• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA PADA TUTURAN ANAK USIA 5 TAHUN (DEIXIS IN INDONESIAN LANGUAGE USED BY 5- YEARS-OLD CHILDREN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA PADA TUTURAN ANAK USIA 5 TAHUN (DEIXIS IN INDONESIAN LANGUAGE USED BY 5- YEARS-OLD CHILDREN)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya ǀ 175

DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA PADA TUTURAN ANAK USIA 5 TAHUN (DEIXIS IN INDONESIAN LANGUAGE USED BY 5-

YEARS-OLD CHILDREN)

Nunuk Muti’ah

SMA Muhammadiyah Martapura, Jalan Bhakti Gang Bauntung IV No. 19, Keraton, Martapura, Kabupaten Banjar. 70611, e-mail

nunukmutiah90@gmail.com

Abstract

Deixis in Indonesian Language Used by 5-Years-Old Children. Deixis is a type of language that has a different reference . This research examined the problem of Deixis in Indonesian language used by 5-years-old children. This research was means to (1) describe the form of personal deixis on 5-year-old children, (2) describe and analyze the form of spatial deixis on 5-years-old children, (3) describe and analyze the form of temporal deixis on 5-year-old children, and (4) describe the function of deixic on 5-year- old children. This research was conducted using a qualitative approach with the observation method. The sources of data in this research were 5-year-old children. Data were collected using the techniques by which (a) the researcher tapped by participating while listening, participating in the conversation, and listening to the conservation, (b) she only acted as an observer on the use of language by her informants, and she noted and recorded. Data were analyzed on the basis of qualitative descriptive techniques. The research results showed that (1) personal deixis were found in several deixis forms, namely first person, second person, and third person (2) spatial deixis were found in several forms, namely proximal, semi-proximal, and distal. Meanwhile, (3) temporal deixis were found in several words, such as besok (tomorrow), kemarin (yesterday), dulu (ago), and tadi (a while ago). Based on (4) the function of deixis, the researcher found several functions, such as emotive, conative, and referential functions.

Key words: deixis, form of deixis , function of deixis, children’s utterance

Abstrak

Deiksis dalam Bahasa Indonesia pada Tuturan Anak Usia 5 Tahun. Deiksis merupakan jenis bahasa yang memiliki acuan atau referen yang berbeda. Penelitian ini meneliti tentang masalah Deiksis dalam Bahasa Indonesia pada Tuturan Anak Usia 5 Tahun.

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan wujud deiksis persona pada anak usia 5 tahun, (2) mendeskripsikan dan menganalisis wujud deiksis ruang pada anak usia 5 tahun, (3) mendeskripsikan dan menganalisis wujud deiksis waktu pada anak usia 5 tahun, dan (4) mendeskripsikan fungsi deiksis pada anak usia 5 tahun. Penelitian ini

Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya Vol 11, No 2, Oktober 2021 ISSN 2089-0117 (Print) Page 176 - 193

ISSN 2580-5932 (Online)

(2)

176 ǀ Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya

dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode observasi.

Sumber data dalam penelitian ini adalah anak usia 5 tahun. Penggalian data ditempuh dengan menggunakan teknik simak libat cakap, teknik simak bebas libat cakap, catat, dan rekaman. Untuk menganalisis data digunakan teknik deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian tentang deiksis dalam bahasa Indonesia pada tuturan anak usia 5, diperoleh kesimpulan (1) deiksis persona ditemukan beberapa wujud deiksis, yakni persona pertama, persona kedua, dan persona ketiga (2) deiksis tempat, pada anak usia 5 tahun ditemukan beberapa wujud, yakni proksimal, semi-proksimal, dan distal. Sementara itu, (3) deiksis waktu, pada anak usia 5 tahun ditemukan beberapa kata, seperti besok, kemarin, dulu, dan tadi. Berkenaan dengan (4) fungsi deiksis, pada tuturan anak usia 5 tahun ditemukan fungsi-fungsi, seperti fungsi emotif, fungsi konatif, dan fungsi referensial.

Kata-kata kunci: deiksis, jenis deiksis, fungsi deiksis, tuturan anak

PENDAHULUAN

Proses pemerolehan bahasa pada anak merupakan proses sistematis dalam menguasai suatu bahasa. Rafiek dan Noortyani (2014, hlm. 163) menjelaskan pemerolehan bahasa pada anak meliputi pemerolehan fonologi, pemerolehan morfologi, pemerolehan sintaksis, dan pemerolehan semantik. Pemerolehan fonologi berupa pemerolehan bunyi bahasa, baik menyangkut huruf vokal maupun konsonan. Pemerolehan fonologi ini dimulai sejak anak mulai bisa berbicara hingga anak bisa mengucapkan kosakata pertama. Semakin bertambahnya usia anak, bahasa yang diperoleh anak pun tidak hanya ditujukan untuk menyatakan keinginannya saja, melainkan menjadi alat komunikasi anak terhadap lingkungannya. Novita (2018, hlm. 246) mengungkapkan ada dua proses yang terlibat dalam pemerolehan bahasa dalam kalangan anak, yaitu pemerolehan bahasa dan pembelajaran bahasa. Piaget dalam (Rafiek, 2018, hlm. 17) memandang bahasa sebagai suatu sarana dalam perkembangan pikiran anak. Bahasa diperoleh berdasarkan struktur-struktur kognitif deriamotor, struktur-struktur ini diperoleh anak melalui interaksi dengan benda-benda atau orang-orang di sekitarnya (Chaer, 2009, hlm. 178). Proses bahasa anak ini di mulai sejak lahir. Seorang Anak memperoleh bahasa dengan proses yang sama (Dardjowidjojo, 2008, hlm. 197).

Antara usia 6 sampai 8 minggu, anak mulai mendekut (cooing), yakni, mereka mengeluarkan bunyi-bunyi yang menyerupai bunyi vocal dan konsonan. Sekitar usia 6 bulan mulailah anak dengan celoteh (babbling), yakni, mengeluarkan bunyi yang berupa suku kata.

Pada usia 1 tahun anak mulai mengeluarkan bunyi yang dapat diidentifikasikan sebagai kata.

Kemudian anak akan mulai berujar dengan ujaran satu kata, lalu pada usia 2 tahun seorang anak sudah mampu mengeluarkan ujaran dua kata. Anak akan memulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga terdengar terpisah pada setiap katanya. Dengan dua kata ini orang dewasa dapat menerka apa yang dimaksud oleh seorang anak karena cakupan makna lebih terbatas. Pada usia 3-5 tahun pada umumnya anak sudah mampu menghasilkan kalimat-kalimat yang didalamnya sudah terdapat unsur subjek dan predikat, dengan kata lain cakupan maknanya sedikit lebih luas dan akan dapat berkomunikasi dengan lancar. Menurut Luthfiyanti (2016, hlm. 129) bahasa anak pada usia prasekolah, berbeda dengan bahasa yang digunakan anak usia sekolah dasar atau lebih karena bahasa yang mereka tuturkan lebih sederhana dibandingkan dengan anak-anak yang usianya lebih tua. Bahasa yang dituturkan oleh anak usia 2-6 tahun terkadang masih ada beberapa kalimat anak yang belum utuh, oleh karena itu dalam proses belajar bahasa seorang anak membutuhkan bantuan dari orang sekitarnya untuk membentuk kemampuan berbahasa yang baik agar tuturan seorang anak lebih mudah dipahami.

Tahapan-tahapan yang dilalui seorang anak dalam proses belajar bahasa tentunya memiliki keunikan dan kekhasan. Kekhasan ini beragam pada setiap anak.

(3)

Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya ǀ 177 Bahasa pertama seorang anak pada umumnya dipengaruhi oleh tempat tinggal dan tempat ia dibesarkan, selain itu pengaruh kecakapan orang tua dalam proses komunikasi sehari- hari pun turut berperan dalam proses belajar bahasa seorang anak. Dalam sebuah percakapan pemahaman dari penutur dan lawan tutur sangat diperlukan agar komunikasi yang terjalin berjalan dengan lancar. Jumadi (2013, hlm. 23) mengungkapkan wacana percakapan merupakan wacana yang berisi komunikasi bersemula antara dua orang atau lebih. Dalam percakapan seseorang akan lebih mudah memahami makna tuturan yang ditujukan karena adanya konteks pertuturan. Oleh karena itu, kaitan antara bahasa dan konteks penting sekali untuk mejelaskan pemahaman bahasa seorang anak. Menurut Novita (2018, hlm. 246) lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak sehingga hasil bahasa yang diucapkan oleh anak-anak, berdasarkan dari kemampuannya dalam berinteraksi langsung pada bahasa-bahasa yang ada di sekitarnya. Anak akan merekam segala bentuk ujaran bahasa dari orang terdekatnya. Bahasa ibu pada anak tidak selamanya sesuai dengan asal atau bahasa asli ibu, melainkan bahasa yang pertama ia peroleh dalam proses belajar bahasa, begitu juga pada Ludi Aryodana. Ludi Aryodana yang sehari-hari dikenal dengan sapaan Dana, tumbuh menjadi anak yang cukup interaktif dalam berbicara.

Ludi Aryodana lahir di kota Banjarmasin. Kemudian tumbuh dan besar di lingkungan Asrama Brimob Tabalong sejak usia 1 tahun sampai usia 4 tahun 8 bulan dan sekarang berdomisili di lingkungan Asrama Brimob Guntung Payung Banjarbaru. Sejak lahir sampai usia 1 tahun bahasa yang ia dengar sehari-hari adalah bahasa Indonesia dan bahasa Banjar, tetapi setelah berdomisili di Tabalong dan sekarang di Banjarbaru bahasa yang ia tuturkan ialah Bahasa Indonesia. Hal ini dikarenakan lingkungan tempat tinggal yang masyarakatnya datang dari berbagai daerah dan sehari-hari banyak menggunakan Bahasa Indonesia, sehingga bahasa ibu atau bahasa pertama yang Dana terima dan Dana tuturkan dalam proses belajar bahasa pun turut dipengaruhi oleh tempat tinggal dan tempat ia dibesarkan.

Dalam proses pemerolehan bahasa anak, salah satunya anak akan memperoleh bahasa yang mengandung unsur deiksis. Deiskis adalah istilah teknis (dari bahasa yunani) untuk salah satu hal mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksi berarti ‘penunjukan’ melalui bahasa (Yule, 2014, hlm. 13). Selain itu dalam Cummings (2010) istilah deiksis adalah menguraikan entitas-entitas yang terdapat dalam konteks spasiotemporal, lingusitik, atau sosial yang lebih luas dari suatu ujaraan.Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, bergantung pada siapa yang menjadi pembicara dan bergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu (Purwo, 1984, hlm. 1). Berarti deiksis merupakan informasi kontekstual secara leksikal maupun gramatikal yang menunjuk pada hal tertentu baik itu benda, tempat, ataupun waktu. Deiksis didefinisikan sebagai ungkapan yang terikat dengan konteksnya. Dalam sebuah tuturan seringkali terdapat unsur deiksis. Deiksis tersebut berfungsi menunjukkan sesuatu sehingga keberhasilan suatu interaksi penutur dan lawan tutur bergantung pada pemahaman deiksis yang dipergunakan oleh seorang penutur.

Penelitian tentang deiksis bukan pertama kali dilakukan. Penelitian serupa dilakukan oleh Usman (2013) dengan judul “Deiksis pada Anak Usia 3-5 Tahun”. Dalam penelitiannya Usman mencoba menemukan deiksis yang sering dipakai oleh anak usia 3-5 tahun dengan sistem acak pada beberapa anak sebagai sampel. Di dalam penelitiannya Usman (2013) menemukan penggunaan deiksis yang masih terbatas pada anak usia 3-5 tahun tersebut.

Penelitian lain yang sejenis ialah penelitan yang dilakukan oleh Fitria (2010) yang berjudul

“Deiksis pada tuturan anak usia 45 bulan”. Dalam penelitian tersebut Fitria meneliti deiksis dalam tuturan Sabrina usia 45 bulan. Penelitian Fitria merupakan penelitian studi kasus pada tuturan Sabrina dengan ibunya dengan menggunakan metode observasi tetapi datanya diambil

(4)

178 ǀ Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya

dari data yang digunakan oleh suatu komunitas di kampusnya yang menamakan diri sebagai payung bahasa.

Penelitian lainnya tentang deiksis adalah penelitian yang dilakukan oleh Saihu (2014) dengan judul ‘Deiksis Persona dalam Kumpulan Puisi Meditasi Rindu Karya Micky Hidayat”.

Dalam penelitiannya Saihu mengkaji isi kandungan teks dari Kumpulan Puisi Meditasi Rindu Karya Micky Hidayat secara keseluruhan dengan menggunakan teori deiksis persona untuk mengungkapkan atau mengapresiasi puisi yang berjumlah 45 buah. Saihu (2014) mengungkapkan penelitian melalui kajian deiksis pada puisi ini merupakan hal yang baru dalam dunia sastra, dalam hal ini dikhususkan pada puisi. Penelitian lain yang mengkaji deiksis pada karya sastra juga dilakukan oleh Noviana (2016) dengan judul “Deiksis dalam Novel Mimpi Anak Pulau Karya Abidah El Khalieqy dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas”. Dalam penelitian tersebut Noviana mengkaji dan mendeskripsikan pemakaian deiksis dalam novel Mimpi Anak Pulau karya Abidah El Khalieqy dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas. Deiksis pada novel Mimpi Anak Pulau karya Abidah El Khalieqy dapat dikembangkan menjadi pilihan diksi (kata) atau untuk menginterprestasikan makna kata dalam wacana.

Menurut Noviana (2016) hal tersebut sesuai dengan kurikulum 2013 bahwa belajar bahasa Indonesia tidak sekedar memakai bahasa Indonesia untuk menyampaikan materi, namun perlu juga dipelajari tentang makna atau pemilihan kata yang tepat. Di dalam penelitian tersebut kajian deiksis berimplikasi terhadap pembelajaran menulis teks cerpen. Deiksis dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar khususnya pada keterampilan menulis karena deiksis terkait dengan pemilihan kata dan penggunaan kalimat efektif.

Berbeda dengan penelitian terdahulu, dalam penelitian ini Peneliti ingin mengkaji deiksis dalam Bahasa Indonesia pada tuturan anak usia 5 tahun dan yang menjadi subjek kajian ini ialah Ludi Aryodana. Penelitian ini nantinya lebih menekankan pada deiksis dalam tuturan Ludi Aryodana secara menyeluruh dan mendalam. Sumarsono dan Partana (2002) mengungkapkan pada usia 3,5 tahun seorang anak boleh dikatakan sudah mampu menguasai

“tata bahasa” bahasa ibunya. Ahmadi dan Jauhar (2015) juga memaparkan tahap praoperasional (usia 2,0-7,0) merupakan tahap dimana cara “berpikir’ anak masih didominasi oleh cara bagaimana hal-hal atau benda-benda itu tampak. Pada tahap ini cara berpikirnya masih kurang operasional karena masih terbatas pada hal-hal yang dapat dijumpai di dalam lingkungannya saja. Oleh sebab itu, pertimbangan lain dalam penelitian ini karena pada usia 5 tahun masih merupakan masa perkembangan kognisi anak dan masa perkembangan kemampuan anak dalam berbicara, karena pada usia ini kemampuan berbicara anak sudah mulai lengkap secara struktur dan lebih mudah dipahami sehingga dapat dilakukan penelitian lebih dalam. Tidak hanya mengenai deiksis apa saja yang digunakan Ludhi Aryodana dalam tuturan sehari-hari tetapi juga analisis bentuk, maksud, fungsi, dan hubungannya dengan pemerolehan bahasa dalam tuturan Ludi Aryodana.

METODE

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif. pendekatan kualitatif merupakan penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (Sugiyono, 2008, hlm. 15). Jenis penelitian pada penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif.Penelitian kualitatif lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah. Pendekatan kualitatif dipilih dalam penelitian ini karena permasalahan bersifat pragmatik, dinamis, dan penuh dengan makna. Penelitian ini dilakukan dalam kondisi alami (berkembang apa adanya) dan bersifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau human instrument, yaitu peneliti sendiri (Sugiyono, 2008, hlm. 15).

metode yang digunakan adalah smetode observasi. Data diperoleh dengan teknik simak libat cakap, teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam dan teknik catat. Peneliti akan merekam ujaran maupun tingkah laku anak saat berujar, baik secara visual maupun auditori. Data yang terkumpul kemudian

(5)

Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya ǀ 179 ditranskripsikan dan diamati bentuk visualnya, sehingga dianalisis sesuai masalah penelitian. Sumber data dalam penelitian ini ialah anak usia 5 tahun yang terfokus pada Ludi Aryodana. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak karena cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa yaitu deiksis pada tuturan anak usia 5 tahun. metode simak ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Peneliti dalam upaya mendapatkan data dilakukan dengan menyadap penggunaan bahasa pada anak usia 5 tahun. Dalam penelitian ini teknik sadap tersebut diikuti dengan teknik lanjutan berupa teknik simak libat cakap, Teknik simak bebas libat cakap, Teknik rekam, dan Teknik catat. Dalam analisis data ini kegiatan yang dilakukan adalah penggambaran masalah penelitian secara jelas untuk dianalisis berdasarkan data yang diperoleh. Data yang telah dikumpulkan dengan teknik simak libat cakap, teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam, dan teknik catat kemudian dtranskripsikan ke dalam bentuk naskah. Data yang terkumpul kemudian diklasifikasikan menurut kriteria data yang telah ditentukan. Data yang diperoleh dianalisis sesuai masalah penelitian. Selanjutnya proses analisis sesuai dengan kerangka teori.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini menyajikan hasil penelitian tentang deiksis dalam bahasa Indonesia pada tuturan anak usia 5 tahun. Hasil yang dimaksud dalam penelitian ini berkaitan dengan jenis-jenis deiksis, yakni (1) deiksis persona, (2) deiksis tempat, dan (3) deiksis waktu. Selain jenis deiksis, dalam penelitian ini juga menyajikan fungsi deiksis, seperti fungsi referensial, fungsi emotif, fungsi konatif, fungsi metalingual, fungsi fatis, dan fungsi puitis.

Deiksis Persona

Deiksis persona adalah kata-kata yang referennya mengacu pada orang. Deiksis persona disebut juga dengan pronomina (kata ganti orang). Deiksis dapat ditentukan berdasarkan peran seseorang dalam sebuah ujaran. Dikatakan demikian, karena setiap orang memiliki perang yang berbeda pada saat melakukan ujaran. Misalnya, ketika orang tersebut sedang berbicara, maka orang tersebut disebut persona pertama, dan orang yang mendengarkan pembicaraan itu adalah persona kedua, dan begitu pun sebaliknya. Sementara itu, apabila dalam ujaran tersebut kedua penutur membicarakan orang lain dalam tuturannya, maka orang yang dibicarakan itu berperan sebagai orang ketiga. Berdasarkan perannya dalam sebuah ujaran, deiksis dibagi menjadi 3, yakni deiksis persona pertama, deiksis persona kedua, dan deiksis persona ketiga.

1. Deiksis Persona Pertama

Deiksis persona pertama dapat diketahui berdasarkan posisinya dalam sebuah ujaran.

Apabila posisi seseorang tersebut sedang berbicara, maka orang tersebut digolongkan ke dalam deiksis persona pertama. Dengan kata lain, deiksis persona pertama mengacu pada orang yang sedang berbicara. Persona pertama dibagi lagi menjadi dua bagian, yakni persona pertama tunggal dan persona pertama jamak. Di dalam tuturan anak usia sekitar 5 tahun ditemukan beberapa bentuk deiksis yang kurang lazim. Dikatakan demikian, karena deiksis yang dipakai berbeda dengan yang digunakan oleh orang-orang pada umumnya. Lebih jelasnya bisa dilihat pada tuturan-tuturan yang menggunakan deiksis persona pertama tunggal di bawah ini.

a. Persona Pertama Tunggal

Pada umumnya deiksis persona pertama tunggal menggunakan kata aku dan saya, tetapi dalam tuturan anak usia 5 tahun ditemukan beberapa bentuk deiksis yang kurang lazim.

Dikatakan demikian, karena di dalam deiksis tersebut digunakan oleh penutur untuk menggantikan dirinya. Kata-kata tersebut, yakni abang dan nama pembicara sendiri.

Penggunaan kedua kata tersebut lazim digunakan pada orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan atau keluarga dekat. Sementara itu, kata aku dan saya digunakan pada orang-orang yang tidak memiliki hubungan kekerabatan, misalnya untuk teman sebaya, yang digunakan ialah kata aku, sedangkan untuk orang yang lebih tua, kata yang digunakan adalah kata saya.

Di bawah ini merupakan bentuk penggunaan kata-kata tersebut.

[1] B : Ayo ayo siapa yang mau balon?

(6)

180 ǀ Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya D : Mau mau mau...

(Badut sambil membagi balon ke anak-anak yang hadir acara ulang tahun) D : Om saya om belum om... saya om...( sambil angkat tangan)

(Konteks tuturan acara ulang tahun teman di Asrama)

Tuturan dalam kutipan [1] di atas dilakukan oleh seorang badut dalam sebuah acara ulang tahun. Badut tersebut menawarkan balon kepada anak-anak yang hadir dalam acara ulang tahun tersebut. Ketika Badut membagikan balon kepada anak-anak yang hadir dalam acara tersebut, Dana menyampaikan pada Badut bahwa dia belum mendapat bagian. Berkenaan dengan wujud deiksis dalam tuturan tersebut dapat dilihat pada kalimat “om saya om belum om... saya om.” Kata saya dalam tuturan tersebut mengacu atau menunjuk pada seseorang yang sedang berujar dalam hal ini, yakni Dana. Sementara itu, berkaitan dengan fungsi deiksis dalam tuturan di atas, terdapat pada kalimat “om saya om belum om... saya om.” Tuturan dalam kalimat tersebut menggunakan fungsi konatif. Dikatakan demikian karena dalam tuturan tersebut penutur mengungkapkan keinginannya agar segera direspon oleh lawan tuturnya. Hal itu dapat dilihat dengan adanya pengulangan kata yang sama ‘saya om’. Penggunaan deiksis persona pertama dengan menggunakan kata ‘aku’ terdapat pada tuturan di bawah

[2] Guru : Sudah, sini baris ayo mau masuk ayo!

D : Aku eh di depan (nyerobot teman) S : Aku juga!

D : Jangan dorong-dorong Sam, aku jatuh sakit nanti eh Guru : Ayoo jangan main dorong-dorong. Sebelum baris cuci tangannya dulu

D : Aku depan lagi yeye yeyeyeye.. Jangan sam, basah bajuku (Konteks di sekolah)

Tuturan [2] di atas dituturkan oleh tiga orang, yakni Ibu guru, Dana, dan Samuel. Dalam tuturan tersebut menguraikan tentang anak sekolah yang berbaris di depan kelas sebelum memasuki kelas. Namun sebelum berbaris, Ibu guru menyampaikan kepada siswanya agar mereka mencuci tangannya terlebih dahulu. Berkenaan dengan wujud deiksis dalam tuturan tersebut terdapat pada kalimat “aku eh di depan (nyerobot teman) dan “aku depan lagi yeye yeyeyeye..” Kata ‘aku’ dalam dua kalimat tersebut merupakan penanda deiksis yang berfungsi sebagai kata ganti orang yang sedang berbicara. Dengan kata lain, kata ‘aku’

pada tuturan tersebut mengacu pada Dana. Berkenaan dengan fungsi deiksis, tuturan [5] di atas menggunakan fungsi konatif. Adapun penanda fungsi konatif dalam tuturan tersebut terdapat pada kalimat “jangan dorong-dorong Sam, aku jatuh sakit nanti eh.” Kalimat tersebut mengungkapkan keinginan penutur agar apa yang dituturkannya dapat dituruti oleh mitra tuturnya. Penggunaan deiksis persona pertama dengan menggunakan kata ‘abang’ sebagai pengganti kata ‘saya’ atau ‘aku’ ditemukan pada tuturan berikut.

[3] P : Kalau di Martapura kan sama Hamdani bareng pulangnya.

D : Ga mau!

P : Kenapa?

D : Ga mau, abang ga mau pokoknya. Abang mau jalan pulangnya.

P : Kenapa jadi mau jalan?

D : Ya mau jalan, biasanya faris ke TK salam-salaman sama ibu P : Iya tapikan langsung, kalo di Martapura kan langsung.

(Konteks di mobil)

Kutipan [3] di atas dituturkan oleh seorang anak, yakni Dana dengan Bapaknya.

Tuturan tersebut dilakukan di dalam mobil pada saat perjalanan menuju Martapura. Di dalam

(7)

Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya ǀ 181 tuturan tersebut Dana mengungkapkan bahwa dia tidak mau sekolah di Martapura. Adapun deiksis persona pertama dalam tuturan tersebut terdapat pada kata ‘abang’ seperti pada kalimat

“ga mau, abang ga mau pokoknya. Abang mau jalan pulangnya. Kata ‘abang’ digunakan oleh Dana untuk menyebutkan dirinya atau digunakan sebagai pengganti kata ‘saya’ atau ‘aku’.

Sementara itu, berdasarkan fungsinya tuturan di atas menggunakan fungsi referensial.

Dikatakan demikian, karena pada tuturan di atas penutur dan lawan tutur membahas satu topik tertentu. Dalam hal ini topik yang menjadi titik permasalahan, yakni ‘tempat Dana akan sekolah’. Penggunaan kata penyebut nama diri yakni, ‘Dana’ sebagai pengganti kata ‘saya/

aku’ ditemukan pada tuturan berikut.

[4] D : Baru mau main uda dijemput (sambil cemberut) M : Kenapa sih kamu nih?

D : Mamah nih, Dana baru mau main uda dijemput.

M : Iya, tapikan tadi uda main istirahat?

D : Itu tadi! Baru sebentar mainnya. Ini baru mau main uda disuruh pulang!

(Konteks pulang sekolah)

Kutipan [4] di atas menguraikan tentang Dana yang cemberut karena sudah dijemput oleh ibunya, padahal dia baru saja ingin bermain dengan teman-temannya. Adapun wujud deiksis yang digunakan oleh Dana dalam tuturan tersebut, yakni kata ‘Dana’ yang terdapat pada kalimat “mamah nih, Dana baru mau main uda dijemput.” Kata ‘Dana’ dalam tuturan tersebut merupakan wujud deiksis persona pertama, kata tersebut digunakan sebagai pengganti kata diri orang yang sedang berbicara. Berkenaan dengan fungsinya, tuturan di atas menggunakan fungsi emotif, karena dalam tuturan tersebut penutur tampak kesal pada saat bertutur. Misalnya, pada kalimat “baru mau main uda dijemput” dan “itu tadi! Baru sebentar mainnya. Ini baru mau main uda disuruh pulang!” Kekesalan penutur dikarenakan orang tua penutur terlalu cepat datang untuk menjemput, padahal penutur (Dana) baru saja hendak bermain bersama teman-temanya.

b. Persona Pertama Jamak

Persona pertama jamak merupakan pemakaian deiksis yang mengacu pada diri orang yang sedang berbicara. Orang yang berbicara dalam deiksis ini tidak lagi bentuk tunggal (satu orang), melainkan berbentuk jamak (banyak/lebih dari satu pembicara). Dengan kata lain, satu orang pembicara dalam persona pertama jamak mewakil suatu kelompok yang berada di sekitar pembicara. Persona pertama jamak ada yang bersifat eksklusif, artinya kata tersebut melibatkan pembicara dan orang-orang yang ada bersamanya, tetapi tidak melibatkan pendengar, kata yang dimaksud, yakni kami. Selain bersifat eksklusif persona pertama jamak juga bersifat inklusif, artinya kata tersebut melibatkan pembaca dan pendengar, kata yang dimaksud di sini, yakni kita.

[5] D : Besok mah, ada teman abang yang ulang tahun M : Iyakah, jam berapa?

D : Ga tau ada undangannya tu (menunjuk tas di atas kursi tamu) M : Laki-laki atau perempuan yang ulang tahun.

D : Perempuan mah, di ayam kai ulang tahunnya.

M :Wah,, rame berarti, ngado apa abang lah?

D : Ya iya rame lah, besok mah kita datang mah.

(Konteks di rumah)

Tuturan [5] di atas menceritakan mengenai Dana yang sedang menyampaikan kepada ibunya bahwa besok ada temannya yang akan merayakan ulang tahun. Selain itu, Dana juga mengajak ibunya untuk menghadiri acara ulang tahun itu. Berkenaan dengan wujud deiksis dalam tuturan di atas terdapat dalam kalimat “ya iya rame lah, besok mah kita datang mah.”

(8)

182 ǀ Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya

Kata ‘kita’ dalam kalimat tersebut mengacu pada Dana dan Ibunya. Sementara itu, berdasarkan fungsinya tuturan di atas menggunakan fungsi referensial. Dikatakan demikian, karena dalam tuturan tersebut membahas tentang satu topik permasalahan tertentu. Adapun permasalahan yang sedang dibahas dalam tuturan di atas, yakni mengenai ulang tahun teman si penutur (Dana). Penggunaaan kata ‘kami’ dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

[6] M : Misalnya sekolah di Banjarbaru, pulang sama siapa?

D : Ya pulang sama mba -mba, bertiga kami.

M : Mba siapa?

D : Yang mba di seberang sama di sebelah tu!

Temenan kami sama mb tu. Mb anaknya ibu sebelah.

P : Di rumah sendiri mau? Kalau papah sibuk, mamah sibuk, sama siapa di rumah?

D : Ya pergi dong ke Martapura.

(Konteks di mobil perjalanan pulang dari martapura)

Tuturan [6] di atas dituturkan oleh Dana, Ibu, dan Bapaknya. Di dalam wacana tersebut menguraikan tentang Dana yang enggan untuk bersekolah di Martapura, keengganan tersebut disebabkan karena jarak Martapura yang jauh dari tempat tinggalnya, yakni di Banjarbaru.

Oleh karena itu, dia lebih memilih untuk tetap bersekolah di Banjarbaru meskipun dia harus pulang bersama orang lain. Berkenaan dengan wujud deiksis dalam tuturan di atas terdapat pada kalimat “ya pulang sama mba -mba, bertiga kami” dan “yang mba disebrang sama di sebelah tu! Temenan kami sama mb tu. Mba anaknya ibu sebelah.” Kata ‘kami’ dalam kalimat tersebut mengacu kepada Dana dan mba-mba. Mba-mba yang dimaksud dalam tuturan tersebut, yakni Yunda dan Shafa yang merupakan tetangga Dana. Berdasarkan fungsinya, tuturan di atas menggunakan fungsi referensial, yakni sebuah fungsi yang mengedapakan satu topik tertentu dalam pembahasannya. Dalam hal ini, penutur dan mitra tutur sedang membicarakan satu permasalahan, yakni tempat Penutur akan bersekolah. Dalam tuturan tersebut, penutur menginginkan sekolah Banjarbaru, sedangkan mitra tutur yang tidak lain adalah orang tua dari penutur menginginkan penutur untuk sekolah di Martapura, karena lebih dekat dengan tempat mitra tutur bekerja. Berdasarkan hal itu, dapat dikatakan bahwa tuturan di atas merupakan tuturan yang menggunakan fungsi referensial.

2. Deiksis Persona Kedua

Deiksis persona kedua terdiri atas dua jenis, yakni deiksis persona kedua tunggal dan deiksis persona kedua jamak. Pada umumnya di dalam bahasa Indonesia deiksis persona kedua tunggal mempunyai beberapa wujud kata, yakni engkau, kamu, Anda, kau, dikau, dan mu.

Namun, pada tuturan anak usia sekitar 5 tahun juga ditemukan persona kedua tunggal menggunakan penyebutan nama orang yang menjadi lawan tutur dan sapaan kepada orang yang dituakan (Nene, Papah, Mama, dan Aa). Sementara itu, ihwal deiksis persona kedua jamak memiliki beberapa wujud, seperti kalian, Anda sekalian, dan kamu sekalian. Berdasarkan jenis deiksis persona kedua yang telah diuraikan di atas, pada tuturan anak usia 5 tahun, deiksis yang muncul dalam tuturanya hanya yang berjenis kedua tunggal, sementara itu deiksis persona kedua jamak tidak ditemukan. Berikut ini beberapa tuturan deiksis persona kedua tunggal yang menggunakan kamu/ mu dan sapaan (Nama mitra tutur, Mamah/Mah, dan Papah/Pah).

[7] D : Coba lihat ini, yah gerak woi, gerak woi..

E :Mana mana lihat dan lihat.

D :Eh sebentar, kenapa nih.

E : Mati? Lihat aku belalangnya.

D : Jangan. Ini punyaku (sambil narik tangan) E : Sebentar aja pegangnya

D : Gak mau, sebentar-sebentar lama. Kamu cari sendiri sana (Konteks bermain)

(9)

Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya ǀ 183 Tuturan [7] dituturkan oleh dua orang anak, yakni Dana dan Echa. Tuturan tersebut mengisahkan tentang Dana yang sedang bermain belalang bersama temannya. Wujud deiksis dalam tuturan tersebut terdapat pada kalimat ‘ga mau, sebentar-sebentar lama. Kamu cari sendiri sana.” Kata

‘kamu’ dalam kalimat di samping merupakan penanda deiksis persona kedua tunggal yang mengacu pada lawan bicara, yakni Echa. Berkenaan dengan fungsi deiksis, dalam tuturan tersebut menggunakan fungsi emotif, yakni fungsi yang bertumpu pada pengungkapan rasa gembira, kekesalan, marah, dan lain sebagainya. Penanda fungsi deiksis dalam tuturan tersebut terdapat pada kalimat “coba lihat ini, yah gerak woi, gerak woi..” dan “jangan. Ini punyaku (sambil narik tangan)” Pada kedua kalimat tersebut menunjukkan dua emotif yang berbeda, pada kalimat pertama emotif yang digunakan ialah gembira. Dana merasa gembira karena melihat belalang yang berhasil dia tangkap bergerak-gerak.

Sementara itu, kalimat kedua menggunakan emotif kekesalan atau kesal. Berikut ini merupakan wujud deiksis yang menggunakan kata sapaan (nama mitra tutur)

[8] D : Echa tunggu Cha!

E : Iya iya ayo

D : Sebentar, belum Cha, belum E : Banyaknya Dana hatwellsnya.

D : Ya banyak, orang mamahku kok yang belikan.

E : Ini punya siapa Dana?

D : Punyaku juga lah.

E : Beli di mana?

D : Ga belilah, dapat hadiah itu di ayam kai. Ayo sepedaan E : Ayo, tapi kerumahku dulu ya?

D : Ada siapa di rumah Echa, bikin teh es kayak kemarin lagi yuk.

(Konteks bermain)

Tuturan [8] di atas dituturkan oleh dua orang anak, yakni Dana dan Echa. Di dalam tuturan tersebut menjelaskan tentang dua orang anak-anak yang sedang bermain bersama. Adapun wujud deiksis dalam tuturan tersebut terdapat pada kalimat “Echa tunggu Cha!,” “sebentar, belum Cha, belum,” dan “ada siapa di rumah Echa, bikin teh es kayak kemarin lagi yuk.” Kata ‘Echa atau Cha’

pada ketiga kalimat tersebut merujuk kepada orang yang menjadi mitra tutur Dana, dalam hal ini Echa.

Berkenaan dengan fungsinya, tuturan di atas menggunakan fungsi referensial, yakni sebuah fungsi deiksis yang di dalam pembahasannya bertumpu pada satu topik tertentu. Penutur dan mitra tutur dalam tuturan di atas membahas topik tertentu dalam pembicaraannya. Dengan kata lain, penutur dan mitra tutur dalam tuturan tersebut berfokus pada satu masalah, yakni tentang ‘hatwells’ yang dimiliki oleh Dana.

3. Deiksis Persona Ketiga

Berdasarkan jenisnya deiksis persona ketiga juga terdiri atas deiksis persona ketiga tunggal dan jamak . Deiksis persona ketiga tunggal memiliki beberapa wujud, yakni dia, ia, beliau, Nya, dan Sapaan (nama orang yang dibicarakan, Mamah, Papah, Nenek, dan Aa/Mas/kakak). Sementara itu, deiksis persona ketiga jamak hanya mempunyai satu wujud, yakni mereka. Di dalam tuturan anak usia sekitar 5 tahun wujud deiksis persona ketiga yang muncul dalam setiap tuturannya, yakni dia, nya, sapaan, dan mereka.

a. Deiksis Persona Ketiga Tunggal

Pada umumnya deiksis persona ketiga tunggal merupakan jenis deiksis yang mengacu pada orang yang sedang dibicarakan atau sasaran pembicaraan, tetapi dalam tuturan anak usia sekitar 5 tahun, deiksis persona ketiga tunggal juga muncul saat dia bertutur dengan orang yang seharusnya menjadi lawan bicaranya atau orang kedua.

[9] D : Orang lagi baca, dia malah jalan.(manyun) P :Apa?

D : Papah!

P : Mana? Baca coba!

D : Itu tu pah

(10)

184 ǀ Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya (Konteks di jalan)

Tuturan [9] di atas dituturkan oleh Dana dan Bapaknya. Di dalam tuturan tersebut menguraikan tentang Dana yang kesal karena ditinggal jalan oleh Bapaknya padahal saat itu dia sedang asik membaca. Adapun wujud deiksis dalam tuturan di atas dapat dilihat pada kalimat “orang lagi baca, dia malah jalan.(manyun)” Kata ‘dia’ dalam kalimat tersebut mengacu kepad Bapaknya. Penggunaan kata ‘dia’ pada tuturan [9] memiliki perbedaan pada tuturan-tuturan berikutnya dalam kajian ini, karena pada tuturan [9] kata ‘dia’ mengacu pada lawan bicaranya, padahal kata ‘dia’ seharusnya mengacu pada orang yang dibicarakan.

Perhatikan penggunaan kata ‘dia’ pada tuturan berikut.

[10] C : Papahmu mana Dana?

D : Kantor, belum pulang dia.

C : Eh aku pinjam yang ini lah (sambil membuka kotak pensil) D : Kita main belajar-belajaran yok

C : Ayo tapi siapa gurunya

D : Aku aku jadi murid-muridnya aja (Konteks bermain)

Tuturan [10] di atas dituturkan oleh dua orang anak yang sedang bermain bersama. Dua anak yang dimaksud pada tuturan tersebut, yakni Dana dan temannya (Chua). Wujud deiksis dalam tuturan tersebut terdapat pada kalimat “kantor, belum pulang dia.” Kata ‘dia’ dalam kalimat tersebut mengacu pada orang yang sedang dibicarakan oleh Dana dan Chua, dalam hal ini kata ‘dia’ ditujukan kepada Bapaknya Dana. Sementara itu, berkenaan dengan fungsinya tuturan di atas menggunakan fungsi referensial. Fungsi ini mengacu pada pesan yang disampaikan oleh penutur. Selain itu, fungsi ini juga mengacu pada referen tertentu dalam pembahasaannya. Dengan demikian, tuturan di atas dapat dikategorikan ke dalam deiksis yang menggunakan fungsi referensial, karena tuturan tersebut membahas topik tertentu, topik yang dimaksud yakni tentang main belajar-belajaran. Misalnya, pada kalimat “kita main belajar- belajaran yok” dan “aku aku jadi murid-muridnya aja” Kedua kalimat tersebut menjadi penanda bahwa dalam tuturan tersebut membahasa topik tertentu. Penggunaan kata ‘Nya’ dapat dilihat pada kalimat di bawah ini.

[11] D : Gan, taroh sini gan

G : Ya,, ini ngenggg gitu ( sambil main) D : Bemm bemm,,, ngeeeenggg,, ciaaattttttt G : Akuung

AG : Main denga siapa?

G : Sama teman

(Akung gani mendekati Dana)

AG : Kamu anak siapa (sambil ngelus kepala) D : (nengok) Saya anaknya sudhiono

(Konteks bermain)

Tuturan [11] di atas dituturkan oleh Dana, Gani, dan Kakeknya Gani (akung). Dalam tuturan di atas menjelaskan tentang Dana dan Gani yang sedang bermain. Ihwal wujud deiksis dalam tuturan tersebut dapat dilihat pada kalimat “saya anaknya sudhiono” kata ‘anaknya’

dalam kalimat tersebut merupakan deiksis persona ketiga tunggal. ‘Nya’ dalam kata anaknya mengacu pada Sudhiono yang merupakan orang tua dari Dana. Berkenaan dengan fungsi deiksis, tuturan di atas menggunakan fungsi konatif. Fungsi ini bertumpu pada penerima pesan.

Dikatakan demikian, karena dalam tuturan tersebut mengharuskan penerima pesan untuk segera menindaklanjuti atau menuruti keinginan penutur, seperti yang terdapat pada kalimat

“Gan, taroh sini Gan” kalimat tersebut mengungkapkan keinginan pembicara, agar apa yang

(11)

Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya ǀ 185 dia sampaikan segera ditindaklanjuti oleh lawan tuturnya. Di bawah ini merupakan tuturan yang menggunakan deiksis sapaan (nama orang)

[12] D : Mah tau ngga Mah Latifah Mah?

M : Latifah siapa?

D : Adeknya kaka nisa.

M : Kaka Nisa siapa?

D : Kaka nisa yang di sana itu, yang dekat rumah nene. Tadi baru datang.

M : Terus? Kenapa memangnya?

D : Ngga papa, Cuma bilang aja, abang aja ga kenal sama dia.

(Konteks di rumah

Tuturan [12] di atas menceritakan tentang tentang seorang anak yang sedang menyampaikan bahwa ada seorang yang bernama Nisa yang baru saja datang dari jalan-jalan. Ihwal wujud deiksis dalam tuturan tersebut terdapat pada kalimat “Mah tau ngga Mah Latifah Mah?” Penggunaan kata

‘Latifah’ pada kalimat tersebut merupakan bentuk deiksis persona ketiga yang membicarakan orang lain dengan menyebutkan nama orang yang dibicarakan tersebut. Berdasarkan fungsinya tuturan di atas menggunakan fungsi referensial. Fungsi ini bertumpu pada referen atau konteks tertentu. Dengan kata lain, tuturan dalam fungsi ini mengacu pada satu topik yang disampaikan oleh penutur. Berkenaan dengan itu, dalam tuturan di atas penutur dan mitra tuturnya menggunakan satu referen tertentu dalam tuturannya, referen yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur dalam tuturan di atas, yakni seorang perempuan yang bernama Latifah yang baru saja datang. Berdasarkan hal itu, dapat dikatakan bahwa tuturan [12] tersebut menggunakan fungsi referensial.

b. Deiksis Persona Ketiga Jamak

Deiksis persona ketiga jamak merupakan jenis deiksis yang mengacu pada orang yang dibicarakan. Orang yang dibicarakan pada jenis deiksis ini memiliki jumlah yang banyak. Di bawah ini merupakan tuturan yang menggunakan deiksis persona ketiga jamak.

[13] D : Mah, tau ngga di sana tadi ada orang-orang rame.

M : Rame apa?

D : Rame, mancing mereka mah!

M : Mereka siapa?

D : Itu tuh, oom-oom, mancing ikan mah, tapi ikannya keci;-kecil.

Katanya begini,, tu... tu... aa... (sambil contoh gerakan mancing) (Konteks jalan-jalan)

Tuturan [13] di atas menjelaskan tentang Dana yang sedang memberitahukan kepada Ibunya bahwa ada orang yang sedang memancing ikan. Berkenaan dengan wujud deiksis dalam tuturan tersebut terdapat pada kalimat “rame, mancing mereka mah!” Kata ‘mereka’ dalam kalimat tersebut merupakan penanda deiksis persona ketiga jamak yang mengacu pada orang yang dibicarakan, dalam hal ini orang-orang yang sedang melakukan kegiata memancing ikan.

Sementara itu, berdasarkan fungsinya tuturan di atas menggunakan fungsi referensial. Fungsi ini bertumpu pada referen atau konteks tertentu. Dengan kata lain, tuturan dalam fungsi ini mengacu pada satu masalah yang disampaikan oleh penutur. Ihwal tuturan [13] di atas juga menggunakan referen tertentu dalam pembahasannya, yakni mereka sedang membahas atau membicarakan tentang orang yang sedang memancing. Oleh karena itu, tuturan [13] tersebut dapat digolongkan ke dalam deiksis yang menggunakan fungsi referensial.

Deiksis Tempat

Deiksis tempat mengacu pada lokasi berlangsungnya kejadian dalam sebuah ujaran.

Bertalian dengan itu, deiksis dibagi menjadi 3 jenis, yakni (1) proksimal posisi kejadian dekat

(12)

186 ǀ Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya

dengan penutur, (2) semi proksimal posisi kejadian agak jauh dengan penutur, dan (3) distal posisi kejadian jauh dengan penutur.

a. Deiksis Tempat Proksimal

Deiksis tempat jenis proksimal menggunakan kata-kata di sini, ke sini, dan dari sini. Di dalam tuturan anak usia 5 tahun tidak ditemukan deiksis tempat Jenis proksimal yang menggunakan kata dari sini. Di bawah ini merupakan deiksis tempat yang menggunakan kata sini /di sini.

[14] D : Lihat mah, tu kan mamah jadi banyak sebelah M : Jangan dimainkan kalau ga mau makan D : Iya.. iya.. mau makan

M :Ya kalau makan duduk D : Iya mah, iyaa. Duduk sini?

(Konteks makan)

Tuturan [14] di atas dituturkan oleh Dana dan ibunya. Dalam tuturan tersebut menjelaskan tentang Dana yang main-main dengan makanannya. Berkenaan dengan wujud deiksis dalam tuturan tersebut dapat dilihat pada kalimat “iya mah, iyaa. Duduk sini?” Kata

‘sini’ dalam kalimat tersebut bertitik labuh pada posisi persona pertama atau memiliki posisi yang dekat dengan penutur. Dengan kata lain, kata ‘sini’ dalam tuturan tersebut berdekatan dengan Dana. Adapun kata ‘sini’ yang dimaksud dalam tuturan tersebut menujukkan tempat duduk, yakni kursi. Berdasarkan fungsinya, tuturan di atas menggunakan fungsi emotif. Fungsi ini mengacu pada pengungkapan perasaan yang sedang dirasakan oleh si penutur. Perasaan yang dimaksud, yakni bahagia, marah, sedih, dan lain-lain. Adapun penanda fungsi deiksis pada tuturan di atas terdapat pada kalimat “lihat mah, tu kan mamah jadi banyak sebelah” dan

“iya.. iya.. mau makan.” Pada saat mengungkapkan kedua kalimat tersebut penutur, dalam hal ini (Dana) tampak terlihat sambil tersenyum sembari mengaduk-aduk makanannya, demikian juga pada saat dia menjawab tuturan mamanya, seperti yang terlihat pada kalimat kedua, penutur juga memperlihatkan wajah yang sedang senang.

b. Deiksis Tempat Semi-Proksimal

Deiksis tempat semi-proksimal menggunakan kata-kata situ, di situ, ke situ, dan dari situ.

Dalam tuturan anak usia 5 tahun seperti pada tuturan-tuturan di bawah ini tidak ditemukan deiksis tempat semi-proksimal yang menggunakan kata dari situ.

[15] P : Engga, kalau di sekolah bisa kan sama aa Hamdani, kan langsung jadinya, jadi ga perlu antar jemput lagi mamahnya, habis pulang sekolah ke

Martapura sama mama Ewi.

D : Terus? Sampai nginap situ?

P :Engga, nantikan sampai sore aja, sampai mengaji, baru pulang ke sini D : Baru pulang ke sini? Terus kalo..

P : Besok paginya lagi sekolah, bareng sama mamah.

D : Yah.. jauh Martapura tu.

(Konteks di mobil)

Tuturan [15] menceritakan tentang Dana yang yang enggan untuk sekolah di Martapura. Ihwal wujud deiksis pada tuturan di atas terdapat pada kalimat “terus? Sampai nginap situ?” Kata

‘situ’ pada kalimat tersebut menggambarkan bahwa posisi pembicara dengan lokasi yang dibicarakan memiliki jarak yang jauh (semi-proksimal). Adapun maksud kata ‘situ’ pada tuturan di atas menjelaskan tentang suatu tempat yang akan menjadi lokasi sekolah Dana, yakni Martapura. Berkenaan dengan fungsinya, tuturan di atas menggunakan dua fungsi, yakni fungsi referensial dan emotif. Dikatakan menggunakan fungsi referensial, karena dalam tuturan tersebut penutur dan mitra tutur sedang membicarakan topik tertentu, yakni mengenai sekolah

(13)

Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya ǀ 187 yang akan penutur masuki nanti. Sementara itu, dikatakan menggunakan fungsi emotif, karena pada saat penutur berbicara, terlihat raut wajah penutur tampak kesal. Misalnya, pada kalimat

“terus? Sampai nginap situ?, “baru pulang ke sini? Terus kalo,” dan “yah.. jauh Martapura tu.” Kekesalan penutur dalam tuturan tersebut, karena penutur (Dana) tidak mau mengikuti keinginan orang tuanya agar penutur (Dana) sekolah di Martapura, penutur tetap menginginkan dirinya tetap sekolah di Banjarabaru. Penggunaan kata ‘situ’ juga dapat ditemukan pada tuturan di bawah ini.

c. Deiksis Tempat Distal

Deiksis tempat jenis distal menjelaskan tentang titik labuh pembicara jauh dari lokasi yang dibicarakannya. Deiksis tersebut menggunakan kata-kata sana, di sana, ke sana, dan dari sana. Namun, dalam tuturan anak usia 5 tahun tidak ditemukan jenis deiksis yang menggunakan kata dari sana.

[16] D : Eh eh ayo kita masuk mobil

Syifa, Rama, Dani, Yendi : ayooo...

D : Aku eh di depan eh, sana Aa di sana aja (nunjuk belakang) S : Asyik aku aja di belakang.

ME : Kalo pingsan masuk mobil, panas ni

D : Engga, Mana ada panas, sana aja mama ewi sana kami lagi main!

(tiba-tiba bunyi klakson)

D : Tu aa yang bunyikan tu bukan Dana! Dana diam aja nih, lihat nih, diam ajakan?

(Konteks bermain)

Tuturan [16] di atas mengungkapkan tentang Dana bersama teman-temannya sedang bermai di dalam sebuah mobil, pada saat mereka asik bermain tiba-tiba klakson mobil berbunyi akibat kepencet oleh satu di antara mereka. Ihwal wujud deiksis dalam tuturan di atas terdapat pada kalimat “Aku eh di depan eh, sana Aa di sana aja” dan “engga, Mana ada panas, sana aja mama ewi sana kami lagi main!” Kata ‘sana dan di sana’ pada kalimat pertama mengungkapkan sebuah tempat, yakni kursi mobil bagian belakang. Sementara itu, kata ‘sana’

pada kalimat kedua menjelaskan tentang sebuah tempat, yakni teras rumah. Berdasarkan fungsinya, tuturan di atas menggunakan fungsi konatif, yakni sebuah fungsi deiksis yang mengginkan mitra tutur untuk sesegera mungkin merespons pesan yang disampaikan oleh penutur. Misalnya, pada kalimat “eh eh ayo kita masuk mobil, Syifa, Rama, Dani, dan Yendi : ayooo... Pada kalimat tersebut terlihat si penutur menghendaki agar apa yang dituturkan segera ditanggapi atau direspons oleh lawan tuturnya, penggunaan kata ‘ayo’ sebanyak dua kali pada kalimat tersebut merupakan penanda fungsi konatif.

Deiksis Waktu

Deiksis waktu merupakan jenis deiksis yang mengacu pada waktu terjadinya peristiwa, baik itu peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini, maupun masa yang akan datang.

Di bawah ini beberapa cuplikasn deiksis waktu yang menggunakan kata besok, dulu, kemarin, sekarang,dan nanti.

[17] D : Mah, kalau mau sehat makan buah dan sayur-sauran kan mah?

M : Iya, kata siapa abang?

D : Di tv lah abang lihat M : Oh iyaa

D : Mah besok beli ini lah. Eh ini di Tanjung M : Bukan, mana ada di Tanjung

D : Ini.. yang ini juga yang ini juga (Konteks nonton tv)

(14)

188 ǀ Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya

Tuturan [17] di atas menceritakan tentang Dana yang sedang menanyakan kepada orang tuanya kalau mau sehat itu harus makan buah dan sayurkan. Pertanyaan itu muncul, karena sebelumnya dia melihat tayangan di televisi yang menyampaikan tentang tips hidup sehat.

Berkenaan dengan wujud deiksis pada tuturan di atas dapat diamati pada kalimat “mah besok beli ini lah. Eh ini di Tanjung.” Kata ‘besok’ pada kalimat tersebut dituturkan oleh Dana sehari sebelum apa yang diinginkan itu dibeli atau satu hari sesudah tuturan itu dituturkan. Sementara itu, berdasarkan fungsinya tuturan di atas menggunakan fungsi referensial. Fungsi ini mengacu pada konteks dan referen tertentu. Dengan kata lain, fungsi ini hanya bertumpu pada satu titik permasalahan. Dikatakan demikian, karena penutur dan mitra tutur hanya membahas satu topik pembahaaan. Berkenaan dengan tuturan tersebut penutur dan mintra tutur juga tampak membahas tentang permasalahan tertentu, yakni masalah kesehatan. Oleh karena itu, tuturan di atas digolongkan ke dalam tuturan yang menggunakan fungsi referensial.

[18]P :Papah tau aja, bekas sekolah papah itu. SD aa Syifa aa Dani itu bekas sekolahnya papah.

D : Hah! Papah sekolah di situ?

P : Iya.

D : Siapa aja nama temannya waktu dulu dulu tu?

P : Bekas sekolah papah dulu itu.

D : O.. waktu kecil?

(Konteks mengantar sekolah)

Tuturan [18] menguraikan tentang seorang anak yang yang sedang menanyakan mengenai siapa saja yang menejadi teman Bapaknya semasa sekolah dulu. Terkait wujud deiksis dalam tuturan tersebut dapat dilihat pada kalimat “siapa aja nama temannya waktu dulu dulu tu?” Kata ‘dulu’ pada cuplikan kalimat tersebut menjelaskan tentang waktu berlangsungnya suatu kejadian. Penggunaan kata ‘dulu’ mengindikasikan bahwa kejadian yang dimaksud sudah berlangsung dalam kurun waktu yang begitu lama. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kata ‘dulu’ digunakan untuk suatu peristiwa yang sudah lama terjadi.

Berdasarkan fungsinya, tuturan di atas mengguanakan fungsi emotif. Fungsi ini menjelaskan tentang pengungkapan perasaan yang dirasakan atau dialami oleh penutur, seperti marah, sedih, bahagia, dan lain-lain. Adapun penanda fungsi deiksis dalam tuturan tersebut terdapat pada kalimat “hah! Papah sekolah di situ?.” Pada tuturan tersebut tampak penutur sangat terkejut mendengar bahwa orang tuanya ternyata pernah bersekolah di tempat dia (penutur) sekolah sekarang ini. Keterkejutan penutur dalam tuturan tersebut merupakan fungsi emotif. Selain itu, penanda emotif lainnya juga dapat dilihat pada kalimat “O.. waktu kecil?” Adapun alasan yang membuat kalimat tersebut sebagai penanda fungsi emotif, karena pada saat penutur menuturkan kalimat tersebut penutur tampak terlihat tersenyum saat bertutur.

[19] D : Besokkan mah abang ulang tahun M : Hah. Masih lama

D : Loh kemarin, kata papah 6 hari lagi M : Bukan, 6 bulan lagi

D : Iya 6 bulan berartikan ini bulan satu, bulan dua, sampai 6 hitungannya, Terus besoknya kan abang ulang tahun.

M : Iya, tapi masih lama.

D : Iya itu, ini kan lihat satu (menunjukkan jari sambil mehitung) nanti sudah sampai sini(menunjuk jari ke 5) besoknya mah, nanti abang pilih-pilih kue

(Konteks di rumah)

Tuturan [19] di atas memaparkan tentang Dana yang sedang menanyakan kepada Ibunya perihal hari perayaan ulang tahunnya. Hal tersebut dilakukan karena pada hari sebelumnya, Bapaknya menyampaikan bahwa besok merupakan hari ulang tahun Dana.

Tuturan tersebut dituturkan pada bulan September padahal hari ulang tahun Dana bulan April

(15)

Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya ǀ 189 . Ihwal wujud deiksis pada tuturan di atas dapat dilihat pada kalimat “loh kemarin, kata papah 6 hari lagi.” Kata ‘kemarin’ pada kalimat tersebut bertitik labuh pada satu hari sebelum saat tuturan itu disampaikan. Berkenaan dengan itu, kata ‘kemarin’ dalam tuturan tersebut dituturkan setelah berlangsungnya suatu peristiwa. Peristiwa yang dimaksud, yakni ucapan Bapaknya Dana. Sementara itu, berdasarkan fungsinya tuturan tersebut menggunakan sebuah fungsi yang bertitik tumpu pada konteks atau acuan tertentu dalam pembincaraannya, fungsi yang dimaksud, yakni fungsi referensial. Hal ini selaras dengan apa yang dibahas dalam tuturan [19] di atas, karena dalam tuturan tersebut penutur dan mitra tuturnya juga mengancu pada satu referen tertentu dalam pembahasannya, yakni tentang hari ulang tahun penutur.

[20] D : Mah sini mah abang mau cerita M : Sini

D : Di sini aja nanti kedengaran mamah masuk

M : Kenapa?

D : Ada teman Dana yang kena gunting di sini M : Hah... kok bisa

D : Iya waktu gunting-gunting kertas M : Terus? Kapan itu

D : Itu waktu pakai orange M : Tadi?

D : Bukan, bukan, apa ya, minggu eh.. (sambil mikir) waktu pakai baju orange yang bukan tadi.

M : Terus?

D : Tapi, tapi minggu apa tuh, apa tuh, minggu kemarin itu (Konteks di rumah)

Tuturan [20] di atas menjelaskan tentang seorang anak yang sedang menceritakan tentang kejadian di sekolahnya bahwa ada seorang temannya yang terkena gunting di bagian telapak tangannya.

Berkenaan dengan wujud deiksis pada tuturan tersebut dapa diamati pada kalimat “tapi, tapi minggu apa tuh, apa tuh, minggu kemarin itu.” Frasa ‘minggu kemarin’ pada kalimat tersebut menjelaskan tentang waktu yang sudah lama berlalu. Minggu kemarin yang dimaksud bisa terjadi satu minggu sebelum tuturan, dua minggu, atau bahkan tiga minggu yang telah lalu. Pendek kata, minggu kemarin pada tuturan di atas bertitik labuh beberapa hari sebelum tuturan. Sementara itu, berkenaan dengan fungsinya tuturan di atas menggunakan fungsi yang mengungkapkan keinginan penutur agar langsung direspons oleh lawan tuturnya,. Adapun fungsi yang dimaksud, yakni fungsi konatif. Misalnya, pada kalimat “mah sini mah abang mau cerita” dan “di sini aja nanti kedengaran mamah masuk.” Kedua kalimat tersebut mengungkapkap bahwa keinginan penutur (Dana) harus segara dituruti atau direspons oleh lawan tuturanya (Ibu). Selain itu, tuturan di atas juga menggunakan fungsi referensial, yakni sebuah fungsi yang membahas topik tertentu dalam pembahasannya. Adapun hal yang dibahas dalam tuturan tersebut, yakni seorang anak yang terkena gunting di telapak tangannya.

[21] P : Belajar apa tadi?

D : Tadikan belajar buah P : Belajar apa?

D : Buah, belajar buah anggur. besok bawa buah angguur P : Ah buat apa?

D : Ya buat dimakan lah (Konteks pulang sekolah)

Tuturan [20] menceritakan tentang seorang anak yang sedang ditanya oleh ibunya mengenai pelajaran di sekolah. Berkenaan dengan wujud deiksis pada tuturan tersebut dapat dilihat pada kalimat “tadikan belajar buah.” Kata ‘tadi’ yang terdapat pada kalimat tersebut menjelaskan tentang waktu kejadian. Berkenaan dengan itu, kata ‘tadi’ pada tuturan di atas mengungkapkan tentang suatu kejadian yang telah berlangsung. Sementara itu, ihwal

(16)

190 ǀ Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya

fungsinya tuturan di atas menguanakan fungsi referensial. Fungsi ini mengacu pada suatu referen atau konteks tertentu dalam tuturannya. Dengan kata lain, fungsi ini membahas satu topik tertentu dalam sebuah pembicaraan. Di dalam tuturan di atas juga melakukan hal yang sama, penutur dan lawan tutur dalam tuturannya juga membahas satu topik atau masalah tertentu. Masalah yang dibahas oleh penutur dan lawan tutur, yakni tentang buah, seperti pada kalimat “tadikan belajar buah” dan “buah, belajar buah anggur. besok bawa buah angguur”

Maksud dari kedua kalimat tersebut penutur sedang membahas tentang buah anggur yang menjadi bahan pelajaran di sekolah. Penggunaan kata deiksis yang sama juga dapat ditemukan pada tuturan berikut. Penggunaan deiksis dengan menggunakan kata ‘nanti’ juga dapat disaksikan pada tuturan di bawah ini.

[97] M : Jadi di mana?

D : SD sana aja!

P : Coba abang dengar, berangkat pagi sama mamah, mamah kan ngajar di Martapura?

D : Kalau duluan?

P : Ya uda kalau mau duluan, ya duluan aja.

D : Nanti kalau a Daninya masih tidur abang tinggalin aja langsung.

P : Iya, jadikan nanti uda ngantar Dana mamah kan kerja, nanti kalau udah pulang enak, kalau mamah sibuk dekat aja jemputnya.

(Konteks di Mobil)

Tuturan [97] di atas menjelaskan tentang Dana yang sedang dibujuk oleh kedua orang tuanya agar mau sekolah di Martapura. Berkenaan dengan wujud deiksis dalam tuturan tersebut terdapat pada cuplikan kalimat “Nanti kalau a Daninya masih tidur abang tinggalin aja langsung.” Kata ‘nanti’ yang terdapat dalam cuplikan kalimat tersebut menjelaskan tentaang waktu, dalam hal ini berkenaan keberangkatan sekolah. Dengan kata lain, kata ‘nanti’ dalam kalimat tersebut diujarkan sebelum peristiwa yang dimaksudkan oleh Dana. Pendek kata, ujaran ‘nanti’ pada kalimat tersebut bertitik labuh pada waktu sesudah saat tuturan. Sementara itu, berdasarkan fungsinya tuturan di atas menggunakan fungsi emotif. Fungsi ini mengacu pada pengungkapan perasaan yang sedang dirasakan atau dialami oleh penutur, seperti marah, bahagia, sedih, dan lain-lain. Ihwal penanda fungsi deiksis dalam tuturan tersebut terdapat pada kalimat “SD sana aja!” “kalau duluan?,” dan “terus? Kalau ada PR kerjakan di sana?“ Kedua kalimat tersebut memperlihatkan perasaan yang sedang dialami oleh penutur, perasaan yang dimaksud, yakni marah. Dikatakan demikian, karena pada saat menuturkan kedua kalimat tersebut, penutur dalam hal ini Dana menunjukkan rona wajah yang beda dari biasanya, rona wajah yang dimaksud, yakni marah. Berdasarkan hal itu, dapat dikatakan bahwa tuturan tersebut merupakan tuturan yang menggunakan fungsi emotif.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil hasil analisis data terkait wujud deiksis dalam bahasa Indonesia pada tuturan anak usia 5 tahun, ditemukan beberapa jenis deiksis, yakni, 1) deiksis persona, 2) deiksis tempat, dan 3) deiksis waktu.Berdasarkan telaah data mengenai deiksis persona dalam bahasa Indonesia pada tuturan anak usia 5 tahun ditemukan beberapa jenis deiksis, yakni 1) persona pertama tunggal, contohnya “om saya om belum om... saya om” dan persona pertama jamak, contohnya “ya iya rame lah, besok mah kita datang mah.” 2) persona kedua tunggal, contonya “Gak mau, sebentar-sebentar lama. Kamu cari sendiri sana.” dan 3) persona ketiga tunggal “kantor, belum pulang dia,” dan persona ketiga jamak, contohnya “rame, mancing mereka mah!”. Deiksis Tempat dari hasil analisis data perihal deiksis tempat dalam bahasa

(17)

Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya ǀ 191 Indonesia pada tuturan anak usia 5 tahun ditemukan jenis deiksis tempat, yakni (1) proksimal posisi kejadian dekat dengan penutur, contohnya “iya mah, iyaa. Duduk sini?” (2) semi proksimal posisi kejadian agak jauh dengan penutur, contohnya “terus? Sampai nginap situ?”

dan (3) distal posisi kejadian jauh dengan penutur, contohnya “engga, Mana ada panas, sana aja mama ewi sana kami lagi main!”.”Deiksis Waktu hasil analisis data perihal deiksis waktu dalam bahasa Indonesia pada tuturan anak usia 5 tahun ditemukan jenis deiksis waktu yang menggunakan kata besok, contohnya “Mah besok beli ini lah. Eh ini di Tanjung”. dulu, contohnya “siapa aja nama temannya waktu dulu dulu tu?” kemarin, contohnya “loh kemarin, kata papah 6 hari lagi.” tadi, contohnya “tadikan belajar buah..” dan nanti, contohnya Nanti kalau a Daninya masih tidur abang tinggalin aja langsung.”

Saran

Penelitian yang berkenaan dengan Deiksis dalam bahasa Indonesia pada tuturan anak usia 5 tahun ini merupakan kajian yang menarik untuk dilakukan, karena dengan melakukan penelitian tentang deiksis, kita dapat mengetahui berbagai macam cara anak-anak yang berusia 5 tahun dalam menggunakan deiksis. Oleh sebab itu, diharapkan peneliti lain dapat melaksanakan kajian yang lebih mendalam dan komprehensif yang berkaitan dengan deiksis dalam bahasa Indonesia. Bagi pembaca, setelah membaca penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang deiksis dalam bahasa Indonesia pada tuturan anak usia 5 tahun dan termotivasi untuk melakukan kajian-kajian yang berkaitan dengan bahasa anak khususnya yang berkaitan dengan deiksis yang sudah tentu berbeda pada setiap anak sesuai dengan perkembangan bahasa masing-masing.

DAFTAR RUJUKAN

Ahmadi, A. & Jauhar, M. (2015). Dasar-Dasar Psikolinguistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Chaer, A. (2009). Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.

Cummings, L. (2010). Pragmatik Klinis Kajian Tentang Penggunaan dan Gangguan Bahasa Secara Klinis. Terjemahan oleh Adolina Lefaan, dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dardjowidjojo, S. (2008). Psikolinguistik, Pengantar Pemahaman Bahasa Indonesia. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia.

Fitria, R. N. (2010). Deiksis dalam Bahasa Indonesia Seorang Anak Usia 45 Bulan. Skripsi.

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Universitas Indonesia.

Jumadi. (2013). Wacana, Kekuasaan, dan Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Luthfiyanti, L. (2016). Jenis dan Fungsi Tindak Tutur Guru dan Siswa dalam Proses Belajar Mengajar di TK IT Ukhuwah Banjarmasin. Jurnal Bahasa, Sastra, dan

Pembelajarannya, Volume 6, Nomor 1, hlm. 128-143.

https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/jbsp/article/view/3745/3387

Noviana, M. (2016). Deiksis dalam Novel Mimpi Anak Pulau Karya Abidah El Khalieqy dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas.

Skripsi. FKIP, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Universitas Lampung.

Novita, H. (2018). Pemerolehan Kalimat Bahasa Indonesia Anak Usia Lima Tahun.

Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya, Volume 8, Nomor 2, hlm. 245-255.

https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/jbsp/article/view/5510/4644 Purwo, B. K. (1984). Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Rafiek, M. & Noortyani, R. (2014) . Pemerolehan Fonologi Anak di Tiga PAUD Kecamatan Banjarmasin Utara. Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya, Volume 4, Nomor 2 hlm. 163-187 https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/jbsp/article/view/3704/3350

Rafiek, M. (2018). Psikolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

(18)

192 ǀ Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya

Saihu, M. (2014). Deiksis Persona dalam Kumpulan Puisi Meditasi Rindu Karya Micky Hidayat. Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya, Volume 4, Nomor 1 hlm. 77-82.

https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/jbsp/article/view/3790/3426

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Sumarsono & Partana, P. (2002). Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda.

Usman, M. (2013). Deiksis pada Anak Usia 3-5 Tahun. Aceh: Jurnal Serambi Academica, Volume 1, Nomor 2.

Yule, G. (2014). Pragmatik. Terjemahan oleh Indah Fajar Wahyuni. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengetahui dan memahami kemungkinan permasalahan yang ada atau akan terjadi di kawasan pesisir, pantai dan laut seperti abrasi, sedimentasi/ akresi, kenaikan muka air

Impian beberapa tokoh drama MBE tentang Blessed Islands dapat dipahami sebagai bentuk kompensasi akan ketidakmampuan mereka mengekspresikan gairah cinta mereka dengan bebas

Dengan adanya perbedaan dari beberapa hasil penelitian di atas, yang menunjukkan bahwa tidak selamanya disiplin kerja berpengaruh terhadap prestasi kerja.Oleh karena itu,

Hubungan tingkat implementasi industrialisasi pedesaan dan tingkat kontribusi sektor industri keripik terhadap struktur nafkah rumahtangga pemilik usaha keripik dalam

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perbedaan kadar saponin ekstrak daun waru segar dan daun waru kering menggunakan metode

Sedangkan pada model ketiga, nilai adjusted R square sebesar 0,059 yang menunjukkan bahwa sebesar 5,9% dari nilai PBV dijelaskan oleh variasi nilai VAIC™ dan

Selain daripada faedah semasa lazim, Pemegang Akaun akan menerima Faedah Bonus Bulanan (“Faedah Bonus Bulanan”) seperti yang ditakrifkan dalam Klausa 10 dan/atau