• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah berusaha mengandalkan pendapatan negara dari nonmigas salah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pemerintah berusaha mengandalkan pendapatan negara dari nonmigas salah"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional di Indonesia merupakan hal yang harus terus menerus dikembangkan sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, sebagai bangsa yang mandiri pemerintah berusaha mencari sumber dana dalam pembiayaan pembangunan, baik dari migas maupun nonmigas. Karena sumber dana dari migas bersifat tidak dapat diperbarui dengan demikian semakin berkurang cadangan migas semakin lama kelamaan akan habis. Oleh karena itu pemerintah berusaha mengandalkan pendapatan negara dari nonmigas salah satunya diperoleh dari sektor pajak.

Pajak merupakan suatu kewajiban kenegaraan berupa pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang dan peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa. Salah satu jenis pajak yang merupakan sumber penerimaan negara adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN),yang menggantikan Pajak Penjualan (PPn) sejak 1 April 1985. yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.11 Tahun 1994 dan Undang-Undang No.18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, setelah beberapa kali mengalami perubahan terakhir ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan tentang

▸ Baca selengkapnya: tidak mengandalkan diri sendiri tetapi mengandalkan tuhan alasannya

(2)

Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 197/PMK/2013 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai. Dasar pemikiran pengenaan pajak ini pada dasarnya adalah untuk mengenakan pajak pada tingkat kemampuan masyarakat untuk berkonsumsi, yang pengenaannya dilakukan secara tidak langsung kepada konsumen.

Pajak pertambahan nilai adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) ataupun Jasa Kena Pajak (JKP) didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. Pajak ini memiliki ciri khas, yaitu mempunyai nilai tambah. Pajak Pertambahan Nilai lebih dikenal dengan sebutan pajak atas konsumsi (tax on consumption).

Pajak pertambahan nilai sebagai penyumbang penerimaan pajak terbesar dikenakan hanya terdapat pertambahan nilainya saja dan dipungut beberapa kali pada berbagai mata rantai jalur perusahaan. Pertambahan nilai itu sendiri timbul karena digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen. Semua biaya untuk mendapatkan dan mempertahankan laba termasuk bunga modal, sewa, tanah, upah kerja, dan laba perusahaan merupakan unsur pertambahan nilai yang menjadi dasar pengenaan pajak pertambahan nilai.

Secara teoritis nilai tambah itu sendiri berarti suatu nilai yang merupakan hasil penjumlahan biaya produksi dan distribusi. Secara sederhana, nilai tambah dibidang perdagangan juga dapat diartikan sebagai selisih antara harga jual dan harga beli.

(3)

Perusahaan merupakan salah satu bentuk badan hukum yang menjadi mitra usaha pemerintah untuk melaksanakan pembangunan, dimana dalam usahanya lebih berorientasi pada keuntungan demi kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Keuntungan perusahaan akan dapat diperoleh apabila harga jual lebih tinggi dari pada biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk produksi, baik meliputi biaya operasional maupun non operasional, selain itu seringkali perusahaan menekan biaya produksi dan menekan biaya-biaya lain sehingga memperkecil atau meminimalkan pengeluaran-pengeluaran perusahaan. Salah satu masalah yang sering dialami perusahaan saat ini adalah pajak. Pajak merupakan sumber penerimaan utama untuk kegiatan pembiayaan negara. Bagi negara semakin besar jumlah pajak yang diterima akan semakin baik keuangan negara. Namun bagi wajib pajak, pembayaran pajak merupakan beban. Di pihak lain perusahaan merupakan subjek pajak negara, karena kegiatan usahanya menjadi objek pajak, yaitu Pajak Pertambahan Nilai.

Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, jika ada usaha-usaha yang dilakukan oleh wajib pajak baik itu orang pribadi maupun badan untuk mengatur jumlah pajak yang harus dibayar. Bagi mereka pajak dianggap sebagai biaya sehingga perlu dilakukan usaha- usaha atau strategi-strategi tertentu untuk menguranginya. Strategi-strategi yang dilakukan tersebut merupakan bagian dari perencanaan pajak (Tax planning). Tujuan yang diharapkan dengan adanya perencanaan pajak ini adalah untuk mengatur dan mengefesiensikan pembayaran pajak terutang.

Perencanaan pajak (tax planning) pada umumnya mengacu kepada proses merekayasa usaha dan transaksi wajib pajak agar hutang pajak berada dalam

(4)

jumlah yang minimal, tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun demikian, perencanaan pajak juga dapat diartikan sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu sehingga dapat secara optimal menghindari pemborosan sumber daya.

Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Manajemen pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation) dan pengendalian pajak (tax control). Pada tahap perencanaan pajak ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan. Tujuannya adalah agar dapat dipilih jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya, penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimalisasi kewajiban pajak.

Perusahaan membayar pajak yang disebut Pajak Masukan (PPN Masukan), pada saat perusahaan melakukan pembelian bahan-bahan baku atau barang jadi. Sedangkan perusahaan memungut Pajak Keluaran (PPN Keluaran) pada saat melaksanakan penjualan atau penyerahan Barang Kena Pajak, selisih antara PPN Masukan dan PPN Keluaran disebut PPN Terhutang, terjadinya peningkatan jumlah PPN perusahaan, juga mengakibatkan PPN Terhutang meningkat sehingga perusahaan harus membayar lebih besar PPN terhutangnya. Untuk itu, suatu perusahaan membutuhkan adanya Tax Planning (perencanaan pajak) untuk meminimalkan jumlah pembayaran pajaknya.

(5)

Sedangkan bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih maka perusahaan akan berusaha meminimalkan beban tersebut untuk mengoptimalkan laba. sehingga mendorong perusahaan untuk melakukan manajemen perpajakan.

Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Tujuan manajemen pajak yaitu menerapkan peraturan perpajakan secara benar dan usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen pajak yang terdiri dari:

1. perencanaan pajak (tax planning),

2. pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation), dan 3. pengendalian pajak (tax control).

Fungsi manajemen pajak pada perencanaan pajak dapat berupa penghindaran pajak (tax avoidance), dan pelanggaran pajak (tax evasion). Tetapi dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan yang diperbolehkan berupa pelaksanaan perencanaan pajak yang tidak menyimpang dari ketentuan dan peraturan perpajakan, yaitu berupa penghindaran pajak (tax avoidance), yaitu upaya penghindaran pajak dengan mematuhi ketentuan perpajakan dan menggunakan strategi di bidang perpajakan yang digunakan, seperti memanfaatkan pengecualian dan potongan yang diperkenankan maupun memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dalam peraturan perpajakan yang berlaku (loopholes).

(6)

Sedangkan pelanggaran pajak (tax evasion) tidak diperbolehkan dalam perpajakan, karena tindakan ini merupakan pelanggaran undang-undang perpajakan, tindak kriminal di bidang perpajakan dan bersifat illegal, seperti memberikan data keuangan palsu atau menyembunyikan data. Cara ini sering disebut penggelapan pajak atau penyelundupan pajak

Dalam melakukan perencanaan pajak terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Tidak melanggar ketentuan perpajakan, 2. Secara bisnis masuk akal dan

3. Bukti-bukti pendukungnya memadai

Pada fungsi manajemen pajak dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan, wajib pajak harus dapat mengimplementasikan perencanaan pajaknya baik secara formal maupun material. Untuk dapat mencapai tujuan manajemen pajak ada dua hal yang perlu dikuasai dan dilaksanakan oleh wajib pajak yaitu :

1. memahami ketentuan peraturan perpajakan,

2. menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat.

Fungsi manajemen pajak pada pengendalian pajak merupakan tahap untuk memastikan bahwa peraturan perpajakan telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan, telah memenuhi persyaratan formal maupun material dan merupakan tahap kontrol terhadap pembayaran pajak. Skripsi ini lebih menekankan pada perencanaan pajak yang bersifat penghindaran pajak (tax avoidance), karena dalam penghindaran pajak, wajib pajak tetap melaksanakan

(7)

seluruh kewajiban dan hak pajaknya tanpa melanggar ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku.

Sebagai Pengusaha Kena Pajak PT. Surabaya Jaya Sentosa yang bergerak dibidang perdagangan umum, jasa transportir, supplier/ kontraktor dan pelayanan pengolahan limbah (B3) tersebut juga melakukan kewajiban pembayaran pajak. Namun dalam manajemen perusahaan juga melakukan perencanaan pajak.

Berdasarkan uraian tersebut, banyak strategi yang bisa dilakukan dalam tax planning. Oleh karena itu penulis termotivasi untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Tax Planning Strategi Penundaan Penerbitan Faktur Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT. Surabaya Jaya Sentosa”.

1.2 Rumusan Masalah

Pokok permasalahan yang menjadi dasar dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Implementasi Tax Planning Strategi Penundaan Penerbitan Faktur Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT. Surabaya Jaya Sentosa? 2. Apakah manfaat yang diperoleh dari Implementasi Tax Planning Strategi

Penundaan Penerbitan Faktur Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT. Surabaya Jaya Sentosa?

(8)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memperoleh informasi mengenai proses Implementasi Tax Planning Penundaan Penerbitan Faktur Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT. Surabaya Jaya Sentosa.

2. Memperoleh informasi mengenai manfaat yang diperoleh dari Implementasi Tax Planning Penundaan Penerbitan Faktur Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT. Surabaya Jaya Sentosa.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis adalah disebut juga sebagai manfaat akademis. Yaitu manfaat yang dapat membantu penulis untuk memahami suatu konsep atau teori dalam suatu disiplin ilmu. Manfaat teoritis meliputi:

1. Bagi penulis

Merupakan aplikasi teori-teori yang telah diperoleh di dalam bangku perkuliahan dan dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang penerapan kebijakan tax planning terhadap Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai upaya penundaan pembayaran beban pajak pada perusahaan untuk diterapkan kedalam dunia usaha sebenarnya.

2. Bagi pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang ingin mengetahui dan menambah wawasan tentang tax planning terhadap Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

(9)

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis adalah manfaat yang bersifat terapan dan dapat segera digunakan untuk keperluan praktis. Secara praktis berguna sebagai upaya yang dapat dipetik langsung manfaatnya. Manfaat praktis dapat meliputi:

1. Bagi perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan dan dasar pertimbangan dalam penerapan tax planning untuk penundaan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tidak melanggar ketentuan dan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, dan dapat menghindari sanksi-sanksi perpajakan, melalui pemahaman undang-undang perpajakan dan peraturan perpajakan lainnya yang up to date. 2. Bagi perguruan tinggi

(10)

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak

2.1.1.1 Definisi Pajak

1. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH., SH dalam bukunya Mardiasmo (2011) menyatakan bahwa:

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Pengertian pajak tersebut kemudian dikoreksinya, dan berbunyi sebagai berikut:

“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”.

2. Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani mengemukakan sebagai berikut:

Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang definisi pajak yang telah dibahas di atas, kita dapat simpulkan bahwa pajak adalah Iuran/ kontribusi rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat jasa timbal balik

(11)

yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.

Dari Pengertian Pajak tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya

2. Sifatnya dapat dipaksakan. Pelanggaran atas aturan perpajakan berakibat adanya sanksi

3. Tidak ada kontra prestasi atau jasa timbal dari negara yang dapat dirasakan langsung oleh pembayar pajak

4. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik pusat maupun daerah (tidak boleh dilakukan oleh swasta yang orientasinya adalah keuntungan)

5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan umum.

2.1.1.2 Fungsi Pajak

Menurut Resmi (2011) menyatakan bahwa “ fungsi pajak adalah sebagai alat pengatur dan sebagai stabilisator”. Yaitu bahwa pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang terbesar. Fungsi pajak sebagai sumber pembiayaan ini biasa dikenal sebagi fungsi budgetair pajak. Fungsi budgetair pajak memegang peranan sangat penting di Indonesia, karena sekitar 70% pengeluaran negara dibiayai oleh pajak.

(12)

Peran penting fungsi budgetair pajak, menjadikan pajak dapat digunakan sebagai alat pengatur (regulerend). Fungsi ini mempunyai pengertian bahwa pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan budaya.

Selain fungsi budgetair dan fungsi regulerend, pajak juga mempunyai fungsi lain, yaitu sebagai alat penjaga stabilitas. Karena sifatnya yang sangat luas, seperti: stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas moneter bahkan bisa juga stabilitas keamanan, fungsi ini berkaitan dengan fungsi lainnya, seperti regulerend. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga agar defisit perdagangan tidak semakin melebar, pemerintah dapat menetapkan kebijakan pengenaan PPnBM di atas.

Tidak kalah pentingnya adalah pajak sebagai sarana redistribusi pendapatan. Pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Kebutuhan akan dana itu, salah satunya dapat dipenuhi melalui pajak. Pajak hanya dibebankan kepada mereka yang mempunyai kemampuan untuk membayar pajak. Namun demikian, infrastruktur yang dibangun tadi, dapat juga dimanfaatkan oleh mereka yang tidak mempunyai kemampuan membayar pajak, untuk meningkatkan pendapatannya.

(13)

2.1.1.3 Jenis Pajak

Menurut Mardiasmo (2011) menyatakan bahwa jenis pajak terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu:

1. Berdasarkan golongannya : a) Pajak Langsung

Pajak langsung adalah pajak yang harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh: Pajak Penghasilan.

b) Pajak Tidak Langsung

Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

2. Berdasarkan sifatnya : a) Pajak Subjektif

Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: Pajak Penghasilan.

b) Pajak Objektif

Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

(14)

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3. Berdasarkan lembaga pemungutnya : a) Pajak Pusat

Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

b) Pajak Daerah

Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak daerah terdiri atas:

 Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

 Pajak kabupaten/ kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.

2.1.1.4 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu Official Assessment System, Self Assessment System, dan With Holding System. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

(15)

1. Official Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

2. Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

3. With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

2.1.2 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

2.1.2.1 Definisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Definisi Pajak Pertambahan Nilai menurut Undang-undang No. 42 Tahun 2009 yaitu “ Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi”.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dapat dikenakan terhadap penyerahan atau impor barang kena pajak atau jasa kena pajak yang

(16)

dilakukan oleh pengusaha kena pajak dan dapat dikenakan berkali-kali setiap ada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan dikreditkan.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi barang atau jasa dalam negeri (dalam Daerah Pabean). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) timbul karena digunakannya faktor-faktor produksi pada tiap perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau pemberian jasa kepada konsumen yang dipungut secara tidak langsung

2.1.2.2 Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai 2.1.2.2.1 Subjek Pajak

Menurut pendapat Resmi (2011) menyatakan bahwa:

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak tidak langsung, artinya pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dialihkah kepada orang lain atau pihak ketiga. Pihak- pihak yang mempunyai kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Subjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sesuai dengan Undang-undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (15) terdiri atas:

1. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan BKP dan/ atau JKP di dalam Daerah Pabean dan melakukan ekspor BKP Berwujud atau BKP Tidak Berwujud/ JKP.

2. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

(17)

2.1.2.2.2 Objek Pajak

Menurut Waluyo (2011) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan sesuai dengan Undang-undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 4 ayat (1) yang dikenakan atas:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.

2. Impor Barang Kena Pajak (BKP)

3. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.

4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean.

5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean. 6. Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

7. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). 8. Ekspor JKP oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

2.1.2.3 Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)

Menurut Mardiasmo (2011) menjelaskan bahwa “ penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak”. Yang sesuai dengan Undang-undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 1A ayat (1). Penyerahan barang yang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah:

(18)

1. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian.

2. Pengalihan BPK karena suatu perjanjian sewa beli dan/ atau perjanjian sewa guna usaha (leasing).

3. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang. 4. Pemakaian sendiri dan/ atau pemberian cuma- cuma atas BKP.

5. BKP berupa persediaan dan/ atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan.

6. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang 7. Penyerahan BKP secara konsinyasi.

8. Penyerah BPK oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan BKP.

2.1.2.4 Dasar Pengenaan Pajak

Untuk menghitung besarnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang perlu adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 2012 Pasal 9 ayat (1) yang menjadi DPP adalah:

1. Harga jual. 2. Pengganti. 3. Nilai impor. 4. Nilai ekspor.

(19)

2.1.2.5 Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Berdasarkan Undang-undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 7 ayat (1), (2), dan (3) maka untuk tarif PPN adalah sebagai berikut:

1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%

2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% diterapkan atas : a. Ekspor barang kena pajak

b. Ekspor barang kena pajak tidak berwujud c. Ekspor jasa kena pajak

3. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2.1.2.6 Mekanisme Pengenaan

Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas nilai tambah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan Pengusaha Kena Pajak. Nilai tambah ini adalah selisih harga jual dan harga pokok barang tersebut. Besarnya pajak yang terutang atas nilai tambah dapat dihitung dengan menggunakan tiga (3) metode, yaitu; addition method, substraction method, dan credit method. Dengan penjelasan sebagaiberikut:

1. Addition Method

Pada metode ini besarnya PPN dihitung dari tarif dikalikan seluruh penjumlahan nilai tambah, dengan syarat setiap Pengusaha Kena Pajak

(20)

harus mempunyai pembukuan yang tertib dan rinci atas biaya yang dikeluarkan.

2. Substraction Method

Pada metode ini PPN yang terutang dan tarif dikalikan selisih antara harga penjualan dengan harga pembelian.

3. Credit Method

Metode ini hampir sama dengan Substraction Method. pada Credit Method ini harus dicari selisih antara pajak yang dibayar saat pembelian dengan pajak yang dipungut saat penjualan. Pada metode kredit hasilnya lebih akurat karena dimungkinkan pada komponen harga beli terdapat komponen yang tidak terutang PPN. Dalam hal metode pengkreditan menggunakan Substraction Method yang menghasilkan pajak atas nilai tambah secara tidak langsung, Disebut indirect substraction method. Demikian pula penyebutan invoice method sebagai akibat dituntut alat bukti berupa faktur pajak (Tax Invoice).

2.1.2.7 Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Cara menghitung Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 3 adalah sebagai berikut:

PPN= Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak

1. Pajak Keluaran

Pajak (PPN) Keluaran merupakan PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP, JKP atau ekspor BKP.

(21)

Pajak Keluaran = Tarif x Dasar Penggenaan Pajak (DPP)

Tarif Pajak keluaran adalah sebesar 10% (sepuluh persen) untuk penyerahan dalam negeri dan 0% (nol persen) untuk ekspor, sedangkan DPP dapat berupa nilai ekspor, harga jual, penggantian, atau nilai lain.

2. Pajak Masukan

Pajak (PPN) Masukan adalah PPN yang dibayar oleh PKP karena perolehan BKP atau JKP dan pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean atau impor BKP.

Pajak Masukan = Tarif x Dasar Penggenaan Pajak (DPP)

Tarif pajak masukan adalah sebesar 10% (sepuluh persen), sedangkan DPP dapat berupa nilai impor, harga beli, nilai penggnti.

2.1.2.8 Saat dan Tempat Terutang Pajak

Menurut Suhartono (2010) dan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 2012 Pasal 17 ayat (1) menjelaskan bahwa Ketentuan terutangnya pajak terjadi pada saat:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak. 2. Impor Barang Kena Pajak. 3. Penyerahan Jasa Kena Pajak.

4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean. 5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.

6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud. 7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud. 8. Ekspor Jasa Kena Pajak.

(22)

Menurut Suhartono (2010) dan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 12 ayat (1) bahwa Direktur Jenderal Pajak diberikan kewenangan menetapkan tempat lain sebagai tempat pajak terutang, tetapi pada umumnya penyerahan BKP/ JKP dilakukan di tempat tinggal, tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha PKP. Dengan ketentuan tersebut, cabang/ perwakilan dianggap mempunyai hak dan kewajiban perpajakan tersendiri dan terpisah dengan kantor pusat atau cabang lainnya guna perhitungan, penyetoran, dan pelaporan PPN sehingga masing-masing cabang harus dikukuhkan sebagai PKP, kecuali ada izin pemusatan tempat PPN terutang.

2.1.2.9 Faktur Pajak

Menurut Waluyo (2011) yang sesuai dengan Undang-undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (23) menjelaskan bahwa “Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak karena penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak”.

Menurut Waluyo (2011) Ketentuan formal pembuatan Faktur Pajak diatur dalam Pasal 13 Undang-undang No. 42 Tahun 2009 dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. 24/Pj/2012 tentang Bentuk, ukuran, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak.

(23)

2.1.2.9.1 Jenis Faktur Pajak

1. Faktur Pajak Standar

Faktur Pajak Standar harus mencantunkan keterangan tentang penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang sesuai dengan Undang-undang No.42 Tahun 2009 Pasal 13 ayat (5) yang paling sedikit memuat :

a. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP dan JKP. b. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP.

c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga.

d. PPN yang dipungut. e. PPnBM yang dipungut.

f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.

g. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

2. Faktur Pajak Sederhana

PKP menerbitkan Faktur Pajak Sederhana dibuat dalam hal PKP melakukan : a. Penyerahan BKP atau JKP yang dilakukan secara langsung kepada

konsumen akhir.

b. Penyerahan BKP atau PKP kepada pembeli atau penerima JKP yang tidak diketahui identitas secara lengkap.

Dirjen Pajak dapat menetapkan tanda bukti penyerahan atau pembayaran sebagai Faktur Pajak Sederhana yang paling sedikit memuat tentang :

(24)

b. Jenis dan kuantum.

c. Jumlah harga jual atau penggantian yang termasuk pajak atau besarnya pajak dicantumkan secara terpisah.

d. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana. 3. Faktur Pajak Gabungan

PKP diwajibkan membuat Faktur Pajak untuk penyerahan BKP atau setiap penyerahan JKP. Namun untuk meringankan beban administrasi, kepada PKP diperkenankan untuk membuat satu Faktur Pajak yang meliputi semua penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang terjadi selama satu tahun takwim kepada pembeli yang sama dan penerima JKP yang sama. Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PJ/2012.

3. Nota Retur

Dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 65/PMK.03/2010 Tanggal 18 Maret 2010 menyatakan bahwa :

1. Nota retur adalah nota yang dibuat oleh penerimaan BKP karena adanya pengembalian BKP/ JKP yang dibeli/ diterima.

2. Nota retur diterbitkan dan dilaporkan pada Masa Pajak pengembalian BKP.

3. Nota retur mengurangi Pajak Keluaran bagi PKP penjual, dan mengurangi Pajak Masukan bagi PKP pembeli.

(25)

2.1.2.9.2 Saat Pembuatan Faktur Pajak

Menurut Undang-undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 13 ayat (1a) Faktur Pajak di buat pada saat :

1. Penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

2. Penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak.

3. Penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.

4. Saat Lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.

2.1.2.9.3 Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PJ/2012 tentang tatacara pembuatan dan tatacara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak, menegaskan sebagai berikut;

1. Faktur Pajak harus diisi paling sedikit memuat keterangan sebagaimana tersebut dalam Faktur Pajak Standar.

2. Faktur Penjualan yang memuat keterangan lengkap dan diisi sesuai ketentuan yang diatur oleh Peraturan Jendral Pajak dianggap sebagai Faktur Pajak.

(26)

3. Faktur Pajak yang cacat, rusak, salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan dapat diterbitkan Faktur Pajak Pengganti.

4. Faktur Pajak yang hilang dapat dibuat copy dari Faktur Pajak dan dibubuhkan stempel oleh kantor pelayanan pajak.

5. Faktur Pajak dapat dibatalkan apabila terdapat pembatalan transaksi penyerahan BKP dan/ atau JKP.

2.1.2.10 Mekanisme Pengkreditan

Menurut Waluyo (2011) menjelaskan bahwa mekanisme pengkreditan pajak adalah:

1. Pajak Masukan yang telah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut Pengusaha Kena Pajak pada waktu menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dan harus di kreditkan di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan ( Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 2012 Pasal 15 ayat (1) ) .

2. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran tersebut harus dilakukan dalam Masa Pajak yang sama.

3. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kas Negara, terlebih dahulu Wajib Pajak harus mengurangi Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

(27)

4. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kas Negara. 5. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi ternyata belum dikreditkan

dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.

2.1.2.11 Pajak Masukan dan Pajak Keluaran

Menurut Undang-undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (24 )Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.

Sedangkan menurut Undang-undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (25) Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.

(28)

2.1.3 Perencanaan Pajak (Tax Planning)

2.1.3.1 Definisi Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Perencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun pribadi dalam rangka meminimalkan pajak yang terutang yang harus dibayar kepada negara. Di dalam melakukan perencanaan pajak, seorang Wajib Pajak harus tetap berpedoman pada peraturan pajak yang berlaku.

1. Menurut Erly Suandy (2011) dalam bukunya mengemukakan bahwa “Tax Planning adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan yang akan dilakukan”.

2. Menurut Drs. Chairil Anwar Pohan (2011) mengemukakan bahwa “Tax planning adalah suatu peralatan dan sebagai suatu tahap dari manajemen perpajakan (tax management) untuk menampung aspirasi yang berkembang dari sifat dasar masyarakat”.

Tax Planning disini tidak sama dengan perencanaan yang merugikan penerimaan negara, karena tujuannya adalah untuk mengatur agar pajak yang harus dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya. Untuk itu perusahaan perlu melakukan penelitian dan pengumpulan ketentuan peraturan perpajakan.

(29)

2.1.3.2 Manfaat Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari perencanaan pajak yang dilakukan secara cermat, yaitu:

a. Penghematan kas keluar, karena pajak yang merupakan unsur biaya dapat dikurangi.

b. Mengatur aliran kas, karena dengan perencanaan pajak yang matang dapat diestimasi kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat. Untuk menghemat pajak dapat dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Bermanfaat secara optimal ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku. b. Pengurangan PKP perusahaan melalui peningkatan penghasilan karyawan. c. Membagi perusahaan menjadi beberapa perusahaan atau

menggabungkannya. d. Pemilihan bentuk usaha.

Tujuan tax planning secara lebih khusus ditujukan untuk memenuhi hal-hal berikut:

a. Menghilangkan/menghapus pajak sama sekali

b. Menghilangkan/menghapus pajak dalam tahun berjalan c. Menunda pengakuan penghasilan

d. Mengubah penghasilan rutin berbentuk capital gain

e. Memperluas bisnis atau melakukan ekspansi usaha dengan membentuk badan usaha baru

(30)

g. Menghindari bentuk penghasilan yang bersifat rutin atau teratur atau membentuk, memperbanyak atau mempercepat pengurangan pajak.

Implementasi tax planning dalam kegiatan usaha wajib pajak adalah untuk mencapai sasaran perusahaan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, dengan cara menggunakan tax planning secara lengkap, benar, dan tepat waktu yang sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan, sehingga tidak terkena sanksi administratif (denda, bunga, kenaikan pajak) dan sanksi pidana. Hal tersebut bertujuan untuk efisiensi dan efektifitas pemanfaatan sumber daya, guna meningkatkan kinerja perusahaan dalam memperoleh laba yang optimal.

2.1.3.3 Jenis Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Jenis-jenis perencanaan pajak menurut Suandy (2011) dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Perencanaan pajak domestik nasional (national taxplanning}

Yaitu perencanaan yang dilakukan berdasarkan undang-undang domestik. Dalam perencanaan pajak nasional pemilihan atas dilaksanakannya atau tidak suatu transaksi hanya bergantung terhadap transaksi tersebut.

2. Perencanaan pajak Internasional (International tax planning)

Yaitu perencanaan pajak yang dilakukan berdasarkan undang-undang domestik dan juga harus memperhatikan perjanjian pajak (tax treaty) dan undang-undang dari negara-negara yang terlibat.

(31)

2.1.3.4 Strategi Umum Perencanaan Pajak (Tax Planning) 1. Tax Saving

Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya, perusahaan melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan berupa uang.

2. Tax Avoidance

Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak. Misalnya, perusahaan yang mengalami kerugian, perlu mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian natura karena natura bukan pajak PPh Pasal 21. 3. Menghindari Pelanggaran atas Peraturan Perpajakan

Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari timbulnya sanksi perpajakan berupa:

- Sanksi administrasi: denda, bunga, atau kenaikan. - Sanksi pidana: pidana atau kurungan.

4. Menunda Pembayaran Kewajiban Pajak

Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang.

(32)

Asalkan tidak melanggar ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 2012 Pasal 19 ayat (3) yang menjelaskan bahwa Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat tidak diperlakukan sebagai Faktur Pajak.

5. Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan

Wajib Pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka. Misalnya, PPh Pasal 22 atas impor, PPh Pasal 23 atas penghasilan jasa atau sewa dll.

Dapat disimpulkan bahwa ada strategi-strategi yang bisa diambil oleh wajib pajak terutama badan, dalam usahanya melaksanakan tax planning dengan tujuan mengatur atau dengan kata lain meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar. Diantara strategi-strategi tersebut ada yang legal maupun ilegal. Strategi-strategi atau cara-cara yang legal sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku, biasanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur dalam undang-undang atau dalam hal ini memanfaatkan celah-celah yang ada dalam undang-undang perpajakan (loopholes).

2.1.3.5 Manajemen Pajak

Manajemen Pajak adalah sesuatu yang dapat dilakukan oleh setiap perusahaan yang menginginkan adanya penghematan pajak. Karena tujuan dari manajemen pajak yang bersifat ekonomis, efektif, dan efisien. Dengan menyusun perencanaan dan manajemen pajak sejak dini perusahaan akan terhindar dari

(33)

segala hal yang mengakibatkan peningkatan beban pembayaran pajak. Salah satunya adalah dengan melakukan manajemen pajak pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dalam melakukan manajemen pajak yang harus diperhatikan ialah tidak melanggar peraturan yang berlaku, secara bisnis reasonable, dan didukung dengan bukti-bukti yang kuat.

2.1.3.6 Tahapan Dalam Pembuatan Perencanaan Pajak (Tax Planning) Dalam arus globalisasi dan tingkat persaingan yang makin tajam seorang manajer dalam membuat suatu perencanaan pajak sebagaimana strategi perencanaan perusahaan secara keseluruhan juga harus memperhitungkan adanya kegiatan yang bersifat lokal maupun internasional, maka agar perencanaan pajak dapat berhasil sesuai dengan yang di harapkan, maka perencanaan itu seharusnya dilakukan melalui berbagai urutan tahap-tahap berikut:

a. Analisis informasi yang ada

Tahap pertama dari proses pembuatan perencanaan pajak adalah menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung. Ini hanya bisa dilakukan dengan mempertimbangkan masing-masing elemen dari pajak baik secara sendiri-sendiri maupun secara total pajak yang harus dapat dirumuskan sebagai perencanaan pajak yang paling efesien. Adalah juga penting untuk memperhitungkan kemungkinan besarnya penghasilan dari suatu proyek dan pengeluaran-pengeluaran lain diluar pajak yang mungkin terjadi.

(34)

Untuk itu seorang manajer perpajakan harus memperhatikan faktor-faktor baik dari segi internal maupun eksternal yaitu:

1) Fakta yang relevan 2) Faktor pajak

3) Faktor non pajak lainnya

b. Buat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak

Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih tindakan berikut:

1) Pemilihan bentuk transaksi operasi atau hubungan internasional.

2) Pemilihan dari negara asing sebagai tempat melakukan investasi atau menjadi residen dari negara tersebut.

3) Penggunaan satu atau lebih negara tambahan.

c. Evaluasi pelaksanaan rencana pajak

Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan merupakan bagian kecil dari seluruh perencanaan strategik perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak. Perbedaan laba kotor dan pengeluaran selain pajak atas berbagai alternatif perencanaan. Variable-variabel tersebut akan dihitung seakurat mungkin dengan hipotesis sebagai berikut:

1) Bagaimana jika rencana tersebut tidak dilaksanakan

2) Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan dan berhasil dengan baik 3) Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tapi gagal

(35)

Dari ketiga hipotesis tersebut akan mengeluarkan hasil yang berbeda. Kemudian berdasarkan hasil tersebut barulah dapat ditentukan apakah perencanaan pajak tersebut layak untuk dilaksanakan atau tidak.

d. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak

Hasil suatu perencanaan pajak harus dievaluasi melalui berbagai rencana yang di buat. Keputusan terbaik perencanaan pajak harus sesuai dengan bentuk transaksi dan tujuan operasi. Perbandingan berbagai rencana harus dibuat sebanyak mungkin sesuai bentuk perencanaan pajak yang di inginkan. Kadang suatu rencana harus diubah mengingat adanya perubahan peraturan perpajakan. Tindakan perubahan harus tetap dijalankan, walaupun diperlukan penambahan biaya atau kemungkinan keberhasilan sangat kecil. Sepanjang masih besar penghematan pajak (tax saving) yang bisa diperoleh, rencana tersebut harus tetap di jalankan. Karena bagaimana pun juga kerugian yang ditanggung merupakan kerugian minimal.

Jadi tetap akan sangat membantu jika pembuatan suatu rencana disertai dengan pemberian gambaran/perkiraan berapa peluang kesuksesan dan berapa potensial laba yang akan diperoleh jika berhasil maupun kerugian potensial jika terjadi kegagalan.

e . Mutakhirkan rencana pajak

Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan, namun juga masih perlu memperhitungkan setiap perubahan yang terjadi baik dari undang-undang maupun pelaksanaannya di negara dimana aktivitas

(36)

tersebut dilakukan yang mungkin mempunyai dampak terhadap komponen dari suatu perjanjian, yang berkenan dengan perubahan yang terjadi diluar negeri atas berbagai macam pajak maupun aktivitas informasi bisnis yang tersedia sangat terbatas. Pemuktahiran dari suatu rencana adalah konsekuensi yang perlu dilakukan sebagaimana dilakukan oleh masyarakat yang dinamis. Dengan memberikan perhatian terhadap perkembangan yang akan datang maupun situasi yang terjadi saat ini, seorang manajer akan mampu mengurangi akibat yang merugikan adanya perubahan, dan pada saat yang bersamaan mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaat yang potensial.

(37)

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Tabel Penelitian Terdahulu

Peneliti Kota Judul Hasil Penelitian Vinska

Faradelah Suronoto (2013)

Manado Penerapan Tax Planning Pajak Pertambahan Nilai Terhutang Pada UD. Tri Murni

1.Apabila perusahaan melakukan pembelian ke Perusahaan Kena Pajak (PKP) dan non (PKP) pajak

pertambahan nilai yang harus dibayar perusahaan jauh lebih besar dibandingkan dengan melakukan pembelian ke Perusahaan Kena Pajak saja. Dengan menerapkan tax palnning maka perusahaan berhasil meminimalkan jumlah pajak pertambahan nilai yang akan dibayar.

2.Tax Planning dikatakan berhasil jika pajak yang harus dibayar lebih kecil setelah dilakukan tax planning Laorens

Silitonga (2013)

Manado Penerapan Tax Planning atas Pajak Penghasilan Badan Pada CV. Andi Offset Cabang Manado

1.Perencanaan pajak atas badan berpengaruh jika perencanaan pajak diterapkan oleh perusahaan. Efisiensi terhadap Pajak Penghasilan Badan yang terutang dapat dilakukan dengan cara; pemanfaatan pengembangan dan pendidikan SDM,

diadakannya pos khusus untuk tunjangan pensiun, biaya pembelian telepon seluler dan pengisian pulsa terkait dengan jabatan pekerjaan. Dan yang terakhir peniadaan fasilitas mobil dinas yang bisa

menambah biaya pemeliharaan sebesar Rp. 10.680.100,- bagi perusahaan yang akan menjadi pengurang penghasilan kena pajak.

2.CV. Andi Offset Cabang Manado belum menerapkan

(38)

Tax Planning dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Hal ini disebabkan karena belum memiliki karyawan khusus untuk menangani pajak. Giantino

A.Ratag (2013)

Manado Perencanaan Pajak Melalui Metode Penyusutan Aktiva Tetap Untuk Menghitung PPH Badan Pada Bank Sulut

1. PT. Bank Sulut dalam menjalankan aktivitasnya belum sepenuhnya melakukan perencanaan pajak melalui metode penyusutan aktiva tetap. Hal ini terbukti dengan adanya koreksi fiskal atas beban penyusutan aktiva tetap terhadap Laporan Laba/Rugi untuk periode yang berakhir pada tahun 2012. Adapun besarnya Laba Kena Pajak PT. Bank Sulut pada periode tersebut adalah

Rp.236,056,312,758 2. Setelah melakukan

penghitungan atas Laba Kena Pajak (LKP) PT. Bank Sulut dengan menggunakan tax planning , maka besarnya LKP untuk periode yang berakhir tahun 2012 adalah sebesar Rp.235,320,371,553

3. Terdapat selisih Laba Kena Pajak yang dihemat setelah dilakukan penghitungan dengan menggunakan tax planning untuk perode yang berakhir pada tahun 2012 yaitu sebesar Rp.735,941,205 4. Perencanaan pajak atas aktiva tetap pada PT. Bank Sulut sebenarnya dapat dilakukan dengan cara memilih metode penyusutan aktiva tetap secara tepat, yaitu dengan menggunakan Metode Penyusutan garis lurus. 5. Bila perusahaan sudah menggunakan metode penyusutan saldo menurun dalam penyusutkan aktiva tetap non bangunan, maka penggunaan metode ini harus

(39)

dilakukan secara taat azas sesuai UU PPh No.36 tahun 2008.

Handri Rori (2013)

Manado Analisis Penerapan Tax Planning Atas Pajak Penghasilan Badan

1. Penerapan kebijakan tax planning pada PT. Polandouw bertujuan untuk mengolah kewajiban perpajakan secara lengkap dan benar. Sedangkan apabila diterapkan dengan benar kebijakan tax planning ini dapat

diperoleh manfaat adalah dapat meminimalisasi beban pajak sebagai unsur biaya sehingga dapat

menghemat arus kas yang keluar, dan dapat

mengestimasi kebutuhan kas untuk membayar beban pajak terhutang serta menentukan waktu pembayaran yang tepat sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara akurat. Dengan demikian harapan yang ingin dicapai PT. Polandouw untuk meningkatkan

kinerja perusahaan dapat dilakukan secara optimal. 2. PT Polandouw adalah perusahaan yang taat dalam pembayaran perpajakannya karena terlihat dari tidak adanya sanksi ataupun denda dari pihak berwenang pajak. 3. Penerapan kebijakan tax planning mempengaruhi pembayaran pajak penghasilan terutang. Penerapan

sistem administrasi yang tertib dan rapi dapat berjalan dengan lancar sesuai rencana sehinnga menghasilkan penghematan pajak guna mendukung strategi perusahaan untuk meningkatkan kinerja. Semakin baik faktor-faktor pendukung tax planning, maka semakin optimal beban pajak

(40)

yang dapat

dihemat serta semakin kecil resiko sanksi atau denda pajak yang akan diderita oleh perusahaan.

Persamaan dari penelitian sebelumnya dengan penelitian penulis saat ini adalah ada pada variabel bebasnya, yaitu sama- sama melakukan penerapan Tax Planning pada perusahaan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Vinska Faradelah Suronoto (2013) baik variabel bebas maupun terikat sama dengan penelitian penulis yaitu menggunakan Tax Planning sebagai variabel bebas dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai variabel terikat. Sedangkan pada penelitian Laorens Silitonga (2013), Giantino A. Ratag (2013), dan Handri Rori (2013) sama-sama menggunakan Tax Planning sebagai variabel bebas sedangkan perbedaannya adalah ada pada variabel terikatnya yaitu menggunakan Pajak Penghasilan Badan sedangkan penulis menggunakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai variable terikatnya.

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dari penelitian ini adalah mengetahui penerapan strategi penundaan penerbitan faktur Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam rangka menunda pembayaran pajak terutang tetapi tidak melanggar batas waktu yang ditentukan. Alur kerangka konseptual didalam skema adalah sebagai berikut:

(41)

Gambar 2.1

Skema Kerangka Konseptual

PKP PT. Surabaya Jaya Sentosa Penerimaan BKP/JKP Penyerahan BKP/ JKP secara kredit Tax Planning penundaan Faktur Pajak Penerimaan Faktur Pajak Penebitan Faktur Pajak PPN Masukan PPN Keluaran Pengkreditan PPN Terutang Penyetoran dan Pelaporan PPN

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Pada penelitian ini digunakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk memberikan gambaran dan penjelasan tentang suatu keadaan secara objektif. Pada penelitian deskriptif ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu memberikan gambaran tentang bagaimana strategi penerapan tax panning atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan melakukan pengumpulan data, menyusun atau menata kasus yang telah diperoleh, dan penulisan laporan akhir penelitian, yang dilakukan secara langsung mendatangi objek penelitian yaitu PT. Surabaya Jaya Sentosa guna memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan (Raco, 2010). Yaitu dengan menganalisis dan mengelolah data- data laporan pajak yang disetor dan menjelaskan bagaimana cara menerapkan perencanaan pajak dalam upaya sebisa mungkin melakukan penundaan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sampai atau sebelum batas waktu yang ditentukan.

Jenis data yang digunakan untuk melakukan Tax planning sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku adalah data kuantitatif, yaitu jenis data yang dapat diukur dan dihitung berupa laporan Pajak Pertambahan Nilai Masa tahun 2012.

(43)

3.2 Deskripsi Populasi dan Penentuan Sample 3.2.1 Populasi

Populasi dapat diartikan sebagai kumpulan individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan, bisa juga kumpulan dari ukuran-ukuran tentang sesuatu yang ingin kita buat inferensi yang berkenaan dengan data, biasanya berupa orang, transaksi, atau kejadian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aktivitas pada PT. Surabaya Jaya Sentosa.

3.2.2 Penentuan Sampel

Penentuan sampel dapat didefinisikan sebagai bagian dari hipotesis, dalam penentuan besarnya sampel, pemilihannya perlu dihubungkan dengan tujuan penelitian serta banyaknya variabel yang ingin dikumpulkan, sebuah sampel merupakan bagian dari populasi, dalam penelitian ini sampel yang telah ditentukan adalah perencanaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di PT. Surabaya Jaya Sentosa tahun 2012.

Dari beberapa usaha yang dilakukan, PT. Surabaya Jaya Sentosa, maka PKP memiliki kewajiban pajak antara lain sebagai berikut; PPh Pasal 25, dan PPN.

3.2.3 Obyek Penelitian

Sebagai obyek yang dianalisis dalam penelitian ini adalah Implementasi Tax Planning atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada PT. Surabaya Jaya

(44)

Sentosa. Penerapan ini akan mempengaruhi besarnya beban Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang harus di setor dalam masa pajak tersebut.

Berkaitan dengan penerapan perencanaan pajak, berikut ini yang dapat dimanajemen oleh perusahaan:

1. Pajak Masukan

Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak

2. Pajak Keluaran

Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/ atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

3.3 Variabel dan Definisi Operasional Variabel 3.3.1 Variebel Penelitian

Menurut Sugiono (2010) dalam bukunya menyatakan bahwa “Variabel adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan”.

Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu Tax Planning dan Penundaan Faktur Pajak. Sedangkan variable terikat dalam penelitian ini adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

(45)

3.3.2 Definisi operasional Variabel

Dari masing-masing variabel tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Tax Planning adalah kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun pribadi dalam rangka meminimalkan pajak yang terutang yang harus dibayar kepada negara.

2. Penundaan faktur pajak adalah kegiatan penundaan pembayaran kewajiban pajak dengan cara menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batar waktu yang diperkenankan.

3. Pajak Pertambahan Nilai adalah merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi barang atau jasa dalam negeri (dalam Daerah Pabean). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) timbul karena digunakannya faktor-faktor produksi pada tiap perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau pemberian jasa kepada konsumen yang dipungut secara tidak langsung.

3.4 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Sesuai dengan prosedur penelitian pada umumnya, maka secara ringkas prosedur pengumpulan data skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Teknik wawancara

Dilaksanakan dengan tujuan untuk melakukan pendekatan kedalam perusahaan dan SDM yang berada di dalamnya.

(46)

2. Studi Kepustakaan

Penulis melakukan pengumpulan teori- teori yang berasal dari literatur kuliah, makalah, jurnal, buku-buku, undang-undang perpajakan dan artikel.

3. Dokumentasi Perusahaan

Dokumentasi perusahaan berupa sejarah, struktur organisasi perusahaan, laporan SPT Masa PPN tahunan 2013 yang dilaporkan oleh perusahaan. Langkah ini bertujuan untuk melihat lebih jelas serta memperoleh data yang akurat sebagai masukan dalam proses analisis selanjutnya.

3.5 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari objek penelitian yang dalam hal ini adalah PT. Surabaya Jaya Sentosa secara langsung melalui teknik wawancara langsung kepada pihak perusahaan, berupa data-data mengenai kebijakan perusahaan dalam melakukan penjualan dan pembelian.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelusuran catatan dan dokumen resmi perusahaan seperti sejarah singkat perusahaan, struktur organisai perusahaan dan Laporan Pajak Pertambahan Nilai perusahaan. 3.6. Teknik Analisis Data

Tahap-tahap analisis data antara lain:

1. Teknik analisis yang digunakan adalah metode kuantitatif, dimana peneliti mengambil data-data yang berhubungan dengan transaksi Pajak Pertambahan Nilai, antara lain yaitu laporan SPT Masa PPN tahun 2012.

(47)

2. Peneliti menghitung jumlah Pajak Pertambahan Nilai perusahaan tahun 2012 sebelum diterapkan Tax Planning berdasarkan data yang ada pada tahun 2012.

3. MelakukanTax Planning yang tepat untuk meminimalkan penyetoran sementara jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh perusahaan. Peneliti melakukan Tax Planning dengan cara melakukan penundaan Faktur Pajak keluaran.

4. Membandingkan jumlah pajak pertambahan nilai terhutang sebelum dan sesudah dilakukannya Tax Planning.

5. Menarik kesimpulan. 3.7 Jadwal Penelitian Tabel 3.1 Jadwal Penelitian No. Kegiatan 2014

Mar Apr mei Jun

IV I II III IV I II III IV I II III IV

1. Pengajuan judul 2. Pengajuan proposal 3. Pengambilan data 4. Proses analisa data 5. Penentuan

kesimpulan 6. Penyerahan skripsi

(48)

Penjelasan dari tabel 3.1 di atas yaitu pada pengajuan judul dilakukan pada akhir bulan maret dengan dua kali revisi pengajuan judul. Proses pengerjaan proposal bab I, II, dan bab III dilakukan sepanjang bulan april dengan beberapa kali mengalami revisi. Pengambilan data pada PT. Surabaya Jaya Sentosa dilakukan pada april minggu ke empat sampai dengan mei minggu pertama. Proses analisis data di bab IV dilakukan sepanjang bulan mei mulai dari minggu pertama sampai dengan minggu keempat dengan beberapa kali konsultasi dan revisi. Kemudian di lanjutkan dengan penarikan kesimpulan di bab V dilakukan pada awal bulan juni minggu pertama.setelah itu menyerahkan hasil skripsi pada juni minggu kedua dan selanjutnya persiapan untuk sidang skripsi.

(49)

BAB IV

PENYAJIAN DAN ANALISIS KESIMPULAN

4.1 Penyajian Data

Pada bab IV ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum perusahaan, analisis data, dan interpretasi. Sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai deskripsi penelitian. Dilakukan juga pembahasan mengenai Penerapan Tax Planning atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan cara penundaan penerbitan faktur pajak yang dilakukan pada PT. Surabaya Jaya Sentosa.

4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan

PT. Surabaya Jaya Sentosa Perusahaan yang didirikan pada tanggal 03 Januari 2011 yang beralamat di Jln. Babat Jerawat No. 41 Benowo Surabaya. Perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan, jasa trasportir, supplier, dan pengelolahan limbah tersebut memiliki cabang perusahaan di Nusa Tenggara Barat dengan nama perusahaan CV. Wahyu Nusantara Indah. Sejak tanggal 21 Januari 2011 PT. Surabaya Jaya Sentosa telah mengukuhkan dirinya sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada tanggal 21 Januari 2011. Dengan nomor NPWP 03.082.346.2.604.000 yang telah terdaftar di KPP Pratama Sukomanunggal Surabaya.

Dalam usahanya PT. Surabaya Jaya Sentosa melakukan beberapa kegiatan usaha, antara lain:

(50)

1) Melakukan usaha dibidang perdagangan, antara lain:

ekspor dan impor dari semua bahan dan segala macam barang yang dapat diperdagangkan, baik untuk perhitungan sendiri maupun secara komisi atas perhitungan pihak lain.bertindak juga sebagai distributor, grosir, supplier, dealer, agen/ perwakilan dari macam barang dagangan tersebut. 2) Menjalankan usaha dibidang jasa, antara lain:

pengumpulan dan pengelolahan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) (baik limbah cair, padat ataupun pemusnahannya) transportir minyak kotor, oli bekas, sludge oil, slope oil, residu minyak, residu batubara, solvent bekas, kimia cair terkontaminasi

3) Menjalankan usaha dibidang pengangkutan darat, antara lain:

Transportasi pertambangan dan perminyakan, pengangkutan limbah B3, persewaan jasa pengangkutan darat dengan mobil truk tangki, truk trailer, dump truk.

4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan

PT. Surabaya Jaya Sentosa memiliki Visi dan Misi dalam menjalankan usahanya. Berikut adalah visi dan misi dari PT. Surabaya Jaya Sentosa:

4.1.2.1 Visi

Menjadi perusahaan terdepan dan terpercaya dengan teknologi dan SDM yang handal di dalam industri pengolahan dan pemanfaatan limbah B3 di Indonesia.

(51)

4.1.2.2 Misi

1. Bekerjasama dan membantu program Kementerian Lingkungan Hidup RI untuk mewujudkan kelestarian lingkungan hidup dengan mengelola limbah B3 sesuai prinsip 3R (Reuse, Recovery, Recycle).

2. Memanfaatkan segala daya kemampuan yang ada untuk dapat mengembangkan sistem penanganan, serta teknologi pengolahan dan pemanfaatan limbah.

3. Memberikan solusi terbaik dengan biaya yang efisien dan terbuka. 4. Bekerjasama dengan partner-partner di dalam maupun di luar negeri. 5. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia Indonesia di dalam

bidang pengolahan dan pemanfaatan limbah B3.

6. Membantu menumbuhkan dan mengembangkan komunitas usaha daerah setempat.

4.1.3 Struktur Organisasi Perusahaan

Adanya struktur organisasi yang baik merupakan salah satu syarat yang penting agar perusahaan dapat berjalan dengan baik. Suatu perusahaan akan berhasil mencapai prestasi kerja yang efektif dari karyawan apabila terdapat suatu sistem kerja sama yang baik, di mana fungsi-fungsi dalam organisasi tersebut mempunyai pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang telah dinyatakan dan diuraikan dengan jelas.

(52)

Gambar 4.1

Struktur Organisasi PT. Surabaya Jaya Sentosa

Sumber : Data intern perusahaan Keterangan Bagan:

1. Direktur

Menawarkan visi dan imajinasi di tingkat tertinggi, Memimpin rapat umum, Mengambil keputusan, Menjalankan tanggung jawab, Mengkoordinasikan peningkatan mutu pelayanan, penelitian, pengabdian dan kerja sama, Bertanggung jawab atas semua proses bisnis perusahaan.

Direktur Manajer Operasional Manajer Pemasaran Manajer Keuangan Akuntansi Bendahara Perpajakan Penjualan barang dan jasa

periklanan

Pengawasan Persediaan

System produksi

(53)

2. Manajer Keuangan

Perencanaan Keuangan, membuat rencana pemasukan dan pengeluaraan serta kegiatan-kegiatan lainnya untuk periode tertentu. mencari dan mengeksploitasi sumber dana yang ada untuk operasional kegiatan perusahaan. mengumpulkan dana perusahaan serta menyimpan dan mengamankan dana tersebut.

3. Manajer Pemasaran

Merancang dan melakukan kegiatan pemasaran, Merumuskan strategi dan mengkoordinir kegiatan promosi dan branding.

4. Manajer Operasional

Mengambil keputusan yang berkaitan dengan fungsi operasi dan system transformasi, perancangan dan desain system, rancangan tugas pekerjaan.

5. Akuntansi

Bertanggung jawab terhadap masalah keuangan, adapun untuk mengaudit keuangan perusahaan dilakukan oleh tim audit dari luar perusahaan

6. Bendahara (Kasir)

Berfungsi sebagai pemegang dana sementara dalam suatu perusahaan. 7. Perpajakan

Pihak yang mengatur kebutuhan dan anggaran dalam melakukan pembayaran pajak kepada pemerintah.

8. Periklanan

Bertanggung jawab atas dilakukannya proses pengiklanan atas perusahaan tersebut untuk mendapatkan konsumen.

(54)

9. Penjualan barang dan jasa

Mengkoordinir kegiatan promosi dan branding,Pengkordinir pengiriman baik barang maupun jasa.

10. System produksi

Mengelolah dan menyediakan barang dan jasa sampai pada barang dan jasa siap untuk di distribusikan.

11. Persediaan

Bertanggung jawab dalam penyediaan pergudangan dan penyediaan bahan baku 12. Pengawasan

Mempunyai tugas pokok menjaga, merawat, dan memperbaiki peralatan mesin- mesin dan kendaraan yang ada. Dan mengawasi system pengriman barang atau jasa

4.2 Analisis Data

4.2.1 Evaluasi atas Pemungutan PPN Keluaran

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) keluaran yang terdapat pada PT. Surabaya Jaya Sentosa merupakan PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Penyerahan BKP dan atau JKP ini salah satunya adalah kegiatan penjualan yang dilaksanakan oleh perusahaan. Penjualan dilakukan hanya lingkup dalam negeri saja, baik secara tunai maupun kredit, dengan uang muka ataupun tanpa uang muka. Setiap penjualan didasarkan pada adanya pesanan dari calon pembeli yang dituangkan dalam order pembelian (purchase order). Pesanan ini juga dapat diikat dengan surat perjanjian atau kontrak.

(55)

Dalam melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP), PT. Surabaya Jaya Sentosa menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagi bukti pemungutan pajak yang dibuat dan disertakan pada saat pengiriman BKP dan atau JKP tersebut ke pelanggan.

Atas penerbitan Faktur Pajak ini harus ditandatangani oleh Direktur perusahaan. Apabila ada pelanggan baru yang melakukan pemesanan pada perusahaan, perusahaan menanyakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pelanggan baru tersebut kemudian disimpan dalam file perusahaan untuk digunakan pada transaksi-transaksi selanjutnya.

Untuk penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau jasa Kena Pajak (JKP) oleh PT. Surabaya Jaya Sentosa dapat digolongkan menjadi :

1. Penjualan Kredit yang lebih dari 30 hari, Faktur Pajaknya dibuat pada akhir bulan berikutnya setelah diterima pembayaran BKP dan paling lambat dilunasi satu bulan kemudian.

Faktur Pajak Standar PT. Surabaya Jaya Sentosa dibuat sebanyak 3 rangkap, yaitu:

a.Lembar ke-1 : Untuk penerima atau pembeli BKP dan atau JKP.

b.Lembar ke-2 : Untuk PT. Surabaya Jaya Sentosa sebagai penjual BKP dan atau JKP

c.Lembar ke-3 : Untuk Arsip.

Pada penjualan secara kredit dicatat dengan mendebit perkiraan piutang dagang dan mengkredit perkiraan penjualan dan Pajak Keluarannya

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun biometrik telinga ini cukup menjanjikan, masih diperlukan penelitian-penelitian terutama untuk menangani masalah seperti bagaimana caranya agar metode ini dapat

Terdapat empat fungsi pajak yang dikemukakan oleh Siti Resmi (2009:3) yaitu Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) merupakan fungsi pajak sebagai salah satu sumber

Untuk memban- gun pengelolaan keuangan yang baik maka diper- lukan adanya komitmen organisasi yang tinggi dan harus diterapkannya sistem pengendalian in- tern pemerintah yang kuat

Berdasarkan hasil uji coba lapangan yang menunjukkan bahwa produk termasuk dalam kategori sangat baik, maka multimedia interaktif aksara Jawa untuk kelas IV SD

arbuskula dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan yang termasuk dalam Angiospermae, Gymnospermae, Pteridophyta dan Bryophyta kecuali pada famili tumbuhan dari

intensitas, lama hujan, dan frekuensi hujan. Kurva tersebut dibuat untuk mempermudah dalam menentukan intensitas hujan berdasarkan durasi hujan yang terjadi. Kurva IDF tersebut

Berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, penelitian ini akan menganalisis tingkat kepatuhan wajib

Rasio likuiditas yang bisa digunakan untuk menilai manfaat pengembalian pendahuluan terhadap kinerja perusahaan adalah Current Ratio, yang digunakan untuk menilai