• Tidak ada hasil yang ditemukan

Thesis Detia Tri Yunandar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Thesis Detia Tri Yunandar"

Copied!
278
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Penyuluhan Pembangunan

Minat Utama Manajemen Pengembangan Masyarakat

Oleh:

Detia Tri Yunandar S620907003

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

Disusun oleh: Detia Tri Yunandar

S620907003

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Dr. Zaini Rohmad, M.Pd

NIP. 131 566 687 ... ... Pembimbing II Dr. Ir. Mohd. Harisudin, M.Si

NIP. 132 046 621 ... ...

Mengetahui,

Ketua Program Studi Penyuluhan Pembangunan

(3)

Disusun oleh: Detia Tri Yunandar

S620907003

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Dr. Ir. Hj. Suprapti Supardi, MP

NIP. 130 604 188 ... ... Sekretaris Dr. Ir. Eny Lestari, M.Si

NIP. 131 570 297 ... ... Anggota Penguji 1. Dr. Zaini Rohmad, M.Pd

NIP. 131 566 687

2. Dr. Ir. Mohd. Harisudin, M.Si NIP. 132 046 621

...

...

...

...

Mengetahui

Ketua Program Studi Penyuluhan Pembangunan

Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS

NIP. 130 935 732 ... ...

Prof. Drs. Suranto T., M.Sc., Ph.D. Direktur Program

(4)

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis ini yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengembangan SDM Pertanian di

SPP-SPMA Tanjungsari, Jawa Barat, adalah benar-benar karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis ini.

Surakarta, 28 Mei 2009 Yang membuat pernyataan,

(5)

dari Bapak Mukhromin dan Ibu Ida Rosida Tresnasari.

Pendidikan dasar dan menengah penulis ditempuh di SD Negeri Cihampelas III Bandung, SMP Negeri 15 Bandung, dan SMU Negeri 6 Bandung, masing-masing lulus pada tahun 1992, 1995, dan 1998. Penulis menyelesaikan pendidikan S-1 di Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung, pada tahun 2003. Penulis merupakan pegawai Badan Pengembangan SDM Pertanian, Departemen Pertanian, dan ditugaskan sebagai dosen di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Manokwari dari tahun 2003 sampai dengan sekarang.

(6)
(7)
(8)

atas rahmat-Nya, tesis ini yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengembangan SDM Pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari, Jawa

Barat, dapat diselesaikan oleh penulis.

Tesis ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Februari 2009, di SPP-SPMA Tanjungsari, Sumedang, Jawa Barat.

Banyak pihak yang telah mendukung penulis selama penyelesaian studi, penelitian, dan penyusunan tesis. Berkaitan dengan itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Direktur Program Pascasarjana, Ketua dan Sekretaris Program Studi, yang telah mengizinkan penulis untuk mengikuti pendidikan jenjang magister pada Program Studi Penyuluhan Pembangunan, Minat Utama Manajemen Pengembangan Masyarakat, Program Pascasarjana UNS.

2. Kepala Badan Pengembangan SDM Pertanian, Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Pertanian, dan Ketua STPP Manokwari, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2. 3. Prof. Dr. Ir. Edi Purwanto, M.Sc, yang telah banyak membantu penulis selama

melaksanakan pendidikan di Program Pascasarjana UNS.

(9)

melaksanakan penelitian di lembaga pendidikan yang dipimpinnya.

7. Kepala Tata Usaha dan Kasie Program Pengajaran SPP-SPMA Tanjungsari, yang telah banyak membantu penulis selama penelitian.

8. Drs. Waridi Hendrosaputro, Ir. Subagyo, MM., Ir. Eko Septaningsih, Bambang Agus Rinanto, SP., O’eng Anwarudin, S.Pt., dr. Aprilia Theresia, dan teman-teman, yang telah banyak membantu dan bekerja sama selama penulis mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana UNS.

9. Yan Makabori, SP, M.Si., Aswandi, S.Pt, MP., drh. Samuel Ndahawali, Aminudin, S.TP., Benang Purwanto, SP., Nelfie Sopacua, SP., Nurliana Harahap, SP., Yudi Rustandi, S.ST, Linda Tri Wira Astuti, SP., dan teman-teman di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, yang telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana UNS.

10.Rudi Rusdiana, SP., yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan penelitian di SPP-SPMA Tanjungsari.

11.Siswa-siswa tingkat III SPP-SPMA Tanjungsari T.A. 2008/2009, yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data penelitian.

(10)

Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibunda Ida Rosida Tresnasari dan Ayahanda Mukhromin atas perjuangan dan doanya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada jenjang S2.

Akhirnya, semoga tesis ini dapat bermanfaat terutama dalam pengembangan SDM pertanian untuk pemberdayaan masyarakat dan pembangunan pertanian.

(11)

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

ABSTRAK ... xviii

ABSTRACT ... xix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 14

1. Manfaat Teoritis ... 14

2. Manfaat Praktis ... 14

II. KAJIAN TEORI ... 15

A. Tinjauan Pustaka ... 15

1. Pengembangan Masyarakat (Community Development) .. 15

2. Pemberdayaan (Empowerment) sebagai Esensi dari Pengembangan Masyarakat ... 21

3. Pendidikan sebagai Proses Pemberdayaan ... 23

4. Peranan Pendidikan dalam Pemberdayaan Masyarakat Petani Melalui Pengembangan SDM Pertanian ... 30

5. Pre-Service Training, Salah Satu Bentuk Pendidikan dalam Arti Sempit untuk Pengembangan SDM Pertanian ... 32

(12)

7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengembangan SDM Pertanian Melalui Strategi

Pre-Service Training ... 35

8. Penelitian yang Relevan ... 55

B. Kerangka Berpikir ... 56

C. Hipotesis ... 61

III. METODE PENELITIAN ... 62

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 62

B. Desain Penelitian ... 63

C. Populasi dan Sampel ... 64

D. Teknik Penarikan Sampel ... 64

E. Data dan Sumber Data ... 65

F. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 66

1. Teknik Pengumpulan Data ... 66

2. Instrumen Penelitian ... 67

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 67

H. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ... 69

I. Teknik Analisis Data ... 78

1. Analisis Statistik Deskriptif ... 78

2. Uji Prasyarat Analisis ... 79

3. Analisis Regresi Linear Berganda ... 80

4. Analisis Koefisien Determinasi (R2) ... 83

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 85

A. Hasil dan Analisis Data Penelitian ... 85

1. Gambaran Umum SPP-SPMA Tanjungsari ... 85

2. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 96

(13)

4. Uji Prasyarat Analisis ... 128

5. Uji Hipotesis dengan Teknik Analisis Regresi Linear Berganda ... 131

6. Analisis Koefisien Determinasi (R2) ... 140

B. Pembahasan ... 142

1. Pengaruh Faktor Peserta Didik, Tenaga Kependidikan, Kurikulum, Sarana dan Prasarana, Lingkungan Keluarga, dan Lingkungan Masyarakat terhadap Keberhasilan Pengembangan SDM Pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari ... 142

2. Faktor yang Paling Berpengaruh terhadap Keberhasilan Pengembangan SDM Pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari ... 183

V. PENUTUP ... 187

A. Kesimpulan ... 187

B. Implikasi ... 189

C. Saran ... 190

DAFTAR PUSTAKA ... 192

(14)

Tahun 2003 ... 6

2. Data dan Sumber Data ... 66

3. Kriteria dan Bobot Nilai Rata-Rata Hasil Belajar ... 76

4. Kriteria dan Bobot Tingkat Kehadiran ... 77

5. Kriteria dan Bobot Status Keanggotaan dalam Organisasi ... 77

6. Keadaan SDM di SPP-SPMA Tanjungsari pada Tahun Ajaran 2008/2009 ... 88

7. Kurikulum SPP-SPMA Tanjungsari ... 89

8. Interpretasi Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian untuk Variabel X1, X2, X3, X4, X5, dan X6 dengan Statistik Korelasi Butir-Total Menggunakan Rumus Korelasi Product Moment ... 97

9. Interpretasi Hasil Uji Reliabilias Instrumen Penelitian untuk Variabel X1, X2, X3, X4, X5, dan X6 dengan Statistik Alpha Cronbach ... 102

10. Keadaan Pendaftar dan Peserta Didik di SPP-SPMA Tanjungsari .. 104

11. Keadaan Peserta Didik per Program Studi pada T.A. 2008/2009 .... 104

12. Keadaan SDM Guru di SPP-SPMA Tanjungsari pada T.A. 2008/2009 ... 108

13. Interpretasi Hasil Uji Normalitas Data X1, X2, X3, X4, X5, X6, dan Y dengan Statistik Anderson-Darling Test pada Taraf Signifikansi 5% (α = 0,05) ... 129

14. Hasil Uji Asumsi Multicollinearity dengan Analisis Statistik VIF .. 136

15. Daftar ANAVA Variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6, dan Y ... 138

16. Daftar Hasil Uji t pada Taraf Signifikansi 5% ... 139

17. Hasil Analisis Koefsien Determinasi (R2) Berganda ... 140

(15)

2. Kerangka Berpikir Penelitian ... 60

3. Kecenderungan Nilai Faktor Peserta Didik (X1) ... 105

4. Kecenderungan Nilai Faktor Tenaga Kependidikan (X2) ... 109

5. Kecenderungan Nilai Faktor Kurikulum (X3) ... 112

6. Kecenderungan Nilai Faktor Sarana dan Prasarana (X4) ... 116

7. Kecenderungan Nilai Faktor Lingkungan Keluarga (X5) ... 119

8. Kecenderungan Nilai Faktor Lingkungan Masyarakat (X6) ... 121

9. Kecenderungan Nilai Keberhasilan Pengembangan SDM Pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari (Y) ... 125

10. Hasil Uji Asumsi Linearitas Model Regresi = - 8,68 + 0,181 X1 + 0,310 X2 + 0,196 X3 + 0,129 X4 + 0,257 X5 + 0,216 X6 ... 133

11. Hasil Uji Asumsi Normalitas Residual ... 134

(16)

2. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 199

3. Kuesioner pada Uji Instrumen ... 202

4. Kuesioner Penelitian ... 207

5. Perhitungan untuk Penentuan Kriteria Nilai Variabel ... 214

6. Daftar Peserta dan Hasil Uji Instrumen ... 215

7. Contoh Output Program Statistik Minitab 15 untuk Uji Validitas Instrumen Variabel X1 dengan Analisis Korelasi Product Moment dari Pearson pada α = 0,05 ... 222

8. Output Program Statistik SPSS 16 untuk Uji Reliabilitas Instrumen dengan Metode Alpha Cronbach ... 223

9. Daftar Nama Responden Penelitian ... 225

10. Data Karateristik Sosial-Ekonomi Responden ... 226

11. Sebaran Data, Kecenderungan dan Rata-Rata Nilai Faktor Peserta Didik (X1) ... 229

12. Sebaran Data, Kecenderungan dan Rata-Rata Nilai Faktor Tenaga Kependidikan (X2) ... 232

13. Sebaran Data, Kecenderungan dan Rata-Rata Nilai Faktor Kurikulum (X3) ... 235

14. Sebaran Data, Kecenderungan dan Rata-Rata Nilai Faktor Sarana dan Prasarana (X4) ... 238

15. Sebaran Data, Kecenderungan dan Rata-Rata Nilai Faktor Lingkungan Keluarga (X5) ... 241

16. Sebaran Data, Kecenderungan dan Rata-Rata Nilai Faktor Lingkungan Masyarakat (X6) ... 244

17. Sebaran Data, Kecenderungan dan Rata-Rata Nilai Keberhasilan Pengembangan SDM Pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari (Y) ... 247

(17)

19. Hasil Uji Homogenitas Data X1, X2, X3, X4, X5, X6, dan Y dengan Statistik Barlett’s Test pada α=0,05 dengan Menggunakan Alat Bantu Program Statistik Minitab 15 ... 256 20. Output Program Statistik Minitab 15 untuk Analisis Regresi Linear

Berganda Y Atas X1, X2, X3, X4, X5, dan X6 ... 257 21. Output Program Statistik SPSS 16 untuk Analisis Koefisien Korelasi

(18)

Jawa Barat. Tesis: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan rendahnya kualitas SDM pertanian masih menjadi kendala utama dalam pembangunan pertanian di Indonesia. Oleh karena itu, perlu terus ditingkatkan upaya pengembangan SDM pertanian.

Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh faktor peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana dan prasarana, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat terhadap keberhasilan pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari. Penelitian telah dilaksanakan di SPP-SPMA Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, mulai bulan Januari sampai dengan Februari 2009.

Jenis penelitian yaitu penelitian survai. Populasi penelitian adalah peserta didik tingkat III SPP-SPMA Tanjungsari pada tiga program studi yang seluruhnya berjumlah 164 peserta didik. Sampel penelitian ditentukan sebanyak 82 peserta didik responden dengan menggunakan teknik cluster proportional random sampling. Variabel penelitian meliputi variabel independen yang terdiri dari: faktor peserta didik (X1), tenaga kependidikan (X2), kurikulum (X3), sarana dan prasarana (X4), lingkungan keluarga (X5), dan lingkungan masyarakat (X6); dan variabel dependen yaitu keberhasilan pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari (Y). Pada penelitian digunakan instrumen jenis Rating Scale. Uji validitas dan reliabilitas instrumen telah dilaksanakan terhadap 26 peserta didik non-responden. Teknik analisis data meliputi analisis statistik deskriptif untuk mendeskripsikan data penelitian, analisis regresi linear berganda untuk memprediksi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dan analisis koefisien determinasi untuk menentukan derajat pengaruhnya.

(19)

Java. Thesis: Post Graduate Program of Sebelas Maret University.

Problem of low quality of agriculture human resource still become the main constraint in agriculture development in Indonesia. Therefore, it is very important to improve the efforts of agriculture human resource development continuously.

The goals of the study was to description the influence of student, teacher, curriculum, facilities and basic facilities, family environment, and society environment factors, toward the success of agriculture human resource development in SPP-SPMA Tanjungsari. The study was performed in SPP-SPMA Tanjungsari, Sumedang sub-district, West Java province, from January until February 2009.

The type of study was a survey research. Population of study was 164 students at level III in SPP-SPMA Tanjungsari. There are 3 sources of varieties on population. Sample of study determined 82 students as responder by using cluster proportional random sampling technique. The variables of study were include independent variables which consist of 6 factors that covered student (X1), teacher (X2), curriculum (X3), facilities and basic facilities (X4), family environment (X5), and society environment (X6) factors; and dependent variable that covered the success of agriculture human resource development in SPP-SPMA Tanjungsari (Y). The instrument of study was Rating Scale type. Instrument validity and reliability tests were conducted to 26 non-responder students. The analysis tools were descriptive analysis to describe the data of study, multiple regression linear analysis to predict the influence of the independent variables toward the dependent variable, and determination coefficient analysis to determine degree of the influence.

Result of study indicated that student, teacher, curriculum, facilities and basic facilities, family environment, and society environment factors either together and also partial have positive and significant influences toward the success of agriculture human resource development in SPP-SPMA Tanjungsari. The result of study shown by value of Fcount = 134,02 which more higher than F0,05(6,75) = 2,21; value of tcount for X1 = 5,20, X2 = 8,44, X3 = 4,48, X4 = 4,03, X5 = 7,18, and X6 = 5,93, which entirely more higher than t0,05(75) = 1,67; and also

coefficient of regression related to X1 = 0,181, X2 = 0,310, X3 = 0,196, X4 = 0,129, X5 = 0,257, and X6 = 0,216, which all of them were positive. Analysis

(20)

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya memiliki mata pencaharian di sektor pertanian. Mardikanto (1993:7-8), mengemukakan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia masih hidup di sektor pertanian, atau menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian. Berdasarkan data BPS tahun 2006, diketahui bahwa sekitar 40-50 persen tenaga kerja Indonesia memiliki mata pencaharian di sektor pertanian (Departemen Pertanian, 2006a:1).

Pertanian memiliki arti dan peran penting bagi seluruh rakyat dan bangsa Indonesia. Menurut Krisnamurthi (2006:6-7), arti penting pertanian dapat dilihat secara proporsional dan kontekstual. Secara proporsional pertanian memiliki arti penting dalam posisinya bersama dengan bidang dan sektor lain dilihat dari perannya bagi kesejahteraan dan berbagai dimensi kehidupan masyarakat. Arti penting secara proporsional tidak dimaksudkan untuk menjadikan bidang dan sektor lain menjadi lebih tidak penting, tetapi justru menekankan keterkaitan, saling ketergantungan, dan sinergi.

(21)

adalah peningkatan kesadaran adanya kebutuhan akan energi terbarukan antara lain melalui biofuel, atau peningkatan permintaan akan makanan yang segar dan sehat, peningkatan kebutuhan bio-medicine, kebutuhan sandang dan papan, lingkungan pemukiman yang hijau dan segar, dan berbagai prospek lain menunjukkan bahwa pertanian akan tetap, bahkan semakin penting di masa yang akan datang. Pentingnya pertanian justru datang dari konteks yang sangat aktual dan modern dan sama sekali bukan karena keadaan masa lalu.

Berkaitan dengan peran pentingnya, sektor pertanian di Indonesia memiliki peran langsung dan tidak langsung dalam perekonomian nasional. Peran langsung sektor pertanian adalah melalui pembentukan PDB, penyediaan sumber devisa melalui ekspor, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja dan perbaikan pendapatan masyarakat. Di sisi lain, peran tidak langsung sektor pertanian adalah melalui efek pengganda (multiplier effect) berupa keterkaitan input-output antar industri, konsumsi dan investasi (Departemen Pertanian, 2006a:1).

(22)

penerimaan devisa. Selama terjadinya krisis ekonomi, penyerapan tenaga kerja secara nasional mengalami penurunan sebanyak 6,4 juta orang atau sekitar 2,13 persen, tetapi sektor pertanian mampu menciptakan lapangan kerja baru sebanyak 432.350 orang. Dalam penerimaan devisa, peningkatan ekspor pertanian selama masa krisis ekonomi (1997-1998) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata peningkatan ekspor pertanian sebelum krisis (1997). Selama periode 1982-1997, ekspor pertanian rata-rata hanya sebesar 4,5 persen per tahun, sementara ekspor pertanian tahun 1998 naik sebesar 26,5 persen dibandingkan ekspor pertanian tahun 1997. Peningkatan ekspor pertanian tersebut terutama berasal dari produk agroindustri yang berbasis sumber daya lokal, seperti minyak atsiri, asam lemak, dan barang anyaman. Petani di beberapa wilayah Indonesia, di saat krisis ekonomi tahun 1997 bahkan dapat menikmati harga yang tinggi dari berbagai komoditas perkebunan seperti coklat, kopi dan kelapa sawit (Departemen Pertanian, 2006a:2-5). Setelah krisis ekonomi pada tahun 1998-1999, hanya petani yang mampu secara konsisten melakukan investasi dan peningkatan produksi pertanian (Yapadi, 2006:2).

(23)

Revitalisasi pertanian merupakan kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting (re-vital-isasi) pertanian secara proporsional dan kontekstual. Revitalisasi pertanian juga diartikan sebagai usaha, proses, dan kebijakan untuk menyegarkan kembali daya hidup pertanian, memberdayakan kemampuannya, membangun daya saingnya, meningkatkan kinerjanya, serta menyejahterakan pelakunya, terutama petani, peternak, nelayan, dan petani hutan; sebagai bagian dari usaha untuk menyejahterakan seluruh rakyat (Krisnamurthi, 2006:6-7).

Revitalisasi pertanian telah ditetapkan sebagai salah satu prioritas dalam Agenda dan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2004-2009. Revitalisasi Pertanian diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan sebagian besar rakyat dan meletakkan landasan yang kokoh bagi pembangunan perekonomian nasional (Departemen Pertanian, 2006b:38).

Implementasi dari revitalisasi pertanian adalah pembangunan pertanian secara optimal dan berkualitas. Dalam hal ini, pembangunan pertanian harus terus dipacu produktivitasnya, baik kuantitas maupun kualitasnya, dengan selalu menerapkan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan.

Pengoptimalan pembangunan pertanian yang berkualitas menuntut dukungan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas pula. Namun, pada kenyataannya hingga saat ini pembangunan pertanian di Indonesia masih menghadapi permasalahan rendahnya kualitas SDM pertanian, khususnya petani.

(24)

65,4 persen di antaranya berada di pedesaan, dan 53,9 persen adalah petani. Tahun 2003, dari 24,3 juta rumah tangga petani (yang berbasis lahan/land-base farmers), 20,1 juta atau sekitar 82,7 persen di antaranya dapat dikategorikan miskin.

Sensus pertanian 2003 juga memberikan gambaran serupa tentang seriusnya masalah kemiskinan dan ketidaksejahteraan petani. Tabel 1 menunjukkan bahwa sejak tahun 1993 jumlah petani di Indonesia telah bertambah dari sekitar 20,8 juta menjadi 25,4 juta rumah tangga tahun 2003, atau dengan laju pertambahan sekitar 2,2 persen per tahun. Dari pertambahan tersebut, jumlah petani gurem yaitu petani dengan luas lahan kurang dari 0,5 hektar, bertambah dari sekitar 10,8 juta atau sekitar 52,7 persen dari total rumah tangga petani pada tahun 1993 menjadi 13,7 juta pada tahun 2003 atau sekitar 56,5 persen. Pertambahan petani gurem ini mencapai 2,6 persen per tahun, atau lebih besar dari pertambahan jumlah petani. Artinya, petani yang bertambah di Indonesia adalah petani yang (lebih) gurem, yang jelas mengindikasikan permasalahan kemiskinan yang serius di pertanian (Krisnamurthi, 2006:10-11).

Keadaan pendidikan petani tidak jauh berbeda dengan keadaan perekonomiannya. Tingkat pendidikan petani/peternak pada umumnya rendah, yaitu 81,7 % tidak tamat dan tamat SD (Departemen Pertanian, 2006a:22).

(25)

tahun terakhir, kemajuan pendidikan relatif berjalan lambat (Departemen Pertanian, 2006b:26).

Tabel 1. Perkembangan Rumah Tangga Petani Berdasarkan Sensus Pertanian Tahun 2003

1993 2003 Pertambahan Jumlah Rumah Tangga Petani (juta RTP) 20,8 25,4 2,2 % per tahun Jumlah Petani ’Gurem’ (juta RTP) 10,8 13,7 2,6 % per tahun

Porsi Petani ’Gurem’ 52,7 % 56,5 % -

Porsi Petani ’Gurem’ di Jawa 69,8 % 74,9 % -

Sumber: BPS, dalam Krisnamurthi (2006:11).

Lemahnya perekonomian dan pendidikan masyarakat petani menyebabkan rendahnya kualitas, mentalitas, dan keterampilan petani. Rendahnya kualitas petani terkait dengan rendahnya tingkat pendidikan. Sedangkan rendahnya mentalitas petani antara lain dicirikan oleh usaha pertanian yang berorientasi jangka pendek, mengejar keuntungan sesaat, serta belum memiliki wawasan bisnis luas. Selain itu, banyak petani menjadi sangat tergantung pada bantuan/pemberian pemerintah. Keterampilan petani yang rendah juga terkait dengan rendahnya pendidikan dan kurang dikembangkannya kearifan lokal atau indigenous knowledge (Departemen Pertanian, 2006b:26).

(26)

memadai. Artinya, tanpa didukung oleh SDM pertanian yang berkualitas, maka pembangunan pertanian untuk mewujudkan tujuan revitalisasi pertanian tidak mungkin dapat tercapai.

Berkaitan dengan arti penting pertanian dan kenyataan rendahnya kualitas SDM pertanian khususnya petani, maka sudah seharusnya upaya pengembangan SDM pertanian menjadi prioritas dalam pembangunan pertanian. Melalui upaya pengembangan SDM, maka akan dihasilkan SDM pertanian berkualitas yang mampu mendukung pembangunan pertanian dan revitalisasi pertanian.

Pengembangan SDM pertanian dapat dilaksanakan melalui strategi pendidikan. Fatah (2006:398-399) mengemukakan bahwa esensi pendidikan adalah untuk mengembangkan sumber daya manusia. Pengembangan sumber daya manusia yang bertumpu pada pendidikan ini, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja manusianya dan sekaligus untuk meningkatkan taraf hidup manusianya.

(27)

rangka mempersiapkan masyarakat pertanian untuk dapat meningkatkan keberdayaannya. Kemudian Kartasasmita (1996), dalam Zubaedi (2007:103), mengemukakan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat harus dilakukan melalui tiga arah. Pertama, menciptakan suasana iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dan ketiga, melindungi masyarakat (protection). Pemberdayaan melalui upaya memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering strategy), mengandung arti bahwa langkah pemberdayaan harus diupayakan melalui aksi-aksi nyata di antaranya yaitu pendidikan.

Pengembangan SDM pertanian dengan strategi pendidikan dapat dilaksanakan melalui proses pendidikan dalam arti yang sempit, salah satunya yaitu melalui pre-service training di Sekolah Pembangunan Pertanian – Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPP-SPMA) Tanjungsari.

SPP-SPMA Tanjungsari merupakan lembaga pendidikan yang melaksanakan pendidikan dan pelatihan bidang pertanian. SPP-SPMA ini dikelola oleh Yayasan Darmaloka, yaitu yayasan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang bergerak di bidang pendidikan.

(28)

Dalam hal ini, SPP-SPMA Tanjungsari dapat dikatakan melaksanakan proses pendidikan untuk menyiapkan SDM penyuluh atau pemberdaya masyarakat petani yang berkualitas, yang mampu melakukan pekerjaan atau tugas seorang penyuluh atau pemberdaya petani secara profesional. Kemudian, kurikulum yang diterapkan di SPP-SPMA Tanjungsari tidak terdiri dari mata pelajaran – mata pelajaran sebagaimana kurikulum sekolah pada umumnya, tetapi meliputi sejumlah Program Diklat yang dikelompokkan menjadi Program Normatif, Adaptif, dan Produktif. Untuk Program Produktif, bobot materi terdiri dari 30 persen teori dan 70 persen praktik. Kurikulum demikian telah mengadopsi kurikulum program pendidikan dan pelatihan (training). Di samping itu, SPP-SPMA Tanjungsari juga berusaha menghasilkan SDM pertanian yang tersertifikasi. Menurut SIL International (1999:1), salah satu tujuan pre-service training adalah agar seseorang tersertifikasi terlebih dahulu sebelum dapat memulai melaksanakan tugas atau pekerjaan.

(29)

Pada dasarnya, pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari sangat relevan dengan upaya pemecahan permasalahan rendahnya kualitas SDM pertanian khususnya petani. Pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari lebih diarahkan untuk menghasilkan SDM penyuluh atau pemberdaya masyarakat petani yang berkualitas melalui kegiatan pre-service training. Sehingga jelas bahwa pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari secara nyata dapat turut mendukung upaya peningkatan kualitas masyarakat petani, yaitu melalui penyuluhan atau pemberdayaan masyarakat petani.

Adanya kontribusi nyata dari pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari terhadap upaya pemecahan permasalahan rendahnya kualitas SDM pertanian yang merupakan permasalahan pokok dalam pembangunan pertanian saat ini, telah menunjukkan pentingnya upaya pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari, sehingga perlu adanya tindakan-tindakan konkrit untuk mendukung keberhasilannya.

(30)

kependidikan, kurikulum, sarana dan prasarana, serta lingkungan keluarga dan masyarakat. Soedijarto (1997:87) mengemukakan bahwa mutu hasil pendidikan pada hakekatnya adalah fungsi dari berinteraksinya: peserta didik dengan latar belakang sosial ekonomi kultural, kemampuan dasar kognitif, dan motivasinya; tenaga kependidikan (guru); sistem kurikulum dengan materi kurikulum yang direncanakan, proses belajar-mengajar, sistem evaluasi, dan manajemen kurikulumnya; waktu belajar, fasilitas dan lingkungan keluarga dan masyarakat.

(31)

B. Perumusan Masalah

Pembangunan pertanian masih menghadapi permasalahan utama berupa rendahnya kualitas SDM pertanian. Oleh karena itu, perlu terus ditingkatkan upaya pengembangan SDM pertanian, baik kuantitas maupun kualitasnya.

SPP-SPMA Tanjungsari memiliki peranan nyata dalam pengembangan SDM pertanian. Dalam rangka membantu mengatasi permasalahan kualitas SDM pertanian yang rendah untuk mewujudkan keberhasilan pembangunan pertanian secara umum, maka penting untuk mendukung keberhasilan pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari.

Berdasarkan uraian latar belakang diketahui bahwa keberhasilan pengembangan sumber daya manusia yang ditempuh dengan strategi pendidikan, termasuk pre-service training, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana dan prasarana, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat. Berkaitan dengan itu, dapat dirumuskan permasalahan penelitian, yaitu secara umum apakah faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari. Secara rinci, dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah faktor peserta didik berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari?

2. Apakah faktor tenaga kependidikan berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari?

(32)

4. Apakah faktor sarana dan prasarana berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari?

5. Apakah faktor lingkungan keluarga berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari?

6. Apakah faktor lingkungan masyarakat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari. Secara rinci, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan pengaruh faktor peserta didik terhadap keberhasilan

pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari.

2. Untuk mendeskripsikan pengaruh faktor tenaga kependidikan terhadap keberhasilan pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari. 3. Untuk mendeskripsikan pengaruh faktor kurikulum terhadap keberhasilan

pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari.

4. Untuk mendeskripsikan pengaruh faktor sarana dan prasarana terhadap keberhasilan pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari. 5. Untuk mendeskripsikan pengaruh faktor lingkungan keluarga terhadap

keberhasilan pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA Tanjungsari. 6. Untuk mendeskripsikan pengaruh faktor lingkungan masyarakat terhadap

(33)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian terdiri dari manfaat praktis dan manfaat teoritis.

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis penelitian yaitu memberikan gambaran yang sebenarnya di lapangan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan SDM pertanian yang dilaksanakan dengan strategi pendidikan, dalam hal ini melalui kegiatan pre-service training, sehingga dapat dijadikan bahan dalam pengembangan teori yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat petani dan pengembangan SDM pertanian.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian dapat digunakan oleh SPMA Tanjungsari dan SPP-SPMA lainnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pemerintah provinsi atau kota/kabupaten lainnya yang mengelola SPP-SPMA, dan juga Badan Pengembangan SDM Pertanian Departemen Pertanian yang masih mengelola tiga SPP-SPMA, sebagai bahan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program pengembangan SDM pertanian di SPP-SPMA.

(34)

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengembangan Masyarakat (Community Development)

Perserikatan Bangsa-Bangsa mendefinisikan pengembangan masyarakat atau community development sebagai berikut:

as the process by which the efforts of the people themselves are united with those of governmental authorities to improve the economic, social and cultural conditions of communities, to integrade these communities into the life of the nations, and to enable them to contribute fully to national progress.

Definisi tersebut menekankan bahwa pembangunan masyarakat merupakan suatu proses pengintegrasian usaha-usaha atau potensi-potensi yang

dimiliki masyarakat dengan sumber daya yang dimiliki pemerintah, untuk memperbaiki kondisi ekonomi, sosial, dan budaya, dan mengintegrasikan masyarakat di dalam konteks kehidupan berbangsa, serta memberdayakan mereka agar mampu memberikan kontribusi secara penuh untuk mencapai kemajuan pada level nasional (Tiyanto dkk., 2006:90).

(35)

atau bentuk kekuasaan lainnya di luar masyarakat. Substansi filosofi dari community development adalah terjadinya perubahan sosial oleh dan untuk masyarakat. Tetapi, dewasa ini telah terjadi pergeseran filosofi community development sebagai implikasi dari perubahan paradigma pembangunan. Sejak diterapkannya pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan, pemerintah pun mulai melaksanakan berbagai program yang berbasis community development.

Ife (2002:200-225), mengemukakan 26 prinsip community development yang dikelompokkan ke dalam prinsip ekologis, prinsip keadilan sosial, prinsip menghargai lokal, prinsip proses, serta prinsip global dan lokal, sebagai berikut: a. Prinsip-prinsip ekologis (ecological principles), terdiri dari:

- Holisme (Holism) atau menyeluruh. Prinsip ini diterapkan pada seluruh aspek community development, yaitu pada tahap analisis dan praktik. Pada tahap analisis penting untuk mengambil perspektif sistemik, pada tahap praktik menekankan pentingnya ripple effect atau efek riakan air.

- Keberlanjutan (sustainability). Community development memerlukan penggunaan sumber daya tidak dapat diperbaharui dan yang menimbulkan efek negatif secara minimal, atau bahkan dihindarkan.

(36)

- Pembangunan bersifat organik (organic development). Masyarakat bersifat organik, sehingga harus dipahami bahwa community development merupakan proses yang kompleks dan dinamis.

- Pembangunan yang seimbang (balanced development), artinya harus meliputi seluruh aspek dalam masyarakat, meliputi dimensi sosial, ekonomi, politik, budaya, lingkungan, dan pribadi/spiritual.

b. Prinsip keadilan sosial (social justice principles), terdiri dari:

- Memusatkan perhatian pada keadaan struktur yang merugikan (addressing structural disadvantage). Aktivitas community development harus selalu melawan dan mengatasi keadaan ketertindasan kelas, gender, dan ras/etnik.

- Memusatkan perhatian pada wacana yang merugikan (addressing discourses of disadvantage). Aktivitas community development harus dapat mempengaruhi wacana-wacana penguasa untuk menghindari suatu kekuasaan secara efektif mengistimewakan sebagian orang, dan memarginalkan sebagian orang yang lainnya.

- Pemberdayaan (empowerment). Pemberdayaan harus menjadi tujuan dari semua community development.

(37)

- Hak asasi manusia (human rights). Community development harus memahami dan berkomitmen akan hak dasar manusia.

c. Prinsip menghargai lokal (valuing the local principles), terdiri dari:

- Menghargai pengetahuan lokal (valuing local knowledge), artinya pengetahuan dan keahlian lokal harus menjadi yang paling dihargai dalam community development, dan pengetahuan serta keahlian lokal harus dapat diidentifikasi dan diakui.

- Menghargai kebudayaan lokal (valuing local culture). Prinsip ini menuntut adanya perhatian terhadap kebudayaan lokal, serta proses dan tradisi kebudayaan lokal harus diakui dan didukung, menjadi bagian dari proses community development.

- Menghargai sumber daya lokal (valuing local resources). Community development harus memiliki tujuan untuk memperkuat ketergantungan masyarakat pada dirinya sendiri (self reliance) selama memungkinkan. - Menghargai keahlian lokal (valuing local skills). Seorang community

worker harus selalu menyatakan bahwa anggota masyarakat memiliki keahlian yang penting, dan keahliannya tersebut akan mengendalikan proses community development.

(38)

d. Prinsip proses (process principles), terdiri dari:

- Proses, hasil, dan visi (process, outcome and vision). Proses dan hasil adalah terintegrasi. Dalam community development penting untuk memadukan visi dalam setiap pertimbangan proses, dan visi menyediakan tujuan bagi proses.

- Keterpaduan proses (the integrity of process). Hasil dan tujuan dalam community development adalah untuk membangun proses komunitas yang berdaya. Karena itu, proses harus disesuaikan dengan harapan dari visi dan tujuan.

- Meningkatkan kesadaran (consciousness raising). Terdapat empat aspek dalam meningkatkan kesadaran: mengkaitkan pribadi dan politik, membangun hubungan dialogis, berbagi pengalaman penindasan, dan membuka kemungkinan untuk aksi.

- Partisipasi (participation). Community development harus memaksimalkan partisipasi, dengan tujuan menjadikan setiap orang dalam komunitas ikut serta secara aktif dalam proses dan aktivitas komunitas, dan untuk menciptakan kembali masa depan individu dan komunitas.

- Kerjasama dan konsensus (cooperation and consensus). Community development harus bertujuan mendirikan struktur dan proses alternatif, yang memiliki dasar pemikiran pada kerjasama, bukan konflik. Konsensus dalam pengambilan keputusan merupakan satu di antaranya.

(39)

dilaksanakan. Dan community development yang sukses akan bergerak dengan langkah komunitas itu sendiri.

- Damai dan tanpa kekerasan (peace and non-violence). Penting bagi community development untuk merubah struktur kekerasan dan melakukan sesuatu dengan cara yang tanpa kekerasan.

- Inklusif atau keterbukaan (inclusiveness). Prinsip inklusif pada community development menuntut perlunya proses yang selalu mengajak masyarakat. - Membangun masyarakat (community building). Proses community

development harus selalu mengajak komunitas bersama, untuk memperkuat ikatan di antara anggota komunitas, dan untuk menekankan gagasan saling ketergantungan satu sama lain.

e. Prinsip lokal dan global (global and local principles), terdiri dari:

- Mengkaitkan lokal dan global (linking the global and the local). Dalam memahami suatu komunitas, seorang worker harus mampu memahami global sebagaimana memahami lokal, dan bagaimana keduanya berinteraksi.

(40)

2. Pemberdayaan (Empowerment) sebagai Esensi dari Pengembangan Masyarakat

Pemberdayaan adalah salah satu kajian penting dari community development. Menurut Taruna (2000), yang dikaji dalam community development meliputi: (i) perubahan sosial (social change); (ii) organisasi masyarakat (community organization); (iii) penyuluhan masyarakat (extension education); (iv) pengembangan perdesaan (rural development); dan (v) pemberdayaan masyarakat (community empowering).

Konsep pemberdayaan menjadi basis utama dalam pembangunan masyarakat (community development). Pemberdayaan atau empowerment memiliki makna membangkitkan sumber daya, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas dalam menentukan masa depan mereka (Suparjan dan Suyatno, 2003:37). Menurut Hikmat (2006:3), konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan.

Pemberdayaan secara singkat dapat diartikan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan dan kemampuan kepada masyarakat untuk mampu dan berani bersuara, serta kemampuan dan keberanian untuk memilih alternatif perbaikan kehidupan yang terbaik (Mardikanto, 2007:100).

(41)

Pemberdayaan masyarakat pada intinya adalah mengupayakan pengembangan terhadap klien (individu, kelompok atau masyarakat umum) dari kondisi yang tidak berdaya menjadi kondisi yang berdaya untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik (Tiyanto dkk., 2006:103). Pemberdayaan pada hakekatnya mencakup dua aspek yaitu to give or authority to dan to give ability to or enable. Dalam pengertian pertama, pemberdayaan memiliki makna memberi kekuasaan, mengalihkan kekuasaan dan mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan dalam pengertian kedua, pemberdayaan diartikan sebagai upaya untuk memberi kemampuan atau keberdayaan (Suparjan dan Suyatno, 2003:43).

Menurut Tiyanto dkk. (2006:105-106), pemberdayaan yang komprehensif, meliputi :

a. Pemberdayaan politik, yaitu untuk meningkatkan kesadaran kritis masyarakat, sehingga dapat lebih tanggap terhadap persoalan ataupun kebijakan yang sebenarnya merugikan mereka, melalui proses demokratisasi.

b. Pemberdayaan ekonomi, yaitu pengelolaan sumber daya lokal yang berbasis masyarakat haruslah dijadikan agenda penting dalam kebijakan ekonomi. c. Pemberdayaan sosial, perlindungan masyarakat dari dampak negatif

neoliberalisme, melalui keterlibatan negara, seperti perlindungan dan jaminan sosial terhadap buruh. Memperkuat modal sosial seperti solidaritas sosial dan gotong royong.

(42)

3. Pendidikan sebagai Proses Pemberdayaan a. Pengertian Pendidikan

Berakar dari bahasa Latin ’educare’, pendidikan dapat diartikan sebagai pembimbingan secara berkelanjutan (to lead forth). Suhartono (2008:43-50) mengartikan pendidikan dari sudut pandang yang luas dan sempit.

Menurut sudut pandang yang luas, pendidikan adalah segala jenis pengalaman kehidupan yang mendorong timbulnya minat belajar untuk mengetahui dan kemudian bisa mengerjakan sesuatu hal yang telah diketahui itu. Keadaan seperti itu berlangsung di dalam segala jenis dan bentuk lingkungan sosial sepanjang kehidupan. Selanjutnya, setiap jenis dan bentuk lingkungan itu mempengaruhi pertumbuhan individu dalam hal potensi-potensi fisik, spiritual, individual, sosial, dan religius, sehingga menjadi manusia seutuhnya, manusia yang menyatu dengan jenis dan sifat khusus lingkungan setempat.

Menurut pendekatan dari sudut sempit, pendidikan merupakan seluruh kegiatan yang direncanakan serta dilaksanakan secara teratur dan terarah di lembaga pendidikan sekolah. Pendidikan diartikan sebagai sistem persekolahan. Dalam hal ini, pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana yang diselenggarakan oleh institusi persekolahan (school education) untuk membimbing dan melatih peserta didik agar tumbuh kesadaran tentang eksistensi dan kemampuan menyelesaikan setiap persoalan kehidupan yang muncul.

(43)

segala lingkungan di mana ia berada, di segala waktu, dan merupakan hak dan kewajiban bagi siapa pun, serta terlepas dari diskriminasi apa pun.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sa’ud dan Makmun (2006:6-8) mengemukakan bahwa pendidikan merupakan upaya yang dapat mempercepat pengembangan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosional, moral, serta keimanan dan ketakwaan manusia. Menurut Suryono (2008:16-17), pendidikan dikatakan sebagai proses sadar pengembangan kecakapan manusia. Dalam pengertian ini pendidikan berfungsi untuk mengembangkan semua potensi manusia yang dimilikinya secara individual.

(44)

misalnya sekolah. Ada definisi yang lebih luas dan mencakup pendidikan non formal atau proses belajar di luar struktur kelembagaan tersebut misalnya dari program radio.

Pendidikan dapat dinyatakan sebagai suatu sistem dengan komponen yang saling berhubungan dan mempengaruhi, minimal sebagai berikut (Sa’ud dan Makmun, 2006:6-8):

- Individu peserta didik yang memiliki potensi dan kemauan untuk berkembang dan dikembangkan semaksimal mungkin.

- Individu peserta didik yang mewakili unsur upaya sengaja, terencana, efektif, efisien, produktif, dan kreatif.

- Hubungan antara pendidik dan peserta didik yang dapat dinyatakan sebagai situasi pendidikan yang menjadi landasan tempat berpijak, tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindakan pendidikan.

- Struktur sosiokultural yang mewakili lingkungan (environment), di antaranya berupa norma yang bersumber dari alam, budaya atau religi.

- Tujuan yang disepakati bersama yang mengejawantah karena hubungan antara pendidik dan peserta didik dan tidak bertentangan dengan tuntutan normatif sosiokultural masyarakat.

b. Ruang Lingkup Pendidikan

(45)

tujuan pendidikan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.

Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.

Jalur pendidikan non-formal merupakan salah satu kajian penting dalam studi pemberdayaan masyarakat. Bentuk pendidikan non-formal dapat meliputi (Triyadi, 2006:5):

- Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills) - Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) - Pendidikan Keaksaraan

- Pendidikan Kesetaraan

(46)

- Pendidikan Kepemudaan

Salah satu kajian utama pendidikan non-formal adalah pelatihan (training). Berdasarkan bentuknya, pelatihan dapat meliputi on-job service training, in-service training, dan pre-service training. On-job service training yaitu pelatihan bagi orang yang sudah bekerja, berkaitan dengan pekerjaan orang yang bersangkutan saat ini. In-service training yaitu pelatihan bagi orang yang sudah bekerja, berkaitan dengan pengayaan pengetahuan dan keterampilan orang yang bersangkutan untuk mendukung pekerjaannya saat ini. Sedangkan pre-service training yaitu pelatihan bagi calon pekerja, pelatih, penyuluh, dan sejenisnya. McKay et al. (1998:1-2) mengemukakan pengertian in-service training dan pre-service training dalam konteks pelatihan di perusahaan, yaitu bahwa in-service training adalah pelatihan yang diberikan kepada anggota pada saat mereka berada dalam masa kerja. Sedangkan pre-service training adalah pelatihan yang diberikan sebelum anggota memulai pekerjaan mereka, atau pelatihan yang diberikan kepada anggota pada awal mereka bekerja.

c. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendidikan

Pemberdayaan berarti menyediakan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat, untuk meningkatkan kemampuan mereka, dalam menentukan masa depannya sendiri dan dalam berpartisipasi serta mempengaruhi kehidupan masyarakatnya (Ife, 2002:208).

(47)

Pemberdayaan melalui perencanaan dan kebijakan dilaksanakan dengan membangun atau mengubah struktur dan lembaga agar dapat memberikan akses yang lebih baik kepada masyarakat dalam hal sumber daya, pelayanan, dan kesempatan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Pemberdayaan melalui aksi sosial dan politik dilakukan dengan perjuangan politik dan gerakan dalam rangka membangun kekuasaan yang efektif. Sedangkan pemberdayaan melalui pendidikan dan penumbuhan kesadaran dilakukan dengan proses pendidikan dalam berbagai aspek yang cukup luas. Strategi pemberdayaan melalui pendidikan dan penumbuhan kesadaran menekankan pentingnya proses pendidikan untuk mempersiapkan masyarakat agar mampu meningkatkan keberdayaannya (Ife, 2002:60; Zubaedi, 2007:45).

Kartasasmita (1996), dalam Zubaedi (2007:103), menyatakan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat harus dilakukan melalui tiga arah. Pertama, menciptakan suasana iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dan ketiga, melindungi masyarakat (protection). Pemberdayaan melalui upaya memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering strategy), mengandung arti bahwa langkah pemberdayaan harus diupayakan melalui aksi-aksi nyata, seperti pendidikan.

(48)

usaha pertanian; (iv) pembiayaan pertanian; (v) pengembangan lembaga keuangan pedesaan; dan (vi) investasi dan pembentukan model pertanian. Dari kerangka pemikiran ini, salah satu faktornya, yaitu modernisasi pertanian, mencakup komponen SDM, yang berarti bahwa proses pemberdayaan tidak dapat terlepas dari pengembangan SDM. Selanjutnya dikatakan pula bahwa salah satu upaya pengembangan SDM adalah melalui pendidikan.

Pendidikan merupakan salah satu cara yang penting dalam upaya pengembangan SDM untuk peningkatan kualitas SDM. Dalam hal ini, upaya pengembangan SDM menjangkau dimensi yang lebih luas dari sekedar membentuk manusia profesional dan terampil yang sesuai dengan kebutuhan sistem untuk dapat memberikan kontribusinya di dalam proses pembangunan, tetapi lebih menekankan pentingnya pemampuan (empowerment) manusia, termasuk kemampuan untuk mengaktualisasikan segala potensinya sebagai manusia (Tjokrowinoto, 1996:29, dalam Soetomo, 2006:13). Menurut Suryono (2008:55), pendidikan dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan penting dalam pengembangan SDM, baik dalam arti pengembangan kualitas manusia secara individual maupun pemberdayaan masyarakat secara makro sebagai bentuk dimensi dan pendekatan sosialistis dari institusi pendidikan.

(49)

4. Peranan Pendidikan dalam Pemberdayaan Masyarakat Petani Melalui Pengembangan SDM Pertanian

Tilaar (1997), dalam Suryono (2008:20), memosisikan pentingnya pendidikan sebagai institusi yang bertanggung jawab untuk mengembangkan manusia dan masyarakat. Menurut Fatah (2006:398-399), esensi pendidikan adalah untuk mengembangkan sumber daya manusia. Pengembangan sumber daya manusia yang bertumpu pada pendidikan ini, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja manusianya dan sekaligus untuk meningkatkan taraf hidup manusianya.

Pendidikan dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan penting dalam pengembangan sumber daya manusia, baik dalam arti pengembangan kualitas manusia secara individual maupun pemberdayaan masyarakat secara makro sebagai bentuk dimensi dan pendekatan sosialistis dari institusi pendidikan (Suryono, 2008:55).

(50)

substansial dapat digunakan untuk melihat keberhasilan pengembangan kualitas manusia secara bersamaan. Secara substansial keberhasilan pengembangan kualitas manusia ini ditunjukkan dalam bentuk pendapatan atau penghasilan, pendidikan, kesehatan, keimanan, ketangguhan fisik, ketangguhan mental, dan tingkat budaya atau seni.

Pendidikan memiliki peranan penting dalam menciptakan sumber daya manusia pertanian, termasuk sumber daya petani yang berkualitas. Pusbangdiktan (2007:27) menyatakan bahwa pendidikan pertanian merupakan salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia pertanian. Menurut Krisnamurthi (2006:26-27), pendidikan pertanian menjadi agenda operasional yang sangat penting dalam meningkatkan keberdayaan pertanian. Hal ini dapat berarti bahwa pendidikan pertanian sangat penting dalam upaya penguatan daya pertanian karena melalui pendidikan dapat dihasilkan SDM pertanian yang berkualitas, yang mampu meningkatkan keberdayaan masyarakat petani.

(51)

memiliki peranan dalam pencapaian upaya pengembangan sumber daya manusia pertanian, termasuk petani.

5. Pre-Service Training, Salah Satu Bentuk Pendidikan dalam Arti Sempit untuk Pengembangan SDM Pertanian

Pre-service training, sebagaimana telah dikemukakan di atas, merupakan salah satu bentuk pelatihan dan termasuk dalam kajian pendidikan non-formal. Triyadi (2006:8) menjelaskan bahwa pre-service training merupakan salah satu bentuk atau jenis pendidikan berkelanjutan dan kecakapan hidup (life skills), sebagai bagian dari proses pendidikan sepanjang hayat untuk menghasilkan SDM berakhlak mulia, cerdas, terampil, dan mandiri.

Pre-service training diartikan sebagai pembelajaran yang diberikan sebelum seseorang memulai melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas (SIL International, 1999:1). McKay et al. (1998:1-2) mengemukakan pengertian pre-service training dalam konteks pelatihan di perusahaan, yaitu pelatihan yang diberikan sebelum anggota/karyawan memulai pekerjaan mereka, atau pelatihan yang diberikan kepada anggota pada awal mereka bekerja.

Terdapat banyak alasan atau situasi sehingga pre-service training perlu untuk dilaksanakan. Berikut ini beberapa situasi yang memerlukan pre-service training (SIL International, 1999:1):

- Seseorang tidak dapat mengerjakan tugas atau pekerjaan tanpa mengikuti pelatihan terlebih dahulu.

(52)

- Seseorang tidak diizinkan komunitas (masyarakat, perusahaan, dan lain-lain) untuk mengerjakan tugas atau pekerjaan yang diberikan kecuali telah mengikuti pelatihan yang sesuai.

Pre-service training dapat dikatakan sebagai proses pendidikan atau pembelajaran untuk menyiapkan SDM agar mampu melaksanakan suatu pekerjaan. Berkaitan dengan pengembangan SDM pertanian, pre-service training perlu dilaksanakan bagi calon-calon SDM pertanian, terutama yang memerlukan keterampilan khusus seperti penyuluh pertanian atau pengendali organisme pengganggu tanaman, sehingga pre-service training dalam hal ini dapat berperan dalam pengembangan SDM pertanian.

6. Keberhasilan Pengembangan SDM Pertanian Melalui Strategi Pre-Service Training

Pendidikan menempati kedudukan strategis dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia (Soedijarto, 1997:81). Hal ini dapat bermakna bahwa tujuan dari pendidikan adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia, sehingga dapat disimpulkan bahwa keberhasilan pengembangan SDM pertanian melalui strategi pendidikan, termasuk pre-service training, dapat diindikasikan oleh kualitas dari SDM pertanian yang mengikuti pendidikan.

(53)

sehat jasmani dan rohaninya, berkepribadian mantap dan mandiri, memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Rumusan karakteristik tersebut memperjelas makna kepribadian yang mantap dan mandiri, rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan, memiliki pengetahuan dan keterampilan dengan tekanan seperti profesional, etos kerja, disiplin dan kreatif.

Wuryanto (2007:57-58) mengemukakan bahwa kualitas SDM peserta didik yang dihasilkan oleh pendidikan nonformal diukur dari tingkat pengetahuan, sikap/mental, keterampilan, kemandirian, dan kedisiplinan peserta didik.

Berdasarkan beberapa karakteristik hasil proses pendidikan seperti dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keberhasilan pengembangan SDM pertanian melalui strategi pendidikan dalam arti sempit, yaitu pre-service training, dapat diukur dari kualitas peserta didik yang meliputi aspek:

- Tingkat pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemandirian peserta didik. Indikator ini dapat dilihat dari hasil belajar peserta didik, karena hasil belajar peserta didik menunjukkan hasil pencapaian peserta didik dalam hal pemahaman dan penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan juga kemandirian yang diberikan selama proses pembelajaran berlangsung.

(54)

- Partisipasi dalam organisasi kesiswaan. Indikator ini juga menunjukkan kualitas peserta didik karena berkaitan dengan potensi peserta didik dalam berorganisasi dan bermasyarakat.

7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengembangan SDM Pertanian Melalui Strategi Pre-Service Training

Keberhasilan pengembangan SDM pertanian melalui strategi pre-service training akan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Sehubungan dengan pre-service training merupakan salah satu bentuk pendidikan dalam arti sempit, maka faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan SDM pertanian yang ditempuh dengan strategi pre-service training dapat ditentukan di antaranya berdasarkan komponen-komponen pendidikan yang berpengaruh terhadap keberhasilan proses pendidikan. Komponen-komponen pendidikan tersebut dapat diidentifikasi dengan memahami konsep pendidikan sebagai sistem.

Pendidikan sebagai sistem memiliki komponen-komponen yang saling berinteraksi, saling tergantung dalam kesatuan fungsional. Komponen-komponen itu antara lain: pendidik, lingkungan pendidikan, alat pendidikan, tujuan pendidikan, dan sebagainya (Hadi, 2005:35). Menurut Tirtarahardja dan La Sula (2000:233), komponen pendidikan terdiri dari peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana pembelajaran, dan masyarakat.

(55)

sarana-prasarana, dana, lingkungan, kegiatan belajar-mengajar; dan (c) lulusan sebagai output.

Pendidikan sebagai sistem secara lebih lengkap dan menyeluruh dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pendidikan sebagai Sistem

(Tirtarahardja dan La Sula, 2000:61; Hadi, 2005:35).

Komponen-komponen dalam sistem pendidikan seperti terlihat pada Gambar 1, akan mempengaruhi keberhasilan proses pendidikan. Artinya, komponen peserta didik, guru, administrasi, kurikulum, anggaran, sarana-prasarana, sosial-budaya, keamanan, kependudukan, ekonomi, politik, dan lulusan, dapat menjadi faktor penentu keberhasilan proses pendidikan. Soedijarto (1997:87) mengemukakan bahwa mutu hasil pendidikan pada hakekatnya adalah fungsi dari berinteraksinya: peserta didik dengan latar belakang sosial ekonomi

(56)

kultural, kemampuan dasar kognitif, dan motivasinya; tenaga kependidikan (guru); sistem kurikulum dengan materi kurikulum yang direncanakan, proses belajar-mengajar, sistem evaluasi, dan manajemen kurikulumnya; waktu belajar, fasilitas dan lingkungan keluarga dan masyarakat.

Selanjutnya, menurut Wuryanto (2007:57-58), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi upaya menghasilkan SDM berkualitas melalui pendidikan nonformal, yaitu input yang berupa peserta didik dengan latar belakang pendidikan, jumlah keluarga, pendapatan keluarga, motivasi, dan prestasi yang berbeda; proses yang mencakup status lembaga pendidikan, proses pembelajaran, lingkungan organisasi, dan SDM organisasi; serta output berupa kualitas SDM peserta didik yang dihasilkan diukur dari tingkat pengetahuan, sikap/mental, keterampilan, kemandirian, dan kedisiplinan peserta didik. Faktor-faktor yang dikemukakan ini pada dasarnya merupakan komponen dari pendidikan yang dapat mempengaruhi keberhasilan proses pendidikan.

(57)

a. Peserta didik

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

Soedijarto (1997:87) mengemukakan bahwa salah satu komponen penentu keberhasilan proses pendidikan adalah peserta didik dengan latar belakang sosial ekonomi kultural, kemampuan dasar kognitif, dan motivasinya. Wuryanto (2007:57-58) berdasarkan hasil penelitiannya mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi upaya menghasilkan SDM berkualitas melalui pendidikan nonformal salah satunya yaitu input yang berupa peserta didik dengan latar belakang pendidikan, jumlah keluarga, pendapatan keluarga, motivasi, dan prestasi yang berbeda.

Berkaitan dengan itu, faktor peserta didik yang mempengaruhi keberhasilan proses pendidikan, dapat diukur dari:

- Karakteristik sosial-ekonomi, dilihat dari pendapatan orang tua dan tingkat pendidikan orang tua.

(58)

menunjukkan adanya pengaruh keadaan sosial-ekonomi, termasuk tingkat pendidikan orang tua, terhadap perilaku peserta didik. Artinya, keadaan sosial-ekonomi akan mempengaruhi keberhasilan peserta didik dalam mengikuti proses pendidikan.

Selanjutnya Jordan dan Porath (2006:185-186) mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara karakteristik ekonomi, budaya, agama, dan etnik dengan komitmennya pada pendidikan. Selain itu, Jordan dan Porath (2006:189) juga mengatakan bahwa pada umumnya terdapat suatu hubungan antara pendapatan yang rendah atau kemiskinan dengan pendidikan. Kemiskinan pada anak berpengaruh pada interaksi sosial, perilaku, dan hasil akademisnya. Peserta didik dari keluarga ekonomi lemah menunjukkan kemampuan sosial kurang baik dan menampilkan lebih banyak perilaku bermasalah. Pendapat-pendapat Jordan dan Porath tersebut juga telah menyatakan adanya pengaruh faktor sosial-ekonomi terhadap perilaku peserta didik. Faktor sosial-ekonomi yang lebih baik akan menghasilkan peserta didik yang berperilaku lebih baik pula. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa karakter sosial-ekonomi akan mempengaruhi keberhasilan proses pendidikan. - Kemampuan dasar, dilihat dari pengalaman prestasi sebelum mengikuti

pendidikan.

(59)

di antaranya kemampuan pengetahuan dan intelektual, akan mempengaruhi kemampuan peserta dalam mengikuti pembelajaran, sehingga pada akhirnya tentu akan mempengaruhi keberhasilan peserta didik dalam mengikuti proses pendidikan.

- Motivasi diukur dari alasan dan minat mengikuti pendidikan.

(60)

atas, akan mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran atau pendidikan peserta didik.

b. Tenaga Kependidikan (Guru)

Tenaga kependidikan dalam hal ini adalah guru. Guru dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, pendidikan menengah.

Guru merupakan salah satu faktor utama yang menentukan keberhasilan proses pendidikan. Guru dalam hal ini dituntut untuk memiliki kemampuan memberdayakan segala sumber daya yang ada, dalam rangka menciptakan proses belajar yang intensif, dinamis, dan optimal dalam mendayagunakan segala fasilitas yang ada (Soedijarto, 1997:87).

(61)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditentukan bahwa keberhasilan proses pendidikan atau pembelajaran akan dipengaruhi oleh faktor tenaga kependidikan, dalam hal ini guru, diukur dari:

- Kompetensi, dilihat dari keahlian dan penguasaan guru dalam hal materi pelajaran yang diajarkan.

Heyneman dan Losely (1983) melaporkan bahwa peserta didik yang memberikan hasil akademis lebih baik memiliki guru yang lebih baik daripada peserta didik yang kurang baik hasil akademisnya (Crowl et al., 1997:365). Cole dan Chan (1994:20) mengatakan bahwa guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang materi yang diajarkan. Menurut Crowl et al. (1997:14), guru yang efektif: (i) Memiliki komitmen pada peserta didik dan kegiatan pembelajaran; (ii) Memahami mata pelajaran yang diajarkan dan bagaimana mengajarkannya; (iii) Bertanggung jawab untuk mengatur dan mengawasi pembelajaran siswa; (iv) Berfikir sistematis

berkaitan dengan praktik mengajarnya dan belajar dari pengalaman; (v) Merupakan anggota dari komunitas atau organisasi profesional pengajar.

(62)

- Kemampuan mengajar, dilihat dari kejelasan dalam memberikan materi pelajaran, dan ketepatan dalam pemilihan dan penggunaan metode dan teknik mengajar.

Dembo dan Hillman (1976) meyakinkan bahwa mengajar yang baik memerlukan penguasaan terhadap 3 aspek: (i) pengetahuan dan keterampilan konseptual; (ii) keterampilan mengajar; (iii) kemampuan mengambil keputusan (Good dan Brophy, 1990:8). Penguasaan keterampilan mengajar sebagai syarat bagi praktik mengajar yang baik, dapat bermakna bahwa guru agar dapat melakukan pengajaran secara baik dan efektif, salah satunya harus menguasai keterampilan mengajar, termasuk kejelasan mengajar dan ketepatan dalam pemilihan dan penggunaan metode dan teknik mengajar. Sehubungan dengan itu, pengaruh guru terhadap keberhasilan proses pendidikan, dapat diukur berdasarkan keterampilan atau kemampuan mengajar guru.

- Kedisiplinan, dilihat dari kehadiran dan ketepatan waktu mengajar.

(63)

secara nyata telah menunjukkan komitmennya pada peserta didik dan kegiatan pembelajaran. Kedisiplinan guru dalam mengajar selanjutnya akan meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran peserta didik.

c. Kurikulum

Kurikulum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Menurut Tyler dalam Atmowirio (2002), dalam Nuraeni dan Suwandi (2005:3.1), kurikulum adalah seluruh pelajaran siswa yang direncanakan dan diarahkan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan menurut Saylor dan Alexander dalam Atmowirio (2002), dalam Nuraeni dan Suwandi (2005:3.1), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk pengadaan sekumpulan pelajaran dalam rangka pencapaian tujuan umum yang terkait dengan tujuan khusus, agar dapat mengidentifikasi populasi yang disiapkan oleh sekolah.

Gambar

Gambar 1. Pendidikan sebagai Sistem (Tirtarahardja dan La Sula, 2000:61; Hadi, 2005:35)
Gambar 2. Kerangka Berpikir Penelitian.
Tabel 2. Data dan Sumber Data
Tabel 6. Keadaan SDM di SPP-SPMA Tanjungsari pada Tahun Ajaran 2008/2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Digunakan untuk kesejahteraan warga sekolah, pengembangan guru dan tenaga kependidikan, dan sarana prasarana, tetapi tidak untuk pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran,

misalnya mengenai kurikulum, sarana-prasarana, tenaga kependidikan (pegawai administrasi), guru, manajemen (pengelolaan), sistem evaluasi dan aspek-aspek lainnya dalam

Manajemen PAUD dari segi kurikulum, warga belajar, pendidik ddaan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, keuangan, layanan khusus, ketaatausahaan, dan mitra

lokasi sekolah, visi dan misi, kondisi peserta didik, kondisi guru, KBM dan kurikulum, ekstrakurikuler, dan sarana prasarana sekolah; (2) kondisi lingkungan geografis Desa

PEMBINAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PAUD DAN PENDIDIKAN NONFORMAL SEKSI. PESERTA DIDIK

pelaksanaan urusan Pemerintahan Daerah di bidang Pendidikan yang meliputi Kebijakan, Pembiayaan, Kurikulum, Prasarana dan Sarana, Pendidik dan Tenaga Kependidikan

“2 Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.” Selanjutnya di dalam penjelasan

“2 Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.” Selanjutnya di dalam penjelasan