• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Pengakuan Model Noken Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Pemilukada Lanny Jaya Papua Dan Implementasinya Terhadap Sistem Pemilu Di Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN Pengakuan Model Noken Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Pemilukada Lanny Jaya Papua Dan Implementasinya Terhadap Sistem Pemilu Di Indonesia."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Lat ar Belakang M asalah

Sejak am andem en UUD 1945 sist em ket at anegaraan di Indonesia dalam

m em ilih anggot a DPR, DPRD, DPD, Presiden dan W akil Presiden dilaksanakan

m elalui m ekanism e Pemilu secara langsung, m eskipun sebelumnya pengisian

lem baga Legislat if dan Eksekut if t ersebut pernah menggunakan sist em

campuran yait u sebagian dipilih dan sebagian diangkat .

Pem ilihan Um um secara langsung ini kem udian diikuti dengan

pem ilihan kepala daerah secara langsung set elah disahkanya Undang-Undang

Nomor 32 t ahun 2004 t ent ang Pem erint ahan Daerah yang secara t eknis

diat ur dalam Perat uran Pem erint ah Nomor 6 t ahun 2005 t ent ang Tat a Cara

Pem ilihan, Pengesahan, Pengangkat an, dan Pem berhent ian Kepala Daerah

dan Wakil Kepala daerah sebagaimana t elah diubah, t erakhir dengan

Perat uran Pemerint ah Nomor 49 Tahun 2008. Secara eksplisit ket ent uan

pilkada langsung t ercerm in dalam cara pem ilihan dan asas-asas yang

digunakan dalam penyelenggaraan pilkada.1 Dalam Undang-Undang Nom or

32 Tahun 2004 Pasal 56 ayat (1) disebut kan:2

1

Joko J. Prihat moko, 2005, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Filosof i, Sist em dan Problem a

Penerapan di Indonesia, Yogyakart a, Pust aka Pelajar, hlm. 1 2

(2)

“ Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam sat u pasangan calon yang dilaksanakan secara demokrat is berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil” .

Selanjutnya dalam Undang-Undang Nom or 15 Tahun 2011 t ent ang

Penyelenggara Pemilihan Umum, disebut kan dalam Pasal 1 angka 4 bahw a:

“ Pem ilihan Gubernur, Bupat i, dan Walikot a adalah Pem ilihan untuk m emilih gubernur, bupati, dan walikot a secara demokrat is dalam Negara Kesat uan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” .

Landasan pasal ini sebagai koreksi at as Pem ilukada t erdahulu yang

m enggunakan sist em perwakilan oleh DPRD, sebagaimana diatur dalam

ket ent uan Undang-Undang Nom or 22 Tahun 1999 t ent ang Pemerint ahan

Daerah dan Perat uran Pem erint ah Nomor 151 Tahun 2000 t ent ang Tat a Cara

Pem ilihan, Pengesahan dan Pem berhent ian Kepala daerah dan Wakil Kepala

Daerah.3

Pem ilihan Kepala Daerah secara langsung adalah aw al dari perubahan

kedua UUD 1945 Pasal 18 ayat (4) bahw a “ Gubernur, Bupat i, dan W alikot a

m asing-masing sebagai kepala pem erint ahan provinsi, kabupat en dan kot a

dipilih secara dem okrat is” . M akna demokrat is ini kem udian dijabarkan lebih

lanjut dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, bahw a pemilihan

kepala daerah dilakukan secara langsung oleh rakyat berasaskan asas luber

dan jurdil. Dengan dasar pert im bangan set elah UUD 1945 diam andemen,

t erjadi perubahan dalam sist em pemilu DPR, DPRD dan DPD, sert a Presiden

3

(3)

dan Wakil Presiden yang dipilih dengan cara langsung, dengan pert im bangan

inilah Pemilukadapun dim asukan dalam rezim Pem ilu secara langsung.

Sim plikasi at au penyederhaan logika t erlihat dari pandangan jika M PR

(anggot a DPR t ermasuk di dalamnya) saja t ak lagi memilih Presiden dan W akil

Presiden, m aka t ak lagi t ersedia alasan untuk mem pert ahankan Pilkada

dengan sistem perw akilan di DPRD.4

Sejarah Perjalanan pem ilukada t idak t erlepas dari pelaksanaan pemilu

saat itu. Pem ilu adalah produk reformasi yang didesakan kalangan

m ahasisw a, int elekt ual, dan kalangan partikelir lain, t erut am a sejak t ahun

1997 dan 1998, pada era reform asi Pem ilu merupakan instrumen sirkulasi

kepem im pinan nasional dan daerah.5 Form asi kekuasaan yang semula

didominasi kekuat an Orde Baru, berubah ke arah yang lebih variat if.6

Bila diopt ik pelaksanaan Pemilihan Um um Kepala daerah at au

Pem ilihan umum adalah bagian dari pelaksanaan prinsip dem okrasi yang

disebut dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

oleh karenanya negara yang m enyat akan diri sebagai negara dem okrasi

dalam konst itusinya, past i m elaksanakan kegiat an pem ilu unt uk m emilih

pem im pin negara at au pejabat publik yang baru.7 W akil-wakil rakyat it ulah

yang menent ukan corak dan bekerjanya pemerintahan, sert a t ujuan apa yang

(4)

hendak dicapai baik dalam jangka panjang maupun pendek.8 Unt uk

m enent ukan pejabat publik, rakyat lah sebagai penentu. Sepert i yang

dikem ukakan oleh M oh. Kusnardi dan Harmaily ibrahim, dalam paham

kedaulat an rakyat (democracy), rakyat lah yang dianggap sebagai pemilik dan

pem egang kekuasaan t ert inggi dalam suatu negara.9

Di Indonesia ist ilah dem okrasi secara eksplisit disebut kan pada pasal 33

ayat (4), pasal 1 ayat (2) dalam anak kalim at ‘’ kedaulatan berada dit angan

rakyat ’’ dan pasal 18 ayat (4) dalam anak kalim at disebut kan ‘ ’dipilih secara

dem okrat is’ ’.10Demokrasi dijalankan berdasarkan hukum dan hukum

dijalankan berdasarkan dem okrasi.11 Keduanya diibarat kan sebagai dua sisi

dari sekepeing m at a uang yang t idak dapat t erpisahkan. Perubahan UUD

1945 t elah m erubah kehidupan bernegara yang dem okrat is dan jam inan atas

hak asasi manusia bagi w arganya.12

Dalam kont eks penafsiran konst it usi, menurut Aidul Fit riciada Azhari

bahwa ket ent uan Pasal 1 ayat (2) Perubahan Ketiga UUD 1945 m engandung

pet unjuk m engenai hubungan ant ara dem okrasi dan penafsiran. Penafsiran

at as dem okrasi harus mengacu pada UUD.13Konst ruksi ini jelas menunjukan

Perspekt if int ernal bersifat t ert ut up karena mengacu sepenuhnya pada t eks

8

Jimly Asshiddiqie, 2009, Pengant ar Ilmu Hukum Tat a Negara, Jakart a, Raja Gr af indo Persada, hlm. 414

Abdul Fadjar M ukt i, 2006, Hukum konst it usi dan M ahkamah Konst it usi, Jakart a, Konpress, hlm. 53

12

Taufiqurrohman Syahuri, Op.Cit . hlm. 158. 13

(5)

UUD itu sendiri (self-referent ial). Dari bunyi pasal ini t erdapat pengut am aan

pada t eks t ert ulis dibandingkan pada t eks konst itusi secara luas,

pengut am aan at as UUD sebagai t eks konst it usi t ert ulis dapat menjam in

kepast ian hukum dan st abilit as. Tet api, bila dim aknai secara det erm ist ik akan

m engimplikasikan UUD yang beku dan tidak responsif t erhadap

perkem bangan m asyarakat . Oleh karena it u, t et ap diperlukan ruang bagi

penafsiran yang bersifat krit is agar pemaknaan at as kedaulat an rakyat at au

dem okrasi agar ket ent uan t ersebut tidak m elahirkan pret ensi pada

konstitusionalism e dalam bentuk legalism e yang berlebih-lebihan yang just ru

inkonsist en dengan prinsip kedaulat an rakyat at au dem okrasi it u sendiri.14

Bila kit a lihat dem okrasi di negara kit a adalah dem okrasi yang akan

dit at a sert a dibingkai dengan norm a-norm a konst it usi yang t erdapat dalam

UUD 1945.15 Dem okrasi Indonesia t idak identik dengan ‘’vox populi dei’’

(suara rakyat adalah suara tuhan), juga dem okrasi Indonesia t idak sinonim

dengan ‘’suara mayorit as adalah suara kebenaran’’.16 Ukuran kebenaran

dalam demokrasi Indonesia adalah norma hukum konst itusi. Oleh karena it u,

agar derap demokrasi dapat berput ar sesuai sum bu demokrasi, m aka

dem okrasi it u harus dijaga.17 Disinilah posisi M ahkam ah Konst itusi (M K)

sebagai penjaga konst itusi, harus senant iasa m enjaga dem okrasi sebagai

14

Ibid, hlm. 460 15

Taufiqurrohman Syahuri, Op.cit , hlm. 175 16

Ibid 17

(6)

pelaksana dari norm a konstit usi.18 Nam un bagaimanakah bila M ahkamah

Konstitusi (M K) sebagai penjaga konst itusi yang senantiasa m enjaga

dem okrasi sebagai pelaksana dari norm a konst itusi, nam un dalam m em utus

suat u perkara m enim bulkan m ulti t afsir bagi publik t erhadap suat u putusan

yang inkonsist ensi dengan produk undang-undang.

Hal ini t erjadi pada put usan dengan nomor perkara 85/ PHPU.D-IX/ 2011,

t ent ang gugat an perselisihan pem ilukada Kabupat en Lanny Jaya Papua yang

diajukan oleh pasangan calon Bupati dan W akil Bupati Briur W enda dan

Solayen M . Tabuni. Pem ilihan umum kepala daerah yang secara nasional

sudah diat ur dalam ket ent uan perundang-undangana yang berasaskan Luber

dan Jurdil, namun apa yang dilaksanakan oleh masyarakat adat Kabupat en

Lanny Jaya Papua pada pem ilukada jauh dari asas luber dan jurdil, karena

Pem ilukada yang dilaksanakan masih m enggunakan t at a cara adat istiadat

(M odel Noken).

Pem ilukada dengan t at a cara adat sebelum nya juga pernah t erjadi pada

pem ilu di Yahukim o Papua dengan nomor perkara 47-81/ PHPU.A-VII/ 2009,

yang sacara implisit Hakim M ahkam ah Konstitusi m engakui Pem ilu dengan

t at a cara adat t ersebut . At as dasar putusan ini, m emunculkan suatu

yurisprudensi baru dalam t at anan hukum, sebagai w ujud t erjaminnya

m asyarakat adat dalam m engembangkan nilai-nilai luhur budaya.

(7)

M ekanism e pem ilihan secara adat adalah pencont rengan kert as suara

diw akilkan at au dimandat kan kepada kepala-kepala suku. Pencont rengan

t idak dilakukan di dalam bilik suara, dan kert as suara yang dicont reng

t ersebut t idak dimasukkan ke dalam kot ak suara, t api dim asukkan ke dalam

t as khas orang Papua yang disebut “ Noken” .19 Tat a cara yang demikian ini

dikenal dengan pemilihan “ M odel Noken” yang m erupakan sist em pemilihan

yang dilakukan m asyarakat adat di Papua.20

Pem ilihan model noken sangat kont radiksi dengan undang-undang

pem ilihan umum kepala daerah dan berim plikasi pada sist em pemilu yang

t elah diat ur secara nasional. M eskipun m enim bulkan kont radiksi karena

bert ent angan dengan asas pemilihan umum langsung, umum , bebas, rahasia

dan jurdil, nam un hasil putusan yang dilakukan oleh Hakim M ahkam ah

Konstitusi secara im plisit mengakui dan mengakom odir sist em pemilukada

secara adat -ist iadat t ersebut .

Dapat dideskripsikan hasil putusan Pem ilukada Lanny Jaya oleh

M ahkamah Konstitusi t anggal 23 Agust us 2011 merupakan bentuk akom odasi

kearifan lokal masyarakat adat set empat dalam melaksanakan pest a

dem okrasi. Bagi M ahkamah Konst itusi, pem ilihan umum dengan kesepakat an

w arga at au aklamasi, merupakan model pem ilihan yang sesuai dengan

19

Yance Ar izona, “ Konst it usional Noken” Jurnal Konst it usi Pusako Universit as Andalas Volum e III Nomor 1, Juni 2010. Kerjasama M ahkamah Konst it usi Republik Indonesia dengan Pusat St udi Konst it usi Fakult as Hukum Universit as Indonesia. 1 ., Juni 2010.

20

(8)

budaya dan adat set em pat yang harus dipahami dan dihorm ati.21 Pendapat

serupa juga disam paikan oleh M oh. M ahfud M D selaku Ket ua M ahkamah

Konstitusi (M K) saat itu, bahw a pemilu yang dilaksanakan di Papua untuk

akan datang agar dibuat aturan khusus mengenai penyelenggaraan pemilu.

Hal itu diperlukan karena t erdapat perbedaan kultural t erkait m et ode unt uk

m elakukan pem ilihan.22

Hasil putusan M ahkam ah Konst it usi yang m engakomodasi pemilihan

m odel adat, merupakan langkah responsif yang melihat hukum sebagai

sesuat u yang lebih daripada sekedar keadilan prosedural, dapat dikat akan

bahwa put usan M ahkam ah Konst it usi sebagai konst ruksi hukum dalam

m em bent uk logika hukum dengan pendekat an int erpret asi dan rujukan

lit erat ur. Namun dari putusan ini m em buat kit a berpikir t ent ang kerangka

pem ikiran, int erpret asi at au penafsiran sert a paramet er yang digunakan

sebagai dasar pert imbangan Hakim M ahkam ah Konst itusi dalam

m em ut uskan pokok perkara sehingga m engakom odir t at a cara pemilu yang

dilaksanakan dengan cara adat (M odel Noken).

Bentuk akom odasi oleh M ahkamah Konst itusi, m emberikan gam baran

bagi kit a bahw a dalam pembent ukan suatu produk undang-undang agar

m em pert im bangkan fakt or sosiologis em piris kebudayaan masyarakat

21

ht t p:/ / log.viva.co.id/ new s/ read/ 70074-mk__pemilu_yahukimo diunduh t anggal 20-07 2013, pukul 14.15.

22

ht t p:/ / new s.det ik.com/ read/ 2009/ 06/ 25/ 194002/ 1154218/ 700/ mahfud-m d di unduh t anggal

(9)

set em pat , sebagaim ana diam anat kan dalam pasal 32 ayat (1) UUD 1945

bahwa “ Negara m em ajukan kebudayaan nasional Indonesia dit engah

peradaban dunia dengan menjam in kebebasan m asyarakat dalam

m em elihara dan mengem bangkan nilai-nilai budayanya” .23

Tepat bila Friedrich Carl von Savigny m enggam barkan bahw a hukum

adat at au kebiasaan m erupakan karakt er suat u bangsa. Hukum hanya

cerminan dari volkgeist . Oleh karena it u, hukum adat yang t umbuh dan

berkem bang dalam rahim volkgeist , harus dipandang sebagai hukum

kehidupan yang sejati. 24

Nam un disi lain, juriprudence di Indonesia yang di proklam asikan pada

t anggal 17 Agustus 1945 masih m enganut posit ive jurisprudence yang

berlat ar belakang hukum eropa kont inent al. Ini berart i set iap hukum posit if

dihasilkan dari pem bentuk hukum, yang dit entukan secara t egas dan sem ua

hukum positif oleh yang berkuasa at au badan yang berw enang untuk it u,

sehingga konsep hukum sebagai produk final lazim bergandengan dengan

pem aham an hukum sebagai perint ah at au kom ando.25

Putusan M ahkam ah Konst itusi dengan pendekat an int erpret asi Hakim

dalam perspekt if aliran positivisme Teori Hukum M urni (Pure t heory of Law )

Hans Kelsen, t entu bert olak belakang karena m enimbulkan kont radikt if.

23

R.I, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 32. 24

Bernar d L Tanya, Yoan N. Simanj unt ak, dan M arkus Y.Hage, 2010, Teori Hukum, St rat egi Tert ib

M anusia Lint as Ruang dan Generasi, Yogyakar t a, Gent a Publishing, hlm. 103 25

Khudzaif ah Dimyat i, 2010, Teorisasi Hukum, St udi t ent ang Perkembangan Pemikiran Hukum di

(10)

Kelsen berpendapat bahw a int erpret asi hukum berhubungan dengan norm a

yang non empiris.26 Norm a t ersebut m em iliki st rukt ur yang m em bat asi

int erpret asi hukum. Bahw a hukum tidak dibat asi oleh pert imbangan m oral.27

Kelsen m emisahkan ant ara hukum dan m oralitas dan juga pemisahan ant ara

hukum dan fakt a. Teori ini mencari dasar dasar-dasar hukum sebagai

landasan validitas, t idak pada prinsip-prinsip met a-juridis, t et api m elalui

suat u hipot esis yuridis, yaitu suatu norm a dasar, yang dibangun dengan

analisis logis berdasarkan cara berpikir yurist ik akt ual.28

Di sini t erjadi pert em uan ant ara definisi kebenaran m enurut hukum

berhadapan dengan klaim kebenaran menurut lokal.29 Suat u sisi dalam

konstitusi dit egaskan bahw a negara Indonesia adalah Negara Hukum

(Recht sst aat ),dalam paham negara hukum itu, hukumlah yang m em egang

kom ando t ert inggi dalam penyelenggaraan negara.30 Di sisi lain M asyarakat

adat Lanny Jaya Papua yang sudah t erbiasa dengan pola kebiasan sepert i

bahasa, t at a cara upacara adat, simbol-simbol komunikasi dihadapkan

dengan hukum nasional sebagai bentuk baru dari t at anan kehidupan

m asyarakat set em pat untuk dit erim a m enjadi norma yang harus dipat uhi.

26

Jimly Asshiddiqie, Ali Safa’at , 2012 Cet akan Kedua,Teori Hans Kelsen t ent ang Hukum, Jakart a, Konst it usi Press (Konpres), hlm. 8, lihat M ichael Green, “ Hans Kelsen and Logic of Legal

Sat jipt o Rahardjo, Penegakan Hukum Progresif, Jakart a, Kompas M edia Nusant ara, hlm. 112 30

(11)

M enurut Sat jipto Rahardjo, Indonesia berbeda dibanding dengan

negara-negara yang sudah hampir urbanized secara t ot al.31 M asih t erlalu

banyak kant ong-kant ong lokal t radisional yang ada di Indonesia. Jarak ant ara

Jakart a dan Papua t idak hanya bersifat fisik, t et api budaya, yang m ungkin

m alah berbilang abad.32 Keadaan yang dem ikian ini m em but uhkan kearifan

berhukum t ersendiri dan tidak bisa m enerapkan hukum secara seragam

unt uk seluruh Indonesia.33

Lat ar belakang m asalah inilah yang harus dikaji untuk dijadikan konsep

hukum nasional dalam pemilukada, t anpa menghilangkan kebiasaan at au

adat -istiadat , simbol-simbol yang t elah tumbuh dan berkembang di

m asyarakat adat Lanny Jaya Papua.

B. Rum usan M asalah

Berdasarkan lat ar belakang masalah di at as dirum uskan permasalahan

sebagai berikut :

1. M engapa Hakim M ahkam ah Konstitusi m engakom odir m ekanism e secara

adat -istiadat pada Pem ilukada Kabupat en Lanny Jaya Papua dan

bagaim ana param et ernya?

2. Bagaim anakah Perspekt if Teori Hukum M urni Hans Kelsen at as put usan

M ahkam ah Konstitusi Nom or 85/ PHPU.D-IX/ 2011?

31

Sat jipt o Rahardjo, Op.cit , hlm. 118. 32

Ibid 33

(12)

3. Bagaim anakah implikasi put usan Hakim M ahkamah Kont itusi t erhadap

sist em Pem ilu di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk m enget ahui kerangka pemikiran Hakim M ahkam ah Konst itusi dan

param et er yang digunakan sehingga m engakom odir pemilukada dengan

mekanisme adat -istiadat (M odel Noken).

2. Untuk m enget ahui perspekt if Teori Hukum M urni Hans Kelsen t erhadap

put usan M ahkamah Konst itusi Nomor 85/ PHPU.D-IX/ 2011.

3. Untuk mengetahui implikasi putusan Hakim M ahkam ah Kontitusi

t erhadap sist em Pem ilu di Indonesia.

D. M anfaat Penelitian

1. Dapat m endeskripsikan kerangka pem ikiran Hakim M ahkamah Konst it usi

dalam m engakom odir dan mengakui m ekanism e Pemilukada dengan

t at a-cara adat (m odel noken) dan implem ent asinya t erhadap sist em

pemilu di Indonesia.

2. Dapat m endeskripsikan dan mengam bil suatu perbandingan ant ara Teori

Hukum M urni Hans Kelsen dan putusan M ahkam ah Konst it usi Nom or

85/ PHPU.D-IX/ 2011.

3. M emberikan sum bangan pem ikiran sebagai pengem bangan sist em

(13)

undang-undang yang selalu diperhadapkan dengan st ruktur sosial, adat ist iadat

at au kebiasaan masyarakat hukum adat .

E. Orisinalit as

Orisinalit as adalah penjelasan t ent ang posisi penelit ian yang akan

dilakukan dengan penelitian t erdahulu. Pejelasan t ent ang penelitian

t erdahulu berguna untuk membantu peneliti dalam m em ecahkan m asalah.

Selain it u juga unt uk m elihat sejauh m ana m asalah itu sudah dit elit i dan

dipecahkan para penelit i sebelumnya.

Tesis yang penulis t elit i dengan judul “ Pengakuan M odel Noken

Dalam Put usan M ahkamah Konst it usi Tent ang Pemilukada Lanny Jaya Papua

dan Implement asinya Terhadap Sist em Pemilu di Indonesia” . Tesis ini

m enyajikan suatu kajian yuridis put usan M ahkamah Konst itusi yang

m engakom odasi dan mengakui pem ilukada secara adat -ist iadat yang dikenal

dengan “ M odel Noken” , kemudian melihat int erpret asi at au penafsiran yang

digunakan hakim sebagai dasar pert im bangan, yang dikaji dalam Perspekt if

Teori Hukum M urni Hans Kelsen, sert a im plem ent asi t erhadap sist em pem ilu

di Indonesia.

Sedangkan penelit ian yang sudah dit elit i sebelumnya adalah:

1. Jurnal dengan Judul “ Pengakuan M odel M asyarakat Adat Dalam Sist em

Pemilihan Umum di Indonesia” ditulis oleh Yance Arizona t ahun 2010,

(14)

Nom or 1 Kerjasam a M ahkam ah Konst itusi Republik Indonesia dengan

Pusat St udi Konst itusi Fakult as Hukum Universit as Indonesia.

Kesimpulan hasil penelit ian;

Putusan M ahkamah Konst it usi dalam perkara Pemilu di kabupat en

Yahukimo t ahun 2009 dengan m enjadikan model noken sebagai nilai

konst itusional dapat dikat akan sebagai salah sat u put usan yang berupaya

menjadikan konst itusi Indonesia sebagai konst itusi pluralis, putusan yang

konservat if disatu sudut dan putusan yang progresif pada sudut yang lain,

yang mengakui m ekanism e pemilihan model noken di Yahukim o

dikat egorikan sebagai putusan yang progresif. Dikat akan progresif karena

hakim M ahkam ah Konst it usi m engembangkan inst rum ent baru yang

belum banyak dibicarakan. Berbeda dengan hakim di pegadilan umum

yang sangat didom inasi oleh paradigm a legal-posit ifist ik.

2. Tesis dengan judul “ Tinjauan Analisis Normat if Yuridis Terhadap

Pelaksanaan Put usan Sengket a Penyelenggaraan Pemilihan Umum

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2010 oleh Komisi

Pemilihan Umum” . ditulis oleh Heriyant o, M ahasisw a Program Hukum

Kenegaraan Pascasarjana Universit as Indonesia, tahun 2011.

Kesimpulan hasil penelit ian;

Di dalam negara hukum , lem baga peradilan m em punyai peran yang

(15)

Terkait dengan Keput usan yang sudah sifat nya final dan mengikat yang

dilaksanakan oleh Pengadilan TUN dan M K, t etapi dalam pelaksanaan

masih ada KPU di daerah yang t idak m elaksanakan, sehingga t erkesan

pelaksanaan putusan t ersebut t ergant ung kesadaran hukum KPU daerah

masing-m asing. Dari dasar ini perlu direvisi perundang-undangan terkait

dengan budaya patuh anggot a KPU. Selain itu ada putusan Pengadilan

TUN yang kontradiksi dengan put usan M ahkam ah Konst itusi hal ini

diakibat kan oleh kew enangan M ahkam ah Konstit usi dan Peradilan TUN

yang m asih t erkesan t um pah tindih sehingga perlu bat asan-bat asan

dalam menangani perselisihan pemilukada, pem bat asan disini sebat as

kompot ensi absolut . M ahkam ah Konst itusi t idak bisa mem ut us hal-hal

yang m enjadi kewenangan lem baga lain sepert i Peradilan TUN dan

Peradilan Um um . Untuk efekt ifnya m enangani perm asalahan yang kerap

kali t erjadi perlu dibent uk peradilan TUN khusus dan Hakim khusus guna

menangani perm asalahan adm inist rasi dalam Pemilukada.

F. Landasan Teori

Ada dua hal m endasar t erhadap kajian yuridis put usan M ahkamah

Konstitusi Nomor Perkara 85/ PHPU.D-IX/ 2011, t ent ang Gugat an Pemilukada

Kabupat en Lanny Jaya Papua. Pert ama, sist em pemilu yang menerapkan

sist em adat ist iadat yang memandat kan kepala suku sebagai perwakilan dari

m asyarakat adat set em pat guna m em ilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala

(16)

yang secara rensponsif m engakom odir sist em pem ilu masyarakat adat Lanny

Jaya Papua dalam bingkai sist em pemilu secara nasional.

Dari dua hal m endasar ini, mainst ream posit ivisme Teori Hukum

M urni (Pure t heory of Law ) sangat kont radikt if. Dalam ajaran t eori hukum

m urni, Hakim M ahkam ah Konstitusi dalam memutuskan perkara seharusnya

m em pert im bangkan mekanisme pem ilukada yang telah diatur dalam

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 t ent ang Pem erint ahan Daerah dan

at uran t eknis pelaksanaannya.

M enurut Khudzaifah Dimyati sebagaim ana dalam dikutipannya,

bahw a ajaran Teori Hukum M urni (Pure t heory of law ) Hans Kelsen, melihat

Ilmu hukum adalah ilmu norm at if, hukum itu berada dalam kaw asan dunia

sollen. Karakt erist ik dari norm a adalah sifatnya yang hipot esis, lahir bukan

karena proses alam i, m elainkan karena kem auan dan akal m anusia yang

berfungsi sebagai asumsi dasar. Rumusan t eori adalah suat u analisis t ent ang

st rukt ur hukum posit if, yang dilakukan seeksak, suat u analisis yang bebas dari

semua pendapat et is at au polit is m engenai nilai, yang pada akhirnya

m encipt akan ilmu hukum yang murni dari pengaruh ilmu-ilmu sosial.34

Orientasi t eori hukum m urni pada dasarnya sama dengan orient asi

ilmu hukum analitik. Sepert i yang diungkapkan John Auistin dalam bukunya

yang t erkenal Lect ures on Jurisprudence, t eori hukum murni berusaha

m encapai hasilnya sem at a melalui analisis hukum posit if. Set iap penegasan

34

(17)

yang dikem ukakan oleh ilmu hukum harus didasarkan pada tat anan hukum

posit if at au pada perbandingan isi dari sejumlah t at anan hukum . Dengan

m em bat asi ilmu hukum pada analisis st rukt ur hukum positif at au pada

perbandingan isi dari sejum lah t atanan hukum . Dengan membat asi ilmu

hukum pada analisis st rukt ur hukum positif, m aka ilmu hukum t erpisah dari

filsafat keadilan dan sosiologi hukum dan dengan demikian ilmu hukum dapat

m encapai kem urnian met odenya.35

Dalam konsep t eori hukum murni, pengaruh unsur-unsur diluar

hukum sepert i psikologis, et ika, politik, dan sosial budaya ke dalam norm a

umum (undang-undang) dapat saja t erjadi saat undang-undang masih

bersifat rancangan (draft ) untuk m em enuhi represent at if sam pai ke t ahap

penet apan. Dalam art ian suatu norma positif (budaya) yang berkem bang di

m asyarakat dapat dijadikan hukum positif karena represent at if dalam

berdem okrasi. Saat undang-undang sudah dit et apkan dan disahkan m aka

undang-undang (norma umum ) sifatnya t ert ut up at as pengaruh psikologis,

et ika, politik, dan sosial budaya.

M enurut Aust in, sebelum kebiasaan at au t radisi diadopsi oleh

pengadilan at au undang-undang, aturan yang berlaku sifat nya sebagai

m oralit as positif, nam un t radisi at au kebiasaan yang berubah menjadi hukum

posit if, ket ika diadopsi oleh pengadilan dalam sebuah keput usan, yang

35

(18)

dit egakkan oleh kekuat an negara. Ini dapat dianggap sebagai positivization

adat at au t radisi. Dalam hal ini, Kelsen m engat akan dalam kait annya dengan

hierarki norma, di mana konst it usi adalah yang t ert inggi dari norm a-norm a

dalam t at anan hukum, t radisi at au kebiasaan dapat diubah menjadi hukum

posit if ket ika diadopsi oleh pengadilan dan undang-undang sebagai norm a

umum dit entukan oleh konst itusi sebagai norm a t ert inggi.36

M enurut Khudzaifah Dim yat i positifism e sebagai sebuah mainst ream

m enem pat kan dirinya dalam posisi yang sulit dibela.37 Karena dasar

pem ikiran t erhadap hukum sangat simplist is jika harus berhadapan dengan

suat u problem m asyarakat yang kom pleks dan rumit . Dalam art ian,

posit ifisme hanya bisa melihat persoalan secara “ hit am putih” , sem ent ara

berbagai persoalan dan problem yang dihadapi berbeda-beda dan kompleks.

Dalam konteks Indonesia, dominasi pandangan normat if juga sangat

dipengaruhi oleh perkem bangan kehidupan berbangsa. 38

Pendapat Hans Kelsen sangat berbeda dengan t eori yang

dikem ukakan oleh Friedrich Carl von Savigny, bahw a hukum it u tidak dibuat

m elainkan tumbuh dan berkembang bersam a-sama dengan masyarakat ,

" Das Recht s w ird nicht gemacht , es ist und w ird mit dem Volke” . Terdapat

hubungan organik ant ara hukum dengan w at ak at au karakt er suat u bangsa.

36

Aidul Fit riciada, 2013, Recont sr uct ion of St at ecraft Tradit ion in The Post Amandment of The 1945 Const it ut ion: The Tensions Bet w een Tradit ion and M oder nit y in Posit ive Legal Syst em, Facult y of Law M uhammadiyah Universit y, Surakart a, hlm. 2

37

Khudzaif ah Dim yat i,Teorisasi Hukum, Op.Cit, hlm. 73. 38

(19)

Hukum hanya cerm inan dari volkgeist .39 Hukum adat yang t umbuh dan

berkem bang dalam m asyarakat , harus dipandang sebagai hukum kehidupan

yang sejat i. Hukum sejat i itu, tidak dibuat t et api dit em ukan, legislasi hanya

pent ing selam a ia m em iliki sifat deklarat if t erhadap hukum sejat i it u.40

Terdapat kesam aan pandangan ant ara t eori Savigny dengan

penafsiran Hakim M ahkamah Konstitusi melihat hukum bagian dari pengaruh

empiris budaya m asyarakat set empat yang harus dilindungi dan

dikem bangkan. M akna Pasal 32, UUD 1945, merupakan kerangka unt uk

dijadikan dasar bagaim ana pem buat undang-undang menggali nilai hukum

dalam kandungan kehidupan rakyat . Begit u juga persoalan ut am a dalam

pengelolaan hukum, bukan m em bentuk asas dan dokt rin secara art ifisial,

t et api m enem ukan asas dan dokt rin dalam nilai-nilai hukum yang hidup. Kit a

harus mengenal, menem ukan dan m em ahami nilai-nilai dan hukum sejat i itu

dalam kancah kehidupan bangsa pemiliknya.41

Untuk m em aham i nilai-nilai hukum itu, tidak t ersedia cara lain kecuali

m enyalami inti jiw a dari rakyat . Jiw a rakyat it u, bukanlah sesuat u yang

dekaden dan st atis. Ia m erupakan mosaik yang t erkonst ruksi dari proses

sejarah, dan t erus berproses secara hist oris. Oleh karena it u, perlu

kelengkapan m et ode budaya dan historis.

39

Bernar d L. Tanya, Yoan N. Simanjunt ak, dan M arkus Y.Hage, Op.Cit . 103 40

Ibid 41

(20)

Dengan adanya pem bakuan kehidupan lew at hukum yang t idak

m udah berubah, maka lam bat laun dinamika kehidupan akan juga

t erhambat . Bahkan suat u saat , akan menghent ikan sejarah. Unt uk m engkaji

dan m erumuskan suatu produk hukum harus sesuai dengan jiw a bangsa,

hukum jangan dilihat dari aspek yuridis form al. Kajian m endalam mengenai

apa sebenarnya semangat jiwa bangsa it u, dan m anakah

keyakinan-keyakinan bangsa yang dapat m enjadi dasar suat u t at a hukum yang

m em adai. Pem bent ukan Hukum t anpa m elihat aspek budaya akan t ercipta

jurang ant ara jiw a bangsa dengan hukum yang dicipt akan negara.42

Pandangan Savigny, hukum it u tidak berdiri sendiri, ia disatukan

dalam karakt er dan wat ak rakyat berkat adanya kesat uan pendirian dari

rakyat it u sendiri. Hukum tidak muncul secara kebet ulan, t api lahir dari

kesadaran batiniah rakyat . It ulah sebabnya, hukum berkem bang set urut

perkem bangnya rakyat , dan akhirnya lenyap t at kala rakyat kehilangan

kebangsaannya.43

Sejat inya hukum tidak dibuat secara art ifisial, t et api dit em ukan dalam

relung jiw a rakyat nya. Kalau para pem bentuk undang-undang hendak

m erumuskan hukum it u dalam prinsip-prinsip yuridis yang t eknis, mereka

42 Ibid 43

Ber nard L. Tanya, Yoan N. Simanjunt ak, dan M arkus Y. Hage, Teori Hukum, St rat egi Tert ib

M anusia Lint as Ruang dan Generasi, Gent a Publishing, hlm. 105, dalam W, Friedman, 1953,

(21)

harus t et ap berposisi sebagai organ dari kesadaran um um.44 M ereka t erikat

pada t ugas unt uk memberi bent uk pada apa yang m ereka t em ukan sebagai

bahan ment ah.

Roh dari hukum itu adalah volkgeist . Oleh karena itu, sangat pent ing

unt uk m engikut i evolusi volkgeist melalui penelitian hukum sepanjang

sejarah. Bagi Savigny pembuat hukum harus set ia pada volkgeist . Karena

unsur volkgeist inilah, m aka suatu t at anan hukum (t erm asuk dalam w ujud

perundang-undangan) t idak bisa bersifat universal. Hukum selalu bersifat

konstekst ual bagi bangsa t ert ent u.45

Oleh karena it u, Kodifikasi dan pengkajian suat u produk hukum

dengan st udi ilmiah mengenai sist em hukum dalam perkem bangannya yang

t erus-m enerus, dengan m ana t iap generasi m engadapt asikan hukum itu

dengan keperluannya. Dalam proses pembent ukan yang bert ahap itu, peran

ahli hukum begit u m enentukan, ut am anya dalam m em baca semangat zam an

dan kont eks sosial kont emporer sebagai landasan adapt asi dari hukum it u

sendiri. M aka t idak m engherankan jika Savigny m em andang ilmu hukum

sebagai panduan reformasi hukum , dan kesadaran umum m erupakan sum ber

hukum yang ut ama.46

44

Bernar d L. Tanya, Yoan N. Simanjunt ak, dan M arkus Y. Hage, 2010, Teori Hukum, St rat egi Tert ib

M anusia Lint as Ruang dan Generasi, hlm. 105, dalam, Surya Prakash Sinha, Jurisprudence Legal

Philosophy in A Nut sbell, M inessot a: West Publishing Co., 1993. 45

Ibid 46

Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjunt ak, dan M arkus Y. Hage, dalam Theo Huijbers, 1987,

(22)

M ekanism e Pem ilukada m asyarakat adat Lanny Jaya Papua,

m erupakan suat u met ode yang t um buh dan berkem bang dimasyarakat

dalam bentuk adat -ist iadat at au kebiaasan, yang lahir secara t urun-t em urun.

Sehingga konst ruksi dari nilai-nilai hukum adat dan jiw a dari kebiasaan

m asyarakat adat Lanny Jaya Papua harus t et ap dijaga.

Dengan diakomodasi sist em pemilihan secara mandat masyarakat

adat Lanny Jaya Papua oleh Hakim M ahkam ah Konst it usi m em berikan

gam baran bahw a set iap perkem bangan sosial di dalam masyarakat harus

direspon secara posit if. Sebagaimana dikat akan Jerom e Frank, bahwa t ujuan

ut am a kaum realism e hukum adalah unt uk m em buat hukum m enjadi lebih

responsif t erhadap kebut uhan sosial.47

Untuk m encapai tujuan ini, m ereka mendorong perluasan

bidang-bidang yang memiliki ket erkait an secara hukum , sehingga nalar hukum dapat

m encakup penget ahuan di dalam kont eks sosial dan m em iliki pengaruh

t erhadap t indakan resm i para aparat hukum. Sepert i halnya realism e hukum,

sociological jurisprudence yang m enggunakan pendekat an sosiologis juga

dit ujukan unt uk memberi kem ampuan bagi inst itusi hukum unt uk secara

lebih menyeluruh dan cerdas m em pert im bangkan fakt a sosial yang disit u

hukum berproses dan diaplikasikan. 48

47

Philipe Nonet dan Philip Selznick, 2010, Law and Societ y in Transit ion; Tow ard Responsive Law , Bandung, Nusa M edia, hlm. 83

(23)

Hukum responsif bukan t erbuka at au adaptif, untuk menunjukan

suat u kapasit as beradapt asi yang bert anggungjaw ab, dan dengan demikian

adapt asi yang selekt if dan tidak seram pangan. Suatu institusi yang responsif

m em pert ahankan secara kuat hal-hal yang esensial bagi int egrit asnya

sembari t et ap m em perhat ikan keb eradaan kekuat an-kekuat an baru di dalam

lingkungannya. Unt uk m elakukan hal ini, hukum responsif m em perkuat

cara-cara bagaim ana ket erbukaan dan int ergrit as dapat saling menopang

w alaupun t erdapat pert ent angan diant ara keduanya.

Agar m endapat kan sosok sepert i ini, sebuah inst itusi m em erlukan

panduan kearah t ujuan. Tujuan m enetapkan st andar unt uk m engkrit isi

prakt ik yang sudah mapan, dan karenanya mem buka jalan untuk melakukan

perubahan. Pada saat yang bersamaan, jika benar-benar digunakan, tujuan

dapat m engont rol diskresi adm inist ratif, dengan dem ikian dapat m engurangi

resiko t erjadinya pelepasan inst itusional. Sebaliknya, ket iadaan tujuan

berakar pada kekakuan sert a oport unisme.

Dalam Perspekt if ini, hukum yang baik seharusnya m enaw arkan

sesuat u yang lebih daripada sekedar keadilan prosedural. Hukum yang baik

harus berkom pot en dan juga adil. Hukum semacam itu seharusnya mam pu

m engenali keinginan publik dan punya komit men bagi t ercapainya keadilan

(24)

G. M et ode Penelitian

M et ode pada hakikat nya bermakna m em berikan pedom an, t ent ang

bagaimana cara seorang ilmuw an mempelajari, menganalisis, dan m em ahami

hukum yang dimaksud. Set elah dit entukan pedom an yang akan digunakan,

m aka sat u hal lain yang tidak kalah pent ingnya adalah bagaim ana cara

m endekat i dat a yang diperlukan dalam penelit ian dimaksud.49

1. Jenis Penelitian

Jenis penelit ian dalam penulisan t esis ini adalah penelit ian

Yuridis Norm at if dengan kajian kepust akaan (library research) at au

dikenal dengan penelitian dokt rinal, yaitu penelit ian hukum yang

melet akan hukum sebagai sebuah bangunan sist em norma. Sist em

norm a yang dim aksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari

perat uran perundangan, putusan pengadilan, perjanjian sert a

dokt rin.50M enurut Soerjono Soekant o, bahw a penelt ian hukum normat if,

mencakup penelit ian t erhadap asas-asas hukum , sist emat ika hukum,

penelitian t erhadap t araf sinkronisasi hukum , penelit ian t erhadap sejarah

hukum, dan penelitian perbandingan hukum.51

49

Sapt omo Ade, 2009, Pokok-pokok M et odologi Penelit ian Hukum Empiris M urni Sebuah

Alt ernat if, Jakart a, Universit as Trisakti, hlm. 70 50

M ukt i Fajar ND, Yuliant o Achmad, 2010, Dualisme Penelit an Hukum Norm at if dan Em piris, Yogyakart a, Pust aka Pelajar, hlm. 34

51

(25)

2. Pendekat an Penelitian

Ada dua pendekat an yang penulis gunakan dalam penelit ian

kualit at if yaitu:

a. Pendekat an perundang-undangan (St at ut e Approach), ini

dimaksudkan penelit i m enggunakan perat uran perundang-undangan

sebagai dasar aw al m elakukan analisis. Hal ini dilakukan penulis

karena perat uran perundang-undangan m erupakan t it ik fokus dari

penelitian t ersebut dan karena sifat hukum yang m em punyai ciri-ciri

sebagai berikut .

1) Comprehensive, art inya norm a-norma hukum yang ada di

dalamnya t erkait ant ara satu dengan yang lainnya secara logis.

2) All-inclusive, art inya bahw a kumpulan norma hukum t ersebut

cukup m ampu menampung perm asalahan hukum yang ada,

sehingga t idak akan ada kekosongan hukum.

3) Syst emat ic, yait u bahwa disam ping bert aut an antara sat u dengan

yang lainnya, norm a-norm a hukum t ersebut t ersusun secara

hierarkis.52

b. Pendekat an Kasus (Case Approach), bert ujuan unt uk m em peroleh

norm a-norm a at au kaidah hukum yang dilakukan dalam prakt ik

hukum . pendekat an kasus ini yait u menelaah suat u kasus untuk

52

(26)

dipergunakan sebagai referensi bagi suat u isu hukum , sedangkan

st udi kasus (case st udy) adalah st udi t erhadap kasus t ert ent u dari

berbagai aspek hukum. Pendekat an kasus ini mengkaji pert im bangan

(rat io decidendi at au reasoning) dari hakim dalam m em utus suatu

perkara. Dengan m empelajari pert imbangan-pert im bangan hakim

dalam memutus perkara-perkara t ersebut , penulis dapat melakukan

analisis bagi pem ecahan m asalah yang diajukannya, karena

pert im bangan-pert imbangan hakim t ersebut dapat dijadikan

referensi bagi ket ajam an analisis.

3. Sumber Dat a

Sumber dat a dalam penelitian ini adalah dat a sekunder dan dat a

prim er unt uk m enjaw ab perm asalahan pokok yang dikaji dalam

penelitian ini. Pengumpulan dat a sekunder dalam penelitian ini dilakukan

melalui studi:

a. Bahan Hukum prim er, yait u bahan hukum yang m engikat , sepert i

perat uran perundang-undangan, yurisprudensi at au keputusan

pengadilan/ M ahkam ah Konst it usi.

b. Bahan hukum sekunder, bahan yang erat kait annya dengan bahan

hukum prim er at au dapat memberikan penjelasan terhadap bahan

hukum prim er, m isalnya buku-buku lit erat ur hukum, hasil-hasil

penelitian, jurnal, berit a int ernet dan hasil Putusan M ahkam ah

(27)

c. Bahan hukum t ersier, m erupakan bahan hukum yang dapat

m enjelaskan baik bahan hukum prim er m aupun bahan hukum

sekunder, yaitu berupa kamus, ensiklopedi dan leksikon.

4. Teknik Pengum pulan Dat a

Teknik pengum pulan dat a dalam penelit ian ini, dilakukan dengan st udi

kepustakaan, yaitu m engumpulkan bahan-bahan hukum sepert i

perat uran perundang-undangan, yurisprudensi at au keput usan

M ahkam ah Konst it usi sert a buku-buku, jurnal, berit a int ernet at au

lit erat ur-lit erat ur yang ada hubungannya dengan penelitian ini.

5. Teknik Analisis Dat a

Teknik analisis dat a dalam penelitian ini adalah teknik analisis dat a

kualit at if yang disesuaikan dengan m at eri dan t ujuan penelit ian yang

hendak dicapai dengan prosedur reduksi, sajian dat a (display), verifikasi

dan simpulan dan penafsiran.

H. Sist emat ika Tesi s

Penulisan t esis ini t erdiri dari 4 (em pat ) bab yang disusun secara

sist emat is yang saling t erkait yait u:

Bab I. Pendahuluan, yang menjelaskan Lat ar Belakang M asalah, Rumusan

M asalah, Tujuan Penelit ian, M anfaat Penelit ian, Kerangka Teori dan

(28)

Bab II. Tinjauan Pust aka, pada bab ini m enguraikan t ent ang Tinjauan Teori

Hukum M urni (The Pure Theory of Law ) Hans Kelsen, landasan yang

m enjadi dasar pokok-pokok pikiran Hans kelsen dalam m elihat hukum

yang seharusnya dalam t at anan perundang-undangan, mulai dari

norm a dasar (Grundnorm), norma umum, sam pai dengan norm a

individual pada kasus konkret di pengadilan.

Bab III. M enguraikan t ent ang Tinjauan Umum Pem ilukada dalam sist em

pem ilu di Indonesia, M ekanisme Pemilukada m asyarakat adat Lanny

Jaya Papua sert a Kew enangan M ahkam ah Konst it usi dalam

Pem ilukada.

Bab IV. Pem bahasan, pada bab ini menguraikan posisi sengket a Pemilukada

Lanny Jaya Papua sert a pihak yang m engajukan gugat an, dari gugat an

t ersebut dikaji isi put usan dan dasar pert im bangan Hakim M ahkam ah

Konstitusi yang mengakom odir m ekanism e Pem ilukada Lanny Jaya

secara adat -ist iadat (model noken), hasil putusan ini kem udian dilihat

dari Perspekt if Teori Hukum M urni Hans Kelsen, sert a

im plem ent asinya dalam sist em pemilu di Indonesia.

Bab IV. Penutup, yang berisi kesimpulan dari jawaban at as lat ar belakang

Referensi

Dokumen terkait

Kajian ini akan melibatkan semua murid tahun empat SKDN yang berjumlah 115 orang sebagai sampel kajian (soal selidik dan pengumpulan data) dan 7 orang Guru Pendidikan Islam

Akta Perkawinan merupakan produk tin- dakan administrasi negara yang berupa pene- tapan, apabila Kutipan Akta Perkawinan itu dibaca substansinya (isinya) akan

Mahasiswa mampu mengolah data dalam menentukan ikatan awal dan akhir semen serta menginterpretasi hasilnya (mg ke 1) [C2, C3, A3, P2 ]: 5.. Mahasiswa mampu Mampu mengolah

 Entry is late when the firm enters the market after firms have already established.. themselves in

Daripada pandangan guru-guru dan pelajar-pelajar didapati faktor sikap pelajar mengatasi faktor-faktor lain seperti faktor guru, rakan sebaya dan ibu bapa kerana sikap pelajar

Pada bulan Januari 2016, jumlah pengaduan Network Incident sebanyak 304 dan mengalami peningkatan pada bulan Februari hingga 339,8% dengan jumlah pengaduan mencapai

Efektivitas penerimaan pajak atas kendaraan bermotor rata-rata dari tahun 2012-2014 adalah sebesar 104,48 % sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pemerintah daerah

Sebelum dokumen akreditasi diserahkan ke BAN-PT wajib dilakukan simulasi penilaian dan melibatkan para dosen pakar di bidang borang dan perlu juga ada yang