• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya. Menurut Sidauruk, dkk (2000), waduk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya. Menurut Sidauruk, dkk (2000), waduk"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Waduk merupakan salah satu bangunan alami ataupun buatan yang bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya. Menurut Sidauruk, dkk (2000), waduk tidak hanya berfungsi sebagai pendukung sistem irigasi yang baik tetapi dapat pula berfungsi sebagi pengendali banjir dan sebagai reservoir. Meskipun demikian, bangunan tersebut memiliki umur dalam melayani sesuai peruntukannya. Begitu juga waduk yang semakin lama maka bangunan semakin rapuh.

Keberlanjutan waduk dengan fungsinya perlu pembenahan agar tidak membahayakan masyarakat. Kapasitas penyimpanan waduk selama periode kemarau perlu diestimasi (Wanielista, Kersten, & Eaglin, 1997). Selain musim kemarau perlu juga estimasi volume tampungan ketika musim penghujan. Waduk yang berfungsi sebagai pengendali banjir diharapkan dapat menampung air sehingga aliran air dapat ditunda terlebih dahulu. Waduk yang mengalami banjir dan membahayakan bagi masyarakat di sekitar outlet perlu dikaji ulang.

Waduk Ngancar merupakan salah satu waduk di Kabupaten Wonogiri yang

menjadi hulu Sungai Bengawan Solo. Waduk Ngancar yang membendung Sungai

Belik atau Sungai Jarak terletak di Desa Selopuro, Batuwarno, Wonogiri (Balai

Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, 2011). Bendungan di Waduk Ngancar

(2)

dibangun oleh pemerintah Belanda pada tahun 1942 hingga 1944, yang kemudian pada tahun 1966 oleh pemerintah Indonesia dipulihkan kembali fungsinya (Wibagiyo dkk, 1998).

Bendungan tersebut terletak di atas kontak batuan antara batu breksi dengan batugamping koral (Wibagiyo, dkk, 1998). Batuan breksi termasuk dalam batuan beku sedangkan batugamping koral termasuk batuan sedimen. Batuan breksi merupakan batuan yang daya tekannya kuat (Prasetya, 2013). Batugamping koral dapat terbentuk di lingkungan sungai, delta, dan laut dangkal yang mana hasil endapan fosil binatang.

Kondisi hulu akan mencerminkan bagaimana kondisi hilir suatu daerah aliran sungai. Menurut Suroso (2007), laju erosi pada daerah tangkapan hujan dapat disebabkan oleh kerusakan ekosistem daerah tersebut. Waduk Ngancar ini berfungsi menampung airhujan yang diharapkan pada musim kemarau dapat dimanfaatkan sebagai cadangan air untuk irigasi (Wibagiyo, dkk, 1998). Irigasi dapat dimanfaatkan bagi sawah di sekitar outlet maupun sungai outlet yang mengalir hingga ke Waduk Gajah Mungkur.

Erosi dapat berdampak secara langsung maupun tak langsung. Erosi dapat

mengganggu DAS, manusia, dan lingkungan. Erosi yang terus terjadi, akan

menyebabkan kerusakan struktur tanah, merubah kegemburan tanah yang

berimbas pada lahan pertanian. Selain itu, peningkatan erosi akan memicu

transpor erosi dan menyebabkan sedimentasi pada outlet ataupun pada suatu

waduk. Hal ini dapat mengganggu operasi waduk.

(3)

Umur waduk yang semakin tua, seiring dengan penurungan fungsi waduk Ngancar tersebut. Kapasitas tampungan waduk yang tak sesuai pada awal pembangunan, menjadikan banjir limpasan yang berlebih melalui pelimpah waduk Akibatnya kawasan penduduk maupun sawah di sepanjang sungai outlet terkena banjir (Kementrian Pekerjaan Umum, 2014). Oleh karena itu, untuk menghindari bencana banjir yang dapat terjadi lagi, perlu dilakukan pengukuran volume waduk.

Volume kapasitas waduk pada Wadung Ngancar dapat berubah dari tahun ketika pembuatan. Adanya aliran dan indikasi sedimen dapat menjadi salah satu faktor yang mengurangi volume kapasitas waduk. Pengukuran volume kapasitas tampungan kembali perlu dilakukan untuk mengetahui besaran sedimen yang ada, dan dapat diukur panjang masa umur waduk yang tersisa.

1.2. Perumusan Masalah

Penggunaan lahan yang kurang sesuai, menyebabkan erosi pada daerah tangkapan hujan. Laju erosi yang meningkat memicu transpor erosi dan menyebabkan sedimentasi pada tampungan waduk. Waduk yang dimanfaatkan untuk sumber irigasi, menjadi penting bagi keberlanjutan pertanian di sekitar outlet. Sedimentasi yang terjadi di Waduk Ngancar menyebabkan pendangkalan pada waduk tersebut.

Pengurangan kapasitas tampungan waduk menyebabkan volume yang dapat

tertampung semakin berkurang. Akibatkanya, risiko banjir dapat menimpa daerah

sekitar outlet dan sungai yang menuju Waduk Gajah Mungkur. Selain itu, waduk

(4)

yang tertutup sedimen dari tahun ke tahun, maka lama kelamaan akan tertutup semua dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Penurunan kapasitas tampungan waduk, perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi umur layanan waduk tersebut bagi Sungai Bengawan Solo.

Berdasarkan pola pemikiran tersebut, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimana dinamika kapasitas tampungan Waduk Ngancar pada kurun waktu 2011 sampai dengan 2016?

2. Berapakah umur relatif Waduk Ngancar?

3. Bagaimana arahan pengelolaan DTA Waduk Ngancar?

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, penelitian dengan judul

“Prediksi Umur dan Pengelolaan DTA Waduk Ngancar, Batuwarno, Wonogiri, Jawa Tengah” menjadi penting dilakukan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuannya penelitian waduk ini yaitu sebagai berikut.

a. Menganalisis dinamika kapasitas tampungan Waduk Ngancar . b. Mengetahui umur relatif Waduk Ngancar.

c. Menganalisis arahan pengelolaan DTA Waduk Ngancar.

(5)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat praktis dan teoritis. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat sebagai dasar pemanfaatan sumberdaya air waduk secara efisien dan rencana arahan konservasi daerah tangkapan hujan. Manfaat teoritis penelitian ini yaitu mengembangkan ilmu pengukuran umur layanan waduk dan menambah data bagi instansi terkait.

1.5. Tinjauan Pustaka 1.5.1. Waduk

Danau adalah bagian dari sungai yang lebar dan kedalamannya secara alamiah jauh melebihi ruas-ruas lain dari sungai yang bersangkutan (Suprayogi &

Bochari, 2010). Waduk adalah kolam besar tempat menyimpan air untuk berbagai kebutuhan yang dapat terjadi secara alami maupun buatan (Fuadi, Munawar, &

Mulyani, 2013). Waduk (reservoir) merupakan bangunan penampung air pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian, perikanan, regulator air (pengendali banjir), tanggul penampungan air limpasan yang dialirkan oleh outlet (sungai) ke waduk itu agar tidak mengalir dan tergenang pada tempat di bawahnya dan dimanfaatkan untuk air minum, serta pari-wisata (Nursa'ban, 2008).

Kapasitas total waduk saat direncanakan didasarkan pada perhitungan

volume air tanpa adanya sedimentasi. Pengoperasian waduk yang dilakukan,

menjadikan sedimentasi di areal genangan sehingga menyebabkan berkurangnya

kapasitas tampungan (Wahyudi, 2002). Kapasitas waduk secara umum (Kasiro,

(6)

dkk, 1997) dibedakan menjadi kapasitas mati (Dead Storage), kapasitas pelayanan (Active Storage), dan kapasitas total.

Umur pelayanan waduk merupakan fungsi dari volume tampungan aktif (Ilyas & Mashudi, 1991). Semakin menyusutnya volume tampungan aktif menunjukkan semakin pendeknya umur layanan waduk. Volume tampungan aktif yang menyusut dapat disebabkan penambahan volume sedimen yang masuk kedalam waduk.

1.5.2. Erosi

Erosi dapat terjadi karena hasil interaksi dari beberapa faktor, yaitu alami dan buatan manusia (Selamet, 2005). Erosi dapat dipengaruhi oleh faktor iklim, topografi, jenis tanah, vegetasi penutup tanah maupun manusia yang mengusahakan lahan (Asdak, Hidrologi dan Pengelolaan DAS, 2002). Erosi merupakan peristiwa berpindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian tanah yang terkikis yang kemudian mengendap pada suatu tempat (Hudson, 1973).

Pengikisan dan pengangkutan tanah tersebut terjadi oleh media alami, yaitu air dan angin (Arsyad, 2010). Berdasarkan bentuknya, erosi dapat berupa erosi lembar, erosi alur, erosi parit, erosi tebing sungai, longsor, dan erosi internal.

Erosi lembar (sheet erosion) adalah pengangkutan lapisan tanah yang

merata tebalnya dari suatu permukaan tanah. Kekuatan butir-butir hujan dan aliran

permukaan yang merata di atas permukaan tanah merupakan penyebabnya. Erosi

Alur (riil erosion) adalah pengangkutan tanah dari alur-alur tertentu yang terdapat

pada tanah yang berupa parit-parit kecil dan dangkal. Erosi parit (gully erosion)

(7)

proses terjadinya sama dengan erosi alur, tetapi alur yang terbentuk sudah sulit apabila dilakukan pengolahan tanah (Arsyad, 2010).

1.5.3. Sedimentasi

Sedimen merupakan hasil dari proses sedimentasi yang terdiri dari erosi, transportasi, pengendapan dan pemadatan (Suroso, Anwar, dan Moh Candra, 2007). Menurut Sudjarwadi dalam Suprayogi dan Bochari (2010) bahwa waduk di daerah tropis basah umumnya mempunyai persoalan sedimentasi yang cukup cepat. Tidak jarang terdapat waduk yang sudah mulai beroperasi menunjukkan gejala sedimentasi yang meningkat. Hal ini diperkuat oleh Firouzabadi dalam Suprapto dkk (2008) bahwa sedimentasi yang terjadi pada suatu sungai atau waduk pada dasarnya disebabkan adanya erosi pada daerah tangkapan air. Hasil proses erosi tersebut akan terbawa oleh air melalui sungai yang mengalir ke waduk. Jadi sedimentasi dapat terjadi sepanjang aliran sungai dan juga terjadi di dasar waduk sebagai muara akhir dari aliran tersebut.

Morris (1997) menyatakan, bahwa laju sedimentasi diartikan sebagai

jumlah sedimen dari sungai yang masuk ke tampungan dalam satu periode waktu

tertentu. Proses estimasi laju sedimentasi sudah dilakukan selama beberapa

dekade untuk menghitung volume tampungan sedimen pada perencanaan

bendungan dan waduk, namun hasil estimasi ini seringkali tidak cukup akurat

untuk memproyeksikan laju sedimentasi pada suatu waduk, sehingga sering

didapati waduk yang mengalami sedimentasi jauh lebih cepat dibandingkan

rencana awal.

(8)

Laju sedimentasi pada waduk dapat dihitung dengan melakukan survey pada waduk maupun dengan melakukan survey sedimen pada aliran sungai.

Walaupun kedua metode ini sama-sama memiliki potensi faktor kesalahan yang penting, namun secara umum survey dan pengukuran di waduk dapat menampilkan data yang lebih dapat dipercaya untuk menentukan laju sedimentasi terutama pada periode waktu yangcukup panjang (Morris, 1997).

Sedimentasi mengakibatkan pendangkalan sungai dan waduk yang akhirnya akan menimbulkan banjir dan merusak fungsi waduk. Jumlah sedimen (sediment yield) hasil dari erosi di waduk akan menghasilkan suatu bentukan (morfologi) tubuh tanah yang menciptakan bentuk muka waduk yang baru.

Perubahan morfologi sedimen di waduk tersebut mempunyai pengaruh terhadap nilai guna bangunan waduk. Sedimentasi mengakibatkan pendangkalan yang dapat mengurangi fungsi dari waduk sehingga tidak dapat dimanfaatkan secara optimal (Nursa'ban, 2008).

1.5.4. Pengukuran Batimetri

Melakukan survei batimetri dapat dilakukan dengan berbagai cara

disesuaikan dengan tujuan, cakupan luasan, waktu maupun biaya. Cara yang biasa

digunakan yaitu dengan sounding dimana sinyal dikirimkan dan diterima kembali

sehingga tercatat kedalamnnya. Sounding dapat dilakukan dengan kapal, seiring

berkembangnya ilmu pengetahuan, sounding dapat dilakukan dengan wahana

apung tanpa awak. Wahana ini ditujukan untuk gerakan cepat di perairan dangkal

yang efektif tenaga yang hanya perlu 1 operator saja (Perbani & Suwardhi, 2014).

(9)

Survei batimetri dapat juga dilakukan dengan teknologi penginderaan jauh.

Cakupan survei yang dilakukan dapat lebih luas dan relatif lebih murah. Bahkan daerah yang sulit dijangkau pun dapat terdeteksi. Meskipun demikian, metode ini juga memiliki kelemahan. Pengukuran yang tidak langsung, hanya menghasilkan dugaan yang tentu terdapat eror atau kesalahan. Selain itu, metode ini hanya mengandalkan sifat radiasi gelombang elektromagnetik yang data tembusnya di air terbatas (Ariana, 2002).

1.5.5. Prediksi Umur Waduk

Pembangunan suatu waduk harus memperhitungkan besar volume tampungan waduk. Hal ini tentu disesuaikan dengan fungsi dan peranan waduk tersebut. Total volume endapan musiman atau tahunan terhadap dasar waduk yang dilewati sungai dapat ditentukan dengan cara melaksanakan pemetaan topografi waduk secara berkala, pengukuran dilakukan pada penampang melintang waduk yang telah ditetapkan. Besaran sedimen yang masuk dan terendap di dasar waduk dihitung dengan cara membandingkan kapasitas waduk yang diukur dari dua waktu yang berlainan (Suroso, Anwar, & Rahmanto, 2007).

Dalam Nursa’ban (2008), perhitungan sisa umur waduk berdasarkan

besarnya rata-rata masukan sedimen yang masuk ke waduk dikurangi pengeluaran

sedimen dalam satu tahun. Kemudian dikalikan dengan jumlah tahun operasi

waduk sehingga diketahui volume sediment yield saat ini. Setelah itu hubungkan

dengan rencana umur waduk yang diperkirakan ketika akan membangun waduk.

(10)

Dari hasil perhitungan data-data itu kita akan memperoleh perkiraan sisa umur waduk dengan mengetahui besar kapasitas volume tampungan mati.

1.5.6. Pengelolaan DAS

Peningkatan produksi sedimen di daerah tangkapan waduk biasanya dipengaruhi oleh buruknya kondisi DAS di atasnya. Kondisi DAS yang buruk dapat mendorong peningkatan erosi lahan yang menjadi sumber produksi sedimen (Marhendi, 2013). Kebijaksanaan pengembangan kawasan lindung meliputi kebijaksanaan untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup (Kirmanto, 2010).

Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) secara terpadu merupakan sebuah

pendekatan holistik dalam mengelola sumberdaya alam yang bertujuan untuk

meningkatkan kehidupan masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam secara

berkesinambungan. Di daerah dataran tinggi curah hujan yang jatuh akan mengalir

dan berkumpul pada beberapa parit, anak sungai, dan kemudian menuju ke sebuah

sungai. Keseluruhan daerah yang menyediakan air bagi anak sungai dan sungai-

sungai tersebut merupakan daerah tangkapan air (Catchment Area), dikenal

sebagai Daerah Aliran Sungai (DAS) (Suprayogi, Suyono, & 'Ulya, 2014).

(11)

1.6.Kerangka Teori

Waduk Ngancar

Erosi Daerah Tangkapan

Hujan

Pengukuran volume tampunganwaduk

Transportasi sedimen

menuju waduk

Pengurangan volume tampungan

waduk

Sedimentasi waduk

Laju Sedimentasi

Perhitungan Dead Storage

Umur Waduk

Gambar 1.1 Kerangka Teori

(12)

1.7. Batasan Istilah 1.7.1. Waduk

Waduk (reservoir) merupakan bangunan penampung air pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian, perikanan, regulator air (pengendali banjir), tanggul penampungan air limpasan yang dialirkan oleh outlet (sungai) ke waduk itu agar tidak mengalir dan tergenang pada tempat di bawahnya dan dimanfaatkan untuk air minum, serta pari-wisata (Nursa'ban, 2008).

1.7.2. Sedimen

Sedimen merupakan hasil dari proses sedimentasi yang terdiri dari erosi, transportasi, pengendapan dan pemadatan (Suroso, Anwar, dan Moh Candra, 2007).

1.7.3. Laju Sedimentasi

Laju sedimentasi diartikan sebagai jumlah sedimen dari sungai yang masuk ke tampungan dalam satu periode waktu tertentu (Morris & J, 1997).

1.7.4. Besaran Sedimen

Besaran sedimen yang masuk dan terendap di dasar waduk dihitung dengan cara membandingkan kapasitas waduk yang diukur dari dua waktu yang berlainan (Suroso, Anwar, & Rahmanto, 2007).

1.7.5. Daerah Tangkapan Air

(13)

Keseluruhan daerah yang menyediakan air bagi anak sungai dan sungai-sungai tersebut merupakan daerah tangkapan air (Catchment Area), dikenal sebagai Daerah Aliran Sungai (DAS) (Suprayogi, Suyono, & 'Ulya, 2014) .

1.8. Keaslian Penelitian

Penelitian prediksi umur waduk telah berkembang di berbagai daerah.

Berbagai metode dan pendekatan telah dikembangkan untuk menentukan prediksi umur suatu waduk. Mulai dari perhitungan erosi hingga pemetaan batimetri dengan algoritma. Beberapa contoh penelitian perhitungan batimetri, umur waduk dan penelitian di Waduk Ngancar yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 1.1.

Wibagiyo dkk (1998) pernah melakukan penelitian di Waduk Ngancar, Batuwarno mengenai rembesarn kebocoran. Hal ini disinyalir dari cepatnya kehilangan air yang tertampung pada waduk. Ia memanfaatkan radioisotop sebagi perunut arah aliran yang menuju kebocoran.

Wahyudi (2002), dan Ismail (2014) melakukan survey batimetri dan

perhitungan sedimen yang ada pada suatu perairan. Keduanya sama menggunakan

perbandingan 2 pengukuran yang berbeda. Ariana (2002) melakukan pemetaan

batimetri dengan memanfaatkan data satelit. Menggunakan algoritma dalam

perhitungan kedalaman perairan. Selain yang tersebut di atas, pengukuran umur

waduk menggunakan pengukuran erosi dan aliran.

(14)

Tabel 1.1 Penelitian-Penelitian Sebelumnya Mengenai Kajian Penentuan Umur Waduk

Peneliti Judul Lokasi Tujuan Metode Hasil

Wibagiyo, Indroyono, Alip, Bungkus

P, Haryono (1998)

Penentuan Lokasi Rembesan Pada Dasar Bendungan

dengan Teknik Radioisotop di Bendungan Ngancar,

Wonogiri

Bendungan Ngancar, Wonogiri

Menentukan lokasi rembesan di

dasar bendungan

melarutkan perunut radioisotop AuCl yang mengikuti arus

air yang bocor

peta lokasi rembesan pada dasar waduk

S Imam Wahyudi

(2002)

Pengaruh Sedimentasi terhadap

Kapasitas dan Operasional Waduk :

Studi Kasus Waduk Cacaban

Waduk Cacaban

mengetahui jumlah dan

laju sedimentasi pada waduk

Membandingkan hasil pengukuran elevasi dasar waduk

dengan alat Echosounding

laju sedimentasi dari tahun 1989-2002 dan laju sedimentasi rata-rata setiap

tahunnya

Dina Ariana K (2002)

Pemetaan Batimetri dan Karakteristik

Dasar Perairan Dangkal di Perairan

Pulau Dangar Propinsi ITB dengan

Data Satelit Penginderaan Jauh

Perairan Pulau Dangar Propinsi

ITB

memetakan karakteristik dasar perairan

dan kedalamannya

penggunaan algoritma dan data satelit penginderaan

jauh

peta persebaran karakteristik

perairan dan hasil

perhitungan algoritma

(15)

Sri Legowo, Iwan K Hadihardaja,

Susi Rabuanawati

(2006)

Pengoperasian dan Umur Guna Waduk (Studi Kasus: Waduk

Simeta Padalarang)

Waduk Cimeta Padalarang

menentukan umur guna

waduk

metode Trap Efficiensy yang tergantung pada perbandingan antar kapasitas tampungan

waduk dan inflow tahunan dari waduk

umur guna waduk

Suroso, M Ruslin Anwar,

Mohammad Candra Rahmanto

(2007)

Studi Pengaruh Sedimentasi Kali Brantas terhadap Kapasitas dan Usia

Rencana Waduk Sutami Malang

Waduk Sutami, Malang

menghitung sedimentasi waduk sutami

menganalisa erosi lahan dengan metode

USLE dan dihitung SDR

Jumlah Sedimen di waduk sutami, laju sedimentasi,

perubahan kapasitas tampungan waduk dan prediksi usia waduk sutami

Vaibhav Garg dan V.Jothiprakash

(2008)

Estimation of useful life of reservoir using

sediment trap efficiency

Gobindsagar Reservoir in Himalayan

region of India

Pengukuran sedimen dan umur waduk

Penggunaan kurva sedimen yang ditangkap sediment

trap

Perhitungan hasil sedimen yang dibandingkan dengan metode lain serta umur

waduk

Muhammad F.A. Ismail

(2014)

Dinamika batimetri alur pelayaran Pelabuhan Cirebon, Provinsi Jawa Barat

Pelabuhan Cirebon, Provinsi Jawa Barat

mengkaji perubahan batimetri dan sedimentasi di

pelabuhan

perbandingan batimetri pelabuhan tahun 2006 dan 2007

yang diolah dengan surfer

dinamika batimetri dan

volume sedimen di pelabuhan

(16)

Muhammad Nursa'ban

(2008)

Evaluasi Sediment Yield di Daerah

Aliran Sungai Cisanggarung Bagian

Hulu dalam Memperkirakan Sisa Umur Waduk Darma

Waduk Darma

mengetahui sedimen yield dan sisa umur

waduk

menghitung erosi tanah dengan USLE,

perhitungan sediment yield berdasar debit air, suspended load dan

bed load yang kemudian digunakan

untuk menghitung sisa umur waduk

Besarnya laju erosi, jumlah sediment yield dan sisa umur

waduk

Umma Iltizam Nurulloh

Prediksi Umur dan Pengelolaan DTA

Waduk Ngancar, Batuwarno, Wonogiri, Jawa

Tengah

Waduk Ngancar, Batuwarno,

Wonogiri

mengetahui perubahan tampungan dan

menganalisis laju sedimentasi dengan umur relatif waduk, pengelolaan

DTA

peneruman waduk dengan Echosounding yang

dibandingkan dengan pengukuran

Tahun 2011, perhitungan sedimentasi dan perhitungan umur

waduk, arahan pengelolaan DTA

perubahan kapasitas tampungan waduk dan umur Waduk Ngancar serta arahan

pengelolaan DTA

(17)

Gambar

Gambar 1.1  Kerangka Teori
Tabel 1.1 Penelitian-Penelitian Sebelumnya Mengenai Kajian Penentuan Umur Waduk

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh guru mitra yang dituangkan dalam lembar observasi kegiatan guru, maka dapat diketahui bahwa ada beberapa aspek kegiatan guru

Hal ini menjadi layak dan harus didiskusikan untuk mendapat kesimpulan mengenai desa berdikari di wilayah masing-masing yang disajikan melalui presentasi makalah dari

Sedangkan penggunaan konsep strategi pengembangan usaha dengan menggunakan strategic entrepreneurship pada penelitian ini dikarenakan konsep tersebut memiliki keunikan

Zat antibakteri menghambat pembentukan molekul sederhana berupa peptide dan merusak enzim-enzim pensintesis asam nukleat. Kerusakan ini tidak dapat diperbaiki

It helps us define a vector quantity called the field intensity and use it in order to find the force on a charge at any point in the field..

selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing skripsi saya hingga terselesaikan dengan baik dan tepat waktu serta motivasi yang

Pertanian terpadu merupakan sistem yang menggabungkan kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang terkait dengan pertanian dalam satu

Untuk menunjukan secara lengkap kriteria mengukur adanya derajat komitmen, Marcia (1993:208-210) menjelaskannya sebagai berikut: Pertama, knowledge ability , yaitu