• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

53

A. Deskripsi Data 1. Deskripsi Novel Laut Bercerita

Novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori merupakan novel yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia pada Oktober 2017. Novel ini terdiri dari 379 halaman total dan 14 kali cetakan semenjak di rilis hingga 2021.

Sampul pada novel terdapat ilustrasi berupa kaki yang di rantai di bawah laut, tenggelam dan kesepian bersama ikan-ikan di lautan. Novel Laut Bercerita terdiri dari tiga bab utama, yaitu bab Biru Laut, Asmara Jati, dan Epilog. Judul dari dua bab tersebut merupakan nama dari tokoh utama dalam novel yang menceritakan dua sudut pandang tokoh Biru Laut mengenai perjuangan gerakan mahasiswa dan tokoh Asmara Jati mengenai sudut pandang keluarga korban setelah kasus penghilangan mahasiswa.Pembagian bab dalam cerita disampaikan dengan alur maju dan alur mundur, setiap bab memiliki alur yang berbeda sesuai dengan tahun yang dituliskan dalam novel. Pembagian bab dalam novel Laut Bercerita sebagai berikut:

BAB BIRU LAUT a. Seyegan, 1991

Bab ini membahas pertemuan pertamaaktivis mahasiswa dalam organisasi Winatra dan Wirasena. Awal pembahasan mengenai pemilihan Seyegan sebagai markas persembunyian mahasiswa untuk melakukan diskusi dan rapat secara tertutup. Mereka mempertimbangkan lokasi, jarak, dan biaya sewa renovasi rumah. Bab ini juga membahas pengenalan para tokoh secara singkat dan beberapa alasan yang mendorong munculnya rasa peduli keadaan rakyat dari setiap individu dalam tokoh. Tokoh-tokoh seperti Laut, Kinan, Bram, Sunu, Tama, Daniel, dan Alex mengalami dorongan dari lingkungan sosial dan ekonomi untuk ikut andil dalam dunia aktivis di masa orde baru. Masalah sosial ekonomi mulai dari kemiskinan, kesehatan, hingga perlakuan tidak adil dari pemerintah.

(2)

Bab ini juga menerangkan bentuk gerakan mahasiswa yaitu diskusi mahasiswa. Diskusi membahas tentang situasi politik Chile pada 1973 dengan situasi politik Indonesia pada 1965 yang sama-sama didominasi kiri dan diakhiri oleh militer. Selanjutnya diskusi dengan mantan tahanan pemerintah di Pulau Buru membahas pengalaman selama menjadi tahanan dan kehidupan yang sulit setelah dibebaskan dari tahanan. Diskusi lain juga dilakukan untuk membahas kebijakan pemerintah, seperti dwifungsi ABRI dan 5 Undang-undang politik. Tujuan diskusi adalah membicarakan bersama keadaan bangsa Indonesia yang sudah tidak baik, melawan pemerintah berkuasa dengan menggunakan data valid sesuai keadaan rakyat yang menderita. Sehingga apa yang dilakukan oleh mahasiswa memiliki dasar yang berasal dari berbagai masalah rakyat akibat pemerintahan.

b. Di Sebuah Tempat, di Dalam Gelap, 1998

Bab ini menceritakan keadaan tokoh Laut dan teman-teman yang buron akibat gerakan mahasiwa yang mereka lakukan, akhirnya di tangkap oleh Pasukan Elang yang di tugaskan pemerintah orde baru. Sebelum terjadi penangkapan mahasiswa, sebelumnya ada rapat mahasiswa terbatas di UI membahas gerakan mahasiswa yang dilakukan secara terpusat dan berbagai rencana lain. Bab ini menggambarkan keadaan mahasiswa secara fisik dan mental ketika mendapatkan penganiayaan dan interogasi Pasukan Elang yang dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait aktivitas mahasiswa.

Penganiayaan yang dilakukan yaitu penyiraman air es, pemukulan, setrum listrik, dan penyekapan yang tidak layak.

c. Ciputat 1991

Bab ini membahas kondisi keluarga yang harmonis dari tokoh Biru Laut dan Asmara Jati. Keluarga ini hidup di Ciputat dan menceritakan pada tahun 1991 hingga 1993 dimulainya gerakan mahasiswa. Bab ini fokus pada keadaan keluarga Laut yang suka berbincang mengenai kehidupan masing- masing, seperti kehidupan Laut dan teman-teman kuliahnya, kehidupan dan sifat Asmara semasa kecil dan SMA, serta sikap-sikap kekeluargaan yang

(3)

dicerminkan oleh Bapak dan Ibu. Laut menjadi anak yang tumbuh dalam keluarga yang hangat, suka memasak bersama, mendengarkan musik-musik mengenai perjuangan dan kritik, hingga suka membaca buku sejak kecil.

Pengaruh keluarga yang suka memasak membuat Laut menjadi orang yang memahami dunia bumbu dapur dan masakan-masakan. Hal ini dilihat pada setiap hari Minggu keluarga Laut memasak tengklek bersama, mencicipi masakan yang di buat untuk mengoreksi rasa dari rempah dan bumbu yang kurang. Bapak bekerja sebagai wartawan Harian Jakarta merupakan sosok yang suka membantu dan memiliki rasa tolong menolong yang tinggi terutama pada rekan kerjanya. Bagian bapak yang membela rekan kerja ketika ketahuan oleh Menteri Penerangan ada wartawan mantan tapol (tahanan politik) yang bekerja. Sisi dari Bapak ini kemudian menjadi salah satu bagian dari Laut yang menjadi sosok berani sebagai aktivis menentang pemerintahan orde baru. Bab ini juga membahas kelompok studi mahasiswa yang melakukan diskusi karya sastra yang dilarang seperti novel Pramoedya A.T. Tujuan dari diskusi untuk belajar kritis menghadapi kebijakan pemerintah yang menyimpang, mencari kebenaran dari sejarah yang dibuat oleh pemerintah. Diskusi juga membahas mengenai alegori dari teater Panembahan Reso, pertunjukan kesenian tentang perebutan kekuasaan.

Ayah Leila yang bekerja sebagai wartawan berita memberikan bimbingan dengan suka membaca buku dan membelikan buku bacaan bagi Laut dan Asmara sejak kecil. Laut memiliki rak buku-buku sastra, komik dan kisah Mahabharata, dan pusi-puisi para sastrawan Indonesia. Kisah pewayangan dari Mahabharata, Ramayana, dan Panji Semirang sudah di baca sejak kecil. Laut dan Asmara tumbuh bersama kisah pewayangan, saling membicarakan tokoh-tokoh yang disukai dan di benci. Keduanya menjadi pribadi yang suka membaca buku, rajin, dan kritis. Selain itu, kisah pewayangan juga muncul pada bagian Anjani melukiskan kisah Rama dan Sinta di dinding rumah Seyegan untuk menghias dan menutupi noda dinding yang kotor.

(4)

d. Di Sebuah Tempat, di Dalam Keji, 1998

Bab ini membahas kekerasaan yang dilakukan Pasukan Elang kepada aktivis mahasiswa yang ditangkap. Beberapa kekerasan tersebut dilakukan untuk membuat mahasiswa terbuka dan menyatakan bahwa mereka melakukan pergerakan atas alasan apa. Pada kenyataannya, mahasiswa bergerak atas dasar tindakan moral mereka dan bukan atas perintah. Kekerasan tersebut dilakukan dengan disiram es batu, berbaring di balok es berjam-jam, tangan diikat, mata di tutup, melukai tubuh mahasiswa dengan rokok yang menyala, penyiksaan dengan hewan yang menggigit, hingga setrum listrik. Bab ini juga membahas mengenai arti dari nama organisasi Winatra yaitu membagi secara rata dan Wirasena yaitu para pemberani.

Bab ini juga membahas aksi demonstrasi mahasiswa. Demonstrasi dilakukan untuk membantu buruh pabrik di Tandes, Surabaya masalah upah kerja. Rekaman video hasil latihan teater dengan para buruh Tandes yang digunakan untuk membakar semangat aksi berhasil diamankan, meskipun beberapa mahasiswa ditangkap dan di aniaya. Sejak melakukan aksi tersebut, para mahasiswa menjadi buronan aparat keamanan karena dianggap membahayakan stabilitas politik.

e. Blangguan, 1993

Bab ini menerangkan diskusi dan demonstrasi mahasiswa. Diskusi mahasiswa dari beberapa kampus membahas perbandingan antara pemberontakan Gwangju di Korea Selatan dan People’s Power Manila di Filipina yang mengalami kegagalan dan keberhasilan. Pemberontakan Gwangju adalah gerakan yang gagal menghasilkan demokrasi, sedangkan People’s Power Manila berhasil menurunkan tahta dari presiden Marcos.

Perbandingan yang dilihat seperti adanya pendukung dari gerakan, pemberontakan Gwangju tidak memiliki pendukung yang kuat karena hanya berasal dari gerakan mahasiswa dan golongan melek pengetahuan yang terus menekan. Sedangkan People’s Power Manila mendapatkan bantuan

(5)

dari Amerika Serikat. Hasil diskusi ini mengharapkan Indonesia dapat mencontoh semangat kebangsaan dan kekompakan para aktivis serta agar golongan melek pengetahuan terdorong untuk berjuang. Diskusi berjalan menampilkan potret dari dua gerakan tersebut, terutama foto para mahasiswa dalam pemberontakan Gwangju yang terlihat perubahan antara sebelum dan sesudah gerakan. Ketika baru dimulai, diskusi mengalami kegagalan karena adanya penggerebekan oleh pihak keamanan di Pelem Kecut. Hal ini disebabkan oleh adanya kebocoran informasi berupa selebaran diskusi tanpa sepengetahuan mahasiswa justru ada di tangan aparat. Gerakan mahasiswa dalam bab ini ditunjukkan dengan aksi petani Ngawi yang mengalami sengketa lahan bersama perusahaan. Mahasiswa bersama ratusan petani melakukan demonstrasi. Aksi tersebut berakhir dengan perwakilan mahasiswa dan petani yang mendesak DPRD setempat untuk menunda pengambilalihan lahan.

Pembahasan bab berlanjut pada aksi Blangguan tahun 1993. Aksi ini merupakan gerakan yang dilakukan untuk membantu para petani yang ladangnya secara tidak adil digunakan oleh pihak kemanan sebagai tempat latihan gabungan, tanpa melihat sisi kerugian dari warga setempat. Selama beberapa tahun, para mahasiswa telah mengamati dan mengumpulkan data konflik para petani dengan tentara. Aksi dimulai dengan rombongan mahasiswa dari Yogyakarta yang berisi dari beberapa kampus dengan semangat “Sajak Seonggok Jagung” menuju Blangguan. Pak Subroto merupakan tokoh Blangguan yang berkomunikasi dengan mahasiswa mengenai kondisi dan teknis penyebaran mahasiswa di rumah warga.

Beberapa warga sudah sepakat memberi tempat lima kelompok mahasiswa sebagai tempat istirahat selama aksi menanam jagung. Aksi akan dilaksanakan pada pagi hari shubuh, akan tetapi mengalami kegagalan karena aparat tentara yang berkumpul dan melakukan pengecekan ke rumah warga yang dicurigai telah menampung mahasiswa. Mahasiswa sepakat membatalkan aksi tersebut dan berhasil keluar dari desa tanpa diketahui oleh aparat keamanan.

(6)

f. Di Sebuah Tempat, di Dalam Laknat, 1998

Bab ini membahas kembali tentang keadaan para mahasiswa yang ditangkap dan disekap di ruangan yang dijaga oleh Pasukan Elang. Ruangan penyekapan seperti kerangkeng hewan ini berisi dengan satu tempat tidur, sarung, dan bak mandi. Bab ini menceritakan secara jelas jenis-jenis kekerasan, mengingat keluarga di rumah yang mereka tinggalkan, dan tetap menjaga komunikasi serta saling peduli dalam penyekapan. Bab ini juga membahas mengenai giliran dari mahasiswa yang disekap untuk melakukan proses interogasi serta penganiayaan yang dilakukan oleh Pasukan Elang.

g. Terminal Bungurasih, 1993

Bab Terminal Bungurasih menceritakan mengenai keadaan setelah rombongan mahasiswa dari Blangguan menuju gedung DPRD di Surabaya.

Perjalanan mahasiswa sempat terhenti karena adanya pengecekan oleh aparat keamanan yang mencurigai rombongan, tetapi setelah dibantu diyakinkan oleh supir bus mahasiswa berhasil bebas menuju Surabaya.

Perwakilan mahasiswa bertemu perwakilan DPRD dan menyampaikan kasus sengketa di Blangguan untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah Jawa Timur. Rombongan mahasiswa sebagian pulang ke Yogyakarta dan rombongan lainnya menuju Pacet dan terminal Bungurasih. 15 mahasiswa di Bungurasih ditangkap oleh aparat keamanan dan di bawa menuju suatu tempat. Alasan penangkapan mahasiswa ini sebagai akibat dari adanya aksi Blangguan dan DPRD Jawa Timur yang dianggap membahayakan bagi pemerintah. Rombongan mahasiswa dianiaya dan di interogasi tentang kegiatan apa yang dilakukan dan atas perintah siapa mahasiswa melakukan gerakan. Mahasiswa dilepaskan di terminal Bungurasih dan ditolong oleh beberapa mahasiswa yang sudah berjaga. Perjalanan dilanjutkan menuju Pacet untuk istirahat di rumah paman Anjani. Setelah kondisi mulai kondusif, mahasiswa di Pacet berkumpul untuk evaluasi dan pembagian informasi mengenai peristiwa yang terjadi. Tekad mahasiswa tentang perlawanan pada pemerintahan otoriter yang membakar semangat

(7)

kebangsaan. Bab ini juga membahas tentang sisi kepedulian dan kerja sama dari mahasiswa lain yang selamat dari penangkapan untuk mendukung dan berjuang bersama para aktivis lainnya.

h. Di Sebuah Tempat, di Dalam Khianat, 1998

Bab ini fokus menceritakan kondisi mahasiswa setelah penangkapan secara paksa, menjelaskan keadaan sel tahanan, dan kondisi fisik mahasiswa. Saat tiba giliran untuk di interogasi oleh Pasukan Elang, tokoh Laut mendapatkan kekerasan dan fakta baru mengenai pengkhianat dalam gerakan mahasiswa yang selama ini dilakukan. Tokoh Gusti menjadi pengkhianat yang memberikan informasi kepada Pasukan Elang membuat penangkapan mahasiswa menjadi lebih terorganisir dengan baik.

i. Rumah Susun Klender, Jakarta, 1996

Bab ini menceritakan proses penangkapan tokoh Laut dan aktivis lain oleh Pasukan Elang. Rumah Susun Klender merupakan rumah persembunyian Laut dan kawan-kawan selama aktif dalam organisasi mahasiswa yang terpusat di Jakarta. Gerakan mahasiswa dilaksanakan secara teritorial, mahasiswa ada yang berada di Yogyakarta, Solo, dan beberapa kota. Perwakilan mahasiswa melakukan dukungan pada kemenangan putri plokamator menjadi ketua partai yang selama ini dianggap pro terhadap rakyat. Dukungan melalui pidato di sepanjang Jalan Diponegoro membawa rombongan mahasiswa yang menampilkan spanduk dan poster. Sebelum adanya aksi, mahasiswa telah menyiapkan manifesto untuk dibacakan ketika pidato. Tuntutan mahasiswa dalam manifefsto berisi perubahan lima UU politik, pengecaman pembredelan tiga media berita, dan penghapusan normalisasi kampus. Manifesto tersebut berhasil membuat media berita heboh, terjadinya peristiwa Sabtu Kelabu, dan organisasi mahasiswa Winatra Wirasena dijadikan sebagai pelaku kerusuhan demonstrasi. Bab ini menggambarkan bagaimana penangkapan, strategi Pasukan Elang yang menjaga identitas mereka agar tidak diketahui masyarakat. Selain itu, pada bab ini juga membahas perjalanan para mahasiswa yang buron. Mereka berpindah-pindah tempat dari satu kota ke

(8)

kota yang lain, seperti kota Lampung, Padang, Bogor, Cilegon, Bekasi, Bandung, dan berakhir di Jakarta Barat. Pelarian mahasiswa ini disebabkan oleh adanya pengejaran dari aparat pemerintah untuk menangkap para mahasiswa yang banyak melakukan aksi dan diskusi terlarang dalam organisasi Winatra Wirasena.

Mahasiswa pelarian tetap menjaga komunikasi dengan mahasiswa lain melalui surat, telepon umum, pager, surat kabar dengan nama samaran secara diam-diam dan hati-hati. Selama masa pelarian, mahasiswa tetap melakukan pergerakan dengan mahasiswa lainnya, menuliskan grafiti di dinding dengan kalimat radikal “Gulingkan Diktaktor”, dan mengikuti rapat terbatas mahasiswa. Bab ini juga menunjukkan gerakan mahasiswa pada 1998 dalam bentuk rapat mahasiswa diadakan di Universitas Indonesia.

Rapat bertujuan membahas rancangan demonstrasi yang dilakukan beberapa kampus secara serentak di Indonesia. Proses yang rumit selama rapat berlangsung, karena perlu menyatukan berbagai macam pendapat dari peserta rapat yang berhati-hati dengan situasi pemerintahan yang melarang adanya aksi.

j. Di Sebuah Tempat, di Dalam Kelam, 1998

Bab ini fokus menggambarkan secara detail perasaan emosional tokoh Laut dan teman-temannya yang menyadari ketidakpastian waktu untuk bertahan hidup. Semangat memperjuangkan Indonesia untuk bebas dari orde baru tetap ada dalam kondisi mereka yang hidup sebagai tahanan.

Kekerasan yang terjadi, berbagai interogasi, berakhir dengan mahasiswa yang dimasukkan ke dalam tong, kemudian di buang ke tengah laut sebagai wujud penghilangan bukti dan saksi atas tindakan pemerintah terhadap mahasiswa yang melawan. Perjuangan mahasiswa tidak berakhir dan terus ada dilanjutkan dengan para teman-teman lain yang masih bebas di luar.

BAB ASMARA JATI 1. Ciputat, Jakarta, 2000

Bab ini fokus pada Asmara sebagai bagian dari keluarga dan Komisi Orang Hilang. Penggambaran kesehatan mental dari keluarga yang

(9)

buruk setelah menyadari ketidakjelasan dari mahasiswa yang hilang. Tahun- tahun pertama keluarga masih belum bisa menerima para mahasiswa yang hilang. Tokoh bu Arum yang mempercayai bahwa Sunu, putra sulungnya sempat pulang ke rumah dengan menggambar kupu-kupu di atas kain mori batik yang kosong. Mereka masih percaya mahasiswa yang hilang akan kembali, karena 9 mahasiswa yang hilang dikembalikan ke rumah masing- masing dan sisanya masih hilang. Bab ini juga menceritakan proses sebelum terjadinya tragedi mahasiswa yang hilang, seperti intel yang datang ke rumah keluarga mencari mahasiswa yang turut dalam Aksi 1996 dan mengawasi pergerakan mahasiswa di LBH. Keluarga korban, mahasiswa, dan 16 lembaga sepakat mendirikan Komisi Orang Hilang. Lembaga ini bertugas mendata, membuat laporan terakhir mahasiswa sebelum menghilang dengan menggunakan garis waktu dan tabel cek silang untuk memahami strategi penculikan. Sejak 13 April 1998, mulai muncul mahasiswa yang hilang telah kembali ke rumah keluarga dan teman. Komisi Orang Hilang menjadi lembaga yang melindungi dan bekerja sama dengan korban selamat untuk mendapatkan informasi lebih lanjut terkait penangkapan paksa mahasiswa. Korban selamat penangkapan paksa kembali ke keluarga dan setelah kondisi siap secara mental, mereka menyampaikan pengalamannya pada Komisi Orang Hilang. Alex sebagai salah satu mahasiswa yang kembali menceritakan proses penangkapan hingga proses pembebasan mahasiswa. Mahasiswa tidak semuanya yang dikembalikan ke rumah, sekitar 11 mahasiswa lain masih hilang. Komisi Orang Hilang menindaklanjuti hasil diskusi dengan mahasiswa yang kembali. Komisi Orang Hilang mengadakan konferensi pers di depan media secara lokal dan internasional. Konferensi pers lokal dilakukan di kantor Komisi Orang Hilang yang membahas adanya penculikan dan dorongan untuk melanjutkan proses terkait kasus ini. Selanjutnya perwakilan mahasiswa melakukan konferensi pers di Belanda. Hasil dari kesaksian para mahasiswa ini membuat Pasukan Elang yang menjadi pelaku penculikan diadili oleh proses hukum mahkamah militer. Setelah turunnya presiden dari

(10)

posisinya, berita mahasiswa yang hilang mulai dilupakan. Komisi Orang Hilang tetap melakukan pencarian dan mengadakan pertemuan rutin dengan keluarga korban untuk memberitahukan informasi terkini terkait kabar mahasiswa yang hilang. Komisi Orang Hilang mengadakan Tenda Keprihatinan bersama para tokoh untuk bekerja sama dalam melakukan pencarian dan pengingat kepada pemerintah yang baru bahwa kasus ini belum selesai. Selain itu, Komisi Orang Hilang mengirim perwakilan keluarga, aktivis, dan korban ke kantor PBB di Jenewa untuk berdiskusi dengan organisasi penghilangan paksa dari negara lain seperti Amerika Latin dan Filipina. Komisi Orang Hilang juga menindaklanjuti adanya laporan warga Pulau Seribu yang menemukan tengkorak manusia di daerahnya. Beberapa perwakilan aktivis dan dokter forensik mendatangi pulau seribu dengan bantuan warga setempat untuk memeriksa dan mengecek tengkorak yang diperkirakan masih baru 2-3 tahun. Pada bagian ini juga menunjukkan adanya diskusi mahasiswa sebelum masa penculikan secara paksa. Diskusi terbatas membahas rencana referendum Timor Timor bersama beberapa mahasiswa lain.

2. Pulau Seribu, 2000

Bab ini fokus pembahasan Asmara dengan keluarganya sebelum penangkapan paksa Laut. Keadaan keluarga, hubungan antara kakak dan adik, juga masalah Asmara sedikit di bahas dalam bab ini. Bab ini juga menjelaskan mengenai penyelidikan yang dilakukan oleh Komisi Orang Hilang bersama para dokter dan aktivis lainnya untuk mencari informasi terkait mahasiswa yang hilang. Perjalanan berawal dari tim mahasiswa sampai di rumah warga yang menemani mereka dalam proses penyelidikan di Pulau Seribu. Pak Hasan dan warga setempat bersaksi bahwa pada tahun 1998 melihat kapal yacht putih di sekitar pulau membuang tong-tong ke laut. Tong ini tidak diketahui isinya, karena di tutup dan satu tong di bawa oleh 3 orang. Selain itu, di pulau yang lain warga menemukan tulang-tulang yang sebelumnya diteliti oleh dokter forensik dan dikubur oleh warga.

Warga juga memberi tahu bahwa beberapa pulau disana digunakan oleh

(11)

para petinggi sebagai tempat singgah. Selain itu, bab ini sedikit menunjukkan adanya gerakan mahasiswa pada bagian tokoh Laut yang melakukan hal-hal sederhana dengan melakukan pendampingan pada petani dan melakukan lokakarya tentang hak-hak buruh bersama buruh di Jakarta.

3. Tanah Kusir, 2000

Bab ini membahas keluarga Asmara yang masih mempercayai Laut kembali ke rumah. Bapak dan Ibu mempertahankan tradisi hari minggu masak dan makan bersama, menata 4 piring di meja makan, dan memainkan musik kesukaan Laut. Setelah Bapak pensiun dari jurnalis, beliau membersihkan dan membaca buku-buku Laut di kamar. Asmara sebagai anak bungsu keluarga menjadi orang yang tetap rasional dan kuat untuk menghadapi situasi keluarga yang tidak bisa menerima hilangnya sang kakak. Bab ini juga membahas pertemuan keluarga setiap bulan yang menggambarkan adanya upaya untuk mencari para mahasiswa yang menghilang. Komisi Orang Hilang menyampaikan informasi yang didapatkan pada pertemuan dan mengadakan Aksi Kamisan memakai pakaian serba hitam dilengkapi payung hitam di depan Istana Negara sebagai wujud pengingat kasus mahasiswa hilang belum selesai. Pertemuan keluarga diadakan di rumah salah satu korban di Tanah Kusir. Pertemuan keluarga menjadi tempat bercerita dan menghibur satu sama lain atas kehilangan anggota keluarganya. Komisi Orang Hilang hadir memberikan informasi mengenai penemuan atas penyelidikan di Pulau Seribu, termasuk info mengenai tulang dan kesaksian warga tentang pembuangan tong ke laut. Komisi Orang Hilang menyatakan informasi tersebut belum valid dan akan terus melakukan penyelidikan lebih lanjut.

4. Di Depan Istana Negara, 2007

Bab ini fokus pada gerakan yang dilakukan oleh Komisi Orang Hilang melalui beberapa kegitan. Komisi Orang Hilang mengadakan acara peringatan hari Hak Asasi Manusia pada 10 Desember, salah satunya dengan membawa potret para mahasiswa hilang yang sempat diabadikan semasa masih bersama. Komisi Orang Hilang bersama korban yang selamat

(12)

penculikan terus memperjuangkan keadilan bagi mahasiswa yang belum kembali,pada September 2006 mereka diberi kesempatan datang ke New York menjadi perwakilan peserta pleno PBB. Pengajuan Konvensi Anti Penghilangan Paksa saat pleno telah dipertimbangkan menjadi langkah yang pasti untuk terus memberikan perhatian pada kasus hilangnya mahasiswa di Indonesia. Komisi Orang Hilang juga bertukar pengalaman dengan para madres Argentina yang kehilangan anaknya mengenai gerakan apa saja yang telah dilakukan dan hasilnya agar dapat dipertimbangkan diterapkan di Indonesia. Aktivis Komisi Orang Hilang juga mempelajari gerakan yang dilakukan oleh madres Argentina. Tradisi setiap hari kamis di depan Istana Argentina merupakan salah satu wujud gerakan yang rutin selama belasan tahun mereka lakukan. Pada tahun 2007, Komisi Orang Hilang bersama beberapa keluarga melakukan Aksi Kamisan dengan memakai pakaian serba hitam dan payung hitam di depan istana, pengingat negara bahwa kasus penghilangan ini belum menemui titik kejelasan. Akhirnya semua keluarga menerima kenyataan hilangnya anak-anak mereka dan bergerak bersama dalam beberapa aksi Komisi Orang Hilang.

EPILOG

Di Hadapan Laut, Di Bawah Matahari

Bab ini menceritakan keluarga 11 mahasiswa yang hilang untuk melakukan tabur bunga di laut sekitar Pulau Seribu. Keluarga membawa foto dan bunga mawar merah untuk ditaburkan di laut pada 7 September 2017. Pada akhir bab, Asmara melihat ada lumba-lumba di sekitar kapal yang ditumpangi ketika tabur bunga. Lumba-lumba tersebut melompat seperti memberikan sandi morse yang biasa digunakan Laut dan Asmara berkomunikasi sejak kecil. Asmara melihat sandi tersebut memiliki arti Laut Bercerita yang dilakukan oleh lumba-lumba berulang kali.

2. Deksripsi Nilai Pendidikan Karakter

SMA di SMA Regina Pacis Surakarta merupakan salah satu sekolah yang digunakan untuk melihat nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran Sejarah Indonesia. Nilai pendidikan karakter di SMA Regina Pacis Surakarta

(13)

sudah terinternalisasi ke dalam mata pelajaran Sejarah Indonesia. Hal ini ditunjukkan pada nilai-nilai pendidikan karakter yang ada di dalam Silabus Sejarah Indonesia dan RPP Sejarah Indonesia. Pada silabus mata pelajaran Sejarah Indonesia kelas 12 terdapat Kompetensi Inti 1 (aspek spiritual) dan Kompetensi Inti 2 (aspek sosial) mengenai nilai pendidikan karakter.

Mata pelajaran Sejarah Indonesia di SMA Regina Pacis Surakarta juga memasukkan nilai pendidikan karakter di dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Hal ini dapat ditunjukkan pada RPP Sejarah Indonesia kelas 12 kompetensi dasar 3.7 tentang peran pelajar, mahasiswa, dan pemuda dalam perubahan politik dan ketatanegaraan di Indonesia. Pada kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup yang disusun dalam RPP sudah menerapkan nilai pendidikan karakter di dalamnya. Contoh pada bagian kegiatan pendahuluan, guru memberikan salam dan respon peserta didik untuk membalas salam tersebut. Hal ini menunjukkan adanya nilai karakter religius karena salam yang diucapkan juga mengandung doa. Peserta didik merespon pertanyaan guru terkait kehadiran anggota kelas merupakan sikap yang mencerminkan nilai karakter disiplin, karena guru mendata peserta didik yang hadir dan tidak hadir. Kemudian pada kegiatan inti pembelajaran, guru memberikan kesempatan peserta didik untuk mencari tahu informasi dalam berbagai macam bentuk yang berhubungan dengan meteri yang diajarkan.

Sikap dari guru merupakan contoh dari nilai karakter kreatif, karena memberikan kebebasan peserta didik untuk mengumpulkan materi tidak terbatas pada buku teks sekolah saja. Proses pengelompokan siswa untuk presentasi hingga pada proses presentasi menunjukkan adanya nilai karakter gotong royong, tanggung jawab, dan kerja sama pada peserta didik. selanjutnya pada bagian kegiatan penutup, guru mengucapkan salam dan peserta didik merespon merupakan nilai karakter religius.

Bapak Christianto Dedy Setyawan selaku pengampu mata pelajaran Sejarah Indonesia kelas 12 menyampaikan bahwa nilai karakter dalam pembelajaran telah dilakukan di dalam dan di luar kelas. Pada saat pembelajaran berlangsung, guru menerapkan nilai pendidikan karakter melalui

(14)

penugasan dalam kelompok, memberikan kebebasan peserta didik untuk mendapatkan sumber belajar tidak hanya dari guru, dan guru membawa rekomendasi buku sebagai media belajar untuk mendorong rasa ingin tahu,rasa kreatif peserta didik, dan beberapa peraturan yang guru terapkan di kelas.

Peraturan tersebut seperti ketika presentasi di depan kelas, guru mendorong siswa untuk bisa mandiri dan bertanggung jawab atas tugas atau bagian yang didapatkan dalam presentasi. Guru menegur kepada peserta didik yang kurang bertanggungjawab seperti hanya membaca saja dan tidak menjelaskan materi secara jelas. Guru memberikan pengertian bahwa dalam proses presentasi yang membentuk mental dan kemampuan peserta didik berkomunikasi ketika didepan orang banyak. Selain itu, guru menerapkan sikap disiplin kepada peserta didik dalam tata cara berpakaian yang sesuai dengan ketentuan sekolah.

guru memberikan teguran kepada peserta didik yang tidak disiplin. Beberapa sikap yang sudah guru dan peserta didik terapkan ini merupakan wujud dari nilai pendidikan karakter yang ada dalam lingkungan sekolah, termasuk ketika pembelajaran Sejarah Indonesia.

3. Deskripsi Materi Sejarah Indonesia

SMA Regina Pacis Surakarta menggunakan beberapa jenis bahan ajar dalam mata pelajaran sejarah. Bapak Christianto Dedy selaku guru pengampu Sejarah Indonesia menyampaikan bahwa dalam pembelajaran menggunakan buku paket teks sekolah, sumber dari artikel dan jurnal di internet. Selain itu, bapak Christianto juga menggunakan beberapa media dan sumber belajar tambahan seperti surat kabar, buku-buku sejarah, majalah, uang kuno, dan lain- lain. Tujuan penggunaan beragam sumber untuk mendukung peserta didik agar mendapatkan wawasan yang lebih luas, tidak terbatas pada materi yang ada di buku teks sejarah dari sekolah. Buku teks pelajaran sudah disediakan oleh pihak sekolah, sedangkan bahan ajar lainnya secara pribadi disiapkan oleh guru. Dampak dari penggunaan bahan dan media ajar yang beragam membuat peserta didik antusias ketika pembelajaran sejarah di kelas. Contoh pada saat materi pembelajaran mengenai orde baru, guru membawa surat kabar atau majalah yang berkaitan dengan materi. Peserta didik diberikan kesempatan

(15)

untuk mengamati dan membaca surat kabar tersebut, rasa ingin tahu muncul dari peserta didik dan memiliki ketertarikan dalam membahas materi pelajaran.

Guru dapat menggunakan sumber yang lebih beragam untuk materi ajar, terutama pada bagian peran mahasiswa masa orde baru yang tidak dijelaskan secara lengkap di buku teks pelajaran di sekolah. Novel sejarah dapat dijadikan sebagai alternatif materi ajar bagi guru mengenai peran mahasiswa pada masa orde baru, seperti novel Laut Berceritaberisi mengenai gerakan mahasiswa orde baru. Guru sudah menerapkan bahan ajar dan media ajar yang beragam, tetapi guru belum pernah menggunakan novel sejarah dalam pembelajaran di kelas. Guru tertarik untuk menggunakan novel sejarah sebagai salah satu bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran, tetapi belum bisa menerapkan.

B. Sajian Data

1. Latar Belakang Kehidupan Leila S. Chudori yang Mempengaruhi Gaya Kepenulisan

a. Latar Belakang Keluarga

Leila Salikha Chudori merupakan penulis yang menghasilkan banyak karya dalam dunia sastra di Indonesia. Langkah awal di bidang sastra di mulai pada tahun 1974 dengan terciptanya karya-karya Leila semasa masih berusia 12 tahun. Karya-karya Leila berawal dari cerpen- cerpen dengan judul Sebuah Kejutan: Empat Pemuda Kecil dan Seputih Hati Andra (Website Leila Chudori) sejak kecil. Karya-karya Leila Chudori berkembang sejak usia 12 tahun hingga dewasa, hal ini karena lingkungan keluarganya telah memberikan kesempatan mengembangkan dan mendukung bakatnya di dunia kepenulisan. Adanya kedekatan dengan keluarganya sebagai lingkungan pertama yang membimbing Leila sejak kecil telah membuat dorongan bagi Leila Chudori menuliskan karya-karya bertema tentang keluarga. Karya-karya tersebut seperti novel Pulang, Laut Bercerita, 9 Dari Nadira, dan lain-lain.

Karya Leila Chudori bertema keluarga juga berhubungan dengan kebiasaan dan sifat Leila Chudori yang muncul dari lingkungan keluarganya. Seperti pada penggalan novel Laut Bercerita, tokoh Laut yang

(16)

pandai memasak dan memiliki indra penciuman yang tajam. Hal ini sesuai dengan Leila dalam lingkungan keluarganya yang dikenal menyukai hal-hal mengenai kuliner, suka memasak, dan dapat membedakan bumbu-bumbu di dapur menjadikannya memiliki indera penciuman yang tajam. Hal-hal tersebut yang dijadikan sebagai salah satu karakter unik bagi tokoh-tokoh yang di buat. Ada sifat dan sikap yang Leila Chudori dalam lingkungan keluarganya yang diberikan pada tokoh yang telah diciptakan.

Leila Chudori berada dalam lingkungan keluarga dan lingkungan sosial pada tahun 1960-an yang menyukai kisah pewayangan. Pada tahun- tahun ketika masih kecil, kisah pewayangan menjadi cerita yang populer pada zamannya. Leila Chudori tumbuh bersama dengan kisah-kisah pewayangan yang ia gemari seperti Epos Ramayana dan Bharatayuda. Hal tersebut berpengaruh pada gaya kepenulisan Leila Chudori dalam beberapa karyanya seperti novel Pulang dan Laut Bercerita memasukan tokoh-tokoh pewayangan dalam alur cerita sebagai karakter yang dijadikan contoh dari beberapa sikap dan kisah pewayangan yang dijadikan sebagai analogi dalam menggambarkan suatu peristiwa tertentu.

Leila Chudori merupakan putri dari Mohamad Chudori, wartawan koran berita ANTARA dan pendiri koran berita Bahasa Inggris The Jakarta Post pada 1983. Sejak kecil Leila sudah tertarik pada bidang kepenulisan dan secara tidak langsung terbiasa dengan lingkungan keluarga sebagai wartawan. Leila Chudori menamatkan pendidikan kuliahnya pada tahun 1988 dan meneruskan karir sebagai wartawan di Tempo. Secara tidak langsung, pengaruh keluarga dari ayahnya sebagai jurnalis telah memberikan kesempatan Leila S. Chudori untuk tertarik dan berkembang dalam bidang jurnalistik. Karena lingkungan keluarga telah memberikan contoh kepada Leila Chudori mengenai dunia jurnalistik, meskipun keluarga tidak memberikan dorongan agar Leila Chudori berkarir sebagai jurnalis.

2. Latar Belakang Pendidikan

Leila Chudori merupakan salah satu wakil Indonesia sebagai penerima beasiswa belajar di Victoria, Kanada selama 2 tahun. Beasiswa

(17)

belajar tersebut berada di Lester B Pearson College of The Pacific (United World Colleges). Leila meneruskan studi beasiswa di Trent University, Kanada dengan jurusan ganda Ilmu Politik dan Studi Pembangunan Komparatif. Pada tahun 1988, Leila menyelesaikan studi dan kembali ke Indonesia. Berdasarkan pendidikan Leila Chudori telah memberikan pengaruh pada apa yang dituliskan dalam beberapa karya novelnya. Pada novel Laut Bercerita terdapat beberapa bagian yang menyinggung mengenai ilmu ekonomi, terkait dengan inflasi yang terjadi menyebabkan krisis moneter sekaligus hal tersebut yang menjadi salah satu penyebab gerakan mahasiswa dalam novel. Selain membahas ekonomi, pengaruh pendidikan Leila dalam jurusan Ilmu Politik juga memberikan sedikit banyak pengaruh pada novel Laut Bercerita. Beberapa novel ciptaan Leila juga mengambil tema-tema seputar masalah politik dan ekonomi seperti orde baru, reformasi, PKI. Leila Chudori yang memiliki keahlian dalam bidang ilmu politik dan ekonomi, sehingga lebih memahami konsep dari ilmu tersebut.

3. Latar Belakang Profesi

Leila Chudori pernah bekerja sebagai jurnalis, di Majalah Berita Tempo selama 20 tahun (1989-2008). Ketika menjadi jurnalis, Leila mendapat tugas meliput berbagai isu-isu internasional. Tokoh-tokoh internasional yang sudah Leila wawancara mulai dari Perdana Menteri Malaysia Mohathir Mohamad hingga Nelson Mandela dari India. Pekerjaan menjadi jurnalis memberikan kesempatan Leila Chudori untuk mengembangkan keahlian dan ketertarikannya pada bidang politik dan ekonomi. Adanya pengalaman-pengalam kerja dari jurnalis membuat Leila Chudori sudah memiliki gaya tertentu dalam mengolah data dan menuliskan berita. Hal ini mempengaruhi Leila Chudori dalam menyusun beberapa karyanya seperti novel Laut Bercerita dan Pulang yang disusun setelah pensiun dari dunia jurnalis. Proses pengambilan data menggunakan wawancara dan observasi dan gaya kepenulisan dalam menyusun novel memiliki kesamaaan proses dengan gaya ketika menjadi jurnalis di Tempo.

(18)

Ide ketertarikan untuk membuat novel mengenai orde baru dan gerakan mahasiswa berawal dari pengalaman bekerja sebagai jurnalis. Leila Chudori mendapatkan tugas untuk membuat edisi Berita Tempo mengenai tokoh penting yaitu presiden Soeharto. Leila berusaha memperdalam pembahasan tentang mahasiswa pada masa orde baru. Leila Chudori melakukan wawancara dengan mahasiswa korban penculikan 1998 yang selamat, yaitu Neizar Patria yang sudah bekerja di Tempo.Tulisan dari Neizar Patria yang di muat edisi Tempo mengenai pengalaman ketika menjadi korban penculikan membuat Leila Chudori tertarik untuk mengangkat tema gerakan mahasiswa menjadi karyanya. Selain itu,Leila Chudori juga mengalami masa orde baru dan melihat secara langsung aksi demonstrasi yang terjadi masa itu saat bekerja sebagai jurnalis. Hal tersebut menyebabkan Leila Chudori memahami situasi dan kondisi lapangan masa Orde Baru, sehingga dalam penulisan novel Laut Bercerita pembaca dapat merasakan kondisi orde baru yang sesungguhnya.

2. Gerakan Mahasiswa tahun 1993-1998 dalam Novel Laut Bercerita a. Diskusi dan Rapat Mahasiswa

Diskusi mahasiswa berupa pertemuan para mahasiswa dalam satu kelompok Winatra dan Wirasena di Yogyakarta membahas mengenai permasalahan dalam buku-buku kiri, hasil diskusi bersama masyarakat, dan membicarakan berbagai kebijakan pemerintah. Diskusi dilakukan di beberapa tempat persembunyian, tidak dilakukan secara terbuka. Diskusi berada di tempat yang aman, agar tidak mendapatkan intervensi dari pihak aparat keamanan. Pada novel Laut Bercerita, Seyegan merupakan daerah rumah persembunyian sekretariat mahasiswa yang baru, terletak dekat dengan hutan dan jauh dengan kawasan ramai kota.Mahasiswa juga bekerja sama dengan Taraka, aktivis mahasiswa asal ISI Yogyakarta. Selain itu, komunikasi dalam mengadakan diskusi dengan menggunakan media selebaran yang diberikan kepada mahasiswa dan aktivis yang mengikuti diskusi. Setiap diskusi mahasiswa diliput dan dituliskan agar hasilnya dapat

(19)

dijadikan sebagai bahan merancang kegiatan mahasiswa (Chudori, 2017:

15-46).

Diskusi membahas buku dan novel para tokoh seperti buku karya Ernesto Laclau, Ben Anderson, Ralph Miland, Karl Max, Tan Malaka, novel karya Pramoedya Ananta Toer, hingga puisi ciptaan W.S Rendra.Tujuan adanya kelompok studi mahasiswa yang mengadakan diskusi buku pemikiran kiri dan buku alternatif untuk dijadikan sebagai alat melawan doktrin pemerintah yang dikuasai penguasa serta membakar rasa semangat perjuangan. Pada masa orde baru buku-buku pemikiran kiri yang digunakan mahasiswa dalam diskusi di anggap sebagai hal yang berbahaya dan mengancam stabilitas negara, sehingga pemerintah melarang penggunaan hingga penggandaan buku kiri. Hal ini dibuktikan dengan adanya kasus penangkapan mahasiswa yang melakukan diskusi novel Pramoedya Anata Toer pada 1993 dan dipenjara. Hal-hal yang mempersulit proses diskusi tersebut membuat kegiatan-kegiatan mahasiswa dilakukan secara diam-diam dan hanya diketahui oleh satu organisasi seperti Winatra dan Wirasena atau orang-orang terkait (Chudori, 2017: 11-45). Pembahasan mengenai diskusi buku-buku pemikiran kiri tersebar di beberapa bab dalam novel Laut Bercerita, sebagai berikut:

“.... kita bebas mendiskusikan buku siapa saja, apakah karya Laclau atau Ben Anderson, atau bahkan novel pak Pramoedya akan menghirup udara merdeka di sini” (Chudori, 2017: 16)

“Seingatku, Kinan tengah membuat fotokopi buku-buku karya Ernesto Laclau dan Ralph Miliband yang akan menjadi bahan diskusi” (Chudori, 2017: 17)

“Mereka mendesak-desak Bram apakah dia mengenal para aktivis yang baru saja ditangkap beberapa bulan silam karena memiliki dan mendiskusikan buku karya Pramoedya” (Chudori, 2017: 30)

(20)

“Tentu, bu. Kami tak hanya mendiskusikan buku pak Pram. Kami diskusi tentang puisi Rendra....” (Chudori, 2017: 75).

Diskusi juga dilakukan dengan mengundang korban dari yang mengalami ketidakadilan. Seperti diskusi dengan tokoh bapak Razak, bekas tahanan Pulau Buru. Narasumber menjelaskan mengenai pengalaman selama menjadi tahanan. Selama diskusi berlangsung mahasiswa mengumpulkan data dari apa yang disampaikan bapak Razak, tujuan dari diskusi untuk mendapatkan data nyata kesaksian korban ketidakadilan orde baru. Mahasiswa memiliki dasar yang valid berdasarkan sumber yang terpercaya, bukan sekedar melawan pemerintah (Chudori, 2017:47).

Pembahasan mengenai diskusi korban ketidakdilan pemerintah orde baru tersebar dalam Laut Bercerita, sebagai berikut:

Seperti saat kami mengundang pak Razak untuk berkisah tentang pengalamannya di Pulau Buru selama belasan tahun dan kembali ke Jakarta untuk tetap dianggap sebagai musuh negara; tentang istri, anak- anak, dan kakak-adiknya yang masih saja kesulitan mencari nafkah dan mengubah nama agar tak terlalu kentara bahwa mereka ada hubungannya dengan seorang bekas tahanan politik dari Pulau Buru (Chudori, 2017:

47)

Diskusi mahasiswa juga membahas peristiwa politik di beberapa negara. Diskusi tentang perbandingan situasi politik Chile masa pemerintahan Salvador Allende 1973 dengan Indonesia pada 1965.

Pembahasan mengenai Chile dan Indonesia sama-sama dikuasai oleh golongan kiri dan dikalahkan oleh militer. Mahasiswa mendiskusikan dengan keadaan Indonesia, mengangkat isu Undang-Undang masa orde baru yang mengekang rakyat selama puluhan tahun. Diskusi dilakukan dengan harapan di masa depan para mantan tapol (tahanan politik) dan korban pembunuhan massal 1965 memperoleh keadilan, rehabilitasi nama. Diskusi pemikiran politik ini dijadikan sebagai upaya agar mahasiswa terus banyak membaca dan mendiskusikaan bacaan alternatif untuk memupuk rasa perjuangan (Chudori, 2017:45).

Seperti pada salah satu diskusi yang menampilkan Bram sebagai pembicara yang tentu saja bersifat pedantik. Ketika itu bram

(21)

mendiskusikan bagaimana menariknya membandingkan situasi politik Cile di masa pemerintahan Salvador Allende tahun 1973 dengan Indonesia tahun 1965 (Chudori, 2017: 45).

Diskusi terbatas tahun 1993 di Pelem Kecut, kelompok mahasiswa Winatra dan Wirasena membahas perbandingan pemberontakan Gwangju (Korea Selatan) dengan People Power’s Manila (Filipina). Pemberontakan Gwangju terjadi pada tahun 1980 gagal menghasilkan demokrasi, sedangkan People Power’s Manila sukses menurunkan Presiden Marcos. Perbedaan dari hasil kedua gerakan ini menjadi bahan diskusi, karena ada beberapa faktor pembeda yang mendukung berhasil dan tidaknya kedua gerakan tersebut. Pada satu sisi terdapat hubungan Filipina dengan Amerika Serikat dan peran penting gereja yang gencar dalam mendukung gerakan Filipina.

Sedangkan Pemberontakan Gwangju didominasi mahasiswa dan pemuda yang kompak, melek politik, dan terus menuntut. Kasus Gwangju dan Manila sama-sama berkaitan dengan militer, dengan hasil gagal dan berhasil. Hal ini yang menjadi bahan diskusi bagi perjuangan mahasiswa kedepannya, sebagai harapan agar Indonesia dapat memiliki kekuatan besar dari para kelas menengah dan aktivis yang melek politik melawan pemerintah (Chudori, 2017:113-114).

Kinan dan Alex ke Manila untuk mengikuti konferensi peran gerakan mahasiswa dan aktivis dalam perubahan di Asia Tenggara setahun lalu, karena itu kami menyelenggarakan diksusi Gwangju yang dibandingkan dengan People’s Power Manila (Chudori, 2017: 113).

Mahasiswa mengadakan rapat secara terbatas dari Yogyakarta dan Solo, membuat kelompok perlawanan dengan mengadakan diskusi serta rapat agar belajar kritis bersama, melihat penguasa yang terus membuat bertindak sewenang-wenang dan mereka mencari kebenaran dalam kelompok perlawanan mahasiswa. Mahasiswa menyusun kompi-kompi diberbagai kampus, berkembang dari beberapa kota hingga kegiatan dilakukan di Jakarta. Rapat secara diam-diam dilaksanakan di UI (Universitas Indonesia) membahas rancangan demonstrasi serentak yang dilakukan di beberapa kampus dan rencana referendum Timor Timor. Rapat

(22)

ini yang kemudian berhasil mengadakan serangkaian demonstrasi pada tahun 1998 (Chudori, 2017:51-251). Hal tersebut dijelaskan pada novel (Chudori, 2017: 51) yang menyatakan adanya kegiatan rapat mahasiswa,

“Aku baru saja pulang dari kampus UI di depok untuk rapat mahasiswa yang membuat hati pegal karena berkepanjangan”.

Tiap hari itu tanggal 13 Maret, saya memang harus membicarakan soal rencana referendum Timor-Timur dengan beberapa kawan. Laut sudah mengingatkan saya agar memindahkan pertemuan itu dari Jalan Diponegoro ke tempat lain yang lebih aman. Tetapi saya telanjur menyanggupi bertemu beberapa kawan di sana (Chudori, 2017: 151-152) b) Aksi Demonstrasi

Aksi demonstrasi merupakan aksi yang dilakukan mahasiswa dengan turun secara langsung ke lapangan untuk memperjuangkan keadilan bagi rakyat kecil dan perubahan bangsa. Aksi berasal dari setiap individu dalam tokoh novel Laut Bercerita yang merasakan adanya permasalahan di sekitarnya. Aksi-aksi mahasiswa terdiri atas kumpulan mahasiswa yang datang secara langsung mendampingi para rakyat kecil, seperti buruh, petani, dan lain-lain. Gerakan mahasiswa dalam novel Laut Bercerita berasal dari 2 organisasi aktivis mahasiswa yaitu Winatra dan Wirasena sebagai organisasi induk. Berikut beberapa aksi mahasiswa dalam novel Laut Bercerita :

1) Aksi Pendampingan Kedung Ombo

Kasus Kedung Ombo berawal dari penggusuran lahan warga untuk pembuatan waduk. Pemerintah memberikan janji ganti rugi lahan sebanyak 3000 ribu rupiah per meter, tetapi hanya dibayarkan 250 rupiah per meter. Sebagian yang pasrah dengan keadaan menerima ganti rugi yang tidak layak, sebagian warga menetap di lahan dan mendapatkan intimidasi dari pemerintah. Mahasiswa datang dan melakukan pendampingan serta aksi melawan penggusuran. Mahasiswa yang datang membantu membangun kelas darurat bagi anak-anak dan rakit untuk transportasi warga. Namun, mahasiswa berakhir dengan beberapa di

(23)

tangkap oleh aparat dan kemudian di intergasi untuk di siksa dan dilepaskan kembali (Chudori, 2017: 25-26).

2) Aksi Buruh Surabaya

Aksi mengawal buruh dilakukan dengan mengadakan unjuk rasa di Tandes, Surabaya. Aksi ini dilaksanakan oleh mahasiswa dan ribuan buruh dari 10 pabrik, menuntut adanya kenaikan upah. Sebelum aksi, tokoh aktivis Sang Penyair mengadakan latihan teater pembacaan puisi kepada buruh-buruh. Isi dari puisi tersebut dapat membakar semangat para buruh. Aksi dan teater puisi didokumentasikan dalam video, sehingga ketika mahasiswa berakhir harus di tangkap oleh aparat maka salah satu mahasiswa yang dapat kabur mengamankan barang bukti yang dianggap membahayakan (Chudori, 2017: 91-92)

Dua tahun lalu, sebelum kami dinyatakan buron oleh pemerintah, kinan ditugaskan ke Tandes, Surabaya, Bersama Sunu, Julius, Gusti, dan Naratama. Mereka mengawal 10 pabrik menggelar aksi unjuk rasa menuntut kenaikan upah (Chudori, 2017: 91)

3) Aksi Blangguan Situbondo

Aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa dan petani. Mahasiswa yang berasal andil berasal dari Semarang, Jakarta, Surabaya, Solo. Mahasiswa sudah mempelajari dan mendata mengenai konflik yang terjadi di Blangguan. Masalah berawal lahan pertanian dan kediaman mereka di gusur secara paksa karena lahan tersebut dijadikan sebagai tempat latihan gabungan para tentara bersenjata. Mahasiswa yang datang ke desa secara diam-diam di bantu oleh warga setempat, mahasiswa dibagi ke dalam beberapa kelompok menempati rumah warga. Karena tentara telah mengepung desa dan melakukan patroli, meraka sudah mengetahui adanya mahasiswa yang menginap di rumah warga. Rencana aksi sajak dan penanaman jagung di lahan sengketa gagal dilaksanakan, mahasiswa berhasil pergi dari Blangguan (Chudori, 2017: 116-142).

(24)

Tak hanya kelompok Wirasena, Winatra, dan Taraka Yogya tetapi juga kawan-kawan Winatra dari Jakarta, Semarang, Solo, Surabaya mengirim perwakilan untuk bergabung atas nama aksi mahasiswa Blangguan (Chudori, 2017: 116)

4) Aksi DPRD Jawa Timur

Gagalnya aksi Blangguan membuat rombongan mahasiswa menuju ke gedung DPRD Jatim. Tujuan datang ke gedung DPRD untuk menemui anggota DPRD sebagai wadah penampung dari masalah-masalah Blangguan dan nasib para petani karena lahannya digusur secara paksa.

Laporan tidak diproses dengan baik, karena DPRD dikenal sebagai tempat penampungan tanpa ada tindakan. Aksi tidak berjalan dengan lancar dan dilakukan evaluasi atas gerakan mahasiswa yang telah dilaksanakan. Perjalanan dilanjutkan ke dua tujuan menuju Yogyakarta, sebagian pacet dan sebagian Bungurasih. Ketika di Terminal Bungurasih, mahasiswa di tangkap aparat keamanan dan di interogasi sekaligus di siksa hingga dilepaskan kembali (Chudori, 2017: 163-164).

Setelah menanti dua jam, akhirnya hanya salah satu fraksi yang menemui kami. Bram dan kinan menceritakan pengalaman kami di blangguan dan nasib petani yang tanahnya digusur untuk tempat pelatihan gabungan militer (Chudori, 2017: 163).

5) Aksi Petani di Ngawi

Aksi Ngawi disebabkan oleh sengketa lahan petani yang hendak diambil alih oleh perusahaan. Selama proses sengketa, para petani mendapatkan intimidasi dari aparat. Demonstrasi diikuti oleh 250 warga, mahasiswa, dan wartawan lokal yang bersembunyi di gorong-gorong. Ketika mahasiswa memberi kode menggunakan megafon untuk keluar dari persembunyian, muncul 1000 petani yang datang. Mahasiswa menuntut kasus ini untuk di bawa ke DPRD agar pengambilalihan lahan petani di tunda dan ditindaklanjuti (Chudori, 2017: 127).

Ingat aksi kita di Ngawi? Tanya Sunu tiba-tiba. Sengketa lahan petani yng akan diambil alih perusahaan? Gol!! Itu strategi Kinan, mas Bram, dan Julius yang mendampingi petani yang diintimidasi aparat (Chudori, 2017: 126)

(25)

6) Aksi Juli 1996

Pasca kemenangan Partai Demokrasi, mahasiswa memberikan dukungan secara terbuka dengan membacakan manifesto oleh tokoh Bram pada demonstrasi di Jalan Diponegoro. Beberapa mahasiswa lain bertugas mendapatkan informasi terkait gerak aparat sementara, beberapa yang lain mengawasi distribusi spanduk, poster, dan brosur di tempat terjadinya demonstrasi. Isi manifesto tentang pembungkaman pers, perubahan terhadap 5 paket UU Politik, mengecam pembredelan 3 media, dan tuntutan penghapusan normalisasi kampus. Aksi pembacaan manifesto ini membuat heboh media dan berakhir dengan pemerintah menuduh Wirasena dan Winatra sebagai dalang aksi kerusuhan pada Sabtu Kelabu 27 Juli 1996. Setelah peristiwa ini, mahasiswa yang terlibat aksi di cari dan dijadikan sebagai daftar pencarian orang sebab di anggap telah membahayakan keamanan negara (Chudori, 2017: 196-201).

Hingga akhirnya ketika Bram membacakan manifesto pada pekan pertama bulan Juli yang menghebohkan media dan peristiwa Sabtu Kelabu yang berdarah. Seperti biasa, pemerintah membutuhkan kambing hitam. Siapa lagi kalau bukan Wirasena dan Winatra (Chudori, 2017: 201)

c. Gerakan Pencarian Mahasiswa Hilang

Setelah kasus hilangnya tokoh Laut pada 13 Maret 1998, tokoh Aswin bersama aktivis Wirasena dan Winatra mencari-cari keterangan mengenai keberadaan terakhir para mahasiswa yang hilang. Mahasiswa yang anggota dari Wirasena dan Winatra dijadikan sebagai daftar pencarian orang. Sejak Juli 1996, mahasiswa-mahasiswa sasaran pemerintah hidup secara tersembunyi dan melakukan perjuangan dari bawah tanah. Mereka menjaga komunikasi secara tertutup seperti melalui surat yang dititipkan kepada kurir atau melalui telepon umum yang tidak bisa di sadap aktivis mahasiswa pusat. Mahasiswa berpindah-pindah tempat secara berkala, mulai dari Lampung, Pekanbaru, Padang dalam waktu 1 hingga 2 minggu menetap. Apabila mendapatkan informasi dari sesama aktivis pusat untuk berpindah, maka mereka berpindah secara berkala. Setelah berpindah dari

(26)

Padang ke Lampung dan kembali ke pulau Jawa, sebab pencarian menyebar ke pulau Sumatra. Selama di pulau Jawa, beberapa kali mengikuti rapat terbatas bersama dengan mahasiswa di Jakarta dan Bandung. Selain itu, mereka sempat bekerja di pabrik dan melakukan gerakan sederhana membuat grafiti tentang kritikan kepada pemerintah. Mereka juga mengikuti rapat mahasiswa di Universitas Indonesia yang membahas rancangan demonstrasi serentak di berbagai kampus, hal ini dipermudah dengan adanya kompi-kompi kelompok mahasiswa di beberapa daerah. Setelah itu kehidupan mahasiswa terus berpindah-pindah kota dan berakhir di Jakarta Barat. Pada 13 Maret 1998 di Rusun Klender mahasiswa mengalami penculikan oleh intel.

Sebelum kabar hilangnya para mahasiswa, tokoh Aswin dan relawan mengecek mahasiswa yang berhubungan dengan mereka melalui surat, pager, telepon, dan lain-lain, dari kelompok mahasiswa mana yang sering bertemu serta apa yang telah mereka nyatakan secara tertulis dan audio kepada pemerintah, tempat-tempat yang terakhir mereka terlihat, hingga pengecekan kepada kawan terdekat. Setelah dipastikan hilang diambil secara paksa satu persatu secara bergilir, dibuat Komisi Orang Hilang.

Aswin dan tim relawan, yang saat itu jumlahnya masih seadanya, melakukan pencarian jejak pada har-hari sebelum mereka dinyatakan hilang secara paksa: siapakah yang terakhir berhubungan dengan mereka (surat, pesan, atau mungkin saja pager atau telepon, meski kedua alat ini tidak disarankan pada masa kehidupan di bawah tanah);

dari kelompok manakah atau sering berkumpul dengan kelompok mana; apa yang pernah dinyatakan (tertulis atau audio) terhadap umum, dan yang paling penting adalah mengecek pada keluarga dan kawan terdekat (Chudori, 2017: 244)

Komisi Orang Hilang berisi dari keluarga korban dan aktivis mahasiswa. 16 lembaga dan tokoh turut andil dalam pembentukan Komisi Orang Hilang. Tugas dari Komisi Orang Hilang yaitu mendata mahasiswa yang hilang kontak, memberikan laporan wawancara dengan saksi dan

(27)

keterangan keluarga, membuat garis waktu hilang dan pembuatan bagan serta tabel untuk memahami mengenai strategi penculikan mahasiswa.

“Tetapi Aswin kemudian meminta kami membuat garis waktu, cek silang, yang kemudian diakhiri dengan bagan dan tabel untuk memahami strategi penculikan mereka” (Chudori, 2017: 248)

Pada 23 April 1998 salah satu mahasiswa yang hilang, tokoh Alex kembali ke rumah keluarga di Pamakayo. Diikuti kembalinya beberapa mahasiswa, seperti Daniel, Naratama, Coki, Hamda, Arga Masagi, Hakim Subali, Harun, dan Widi Yulianto. Komisi Orang Hilang bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) membuat fasilitas safehouse untuk dijadikan sebagai tempat istirahat bagi mahasiswa yang kembali. Tercatat pada akhir April–Mei, 9 mahasiswa kembali dan 13 mahasiswa lainnya masih hilang (Chudori, 2017: 239-258).

Semua komunitas lembaga swadaya masyarakat baik yang berperan dalam berdirinya komisi orang hilang membantu memastikan agar ada safehouse, karena kami mendengar kawan-kawan yang hilang mulai berdatangan.... (Chudori, 2017: 250)

Beberapa mahasiswa yang kembali mendatangi Komisi Orang Hilang dan mau dilakukan pencatatan terhadap pengalaman mereka selama diculik. Komisi Orang Hilang dan LSM hak asasi manusia mempertimbangkan melakukan wawancara dengan para wartawan, keputusan akhir melakukan konferensi pers yang dilaksanakan di kantor Komisi Orang Hilang dan perjalanan ke Belanda. Konferensi pers lengkap dengan kedatangan wartawan lokal dan wartawan asing. Tokoh Alex sebagai korban menyampaikan pengalaman selama penculikan hingga penutupan konfrensi pers dan pengawalan para mahasiswa dari Jalan Diponegoro ke Bandara Soekarno-Hatta untuk menuju Belanda. Hal tersebut ditunjukkan dengan dialog, “Aku rasa aku tak akan pernah melupakan konferensi pers yang diselenggarakan di kantor komisi orang hilang yang melimpah ruah wartawan indonesia dan asing itu” (Chudori, 2017: 259).

(28)

“Karena Alex bersikeras dia sudah siap dengan segala risiko, maka semua LSM memutuskan bantingan membeli tiket untuk Alex agar ia langsung ke bandara terbang ke Belanda setelah mengadakan konferensi pers” (Chudori, 2017: 259)

Sebanyak 9 mahasiswa korban lain mendatangi Komisi Orang Hilang dan memberikan kesaksian atas keterlibatan Pasukan Elang di dalamnya. Pasukan Elang berakhir dengan diadili oleh Mahkamah Militer.

Muncul beberapa peristiwa besar setelahnya dengan kerusuhan Mei 1998, hingga puncaknya Presiden Soeharto yang mundur dari jabatan presiden.

Keluarga mahasiswa yang hilang rutin melakukan pertemuan dan komunikasi dengan pihak Komisi Orang Hilang (Chudori, 2017: 259-261).

Pada September 1998, Komisi Orang Hilang mengadakan Tenda Keprihatinan bersama beberapa tokoh seperti Gus Dur dan lain-lain. Selain itu, Komisi Orang Hilang dan LSM meresmikan keluarga dalam keanggotaan organisasi Komisi Orang Hilang dengan harapan agar kasus ini tidak dilupakan oleh pemerintah yang berkuasa. Bersama perwakilan Komisi Orang Hilang, perwakilan korban penculikan, dan perwakilan keluarga korban menghadiri pertemuan di kantor PBB di Jenewa. Hal ini dilakukan untuk bertemu dengan organisasi penghilangan paksa dari beberapa negara lain, mulai dari Filipina hingga negara-negara Amerika Latin (Chudori, 2017:261).

Bapak bahkan menjadi wakil dari orangtua yang pergi ikut pertemuan di kantor PBB di Jenewa bersama Aswin dan Alex untuk saling bertemu dengan organisasi penghilangan paksa dari negara lainnya seperti Filipina dan negara-negara Amerika Latin (Chudori, 2017: 261)

Penyelidikan yang dilakukan oleh tim dari Komisi Orang Hilang untuk mencari informasi terkait mahasiswa yang hilang. Tim investigasi datang ke beberapa pulau di sekitar Pulau Seribu untuk melakukan observasi dan sedikit keterangan dari saksi warga setempat terkait dengan informasi mengenai tulang dan tong di laut. Setelah proses selesai, tim Komisi Orang Hilang kembali ke Jakarta untuk mengolah hasil data lapangan dan mengadakan pertemuan rutin dengan keluarga korban. Komisi

(29)

Orang Hilang diwakili oleh Aswin dan Asmara menyampaikan temuan dari Pulau Seribu.

“Berdasarkan informasi yang terbatas dari dokter Mawardi, saya memutuskan membentuk tim investigasi yang terdiri dari Asmara, Coki, dan Alex untuk pergi ke Pulau Seribu” (Chudori, 2017: 325)

“... tapi saya merasa tim ini perlu mengumpulkan data berdasarkan wawancara, testimoni, dan laporan pandangan mata di tempat-tempat tersebut” (Chudori, 2017: 325)

Komisi Orang Hilang bersama korban yang selamat pada penculikan terus memperjuangkan keadilan bagi mahasiswa yang belum kembali hingga pada september 2006 mereka diberi kesempatan ke New York untuk menjadi perwakilan peserta pleno di PBB. Pengajuan Konvensi Anti Penghilangan Paksa saat pleno telah dipertimbangkan menjadi langkah yang pasti untuk terus memberikan perhatian pada kasus di Indonesia.

“Dan kedatangan Daniel dan Alex ke New York mewakili komisi adalah memberi testimoni dan mendukung pengesahan konvensi. Ini kemenangan besar” (Chudori, 2017: 355)

Komisi Orang Hilang juga bertukar pengalaman dengan para madres Argentina yang kehilangan anak-anaknya korban pemerintahan mengenai gerakan apa saja yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya agar bisa dipertimbangkan untuk diterapkan di Indonesia. Aktivis Komisi Orang Hilang juga mempelajari gerakan yang dilakukan oleh ibu-ibu Argentina.

3. Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Laut Bercerita

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan, peneliti mendapatkan data terkait dengan nilai pendidikan karakter dalam novel Laut Bercerita yang tercermin pada kutipan dialog dan cerita dari tokoh-tokoh. Nilai-nilai karakter tersebut sebagai berikut:

4.1 Tabel Persebaran Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Laut Bercerita

(30)

No. Nilai Karakter Halaman dalam Novel Jumlah

1. Religius 5, 29 2

2. Jujur 23, 301, 322, 351 4

3. Toleransi 72, 93, 250, 287, 290, 294 6

4. Gotong Royong 14, 20, 21, 35, 72, 129, 135, 198, 199, 250

10

5. Disiplin 67, 247 2

6. Kerja Keras 17, 25, 35, 46, 51, 91, 113, 198, 205, 211, 220, 224, 247, 248, 259, 261, 304, 315, 316, 325, 352, 356, 362

23

7. Kreatif 12, 16, 29, 36, 69, 136, 179, 205, 212, 264, 267, 299, 331, 373

14 8. Mandiri 17, 18, 42, 75, 334, 356, 357, 369, 373 9

9. Demokratis 16, 17, 35, 135, 211, 351 6

10. Semangat Kebangsaan

32, 35, 75, 91, 97, 113, 120, 150, 171, 182, 183, 197, 214, 225, 324, 331, 341, 365

18

11. Cinta Tanah Air 25, 35, 46, 91, 97, 113, 116, 121, 126, 172, 182, 183, 197, 211, 220, 225, 290, 231, 341

19

12. Komunikatif 39, 51, 135, 275, 276, 320, 322, 327, 330, 365

10

13. Cinta Damai 72, 250, 290, 311 4

14. Gemar Membaca 16, 21, 28 3

15. Peduli Sosial 19, 20, 25, 28, 34, 47, 48, 72, 75, 91, 215, 245, 254, 261, 288, 290, 322, 331, 334, 352, 355, 359, 373

23

16. Tanggungjawab 14, 47, 51, 75, 91, 163, 171, 198, 213, 235, 246, 247, 250, 254, 261, 291, 325, 327, 374, 352, 363

21

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan, novel Laut Bercerita terdiri dari enam belas nilai pendidikan karakter antara lain nilai religius, jujur, toleransi, gotong royong, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, semangat kebangsaan, cinta tanah air, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli sosial, dan tanggungjawab. Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan tabel nilai pendidikan karakter dalam novel Laut Bercerita, terdapat 3 nilai pendidikan karakter yang memiliki sebaran terbanyak di dalam

(31)

novel yaitu nilai Kerja Keras, Peduli Sosial, dan Tanggungjawab. Adanya nilai pendidikan karakter dominan dapat dilihat pada nilai kerja keras dengan jumlah 23 data, nilai peduli sosial dengan jumlah 23 data, dan nilai tanggungjawab dengan jumlah 21 data. Nilai pendidikan karakter dengan jumlah sedikit yaitu nilai religius dengan 2 data.

Nilai-nilai pendidikan karakter yang ada tersebar di berbagai halaman dari novel Laut Bercerita, fokus pada sikap dan tindakan yang sudah dilakukan para tokoh dalam novel yang menunjukkan nilai-nilai pendidikan karakter tersebut. Nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel menjadi teladan yang didapat pembaca dari novel Laut Bercerita. Nilai-nilai pendidikan karakter yang ada tersebar di berbagai halaman dari novel Laut Bercerita yang tercermin pada kutipan dialog dan cerita dari tokoh-tokoh. Berikut beberapa contoh dari kutipan dalam novel yang mencerminkan nilai pendidikan karakter:

a. Religius

Sikap melaksanakan ajaran agama yang di anut, toleran terhadap ibadah agama lain, menghargai perbedaan setiap agama, hidup damai dan rukun bersama para penganut agama lain. Nilai religius dalam novel Laut Bercerita dapat di lihat dari karakter beberapa tokoh di dalam novel sebagai berikut :

“Tuhan, kita semakin dekat. Kau terasa semakin ingin menaungiku”

(Chudori, 2017:5)

Kutipan menunjukkan bahwa tokoh Laut merasa bahwa dia mengingat dan mempercayai Tuhan diakhir hayat dalam kondisi tidak berdaya setelah penyiksaan berulang kali. Setiap agama mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa mengingat dan mempercayai adanya kuasa Tuhan dalam setiap situasi dan kondisi yang dialami. Berdasarkan hal tersebut, maka tokoh Laut mencerminkan adanya nilai karakter religius.

“Persyaratannya: Bram harus tetap rajin mengaji. Dan dia memang menunaikan janjinya, mengaji pada sore hari meski sesekali membolos karena ikut kesebelasan sepakbola sekolahnya” (Chudori, 2017: 29)

(32)

Kutipan tersebut merupakan perilaku religius yang ditunjukkan oleh tokoh Bram. Religius dapat disimpulkan dari perilaku mengaji yang dilakukan.

Mengaji adalah salah satu ibadah yang dilakukan umat Islam, mencerminkan perilaku melaksanakan ajaran dari agama. Berdasarkan perilaku tersebut, tokoh Bram dalam novel Laut Bercerita sudah mencerminkan nilai karakter religius.

b. Jujur

Nilai yang mencerminkan usaha yang membuat seseorang berkata jujur, dapat dipercaya dalam perkatan dan perbuatan. Nilai karakter jujur dalam novel Laut Bercerita dapat dilihat dari karakter beberapa tokoh di dalam novel sebagai berikut:

“Aku memutuskan menjawab dengan jujur bahwa aku ingin bertemu dan bertukar pikiran dengan anak muda Indonesia yang memilih berkumpul di UGM dan mengutarakan ide-ide dasar “ (Chudori, 2017:

23)

Kutipan dalam novel Laut Bercerita di atas menceritakan mengenai Tokoh laut yang menjawab dengan jujur mengenai alasannya memilih UGM (Universitas Gajah Mada). Apa yang dilakukan oleh tokoh Laut merupakan contoh dari nilai karakter integritas, sikap jujur. Karena tokoh Laut kemudian menjelaskan mengenai alasannya berkuliah di UGM sebagai wujud ingin bertemu dengan berbagai pemikiran dari mahasiswa di Yogya.

Sikap terbuka dan jujur tersebut menjadi bagian dari nilai karakter integritas

“Aku meletakkan piringku dan memegang tangannya. Jani, kita semua di sini akan mencoba melakukan sesuatu. Tapi kamu tidak boleh terus- menerus seperti ini” (Chudori, 2017: 322)

Kutipan dalam novel Laut Bercerita di atas menceritakan tokoh Asmara yang menegur tokoh Anjani secara terbuka dan jujur, karena melihat keadaan Anjani yang memburuk baik secara fisik dan mental. Asmara mencerminkan nilai jujur, karena berusaha mengatakan hal yang sebenarnya agar Asmara tidak semakin terpuruk dalam menghadapi masalah.

c. Mandiri

(33)

Nilai yang mencerminkan rasa untuk menggunakan tenaga, waktu dan pikiran demi mencapai harapan, mimpi serta cita-cita tanpa harus menggantungkan dengan bantuan orang lain. Nilai mandiri dalam novel Laut Bercerita dapat dilihat dari karakter beberapa tokoh di dalam novel sebagai berikut:

“Disanalah kawan-kawan sesama pers mahasiswa diam-diam menggandakan beberapa novel anak semua bangsa dan berbagai buku terlarang lainnya” (Chudori, 2017: 17).

Kutipan novel di atas menunjukkan tokoh Laut bersama kawan-kawan pers mahasiswa yang memperbanyak novel dan buku pemikiran kiri, yang dilarang pada masa orde baru. Demi membuka pemikiran mereka mengenai konsep pemerintahan orde baru yang otoriter dan kaku dari kritik rakyat, bahan diskusi yang digunakan dalam mencapai perubahan keadilan bangsa dari buku-buku tersebut dan diperbanyak jumlahnya. Perilaku ini termasuk dalam nilai mandiri sub karakter keberanian dan daya juang, karena mereka memberanikan diri untuk melakukan apa yang dilarang dan memperjuangkan adanya perubahan bagi bangsa.

“Senenge pancen ditandangi dhewe, Kata mas Yunus sambil menunjuk bagaimana Kinan mengukur kertas potong agar penggandaan tidak miring dan terukur rapi” (Chudori, 2017: 18)

Kutipan novel di atas menjelaskan mengenai tokoh Kinan, perempuan tangguh pimpinan Winatra yang sedang mengukur kertas potong untuk penggandaan buku. Perilaku yang dicerminkan oleh tokoh Kinan merupakan nilai karakter mandiri, tidak bergantung pada orang lain karena masih bisa diatasi sendiri. Meskipun dapat dibantu oleh orang lain, tokoh Kinan berusaha menjadi pribadi mandiri di sekitar laki-laki.

d. Gotong Royong

Sikap menghargai semangat kerjasama, menyelesaikan masalah bersama, sikap tolong menolong, menjalin persahabatan dan menjaga komunikasi.

Nilai mandiri dalam novel Laut Bercerita dapat di lihat dari karakter beberapa tokoh di dalam novel sebagai berikut :

(34)

“Kami semua mematuhi pembagian kerja itu sehingga tak sulit membayangkan rumah besar atau rumah hantu zaman Belanda ini akan menjelma sebagai sekretariat sekaligus tempat kami menetap”

(Chudori, 2017: 14)

Kutipan di atas dari tokoh Laut yang membahas pembagian kerja dengan teman-teman aktivis Winatra. Berdasarkan kutipan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat nilai karakter gotong royong mengenai kerjasama. Kerjasama dapat dicerminkan dengan pembagian kerja dalam kelompok oleh para aktivis Winatra, hal ini memudahkan pekerjaan karena dilakukan secara bersama-sama.

“Sambil duduk bersila, Sang Penyair bercerita bahwa semua kawan- kawan di rumah pak Slamet setuju dengan keputusan Bram” (Chudori, 2017: 135)

Kutipan dalam novel tersebut mengenai kawan-kawan aktivis dalam aksi Blangguan setuju dengan keputusan tokoh Bram. Munculnya persetujuan dari semua pihak secara bersama-sama menjadi salah satu contoh nilai gotong royong dengan menyelesaikan masalah bersama. Ketika dalam posisi yang genting karena pasukan tentara mengepung desa, harus ada keputusan final mengenai kelanjutan aksi. Ketika semua anggota mengatakan setuju pada suatu keputusan, maka mereka telah menyelesaikan masalah secara bersama-sama

e. Toleransi

Sikap menghargai perbedaan suku, agama, etnis, pendapatan, dan perilaku orang yang berbeda-beda. Nilai karakter toleransi dalam novel Laut Bercerita dapat dilihat dari karakter beberapa tokoh di dalam novel sebagai berikut:

“Bapak hanya mengatakan mereka semua kawan-kawan kita yang sudah menjalani hukuman, itu pun tanpa pengadilan. Sama seperti kita semua, mereka perlu bekerja mencari nafkah” (Chudori, 2017: 72) Pada kutipan dalam novel di atas mengenai sikap tokoh Bapak yang membela teman-teman wartawannya yang hendak dihukum lagi oleh

Gambar

Tabel 4.1 Silabus Sejarah Wajib kelas 12 SMA/Sederajat  Silabus Sejarah Wajib Kelas 12 SMA            Kompetensi DasarMateri Pembelajaran

Referensi

Dokumen terkait

diharapkan mengerti akan kebutuhan pelanggan karena pelanggan yang datang secara langsung ke GraPARI Telkomsel Bogor memiliki permasalahan yang berbeda satu sama

Bapak Suyanto menggunakan pakan jadi dengan pertimbangan lebih murah dan lebih mudah dalam pengadakannya, selain itu kandungan nutrient yang terkandung pada pakan

Soal pengetahuan lebih menuntut peserta didik dalam mengingat sesuatu (hafalan). pada tingkatan ini peserta didik dituntut untuk memahami/mengerti materi yang telah

Guru : “Baik anak-anak sekarang kita akan belajar berkelompok, nah Bapak minta kalian menjabarkan sendiri handout yang telah Bapak bagi ke setiap masing-masing

Bapak Sadri adalah seorang pedagang, yang berdagang setiap hari, dari pagi hingga siang hari. Bapak Sadri mengetahui Tempat pemancingan Mahat Kasan dari teman-temannya. Bapak Sadri

Adapun kesulitan atau hambatan yang dihadapi dalam penerapan atau pengimplementasian muatan lokal yang berkaitan dengan sejarah yaitu tentang sejarah desa

Bapak Mayang sebagai objek : Bapak Mayang dianggap sebagai laki – laki yang akan dengan mudah menentukan masa depan Mayang namun pada adegan ini bapak Mayang harus

Dari hasil wawancara kepada bapak Fajar dan bapak Iwan (marketing) sebagai mitra sekaligus karyawan di KSPPS BMT Artha Amanah beliau mengungkapkan bahwa peran