• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKADEMIK PENELITIAN ON GOING 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKADEMIK PENELITIAN ON GOING 2020"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

i

LAPORAN AKADEMIK PENELITIAN ON GOING 2020

PRAKTEK PEMBERIAN BANTUAN HUKUM BAGI GOLONGAN TIDAK MAMPU MELALUI POS BANTUAN HUKUM DI PENGADILAN AGAMA

PADANGSIDIMPUAN

Oleh:

Ketua Tim

Dermina Dalimunthe, M.H (NDIN 2028057103) Anggota:

HAMIDAH, M.PD (NIDN 2002067201)

DIBIAYAI DENGAN DANA BOPTN IAIN PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2021

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

PADANGSIDIMPUAN 2020

No. Registrasi : 201060000034358

(2)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pemberian bantuan hukum hingga saat ini, masih belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat golongan tidak mampu terutama aspek hukum dan keadilan. Sejarah pemberian bantuan hukum sudah ada dalam sistem Romawi kuno, namun baru setelah revolusi Prancis pemberian bantuan hukum menjadi bagian dari proses hukum, meski pengertian bantuan hukum disini adalah warga masyarakat yang harus tampil sendiri mempertahankan hak- haknya. “Pemberian bantuan hukum dalam bentuk hak untuk didampingi oleh penasehat hukum dalam proses hukum, baru muncul pada abad ke-20”.1”Di Indonesia Pelaksanaan program bantuan hukum yang terlembaga dimulai oleh Adnan Buyung Nasution dan kawan- kawan.dengan mendirikan Lembaga Bantuan Hukum di Jakarta”.2

Hingga saat ini, praktek pemberian bantuan hukum masih menjadi isu penting, salah satu pokok rekomendasi dalam background Studi RPJMN III (2015-2019) bidang Pembangunan nasional adalah bantuan hukum, yang fokusnya tidak hanya kemudahan akses hukum tetapi esensinya adalah konsep bantuan hukum dalam pemenuhan hak ekonomi dan sosial bagi masyarakat miskin.

Negara telah menjamin hak asasi dari seluruh warga negaranya yang dituangkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat 1 yang maknanya adalah “persamaan kedudukan di hadapan hukum bagi semua individu”3.

1Emeritus joh gilisin dan Emeritus fits gorle, Sejarah Hukum, (Bandung, Refika Aditama, 2005), hlm.165.

25Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Indonesia atau Kesinambungan dan Perubahan, Alih Bahasa Nirwono dan AE Priyono (Jakarta: LP3ES, 1990), hlm. 495.

3UUDNRI Tahun 1945

(3)

2

Dipertegas lagi dalam Pasal 28 D (1) yang intinya bahwa “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.4 “Jaminan ini tanpa membedakan agama, keturunan, ras, etnis, keyakinan politik, strata sosio-ekonomi, warna kulit dan gender”.5

Persamaan di hadapan hukum berbarengan dengan persamaan perlakuan artinya

“pelayanan hukum melalui lembaga peradilan tidak boleh bersifat diskriminatif. Setiap orang yang berperkara berhak memperoleh bantuan hukum, merupakan hal yang mendasar dalam upaya pemberian layanan hukum bagi masyarakat golongan tidak mampu di pengadilan”.6 “Bagi pencari keadilan yang tidak mampu dananya telah disediakan oleh Negara”.7

Negara mempunyai kewajiban untuk meringankan sebagian beban rakyat miskin, disebabkan oleh ketidakmampuan negara dalam mensejahterakan rakyatnya. Kewajiban ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 34 ayat (1) secara tersirat menetapkan bahwa “fakir miskin dan anak terlantar kebutuhannya dipenuhi oleh negara”8. Kewajiban negara ini diaplikasikan oleh pemerintah dengan menghasilkan banyak program untuk mengentaskan kemiskinan, salah satunya adalah program bantuan hukum bagi golongan tidak mampu sebab kebutuhan masyarakat tidak mampu bukan cuma kebutuhan sandang dan pangan tetapi juga kebutuhan akses hukum dan keadilan. Intinya prinsip equality before the law bukan hanya diartikan kedudukan yang sama di depan hukum saja

4UUDNRI Tahun 1945

5Frans Hendra Winata, Konstitusional Bantuan Hukum, http://jodinatoso.blogspot.com/2007/06/dasar- kontitusional-bantuan- hukum.html, diakses 20 April 2021.

6 Pasal 56 Ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 jo. Pasal 68 B ayat 1 UU No. 49 Tahun 2009.

7 Pasal 56 ayat 2 UU No. 48 Tahun 2009 jo. Pasal 68 B ayat 2 UU No. 49 Tahun 2009.

8UUDNRI Tahun 1945, Op.Cit.

(4)

3

tetapi menurut Rodhe disimpulkan sebagai “persamaan terhadap akses system hukum dan keadilan”.9

Bantuan hukum adalah “pemberian layanan jasa-jasa hukum tertentu secara berkeahlian dan terorganisasikan oleh para ahli dalam situasi konflik yang dapat ditangani dengan penerapan autran-aturan hukum dengan atau tanpa memanfaatkan prosedur-prosedur yuridis”10.

Pemerintah telah mengeluarkan UU NO. 16 Tahun 2016 Tentang Bantuan Hukum disebut Undang-Undang Bantuan Hukum dengan aturan pelaksananya Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum. Di dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Bantuan Hukum dituangkan bahwa: bantuan hukum merupakan jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum.11 Penerima bantuan hukum yang dimaksud adalah golongan tidak mampu dari segi ekonomi dan tidak memiliki kemampuan di bidang hukum dalam berperkara. Pemberi bantuan hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan undang-undang.

Terbitnya UU No. 16 Tahun 2011 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum menjadi terobosan penting dalam pembangunan hukum secara konstitusional pasca reformasi.

Dengan adanya regulasi Undang-Undang Bantuan Hukum dimaksudkan untuk kepastian layanan hukum kepada masyarakat tidak mampu dapat tercapai, sehingga bantuan hukum

9 Dhebora.L.Rhode, Access to Justice, Oxford, Universty Press, New York, 2004, hlm. 3.

10Frans Hendra Winata, Bantuan Hukum Suatu Hak Asasi manusia Bukan Belas Kasihan, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2000, hlm. 23.

11 Lihat Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum

(5)

4

yang diberikan benar-benar mencerminkan nilai-nilai hak asasi manusia sesuai dengan jaminan dan perlindungan hukum dalam penegakan hukum untuk tercapainya keadilan.

Pasal 1 angka 3 Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Bantuan Hukum Pos Bantuan Hukum (Posbakum) adalah ruang yang disediakan di setiap pengadilan, termasuk pengadilan agama yang bertujuan untuk membantu dan membela masyarakat miskin untuk memperoleh keadilan. Keberadaan Pos Bantuan Hukum ini memiliki peran yang sangat strategis, karena Pos Bantuan Hukum adalah tempat yang pertama didatangi oleh masyaratat untuk mendapat layanan bantuan hukum. Peran berikutnya adalah bantuan hukum yang berasal dari Organisasi Bantuan Hukum (OBH) dalam membela dan mendampingi masyarakat miskin yang berperkara. Pada prinsipnya setiap orang dapat memberikan bantuan hukum jika mempunyai keahlian di bidang hukum. Dalam ketentuan Undang-Undang Bantuan Hukum yang tergabung dalam Pos Bantuan Hukum adalah organisasi berbadan hukum, bukan perseorangan, artinya organisasi bantuan hukum diberikan hak dalam merekrut advokat, paralegal, dosen dan mahasiswa Fakultas Hukum atau Syariah.

Surat Edaran Mahakamh Agung (SEMA) No.10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum ditegaskan:12

1. Jenis jasa hukum yang diberikan oleh Pos Bantuan Hukum berupa pemberian informasi, konsultasi, advis dan pembuatan surat gugatan/permohonan

2. Jenis jasa hukum seperti pada ayat 1 di atas dapat diberikan kepada penggugat/pemohon dan tergugat/termohon

3. Pemberian jasa hukum kepada penggugat/pemohon dan terguagat/termohon tidak boleh dilakukan oleh satu orang pemberi bantuan hukum yang sama.

12 Pasal 17 Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010.

(6)

5

Pasal 25 Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010, bahwa jasa bantuan hukum yang dapat diberikan oleh Pos Bantuan Hukum berupa pemberian informasi, konsultasi, dan advis, pembuatan surat gugatan/permohonan serta penyediaan Advokat pendamping secara cuma-cuma untuk membela kepentingan tersangka/terdakwa dalam hal terdakwa tidak mampu membiayai sendiri penasihat hukumnya.

Masyarakat yang tidak mampu dan awam hukum dalam mengajukan perkaranya ke pengadilan tidak jarang dihadapkan pada aturan dan bahasa hukum yang kadang terkesan kaku dan prosedural. Baik dalam tahapan litigasi maupun non litigasi semuanya harus dilakukan sesuai dengan aturan hukum itu sendiri atau jika tidak permohonan atau gugatan yang diajukan akan ditolak pengadilan, barangkali hanya karena tidak memenuhi aspek prosedural hukum.

Masyarakat miskin menghadapi hambatan utama dalam masalah keuangan untuk mengakses Pengadilan Agama yang berkaitan dengan biaya transportasi dan biaya perkara untuk datang ke pengadilan. Bantuan hukum bagi masyarakat kurang mampu tidak hanya sebatas pada pemberian fasilitas tersebut. Masyarakat miskin biasanya identik dengan tingkat pendidikan rendah yang berimplikasi pada minimnya pengetahuan mereka terhadap masalah hukum ketika berperkara di pengadilan.

Hak untuk mendapatkan bantuan hukum, merupakan salah satu bagian dari akses terhadap keadilan yang berarti “diperlakukan secara adil berdasarkan hukum, tidak diskriminatif. Konsep akses terhadap keadilan berarti akses terhadap advokat atau pengadilan, juga Ombudsman, dan lembaga-lembaga “keadilan” yang lain.13

13Adrian W. Bedner dan Val Jacqueline, “Sebuah Kerangka Analisis untuk Penelitian Empiris Bidang Akses Terhadap Keadilan”, dalam Adrian W. Bedner (Ed), 2012, Kajian Sosio Legal: Seri Unsur-Unsur Penyusunan Bangunan Negara Hukum, Edisi I, Pustaka Larasan, Bali. Lihat juga Emy Dyak K “Akses terhadap keadilan bagi Perempuan Pelaku Kejahatan di Indonesia”.Prosiding Seminar Nasional Bantuan Hukum danWorkshop Socio Legal

(7)

6

Mempertahankan hak secara hukum, melalui pengadilan pada asasnya dikenakan biaya.

Biaya ini meliputi biaya kepaniteraan (uang panjar), biaya pembuatan surat gugatan dan biaya untuk panggilan, serta biaya materai. Biaya yang paling besar adalah biaya untuk jasa bantuan hukum dari advokat jika hendak didampingi oleh penasehat hukum.

Pengadilan Agama Padangsidempuan adalah pengadilan yang telah beridiri sejak tahun 2011 dengan wilayah hukum Padanglawas Utara, Tapanuli selatan dan Padanglawas yang pada tahun 2017 menjadi lebih sempit yaitu Tapanuli Selatan dan Padanglawas Utara.

Dari hasil penelitian terdahulu peneliti memperoleh data bahwa fakta pemberian bantuan hukum belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat miskin, dari aspek hukum dan keadilan, terutama yang sedang berhadapan dengan masalah hukum. Kemiskinan merupakan salah satu hal yang sangat akut, di mana akses terhadap keadilan pun sangat minim, sehingga sangat sulit untuk mendapatkan perlakuan yang adil dalam peradilan, berdasarkan wawancara peneliti dengan ibu Maya, menyatakan:

tidak mengetahui adanya Pos Bantuan Hukum yang telah disediakan Negara untuk pemberian informasi, konsultasi, dan advis, pembuatan surat gugatan/permohonana serta penyediaan advokat pendamping secara cuma-cuma untuk membela kepentingan tersangka/terdakwa dalam hal terdakwa tidak mampu membiayai sendiri penasihat hukumnya.14

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua Pengadilan Agama Padangsidempuan menyatakan bahwa:“pelayanan yang dapat diberikan oleh Pos Bantuan Hukum Pengadilan

“Rekonstruksi Bantuan Hukum yang Menjamin Acces to Justice”,Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,Malang, hlm. 290.

14 Wawancara dengan Ibu Maya, klien Posbakum PA Padangsidempuan, tanggal 04-Juni 2021.

(8)

7

Agama Padangsidempuan masih dalam tahap pemberian informasi, konsultasi, advis dan pembuatan surat gugatan kepada semua masyarakat yang membutuhkan”15

Meski negara dalam persoalan hukum telah menetapkan (proses hukum yang adil), dan menyediakan fasilitas Pos Bantuan Hukum khususnya di Pengadilan Agama Padangsidimpuan akan tetapi aplikasinya tidaklah sesederhana yang ada dalam teori dan asas hukum. Pada kenyataannya proses hukum itu belum berjalan semestinya khususnya bagi golongan tidak mampu.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengangkat judul penelitian ini dengan judul Praktek Pemberian Bantuan Hukum Kepada Golongan Tidak Mampu Melalui Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Padangsidempuan

B. Fokus Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang Praktek Pemberian Bantuan Hukum bagi golongan tidak mampu melalui Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Padangsidempuan.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pernyataan permasalahan sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana praktek pemberian bantuan hukum bagi golongan tidak mampu melalaui Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Padangsidempuan?

15 Wawancara dengan Bapak Ahmad Khalil Ketua PA tanggal 03- Juni 2021

(9)

8

2. Faktor-Faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi dalam praktek pemberian bantuan hukum bagi golongan tidak mampu melalui Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Padangsidempuan?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ini bermaksud memperoleh data serta jawaban permasalahan yang berkaitan dengan bantuan hukum kepada pencari keadilan golongan tidak mampu melalaui Posbakum. Maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji praktek pemberian bantuan hukum bagi golongan tidak mampu melalui Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Padangsidempuan.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi dalam praktek pemberian bantuan hukum bagi golongan tidak mampu melalui Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Padangsidempuan.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Secara teoritis, dapat memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan aspek ilmu hukum.

2. Secara praktis,

a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pembentuk peraturan perundang-undangan dalam merumuskan peraturan-peraturan mengenai pemberian batuan hukum bagi golongan mayarakat tidak mampu khususnya melalui Pos Bantuan Hukum.

(10)

9

b. Memberi sumbangan pemikiran kepada para praktisi hukum khususnya dalam hal- hal yang berkaitan dengan pemberian bantuan hukum kepada golongan tidak mampu melalui Pos Bantuan Hukum.

c. Memberi informasi kepada masyarakat Indonesia pada umumnya, khusunya para pencari keadilan golongan tidak mampu.

F. Kajian Terdahulu

Jurnal16: Pemberian Bantuan Hukum kepada Masyarakat Miskin yang Mengajukan Gugatan Melalui Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama, hasil penelitiannya: hasil perbandingan menunjukkan terdapat perbedaan dan persamaan pelaksanaan pemberian bantuan hukum kepada orang miskin dalam perkara pidana di Propinsi Lampung oleh LBH Bandar Lampung, Bantuan Hukum Univ. Lampung dan Posbakum Pengadilan Negeri Kelas I.A Tanjung Karang. Faktor penghambat adalah faktor hukum itu sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor masyarakat dan factor budaya.Sedangkan fokus penelitian peneliti adalah praktek pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu melalui pos bantuan hukum di Pengadilan Agama Padangsidempuan, factor pendukung dan pennghambatnya.

Jurnal17 Optimalisasi Pemberian bantuan Hukum Demi Terwujudnya Access Law and Justice Bagi Rakyat Miskin, hasil penelitiannya adalah kerangka hukum normatif yang tidak bekerja, kurangnya kesadaran hukum mengenai bantuan hukum, akses menuju peradilan yang bersifat formalitas, diskriminasi dan prosedur yang rumit dalam pendanaan

16Rachmad Abduh, Faisal Riza, “Pemberian Bantuan Hukum kepada Masyarakat Miskin yang Mengajukan Gugatan Melalui Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama”dalam jurnal Edu Tech Vol. 4 No. 2 September 2018.

17Suyogi Imam Fauzi dan Inge Puspita Ningtyas, Optimalisasi Pemberian bantuan Hukum Demi Tewujudnya Access o Law and Justice Bagi Rakyat Miskin, Jurnal Konstitusi, Vol.15 No. 1 Maret 2018.

(11)

10

bantuan hukum, belum adanya pengawasan dalam penerapan bantuan hukum bagi rakyat masih kurang optimal, Sedangkan fokus penelitian peneliti adalah praktek pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu melalui pos bantuan hukum di Pengadilan Agama Padangsidempuan, factor pendukung dan penghambatnya.

Jurnal18 Bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin di Pengadilan Agama Cimahi tahun 2016. Hasil penelitiannya adalah Pelaksanaan Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Cimahi belum efektif karena factor hukum, factor penegak hukum,, factor sarana, factor masyarakat dan factor budaya, Faktor penghambat adalah kurangnya sosialisasi, akses masyarakat yang masih sulit, dan ada budaya di masyarakat yang mencari keuntungan pribadi, factor penunjang adalah hubungan baik antar lembaga pemberi bantuan hukum, meningkatnya kesadaran perangkat desa, KUA dan WEBSIDE di Pengadilan Agama Cimahi. Sedangkan focus penelitian peneliti adalah praktek pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak ampu melalui Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Padangsidempuan, factor pendukung dan penghambatnya.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini akan diuraikan secara sistematis keseluruhan isi yang terkandung dalam penelitian ini. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

Pendahuluan; Pada bab ini dipaparkan adanya latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika yang digunakan dalam penelitian.

18Yoghi Arief Susanto, Dede Kania dan Burhanuddin, Bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin di Pengadilan Agama Cimahi tahun 2016 Jurnal As-Syariah Vo. 20 No. 2 Desember 2018.

(12)

11

Bab II tinjaun pustaka; Pada bab ini berisi tentang kerangka teoritik dan kerangka pemikiran kerangka teoritik berisi Sejarah perundang-undangan tentang bantuan hukum di Indonesia, Pengertian Bantuan Hukum, pihak-pihak yang dapat memberikan bantuan hukum, prosedur pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma.

Bab III metode penelitian; Pada bab ini berisi tentang metode penelitian sekaligus melihat kondisi lapangan penelitian, dalam hal ini Pos Bantuan Hukum Pengadilan Agama Padangsidimpuan sebagai medan kontes, anatara lain Lokasi Penelitian, Jenis Penelitian, Pendekatan Penelitian, Sumber Data, Tehnik Pengumpulan Data, Tehnik Pengolahan Data, Tehnik Analisis Data.

Bab Iv hasil penelitian , Praktek bantuan hukum pada golongan tidak mampu melalui pos bantuan hukum di pengadilan agama padangsidimpuan, hasil penelitian dan pembahasan Pada bab ini berisi hasil penelitian yang berupa temuan umum dan temuan khusus, yang terdiri dari semua hal terkait tempat penelitian, temuan khusus adalah jawaban rumusan masalah berupa praktek pemberian bantuan hukum pada golongan tidak mampu melalui Pos Bantuan Hukum serta adanya factor pendukung dan penghambat yang ditemui dalam pemberian bantuan hukum di Pengadilan Agama Padangsidempuan.

Bab V Penutup; Pada bab terakhir ini merupakan simpulan dari hasil penelitian dan saran.

(13)

12 BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Praktik Pemberian Bantuan Hukum Bagi Golongan Tidak Mampu Pengertian praktik adalah pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori19dan pengertian pemberian adalah proses, cara perbuatan memberi atau memberikan20. Dalam terminology hukum bantuan hukum diartikan sebagai legal aid.21. Secara terpisah dapat diartikan, bantuan adalah dana, derma, donasi, inayat22(Arab) pemberian, santunan, sedekah, subsidi, sumbangan, tumpuan, pertolongan23. Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia, bantuan adalah pertolongan24. Dalam kamus hukum, bantuan hukum adalah bantuan yang diberikan seorang ahli atau penasihat hukum kepada seorang terdakwa di pengadilan25. Bantuan hukum adalah jasa atau profesi hukum untuk membantu setiap individu memperoleh keadilan, memperoleh hak asasi dalam harkat dan martabatnya sesuai dengan prinsip semua orang memiliki hak dan martabat. 26

Bantuan hukum adalah “jasa hukum secara khusus yang diperoleh fakir miskin yang membutuhkan pendampingan tanpa dibayar, dari awal sampai akhir persidangan

19 http://kbbi.Web.id/praktik

20 ibid

21 I.P.M. Ramuhandoko, Terminologi Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 3006, hlm. 378.

n22 Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir, Arab-Indonesia, Surabaya, Pustaka Proggresif, 1997, hlm. 980.

23 Eko Endarmoko, Thesaurus Bahasa Indonesia, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2006, hlm. 56.

24 Depatemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, edisi keempat, 2008, hlm. 137.

25M. Marwan dan Jimmy, Kamus Hukum, Gema Press, 2009, hlm.91.

26 “Sejarah Bantuan Hukm.Pdf,” n.d.

(14)

13

perkara perdata, pidana, tata usaha negara dari kalangan profesi hukum”27 Negara tidak memberikan bantuan hukum sebagai bentuk belas kasihan, tetapi merupakan aplikasi hak asasi manusia sekaligus kewajiban negara untuk melindungi fakir miskin28

Legal Aid Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dikenal dengan istilah bantuan hukum yaitu jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum.

Menurut SEMA No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum Bantuan Hukum defenisi bantuan hukum adalah pemberian jasa hukum yang difasilitasi oleh Negara melalui Peradilan Agama, baik perkara perdata gugatan dan permohonan maupun perkara jinayat.

Pemberi bantuan hukum adalah lembaga bantuan hukum (LBH) atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan UU No. 16 Tahun 2011.29 Sedangkan yang disebut dengan penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang miskin30 Menurut SEMA No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian bantuan hukum dinyatakan bahwa yang berhak mendapatkan jasa dari Pos Bantuan Hukum adalah orang yang tidak mampu membayar jasa advokat terutama perempuan dan anak-anak serta penyandang disabilitas sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku.31

Dengan demikian pengertian bantuan hukum yang diberikan oleh Frans Hendra Winarta sejalan dengan defenisi UU No. 16 Tahun 2011, dengan disahkannya undang- undang ini terdapat 2 makna yaitu:

27 Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum Suatu Hak Asasi Manusia abukan Belas Kasihan, Jakarta, Elex Media Komputindo, 2000, hlm. 23.

28 Ibid., hlm. 45

29 Pasal 1 angka 3 UU No. 16 Tahun 2016.

30 Pasal 1 angka 2 dan angka 3 PP 42/2013

31 Pasal 27 SEMA No. 10 Tahun 2010.

(15)

14

1. Lewat undang-undang ini setiap warga negara yang miskin atau tidak mampu berhak atas bantuan hukum dan negara bertanggungjawab dengan menyediakan dananya.

Hak bantuan hukum mempunyai kedudukan yang sama dengan hak-hak yang lain seperti kesehatan, pekerjaan, sandang, dan pangan.

2. Lewat Depatemen Hukum dan HAM negara bertanggungjawab menata program bantuan hukum secara tanggungjawab32

Pemberian bantuan hukum cuma-cuma ada dua jenis di Pengadilan Agama yaitu melalui prodeo murni dan prodeo DIPA. Prodeo Murni adalah permohonan berperkara dengan gratis dalan tingkat pertama yang melalui prosedur pemeriksaan oleh hakim dalam sidang insidentil terhadap ketidak mampuan pihak penggugat. Hasil pemeriksaan dimuat dalam putusan seperti diatur dalam pasal 239 ayat (1) HIR dan pasal 275 ayat (1) RBG, pihak tergugat dengan gratis dapat menyangkal permohonan gugatan gratis tidak beralasan dan sebenarnya penggugat adalah mampu membayar biaya perkara yang ditetapkan oleh pengadilan.

Prodeo DIPA pemeriksaannya, pihak pencari keadilan yang tidak mampu datang ke Pos Bantuan Hukum dengan membawa Surat Keterangan Tidak Mampu untuk dibuatkan gugatan permohonan pembebasan biaya perkara yang dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Agama, tanpa ada pemeriksaan hakim.

Frans Hendra Winata menyatakan bahwa dalam bantuan hukum terdapat beberapa unsur, yaitu:

1. Penerima bantuan hukum adalah fakir miskin atau orang yang tidak mampu secara ekonomi;

32 LBH UNPAR, Bantuan Hukum, Arti dan Peranannya, (diakses dari situs http://lbh.unpar.ac.id/radio- chepy-103-5fm/bantuan hukum-arti-dan-peranannya/)

(16)

15

2. Bantuan hukum diberikan baik di dalam maupun di luar proses persidangan

3. Bantuan hukum diberikan baik dalam lingkup peradilan pidana, perdata, maupun tata usaha negara;

4. Bantuan hukum diberikan secara cuma-cuma.33

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum secara cuma-cuma, pengertian bantuan hukum secara cuma-cuma adalah jasa hukum yang diberikan advokat tanpa menerima pembayaran honorarium.Jadi dapat disimpulkan pengertian praktik pemberian bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh advokat kepada fakir miskin atau orang yang tidak mampu secara cuma-cuma di pengadilan agama.

Pejabat peradilan pada umumnya memilih mekanisme pemberian bantuan hukum melalui Pos Bantuan Hukum (Posbakum) yang merupakan proyek Depatemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia bekerjasama dengan beberapa organisasi advokat, disebabkan penggunaan dananya harus dipertanggungjawabkan dalam anggaran Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Orang-orang yang dapat menerima bantuan hukum hanyalah orang miskin (yang harus memiliki surat keterangan miskin/tidak mampu dari Lurah atau pejabat lainnya yang berwenang) dan tidak diperkenankan untuk memberi bantuan/nasihat hukum kepada orang yang mampu membayar honorarium, advokat dan petugas Lembaga Bantuan Hukum tidak boleh menerima bayaran dari orang –orang yang telah didampinginya di pengadilan.

Pengacara terkemuka Adnan Buyung Nasution menegaskan:

33 Frans Hendra Winata, Loc.,Cit.

(17)

16

1. Bantuan hukum yang dimaksud adalah khusus bantuan hukum bagi golongan myarakat yang berpenghasilan rendah atau miskin. Standar miskin belum ada kejelasan yang lebi rinci.

2. Buta hukum adalah lapisan masyarakat yang buta huruf atau berpendidikan rendah yang tidak mengetahui dan menyadari hak – haknya sebagai subjek hukum atau karena kedudukan sosial dan ekonomi serta akibat tekanan – tekanan dari yang lebih kuat tidak mempunyai keberanian untuk membela dan memperjuangkan haknya.

Dapat disimpulkan bahwa penerima bantuan hukum adalah mereka yang tidak mampu secara sosial-ekonomi, politis, serta yang buta hukum (buta huruf).

B. Hak Asasi Manusia dan Akses untuk Keadilan bagi Golongan Tidak Mampu

Hak Asasi manusia di Indonesia diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 A sampai 28 J. Dalam Pasal 28 J dinyatakan bahwa: semua person wajib saling menghormati dalam hubungan bermsyarakat, berbangsa, bernegara. Dalam aplikasi haknya, wajib patuh terhadap aturan hukum untuk mewujudkan keadilan sesuai dengan nilai moral, agama.

Pasal 28 A sampai J ini dijabarkan secara komprehensif dalam UU No. 39 Tahun 1999. Salah satu penjelasan dalam UU No. 39 Tahun 1999 dinyatakan bahwa: Setiap person mendapatkan hak keadilan tanpa diskriminasi melalui proses hukum yang sesuai dengan jenis perkaranya dan proses formil yang objektif.

UU HAM adalah “merupakan payung hukum dari seluruh peraturan perundang- undangan tentang hak asasi manusia dalam mendapatkan keadilan bagi pelanggarnya dikenakan sanksi pidana, perdata, dan administrasi sesuai ketentuaan peraturan perundan-

(18)

17

undangan”.34Indonesia adalah Negara hukum, sebagai aplikasinya negara wajib memberikan pengakuan hak asasi manusia kepada setiap warga negaranya, dan disertakan dengan pernyataan persamaan kedudukan di depan hukum (equality before the law) sesuai dengan Pasal 27 UUD 1945.

Hakikat manusia sebagai mahluk yang berbudaya sesungguhnya adalah makna dari nilai kemanusiaan dan keadilan social. Adil itu artinya adil kepada diri sendiri, terhadap orang lain, masyarakat bangsa dan negara. Pondasi dasar dalam penegakan hukum adalah menjunjung tinggi keadilan tanpa diskriminasi. Bantuan hukum merupakan salah satu aktualisasi hak untuk akses terhadap keadilan yang artinya diperlakukan adil menurut hukum, akses terhadap keadilan wajib menyeluruh untuk mencapai keadilan, tidak hanya di pengadilan saja.

Akses terhadap pengadilan meliputi konsep formal yaitu kemampuan setiap orang untuk mendapatkan akses yang layak dan efektif terhadap pengadilan serta tribunal lain dan hak mendapatkan pelayanan jasa hukum dari professional yang berkualitas.Akses terhadap keadilan lebih diutamakan kepada kondisi yang berhubungan dengan pengadilan, prosedur pengadilan, biaya perkara serta ketersediaan pengacara35

Konsep akses terhadap keadilan dapat juga diartikan bahwa setiap orang berkemampuan untuk dapat mengakses hukum36 Konsep akses terhadap keadilan di Indonesia difokuskan pada tujuan dasar keberadaan system hukum, yaitu system hukum idealnya dapat diakses oleh setiap person dari semua lapisan dan system hukum juga dapat

34 UU HAM Tahun 1999, Jakarta, Sinar Grafika, 2000, cet. 1, hlm. 42.

35 Dikutip dari Artikel (Akses keadilan bagi rakyat miskin dilema dalam pemberian bantuan hukum oleh advokat) Micah B. Rankin, “Access to Justice and the Institutional Limit of Independent Courts”, 30 Windsor Y.B. Access Just 101, 2012, hlm. 138.

36 Dikutip dari Artikel (Akses keadilan bagi rakyat miskin dilema dalam pemberian bantuan hukum oleh advokat) William E. Conklin, “Whither Justice – The Common Problematic of Five Model of Access to Justice”, 19 Windsor YB Access Just (2001), hlm. 29-298. Erny Dyak K, hlm. 291

(19)

18

menelurkan ketetapan yang adil bagi semua lapisan masyarakat yang dapat mengakses keadilan dan golongan yang tidak dapat akses terhadap keadilan. Gagasan dasar yang hendak difokuskan dalam konsep ini adalah untuk mencapai keadilan social (social Justice) bagi seluruh lapisan masyarakat.

Konteks Indonesia, akses terhadap keadilan dimaknai sebagai kondisi dan proses bahwa Negara menjamin diberikannya hak-hak dasar berdasarkan UUD 1945 dan prinsip- prinsip universal hak asasi manusia, dan menjamin akses bagi setiap warga negara supaya mempunyai kemampuan untuk mengetahui, mengerti, menyadari dan mengaplikasikan hak- hak dasar melalui lembaga-lembaga formal dan informal, ditambah oleh mekanisme keluhan publik yang baik dan responsive, sehingga kualitas kehidupan sendiri dapat dicapai maksimal.37 Dengan alat perlengkapannya negara berikhtiar mengaplikasikan tanggungjawabnya dalam pemenuhan akses untuk keadilan rakyat.

Aplikasi Access to Justice mencakup tiga hal yaitu:

1. Hak mendapatkan kegunaan dan memakai institusi pengadilan.

2. Untuk masyarakat miskin diberikan jaminan sarana pemenuhan hak untuk mewujudkan keadilan.

3. Terciptanya tekhnik dan mekanisme yang efektif untuk melebarkan jangkauan masyarakat terhadap keadilan.38

Usaha dalam berbagai program telah banyak dilakukan oleh pemerintah tetapi kesenjangan antara teori dengan praktik sering sekali berbeda, artinya tidak jarang masyarakat miskin masih sulit mendapatkan akses keadilan, sehingga lambang dewi

37 Bappenas, Strategi Nasional akses terhadap Keadilan, Jakarta, 2009, hlm.5.

38 Wahyu Widiana, Access to justice for the poor: The Badilag Experience”, Makalah, pada IACAAAsia- Pasific Conference, Bogor, Maret, 2011, hlm. 2.

(20)

19

keadilan wajah ditutup kain hitam dengan pedang tajam di tangan masih belum terealisasi dengan baik.

Bantuan hukum adalah untuk mengadakan redistribusi kekuasaan untuk melakukan keikutsertaan dari dasar bukan untuk berkelit dari arah menyususun ulang masyarakat dari ketidakseimbangan structural yang runcing dengan membangun sentral kekuatan39 Yang perlu diperhatikan adalah agar masyarakat miskin yang berada di pinggiran dikembalikan hak hak dasar mereka akan sumber- sumber daya politk, ekonomi, teknologi, dan informasi.

Pemberi bantuan hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum sesuai dengan Pasal 1 angka 3 UU NO. 16 Tahun2011 Tentang Bantuan Hukum. Pelayanana bantuan hukum memiliki banyak aspek dan sifat yang lebih komprehensif dari pada bantuan hukum. Pelayanan hukum dapat dilakukan oleh banyak orang termasuk polisi, pimpinnan-pimpinan informal, penggerak masyarakat serta pinpinan informal dan formal. “Tidak hanya penyelesaian kasus tertentu tetapi juga pemulihan terhadap hak tertentu yang pernah diabaikan dan dapat berupa usaha untuk melakukan diskresi oleh penguasa setempat yang berkaitan dengan golongan tidak mampu”.40

C. Dasar Hukum Bantuan Hukum

Bantuan hukum di Indonesia dibentuk atas dasar sebagai berikut:

a. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat 1, “Setiap warga negara sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintah tersebut tanpa kecuali.”

39 Todung Mulia Lubis, Bantuan Hukum danKemiskinan Struktural, Jakarta, LP3ES, 1986, hlm.8

40 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pentudikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 333.

(21)

20

b. Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum tanpa kecuali

yang meliputi hak untuk dibela (acces to legal councel), diperlakukan sama di depan hukum (equality before the law), keadilan untuk semua (justice for all)

c. Pasal 34 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak terlantar merupakan tanggungjawab Negara.

d. Undang-Undang No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 56:

1. Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.

2. Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan tidak mampu.

e. Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. Pasal 22 ayat 1: “Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu”

f. Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang No.

7 tahun 2009 Tentang Peradilan Agama. Pasal 60:

Pasal 60B menyebutkan:

1. Setiap orang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.

2. Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu.

3. Pihak yang tidak mampu sebgaimana dimaksud ayat 2 harus melampirkan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan tempat domisili yang bersanggkutan.

Pasal 60 C dinyatakan:

1. Pada setiap pengadilan agama dibentuk pos bantuan hukum untuk pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum.

2. Bantuan hukum sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1diberikan secara cuma- cuma kepada semua tingkat peradilan sampai putusan terhadap perkara tersebut

(22)

21 memperoleh kekuatan hukum tetap.

3. Bantuan hukum dan pos bantuan hukum seperti yang tercantum pada ayat 1 dan ayat 2 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

g. Surat Edaran Mahakamh Agung (SEMA) No.10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum Pasal 17 ditnyatakan:

1. Jenis jasa hukum yang diberikan oleh Pos Bantuan Hukum berupa pemberian informasi, konsultasi, advis dan pembuatan surat gugatan/permohonan

2. Jenis jasa hukum seperti pada ayat 1 di atas dapat diberikan kepada penggugat/pemohon dan tergugat/termohon

3. Pemberian jasa hukum kepada penggugat/pemohon dan tergugat/termohon tidak boleh dilakukan oleh satu orang pemberi bantuan hukum yang sama.

h. Pasal 25 SEMA No. 10 Tahun 2010, bahwa jasa bantuan hukum yang dapat diberikan oleh Pos Bantuan Hukum berupa pemberian informasi, konsultasi, dan advis serta penyediaan Advokat pendamping secara cuma-cuma untuk membela kepentingan tersangka/terdakwa dalam hal terdakwa tidak mampu membiayai sendiri penasihat hukumnya.

i. Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum. Penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri yang menghadapi masalah hukum.

j. Berdasarkan Undang-Undang No 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, Sebagai gambaran tentang pedoman pelaksanaan bantuan hukum agar terpenuhi hak akses

(23)

22

kemudahan hukum masyarakat miskin, maka dapat dilihat dalam UU NO. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum yang di dalamnya terdiri dari 11 bab, meliputi: Ketentuan Umum, ruang Lingkup, Penyelengaraan Bantuan Hukum, Pemberian Bantuan Hukum, Hak dan Kewajiban Penerima Bantuan Hukum, Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum, Pendanaan, Larangan, Ketentuan Pidana, Ketentuan Peralihan, dan Ketentuan Penutup.

Dalam pengaturan ruang lingkup pemberian bantuan hukum, berdasarkan Undang-Undang Bantuan Hukum tersebut dapat dijelaskan bahwa penerima bantuan hukum adalah orang-orang yang menghadapi masalah hukum. Permasalahan hukum yang dimaksud adalah masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara, baik ligitasi maupun non ligitasi.

Pasal 1 ayat 1 Bantuan Hukum UU NO. 16 Tahun 2011 tersebut meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum penerima bantuan hukum yang bertujuan untuk:

1. Menjamin dan memenuhi hak bagi penerima bantuan hukum untuk mendapatkan akses keadilan

2. Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum

3. Menjamin kepastian penyelenggara bantuan hukum dilaksanakan secara merata seluruh wilayah Negara Republik Indonesia

4. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisisen, dan dapat dipertanggungjawabkan.

k. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum

(24)

23

l. Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Layanan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan

Pasal 16 Pembentukan Pos Bantuan Hukum

(1) Pada setiap Pengadilan Agama dibentuk Pos Bantuan Hukum

(2) Pembentukan Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama dilakukan secara bertahap (3) Pengadilan Agama menyediakan dan mengelola ruangan dan sarana serta prasarana

untuk Pos Bantuan Hukum sesuai kemampuan.

Pasal 17 Jenis Jasa Hukum Dalam Pos Bantuan Hukum

(1) Jenis jasa hukum yang diberikan oleh Pos Bantuan Hukum berupa pemberian informasi, konsultasi, advis dan pembuatan surat gugatan/permohonan

(2) Jenis jasa hukum seperti pada ayat (1) di atas dapat diberikan kepada penggugat/pemohon dan tergugat/termohon

(3) Pemberian jasa hukum kepada penggugat/pemohon dan terguagat/termohon tidak boleh dilakukan oleh satu orang pemberi bantuan hukum yang sama.

Pasal 18 Pemberian Jasa dan dalam Pos Bantuan Hukum 1. Pemberi jasa di Pos Bantuan Hukum adalah:

a. Advokat

b. Sarjana Hukum c. Sarjana Syariah

2. Pemberi jasa di Pos Bantuan Hukum berasal dari organisasi bantuan hukum dari unsur Asosiasi Profesi Advokat, Perguruan Tinggi, dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia.

3. Pemberi jasa di Pos Bantuan Hukum dapat diberi imbalan jasa oleh negara melalui

(25)

24 dana DIPA Pengadilan Agama

4. Pemberi jasa yang akan bertugas di Pos Bantuan Hukum ditujuk oleh Ketua Pengadilan Agama melalui kerjasama kelembagaan dengan organisasi profesi advokat, organisasi bantuan hukum dan unsur perguruan tinggi dan organisasi bantuan hukum dari LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia.

Pasal 19 Penerima Jasa Pos Bantuan Hukum

Yang berhak menerima jasa dari Pos Bantuan Hukum adalah orang yang tidak mampu membayar jasa advokat terutama perempuan dan anak-anak serta penyandang disabilitas sesuai perturan perundang-undangan yang berlaku baik sebagai penggugat/pemohon maupun tergugat/termohon.

Pasal 20 Syarat-Syarat Memperoleh Jasa dari Pos Bantuan Hukum

Syarat untuk mengajukan permohonan pemberian jasa dari Pos Bantuan Hukum adalah dengan melampirkan:

1. Surat Keterangan tidak mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah/Banjar/Nagari/Gampong; atau

2. Surat Keterangan Tunjangan social lainnya seperti: Kartu Keluarga Miskin (KKM), Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Kartu Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Bantuan Lansung Tunai (BLT); atau

3. Surat Pernyataan Tidak Mampu Membayar Jasa advokat yang dibuat dan ditanda tangani oleh Pemohon Bantuan Hukum dan diketahui oleh Ketua Pengadilan Agama Pasal 21 Imbalan Jasa Bantuan Hukum

(1) Besarnya imbalan jasa didasarkan pada lamanya waktu yang digunakan oleh pemberi

(26)

25

jasa bantuan hukum dalam memberikan layanan, bukan pada jumlah penerima jasa yang telah dilayani

(2) Ketentuan besarnya imbalan jasa ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Agama sesuai dengan ketentuan mengenai standar biaya yang berlaku.

(3) Panitera Sekretaris selaku Kuasa Pengguna Anggaran berdasarkan ayat (2) di atas membuat surat keputusan bahwa imbalan jasa bantuan hukum tersbut dibebankan kepada DIPA Pengadilan dan selanjutnya menyerahkan surat keputusan tersebut kepada Bendahara pengeluaran sebagai dasar pembayaran.

(4) Bendahara pengeluaran membayar imbalan jasa bantuan hukum dengan persetujuan Kuasa Pengguna Anggaran

Pasal 22 Mekanisme Pemberian Jasa Pos Bantuan Hukum

(1) Pemohon jasa bantuan hukum mengajukan permohonan kepada Pos Bantuan Hukum dengan mengisi formulir yang telah disediakan

(2) Permohonan seperti pada ayat (1) dilampiri:

a. Foto copy Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dengan memperlihatkan aslinya; atau

b. Foto copy Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya dengan memperlihatkan aslinya; atau

c. Surat keterangan tidak mampu membayar advokat

(3) Pemohon yang sudah mengisi formulir dan melampirkan SKTM dapat langsung diberikan jasa layanan bantuan hukum berupa pemberian informasi, advis, konsultasi dan pembuatan gugatan/permohonan

Pasal 23 Mekanisme Pengawasan dan Pertanggungjawaban

(27)

26

(1) Pengawasan Pos Bantuan Hukum dilakukan oleh Ketua Pengadilan bersama-sama dengan organisasi penyedia jasa bantuan hukum

(2) Ketua Pengadilan Agama bertanggung jawab dalam pelaksanaan pemberian bantuan hukum

(3) Panitera Pengadilan Agama membuat buku register khusus untuk mengontrol pelaksanaan pemberian bantuan hukum

(4) Pemberi bantuan hukum wajiba memberikan laporan tertulis kepada Ketua Pengadilan agama tentang telah diberikannya bantuan hukum dengan melampirkan bukti – bukti sebagai berikut:

a. Formulir permohonan dan foto copy Surta Keterangan Tidak Mampu atau Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya, jika ada; atau

b. Pernyataan telah diberikannya bantuan hukum yang ditanda tangani oleh pihak pemberi dan penerima bantuan hukum

(5) Kuasa Pengguna Anggraran menyimpan seluruh bukti pengeluaran anggaran sesuai ketentuan

(6) Bendahara pengeluaranmelakukan pembukuan setiap transaksi keuangan untuk penyelenggara Pos Bantuan Hukum sesuai ketentuan

(7) Panitera/Sekretaris melaporkan pelaksanaan pos bantuan hukum melalui SMS Gateway dan laporan lainnya sesuai ketentuan.

D. Sejarah Bantuan Hukum di Indonesia

Munculnya Lembaga-lembaga Bantuan Hukum di negara-negara berkembang pada dekade terakhir sedikit banyaknya memberi gambaran mengenai pembangunan yang

(28)

27

dilaksanakan oleh negara-negara tersebut. Gambaran yang segera nampak bahwa hukum dalam batas tertentu belum memihak kepada kepentingan rakyat dan situasi ini telah berkembang sedemikian rupa, sehingga rakyat tidak mampu menjadi subjek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban. Karena streotip hukum yang demikian di mana hukum belum memihak kepentingan rakyat, maka selalu ada konflik antara pembuat hukum di satu pihak dengan lapisan masyarakat yang menjadi korban pelaksanaan hukum di lain pihak.

Ketegangan antara pembuat hukum dan lapisan masyarakat yang menjadi korban pelaksanaan hukum itu telah melahirkan kelompok-kelompok atau Lembaga-lembaga Bantuan Hukum.

Bantuan hukum pada zaman kemerdekaan dilakukan oleh advokat dan procureur.

Pelaksanaan bantuan hukum berdasarkan HIR. Bantuan hukum pada masa ini belum terorganisir dengan baik, artinya belum terbentuk dalam lembaga khusus, tetapi masih berbentuk organisasi social seperti “Tjandra Naya”, di Jakarta dan Fakultas-fakultas hukum negeri, serta biro-biro konsultasi hukum dalam bentuk yang sederhana. Tujuan biro bantuan hukum ini untuk bantuan hukum bagi golongan rakyat tidak mampu, golongan menengah.

“Dengan izin rektor masing-masing dosen-dosen memberikan bantuan hukum sebagai pekerjaan sambilan”.41

Menurut Adnan Buyung Nasution:

pasca Indonesia mendapatkan pengakuan kedaulatan tahun 1950 sampai tahun 1959 keadaan hampir bersifat statis. Peradilan yang bersifat pluralis ditiadakan, sehingga hanya satu system peradilan untuk semua penduduk. Begitu pula hanya ada satu hukum acara bagi penduduk yaitu HIR. Sangat disesalkan pilihan system peradilan dan perundang-undangan colonial sebagai warisan justru yang lebih

41 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 97.

(29)

28

miskin yaitu Landraad bukan yang lebih maju yaitu Raad Van Justitie, hukum acaranya bukannya Rechtsvordering tetapi HIR yang sangat kurang menjamin ketentuan-ketentuan bantuan hukum.42

Sejak zaman Romawi program bantuan hukum kepada masyarakat miskin telah dimulai. Tujuan pemberian bantuan hukum ini sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai moral, pandangan politik dan falsafah hukum yang berlaku pada setiap zaman. Program bantuan hukum di Indonesia melembaga dengan ruang lingkup yang luas telah dimulai sejak berdirinya Lembaga Bantuan Hukum di Jakarta tanggal 28 Oktober 1970.

Perkembangan yang paling urgen adalah disahkannya KUHAP pada tanggal 3 Desember 1981. KUHAP memberikan perubahan yang sangat penting baik secara konseptual maupun secara implemental dalam penyelesaian perkara pidana di Indonesia.

Pasca berlakunya KUHAP pembatasanpemberian bantuan hukum yang diatur dalam HIR tidak berlaku lagi. Pasal 54 KUHAP memberikanhak kepada tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan. Tidak hanya terdakwa, tersangkapun berhak mendapatkan bantuan hukum dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan.

Pemberian bantuan hukum bagi orang atau kelompok orang miskin dapat dilihat dalam Pasal 56 KUHAP yang mengatur bahwa bagi tersangka atau terdakwa yang disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancan dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib

42 Adnan Buyung Nasution, Bantuan Hukum di Indonesia, Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan social (LP3ES), Jakarta, 1982, hlm. 2.

(30)

29

menunjuk penasihat hukum bagi mereka.Penasihat hukum memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma. Ketentuan KUHAP ini telah mereformasi hukum yaitu memberikan perlindungan dan jaminan pemenuhan Hak Asasi Manusia berupa pemberian bantuan hukum bagi tersangka/terdakwa yang tergolong sebagai orang atau kelompok orang.

Periode tahun 1959-1965 (periode lama), bantuan hukum dan profesi advokat di Indonesia mengalami kemunduran yang sangat jauh sekali. Eksekutif sudah masuk ke garis yudikatif sehingga yudikatif tidak bebas lagi. Hakim lebih memprioritaskan Pemerintah karena berbagai tekanan, akibatnya kepercayaan terhadap bantuan hukum dan kewibawaan pengadilan ikut tergerus. Masyarakat pencari keadilan telah mengabaikan bantuan hukum dan keberadaan profesi advokat, malah lebih memilih bantuan langsung kepada hakim, jaksa atau orang yang berkompeten sehingga advokat beralih profesi.

Periode 1965 ke atas (periode orde baru), pengadilan berjalan sesuai aturan, kepercayaan terhadap hukum bertumbuh kembali, klimaksnya Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman diganti dengan Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang baru, yang intinya antara lain adalah adanya jaminan kebebasan peradilan. Secara eksplisit juga diberikan jaminan hak atas bantuan hukum yang diatur khusus dalam satu bab.Intinya Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang baru membawa perubahan baru dalam perkembangan bantuan hukum dan penegakan Hak Asasi Manusia.43

Dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat dinyatakan bahwa: Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh advokat secara cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu”. Dalam Pasal1 angka 3 Peraturan Pemerintah RI No. 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata cara Pemberian Bantuan Hukum secara Cuma-Cuma adalah jasa hukum yang diberikan Advokat tanpa menerima pembayaran

43 Ibid., hlm. 30.

(31)

30

honorarium meliputi pemberina konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela,dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadeilan tidak mampu”

Bantuan hukum berdasarkan Pasal 1 angka1 Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum. Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum, juga memberikan defenisi yang sama mengenai bantuan hukum seperti yang diatur dalam Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2011 Tentan Bantuan Hukum.

Lahirnya Lembaga Bantuan Hukum di Indonesia berdasarkan kesadaran kolektif yang didasarkan ketimpangan dalam masyarakat, yang didukung juga oleh Pemerintah sehingga jumlahnya terus bertambah hingga ratusan. Hal ini menunjukkan peningkatan bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu semakin baik, ini tidak terlepas dari peranan Organisasi Bantuan Hukum yang memudahkan dan mendapatkan akses keadilan bagi masyarakat miskin dengan pola pemberdayaan masyarakat dengan memberikan pengetahuan, ketrampilan dan memberikan sepenuhnya cara dan pilihan penyelesaian sengketa kepada masyarakat miskin atau organisasi rakyat.

E. Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan Agama Dalam pelaksanaan program bantuan hukum ditemukan dua model yaitu: 44 1. Model kelembagaan.

44 Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Bantuan Hukum Bukan Hak Yang Diberi, YLBHI, Jakarta Pusat, Cet. 1, Juni 2013, hlm. 90

(32)

31

Dalam model kelembagaan dijumpai kecendrungan bentuk kolega adalah universitas, organisasi penyedia bantuan hukum, misalnya LBH, bentuk ini mengarah lebih jujur dan terbuka, sebab ada kondisi atau pembatasan sebuah lembaga atau institusi dapat masuk program bantuan dari pemerintah daerah. Dari kaca mata lain mempunyai plot yang lebih bertele-tele, yaitu mulai dari penerima bantuan hukum ke LBH, kemudian LBH menyampaikan kepelaksana bantuan hukum pihak pemerintah. Akses LBH dari penerima bantuan hukum lebih singkat, sehingga prosedur pemberian bantuan hukum lebih efisien.

2. Model kedua adalah model personal

Dalam model personal yaitu dengan memasukkan individu dalam sebuah tim advokat, atau melalui penentuan personal oleh pemerintah.

Realitas di lapangan nampak bahwa pemberian bantuan hukum cuma sampai penanganan perkara saja. Artinya seolah-olah dokter yang mengobati pasien yang sakit.

Pemberian bantuan hukum tidak tepat sasaran yaitu masalah hukum yang sedang dihadapi masyarakat. Pemberian bantuan hukum harus melalui lingkup litigasi dan non litigasi.

Pemberian bantuan hukum pada lingkup litigasi saja mengindikasikan bahwa pemerintah hanya berbuat dengan substansial dan realistis saja, yaitu dengan menempatkan warga negara sebagai bagian yang dibiayai saja dalam bantuan hukum, tanda lain dalam area adalah tidak semua kasus yang diajukan masyarakat memperoleh bantuan hukum dari pemerintah.

Akses terhadap keadilan merupakan salah satu bagian dari hak untuk mendapatkan bantuan hukum sekaligus diperlakukan sama menurut hukum. Setiap person tanpa kecuali

(33)

32

memiliki hak untuk memperoleh bantuan hukum terutama masyarakat/golongan yang tidak mampu.

Bantuan Hukum di Indonesia mempunyai 3 jenis:45 1. Bantuan hukum konvensional

Bentuk bantuan hukum berupa pendampingan kasus dan pembelaan di pengadilan yang sifatnya individual, stagnan, sifatnya person, khusus untuk strategi resmi/legal.

2. Bantuan hukum konstitusional

Tujuan bantuan hukum bagi masyarakat miskin bukan cuma pelayan hukum di pengadilan tetapi dalam ranah yang lebih besar berdasarkan pilar-pilar demokrasi dan HAM dalam usaha memanifestasikan Negara hukum. Dalam konteks menginsafkan masyarakt miskin akan persamaan haknya sebagai subjek hukum yang sifatnya cakap, dan luas.

3. Bantuan hukum structural

Bantuan hukum merupakan sebuah gerakan atau untaian aksi yang bermanfaat untuk pelepasan masyarakat dari kungkungan struktur politik, ekonomi, social budaya yang sesak dengan despotism.

F. Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama

Pada dasarnya setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum. Bagi pencari keadilan yang tidak mampu, biaya perkara ditanggung oleh negara

45 Artikel, Akses Keadilan Bagi Rakyat Miskin Dilema dalam Pemberian Bantuan Hukum Oleh Advokat) AUSAID, YLBHI, PSHK, dan IALDF, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2009, hlm. 46

(34)

33

dengan syarat melampirkan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan dan tempat domisilinya.

Pemberian layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu di pengadilan meliputi:

1. Layanan pembebasan biaya perkara, yaitu negara menanggung biaya proses berperkara di pengadilan bagi pihak yang tidak mampu secara ekonomi, sehingga dapat berperkara secara cuma-cuma.

2. Sidang di luar gedung pengadilan yaitu sidang yang dilaksanakan secara tetap, berkala atau sewaktu-waktu oleh pengadilan di suatu tempat yang ada di wilayah hukumnya tetapi di luar tempat kedudukan gedung pengadilan dalam bentuk sidang keliling atau sidang di tempat sidang tetap.

3. Pos Bantuan Hukum (Posbakum) Pengadilan di lingkungan peradilan umum, peradilan agama dan peradilan tata usaha negara.

Tujuan Pos Bantuan Hukum adalah sebagai berikut:46

a. Meringankan beban biaya yang harus ditanggung oleh anggota masyarakat tidak mampu di pengadilan

b. Memberikan kesempatan yang merata pada masyarakat tidak mampu untuk memperoleh pembelaan dan perlindungan hukum ketika berhadapan dengan proses hukum di pengadilan

c. Meningkatkan akses terhadap keadilan

d. Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tyentang hukum melalui penghargaan, pemenuhan dan perlindungan terhadap kewajibannya

.

46 Pasal 2 SEMA No. 10 Tahun 2010

(35)

34 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pos Bantuan Hukum Pengadilan Agama Padangsidimpuan, dan Pengadilan Agama Padangsidimpuan. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena pemberian bantuan hukum bagi golongan tidak mampu melalui Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Padangsidimpuan masih baru yaitu Januari 2020, Pos Bantuan Hukum memberikan bantuan berupa informasi, konsultasi dan advis serta pembuatan surat gugatan pada semua lapisan masyarakat yang membutuhkan tanpa harus membawa Surat Keterangan Tidak Mampu dari Lurah atau Pejabat yang berwenang, di samping itu Pengadilan Agama Padangsidimpuan memiliki wilayah hukum yang cukup luas yaitu Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Padang Lawas Utara.

.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu menggambarkan praktek pemberian bantuan hukum kepada masyarakat golongan tidak mampu melalui Posbakum di Pengadilan Agama Padangsidimpuan. Penelitian kualitatif ini untuk mendeskripsikan secara sistematis, factual dan akurat terhadap suatu populasi tentang sifat dan karakteristik47 dengan mencatat secara teliti segala gejala atau fenomena yang dilihat, didengar melalui wawancara, observasi dan dokumentasi untuk mendapatkan informasi yang akan dianalisis oleh peneliti. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris (terapan) yang mengkaji pelaksanaan hukum positif (perundang-undangan)

47 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta, 2012,hlm. 35.

(36)

35

secara factual pada peristiwa hukum tertentu dalam masyarakat. Mengkaji tentang hukum sebagai aturan atau norma dan penerapan aturan hukum dalam prakteknya48 Yang bertujuan untuk memastikan apakah pelaksanaan perundang-undangan telah berjalan ideal supaya semua tujuan tercapai 49

C. Pendekatan Penelitian

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan cara analisis data yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan serta tingkah laku yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh, sehingga peneliti hanya melakukan analisis terhadap data dan bahan hukum yang berkualitas saja, bukan hanya untuk mengungkapkan kebenaran tetapi juga untuk memahami kebenaran aturan.50 Dalam hal ini menganalisa semua data tentang pemberian bantuan hukum kepada masyarakat golongan tidak mampu melalui Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama dikaitkan dengan regulasi terkait yaitu Undang-Undang Bantuan Hukum, Surat Edaran Mahkamah Agung, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Mahkamah Agung.

D. Sumber Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder, yaitu:

1. Data primer merupakan bahan penelitian yang berupa fakta-fakta empiris sebagai perilaku maupun hasil perilaku manusia. Baik dalam bentuk perilaku verbal perilaku nyata, maupun perilaku yang terdorong dalam barbagai hasil perilaku atau catatan-

48 Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian , Mitra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 53.

49 Ibid.

50 Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, Mataram Universty Press, Mataram, 2020, hlm. 129.

(37)

36

catatan/ arsip.51 Data primer merupakan data yang diperoleh peneliti secara langsung dari lokasi penelitian yaitu dengan cara wawancara langsung dengan ketua Pengadilan Agama Padangsidimpuan, Ketua Pos Bantuan Hukum Pengadilan Agama Padangsidimpuan dengan tehnik wawancara terstruktur dan observasi atau pengamatan secara langsung di lapangan.

2. Data sekunder merupakan bahan hukum dalam penelitian yang diambil peneliti dari studi kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum.52Data sekunder diperoleh dengan studi dokumentasi dan penelusuran literatur yang berkaitan dengan pemberian bantuan hukum kepada pencari keadilan golongan tidak mampu dan teori yang mendukungnya.

3. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya memiliki suatu autoritas mutlak dan mengikat. Berupa ketentuan hukum yang mengikat seperti, peraturan perundang-undangan, catatan resmi dan lain-lain yang berkaitan dengan pemberian bantuan hukum kepada pencari keadilan golongan tidak mampu.

a. Surat Edaran No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum pada Agustus 2010.

b. UU No. 16 Tahun 2011Tentang Bantuan Hukum.

c. PP Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Bantuan Hukum.

d. Perma Nomor 1 Tahun 2014 perubahan atas SEMA No. 10 Tahun 2010.

4. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan kepada bahan hukum primer yaitu: karya ilmiah di bidang hukum dan lain-lain.

51Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta Kencana, Jakarta, 2005, hlm.141.

52Ibid.

(38)

37

5. Bahan hukum tersier (non hukum) adalah bahan hukum yang relevan seperti kamus bahasa Indonesia, kamus bahasa Arab, ensiklopedia dan kamus hukum lain yang masih relevan.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Untuk data Primer peneliti langsung turun ke lapangan dengan berusaha untuk menjadi bagian dari objek penelitian guna mendapatkan informasi dengan melakukan wawancara langsung dan observasi53 terhadap beberapa orang yang dijadikan informan yang telah dipilih sebelumnya dan mempunyai kapasitas untuk dimintai pendapatnya yaitu: hakim Pengadilan Agama Padangsidimpuan, Ketua Pos Bantuan Hukum Pengadilan Agama Padangsidimpuan dan Masyarakat golongan tidak mampu yang meperoleh bantuan hukum.

2. Pengumpulan data tidak langsung kepada subjek penelitian (dokumentasi) dalam rangka memperoleh informasi, peneliti melakukan penelusuran data historis objek penelitian dengan meminta data dari pihak Pengadilan Agama Sipirok dan Ketua Pos Bantuan Hukum Pengadilan Agama Padangsidimpuan.

3. Pencarian data sekunder difokuskan peneliti di perpustakaan yang ada di IAIN Padangsidimpuan dan perpustakaan online serta data yang diperoleh dari Pengadilan Agama Padangsidimpuan sebagai bahan hukum primer, dengan menginventarisasi data, memilah data yang relevan dengan penelitian. Dengan membandingkan penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dengan topik pembahasan merupakan sumber data bagi peneliti.54

.

54 SoerjonoSoekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UIPress, tt, hlm.12.

(39)

38 F. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:

1. Editing

Peneliti melakukan koreksi dan pengecekan kembali data yang diperoleh dari hasil catatan dan wawancara dengan rekaman yang dilakukan saat wawancara untuk mencegah kekeliruan dalam pencatatan mungkin ada yang keliru dan belum sesuai55 agar diperoleh data yang valid. Editing ini penting untuk mencegah dan mengurangi data yang kurang relevan dengan tema penelitian.

2. Verifikasi

Peneliti juga memeriksa data dan informasi yang telah diperoleh di lapangan untuk mengetahui keabsahan datanya, dalam hal ini data hasil wawancara diperiksa dan diklarifikasi kembali oleh informan agar validitas data dalam penelitian ini diakui untuk dilanjutkan pada pengolahan data.

3. Tehnik Analisa Data

Peneliti melakukan analisis bahan hukum secara yuridis normatif yang dimulai dengan analisis bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan tersier secara normatif dengan pendekatan konseptual dan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya peneliti melakukan analisis data dengan mengatur secara sistematis bahan hasil wawancara dan observasi, menafsirkan dan menghasilkan suatu pemikiran, pendapat, teori atau gagasan yang baru, yang kemudian menjadi hasil temuan dalam suatu penelitian kualitatif dengan merubah data menjadi temuan.

55 Marzuki, Op. Cit., hal. 81.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa ayam yang diberikan pakan basah maupun kering memiliki perbedaan produksi namun tidak banyak sedangkan antara perlakuan juga ada perbedaan yang

Wilayah lain yang lebih besar kontribusinya dari pada Kota Batam hanya pada sektor pertambangan yaitu Kabupaten Kepulauan Anambas (70,07%), Kabupaten Bintan (16,7%) dan

Setelah dilakukan analisa dan perancangan Sistem Pendukung Keputusan spesifikasi biji jagung berkualitas terbaik dengan metode multi attribute utility theory maka

Sesuai dengan intruksi presiden nomor 17 tahun 2011 dimana presiden menginstruksikan aksi percepatan pemberantasan korupsi dan juga sesuai dengan undang undang nomor 54 tahun

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Slamet Suyanto (2005: 144) yang mengemukakan bahwa alat dan bahan yang digunakan untuk kegiatan finger painting adalah pewarna

Lembaga Pos Bantuan Hukum yang bekerja sama dengan Pengadilan Agama Kabupaten Malang sebaiknya memberikan pengertian dan pemahaman kepada para pencari keadilan

Kerjasama Internasional menurut K.J Holsti dapat didefinisikan sebagai dua kepentingan atau lebih, nilai atau juga tujuan yang saling bertemu dan juga menghasilkan sesuatu,

(1) Bangunan gedung parkir harus dilindungi dari ancaman bahaya kebakaran dengan alat pemadam apinya, alarm kebakaran, hidran kebakaran dan pemercik sesuai dengan