• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi Penerapan Klausula Baku Dalam Transaksi Kredit Sebagai Upaya Untuk Melindungi Nasabah Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Hukum Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi Penerapan Klausula Baku Dalam Transaksi Kredit Sebagai Upaya Untuk Melindungi Nasabah Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

i ABSTRAK

Dewasa ini, penggunaan klausula baku sudah menjadi hal yang lazim di dalam praktik bisnis, termasuk di dalam praktik penyaluran kredit oleh bank kepada nasabahnya. Penggunaan klausula baku seringkali menempatkan nasabah (konsumen) pada posisi yang lemah dan dirugikan. Di Indonesia, terdapat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memiliki fungsi untuk mengatur,membina, mengawasi aktivitas lembaga perbankan. Penelitian ini mengkaji bagaimana kedudukan antara bank dan nasabah dalam pemberlakuan klausula baku dalam perjanjian kredit, akibat hukum yang dapat dikenakan bagi bank atas pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan tentang klausula baku, dan peranan OJK dalam kaitannya dengan perlindungan hak nasabah.

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Berdasarkan metode ini, penulis menggunakan data sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang berupa perundang-undangan dan kepustakaan hukum (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07.2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07.2014 tentang Perjanjian Baku). Dalam hal ini, dilakukan analisis terhadap asas hukum dan kaidah hukum dikaitkan dengan fakta dan kasus konkrit. Sebagian data diperoleh dari studi pustaka. Di samping itu, studi lapangan juga dilakukan untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan. Hasil penelitian yang diperoleh, bahwa kedudukan antara bank dan nasabah tidak seimbang. Akibat hukum dari pemberlakuan klausula baku dalam perjanjian kredit yang tidak sesuai dengan perundang-undangan yaitu pembatalan klausula baku berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dan dapat dijatuhkannya sanksi administratif, perdata, dan pidana. Sebagai upaya untuk melindungi hak nasabah, OJK berperan dalam mengatur, mengawasi, memeriksa, dan menyidik aktivitas lembaga perbankan.

Dalam kaitannya dengan pemberlakuan klausula baku, apabila nasabah merasa dirugikan, maka nasabah dapat melaporkan masalah tersebut kepada OJK dan OJK akan menindaklanjuti dengan tindakan pemeriksaaan sampai dengan pemberian sanksi. Sampai saat ini, tindakan yang sudah dilakukan dengan baik sebagai upaya memberikan perlindungan kepada nasabah adalah tindakan pengaturan dan pemberian sanksi. OJK telah mengeluarkan aturan terkait dengan perlindungan konsumen dan melakukan penegakan hukum berupa penjatuhan sanksi, namun OJK belum melakukan tindakan pengawasan dan pembinaan secara maksimal. Saran yang diberikan, agar pemerintah dapat melengkapi berbagai peraturan terkait dengan perlindungan konsumen dan OJK dapat lebih melakukan tindakan-tindakan yang bersifat preventif untuk mencegah terjadinya kerugian konsumen.

(2)

ii

ABSTRACT

Nowadays, the use of standardized clauses already become things which are prevalent at businness practice, including in credit distribution practice between bank and customers. The use of standardized clauses often put customers (consumers) at weak position and be harmed. In Indonesia, there is Financial Services Authority which have function for regulating, educating, supervising the activity of bank. This research examines about the position of consumers and bank in credit transaction, legal consequences which bank can get in violation against rule of the law about standardized clauses, and the role of financial services authority associated with consumer’s right protection.

This thesis is focused on juridical normative method. Based on this method, researcher uses secondary data such like Indonesian Civil Code, Law on Banking, Law on Consumer Protection, and such kind of regulations. Legal principles and norm are analyzed, related to cases and facts. Data collection is also supported by field research. Conclusions that got from this research, position between bank and customers is not balanced each other. Based on applicable law, bank which do breaking rules about standardized clauses on credit transaction can get civil, administrative, and criminal sanction. As the effort for protecting consumers, financial services authority has roles in regulating, supervising, examining and investigating the activity of banks.

Related with the use of standardized clauses, if costumers feel harmed, then customers can report the problem to financial services authority and then financial services authority will follow up with examination until granting sanctions. Result from this research, based on author’s opinion, financial services authority already done action as ordered by laws, but still must have to complete some regulations, and increase educating and supervising actions in order to prevent customer’s loss.

(3)

iii Lembar Pengesahan Dosen Pembimbing

Lembar Persetujuan Panitia Sidang

Abstrak i

Abstract ii

Kata Pengantar iii

Daftar Isi v

Daftar Tabel x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Identifikasi Masalah 9

C. Tujuan Penelitian 10

D. Kegunaan Penelitian 10

E. Kerangka Pemikiran 11

F. Metode Penelitian 16

(4)

iv

1. Pengertian, Tugas, dan Fungsi Lembaga Perbankan 22

2. Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia dan Prinsip-Prinsip

Pengelolaan Perbankan 23

3. Tinjauan Umum Undang-Undang nomor 7 tahun 1992

sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang nomor 10

tahun 1998 tentang Perbankan 29

B. Pengaturan Lembaga Pengawas Keuangan di Indonesia

1. Pengertian Pembinaan dan Pengawasan Bank 33

2. Bank Indonesia 35

3. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 38

C. Otoritas Jasa Keuangan sebagai Pengawas Lembaga Keuangan

(5)

v

1. Pengertian Perjanjian 59

2. Asas-asas suatu Perjanjian 61

B. Perjanjian Kredit dalam Aktivitas Bank sebagai Lembaga Keuangan

1. Pengertian Perjanjian Kredit 63

2. Proses Pemberian Kredit 64

3. Prosedur Pemberian Kredit oleh Bank kepada Nasabah 68

C. Perkembangan Klausula Baku di dalam Pembuatan Perjanjian di

Indonesia

1. Pengertian Klausula Baku, Perjanjian Baku, dan Kontrak Baku

(Standard Contract) 74

2. Asas-asas Hukum Perjanjian yang disimpangi dengan

diberlakukannya Klausula Baku 77

D. Klausula Baku dalam Perjanjian Kredit Perbankan

1. Perkembangan Penggunaan Klausula Baku dalam Perjanjian

Kredit Perbankan 78

2. Substansi Perjanjian Kredit dalam Praktik Perkreditan 83

(6)

vi

NASABAH DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

A. Analisis Kedudukan Kreditur dan Debitur dalam Penggunaan Klausula

Baku pada Perjanjian Kredit

1. Pokok-Pokok Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian

Kredit berdasarkan berlakunya Asas-Asas Hukum Perjanjian 90

2. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kredit

berdasarkan Peraturan Perundang-undangan 94

3. Analisis Pemenuhan Hak Konsumen atau Nasabah sehubungan

dengan Pemberlakuan Klausula Baku dalam Perjanjian

Kredit………...114

B. Akibat Hukum Penggunaan Klausula Baku dalam Perjanjian Kredit

dikaitkan dengan Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan………...….117

1. Analisis Substansi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang Terkait

dengan Perlindungan Konsumen dan Perjanjian Baku

a. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/POJK.07/2013

(7)

vii

Bank……….………..……….….130

C. Peranan Otoritas Jasa Keuangan dalam Melindungi Nasabah….….134

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN………..…...146

B. SARAN………..…150

DAFTAR PUSTAKA………..…………..151

Curicullum Vitae

(8)

viii

2. Data Bank Indonesia mengenai SBDK bank-bank di Indonesia…………105

3. Contoh klausula baku yang bertentangan dengan aturan-aturan di

Indonesia………114

4. Tindakan yang dilarang dalam praktik pemberlakuan klausula baku di

(9)
(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan perekonomian merupakan kegiatan yang harus memperoleh perhatian dari negara karena berkaitan langsung dengan kesejahteraan

rakyat. Negara Indonesia mengatur kegiatan perekonomian di dalam

konstitusinya, yaitu pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia tahun 1945. Prinsip pengaturan kegiatan perekonomian tersebut

terdapat di dalam Pasal 33 ayat (1) yang mengatur sebagai berikut:

“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan”

Dalam Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 mengatur sebagai berikut:

“Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi

ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan

menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional.”

Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh lembaga keuangan merupakan

salah satu kegiatan usaha yang menunjang perekonomian di Indonesia.

Lembaga keuangan dibagi menjadi dua yaitu lembaga keuangan bank dan

lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan bank adalah lembaga

keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan,

(11)

bentuk kredit.1 Lembaga keuangan bukan bank atau LKBB adalah badan

usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan yang secara langsung

atau tidak langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat

berharga dan menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai

investasi perusahaan-perusahaan.2

Salah satu fungsi lembaga keuangan bank yaitu memberikan kredit

kepada masyarakat.3 Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut

Undang-Undang Perbankan), pada Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang

Perbankan tersebut memberikan penjelasan bahwa kredit adalah penyediaan

uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu dan berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak

yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka

waktu tertentu dengan jumlah bunga. Menurut Ch. Gatot Wardoyo,

perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi, yaitu :

a. “Perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok

1

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. 2

Pasal 1 ayat (4) Keputusan Presiden Nomor 61 tahun 1998 tentang Lembaga Pembiayaan .

3

Kredit berasal dari bahasa Romawi “Credere” dapat diartikan sebagai kepercayaan.

(12)

Perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok berarti perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan; b. Perjanjian kredit sebagai alat bukti

Perjanjian kredit sebagai alat bukti berarti perjanjian kredit mengatur mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban di antara kreditur dan debitur;

c. Perjanjian kredit sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.”4

Kegiatan penyaluran kredit dilakukan oleh Bank kepada nasabahnya

dengan cara membuat perjanjian kredit. Dalam hal ini, bank

berkedudukan sebagai kreditur dan nasabah berkedudukan sebagai

debitur. Apabila pihak kreditur dan debitur telah setuju dan sepakat untuk

melakukan transaksi kredit, maka pihak kreditur wajib membuat

perjanjian kredit secara tertulis serta melakukan pembacaan akad kredit di

hadapan pihak debitur.5

Perjanjian harus dibuat dengan berlandaskan asas kebebasan

berkontrak. Asas kebebasan berkontrak adalah asas yang menyatakan

bahwa para pihak diberikan kebebasan untuk membuat atau tidak

membuat perjanjian, memilih dengan siapa akan membuat perjanjian,

menentukan isi dan bentuk perjanjian, dan cara untuk menutup perjanjian.

Saat ini, penggunaan perjanjian baku sangat berkembang.

Penggunaan perjanjian baku terjadi pula di dalam transaksi kredit,

4

Johannes Ibrahim, Cross Default and Cross Collateral dalam Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Bandung : Refika Aditama, 2004, hlm.30.

5

(13)

sehingga nasabah hanya dapat memilih apakah akan melangsungkan

transaksi kredit tersebut dengan pihak bank yang bersangkutan atau tidak.

Perihal isi, bentuk, dan cara penutupan perjanjian telah ditentukan oleh

pihak bank.

Klausul-klausul yang dibuat oleh bank seringkali dirasa memberatkan

pihak debitur karena pihak bank cenderung memperhatikan perlindungan

bagi kepentingan bank sendiri dan tidak memperhatikan perlindungan

bagi nasabah sebagai debitur. Sebagai contoh adanya klausul-klausul

yang memberatkan pihak nasabah sebagai berikut:

“Bank berhak tanpa alasan apapun juga untuk sewaktu-waktu menolak penggunaan lebih lanjut kredit tersebut oleh nasabah debitur”

Klausula di dalam kredit tersebut merupakan salah satu bentuk dari

klausula baku. Sebagaimana telah dijelaskan, keberadaan klausula baku

seringkali memberatkan pihak nasabah, padahal hak-hak nasabah dalam

perjanjian kredit juga harus dilindungi. Untuk melindungi nasabah dari

adanya perjanjian baku di dalam melakukan transaksi kredit, maka

Indonesia membentuk salah satu lembaga yang dapat memberikan

perlindungan kepada nasabah. Lembaga tersebut adalah Otoritas Jasa

Keuangan. Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun

2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan selanjutnya disebut

(14)

sebagai suatu lembaga yang mempunyai tugas, fungsi, dan wewenang

untuk mengatur, mengawasi, melakukan pemeriksaan, dan penyidikan

dalam sektor jasa keuangan termasuk sektor perbankan.

Di dalam Pasal 6 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan memiliki tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:

a. “Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, dan

c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.”

Terkait dengan kegiatan penyelenggaraan kredit berdasarkan Pasal 7

Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan

mempunyai wewenang untuk:

a. “Menentukan batas maksimum pemberian kredit; b. Melakukan pengujian kredit (credit testing); dan

c. Mempersiapkan cara-cara untuk mengendalikan risiko yang muncul dari adanya perjanjian kredit.”

Otoritas Jasa Keuangan selain berwenang untuk mengatur kegiatan

penyelenggaran kredit, diharapkan juga dapat memberikan bentuk

perlindungan kepada pihak nasabah sebagaimana diatur di dalam Pasal 28

Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan yang meliputi :

a. “Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atau karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya;

b. Meminta lembaga jasa keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat;

(15)

Pelaksanaan transaksi kredit dengan pemberlakuan klausula baku

merupakan suatu kegiatan perbankan yang harus diawasi. Selama ini,

penggunaan klausula baku dalam perjanjian kredit berlangsung tanpa

pengawasan. Untuk melaksanakan pengawasan tersebut, Otoritas Jasa

Keuangan harus mengawasi berdasarkan aturan hukum yang berlaku.6

Selain Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, terdapat berbagai

pengaturan tentang fungsi pengawasan Otoritas Jasa Keuangan,

khususnya terhadap perjanjian baku. Ketentuan tersebut terdapat di

dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor

13/SEOJK/07/2014 tentang Perjanjian Baku. Di dalam peraturan

tersebut dinyatakan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) wajib

memenuhi keseimbangan, keadilan, dan kewajaran dalam pembuatan

perjanjian dengan konsumen.

Terkait dengan perlindungan konsumen, berlaku ketentuan

berupa Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/POJK.07/2013

tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Ketentuan

tersebut diatur di dalam Pasal 4 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Nomor 01/POJK.07/2013. Hal-hal yang diatur antara lain :

6

Sebelum dipegang oleh Otoritas Jasa Keuangan, fungsi pengawasan dipegang oleh Bank Indonesia, kemudian setelah diadakannya “Siaran Pers Bersama Nomor 15/56/DKom tertanggal 31 Desember 2013 tentang Pengalihan Fungsi Pengawasan dari Bank Indonesia kepada Lembaga Otoritas Jasa

(16)

1) “PUJK wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan.

2) Informasi tersebut harus dituangkan dalam dokumen atau sarana lain yang dapat digunakan sebagai alat bukti.

3) Informasi tersebut wajib untuk :

a. Disampaikan pada saat memberikan penjelasan kepada konsumen mengenai hak dan kewajibannya;

b. Disampaikan pada saat membuat perjanjian dengan konsumen;

c. Dimuat pada saat disampaikan melalui berbagai media antara lain melalui iklan di media cetak atau elektronik.”

Dengan memberikan perlindungan kepada nasabah atas adanya

penggunaan klausula baku di dalam perjanjian kredit, diharapkan

Otoritas Jasa Keuangan dapat membantu mengurangi adanya

ketidakseimbangan dalam pemberlakuan klausula baku pada

perjanjian kredit yang dibuat oleh pihak bank sehingga perlindungan

terhadap hak nasabah sebagai konsumen dapat terlaksana.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, Nampak adanya

kesenjangan antara das sollen (apa yang seharusnya terjadi) dan das

sein (peristiwa yang konkrit terjadi di masyarakat). Kesenjangan yang

dimaksud di sini dapat dibuktikan melalui contoh kasus mengenai

adanya laporan pengaduan mengenai bunga pinjaman yang tinggi. Ada

seorang nasabah di Maluku yang melakukan pinjaman kredit kepada

suatu bank. Pada awalnya, nasabah dan bank tersebut telah sepakat

mengenai perihal jumlah pinjaman, jaminan yang digunakan, serta

(17)

adanya pemberitahuan terlebih dahulu bank tersebut menaikkan suku

bunga atas pinjaman yang dilakukan oleh nasabah tersebut. Karena

merasa dirugikan, nasabah tersebut memberikan pengaduan kepada

lembaga Otoritas Jasa Keuangan di Maluku. Kasus nasabah tersebut

merupakan salah satu dari dalam 18 pengaduan dengan kasus

menyangkut soal bunga pinjaman. Kepala OJK Propinsi Maluku,

Laksono Dwionggo menyatakan bahwa sebanyak 18 pengaduan

tersebut adalah dalam bentuk pengaduan, pernyataan, dan keluhan

terhadap bunga pinjaman di bank yang dinilai tinggi. Menurut

Laksono, konsumen yang bermasalah dengan pihak perbankan dan

mengadukan ke OJK akan difasilitasi sesuai aturan yang disepakati

oleh kedua belah pihak sehingga dapat menyelesaikan masalah yang

dihadapi. 7

Melalui hasil laporan pengaduan dari terhadap OJK tersebut dapat

menjadi bukti fakta adanya pemberlakuan klausula baku yang telah

ditentukan oleh bank di dalam memberikan pinjaman kredit kepada

nasabahnya, sehingga diharapkan perlindungan konsumen pada sektor

jasa perbankan dapat dipenuhi dengan keberadaan Otoritas Jasa

Keuangan, dan saat ini kondisi tersebut belum terlaksana. Oleh karena

7

Ismed Eka Kusuma, “OJK Maluku Terima 18 Laporan Pengaduan Konsumen”, 2009,

(18)

itu, penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut dalam

skripsi yang berjudul “TINJAUAN HUKUM PERAN OTORITAS

JASA KEUANGAN DALAM MENGAWASI PENERAPAN KLAUSULA BAKU DALAM TRANSAKSI KREDIT SEBAGAI UPAYA UNTUK MELINDUNGI NASABAH DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pembahasan masalah yang telah diuraikan pada latar belakang,

maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana hubungan hukum antara debitur dengan kreditur dalam

penggunaan klausula baku di dalam perjanjian kredit dikaitkan

dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia?

2. Bagaimana akibat hukum terhadap penggunaan klausula baku di

dalam perjanjian kredit dikaitkan dengan pengawasan Otoritas Jasa

Keuangan?

3. Bagaimana Otoritas Jasa Keuangan berperan untuk melindungi

nasabah di dalam transaksi kredit terkait dengan penggunaan klausula

(19)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut :

1. Untuk memahami hubungan hukum yang terjadi antara debitur dengan

kreditur di dalam menggunakan klausula baku di dalam perjanjian

kredit.

2. Untuk mengetahui akibat hukum yang muncul dari adanya penggunaan

klausula baku di dalam perjanjian kredit.

3. Untuk mengetahui peranan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa

Keuangan di dalam melindungi nasabah dari adanya penggunaaan

klausula baku di dalam transaksi kredit.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian dari skripsi ini yaitu sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis, memberikan pendalaman kepada masyarakat dan

praktisi perbankan terhadap ilmu hukum khususnya di bidang hukum

perbankan dan perlindungan konsumen serta dapat memberikan ilmu

dan pengetahuan bagi pembacanya.

2. Manfaat praktis, memberikan pemahaman bagi masyarakat dan

praktisi perbankan. Bagi praktisi perbankan, agar dapat membuat

klausula baku dari perjanjian yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Bagi masyarakat, agar dapat

menentukan suatu perjanjian yang memiliki klausula baku yang tidak

(20)

E. Kerangka Pemikiran

Di dalam kehidupannya, manusia senantiasa berhubungan dengan orang

lain. Hubungan yang terjadi antar manusia di dalam masyarakat dapat

menimbulkan akibat hukum, inilah yang disebut dengan hubungan hukum.

Hubungan hukum dapat muncul salah satunya dari pembuatan perjanjian.

Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan

mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau

lebih. Ada tiga teroiri yang mendasarinya terbentuknya suatu perjanjian

yaitu:

a. Teori Kehendak (Wilstheorie)

Menurut teori ini, faktor yang menentukan adanya perjanjian adalah kehendak. Tetapi hubungan antara kehendak dan pernyataan itu tidak dapat dipisahkan sehingga suatu kehendak itu harus dinyatakan.8 b. Teori Pernyataan (Verklaringstheorie)

Menurut teori ini, pembentukan kehendak terjadi dalam ranah kejiwaaan seseorang sehingga pihak lawan tidak mungkin mengetahui apa yang sebenarnya terdapat di dalam benak seseorang. Jadi, suatu kehendak yang tidak dapat dikenali oleh pihak lain tidak mungkin menjadi dasar dari terbentuknya suatu perjanjian.9

c. Teori Kepercayaan (Vertrouwenstheorie)

Menurut teori ini, suatu pernyataan yang akan melahirkan perjanjian adalah apabila pernyataan tersebut menurut kebiasaan yang berlaku di dalam masyarakat menimbulkan kepercayaan bahwa hal yang dinyatakan memang benar dikehendaki.10

8

Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2010, hlm.76.

9

Ibid, hlm.77. 10

(21)

Salah satu bentuk perjanjian yang muncul dan berkembang di dalam

praktik bisnis adalah perjanjian kredit. Perjanjian kredit merupakan perjanjian

yang terjadi antara kreditur dan debitur. Hubungan perjanjian yang dibuat

oleh kreditur dan debitur ini bersifat privat atau pribadi, di mana kedua belah

pihak tersebut memiliki kebebasan untuk membuat perjanjian. Menurut

Subekti, asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan

bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak (perjanjian) yang

berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan undang-undang,

kesusilaan dan keteriban umum.11 Munir Fuady menambahkan bahwa asas

kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk

membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasan untuk

mengatur sendiri isi kontrak tersebut.12

Subekti berpendapat bahwa perjanjian merupakan suatu peristiwa bahwa

seseorang berjanji kepada orang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal.13 Berdasarkan pendapat tersebut, sebuah perjanjian

harus dibuat berdasarkan kesepakatan. Saat ini tidak semua hal dapat

disepakati terlebih dahulu oleh kedua belah pihak sebelum perjanjian dibuat,

karena transaksi bisnis yang terjadi saat ini bersifat marak. Salah satu

contohnya adalah perjanjian kredit. Untuk mengefisienkan waktu di dalam

11

R.Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta : Citra Aditya Bakti , 1987, hlm.13. 12

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 12. 13

(22)

transaksi kredit maka dikembangkan klausula baku di dalam perjanjian.

Klausula baku di dalam perjanjian seringkali dibuat secara sepihak. Hal ini

menyebabkan terlanggarnya asas persamaan hukum. Asas persamaan hukum

adalah asas yang mengandung maksud bahwa subjek hukum yang

mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang

sama dalam hukum.14

Hubungan kontraktual dalam bentuk perjanjian kredit adalah hubungan

yang sifatnya privat. Karena berdampak pada perlindungan hak masyarakat,

maka hubungan privat tersebut harus diawasi oleh negara melalui

lembaga-lembaga yang dibentuk atas dasar kekuatan perundang-undangan yang

berlaku. Salah satu lembaga tersebut adalah Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas

Jasa Keuangan adalah salah satu lembaga yang dibentuk oleh negara untuk

melakukan kegiatan pengawasan di sektor perbankan. Hal ini sesuai dengan

teori fungsi negara yang menyatakan bahwa salah satu fungsi negara adalah

melakukan pengawasan. Hadari Nawawi mengemukakan mengenai

pentingnya suatu pengawasan:

“Fungsi pengawasan harus dilakukan terhadap perencanaan dan pelaksanaannya. Kegiatan pengawasan sebagai fungsi manajemen bermaksud untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan yang terjadi setelah perencanaan dibuat dan dilaksanakan. Keberhasilan perlu ditingkatkan dan jika mungkin ditingkatkan dalam perwujudan manajemen/administrasi berikutnya di lingkungan suatu organisasi atau

14

S Irman, “Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian”, 2009, (http:// notary-

(23)

unit kerja tertentu. Sebaliknya, setiap kegagalan harus diperbaiki dengan menghindari penyebabnya, baik dalam menyusun perencanaan maupun pelaksanaannya.15”

Selain dengan membentuk sebuah lembaga berdasarkan kekuatan

perundang-undangan, negara juga melakukan pengawasan dengan

berlandaskan pada teori “good governance” atau tata kelola pemerintahan

yang baik. Menurut Van Vollenhoven dalam bukunya “Omtrek Van Het

Administratief Recht”, fungsi pemerintahan dibagi menjadi 4 (empat) bagian:

a. “Fungsi memerintah (bestuur)

Dalam negara yang modern fungsi bestuur yaitu mempunyai tugas yang sangat luas, tidak hanya terbatas pada pelaksanan undang-undang saja. Pemerintah banyak mencampuri urusan kehidupan masyarakat, baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya maupun politik.

b. Fungsi polisi (politie)

Merupakan fungsi untuk melaksanakan pengawasan secara preventif yakni memaksa penduduk suatu wilayah untuk mentaati ketertiban hukum serta mengadakan penjagaan sebelumnya (preventif), agar tata tertib dalam masyarakat tersebut tetap terpelihara.

c. Fungsi mengadili (justitie)

Adalah fungsi pengawasan yang represif sifatnya yang berarti fungsi ini melaksanakan yang konkret, supaya perselisihan tersebut dapat diselesaikan berdasarkan peraturan hukum dengan seadil-adilnya. d. Fungsi mengatur (regelaar)

Yaitu suatu tugas perundangan untuk mendapatkan atau memperoleh seluruh hasil legislatif dalam arti material.16”

Dalam kaitannya dengan kegiatan perbankan, fungsi pemerintahan

berupa fungsi polisi (politie) atau pengawasan merupakan salah satu

kegiatan yang dilakukan oleh negara untuk mengatur sistem

15

Hadari Narwawi, Pengawasan Melekat di Lingkungan Aparatur Pemerintah, Jakarta :Erlangga,

1989, hlm .6-7. 16

(24)

perekonomian agar dapat menciptakan sistem perekonomian yang sehat,

kuat, dan efisien. Untuk menciptakan sistem perekonomian yang sehat,

kuat, dan efisien, Perbankan Indonesia berupaya menegakkan 6 (enam)

pilar Arsitektur Perbankan Indonesia sebagai berikut :

1. “Menciptakan struktur domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan;

2. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional;

3. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi resiko;

4. Menciptakan “good corporate governance” dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional;

5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat;

6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan.17”

Dengan adanya pembuatan klausula baku yang dibuat oleh bank di

dalam transaksi kredit, negara harus dapat memberikan bentuk

pengawasan dan perlindungan kepada masyarakat sesuai dengan pilar

kedua dan keenam pada Arsitektur Perbankan Indonesia. Dalam rangka

memberikan bentuk pengawasan dan perlindungan kepada masyarakat,

negara membentuk suatu lembaga yang memiliki fungsi yang sesuai

dengan pilar kedua dan keenam dari API, lembaga tersebut adalah

Otoritas Jasa Keuangan, sehingga diharapkan dengan pengawasan yang

17

Situs Resmi Bank Indonesia, (http://www.bi.go.id), diakses Senin, 10 November 2014 pukul 09:36

(25)

baik, bank dapat menjalankan peranannya sebagai sebagai “agent of

development” yaitu sebagai lembaga yang kegiatannya menghimpun dana

dan menyalurkannya kepada masyarakat sehingga dapat membangun

sistem perekonomian Indonesia yang sehat.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian yuridis normatif. Yuridis normatif adalah penelitian untuk

mengetahui bagaimana hukum positifnya mengenai suatu hal, peristiwa, atau

masalah tertentu.18 Melalui metode ini, penulis melakukan pengkajian

terhadap prinsip-prinsip dan ketentuan hukum mengenai perlindungan

nasabah terhadap adanya penggunaan klausula baku di dalam perjanjian

kredit. Di dalam penulisan ini menggunakan sifat, pendekatan, jenis data,

teknik pengumpulan data, dan analisis data sebagai berikut:

1. Sifat Penelitian

Sifat Penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitis. Deskriptif

analitis adalah penelitian yang menggambarkan peristiwa yang sedang

diteliti dan kemudian menganalisis berdasarkan fakta-fakta yang berupa

data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, sekunder, dan

tersier.19

2. Pendekatan Penelitian

18

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1986, hlm.45. 19

(26)

Pendekatan Penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan

pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan

konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan

adalah suatu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua

peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dengan

permasalahan atau isu hukum yang sedang dihadapi. Pendekatan

konseptual adalah suatu pendekatan yang beranjak dari

pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu

hukum. Di dalam pendekatan ini, pemahaman terhadap

pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin dapat menjadi suatu pijakan untuk

membangun argumentasi hukum di dalam menyelesaikan isu hukum

juga dapat memberikan ide-ide dan pengertian hukum, konsep hukum,

maupun asas hukum yang relevan dengan permasalahan. 20

3. Jenis Data

Jenis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui data-data yang telah

ada dan dikumpulkan oleh pihak lain yang digunakan untuk melakukan

penelitian atas suatu permasalahan. Data Sekunder tersebut berasal

dari:

1. Data sekunder bahan hukum primer :

20

Pendekatan dalam Penelitian Hukum”, (http://www.ngobrolinhukum.com), diakses 30 Oktober

(27)

Bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan yang

mengatur mengenai Perbankan, Perlindungan Konsumen, dan

Lembaga Otoritas Jasa Keuangan :

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk

Wetboek);

b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2011

tentang Otoritas Jasa Keuangan;

c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992

tentang Perbankan sebagaimana telah diubah menjadi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998

tentang Perbankan;

d) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen;

e) Keputusan Presiden Nomor 61 tahun 1998 tentang

Lembaga Pembiayaan;

f) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor

13/SEOJK.07.2014 tentang Perjanjian Baku;

g) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013

tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

(28)

Bahan hukum yang berupa buku-buku, jurnal, makalah, artikel

ilmiah, serta pendapat-pendapat dari para ahli hukum yang

berkaitan dengan perlindungan Otoritas Jasa Keuangan kepada

nasabah terhadap adanya penggunaan klausula baku di dalam

perjanjian kredit.

3. Data sekunder bahan hukum tersier

Bahan hukum yang berupa kamus bahasa, kamus hukum,

majalah, dan berita.

4. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data a. Teknik Pengumpulan Data

Data sekunder dapat diperoleh melalui studi kepustakaan. Studi

kepustakaan adalah suatu metode untuk mencari konsep-konsep,

teori-teori, pendapat para ahli hukum yang berkaitan dengan

permasalahan yang sedang dibahas.

b. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah mengolah melalui

data-data yang diperoleh dari studi kepustakaan melalui literatur-literatur

yang berasal dari data sekunder yang berkaitan dengan

(29)

G. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis akan mengemukakan tentang latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : PENGATURAN BANK DAN OTORITAS JASA KEUANGAN

DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA

Dalam bab kedua memuat beberapa sub bab yang akan membahas

mengenai pengertian dan prinsip-prinsip bank di dalam melakukan

kegiatan usahanya serta mengenai peranan, fungsi, asas-asas, dan

kewenangan otoritas jasa keuangan di dalam melakukan kegiatan

pengawasan terhadap sektor perbankan dengan tujuan untuk memberikan

perlindungan terhadap nasabah.

BAB III : TINJAUAN TERHADAP PEMBERLAKUAN KLAUSULA

BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT

Dalam bab ini berisikan uraian mengenai objek penelitian, apa yang

menjadi permasalahan dalam penelitian ini yaitu tentang tinjauan terhadap

penerapan klausula baku di dalam perjanjian kredit perbankan serta

membahas mengenai substansi dari klausul-klausul yang layak dan tidak

layak diterapkan di dalam pembuatan perjanjian di Indonesia.

BAB IV : ANALISIS PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN

(30)

DALAM TRANSAKSI KREDIT SEBAGAI UPAYA UNTUK

MELINDUNGI NASABAH DIKAITKAN DENGAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA

KEUANGAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan dan menyajikan pembahasan

berdasarkan rumusan masalah, yaitu peran dan tindakan otoritas jasa

keuangan di dalam mengawasi pembuatan klausula baku dalam perjanjian

kredit sebagai upaya perlindungan hukum terhadap nasabah dan upaya

penegakan hukum terhadap pembuatan klausula baku dalam perjanjian.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan yang telah diuraikan dalam

Bab IV dan juga berisi saran-saran penulis sehubungan dengan hasil

(31)

146 A. KESIMPULAN

Dari pembahasan mengenai Tinjauan Hukum Peran Otoritas Jasa

Keuangan Dalam Mengawasi Penerapan Klausula Baku Dalam Transaksi

Kredit Sebagai Upaya Untuk Melindungi Nasabah Dikaitkan Dengan

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan,

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kedudukan Kreditur dan Debitur yang tidak seimbang dalam Penggunaan Klausula Baku pada Perjanjian Kredit

Hubungan hukum kreditur dan debitur dalam suatu transaksi

kredit didasarkan pada perjanjian kredit yang keabsahannya terikat

pada ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu haruslah memenuhi

syarat :

a. “sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; c. suatu hal tertentu;

d. suatu sebab yang halal.”

Di dalam transaksi kredit di mana bank memberlakukan

klausula baku, unsur kesepakatan tidak tercapai secara murni,

mengingat isi, bentuk dan cara penutupan perjanjian telah ditentukan

(32)

debitur sebenarnya mengandung unsur keterpaksaan yang

disebabkan oleh kondisi debitur yang lebih lemah dibandingkan

dengan kreditur. Penggunaaan klausula baku ini menempatkan

kedudukan debitur dengan kreditur secara tidak seimbang. Hal ini

nampak dari tindakan pihak kreditur yang seringkali membuat

klausula baku dalam perjanjian dengan isi : membatasi hak-hak

debitur di dalam melakukan perjanjian kredit, mengurangi

kewajiban-kewajiban yang seharusnya dipenuhi oleh kreditur; dan

memberlakukan klausul eksonerasi.

2. Akibat Hukum terhadap Pelanggaran Penggunaan Klausula Baku dalam Perjanjian Kredit

Penggunaan klausula baku dalam perjanjian kredit yang tidak

sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia akan

menimbulkan akibat hukum bagi bank yang melakukan pelanggaran

tersebut. Secara konkrit, akibat hukum muncul dalam bentuk

pembatalan klausula baku tersebut dan pemberian sanksi. Akibat

hukum yang muncul dilandaskan pada Undang-Undang

Perlindungan Konsumen, sebagai berikut :

a. Pembatalan klausula baku dan kewajiban penyesuaian klausula

baku

(33)

“(3) setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.

(4) pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undang-undang ini.”

b. Sanksi Administratif berupa peringatan tertulis sampai dengan

pencabutan izin, berdasarkan Pasal 53 Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor 01/POJK.07/2013 tentang Perlindungan

Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

c. Sanksi Pidana diatur di dalam Pasal 62 ayat (1) yang mengatur:

“pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp

2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”

Pemberian sanksi akan mempengaruhi reputasi bank sehingga

diharapkan dapat meningkatkan ketaatan bank terhadap peraturan

mengenai pembuatan klausula baku.

3. Peranan Otoritas Jasa Keuangan di dalam melindungi nasabah Pasal 4 huruf c Undang-Undang OJK menjelaskan bahwa OJK dibentuk dengan salah satu tujuannya untuk melindungi kepentingan

konsumen dan masyarakat. Apabila dikaitkan dengan aktivitas

(34)

perlindungan konsumen tersebut, OJK harus menjalankan perannya

dalam bentuk tindakan pengawasan, pembinaan, pengaturan dan

memberikan sanksi kepada bank yang melakukan pelanggaran.

Adapun aturan yang terkait dengan tugas OJK di bidang

perlindungan konsumen adalah :

Pasal 9 huruf c UU OJK, menyatakan:

“OJK mempunyai wewenang melakukan pengawasan,

pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan”

Pasal 9 huruf g UU OJK, menyatakan:

“OJK mempunyai wewenang menetapkan sanksi administratif

terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan”

Sampai saat ini, tindakan yang sudah dilakukan dengan baik

sebagai upaya memberikan perlindungan kepada nasabah.adalah

tindakan pengaturan dan pemberian sanksi. OJK telah

mengeluarkan aturan terkait dengan perlindungan konsumen dan

melakukan penegakan hukum berupa penjatuhan sanksi, namun

OJK belum melakukan tindakan pengawasan dan pembinaan secara

(35)

B. SARAN

1. Akademisi, agar melakukan penelitian-penelitian lebih lanjut terkait

dengan fungsi dan tugas OJK khususnya yang terkait dengan

perlindungan hukum bagi nasabah.

2. Pemerintah :

a. Diharapkan dapat membina kerjasama antara OJK dan Bank

Indonesia selaku regulator, untuk melengkapi berbagai

regulasi dalam bentuk peraturan dan surat edaran yang

substansinya mengatur secara konkrit mengenai pembatasan,

keharusan, dan larangan yang harus ditaati oleh Bank dalam

pemberlakuan klausula baku;

b. Diharapkan dapat melakukan tindakan-tindakan sebagai upaya

preventif untuk mencegah timbulnya kerugian bagi nasabah,

misalnya mewajibkan bank untuk melaporkan format klausula

baku pada OJK. Format yang disetujui oleh OJK baru dapat

diberlakukan pada transaksi dengan nasabah.

3. Masyarakat atau Pelaku Usaha

Diharapkan dapat memberikan masukan agar dalam melakukan

perikatan terdapat keseimbangan antara Bank atau Pelaku Usaha

dengan nasabah atau konsumen. Selain itu, nasabah dapat memahami

(36)

Nama Lengkap : Helen Yolanda

Tempat, Tanggal Lahir : Bandung,13 Juli 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jalan Taman Kopo Indah 1 blok A nomor 21

Bandung

Nomor Telepon : 089611871857

Email : helenyolandaa@gmail.com

Latar Belakang Pendidikan :

Formal :

Tahun 1998 - 2000 : TKK 3 Bina Bakti Bandung

Tahun 2000 - 2005 : SDK 3 Bina Bakti Bandung

Tahun 2005 - 2008 : SMPK 1 Bina Bakti Bandung

Tahun 2008 - 2011 : SMAK 1 Bina Bakti Bandung

Tahun 2011 - : Fakultas Hukum Universitas Kristen Maranatha

Non Formal :

(37)

Tahun 2007 : Kursus Bahasa Inggris di Lembaga Kursus AMECC Level

Beginner 2

Tahun 2008 : Kursus Bahasa Inggris di Lembaga Kursus AMECC Level

Intermediate 1

Kemampuan :

- Kemampuan Komputer : Ms.Word, Ms.Excell, Ms.Power Point

- Kemampuan Bahasa Inggris : Cukup Baik

Pengalaman Berorganisasi :

Tahun 2005 – 2007 : Anggota OSIS sebagai Seksi Kewirausahaan SMPK 1 Bina

Bakti.

Tahun 2011 : Panitia bagian LO dalam Lomba Debat Antar SMA dalam acara

dari Fakultas Hukum Universitas Kristen Maranatha.

Tahun 2012 : Panitia bagian LO dalam Lomba Debat Fakultas Hukum Universitas

Kristen Maranatha.

Tahun 2014 : Panitia Dies Natalis Fakultas Hukum Universitas Kristen

(38)

Budisantoso dan Sigit, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta : Salemba Empat, 2006

Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Yogyakarta : Andi, 2000 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta : Intermedia, 1995 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman , Hukum Perbankan, Jakarta : Sinar Grafika,

2010

Hadari Narwawi, Pengawasan Melekat di Lingkungan Aparatur Pemerintah, Jakarta: Erlangga, 1989

Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2010

Johannes Ibrahim, Cross Default and Cross Collateral dalam Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Bandung : Refika Aditama, 2004

, Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif dalam

Perjanjian Kredit Bank (Perspektif Hukum dan Ekonomi), Bandung : Mandar

Maju, 2004

, Pengimpasan Pinjaman (Kompensasi) dan Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Kredit Bank, Bandung : Utomo, 2003

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1993

, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, Bandung : Citra \ Aditya Bakti, 2008

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002

Northon Joseph, Commercial Loan Documentation Guide, New York : Matthew Bender,1989

(39)

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta :

Pustaka Utama Grafiti , 2009

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta : Raja Grasindo Persada, 2008

, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1986

, Pengantar Peneltian Hukum, Jakarta : Grafindo, 2006

Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta : Citra Aditya Bhakti , 1987

Thomas Suyatno, Azhar Abdullah, dan Tinon Yunianti Ananda, Kelembagaan

Perbankan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999

B. Undang-Undang

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek)

Keputusan Presiden Nomor 61 tahun 1998 tentang Lembaga Pembiayaan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan

Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07.2014 tentang Perjanjian Baku

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang

(40)

C. Intenet

http://www.akademiasuransi.org/2013/02/pengertian-reasuransi.html http://www.aktual.co/ekonomibisnis/003334ojk-maluku-terima-18-laporan-

pengaduan-konsumen

http://bankernote.com/jenis-jenis-kredit-di-bank-pinjaman/ http://www.bi.go.id

http://www.bi.go.id/id/perbankan/suku-bunga-dasar/Default.aspx

https://erlanandard.wordpress.com/2014/12/22/peran-otoritas-jasa-keuangan-dalam- perlindungan-konsumen-produk-perbankan/

http://hendrabisnis.com/cara-/mengajukan-pinjaman-kredit-di-bank/

http://www.inilahkoran.com/read/detail/2191191/inilah-cara-pengaduan-sektor-jasa- keuangan

http://justiceforall.blogspot.com/2012/04/perjanjian-klausula-baku- menjerat.html/m=1

http://makassar.antaranews.com/berita/59082/ojk-dalam-tantangan-pengawasan- lembaga- keuangan

http://m.bisnis.com/finasial/ojk- wajibkan-cap-halal-di-produk-finasial http://m.hukumonline.com/berita/baca/ojk- tangani-64-kasus-tindak-pidana-

perbankan

http://m.news.viva.co.id/news/read/591779-ojk-bakal-batasi-suku-bunga-kredit- perbankan

http://www.msi-uii.net

http://www.ngobrolinhukum.com

http://notary-herman.blogspot.com/2009/04/asas-asas-dalam-hukum-perjanjian.htn http://www.ojk.go.id/ojk-tingkat-pengaduan-konsumen-dan-tingkat-

kesadaran-masyarakat-meningkat

http://www.pegadaian.co.id/

http://pustakadigitalindonesia.blogspot.com/2013/04/prosedur-dan-persyaratan- pengajuan-.html

(41)

http://rahmadrival.blogspot.com/2014/04/pengertian-dan-perbedaan-akta- otentik.html

D. Lain-Lain

I Nyoman Wijaya, Klausula Baku dalam Perjanjian Kredit Bank antara Bank

Pemerintah dengan Nasabah Debitur dalam Hubungannya dengan UU No.8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Tesis Program Studi Magister

Kenotariatan, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2004

Prasasti Yoga M, Analisa Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Kredit Usaha Kecil dan Menengah, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Katolik

Referensi

Dokumen terkait

Template Dokumen ini adalah milik Direktorat Pendidikan - ITB Dokumen ini adalah milik Program Studi PSPA-SF ITB. Dilarang untuk me-reproduksi dokumen ini tanpa diketahui

Pada masyarakat Desa Barengkok yang memilih pembersihan lahan dengan cara bakar (burning) yaitu sebesar 90% sedangkan yang memilih dengan cara tanpa bakar (no

Pada dasarnya upaya pemerin tah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam keselama tan pasien di fasilitas pelayanan kese hatan telah dituangkan dalam

Komposisi formulasi yang dibuat berdasarkan formulasi parfum yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya , dengan adanya modifikasi bahan dan juga variasi perbandingan

Apabila di kemudian hari ternayata Pernyataan Saya tersebut tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan Skripsi beserta segala hal yang berkaitan dengan

buat jaring-jaring kubus, yang ditanyakan lintasan A ke B, GFN.GM3.. terbentuklah sebuah segitiga. ” masuk pada indikator gesture dalam pemecahan masalah yaitu

Pada sistem bagi hasil antara syirkah al-‘inan dengan Koperasi Muamalah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry memiliki sedikit perbedaan karena pada syirkah inan sistem

Hasil analisis pakar menunjukkan: (1) terdapat isi uraian modul yang tidak penting bahkan salah; (2) beberapa pargraf yang tidak baik susunannya atau tidak memenuhi