• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum - Evaluasi Waduk Pusong Sebagai Upaya Pengendalaian Banjir Di Kota Lhokseumawe Kabupaten Aceh Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum - Evaluasi Waduk Pusong Sebagai Upaya Pengendalaian Banjir Di Kota Lhokseumawe Kabupaten Aceh Utara"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum

Banjir merupakan permasalahan umum terjadi di sebagian wilayah

Indonesia, terutama di daerah padat penduduk misalnya di kawasan perkotaan.

Oleh karena itu kerugian yang ditimbulkan nya besar baik dari segi materi

maupun kerugian jiwa, maka sudah selayaknya permasalahan banjir merupakan

permasalahan kita semua. Dengan anggapan bahwa, permasalah banjir merupakan

permasalahan umum, sudah semestinya dari berbagai pihak perlu memperhatikan

hal-hal yang dapat mengakibatkan banjir dan sedini mungkin diantisipasi, untuk

memperkecil kerugian yang ditimbulkan.

Menurut Hasibuan (2004),banjir adalah jumlah debit air yang melebihi

kapasitas pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung sungai

atau saluran sehingga air melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran.

Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat di sebut sebagai

genangan air yang terjadi di suatu lokasi yang diakibatkan oleh : (1) Perubahan

tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS); (2) Pembuangan sampah; (3)

Erosi dan sedimentasi; (4) Kawasan kumuh sepanjang jalur drainase; (5)

Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat; (6) Curah hujan yang

tinggi; (7) Pengaruh fisiografi/geofisik sungai; (8) Kapasitas sungai dan drainase

yang tidak memadai; (9) Pengaruh air pasang; (10) Penurunan tanah dan rob

(genangan akibat pasang surut air laut); (11) Drainase lahan; (12) Bendung dan

(2)

Kodoatie (2002) memaparkan penyebab banjir dan prioritasnya seperti pada Tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1. Penyebab Banjir dan Prioritasnya

No Penyebab Banjir Alasan Mengapa Prioritas Penyebab 1 Perubahan Tata

Guna Lahan

Debit Puncak naik dari 5 sampai 35 kali karena DAS tidak ada yang menahan maka aliran air permukaan (run off) menjadi besar, sehingga berakibat debit di sungai menjadi besar dan terjadi erosi lahan yang berakibat sedimentasi di sungai sehingga kapasitas sungai menjadi turun.

Manusia

2 Sampah Sungai/drainase tersumbat sampah, jika air melimpah akan keluar dari sungai karena daya tampung saluran berkurang

Manusia

3 Erosi dan Sedimentasi

Akibat perubahan tata guna lahan, terjadi erosi yang berakibat sedimentasi masuk ke sungai sehingga daya tampung sungai berkurang. Penutup lahan vegetatif yang rapat (missal semak-semak, rumput) merupakan penahan laju erosi paling tinggi.

Manusia

4 Kawasan kumuh disepanjang sungai / drainase

Dapat merupakan penghambat aliran, maupun daya tampung sungai. Masalah kawasan kumuh dikenal sebagai faktor penting terhadap masalah banjir daerah perkotaan.

Manusia

5 Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat

Sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir yang besar. Limpasan pada tanggul waktu banjir melebihi banjir rencana menyebabkan keruntuhan tanggul, kecepatan air sangat besar menyebabkan bobolnya tanggul sehingga menimbulkan banjir.

Manusia

6 Curah Hujan Pada musim penghujan, curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan banjir di sungai dan bilamana melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau genangan air/banjir.

Alam

7 Pengaruh Fisiografi

Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan Daerah Aliran Sungai, kemiringan sungai, geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lebar kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai, dll.

(3)

8 Kapasitas Sungai Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh pengendapan berasal dari erosi DAS dan erosi tanggul sungai yang berlebihan dan sedimentasi di sungai itu karena tidak adanya vegetasi berkurangnya tanaman/vegetasi serta tindakan manusia mengakibatkan pengurangan kapasitas saluran/sungai sesuai perencanaan yang dibuat.

Manusia

10 Drainase Lahan Drainase perkotaan dan pengembangan pertanian pada daerah bantaran banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung debit air yang tinggi.

Manusia

11 Bendung dan bangunan air

Bendungan dan bangunan lain seperti pilar jembatan dapat meningkatkan elevasi muka air banjir karena efek aliran balik (backwater).

Manusia

12 Kerusakan bangunan pengendalian banjir

Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat meningkatkan kuantitas banjir.

Manusia pasang tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik (backwater).

Manusia

Sumber : Kodoatie 2002

Jadi menurut tabel diatas, dapat dikatakan bahwa konsep pengendalian

banjir harus dilakukan secara terpadu baik in-stream (badan sungai) maupun

off-stream (DAS-nya) dengan melaksanakan pekerjaan baik secara metode struktur (tugas pembangunan) dan non struktur (tugas umum pemerintahan), sehingga

(4)

Berikut akan dijelaskan mengenai skema sistem pengendalian banjir

dengan 2 (dua) metode struktur dari Pembangunan dan Pelayanan. Dapat

dijelaskan pada gambar berikut ini ;

Sumber : Kodoatie dan Sugiyanto, 2002

Gambar 2.1. Pengendalian Banjir Metode Struktur dan Non Struktur

A. Metode Struktur ( Dengan Bangunan )

Umum

Pada dasar nya kegiatan penanggulangan banjir adalah suatu kegiatan yang

meliputi aktifitas sebagai berikut :

 Mengenali besarnya debit banjir

 Mengisolasi daerah genangan banjir

 Mengurangi tinggi elevasi air banjir

Pengendalian banjir

Metode struktur Metode Non struktur

(5)

Kegiatan penanggulangan banjir dengan bangunan pada umumnya

mencakup kegiatan berikut ini :

 Perbaikan sungai/pembuatan tanggul banjir untuk mengurangi besarnya

resiko banjir di sungai.

 Pembuatan saluran (floodway) untuk mengalirkan sebagai atau seluruh air

sungai.

 Pengaturan sistim pengaliran untuk mengurangi debit puncak banjir,

dengan bangunan seperti bendungan, kolam retensi dll.

Untuk menunjang keberhasilan pengendalian banjir diperlukan kegiatan

pengelolaan dan perbaikan sungai, untuk menigkatkan kapasitas sungai. Pekerjaan

ini meliputi :

 Menambah dimensi tampang alur sungai

 Memperkecil nilai kekasaran alur sungai

 Pelusuran atau pemendekan alur sungai pada sungai berbelok atau ber

meander.

 Pengandalian transport sedimen

Factor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis bangunan

pengendalian banjir adalah sebagai berikut:

 Pengaruh regim sungai terutama erosi dan sedimentasi dan hubungannya

dengan biaya pemeliharaan

 Kebutuhan perlindungan erosi di daerah kritis

 Pengaruh bangunan terhadap lingkungan

(6)

 Pengaruh bangunan terhadap kondisi aliran di sebelah hulu dan sebelah

hilirnya.

Bangunan Pengendali Banjir

Seperti ditunjukkan dalam gambar 2.1 ada dua metode pendekatan untuk

analisis pengendalian banjir yaitu metode struktur dan non-struktur. Beberapa

metode struktur diuraikan berikut ini termasuk:

 Bendungan

 Kolam penampungan (retention basin)

 Tanggul penahan banjir

 Saluran by pass

 Sistim pengerukan/normalisasi alur sungai

 Sistem drainase khusus

a. Bendungan

Bendungan digunakan untuk penampung dan mengelola distribusi aliran

sungai. Pengendalian diarahkan untuk mengatur debit air sungai di sebelah hilir

bendungan. Factor-faktor yang digunakan dalam pemilihan lokasi bendungan

adalah sebagai berikut:

 Lokasi mudah dicapai

 Topografi daerah memadai, dengan membentuk tampungan yang besar

 Kondisi geologi tanah

 Ketersediaan bahan bangunan

 Tujuan serbanguna

(7)

 Umumnya bendungan terletak di sebelah hulu daerah yang dilindungi

b. Kolam Penampungan

Seperti halnya bendungan, kolam penampungan (retention basin)

berfungsi untuk menyimpan sementara debit sungai sehingga puncak banjir dapat

dikurangi. Tingkat pengurangan banjir tergantung pada karakteristik hidrograf

banjir, volume kolam dan dinamika beberapa bangunan outlet. Wilayah yang

digunakan untuk kolam penampungan biasanya di daerah dataran rendah atau

rawa. Dengan perencanaan dan pelaksanaan tataguna lahan baik, kolam

penampungan yang andal diperlukan :

 Pengontrolan yang memadai untuk menjamin ketetapan peramalan banjir

 Peramalan banjir yang andal dan tepat waktu untuk perlindungan atau

evakuasi

 Sistim drainase yang baik untuk mengosongkan air dari daerah tampungan

secepatnya setelah banjir reda.

Dengan manajemen yang tepat, penaggulangan sementara dapat berakibat

positif dari segi pertanian, seperti berikut ini :

 Melunakan tanah

 Mencuci tanah dari unsur racun

(8)

c. Tanggul Penahan Banjir

Tanggul banjir adalah penghalang yang di desain untuk menahan air banjir

di palung sungai untuk melindungi daerah sekitarnya. Tanggul banjir sesuai untuk

daerah-daerah dengan memperhatikan factor-faktor berikut:

 Dampak tanggul terhadap regim sungai

 Tinggi jagaan dan kapasitas debit sungai pada bangunan-bangunan sungai

misalnya jembatan.

 Ketersediaan bahan bangunan setempat

 Syarat-syarat teknis dan dampaknya terhadap pengembangan wilayah.

 Hidrograf banjir yang lewat

 Pengaruh limpasan, penambangan, longsoran dan bocoran

 Pengaruh tanggul terhadap lingkungan

 Elevasi muka air yang lebih tinggi di alur sungai

 Lereng tanggul dengan tepi sungai yang relatif stabil.

d. Saluran By Pass

Saluran by pass adalah saluran yang digunakan untuk mengalihkan

sebagian atau seluruh aliran air banjir dalam rangka mengurangi debit banjir pada

daerah yang dilindungi. Factor-factor yang penting sebagai pertimbangkan dalam

desain saluran by pass adalah sebagai berikut:

 Biaya pelaksanaan yang relatif mahal

 Kondisi topografi dari rute alur baru

 Bangunan terjunan mungkin diperlukan di saluran by pass untuk

(9)

 Kendala-kendala geologi timbul sepanjang alur by pass (contoh membuat

saluran sampai bantuan dasar)

 Penyediaan air dengan program pengembangan daerah sekitar sungai

 Kebutuhan air harus tercukupi sepanjang aliran sungai asli di bagian hilir

dari lokasi percabangan.

 Pembagian air akan berpengaruh pada sifat alami daerah hilir mulai dari

lokasi percabangan by pass.

e. Sistim Pengerukan/ Normalisasi Alur Sungai

Sistem pengerukan atau normalisasi saluran adalah bertujuan memperbesar

kapasitas tampung sungai dan memperlancar aliran. Analisis yang harus

diperhitungkan analisis hidrologi, hidraulika dan analisis sedimentasi. Analisis

perhitungan perlu dilakukan dengan cermat mengingat kemungkinan kembalinya

sungai ke bentuk semula sangat besar. Normalisasi diantaranya kegiatan-kegiatan

melebarkan sungai, mengarahkan alur sungai dan memperdalam sungai

(pengerukan). Untuk mengarahkan sungai dan melebarkan penampangnya sering

terjadi diperlukan pembebasan lahan. Oleh karena itu dalam kajiannya harus juga

memperhitungkan aspek ekonomi (ganti rugi) dan aspek sosial bagi terutama bagi

masyarakat atau stakeholders lainnya yang merasa dirugikan akibat lahannya

(10)

f. Sistem Drainase Khusus

Sistem drainase khusus sering diperlukan untuk memindahkan air dari

daerah rawan banjir karena drainase yang buruk secara alami atau karena ulah

manusia. Sistim khusus tipe grafitasi dapat terdiri dari saluran-saluran alami.

alternatif dengan pemompaan mungkin diperlukan untuk daerah buangan dengan

elevasi air dibagian hilir terlalu tinggi.

Sistim khusus biasanya diguanakan untuk situasi berikut:

 Daerah perkotaan dimana drainase alami tidak memadai

 Digunakan untuk melindungi daerah pantai dari pengaruh gelombang

 Daerah genangan/bataran banjir dengan bangunan flood wall/dinding

penahan banjir.

Desain dari system drainase khusus berdasarkan pertimbangan berikut:

 Topografi, karekteristik infiltrasi dan luas daerah yang akan dilindungi

 Kecepatan dan waktu hujan serta aliran permukaan

 Volume dari air yang ditahan

 Periode banjir

Adapun kriteria yang digunakan dalam pemilihan bangunan adalah:

 Apabila elevasi air buangan lebih rendah dari elevasi daerah yang

dilindungi dapat digunakan outlet sederhana.

 Apabila fluktuasi perubahan elevasi air berubah-ubah diperlukan

pintu-pintu otomatis.

 Stasiun pompa diperlukan apabila elevasi air buangan lebih tinggi dari

(11)

B. Metode Non-Struktur

Umum

Analisis pengendalian banjir dengan tidak menggunakan bangunan pengendali

akan memberikan pengaruh cukup baik terhadap regim sungai. Contoh aktifitas

penanganan tanpa bangunan adalah sebagai berikut :

 Pengelolaan daerah pengaliran sungai untuk mengurangi limpasan air

hujan daerah pengaliran sungai

 Control pengembangan daerah genagan termasuk peraturan-peraturan

penggunaan lahan

 Konstruksi gedung atau bangunan yang dibuat tahan banjir dan tahan air

 Sistim peringatan dan ramalan banjir

 Rencana asuransi nasional atau perorangan

 Rencana gerakan siap siaga dalam keadaan darurat banjir

 Pengoperasian cara kerja pengendalian banjir

 Partisifasi masyarakat

 Law-enforcement

a. Pengelolaan Daerah Pengaliran Sungai (DPS)

Pengelolaan daerah pengaliran sungai berhubungan erat dengan peraturan,

pelaksanaan dan pelatihan. Kegiatan penggunaan lahan dimaksudkan untuk

menghemat dan menyimpan air dan konservasi tanah. Pengelolaan daerah

pengaliran sungai mencakup aktifitas-aktifitas berikut ini:

(12)

 Penanaman vegetasi untuk mengendalikan kecepatan aliran air dan erosi

tanah.

 Pemeliharaan vegetasi alam, atau penanaman vegetasi tahan air yang tepat,

sepanjang tanggul,drainase saluran-saluran daerah lain untuk pengendalian

aliran yang berlebihan atau erosi tanah.

 Mengatur secara khusus bangunan-bangunan pengendali banjir (misal cek

dam) sepanjang dasar aliran yang mudah tererosi.

 Pengelolaan khusus untuk mengatisipasi aliran sedimen yang dihasilkan

dari kegiatan gunung berapi.

Sasaran penting dari kegiatan pengolaan daerah pengaliran sungai adalah

untuk mencapai keadaan-keadaan berikut:

 Mengurangi debit banjir daerah hilir

 Mengurangi erosi tanah dan muatan sedimen di sungai

 Mengingatkan produksi pertanian yang dihasilkan dari penataan guna

tanah dan perlindungan air.

 Meningkatkan lingkungan di daerah pengaliran sungai dan daerah sungai

Sasaran tersebut harus didukung oleh aktifitas-aktifitas lainnya seperti:

 Pembatasan penebangan hutan dan kebijakan-kebijakan yang mencakup

atau menghancurkan perhutananan kembali daerah-daerah yang telah

rusak.

 Rangsangan atau dorongan, untuk mengembangkan tanaman yang tepat

dan menguntungkan secara ekonomi (missal cacao,turi,jambu mete, jambu

mete, lamtorogung, buah-buahan)

(13)

 Pertanian bergaris (sistim hujan), dan metode teras ( bertingkat) sehingga

mengurangi pengaliran dan erosi tanah dari daerah pertanian.

 Tidak ada pertanian atau kegiatan-kegiatan pengembangan lain di

sepanjang bantaran sungai.

 Minimal daerah penyangga atau daerah vegetasi yang tidak boleh

terganggu di sepanjang jalan air, dapat mengacu pada daftar di bawah ini.

Tabel 2.2. Hubungan debit dan lebar penyangga Debit rata-rata (Q) Lebar Penyangga Minimal

Kurang dari 1m3/dt 5m

1m3/dt<Q>5m3/dt 10m

Lebih dari 5m3/dt 15m

Sumber : kodoatie dan sugiyanto, 2002

b. Pengendalian Pemanfaatan Daerah Genangan

Masalah yang timbul dari penggunaan lahan daerah genangan seperti

tertera di bawah ini :

 Masyarakat yang bermukim pada daerah-daerah genangan akan

kehilangan pencaharian yang ditimbulkan banjir.

 Pemanfaatan intensif pada daerah-daerah genangan untuk mata

pencaharian, industry dan kegiatan lain akan meningkatkan potensi bagi

kerusakan-kerusakan yang diakibatkan banjir.

Kegiatan diatas yang berhubungan dengan pemanfaatan daerah genangan

sering mengurangi kapasitas alur sungai dan daerah genangan. Kelancaran aliran

akan berkurang karena bangunan rumah, gedung-gedung, jalan-jalan, jembatan,

(14)

Pengendalian pemanfaatan daerah genangan termasuk peraturan-peraturan

penetapan wilayah pengggunaan lahan, dan bangunan-bangunan. Maksud dari

pengendalian daerah genangan adalah untuk membatasi atau menentukan tipe

pengembangan dengan mempertimbangkan resiko dan kerusakan yang

ditimbulkan oleh banjir. Factor ekonomi, social dan lingkungan harus pula ikut

dipertimbangkan agar diperoleh suatu pengembangan yang bijaksana.

Langkah pertama dalam peningkatan pengendalian daerah genangan di

daerah beresiko banjir dan daerah-daerah kritis ditentukan diantaranya oleh

factor-faktor berikut.

 Besarnya banjir yang terjadi

 Waktu peringatan efektif

 Pengetahuan tentang banjir

 Tingkat luapan banjir

 Kedalaman dan kecepatan banjir

 Lamanya banjir

 Masalah-masalah pengungsian

 Akses ( kemudahan)

 Potensi kerusakan banjir

Dua tahapan yang perlu dilaksanakan, kaitannya dengan program

pengendalian banjir adalah sebagai berikut ini:

 Tahap I

Melarang adanya pemanfaatan di daerah bantaran banjir, seperti pendirian

(15)

 Tahap II

Pengendalian penggunaan lahan untuk mengurangi kerusakan-kerusakan

yang disebabkan banjir

c. Bangunan Tahan Banjir

Antisipasi perlindungan banjir diadakan dengan menggunakan tahap

pendekatan berikut:

 Tahap I

Semua bangunan baru di daerah rawan banjir harus direncanakan tahan

banjir.

 Tahap II

Perbaiakn bangunan yang ada didaerah tepian banjir harus tahan banjir

d. Peramalan Dan Peringatan Bahaya Banjir

Sistim peringatan bahaya banjir yang efektif haruslah menunjukkan

ciri-ciri berikut ini:

 Tempat pemantauan diletakkan pada lokasi yang strategis, sehingga dapat

memberikan informasi peringatan yang cepat didapat, lebih lanjut tindakan

dini dapat segera dilakukan.

 Sederhana dan efektif

Alat ukur sederhana yang dipasang secara tepat akan memberikan

informasi yang cepat dan lebih efektif dari pada menggunakan sistim

(16)

 Metode yang diandalkan untuk memperkirakan debit banjir

Metode langsung, yaitu dengan menempatkan peralatan pemantauan pada

stasiun-stasiun hidrometri, sehingga diperoleh hubungan yang dapat

dirumuskan dengan baik antara elevasi muka air sungai dengan debit yang

ada. Metode tidak langsung yaitu dengan cara analisis curah hujan yang

disertai dengan memperhitungkan kondisi sungai dan daerah pengaliran

sungai yang bersangkutan.

Peramalan dan peringatan dini banjir daerah pengaliran sungai adalah

merupakan bagian dari sistim pengendalian banjir suatu system sungai. Maka

dalam penyusunan sistim peramalan dan peringatan dini banjir daerah pengaliran

sungai perlu memperhatikan :

 Bangunan pengendalian banjir

 Operasional bangunan sistim pengendalian banjir

 Hidrologi

 Karakteristik daerah pengaliran sungai

 Karekteristik daerah rawan banjir kemungkinan kerugian akibat banjir

 Waktu perambatan banjir

2.2. Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan unit hidrologi dasar. Bila kita

memandang suatu system yang mengalir yang dapat diterapkan pada suatu daerah

aliran sungai, maka akan nampak struktur sistem dari daerah ini adalah Daerah

Aliran Sungai yang merupakan lahan total dan permukaan air yang di batasi oleh

(17)

terhadap debit sungai pada suatu daerah. Daerah aliran sungai merupakan dasar

pengelolaan untuk sumber daya air. Gabungan beberapa daerah aliran sungai

menjadi satu wilayah sungai.

Dalam mempelajari ekosistem daerah aliran sungai, dapat diklasifikasikan

menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. Daerah aliran sungai bagian hulu dicirikan

sebagai daerah konservasi, daerah aliran sungai bagian hilir merupakan daerah

pemanfaatan. Daerah aliran sungai bagian hulu mempunyai arti penting terutama

dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di

daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan

fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran

airnya. Dengan kata lain ekosistem daerah aliran sungai, bagian hulu mempunyai

fungsi perlindungan terhadap keseluruhan daerah aliran sungai. Perlindungan ini

antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan daerah aliran

sungai hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu daerah

aliran sungai, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui siklus

hidrologi.

Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh

dalam pengelolaan daerah aliran sungai, terlebih dahulu diperlukan

batasan-batasan mengenai daerah aliran sungai berdasarkan fungsi, yaitu daerah aliran

sungai bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk

mempertahankan kondisi lingkungan daerah aliran sungai agar tidak terdegradasi,

yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan daerah

(18)

Daerah aliran sungai bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan

air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial

dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air,

kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada

prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.

Daerah aliran sungai bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air

sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial

dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan

menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian,

air bersih, serta pengelolaan air limbah.

2.3 Waduk

Waduk menurut pengertian umum adalah tempat pada permukaan tanah

yang digunakan untuk menampung air saat terjadi kelebihan air/musim penghujan

sehingga air itu dapat dimanfaatkan pada musim kering. Sumber air waduk

terutama berasal dari aliran permukaan dtambah dengan air hujan langsung.

Waduk adalah bangunan untuk menampung air pada waktu terjadi surplus di

sumber air agar dapat dipakai sewaktu-waktu terjadi kekurangan air sehingga

fungsi utama waduk adalah untuk mengatur sumber air.

Waduk merupakan salah satu sarana pemanfaatan sumber daya air yang

mempunyai fungsi sebagai penyimpan dan penyedia air, baik sebagai bahan baku

air bersih maupun untuk irigasi. Suatu waduk penampung atau konservasi dapat

menahan air pada kelebihan pada masa-masa aliran air tinggi untuk digunakan

selama masa kekeringan. Fungsi utama dari suatu waduk ialah untuk menstabilkan

(19)

suatu sungai alamiah, maupun dengan cara memenuhi kebutuhan yang

berubah-ubah dari para konsumen. Dengan kata lain waduk tidaklah menghasilkan air

melainkan hanya memungkinkan pengaturan kembali distribusinya terhadap

waktu.

Waduk dapat terjadi secara alami maupun dibuat manusia. Waduk buatan

dibangun dengan cara membuat bendungan yang lalu dialiri air sampai waduk

tersebut penuh.

Bendungan adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air

menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Waduk dapat dimanfaatkan antara

lain sebagai berikut :

1. Irigasi

Pada saat musim penghujan, hujan yang turun di daerah tangkapan air

sebagian besar akan mengalir ke sungai. Kelebihan air yang terjadi dapat di

tampung waduk sebagai persediaan sehingga pada saat musim kemarau tiba air

tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan antara lain irigasi lahan

pertanian.

2. PLTA

Dalam menjalankan fungsinya sebagai PLTA, waduk dikelola untuk

mendapatkan kapasitas listrik yang dibutuhkan. Pembangkit Listrik Tenaga Air

(PLTA) adalah suatu system pembangkit listrik yang biasanya terintegrasi dalam

bendungan dengan memanfaatkan energi mekanis aliran air untuk memutar turbin

yang kemudian akan diubah menjadi tenaga listrik oleh generator.

(20)

Air baku adalah air bersih yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan

air minum dan air rumah tangga. Waduk selain sebagai sumber pengairan

persawahan juga dimanfaatkan sebagai sumber penyediaan air baku untuk bahan

baku air minum dan air rumah tangga. Air yang dipakai harus memenuhi

persyaratan sesuai kegunaannya.

Waduk yang mempunyai faktor tampungan yang besar berpengaruh

terhadap aliran air di hilir waduk. Dengan kata lain waduk dapat merubah pola

inflow-outflow hidrograf. Perubahan outflow hidrograf di hilir waduk biasanya menguntungkan tehadap pengendalian banjir yang lebih kecil dan adanya

perlambatan banjir. Pengendalian banjir dengan waduk biasanya hanya dapat

dilakukan pada bagian hulu dan biasanya dikaitkan dengan pengembangan sumber

daya air.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembangunan waduk antara lain :

 Fungsi waduk untuk pengendali banjir agar mendapatkan manfaat yang

lebih besar harus didesain atau dilengkapi dengan pintu pengendali banjir,

sehingga penurunan debit banjir di hilir waduk akan lebih besar atau

perubahan antara inflow dan outflow hidrograf yang besar.

 Alokasi volume waduk untuk pengendali banjir berbanding lurus dengan

penurunan outflow hidrograf banjir di hilir waduk atau dengan kata lain

semakin besar volume waduk maka semakin besar pula penurunan outflow

hidrograf banjir di hilir waduk

 Operasional dan pemeliharaan dari waduk yang mempunyai pintu

(21)

atau memperkecil biaya normalisasi dan pemeliharaan dari sungai di

bagian hilir waduk

 Untuk memjaga keandalan dari pintu pengendali banjir sebaiknya

pengoperasian dari pintu pengendali banjir dilakukan secara otomatis dan

dilengkapi dengan operasi secara manual (untuk keadaan darurat)

 Pada waktu multi purpose perlu adanya analisa inflow-outflow hidrograf

untuk mengetahui seberapa besar pengaruh waduk terhadap debit banjir di

hilir waduk.

 Diperlukan penelusuran banjir atau flood routing yang dimaksudkan untuk

mengetahui karakteristik hidrograf outflow atau keluaran yang sangat diperlukan dalam pengendalian banjir. (Ir. Sugiyanto, Pengendalian Banjir,

2002)

Gambar 2.2. Waduk Pengendali Banjir

Gambar 2.2. Waduk Pengendali Banjir

2.3.1 Klasifikasi Penggunaan Waduk

Berdasarkan fungsinya, waduk diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu :

1. Waduk eka guna (single purpose)

Waduk eka guna adalah waduk yang dioperasikan untuk memenuhi satu

kebutuhan saja, misalnya untuk kebutuhan air irigasi, air baku atau PLTA.

(22)

guna dikarenakan tidak adanya konflik kepentingan di dalam. Pada waduk eka

guna pengoperasian yang dilakukan hanya mempertimbangkan pemenuhan satu

kebutuhan.

2. Waduk multi guna (multi purpose)

Waduk multi guna adalah waduk yang berfungsi untuk memenuhi

berbagai kebutuhan, misalnya waduk untuk memenuhi kebutuhan air, irigasi, air

baku dan PLTA. Kombinasi dari berbagai kebutuhan ini dimaksudkan untuk dapat

mengoptimalkan fungsi waduk dan meningkatkan kelayakan pembangunan suatu

waduk.

2.3.2 Karakteristik Waduk

Karakteristik suatu waduk merupakan bagian pokok dari waduk yaitu

volume hidup (live storage), volume mati (dead storage), tinggi muka air (TMA) maksimum, TMA minimum, tinggi mercu bangunan pelimpah berdasarkan debit

rencana.

Dari karakteristik fisik waduk tersebut didapatkan hubungan antara elevasi

dan volume tampungan yang disebut juga liku kapasitas waduk. Liku kapasitas

tampungan waduk merupakan data yang menggambarkan volume tampungan air

di dalam waduk pada setiap ketinggian muka air

2.3.3 Pola Operasi Waduk

Pola operasi waduk adalah patokan operasional bulanan suatu waduk

dimana debit air yang dikeluarkan oleh waduk harus sesuai dengan ketentuan agar

elevasinya terjaga sesuai dengan rencana. Pola operasi waduk disepakati bersama

oleh para pemanfaat air dan pengelola melalui Panitia Tata Pengaturan Air

(23)

Tujuan dari disusunnya pola operasi waduk adalah untuk memanfaatkan

air secara optimal demi tercapainya kemampuan maksimal waduk dengan cara

mengalokasikan secara proporsional sehingga tidak terjadi konflik antar

kepentinggan.

Pengoperasian waduk secara efisien dan optimal merupakan permasalahan

yang kompleks karena melibatkan beberapa faktor seperti :

1. Operasional policy, pola kebijakan pengoperasian waduk.

2. Debit inflow yang akan masuk ke waduk yang tergantung dari ketepatan perencanaan debit yang akan masuk ke waduk tersebut.

3. Demand, kebutuhan air untuk irigasi, air baku, dan PLTA.

4. Keandalan peralatan monitoring tinggi muka waduk, debit aliran dan curah

hujan.

5. Koordinasi antara instansi yang terkait.

6. Kemampuan Operasional.

Kebijakan pola pengoperasian waduk dapat dibedakan menjadi 5, yaitu:

1. Standard Operating Policy (SOP)

Kebijakan pola pengoperasian waduk berdasarkan SOP adalah dengan

menentukan outflow terlebih dahulu berdasarkan ketersediaan air di waduk dikurangi kehilangan air. Sejauh mungkin outflow yang dihasilkan dapat

memenuhi seluruh kebutuhan/demand dengan syarat air berada dalam zona kapasitas/tampungan efektif. Besarnya pelepasan dapat ditentukan sebagai berikut

RLt = It + St-1 – Et – Smaks, apabila It + St-1 – Et – Dt > Smaks

RLt = It + St-1 – Et – Smin, apabila It + St-1 – Et – Dt < Smin

(24)

2. Dinamik Program Deterministik ataupun Implisit Stokastik

Asumsi bahwa semua parameter atau variabel yang terdapat dalam model

program linier dapat diperkirakan dengan pasti (non stochastic), meskipun tidak dengan tepat (Buras, 1975; Asri 1984). Pada model Deterministik, debit inflow

pada masing-masing interfal waktu telah ditentukan. Secara sederhana, model ini

menggunakan nilai harapan (expected value) dari sebuah variabel abstrak yang

diskrit.

3. Dinamik Program Stokastik

Pada model Stokastik, debit inflow diperoleh dari suatu proses stokastik

dari data-data yang ada dan cara pendekatannya adalah sebagai suatu proses

Markov yang ditampilkan dengan sebuah matrik probabilitas transisi. Dapat

disimpulkan bahwa, program dinamik stokastik menggunakan probabilitas inflow

bersyarat yang diperoleh dari matrik probabilitas transisi dan nilai yang

diharapkan yang diperoleh dari fungsi tujuan yang berulang perhitungannya

(recursive objective fuction).

4. Linear Program

Program Linier banyak dipakai dalam program optimasi pendayagunaan

sumber daya air, baik untuk permasalahan operasi dan pengelolaan yang

sederhana sampai permasalahan yang kompleks. Teknik program linier dapat

dipakai apabila terdapat hubungan linier antara variabel-variabel yang dioptimasi,

baik dalam fungsi tujuan (objective function) maupun kendala (constraint

function).

Apabila permasalahan yang ditinjau bersifat non linier, seperti yang umum

(25)

bentuk linier atau persamaan-persamaan non linier pada fungsi sasaran dan

kendala dipecah menjadi beberapa persaman linier dan diselesaikan dengan

metode iterasi dan aproksimasi (Yeh, 1985). Keunggulan program linier adalah

kemudahannya untuk penyelesaian permasalahan optimasi berdimensi besar,

sedangkan kelemahannya adalah kemungkinan terjadinya kesalahan dan

kekeliruan dari program ini sangat besar karena pendekatan yang dilakukan

melinierisasi fenomena non linier pada beberapa variabel tidak tepat (Makrup

1995 ; Goulter 1981). Oleh karena itu kendala program linier tergantung pada

tingkat pendekatan dalam linierisasi hubungan antara variabel.

5. Rule Curve

Rule curve adalah ilmu yang menunjukan keadaan waduk pada akhir

periode pengoperasian yang harus dicapai pada suatu nilai outflow tertentu (Mc. Mahon 1978). Rule curve pengoperasian waduk adalah kurva atau grafik yang menunjukan hubungan antara elevasi muka air waduk, debit outflow dan waktu

dalam satu tahun (Indrakarya, 1993). Rule Curve ini digunakan sebagai pedoman pengoperasian waduk dalam menentukan pelepasan yang diijinkan dan sebagai

harapan memenuhi kebutuhan. Akan tetapi pada kenyataannya, kondisi muka air

waduk pada awal operasi belum tentu akan sama Rule Curve rencana. Untuk mencapai elevasi awal operasi yang direncanakan, mungkin harus lebih banyak

volume air yang dibuang. Sebaliknya apabila debit terjadi dari tahun-tahun kering,

(26)

2.4. Analisa Hidrologi

Dalam Perencanaan berbagai macam bangunan air, seperti persoalan

drainase dan bangunan pengendalian banjir diperlukan analisa hidrologi

khususnya masalah hujan sebagai sumber air yang akan dialirkan pada sistem

drainase dan limpasan sebagai akibat tidak mampunya sistem drainase

mengalirkan ke tempat pembuangan akhir. Disain hidrologi diperlukan untuk

mengetahui debit pengaliran. Dalam menentukan dimensi penampang dari

berbagai bangunan pengairan misalnya saluran drainase diperlukan suatu

penentuan besar debit rencana. Untuk itu perlu diketahui faktor-faktor yang

digunakan untuk menganalisa debit rencana:

2.4.1. Data Curah Hujan

Hujan merupakan komponen yang penting dalam analisa hidrologi

perencanaan debit untuk menentukan dimensi saluran dainase. Penentuan hujan

rencana dilakukan dengan analisa frekuensi terhadap data curah hujan harian

maksimum tahunan, dengan lama pengamatan sekurang-kurangnya 10 tahun.

2.4.2. Analisa Frekuensi Curah Hujan

Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan

empat jenis distribusi yang paling banyak digunakan dalam bidang hidrologi

adalah :

(27)

Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis

data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi dan koefisien

skewness (kecondongan atau kemencengan).

Tabel 2.3. Parameter Statistik yang Penting

Parameter Sampel Populasi

Rata-rata

Simpangan Baku

(Standar deviasi)

Koefisien Variasi

Koefisien Skewness

(suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 34)

2.4.2.1. Distribusi Normal

Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss.

Fungsi densitas peluang normal PDF (Probability Density Function) yang paling

dikenal adalah bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal. PDF

(Probability Density Function) distribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut :

……..………....(1)

Dimana: P(X) = fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal) X = variable acak kontinu

μ = rata – rata nilai

(28)

Dalam pemakaian praktis, umumnya rumus tersebut tidak digunakan

secara langsung karena telah dibuat tabel untuk keperluan perhitungan, dan juga

dapat didekati dengan :

KT = faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss)

Nilai faktor frekuansi (KT), umumnya sudah tersedia dalam tabel untuk

mempermudah perhitungan, seperti ditunjukkan dalam tabel berikut, biasa disebut

sebagai tabel nilai variabel reduksi Gauss (Variabel reduced Gauss) Tabel 2.4. Nilai Variabel Reduksi Gauss

No Periode Ulang, T

(29)

2.4.2.2. Distribusi Log Normal

Jika variabel Y = Log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan

mengikuti distribusi Log Normal. PDF (Probability Density Function) untuk

distribusi Log Normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan

bakunya, sebagai berikut :

………

...(3)

……….……..…(4)

Dimana : P(X) = peluang log normal X = nilai varian pengamatan

μY = nilai rata-rata populasi Y

σY = deviasi standar nilai variat Y

Dengan persamaan yang dapat didekati :

………...…………..………..…….….……(5)

………..………...…..……….(6)

Dimana: YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T- tahunan

Y = nilai rata-rata hitung variat S = deviasi standar nilai variat

KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang

Y

2.4.2.3 Distribusi Log Person III

Pada situasi tertentu, walaupun data yang diperkirakan mengikuti

distribusi sudah konversi kedalam bentuk logaritmis, ternyata kedekatan antara

data dan teori tidak cukup kuat untuk menjustifikasi pemakaian distribusi log

(30)

Salah satu distribusi dari serangkaian distribusi yang sikembangkan

person yang menjadi perhatian ahli sumber daya air adalah Log-Person Type III

(LP III). Tiga parameter penting dalam Log-Person Type III yaitu harga rata-rata,

simpangan baku dan koefisien kemencengan. Yang menarik adalah jika koefisien

kemencengan sama dengan nol maka perhitungan akan sama dengan log Normal.

Berikut ini langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Person Type III :

- Ubah data kedalam bentuk logaritmis, X = Log X

- Hitung harga rata-rata :

………....…...………...…...(7)

- Hitung harga simpangan baku :

……….…………...(8)

- Hitung koefisien kemencengen :

……….…….……...(9)

- Hitung logaritma hujan atau banjir periode ulang T dengan rumus :

log XT = log X + K.S……….………..(10)

K adalah variable standar (standardized variable) untuk X yang besarnya

(31)

Tabel 2.5. Nilai K untuk distribusi Log Person III Interval Kejadian (Recurrence Interval), Tahun (Periode Ulang)

10,101 12,500 2 5 10 25 50 100

Koef Persentase Peluang Terlampaui (Percent Chance Of Being Exceeded)

99 80 50 20 10 4 2 1 (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 43)

2.4.2.4. Distribusi Gumbel

Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa untuk

setiap data merupakan data exponential. Jika jumlah populasi yang terbatas dapat

(32)

………..………....…..………...(11)

Dimana : = harga rata-rata sample S = nilai varian pengamatan X

Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat

dinyatakan dalam

………..………..…....….…(12)

Dimana : Yn = reduced mean yang tergantung jumlah sample/data ke-n

Sn = reduced standard deviation, yang juga tergantung pada jumlah sample/data ke-n

YTr = reduced variated, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:

………..………..(13)

Tabel 2.6 : Standard Deviasi (Yn), Tabel 2.7 : Reduksi Variat (YTr) dan

Tabel 2.8 : Reduksi Standard Deviasi (Sn) berikut mencantumkan nilai-nilai

Variabel Reduksi menurut Gauss untuk menyelesaikan persamaan 12

Tabel 2.6. Standar Deviasi (Yn) untuk Distribusi Gumbel

No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.4952 0.4996 0.5035 0.5070 0.5100 0.5128 0.5157 0.5181 0.5202 0.5220

20 0.5236 0.5252 0.5268 0.5283 0.5296 0.5309 0.5320 0.5332 0.5343 0.5353

30 0.5362 0.5371 0.5380 0.5388 0.5396 0.5403 0.5410 0.5418 0.5424 0.5346

40 0.5436 0.5442 0.5448 0.5453 0.5458 0.5463 0.5468 0.5473 0.5477 0.5481

50 0.5486 0.5489 0.5493 0.5497 0.5501 0.5504 0.5508 0.5511 0.5515 0.5518

60 0.5521 0.5524 0.5527 0.5530 0.5533 0.5535 0.5538 0.5540 0.5543 0.5545

70 0.5548 0.5550 0.5552 0.5555 0.5557 0.5559 0.5561 0.5563 0.5565 0.5567

80 0.5569 0.5570 0.5572 0.5574 0.5576 0.5578 0.5580 0.5581 0.5583 0.5585

90 05586 0.5587 0.5589 0.5591 0.5592 0.5593 0.5595 0.5596 0.5598 0.5599

100 0.5600 0.5602 0.5603 0.5604 0.5606 0.5607 0.5608 0.5609 0.5510 0.5611

(33)

Tabel 2.7. Reduksi Variat (YTR) sebagai fungsi Periode Ulang Gumbel

(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 52) Tabel 2.8. Reduksi Standard Deviasi (Sn) untuk Distribusi Gumbel

No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 52)44e

2.4.3. Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah besar curah hujan selama satu satuan waktu

tertentu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah

hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara

melakukan analisa data hujan baik secara statistik maupun secara empiris. Metode

yang dipakai dalam perhitungan intensitas curah hujan adalah Metode Mononobe

(34)

harian. Persamaan umum yang dipergunakan untuk menghitung hubungan antara

intensitas hujan T jam dengan curah hujan maksimum harian sebagai berikut :

………..…(14)

Dimana : I = Intensitas Hujan (mm/jam)

R24 = Curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm) t = lamanya hujan (jam)

Dengan menggunakan persamaan diatas intensitas curah hujan untuk

berbagai nilai waktu konsentrasi dapat ditentukan dari besar data curah hujan

harian (24) jam.

2.4.4. Koefisien Limpasan

Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan, aliran-aliran

yang tertunda pada cekungan-cekungan dan aliran permukaan (surface flow).

Dalam perencanaan drainase bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah

aliran permukaan (surface runoff), sedangkan untuk pengendalian banjir tidak hanya aliran permukaan tetapi limpasan (runoff).

Sebagaimana telah diuraikan dalam siklus hidrologi, air hujan yang turun

dari atmosfir jika tidak ditangkap oleh vegetasi atau oleh permukaan-permukaan

buatan seperti atap bangunan atau lapisan air lainnya, maka hujan akan jatuh ke

permukaan bumi dan sebagian menguap, berinfiltrasi atau tersimpan dalam

cekungan-cekungan. Bila kehilangan seperti cara-cara tersebut telah terpenuhi,

maka sisa air hujan akan mengalir langsung kepermukaan tanah menuju alur

(35)

Faktor – factor yang berpengaruhi limpasan aliran pada saluran atau

sungai tergantung dari berbagai macam faktor secara bersamaan. Faktor yang

berpengaruh secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :

- Faktor meteorologi yaitu karateristik hujan seperti intensitas hujan, durasi

hujan dan distribusi hujan.

- Karateristik DAS meliputi luas dan bentuk DAS, topografi dan tata guna

lahan.

Ketetapan dalam menentukan besarnya debit air sangatlah penting dalam

penentuan dimensi saluran. Disamping penentuan luas daerah pelayanan drainase

dan curah hujan rencana, juga dibutuhkan besaran harga koefisien pengaliran (C).

Pengambilan harga C harus disesuaikan dengan rencana perubahan tata guna

lahan yang terjadi pada waktu yang akan datang. Berikut ini koefisien C untuk

metode rasional oleh McGuen, 1989 disajikan secara Tabel 2.9.

Tabel 2.9. Koefisien Limpasan Berdasarkan Tata Guna Lahan untuk Metode Rasional,McGuen, 1989

Deskripsi Daerah Koefisien Sifat Permukaan Koefisien

Perdagangan 0.70-0.95 Jalan

Daerah Kota/dekat • Aspal 0.70 – 0.95

• Permukiman 0.50 – 0.70 • Beton 0.80 – 0.95

• Rumah tinggal 0.30 – 0.50 • Batu bata 0.70 – 0.85

• Kompleks 0.40 – 0.60 • Batu kerikil 0.15 – 0.35

• Permukiman 0.25 – 0.40 Jalan raya dan trotoir 0.70 – 0.85

Apartemen 0.50 – 0.70 Atap 0.75 – 0.95

Industri 0.50 – 0.80 Lapangan rumput 0.005 – 010

Industri ringan Tanah berpasir

Industri berat 0.60 – 0.90 • Kemiringan 2 0.10 – 0.15

Taman, kuburan 0.10 - 0.25 • Rata-rata 2-7 0.15 – 0.20

Lapangan bermain 0.10 – 0.25 • Curam (7

Daerah halaman KA 0.20 – 0.40 Lapangan rumput

Daerah tidak terawat 0.10 – 0.3 Tanah keras

Kemiringan 2 0.13 – 0.17

• Rata-rata 2-7 0.18 – 0.22

(36)

2.4.5. Debit Rencana

Perhitungan debit rencana untuk saluran drainase di daerah perkotaan

dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Rasional. Debit rencana hendaknya

ditetapkan tidak terlalu kecil untuk menjaga agar jangan terlalu sering terjadi

ancaman perusakan bangunan atau daerah sekitarnya aleh banjir. Pemilihan atas

metode yang digunakan untuk menghitung besarnya debit aliran permukaan dalam

satuan internasional adalah Metode Rasional sebagai berikut :

.………..………..….(15)

Dimana : Qp = Debit rencana (m3/dtk) C = Koefisien aliran Permukaan I = Intensitas Hujan (mm/jam) A = Luas daerah Pengaliran (Ha).

Luas daerah pengeringan pada umumnya diwilayah perkotaan terdiri dari

beberapa daerah yang mempunyai karateristik permukaan tanah yang berbeda

sehingga koefisien pengaliran untuk masing-masing subarea nilainya berbeda dan

untuk menentukan koefisien pengaliran pada wilayah tersebut dilakukan

penggabungan masing-masing sub area. Untuk penentuan koefisien limpasan

harus dipilih dari pengetahuan akan daerah yang ditinjau terhadap pengalaman,

dan harus dipilih dengan jenis pembangunan yang ditetapkan oleh rencana kota.

Daerah yang memiliki cekungan untuk menampung air hujan relative

mengalirkan lebih sedikit air hujan dibandingkan dengan daerah yang tidak

memiliki cekungan sama sekali. Efek tampungan oleh cekungan ini terhadap debit

rencana diperkirakan dengan koefisien tampungan yang diperoleh dengan rumus

berikut ini :

(37)

2.4.6. Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi suatu daerah aliran sungai adalah waktu yang

diperlukan oleh air hujan yang jatuh, untuk mengalir dari titik terjauh sampai

ketempat keluaran DAS (titik kontrol), setelah tanah menjadi jenuh dan

depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa bila durasi hujan sama

dengan waktu konsentrasi, maka setiap bagian daerah aliran sungai secara

serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik control. Salah satu metode

untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah dengan rumus yang

dikembangkan oleh Kirpich (1940) yang ditulis sebagai berikut :

………...…………..………...(17)

Dimana : Tc = Waktu Konsentrasi (jam) L = Panjang saluran (km)

S = Kemiringan rata-rata saluran

Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakannya menjadi

dua komponen yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir dipermukaan

lahan sampai saluran terdekat (to) dan waktu perjalanan dari pertama masuk

saluran sampai titik keluaran td sehingga Tc = to + td.

………...……....….(18)

………..….….……...(19)

Dimana: to = inlet time ke saluran terdekat (menit)

td = conduit time sampai ke tempat pengukuran (menit) n = angka kekasaran manning

S = kemiringan lahan (m)

(38)

V = kecepatan aliran didalam saluran (m/detik)

Titik terjauh to menuju saluran darainase

Titik pengamatan

to= waktu yang diperlukan air untukmengalir melalui permukaan tanah ke saluran drainase

Gambar 2.3. Lintasan Aliran Waktu Inlet Time (To) dan Conduit Time (Td)

2.5. Analisa Kapasitas Tampung Saluran Drainase 2.5.1. Kriteria Hidrolika

Kriteria Hidrolika bertujuan untuk menentukan acuan yang digunakan

dalam menentukan dimensi hidrolis dari saluran drainase maupun bangunan

pelengkap lainnya dimana aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran

saluran terbuka maupun saluran tertutup.

2.5.1.1. Saluran Terbuka

Pada saluran terbuka terdapat permukaan air yang bebas, permukaan

bebas ini dapat dipengaruhi oleh tekanan udara luar secara langsung. Kekentalan

dan gravitasi mempengaruhi sifat aliran pada saluran terbuka. Saluran terbuka

umumnya digunakan pada daerah yang :

- Lahan yang masih memungkinkan (luas)

- Lalu lintas pejalan kakinya relative jarang

(39)

Beberapa rumusan yang digunakan dalam menentukan dimensi saluran :

Kecepatan Dalam Saluran Chezy

………..………...………….(20)

Dimana : V = Kecepatan rata-rata dalam m/det C = Koefisien Chezy

R = Jari-jari hidrolis (m)

I = Kemiringan atau gradient dari dasar saluran

Koefisien C dapat diperoleh dengan menggunakan salah satu dari pernyataan berikut :

- Kutter :

…….……..……….….(21)

- Manning :

………...…………...(22)

- Bazin :

………..……..…...….….(23)

Dimana : V = kecepatan (m/det)

C = koefisien Chezy (m½/det) R = jari-jari hidraulis (m)

S = kemiringan Dasar Saluran (m/m) n = koefisien kekasaran Manning (det/m⅓)

m = koefisien kekasaran, harganya tergantung jenis bahan saluran

Debit aliran bila menggunakan rumus Manning

………..……...(24)

Kondisi debit aliran berfluktuasi sehingga perlu memperhatikan

kecepatan aliran. Diupayakan agar pada saat debit pembuangan kecil masih dapat

(40)

Penampang saluran yang paling ekonomis adalah saluran yang dapat

melewatkan debit meksimum untuk luas penampang basah, kekasaran dan

kemiringan dasar tertentu. Berdasarkan persamaan kontinuitas, tampak jelas

bahwa untuk luas penampang melintang tetap, debit maksimum dicapai jika

kecepatan aliran meksimum. Dari rumus Manning maupun Chezy dapat dilihat

bahwa untuk kemiringan dasar dan kekasaran tetap, kecepatan maksimum dicapai

jika jari-jari hidraulik R maksimum.

Selanjutnya untuk penampang tetap, jari-jari hadraulik maksimum

keliling basah, P minimum. Kondisi seperti yang telah kita pahami tersebut

memberi jalan untuk menentukan dimensi penampang melintang saluran yang

ekonomis untuk berbagai macam bentuk seperti tampang persegi dan tampang

trapezium.

1. Penampang Persegi Paling Ekonomis

Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar

B dan kedalaman air h, luas penampang basah A = B x h dan keliling basah P.

Maka bentuk penampang persegi paling ekonomis adalah jika kedalaman setengah

dari lebar dasar saluran atau jari-jari hidrauliknya setengah dari kedalaman air.

Gambar 2.4. Penampang Saluran Persegi

(41)

………...…..………...….(25)

………...………...……….….(26)

………...………...…(27)

Jari-Jari Hidroulik R:

………...………...(28)

2. Penampang Saluran Trapesium Paling ekonomis

Luas penampang melintang A dan Keliling basah P, saluran dengan

penampang melintang bentuk trapesium dengan lebar dasar b, kedalaman h dan

kemiringan dinding 1:m (gambar 2.4.) dapat dirumuskan sebagai berikut :

Gambar 2.5. Penampang Saluran Ttrapesium

………..…….………...……….…...(29)

………...………..……….…...(30)

………...……..…….……...(31)

Penampang trapesium paling ekonomis adalah jika kemiringan

dindingnya m = 1/√3 atau Ө = 60°. Dapat dirumuskan sebagai berikut :

………...……..…....….…(33)

………..…...……...(34)

- Kemiringan dinding saluran m (berdasarkan kriteria) - Luas penampang (A) = (b+mh)h(m²)

(42)

- Kecepatan aliran :

2.5.1.2. Saluran Tertutup

Aliran dalam saluran terbuka digerakkan oleh gaya penggerak yang

dilakukan oleh jumlah berat aliran yang mengalir menuruni lereng, sedang pada

saluran tertutup gaya penggerak tersebut dilakukan oleh gradient tekanan.

Ketentuan-ketentuan mengenai aliran bagi saluran tertutup yang penuh adalah

tidak berlaku pada saluran terbuka.

Pendekatan yang digunakan di Indonesia dalam merancang drainase

perkotaan masih menggunakan cara konvensional, yaitu dengan menggunakan

saluaran terbuka. Bila digunakan saluran yang ditanam dalam tanah biasanya

berbentuk bulat atau persegi, maka diasumsikan saluran tersebut tidak terisi penuh

(dalam arti tidak tertekan), sehingga masih dapat dipergunakan persamaan saluran

terbuka.

Saluran tertutup umumnya digunakan pada :

• Daerah yang lahannya terbatas (pasar, pertokoan)

• Daerah yang lalu lintas pejalan kakinya padat

• Lahan yang dipaki untuk lapangan parker.

Dimensi Saluran

Perhitungan dimensi saluran didasarkan pada debit harus ditampung oleh

saluran (Qs dalam m3/det) lebih besar atau sama dengan debit rencana yang

diakibatkan oleh hujan rencana (QT dalam m3/det). Kondisi demikian dapat

dirumuskan dengan persamaan berikut:

(43)

Debit yang mampu ditampung oleh saluran (Qs) dapat diperoleh dengan rumus seperti di bawah ini:

………..……...….………...…(36)

Di mana: As = luas penampang saluran (m2)

V = Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/det)

Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran dapat dihitung dengan

menggunakan rumus Manning sebagai berikut:

………...…...………....……….…(37)

………...………...…….(38)

Di mana: V = Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/det) n = Koefisien kekasaran Manning (Tabel 2.10)

R = Jari-jari hidrolis (m) S = Kemiringan dasar saluran As = luas penampang saluran (m2)

P = Keliling basah saluran (m)

Nilai koefisien kekasaran Manning n, untuk gorong-gorong dan saluran

pasangan dapat dilihat pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10.Koefisien Kekasaran Manning

Tipe Saluran Koefisien Manning (n)

a. Baja

b. Baja permukaan Gelombang c. Semen (Wesli, 2008, Drainase Perkotaan : 97)

Nilai kemiringan dinding saluran diperoleh berdasarkan bahan saluran yang di gunakan. Nilai kemiringan dinding saluran dapat dilihat pada Tabel 2.11

(44)

Bahan Saluran Kemiringan dinding (m)

Batuan/ cadas 0

Tanah lumpur 0,25

Lempung keras/ tanah 0,5–1 Tanah dengan pasangan batuan 1

Lempung 1,5

Tanah berpasir lepas 2

Lumpur berpasir 3

(Wesli, 2008, Drainase Perkotaan)

2.6. Neraca Air Waduk

Proses siklus air pada suatu daerah untuk periode tertentu terdapat

hubungan keseimbangan antara aliran masuk (inflow) dan aliran keluar (outflow). Hubungan antara ketersediaan air untuk berbagai macam sektor harus terjadi

keseimbangan, hubungan keseimbangan disebut “Neraca kebutuhan dan

ketersediaan air” sering disebut juga dengan water balance.

Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara

jumlah air yang masuk ke, yang tersedia di, dan yang keluar dari sistim

(sub-sistem) tertentu, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.6. berikut ini :

MASUKAN ( I ) KELUARAN ( O ) Gambar 2.6. Skema Neraca Air

Perumusan dari neraca air ketersediaan dan kebutuhan adalah :

I = O ± ΔS...(39)

Qketersediaan –Qkebutuhan = ΔS...(40) dimana:

I = masukan (inflow); O = keluaran (outflow);

ΔS = perubahan tampungan /perubahan kuantitas air (m3/detik)

Qketersediaan = Total ketersediaan debit (m3/detik) Qkebutuhan = Total kbutuhan debit (m3/detik)

(45)

suatu periode waktu adalah sama dengan penampungan pada awal periode waktu

ditambah dengan perubahan tampungan.

Ste = Stb + Cstor...(41)

Dalam perhitungan neraca air, kebutuhan pengambilan yang dihasilkan

untuk pola tanam yang dipakai akan dibandingkan dengan debit andalan untuk

tiap setengah bulan dan luas daerah yang bisa diairi. Apabila debit melimpah,

maka luas daerah irigasi ialah tetap karena luas maksimum daerah layanan

direncanakan sesuai dengan pola tanam yang dipakai. Bila debit tidak berlimpah

dan kadang-kadang terjadi kekurangan debit, maka ada 3 pilihan yang bisa

dipertimbangkan ( SPI KP-01 )  Luas daerah irigasi dikurangi

Bagian-bagian tertentu dari daerah yang bisa diairi (luas maksimum daerah

layanan) tidak akan diairi.

 Melakukan modifikasi dalam pola tanam

Dapat diadakan perubahan dalam pemilihan tanaman atau tanggal tanam

untuk mengurangi kebutuhan air irigasi di sawah (l/dt/ha) agar ada

kemungkinan untuk mengairi areal yang lebih luas dengan debit yang

tersedia.

 Rotasi teknis/golongan

Untuk mengurangi kebutuhan puncak air irigasi. Rotasi teknis atau

golongan mengakibatkan eksploitasi yang lebih kompleks dan dianjurkan

hanya untuk proyek irigasi yang luasnya sekitar 10000 ha atau lebih

(46)

Fungsi utama dari waduk adalah untuk menyediakan simpanan

(tampungan), maka ciri fisiknya yang paling penting adalah kapasitas simpanan.

Kapasitas waduk yang bentuknya beraturan dapat dihitung dengan rumus-rumus

untuk menghitung volume padat. Kapasitas waduk pada kedudukan alamiah

biasanya haruslah ditetapkan berdasarkan pengukuran topografi. Bila peta-peta

topografi tidak ada, maka kadang-kadang dilakukan pengukuran penampang

melintang waduk dan kapasitasnya dihitung dari penampang ini berdasarkan

rumus prisma.

Permukaan genangan normal adalah elevasi maksimum yang dicapai oleh

kenaikan permukaan waduk pada kondisi operasi biasa. Permukaan genangan

minimum adalah elevasi terendah yang dapat diperoleh bila genangan dilepaskan

pada kondisi normal. Volume simpanan yang terletak antara permukaan genangan

minimum dan normal disebut simpanan berguna. Air yang ditahan di bawah

disebut simpanan mati. Simulasi kecukupan air waduk terhadap pemberian air

irigasi merupakan salah satu upaya yang akan digunakan dalam optimasi

pengoperasian waduk. Berdasarkan elevasi muka air waduk minimum dan

volumenya tersebut, dilakukan perhitungan untuk mencari elevasi muka air waduk

setiap akhir bulan dan berurutan. Tahapannya sebagai berikut :

 Hitung Volume air waduk pada setiap akhir bulan dengan menambahkan

volume air yang dapat ditampung (aliran masuk dikurangi aliran keluar)

terhadap volume air waduk dari volume sebelumnya. Aliran keluar ialah

kebutuhan air irigasi, termasuk evaporasi (total evaporasi dikurangi curah

(47)

 Elevasi Muka air waduk didapatkan dengan membaca lengkung elevasi

muka air dan volume air waduk.

 Proses perhitungan tersebut diulang sampai pada akhir bulan pada awal

perhitungan.

 Jika tidak ada volume air yang dapat ditampung (aliran masuk= keluar),

perhitungan tersebut tetap dilakukan. Jika elevasi muka air waduk lebih

dari elevasi muka air waduk maksimum untuk setiap bulan, aliran masuk

yang ada dialirkan keluar dan elevasi dipertahankan sesuai elevasi muka

Gambar

Gambar 2.1. Pengendalian Banjir Metode Struktur dan Non Struktur
Gambar 2.2. Waduk Pengendali Banjir
Tabel 2.3. Parameter Statistik yang Penting
Tabel 2.4. Nilai Variabel Reduksi Gauss
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kajian ini adalah untuk menentukan pengaruh tret personaliti, kerasionalan dan efikasi kendiri terhadap gaya membuat keputusan dalam kalangan pelajar, khususnya di

Sedangkan hasil pengukuran kelelahan berdasarkan pemberian larutan gula garam dengan kebanyakan pekerja berada dalam tingkat kategori kelelahan ringan sebanyak 76 % dan

Metode interpolasi membutuhkan perhitungan iterasi yang lebih singkat dari metode setengah interval.. Metode ini biasa juga disebut metode

Sejalan dengan pendapat tersebut Restuti, dkk (2013) juga mengemukakan pendapat bahwa benda konkret adalah benda-benda asli atau tiruan dalam bentuk nyata

Tujuan penelitian ini merupakan tolak ukur untuk menjawab semua permasalahan yang telah dirumuskan.Pada dasarnya, ada dua tujuan dalam penelitian ini, yaitu tujuan

Kepatuhan. 5) Dalam hal terdapat perubahan informasi yang cenderung bersifat cepat ( prone to rapid change ) antara lain terkait perubahan kondisi ekonomi,

Pati adalah bentuk simpanan karbohidrat berupa polimer glukosa yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik (ikatan antara gugus hidroksil atom C nomor 1 pada

Korelasi kadar serum basal AMH dengan respons ovarium terhadap stimulasi ovulasi pada program fertilisasi in vitro.. Maheshwari, A, Hamilton M,