diusulkan metode Voting based Extreme Learning Machine (V-ELM) untuk mengatasi kelemahan dari ELM sehingga diharapkan memiliki akurasi yang lebih

Dari hasil penelitian, maka diperoleh kesimpulan bahwa “penerapan metode drill dapat meningkatkan keterampilan memakai sepatu bertali pada anak tunagrahita ringan kelas

29 Antara logam berikut, yang manakah boleh diekstrakkan melalui pemanasan dengan karbon. I

BOPO secara parsial memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap.. ROA pada BUSN devisa go publicpublic mulai triwulan I tahun

teknik pengumpulan data yang sama dalam penelitian informan adalah. kepala RA, pendidik, pengurus yayasan, wali peserta didik

Jika dalam satu periode akuntansi, perusahaan memiliki pendapatan yang lebih besar dari beban, maka dikatakan perusahaan memperoleh laba bersih (net income) dan

Metode yang umum digunakan oleh orang dalam melakukan penetrasi terhadap sistem berbasis komputer ada 6 macam :..

Perhatikanlah salah satu akar yang sudah diketahui adalah berupa bilangan irasional(bilangan bentuk akar), maka salah satu akar yang lainpun juga akan berupa bilangan irasional