• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Strategi Pengembangan Alat Tangkap Yang Ramah Lingkungan Di Perairan Kabupaten Tangerang. Oleh: Mario Limbong 1, Hendrawan Syafrie 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Identifikasi Strategi Pengembangan Alat Tangkap Yang Ramah Lingkungan Di Perairan Kabupaten Tangerang. Oleh: Mario Limbong 1, Hendrawan Syafrie 2"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmiah Satya Negara Indonesia Vol. 12 No. 1 Desember 2018

Page 58 Identifikasi Strategi Pengembangan Alat Tangkap Yang Ramah Lingkungan Di

Perairan Kabupaten Tangerang

Oleh:

Mario Limbong

1

, Hendrawan Syafrie

2

Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Universitas Satya Negara Indonesia

Jl. Arteri Pondok Indah No.11 Jakarta Selatan 12240 Email: limbong_mu@yahoo.com

ABSTRAK

Usaha kegiatan penangkapan ikan merupakan salah satu motor penggerak roda perekonomian Indonesia, khususnya untuk masyarakat pesisir. Kabupaten Tangerang memiliki potensi perikanan tangkap yang cukup besar. Potensi tersebut jika dikelola dengan baik akan mendatangkan keuntungan. Akan tetapi, kenyataan di lapangan banyak terjadi kegiatan eksploitasi ikan yang tidak memperhatikan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungan. Oleh sebab itu, diperlukan kajian untuk mengidentifikasi alat tangkap yang ramah lingkungan sehingga tercipta perikanan yang berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, memberikan masukan kepada pengambil kebijakan serta menentukan strategi pengembangan alat tangkap yang ramah lingkungan di Kabupaten Tangerang. Hasil analisis diperoleh bahwa alat tangkap garok dan cantrang termasuk dalam alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Alat tangkap ini secara nyata sudah merusak ekosistem dasar perairan dan juga tentunya berdampak buruk terhadap keberlanjutan penangkapan ikan. Sedangkan alat tangkap bubu, jaring rampus dan bagan termasuk alat tangkap yang masuk dalam kategori kurang ramah lingkungan.

Berdasarkan hasil analisis, hanya alat tangkap pancing ulur yang termasuk alat tangkap yang ramah lingkungan di Kabupaten Tangerang. Pengembangan alat tangkap ini dapat dilakukan dengan cara memodifikasi jumlah mata pancing sehingga meningkatkan jumlah hasil tangkapan. Perikananan yang berkelanjutan di wilayah Kabupaten Tangerang memerlukan strategi yang bersifat diversifikasi alat penangkapan ikan yaitu pengadaan alat penangkapan pengganti alat tangkap yang tidak ramah lingkungan yakni mengganti alat tangkap garok dan cantrang. Selain itu, diperlukan sosialisasi kepada nelayan mengenai sistem penangkapan ikan yang ramah lingkungan serta adanya pengawasan yang tegas terhadap pelaku penangkapan ikan yang merusak lingkungan.

Kata kunci : Alat tangkap ramah lingkungan, perikanan berkelanjutan, Kabupaten

Tangerang

(2)

Jurnal Ilmiah Satya Negara Indonesia Vol. 12 No. 1 Desember 2018

Page 59

PENDAHULUAN

Wilayah pesisir dan laut merupakan wilayah yang potensial untuk dikembangkan sebagai sumber perekonomian masyarakat melalui kegiatan usaha perikanan khususnya usaha penangkapan ikan. Potensi yang ada tersebut kalau dikelola dengan baik akan mendatangkan keuntungan secara terus menerus (berkelanjutan), tetapi kenyataan di lapangan banyak terjadi kegiatan eksploitasi ikan yang tidak memperhatikan masalah kelestariannya, bahkan dengan cara-cara yang merusak habitat.

Sumberdaya perikanan memberikan sumbangan bagi pembangunan wilayah guna tercapainya kesejahteraan masyarakat. Sumberdaya perikanan merupakan salah satu sumberdaya alam yang bersifat dapat diperbaharui dan bersifat akses terbuka.

Pembangunan yang bertanggung jawab adalah pembangunan yang bertujuan untuk mengoptimalkan manfaat dari sumberdaya alam dan sumberdaya manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia generasi saat ini dan generasi selanjutnya secara berkesinambungan. Dalam konteks perikanan tangkap, pembangunan berkelanjutan dimaknai sebagai upaya secara sistematis dan terarah agar kondisi stok sumberdaya ikan tetap terjaga dengan mengupayakan kondisi lingkungan hidup tidak mengalami kemerosotan sehingga dapat menjamin kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara berkelanjutan. Pembangunan ekonomi perikanan yang tertanggung jawab tentunya juga diharapkan dapat diterapkan di wilayah-wilayah Perairan Indonesia, misalnya di Perairan Kabupaten Tangerang.

Kebutuhan masyarakat Kabupaten Tangerang dan sekitarnya terhadap protein ikani telah mendorong meningkatnya upaya pemanfaatan sumberdaya ikan menggunakan berbagai teknologi penangkapan ikan. Mulai dari teknologi sederhana berskala kecil hingga modern yang sudah terindustrialisasi.

Penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan bukan saja akan memberikan manfaat terhadap kelestarian sumberdaya, namun juga akan memberikan keamanan berusaha karena tidak melanggar aturan yang ada. Namun dalam prakteknya, introduksi alat tangkap yang ramah lingkungan membutuhkan waktu yang relatif lama dan komitmen tanpa batas. Oleh karena itu diperlukan perencanaan yang komprehensif dan detail dalam penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan di Kabupaten Tangerang sehingga kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan

nelayan lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Produksi perikanan tangkap di wilayah Kabupaten Tangerang mencapai 20.506,80 ton pada tahun 2017, meningkat jika dibandingkan dengan produksi pada tahun 2016 yaitu sebesar 19.596,70 ton. Secara umum, potensi produksi dan nilai jual perikanan tangkap cukup tinggi jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Provinsi Banten. Penangkapan ikan secara terus menerus tanpa memperhatikan kelestarian ekosistem perairan akan menigkatkan produksi dan nilai produksi secara ekonomi, akan tetapi akan berdampak negatif terhadap lingkungan (ekologi). Untuk menjaga potensi perikanan tangkap di wilayah Perairan Kabupaten Tangerang, perlu dilakukan identifikasi strategi pengembangan alat tangkap yang ramah lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan adanya keluaran yang dapat digunakan oleh pengambil kebijakan dalam hal ini pemerintah daerah untuk membuat suatu strategi dalam pengembangan perikanan tangkap yang ramah lingkungan. Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis alat tangkap yang tidak ramah lingkungan di Kabupaten Tangerang, memberikan masukan kepada pengambil kebijakan (pemerintah daerah) serta menentukan strategi pengembangan alat tangkap ramah lingkungan di Kabupaten Tangerang. Manfaat penelitian ini antara lain teridentifikasinya alat tangkap yang ramah dan tidak ramah terhadap lingkungan dan adanya masukan kepada pemerintah maupun pelaku kegiatan perikanan lainnya mengenai strategi pengembangan alat tangkap yang dapat menciptakan perikanan yang berkelanjutan.

METODE PENELITIAN

Penelitian Identifikasi Strategi Pengembangan Alat Tangkap yang Ramah Lingkungan di Perairan Kabupaten Tangerang dimulai bulan Desember 2018 sampai dengan bulan Februari 2019. Adapun yang menjadi lokasi/sumber pengambilan data, diantaranya PPI Kronjo di Kecamatan Kronjo, PPI Mauk di Kecamatan Mauk dan Dermaga TPI Cituis di Kecamatan Pakuhaji.

Pengumpulan data dilakukan terhadap data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah purposive sampling dan incidental sampling.

Data yang dikumpulkan adalah jenis, spesifikasi dan ukuran armada penangkapan dominan yang ada di pelabuhan perikanan atau pengkalan

(3)

Jurnal Ilmiah Satya Negara Indonesia Vol. 12 No. 1 Desember 2018

Page 60

pendaratan ikan di pesisir Kabupaten Tangerang. Data jensi dan ukuran alat tangkap dominan dikumpulkan melalui teknik wawancara dan pengukuran langsung. Untuk memudahkan dalam pengumpulan data, maka dibedakan berdasarkan kelompok alat tangkap seperti yang tertuang pada statistik perikanan Indonesia. Banyaknya sampel yang digunakan yaitu 10 responden setiap alat tangkap yang dominan digunakan oleh nelayan di perairan Kabupaten Tangerang.

Tabel 1 Jenis data primer alat tangkap dan armada

Alat Tangkap

dan Armada Parameter Pengukuran - Jaring Rampus

- Bubu - Pancing Ulur - Cantrang - Bagan - Garok

- Panjang dan lebar jaring - Mesh size dan bahan jaring - Komposisi hasil tangkapan - Daerah penangkapan - Metode pengoperasian - Ukuran mata pancing - Gambar desain sederhana - Alat bantu

- Armada Penangkapan

- Identitas Kapal - Dimensi Kapal

- Jumlah dan Ukuran Mesin Penilaian terhadap keramahan lingkungan suatu alat penangkap ikan ditekankan pada kriteria yang berpengaruh langsung terhadap lingkungan dimana alat tangkap tersebut dioperasikan. Pemberian bobot (nilai) dari masing-masing alat tangkap terhadap kriteria adalah 1 sampai 4. Untuk memudahkan penilaian maka masing-masing kriteria utama dipecah menjadi 4 subkriteria. Kriteria utama penilaian alat tagkap terhadap keramahan lingkungan mengacu pada pendapat Monintja (2000) dan Sultan (2004) dengan 9 kriteria yaitu:

1) Mempunyai selektivitas yang tinggi Suatu alat tangkap dikatakan mempunyai selektivitas yang tinggi apabila alat tersebut di dalam operasionalnya hanya menangkap sedikit spesies ikan dengan ukuran yang relatif seragam. Selektivitas alat tangkap ada dua macam yaitu selektif terhadapspesies dan selektif terhadap ukuran dengan nilai masing- masing subkriteria adalah:

1. Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan variasi ukuran yang berbeda jauh;

2. Menangkap tiga spesies ikan atau kurang dengan variasi ukuran yang berbeda jauh;

3. Menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang relatif seragam;

4. Menangkap ikan satu spesies dengan ukuran yang relative seragam.

2) Tidak merusak habitat

Habitat ikan, terutama terumbu karang, sangat rentan terhadap gangguan terutama aktivitas penangkapan ikan. Pemberian bobot tingkat kerawanan alat tangkap terhadap habitat didasarkan pada luasan dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan:

1. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas;

2. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit;

3. Menyebabkan kerusakan sebagianhabitat pada wilayah yang sempit;

4. Aman bagi habitat.

3) Menghasilkan ikan yang berkualitas tinggi

Kualitas ikan hasil tangkapan sangat ditentukan oleh jenis alat tangkap yang digunakan, metode penangkapan dan penanganannya. Untuk menentukan tingkatan kualitas ikan dengan berbagai jenis alat tangkap didasarkan pada kondisi hasil tangkapan yang teridentifikasi secara morfologis, yaitu:

1. Ikan mati dan busuk;

2. Ikan mati, segar, cacat fisik;

3. Ikan mati dan segar;

4. Ikan hidup.

4) Tidak membahayakan nelayan

Tingkat bahaya atau resiko yang diterima oleh nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap sangat tergantung pada jenis alat tangkap dan keterampilan yang dimiliki oleh nelayan. Resiko tingkat bhaya yang dialami oleh nelayan didasarkan pada dampak yang mungkin diterima, yaitu:

1. Bisa berakibat kematian pada nelayan;

2. Bisa berakibat cacat permanen pada nelayan;

3. Hanya bersifat gangguan kesehatan yang bersifat sementara;

4. Aman bagi nelayan.

5) Produksi tidak membahayakan konsumen

Tingkat bahaya yang diterima oleh konsumen terhadap produksi yang dimanfaatkan tergantung dari ikan yang diperoleh dari proses penangkapan. Apabila dalam proses penangkapan, nelayan menggunakan bahan- bahan beracun atau bahan-bahan berbahaya lainnya, maka akan berdampak pada tingkat keamanan konsumsi pada konsumen. Tingkat bahaya yang mungkin dialami oleh konsumen, antara lain:

(4)

Jurnal Ilmiah Satya Negara Indonesia Vol. 12 No. 1 Desember 2018

Page 61

1. Berpeluang besar menyebabkan kematian pada konsumen;

2. Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan pada konsumen;

3. Relatif aman bagi konsumen;

4. Aman bagi konsumen.

6) By-catch rendah

Suatu spesies dikatakan hasil tangkapan sampingan apabila spesies tersebut tidak termasuk dalam target penangkapan. Hasil tangkapan sampingan ada yang dimanfaatkan dan ada pula yang dibuang ke laut (discard).

Beberapa kemungkinan by-catch yang didapat adalah:

1. By-catch ada beberapa spesies dan tidak laku di pasar;

2. By-catch ada beberapa spesies dan ada yang laku di pasar;

3. By-catch kurang dari tiga spesies dan laku di pasar;

4. By-catch kurang dari tiga spesies dan mempunyai harga tinggi.

7) Dampak ke biodiversity

Dampak buruk yang diterima oleh habitat akan berpengaruh buruk terhadap biodeversity yang ada. Hal ini tergantung dari bahan dan metode operasinya. Nilai pengaruh pengoperasian alat tangkap terhadap biodiversity adalah:

1. Menyebabkan kematian semua makhluk hidup dan merusak habitat;

2. Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat;

3. Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat;

4. Aman bagi biodiversity.

8) Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi

Suatu alat tangkap dikatakan berbahaya terhadap spesies yang dilindungi apabila alat tangkap tersebut mempunyai peluang yang cukup besar untuk menangkap spesies yang dilindungi. Tingkat bahaya alat tangkap terhadap spesies yang dilindungi adalah:

1. Ikan yang dilindungi sering tertangkap;

2. Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap;

3. Ikan yang dilindungi pernah tertangkap;

4. Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap.

9) Dapat diterima secara sosial

Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap tergantung pada kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat.

Suatu alat tangkap dapat diterima secara sosial oleh masyarakat apabila: (1) biaya investasi murah; (2) menguntungkan; (3) tidak bertentangan dengan budaya setempat; dan (4) tidak bertentangan dengan peraturan yang ada.

Penentuan skor berdasarkan pemenuhan kriteria, yaitu:

1. Alat tangkap memenuhi 1 dari 4 kriteria yang ada

2. Alat tangkap memenuhi 2 dari 4 kriteria yang ada

3. Alat tangkap memenuhi 3 dari 4 kriteria yang ada

4. Alat tangkap memenuhi semua kriteria yang ada

Tabel 2 Kriteria ramah lingkungan

(5)

Jurnal Ilmiah Satya Negara Indonesia Vol. 12 No. 1 Desember 2018

Page 62

Keputusan tingkat keramahan lingkungan dilakukan berdasarkan pendapat Aditya et.al (2013) dalam Sima et.al (2013),

yaitu:

1 < x ≤ 9 : Merusak lingkungan, 10 < x ≤ 18

: Tidak ramah lingkungan, 19 < x ≤ 27

: Kurang ramah lingkungan,

28 < x ≤ 18 : Ramah lingkungan.

Analisis strategi pengembangan alat tangkap dilakukan untuk memberikan informasi dan masukan kepada pengambil kebijakan mengenai kondisi alat tangkap yang beroperasi saat ini di Perairan Kabpaten Tangerang. Analisis ini disusun berdasarkan data yang telah diperoleh saat survei di lapangan. Arahan strategi pengembangan dilakukan dengan metode SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Threat).

Analisis SWOT didasarkan pada logika untuk memaksimalkan kekuatan dan peluang namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman yang dihadapi (Hunger dan Wheelen, 2003).

Tabel 3 Matrik analisis SWOT Internal

Eksternal

Kakuatan Strenghs (S)

Kelemahan Weaknesses (W) Peluang

Opportunities (O) SO WO

Ancaman

Threats (T) ST WT

Matrik diatas menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal yang dimiliki. Matriks menghasilkan empat alternatif kebijakan yaitu:

- Strengths – Opportunities (S-O Strategies) yaitu strategi yang dilakukan dengan cara mempergunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang di luar.

- Strengths – Threats (S-T Strategies) yaitu strategi yang dilakukan dengan cara mempergunakan kekuatan internal untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman dari luar.

- Weaknesses – Opportunities (W-O Strategies) yaitu strategi yang dilakukan dengan cara

mengatasi kelemahan internal untuk memanfaatkan peluang di luar.

- We aknesses – Threats (W-

T Strategies) yaitu strategi yang dilakukan dengan cara mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa alat tangkap yang paling banyak digunakan nelayan di Kabupaten Tangerang adalah alat tangkap jaring insang (gillnet) dengan nama lokal jaring rampus dan jaring rajungan, pukat tarik (cantrang), garok, bagan, pancing dan perangkap (bubu). Alat tangkap garok dan bagan memiliki lama operasi one day fishing sedangkan alat tangkap lainnya membutuhkan 3-15 hari operasi penangkapan. Dalam upaya mengetahui tingkat keramahan lingkungan alat tangkap yang digunakan di perairan Kabupaten Tangerang, maka dipilih responden sebanyak 10 orang per alat tangkap untuk mengisi angket yang telah disediakan dan diharapkan dapat mewakili jawaban dari para nelayan.

Nilai rataan responden terhadap alat tangkap dapat dilihat pada Tabel 4.

Habitat merupakan kunci utama keberlanjutan sumberdaya perikanan. Apabila habitat berubah/rusak, maka sebagaian besar ikan dan invertebrata lainnya akan menghilang dan akan digantikan oleh komunitas lain yang didominasi karang dari marga fungia, bulu babi dari marga diadema dan berbagai jenis teripang.

Pemulihan karang dari kehancuran memerlukan waktu yang relatif lama. Oleh karena itu alat penangkap ikan yang menyebabkan kerusakan terumbu karang dikategorikan sebagai alat penangkap ikan yang merusak lingkungan. Hampir sebagain besar alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan di wilayah Kabupaten Tangerang masih tergolong dalam alat tangkap yang kurang ramah lingkungan sehingga diperlukan perhatian dari semua pihak agar tercipta perikanan tangkap yang berkelanjutan demi kelestarian ekosistem sumberdaya perairan.

Hasil skoring yang dilakukan terhadap jenis- jenis alat penangkapan ikan yang dominan, diperoleh kondisi tingkat keramahan lingkungan masing-masing Tabel 4 Nilai skor masing-masing alat penangkap ikan yang ramah lingkungan di Kabupaten Tangerang

No Kriteria Skor Keterangan

1 Mempunyai selektifitas yang tinggi 1-4

1= Sangat rendah 2= Rendah 3= Tinggi 4= Sangat tinggi

2 Tidak merusak habitat 1-4

3 Menghasilkan ikan berkualitas tinggi 1-4

4 Tidak membahayakan nelayan 1-4

5 Produksi tidak membahayakan konsumen 1-4 6 By-catch rendah (hasil tangkap sampingan rendah 1-4

7 Dampak ke biodiversity 1-4

8 Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi 1-4

9 Diterima secara sosial 1-4

Jumlah 9-36

(6)

Jurnal Ilmiah Satya Negara Indonesia Vol. 12 No. 1 Desember 2018

Page 63

alat tangkap seperti yang terlihat pada Tabel 5. Jaring rampus di Kabupaten Tangerang termasuk dalam kategori kurang ramah lingkungan terutama dalam selektivitas jenis hasil tangkapan, merusak lingkungan saat operasi penangkapan, berbahaya bagi nelayan operator dan dampak negatif terhadap biodevirsity.

Jaring rampus yang dioperasikan oleh nelayan sebagian kecil di permukaan dan sebagian besar operasi penangkapan dilakukan hingga dasar perairan dalam keadaan menetap selama sekitar 3-5 hari, sehingga ikan yang ditangkap lebih awal akan mengalami penurunan mutu yang juga dapat berakibat buruk terhadap konsumen. Pada saat penarikan jaring, sering terjadi pengerusakan karang karena jaring tersangkut pada karang sehingga pelepasan jaring dilakukan dengan cara menyelam dan menginjak karang. Selain tidak selektif dalam pengoperasiannya yang sering merusak karang (diambil atau diinjak), sebagian nelayan menyelam kadang menggunakan kompresor, yang tentunya sangat membahayakan keselamatan nelayan. Sosialisasi tentang keselamatan dan kelestarian terumbu karang seperti ini jarang diadakan oleh pemerintah daerah khususnya dinas perikanan Kabupaten Tangerang.

Tabel 5 Nilai skoring alat penangkapan ikan No Jenis Alat Tangkap Skor Kriteria

1 Rampus 26,6 Kurang ramah

lingkungan

2 Bubu 26,9 Kurang ramah

lingkungan

3 Pancing Ulur 31,1 Ramah

lingkungan

4 Cantrang 18,0 Tidak ramah

lingkungan

5 Bagan 24,4 Kurang ramah

lingkungan

6 Garok 17,9 Tidak ramah

lingkungan

H asil wawancara dengan beberapa nelayan menggambarkan bahwa pengoperasian jaring rampus ini menghasilkan tangkapan sampingan yang cukup beragam. Hal ini disebabkan perilaku nelayan yang sering mengganti mesh size jaring dengan yang lebih kecil dari mesh size untuk menangkap ikan yang menjadi target utama. Sehingga ikan yang berukuran kecil, baik dari jenis yang sama dengan target utama maupun jenis ikan lain dapat tertangkap.Bubu yang dioperasikan oleh nelayan di Kabupaten Tangerang termasuk dalam alat tangkap yang masih kurang ramah lingkungan. Kriteria penangkapan yang ramah lingkungan mengenai habitat yang dirusak saat operasi penangkapan menjadikan alat ini tergolong masih kurang ramah lingkungan. Namun, jika ditinjau dari komposisi (jenis dan ukuran) hasil tangkapan, alat tangkap bubu tergolong dalam alat tangkap yang ramah lingkungan. Bubu yang dioperasikan di Kabupaten Tangerang terdiri dari bubu jaring dan bubu bambu.

Kriteria yang sama juga dapat dilihat pada alat tangkap jaring angkat/bagan di perairan Kabupaten Tangerang.

Alat tangkap bagan yang dioperasikan nelayan memiliki selektifitas yang rendah. Dengan mesh size jaring yang digunakan, semua ikan yang berada di bawah bagan saat operasi penangkapan akan tertangkap. Hasil tangkapan sampingan lebih banyak jika dibandingkan dengan jenis ikan yang menjadi target penangkapan.

Nilai masing-masing kriteria alat tangkap ramah lingkungan tidak terlalu berbeda jauh. Pada alat tangkap pancing ulur memiliki nilai tertinggi untuk kriteria alat tangkap ramah lingkungan dan garok dan cantrang memiliki skor terendah untuk kriteria alat tangkap ramah lingkungan. Alat tangkap pengumpul kerang atau garok merupakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan jika dilihat dari berbagai aspek keramahan lingkungan. Teknik pengoperasian alat ini dan hasil tangkapan yang diperoleh menjadikan sumber daya ikan akan rusak. Semua jenis bioata yang ada di wilayah sapuan alat ini akan tertangkap dan tentunya sangat berdampak buruk terhadap ekosistem perairan.

Hal yang sama juga dapat dilihat pada alat tangkap cantrang atau pukat tarik. Alat tangkap ini hampir sama dengan alat tangkap trawl jika dilihat dari cara

No Kriteria Jenis Alat Tangkap

1* 2* 3* 4* 5* 6*

1 Mempunyai selektifitas yang tinggi 3,0 3.3 2.9 1.4 2.4 1.2

2 Tidak merusak habitat 2,7 2.2 3.3 1.3 2.8 1.4

3 Menghasilkan ikan berkualitas tinggi 3,0 3.3 3.4 2 2.6 1.8

4 Tidak membahayakan nelayan 2.6 2.8 3.9 3.1 3.5 3

5 Produksi tidak membahayakan konsumen 3.5 3.3 4 2.5 3.2 2.9 6 By-catch rendah (hasil tangkap sampingan rendah) 2.5 3.3 3.2 1.7 2.1 1.5

7 Dampak ke biodiversity 2.8 2.8 3.4 1.6 2.2 1.5

8 Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi 2.9 2.5 3.6 1.7 2.2 1.8

9 Diterima secara sosial 3.6 3.4 3.4 2.7 3.4 2.8

Keterangan:

1* Jaring Rampus 2* Bubu

3* Pancing Ulur 4* Cantrang 5* Bagan 6* Garok

(7)

Jurnal Ilmiah Satya Negara Indonesia Vol. 12 No. 1 Desember 2018

Page 64

pengoperasian, namum alat tangkap cantrang memiliki dimensi yang relatif kecil.

Gambar 1 Alat tangkap garok

Alat tangkap pancing ulur merupakan alat tangkap yang termasuk ramah lingkungan di perairan Kabupaten Tangerang. Alat tangkap ini dioperasikan untuk menangkap ikan pelagis kecil dan ikan dasar dasar. Adanya ukuran mata pancing mampu memberikan selektifitas terhadap jenis, ukuran ikan yang menjadi target pebangkapan. Pengoperasian alat tangkap ini juga tidak berbahaya bagi nelayan, namum para nelayan di Kabupaten Tangerang secara keseluruhan mengeluh terhadap harga ikan hasil tangkapan. Terkadang pendapatan mereka lebih kecil jika dibandingkan dengan alat tangkap lainnya.

Aktivitas penangkapan ikan yang terus berkembang dengan intensitas yang terus meningkat mengakibatkan tekanan terhadap kelestarian sumberdaya ikan juga semakin tinggi. Pada kenyataanya, kegiatan penangkapan ikan tidak dapat dipisahkan dari dampaknya terhadap habitat dan sumberdaya ikan. Menangkap ikan tanpa meninggalkan dampak negatif merupakan hal yang mustahil, namun upaya untuk mengurangi kerugian terhadap aktivitas penangkapan ikan harus terus dilakukan. Untuk dapat menciptakan kegiatan penangkapan ikan yang ramah lingkungan maka diperlukan upaya bersama antara pemerintah selaku penentu kebijakan dan masyarakat nelayan sebagai pelaku utama dalam memahami pentingnya melestarikan sumberdaya ikan. Setiap alat tangkap yang digunakan baik jenis dan ukurannya akan memberikan dampak yang berbeda terhadap habitat dan sumberdaya ikan. Purbayanto et al. (2010) menyatakan bahwa besarnya dampak yang dapat ditimbulkan dari kegiatan penangkapan ikan tergantung pada empat faktor utama yaitu:

1) Daya tangkap (fishing power): ditentukan oleh dimensi, metode operasi dan selektivitas alat tangkap.

2) Instensitas penangkapan: ditentukan oleh fre- kuensi dan durasi operasi penangkapan ikan yang dilakukan di suatu wilayah.

3) Bahan atau material alat tangkap: ditentukan oleh jenis dan asal bahan yang digunakan pada alat tangkap.

4) Lokasi penangkapan ikan: menentukan tingkat interaksi antara alat tangkap dengan habitat atau dasar perairan.

Perairan di sekitar Kabupaten Tangerang belum pada posisi penurunan jejaring makanan (food web down) namun salah satu cirinya sudah mulai terlihat yaitu dengan banyaknya hasil tangkapan ikan kecil, jika kegiatan penangkapan seperti sekarang ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama tanpa ada mekanisme pengelolaan dengan sistem buka-tutup suatu wilayah pengelolaan atau pengaturan alat tangkap maka dapat dikhawatirkan akan berdampak terhadap kelestarian sumberdaya ikan, meningkatkan jumlah pengangguran dan akan semakin berkurangnya pendapatan nelayan yang ada di Kabupaten Tangerang.

Sebagian besar masyarakat pesisir, menjadikan perikanan sebagai tulang punggung (back tone) dari pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir dan sumber penghasilan masyarakat serta sebagai aset bangsa yang penting. Oleh karena itu, ketersediaan dan keseimbangan (sustainability) dari sumberdaya alam ini menjadi sangat krusial bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan akan sangat targantung dari pengelolaan yang baik setiap stakeholder yakni masyarakat dan pemerintah. Peningkatkan pendapatan nelayan dapat dilakukan dengan cara peningkatan produksi hasil tangkapannya. Salah satu cara adalah dengan mengusahakan unit penangkapan yang produktif dimana hasil tangkapan yang banyak dengan nilai jual yang tinggi. Selain itu, unit penangkapan tersebut haruslah bersifat ekonomis, efisien dan menggunakan teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat serta tidak merusak kelestarian sumberdaya perikanan.

Hasil analisis bioekonomi yang pernah dilakukan oleh peneliti dari pihak akademik maupun pemerintah Kabupaten Tangerang tentang keadaan perairan maupun potensi perikanan di Kabupaten Tangerang menunjukkan hasil yang masih baik. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perikanan tangkap di perairan Kabupaten Tangerang belum overfishing, baik secara biologi dan ekonomi dan tingkat upaya penangkapan. Potensi perikanan tangkap yang tinggi tersebut, diharapkan bisa dikembangkan sehingga menjadi sumber ekonomi penting bagi nelayan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan Kabupaten Tangerang. Undang-undang perikanan No.45 tahun 2009 menjadi kekuatan yang besar dari segi hukum untuk menjamin pengembangan alat tangkap yang ramah lingkungan di perairan Kabupaten Tangerang.

Kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Tangerang berjalan kurang optimal dan terhambat karena belum ada pelabuhan perikanan skala besar atau pelabuhan perikanan skala nusantara. Dampak utama yang terjadi nelayan tidak dapat mendaratkan hasil tangkapan untuk dilelang dan dipasarkan dengan optimal, sehingga nelayan terpaksa menjual hasil tangkapan kepada seorang tengkulak yang memonopoli pemasaran hasil tangkapan di wilayah Kabupaten Tangerang dengan harga rendah dan sangat merugikan nelayan setempat. Walaupun sudah terdapat beberapa

(8)

Jurnal Ilmiah Satya Negara Indonesia Vol. 12 No. 1 Desember 2018

Page 65

tempat pelelangan ikan dan pusat pendaratan ikan skala kecil, harga ikan yang ditangkap masih belum mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Tangerang karena masih dikuasai oleh tengkulak dan pemilik usaha penangkapan.

Usaha penangkapan ikan oleh nelayan di Kabupaten Tangerang umumnya dikelola secara tradisional oleh perorangan, keluarga, dan beberapa nelayan membentuk kelompok nelayan. Nelayan lokal kurang mendapat pembinaan untuk membentuk kelompok nelayan yang solid, menajemen keuangan, dan armada penangkapan yang belum memadai menjadikan nelayan lokal Kabupaten Tangerang sulit untuk mengembangkan usahanya. Selain usaha perikanan tangkap komersial, usaha perikanan tangkap yang dilakukan nelayan Kabupaten Tangerang umumnya bersifat tradisional dan subsisten dengan modal usaha sangat minim serta penggunaan jenis alat tangkap, teknologi dan alat transportasi masih sangat sederhana. Hasil tangkapan sebagian besar dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan lokal atau daerah kabupaten saja dan hanya sedikit yang dijual atau dipasarkan ke luar wilayah Kabupaten Tangerang.

Penangkapan ikan yang merusak dan tidak ramah lingkungan (destructive fishing), dengan menggunakan bom ikan dan racun potas oleh oknum nelayan yang tidak bertanggung jawab yang sangat merusak terumbu karang dan sumberdaya ikan (SDI) tidak ditemukan di perairan Kabupaten Tangerang.

Menurut Nikijuluw (2002) upaya pengendalian dan pengawasan terhadap SDI menjadi sulit karena sifatnya yang bergerak luas di laut. Kesulitan pengendalian dan pengawasan tersebut menimbulkan kebebasan pemanfaatan oleh siapa saja yang ingin masuk ke dalam industri perikanan tangkap. Kurangnya pengawasan terhadap aktivitas penangkan ikan telah meningkatkan degradasi karang terumbu, daerah

penangkapan yang semakin jauh. Praktek penangkapan ikan yang merusak dan tidak ramah lingkungan, seperti penggarukan dasar perairan banyak ditemukan di berbagai wilayah di sekitar Kabupaten Tangerang seperti dengan alat penangkapan garok dan cantrang.

Alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Tangerang sangat beragam dari mulai jaring yang beraneka ragam bentuk jenis dan ukurannya, pancing maupun perangkap. Keadaan ini meningkatkan produksi perikanan tangkap, namun di sisi lain jika hal ini dibiarkan terus menerus tanpa adanya pembatasan, maka dapat memicu terjadinya overfishing. Menurut Hamdan (2007) pembatasan ragam alat tangkap harus dilakukan agar mengurangi kemungkinan terjadinya overfishing. Pembatasan alat tangkap dan penguatan armada penangkapan harus dilakukan, baik melalui perubahan armada penangkapan dari skala kecil menjadi lebih besar maupun mengurangi alat tangkap yang sifatnya aktif dan menggantinya dengan yang lebih ramah lingkungan.

Usaha perikanan tangkap di Kabupaten Tangerang masih dalam tahap pengembangan.

Langkah untuk melihat dan memprediksi bagaimana pengembangan usaha yang terjadi di sektor perikanan tangkap, maka diperlukan alat untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan perikanan tangkap antara lain alat tangkap yang ramah lingkungan baik faktor internal maupun eksternal. Alat tersebut adalah analisis SWOT yang dapat mengkaji faktor-faktor tersebut. Faktor internal yang dimaksud merupakan faktor yang mempengaruhi secara langsung perikanan tangkap. Faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan. Faktor eksternal merupakan faktor dari lingkungan yang turut mempengaruhi berkembangnya perikanan tangkap yang ramah lingkungan di Kabupaten Tangerang. Faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman.

Tabel 6 Nilai faktor strategis internal perikanan tangkap yang ramah lingkungan

No Faktor Strategis Internal Bobot Rating Nilai Terbobot Kekuatan

1 Sumberdaya Ikan yang mencukupi 0,081 4 0,324

2 BBM Subsidi Pemerintah 0,061 2 0,121

3 Alat dan Bahan Mudah Diperoleh 0,073 3 0,219

4 UU Perikanan No.45 Tahun 2009 0,020 4 0,081

5 Keinginan melaut cukup besar 0,040 3 0,121

6 Banyak tersedia tenaga kerja 0,077 4 0,308

7 Dukungan pemerintah pada sektor perikanan dan kelautan 0,020 3 0,061

8 Posisi geografis yang strategis 0,061 3 0,182

9 Jangkauan alat tangkap luas dalam menangkap ikan 0,028 2 0,057 Kelemahan

1 Belum ada pelabuhan perikanan 0,081 4 0,324

2 Pengelolaan usaha masih tradisional 0,069 2 0,138

3 Kurangnya pengawasan terhadap pelaku pelanggar 0,065 2 0,130

4 Kurangnya sentuhan teknologi 0,061 2 0,121

5 Kurangnya modal yang dimiliki 0,057 2 0,113

6 Kualitas SDM perikanan yang rendah 0,053 1 0,053

7 Mutu hasil tangkapan rendah 0,049 2 0,097

8 Ukuran kapal dan mesin yang belum standar semua 0,045 2 0,089

9 Harga ikan tidak stabil 0,061 2 0,121

TOTAL 1 2,660

(9)

Jurnal Ilmiah Satya Negara Indonesia Vol. 12 No. 1 Desember 2018

Page 66

Total nilai yang diperoleh pada faktor internal adalah 2,660. Nilai tersebut berada diatas angka 2,5 yang merupakan nilai rata-rata. Hal ini memberikan gambaran bahwa keadaan internal di Kabupaten Tangerang dapat mengatasi berbagai permasalahan yang ada pada usaha perikanan tangkap di daerah tersebut. Hasil dari faktor internal dapat dilihat pada Tabel 5. Total nilai yang diperoleh pada faktor eksternal sebesar 2,473. Nilai yang diperoleh berada

dibawah 2,5 memberikan pengertian bahwa kondisi lingkungan di Kabupaten Tangerang belum mampu memberikan respon yang positif untuk pengembangan usaha perikanan tangkap yang ramah lingkungan.

Peluang yang ada belum mampu dimanfaatkan untuk meminimalisir kelemahan yang ada. Hasil dari perhitungan menandakan bahwa matriks berada di kuadran II jika membandingkan dengan posisi kuadran nilai analisis SWOT.

Tabel 6 Nilai faktor strategis eksternal perikanan tangkap yang ramah lingkungan

No Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Nilai Terbobot

Peluang

1 Otonomi daerah 0,108 3 0,323

2 Potensi SDI 0,108 3 0,323

3 Adanya peluang pasar yang cerah 0,097 4 0,387

4 Adanya pembangunan pesisir pantai ke arah yang positif 0,097 2 0,194

5 Adanya peluang kerja di sektor perikanan 0,054 2 0,108

6 Pengembangan pelabuhan perikanan 0,108 3 0,323

Ancaman

1 Limbah buangan sampah 0,086 2 0,172

2 Persaingan pasar dengan daerah lain 0,086 2 0,172

3 Harga BBM yang tidak stabil 0,097 1 0,097

4 Kondisi alam yang tidak menentu 0,054 2 0,108

5 Kenaikan biaya produksi 0,054 1 0,054

6 Alat tangkap yang merusak lingkungan 0,054 4 0,215

TOTAL 1 2,473

Posisi ini menandakan sistem perikanan tangkap yang ramah lingkungan di Kabupaten Tangerang masih kuat namun menghadapi tantangan yang besar.

Rekomendasi strategi yang diberikan adalah diversifikasi strategi, artinya perikanan tangkap yang ramah lingkungan dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda perikanan tangkap yang ramah

lingkungan akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya. Oleh karenanya, perikanan tangkap yang ramah lingkungan disarankan untuk segera memperbanyak ragam strategi taktisnya. Jenis strategi untuk alat tangkap yang ramah lingkungan diharapkan mampu mengatasi tantangan yang saat ini dihadapi oleh nelayan di Kabupaten Tangerang.

Tabel 7 Model analisis TOWS/SWOT deskriptif (kualitatif) Internal

Eksternal

Kekuatan Strengths (S)

Kelemahan Weaknesses (W)

Peluang Opportunities (O)

SO Strategies:

- Mengoptimalkan pemanfaatan SDI yang ada - Penangkapan ikan yang terorganisir dengan

baik

- Pemasaran hasil tangkapan cepat

- Tersedianya lapangan kerja sektor perikanan - DPI mudah dideteksi

- Pemberian bantuan modal dari koperasi kepada nelayan

WO Strategies:

- Pengaturan jumlah rumpon, jumlah armada dan jumlah unit penangkapan - Unit penangkapan ikan yang

dilengkapi teknologi penangkapan - Pembuatan mini cold storage di PPI

atau dermaga pendaratan ikan - Pelatihan terhadap pelaku-pelaku

perikanan

- Pembuatan pelabuhan perikanan

Ancaman Threats (T)

ST Strategies:

- Adanya pengawasan yang baik dari penegak hukum

- Perbaikan akses transportasi - Diversifikasi produk olahan ikan

- Mengganti alat tangkap garok dan cantrang - Meningkatkan aktivitas gotong royong dan

diskusi antar nelayan dan pelaku usaha

WT Strategies:

- Peningkatan kualitas SDM - Mengurangi kerusakan lingkungan - Melibatkan pihak pemerintah pusat

dan daerah

- Penyediaan informasi cuaca di pengkalan pendaratan ikan

(10)

Jurnal Ilmiah Satya Negara Indonesia Vol. 12 No. 1 Desember 2018

Page 67

Penangkapan ikan dengan alat tangkap yang ramah lingkungan terorganisir dengan baik, daerah penangkapan ikan yang sudah diketahui, pengaturan pembuatan rumpon dan jumlah unit penangkapan, unit penangkapan ikan yang dilengkapi teknologi penangkapan, pelatihan terhadap pelaku-pelaku perikanan, diskusi rutin antar kelompok nelayan dengan pihak pelaku perikanan, peningkatan kualitas SDM, mengurangi kerusakan lingkungan dan melibatkan pihak pemerintah pusat dan daerah merupakan pertumbuhan dan pembelajaran.

Banyaknya sasaran strategis yang termasuk dalam pembelajaran dan pertumbuhan disebabkan karena kondisi keberlanjutan penangkapan ikan yang berkelanjutan di Kabupaten Tangerang memiliki banyak kelemahan dan ancaman sehingga perlu diciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Sedangkan tersedianya lapangan kerja di Kabupaten Tangerang, diversifikasi produk olahan ikan dan pembuatan cold storage dimasukkan ke dalam sasaran strategis bisnis internal yang akan mempengaruhi kepuasan pelanggan juga. Indikator sebab (strategi jangka pendek) merupakan tolok ukur untuk mencapai indikator akibat (strategi jangka panjang). Indikator akibat merupakan tolok ukur keberhasilan untuk mencapai sasaran strategis.

Berdasarkan matriks SWOT, didapatkan beberapa alternatif strategi yang dapat dipertimbangkan dalam meningkatkan usaha pengembangan perikanan tangkap yang ramah lingkungan di Kabupaten Tangerang, antara lain:

1. Pemanfaatan potensi ikan dengan tepat harus lebih diutaman oleh nelayan. Tolok ukur keberhasilan tersebut akan menghasilkan suatu kegiatan penangkapan yang dikelola dengan baik sehingga menambah kesejahteraan nelayan.

2. Hasil tangkapan ikan di atas kapal harus ditangani dengan baik. Tolok ukur keberhasilannya akan menghasilkan mutu yang tinggi dan hasil tangkapan tersebut akan cepat terjual di pelelangan atau dipasar ikan.

3. Pemberian asuransi kecelakaan di laut dan pemberian sistem upah berupa gaji bulanan merupakan langkah awal dari peningkatan tenaga kerja di Kabupaten Tangerang. Tolok ukur keberhasilan tersebut berupa penyerapan tenaga kerja yang ahli semakin meningkat.

4. Analisis daerah penangkapan ikan dengan citra satelit akan sangat membantu nelayan.

Tolok ukur keberhasilan dari stategi ini adalah operasi penangkapan ikan akan lebih efisien, efektif dan ekonomis.

5. Pengaturan pembuatan rumpon dan jumlah usaha penangkapan oleh kelompok nelayan perlu diatasi dengan melakukan sosialisasi ke nelayan. Tolok ukur keberhasilannya adalah terjaganya kelestarian SDI untuk dimanfaatkan di masa mendatang.

6. Penyuluhan tentang pentingnya keselamatan jiwa dan lingkungan hidup lainnya harus dilakukan. Tolok ukur dari keberhasilan tersebut adalah meningkatkan keselamatan nelayan saat operasi penangkapan dan juga keselamatan ekologi perairan sehingga tidak merusak ekosisten.

7. Penyuluhan tentang rantai dingin di atas kapal untuk penanganan hasil tangkapan wajib dilakukan oleh semua nelayan. Tolok ukur dari keberhasilan tersebut adalah berkurangnya hasil tangkapan yang ditolak oleh cold storage.

8. Melakukan diskusi dan seminar untuk saling bertukar pikiran antar pelaku-pelaku perikanan akan menghasilkan suatu kebijakan perikanan yang terarah dan secara langsung akan meningkatkan kualitas mereka juga.

9. Adanya badan pengawas dari masyarakat nelayan sendiri. Tolok ukur keberhasilan ini adalah terwujudnya keamanan dan kenyamanan dalam kegiatan perikanan . 10. Perbaikan akses jalan menuju lokasi

pendaratan ikan menjadi salah satu prioritas dalam peningkatan ekonomi perikanan. Tolok ukur keberhasilan tersebut adalah meningkatnya kebutuhan pasar yang terpenuhi dengan transportasi yang efisien.

11. Mengadakan diskusi untuk mengevaluasi antar kelompok nelayan, dinas pemerintah dan pemilik kapal perlu dilakukan. Tolok ukur keberhasilan ini adalah adanya visi dan misi yang sama diantara mereka, sehingga usaha penangkapan ikan semakin maju dan menguntungkan.

12. Melakukan kegiatan bersama secara rutin diluar kegiatan penangkapan ikan juga perlu dilakukan. Tolok ukur dari keberhasilan tersebut adalah terjaganya kerukunan pada masyarakat nelayan dan sekitarnya.

13. Penambahan fasilitas formal dan nonformal usaha penangkapan ikan perlu untuk menunjang keberhasilan usaha. Tolok ukur keberhasilan strategi ini adalah meningkatnya pengetahuan nelayan pada usaha dan SDI.

14. Perhitungan tingkat pencemaran lingkungan perairan dan sosialisasi penangkapan yang ramah lingkungan perlu dilakukan. Tolok ukur keberhasilannya adalah dapat meminimalisir degradasi lingkungan sehingga tercipta kelestarian lingkungan.

15. Penyediaan bahan-bahan yang diperlukan dalam melakukan operasi penangkapan ikan perlu dibantu oleh pihak pemerintah. Tolok ukur keberhasilan tersebut adalah operasi penangkapan ikan cberjalan dengan lancar dan nelayan mendapat keuntungan.

16. Pengawasan rutin terhadap alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Tangerang. Tolok ukur keberhasilan adalah terwujubnya alat tangkap yang ramah

(11)

Jurnal Ilmiah Satya Negara Indonesia Vol. 12 No. 1 Desember 2018

Page 68

lingkungan di Kabupaten Tangerang sehingga keberlanjutan perikanan tangkap tetap terjaga.

KESIMPULAN DAN SARAN

Suatu kegiatan penangkapan ikan harus memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya yang menjadi tangkapan sasaran utama. Hasil analisis terhadap alat tangkap di Kabupaten Tangerang diperoleh bahwa alat tangkap garok atau pengumpul kerang dan cantrang termasuk dalam alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Alat tangkap ini secara nyata sudah merusak ekosistem dasar perairan dan juga tentunya berdampak buruk terhadap keberlanjutan penangkapan ikan. Sumberdaya ikan akan berkurang secara drastis jika alat tangkap garok dan cantrang masih terus digunakan oleh nelayan di perairan Kabupaten Tangerang. Sedangkan alat tangkap bubu, jaring rampus dan bagan termasuk alat tangkap yang masuk dalam kategori kurang ramah lingkungan. Hasil analisis menghasilkan hanya alat tangkap pancing ulur yang termasuk alat tangkap yang ramah lingkungan di Kabupaten Tangerang yang dapat dikembangkan dengan cara memodifikasi jumlah mata pancing sehingga meningkatkan hasil tangkapan.

Potensi sumberdaya perikanan dan kelautan Kabupaten Tangerang (pesisir dan pantai) cukup besar, namun belum dimanfaatkan secara optimal. Beberapa sumberdaya perikanan neritik telah dieksploitasi secara intensif. Wilayah pantai dan pesisir potensil untuk dikembangkan sebagai areal budidaya dengan adanya penghapusan alat tangkap garok dan cantrang.

Teknologi penangkapan ikan yang digunakan masyarakat sebagian besar tidak dan belum ramah lingkungan. Hal ini terlihat masih dijumpai kegiatan illegal dan unreported fishing di daerah pendaratan hasil tangkapan.

Penangkapan ikan yang berkelanjutan di wilayah Kabupaten Tangerang memerlukan strategi yang bersifat diversifikasi alat penangkapan ikan.

Diversifikasi ini dilakukan dengan pengadaan alat penangkapan pengganti alat tangkap yang tidak ramah lingkungan yakni mengganti alat tangkap garok dan cantrang di perairan Kabupaten Tangerang. Selain itu, diperlukan sosialisasi dan musyawarah kepada nelayan mengenai sistem penangkapan ikan yang ramah lingkungan.

Hasil penelitian ini merupakan data dasar yang perlu ditindak lanjuti dalam bentuk aksi nyata di lapangan. Untuk dapat memanfaatkan sumberdaya perikanan dan kelautan di Perairan Kabupaten Tangerang secara berkelanjutan, maka perlu dilakukan beberapa kajian, antara lain yaitu:

1 Pembangunan pelabuhan perikanan tipe B 2 Penambahan alat tangkap pancing ulur multigear 3 Pembuatan rencana pengelolaan (RPP) perikanan

tangkap

Untuk lebih melengkapi data perikanan Kabupaten Tangerang perlu penelitian tentang potensi kelautan dan perikanan laut antara lain kajian mengenai jumlah alat tangkap dan jumlah armada yang sesuai dengan

potensi perikanan di wilayah perairan Kabupaten Tangerang.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2018. Kabupaten Tangerang Dalam Angka. Berita Resmi Statistik Perikanan 169-179.

Hamdan. 2007. Analisis Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan di Indramayu. Disertasi. Sekolah Pascasarjana.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hunger, J.D, dan Wheelen, T. L. 2003. Manajemen Strategis. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Monintja, DR, 2000. Pemanfaatan Pesisir dan Laut Untuk Kegiatan Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor.

Nikijuluw,V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, Pustaka Cidesindo Jakarta. 254 hal.

Purbayanto, A.; M. Riyanto dan A.D.P. Fitri. 2010.

Fisiologi dan Tingkah Laku Ikan Pada Perikanan Tangkap. Penerbit PT. IPB Press.

Sima, A.M., Yunasfi., Zulham, A.H. 2013. Identifikasi Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan Di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai.

Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sultan. M, 2004. Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate.

Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gambar

Tabel  1  Jenis  data  primer  alat  tangkap  dan  armada
Tabel 3  Matrik analisis SWOT                    Internal  Eksternal  Kakuatan  Strenghs (S)  Kelemahan  Weaknesses (W)  Peluang  Opportunities (O)  SO  WO  Ancaman  Threats  (T)  ST  WT
Tabel 5  Nilai skoring alat penangkapan ikan  No  Jenis Alat Tangkap  Skor  Kriteria
Gambar 1  Alat tangkap garok
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan MOPD merupakan agenda rutin awal tahun tiap sekolah, dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 2014 sampai 17 Juli 2014, yang bertujuan untuk memperkenalkan lingkungan

Peran penting fungsi budgetair pajak, menjadikan pajak dapat digunakan sebagai alat pengatur ( regulerend ). Fungsi ini mempunyai pengertian bahwa pajak sebagai alat

Alhamdulillah, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang hanya dengan rahmat dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebagai syarat untuk memperoleh

Tindak pidana kelalaian yang menyebabkan kematian harus dapat membuat suatu rincian mengenai unsur-unsur mana yang tergolong hal-hal yang subjektif dan objektif didalam

NAMUN, agar tidak terjadi salah faham, perlu saya jelaskan bahwa dengan disusunnya SERIAL KITAB FAHIMNA ini bukan maksud saya mengajarkan kaum Muslimin untuk

sebagai manager memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikanya melalui kerjasama yang kooperatif, memberikan kesempatan kepada tenaga

Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0.675, hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kuat antara variabel harga (X1), pelayanan

Hasil survey lintasan pemboran dengan metode Minimum Curvature paling mendekati lintasan aktual sumur G-12 dengan deviasi TVD, Vertical Section tiga dimensi 0,01 ft dan