• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI. stimuli tertentu (Smeltzer & Bare, 2002).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI. stimuli tertentu (Smeltzer & Bare, 2002)."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan brokhi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Smeltzer & Bare, 2002).

Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah- ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin, 2008).

Asma adalah wheezing berulang dan atau batuk persisten dalam keadaan dimana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan (Mansjoer, 2008).

Asma adalah suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkhial terhadap berbagai jenis rangsangan (Pierce, 2007).

Asma Bronkhial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai

oleh spasme akut otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus (Elizabeth, 2000).

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Asma merupakan penyempitan jalan napas yang disebabkan karena

(2)

Sedangkan Asma Bronkhial merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif yang bersifat reversible, ditandai dengan terjadinya penyempitan bronkus, reaksi obstruksi akibat spasme otot polos bronkus, obstruksi aliran udara, dan penurunan ventilasi alveoulus dengan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas.

B. ANATOMI FISIOLOGI

1. Anatomi fisiologi sistem pernapasan

Gambar 1 Anatomi sistem pernapasan

Gambar 2 Anatomi keadaan normal dan Asma Bronkhial

(3)

Organ pernapasan a. Hidung

Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.

b. Faring

Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.

Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).

c. Laring

Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-

(4)

tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.

d. Trakea

Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.

e. Bronkus

Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang.

Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.

(5)

f. Paru-paru

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.

Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan)

Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.

Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus

(6)

alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.

Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.

Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.

Proses terjadi pernapasan

Gambar 3 Proses pernapasan

(7)

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.

Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian CO2 dikeluarkan melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian massuk ke serambi kiri jantung (atrium sinistra) menuju ke aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel- sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran adalah CO2 dan dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik kanan (ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan kulit.

Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan panjang menuju paru-paru (sampai alveoli). Pada laring terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak masuk ke trakhea, sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam laring,

(8)

maka akan mendapat serangan batuk, hal tersebut untuk mencoba mengeluarkan makanan tersebt dari laring.

Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi (menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus.

Bernapas merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-otot pernapasan.

Refleks bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa refleks bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar.

Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar.

Dengan demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar.

Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses respirasi atau

(9)

pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru.

Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada yang lunak, yaitu pada orang-orang muda dan pada perempuan.

Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka ini dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua, Karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki.

2. Fisiologi sistem pernapasan

Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat membutukan okigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tidak dapat diperbaiki lagidan bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis.

a. Pernapaan paru

Pernapasan paru adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-paru. Pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernapas yang oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli

(10)

berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan okigen dari darah, oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh.

Di dalam paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan yang menembus membran alveoli. Dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung. Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner :

1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.

2) Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.

3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat, yang bisa dicapai untuk semua bagian.

4) Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler karbondioksida lebih mudah berdifusi dari pada oksigen.

Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi ketika konsentrasi dalam darah mempengaruhi dan merangsang pusat pernapasan terdapat dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam pernapasan, sehingga terjadi pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak.

Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandunng oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi pernapasan eksterna.

(11)

b. Pernapasan sel

Transpor gas paru-paru dan jaringan

Selisih tekanan parsial antara O2 dan CO2 menekankan bahwa kunci dari pergerakangas O2 mengalir dari alveoli masuk ke dalam jaringan melalui darah, sedangkan CO2 mengalir dari jaringan ke alveoli melalui pembuluh darah.Akan tetapi jumlah kedua gas yang ditranspor ke jaringan dan dari jaringan secara keseluruhan tidak cukup bila O2 tidak larut dalam darah dan bergabung dengan protein membawa O2 (hemoglobin). Demikian juga CO2 yang larut masuk ke dalam serangkaian reaksi kimia reversibel (rangkaian perubahan udara) yang mengubah menjadi senyawa lain. Adanya hemoglobin menaikkan kapasitas pengangkutan O2 dalam darah sampai 70 kali dan reaksi CO2menaikkan kadar CO2dalam darah mnjadi 17 kali.

Pengangkutan oksigen ke jaringan

Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri dari paru-paru dan sistem kardiovaskuler. Oksigen masuk ke jaringan bergantung pada jumlahnya yang masuk ke dalam paru-paru, pertukaran gas yang cukup pada paru-paru, aliran darah ke jaringan dan kapasitas pengangkutan O2 dalam darah.Aliran darah bergantung pada derajat konsentrasi dalam jaringan dan curah jantung. Jumlah O2dalam darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, hemoglobin, dan afinitas (daya tarik) hemoglobin.

(12)

Transpor oksigen melalui beberapa tahap yaitu :

1) Tahap I : oksigen atmosfer masuk ke dalam paru-paru. Pada waktu kita menarik napas tekanan parsial oksigen dalam atmosfer 159 mmHg. Dalam alveoli komposisi udara berbeda dengan komposisi udara atmosfer tekanan parsial O2 dalam alveoli 105 mmHg.

2) Tahap II : darah mengalir dari jantung, menuju ke paru-paru untuk mengambil oksigen yang berada dalam alveoli. Dalam darah ini terdapat oksigen dengan tekanan parsial 40 mmHg.

Karena adanya perbedaan tekanan parsial itu apabila tiba pada pembuluh kapiler yang berhubungan dengan membran alveoli maka oksigen yang berada dalam alveoli dapat berdifusi masuk ke dalam pembuluh kapiler. Setelah terjadi proses difusi tekanan parsial oksigen dalam pembuluh menjadi 100 mmHg.

3) Tahap III : oksigen yang telah berada dalam pembuluh darah diedarkan keseluruh tubuh. Ada dua mekanisme peredaran oksigen dalam darah yaitu oksigen yang larut dalam plasma darah yang merupakan bagian terbesar dan sebagian kecil oksigen yang terikat pada hemoglobin dalam darah. Derajat kejenuhan hemoglobin dengan O2 bergantung pada tekanan parsial CO2 atau pH. Jumlah O2 yang diangkut ke jaringan bergantung pada jumlah hemoglobin dalam darah.

(13)

4) Tahap IV : sebelum sampai pada sel yang membutuhkan, oksigen dibawa melalui cairan interstisial lebih dahulu.

Tekanan parsial oksigen dalam cairan interstisial 20 mmHg.

Perbedaan tekanan oksigen dalam pembuluh darah arteri (100 mmHg) dengan tekanan parsial oksigen dalam cairan interstisial (20 mmHg) menyebabkan terjadinya difusi oksigen yang cepat dari pembuluh kapiler ke dalam cairan interstisial.

5) Tahap V : tekanan parsial oksigen dalam sel kira-kira antara 0- 20 mmHg. Oksigen dari cairan interstisial berdifusi masuk ke dalam sel. Dalam sel oksigen ini digunakan untuk reaksi metabolism yaitu reaksi oksidasi senyawa yang berasal dari makanan (karbohidrat, lemak, dan protein) menghasilkan H2O, CO2dan energi.

Reaksi hemoglobin dan oksigen

Dinamika reaksi hemoglobin sangat cocok untuk mengangkut O2.Hemoglobin adalaah protein yang terikat pada rantai polipeptida, dibentuk porfirin dan satu atom besi ferro. Masing-masing atom besi dapat mengikat secara reversible (perubahan arah) dengan satu molekul O2. Besi berada dalam bentuk ferro sehingga reaksinya adalah oksigenasi bukan oksidasi.

Transpor karbondioksida

Kelarutan CO2 dalam darah kira-kira 20 kali kelarutan O2 sehingga terdapat lebih banyak CO2 dari pada O2 dalam larutan

(14)

sederhana. CO2 berdifusi dalam sel darah merah dengan cepat mengalami hidrasi menjadi H2CO2 karena adanya anhidrase (berkurangnya sekresi kerigat) karbonat berdifusi ke dalam plasma.

Penurunan kejenuhan hemoglobin terhadap O2bila darah melalui kapiler-kapiler jaringan.Sebagian dari CO2 dalam sel darah merah beraksi dengan gugus amino dari protein, hemoglobin membentuk senyawa karbamino (senyawa karbondioksida).

Besarnya kenaikan kapasitas darah mengangkut CO2ditunjukkan oleh selisih antara garis kelarutan CO2 dan garis kadar total CO2 di antara 49 ml CO2 dalam darah arterial 2,6 ml dalah senyawa karbamino dan 43,8 ml dalam HCO2(Syaifuddin, 2006).

C. ETIOLOGI

Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui.

Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:

1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu- bulu binatang.

(15)

2. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan Asma Bronkhial yaitu :

a. Faktor predisposisi Genetik

Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.

a. Faktor presipitasi 1. Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : a) Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan

Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

(16)

b) Ingestan : yang masuk melalui mulut Contoh : makanan dan obat-obatan

c) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan

2. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadang- kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.

3. Stres

Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma, selain itu juga bisa memperberat serangan Asma yang sudah ada. Disamping gejala Asma yang timbul harus segera diobati penderita Asma yang mengalami stres atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala belum bisa diobati.

4. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan Asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.

Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri

(17)

tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

5. Olah raga atau aktifitas jasmani

Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan Asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

D. PATOFISIOLOGI

Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus reversible. Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu kontraksi otot-otot polos baik saluran napas, pembengkakan membran yang melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-otot bronki dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap didalam jaringan paru.Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamine, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan

(18)

bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mucus yang sangat banyak. Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor α- adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β- adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β- adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor α- mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor β- mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabakan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β- adrenergik terjadi pada individu dengan Asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos (Smeltzer & Bare, 2002).

A. MANIFESTASI KLINIK

Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial adalah batuk, dispnea, dan wheezing. Serangan seringkali terjadi pada malam hari. Asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat,wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien unutk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat

(19)

berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).

B. PENATALAKSANAAN 1. Farmakologi

Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejala- gejala yang timbul saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan keehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah pasien segera mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:

a. Memberikan oksigen pernasal

b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%

c. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.

d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon segera atau dalam serangan sangat berat

(20)

e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.

2. Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis

Menurut doenges (2000) penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:

a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik

b. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik c. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)

d. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari e. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari

f. Hindarkan pasien dari faktor pencetus

C. KOMPLIKASI

Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah :

1. Pneumothoraks

Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada.

Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.

2. Pneumomediastinum

Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana

(21)

udara hadir di mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada .

3. Atelektasis

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.

4. Aspergilosis

Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat.

Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.

5. Gagal napas

Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.

6. Bronkhitis

Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu

(22)

batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.

7. Fraktur iga

D. PENGKAJIAAN FOKUS 1. Pengkajian

a. Pola pemeliharaan kesehatan

Gejala Asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga pasien dengan Asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan Asma

b. Pola nutrisi dan metabolik

Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhnnya.

Serta pada pasien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dispnea saat makan, laju metabolism serta ansietas yang dialami pasien.

c. Pola eliminasi

Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna, bentuk, konsistensi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam pola eliminasi.

(23)

d. Pola aktifitas dan latihan

Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga, bekerja, dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya Asma.

e. Pola istirahat dan tidur

Perlu dikaji tentang bagaiman tidur dan istirahat pasien meliputi berapa lama pasien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami pasien. Adanya wheezing dan sesak dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien.

f. Pola persepsi sensori dan kognitif

Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri pasien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami pasien sehingga kemungkinan terjadi serangan Asma yang berulang pun akan semakin tinggi.

g. Pola hubungan dengan orang lain

Gejala Asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya secara normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya berhubungan dengan orang lain.

h. Pola reproduksi dan seksual

Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan pasien. Masalah ini akan menjadi stresor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan Asma.

(24)

i. Pola persepsi diri dan konsep diri

Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya.Persepsi yang salah dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan pasien.

j. Pola mekanisme dan koping

Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan Asma maka prlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan pasien serta cara penanggulangan terhadap stresor.

k. Pola nilai kepercayaan dan spiritual

Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercayai dapat meningkatkan kekuatan jiwa pasien.Keyakinan pasien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif (Perry, 2005 & Asmadi 2008).

2. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan spirometri

Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak >20%

menunjukkan diagnosis Asma.

(25)

b. Pemeriksaan tes kulit

Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik dalam tubuh.

c. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses patologik di paru atau komplikasi Asma, seperti pneumothorak, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.

d. Pemeriksaan analisa gas darah

Pemeriksaan analisa gas darah hanya dilakukan pada penderita dengan serangan Asma berat.

e. Pemeriksaan sputum

Untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot Leyden, spiral Churschmann, pemeriksaan sputum penting untuk menilai adanyamiselium Aspergilus fumigatus.

f. Pemeriksaan eosinofil

Pada penderita Asma, jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat. Jumlah eosinofil total dalam darah membantu untuk membedakan Asma dari Bronchitis kronik (Sundaru, 2006)

(26)

Gangguan pola tidur

Intoleransi aktivitas

E. PATHWAYS

Sumber :Somantri (2008), Muttaqin (2008), Sundaru H (2002)

Ekstinsik (inhaled alergi)

Bronchial mukosa menjadi sensitif oleh Ig E

Peningkatan mast cell pada trakheobronkhial

Stimulasi reflek reseptor syarat parasimpatis pada mukosa bronkhial

Pelepasan histamin terjadi stimulasi pada bronkial smooth sehingga terjadi kontraksi bronkus

Peningkatan permiabilitas vaskuler akibat kebocoran protein dan cairan dalam jaringan

Intrinsik (infeksi, psikososial, stress)

Penurunan stimuli reseptor terhadap iritan pada trakheobronkhial

Hiperaktif non spesifik stimuli penggerak dari cell mast

Perangsang reflek reseptor tracheobronkhial

Stimuli bronchial smooth dan kontraksi otot bronkhiolus

Perubahan jaringan, peningkatan Ig E dalam serum

Respon dinding bronkus

bronkospasme Udema mukosa Hipersekresi mukosa

Penumpukan sekret kental

Sekret tidak keluar

Batuk tidak efektif Bernapas

melalui mulut Keringnya mukosa

Resiko infeksi

Bersihan jalan napas tidak efektif Bronkus menyempit

Ventilasi terganggu wheezing

Ketidakefektifan pola napas

Gangguan pertukaran gas

hipoksemia

gelisah

cemas

(27)

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai

oksigen

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama atau imunitas

5. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan 6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih 7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

G. RENCANA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret

Tujuan : jalan napas menjadi efektif Kriteria hasil :

a) Jalan napas bersih b) Sesak berkurang c) Batuk efektif

d) Mengeluarkan sekret Intervensi :

(28)

a) Kaji tanda-tanda vital dan auskultasi bunyi napas

Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas

b) Berikan pasien untuk posisi yang nyaman

Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan

c) Pertahankan lingkungan yang nyaman

Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.

d) Tingkatkan masukan cairan, denganmemberi air hangat.

Rasional : Membantu mempermudah pengeluaran sekret e) Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif

Rasional : Memberikancara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea,mengeluarkan sekret.

f) Dorong atau berikan perawatan mulut

Rasional : higiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut

g) Kolaborasi : pemberian obat dan humidifikasi, seperti nebulizer

Rasional : menurunkan kekentalan sekret dan mengeluarkan sekret

2. ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme Tujuan : pola napas kembali efektif

(29)

Kriteria hasil :

a) Pola napas efektif

b) Bunyi napas normal kembali c) Batuk berkurang

Intervensi

a) Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada

Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernapasan bervariasi tergantung derajat gagal napas

b) Auskultasi bunyi napas

Rasional : ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas c) Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi

Rasional : memudahkan dalam ekspansi paru dan pernapasan d) Kolaborasi pemberian oksigen

Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan suplai oksigen

Tujuan :dapat mempertahankan pertukaran gas Kriteria hasil :

a) Tidak ada dispnea b) Pernapasan normal Intervensi

(30)

a) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan

Rasional : berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan atau kronisnya proses penyakit.

b) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang nyaman untuk bernapas

Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.

c) Kaji atau awasi secar rutin kulit dan warna membran mukosa Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentra (terlihat sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.

d) Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil.

Penghisapan dibutuhkan jika batuk tidak efektif.

e) Auskultasi bunyi napas

Rasional : bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi.

f) Palpasi Fremirus

Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.

(31)

g) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas

Rasional : Selama distress pernapasan berat atau akut atau refraktori pasien secara total tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea.

h) Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi Rasional : dapat memperbaiki memburuknya hipoksia.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama atau imunitas

Tujuan :tidak mengalami infeksi noskomial Kriteria hasil :

a) Tidak ada tanda-tanda infeksi b) Mukosa mulut lembab

c) Batuk berkurang Intervensi

a) Monitor tanda-tanda vital

Rasional: demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi b) Observasi warna, karakter, jumlah sputum

Rasional : kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru

c) Berikan nutrisi yang adekuat

Rasional : nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan daya tahan tubuh

(32)

d) Berikan antibiotik sesuai indikasi

Rasional : antibiotik dapat mencegah masuknya kuman ke dalam tubuh

5. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan Tujuan : kecemasan pasien berkurang

Kriteria hasil :

a) Pasien terlihat tenang b) Cemas berkurang c) Ekspresi wajah tenang Intervensi

a) Kaji tingkat kecemasan

Rasional : mengetahui skala kecemasan pasien b) Berikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita

Rasional : menambah tingkat pengetahuan pasien dan mengurangi cemas

c) Berikan dukungan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya

Rasional : mengungkapkan perasaan dapat mengurangi rasa cemas yang dialaminya.

d) Ajarkan teknik napas dalam pada pasien

Rasional : mengurangi rasa cemas yang dialami pasien 6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih

Tujuan : pola tidur terpenuhi

(33)

Kriteria hasil ;

a) Pola tidur 6-7 jam per hari

b) Tidur tidak terganggu karena batuk Intervensi

a) Kaji pola tidur setiap hari

Rasional : mengetahui perubahan pola tidur yang terjadi b) Beri posisi yang nyaman

Rasional : memudahkan dalam beristirahat c) Berikan lingkungan yang nyaman

Rasional : menciptakan suasana yang tenang

d) Anjurkan kepada keluarga dan pengunjung untuk tidak ramai Rasional :menciptakan suasana yang tenang

e) Menjelaskan pada pasien pentingnya keseimbangan istirahat dan tidur untuk penyembuhan

Rasional : menambah pengetahuan

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik Tujuan : aktivitas normal

Kriteria hasil :

a) Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas

b) Pasien dapat memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri Intervensi :

a) Kaji tingkat kemampuan aktivitas

Rasional : mengetahui tingkat aktivitas pasien

(34)

b) Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhaan pasien

Rasional : membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan pasien sehari-hari

c) Tingkatkan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi

Rasional : membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri

d) Jelaskan pentingnya istirahat dan aktivitas dalaam proses penyembuhan

Rasional : menambah pengetahuan pasien dan keluarga (Doenges, 2000)

Gambar

Gambar 1 Anatomi sistem pernapasan
Gambar 3 Proses pernapasan

Referensi

Dokumen terkait

pada penelitian ini diterapkan metode apriori association rule untuk melihat aturan asosiasi nilai dan matakuliah pada mahasiswa universitas gunadarma jenjang

-Forensik komputer perlu digunakan dalam penyiasatan dan analisis untuk mendapatkan bukti-bukti kukuh tentang apa yang dilakukan oleh penjenayah siber serta mengemukakan bukti

Pemerintah 8epu)lik ndonesia telah )anyak melakukan )er)agai upaya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional! -paya pemerintah terse)ut terermin dari

Sebagian besar siswa SMA dan santri ponpes yang termasuk ke dalam sampel penelitian ini menunjukan adanya sikap dan konsep diri yang cukup baik, melalui

Masalah yang lain terjadi adalah hasil pekerjaan IPAL adalah peta saluran IPAL dalam bentuk Peta KML Offline sehingga dibutuhkan semua metode berbasis webgis

Langkah-langkah identifikasi masalah yang diurakan di atas adalah agar identifikasi dilakukan tidak hanya menyangkut identifikasi masalah baik hasil, sebab

• Kurangnya partisipasi nyata masyarakat dalam menjalankan pengkajian dan mengembangkan rencana pengelolaan untuk menjaga nilai-nilai konservasi Permasalahan juga muncul

7ntuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan ara perawatan diri yang baik maka -audara harus melakukan tindakan kepada keluarga agar keluarga dapat meneruskan