EVALUASI PENGHITUNGAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP Studi Kasus di PT. ARTHA INDERA MAHAKAM PERKASA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Thomas Gloria Wahyu Putra NIM: 132114196
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
EVALUASI PENGHITUNGAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP Studi Kasus di PT. ARTHA INDERA MAHAKAM PERKASA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Thomas Gloria Wahyu Putra NIM: 132114196
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii SKRIPSI
EVALUASI PENGHITUNGAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP Studi Kasus di PT. ARTHA INDERA MAHAKAM PERKASA
Oleh:
Thomas Gloria Wahyu Putra
NIM: 132114196
Telah Disetujui Oleh:
Dosen Pembimbing
iii SKRIPSI
EVALUASI PENGHITUNGAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP Studi Kasus di PT. ARTHA INDERA MAHAKAM PERKASA
Dipersiapkan dan ditulis oleh: Thomas Gloria Wahyu Putra
NIM: 132114196
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada Tanggal 20 Juli 2017
dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua Dr. Fr. Reni Retno Anggraini, M.Si., Ak., CA
...
Sekretaris Lisia Apriani, S.E., M.Si., Ak., QIA., CA
...
Anggota Dra. YFM. Gien Agustinawansari, M.M., Ak., CA
...
Anggota M. Trisnawati Rahayu, S.E., M.Si., Ak., QIA., CA
...
Anggota Lisia Apriani, S.E., M.Si., Ak., QIA., CA
...
Yogyakarta, 31 Juli 2017 Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma Dekan
iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Hati yang gembira adalah obat yang manjur,
tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang.
(Amsal 17:22)
“Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah
bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan,
bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau
dengan tangan kanan-
Ku yang membawa kemenangan.”
(Yesaya 41:10)
Dengan penuh syukur kupersembahkan skripsi ini untuk:
v
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI – PROGRAM STUDI AKUNTANSI PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya menyatakan bahwa Skripsi dengan judul:
“EVALUASI PENGHITUNGAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP” Studi Kasus di PT. ARTHA INDERA MAHAKAM PERKASA
dan dimajukan untuk diuji pada tanggal 20 Juli 2017 adalah hasil karya saya.
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin, atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.
Apabila saya melakukan hal tersebut diatas, baik sengaja maupun tidak sengaja, dengan ini saya mentakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya senidiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.
Yogyakarta, 31 Juli 2017 Yang membuat pernyataan,
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Thomas Gloria Wahyu Putra Nomor Mahasiswa : 132114196
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
“EVALUASI PENGHITUNGAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP” Studi Kasus di PT. ARTHA INDERA MAHAKAM PERKASA
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada Tanggal: 31 Juli 2017
Yang menyatakan
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Evaluasi Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
Atas Pegawai Tetap”, Studi Kasus di PT. ARTHA INDERA MAHAKAM
PERKASA. Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas
Ekonomi Universitas Sanata Dharma.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan
dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga kepada:
1. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D. selaku Rektor Universitas Sanata
Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan
mengembangkan kepribadian kepada penulis.
telah membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Semua dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma yang telah
membagikan ilmu dan pengalamannya dalam proses perkuliahan.
6. Hammad Ahmad selaku pimpinan PT. Artha Indera Mahakam Perkasa yang
memberikan ijin untuk melakukan penelitian.
7. Sarifan Maryanto S.E., selaku karyawan bagian Sumber Daya Manusia dan
Perpajakan PT. Artha Indera Mahakam Perkasa yang dengan senang hati
membantu penulis mencari data dan memberikan sedikit ilmu mengenai
viii
8. Puji Rianto dan Rini Santanu yang telah membantu penulis dengan
merekomendasikan untuk melakukan penelitian di PT. Artha Indera Mahakam
Perkasa.
9. Kedua orangtuaku Wahyudiono dan Elisabeth Listyaningsih yang peduli pada
pendidikan anaknya dan banyak mendorong dan mendoakan penulis sehingga
skripsi ini dapat selesai.
10.Adikku Maria Eliza Wahyudi.
11.Teman-temanku Akuntansi D 2013.
12.Kekasihku Endang Aprasari.
13.Teman seperjuangan MPAT, Resti, Tita, Indah, Angel, Charis, Karlen, Livia,
Siska, Lita, Egi, Chefin, Vivian, dan Fafa.
14.Serta semua pihak yang sudah membantu selama penyelesaian Tugas Akhir
ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran. Semoga skrisi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 31 Juli 2017
ix DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vi
KATA PENGANTAR... vii
C. Tujuan Penelitian... 4
D. Manfaat Penelitian... 4
E. Sistematika Penulisan... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak... 6
2. Fungsi Pajak... 6
3. Jenis Pajak... 7
4. Sistem Pemungutan Pajak... 8
B. Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan... 9
2. Subjek Pajak Penghasilan... 10
3. Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan... 13
4. Penghasilan yang Termasuk Objek Pajak Penghasilan.... 14
5. Penghasilan yang Dikenai Pajak Bersifat Final... 17
6. Penghasilan yang Tidak Termasuk Objek Pajak Penghasilan... 17
7. Biaya yang Diperkenankan Sebagai Pengurang Penghasilan... 21
x C. Pajak Penghasilan Pasal 21
1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21... 24
2. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21... 25
3. Bukan Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21... 29
4. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21... 29
5. Bukan Objek Pajak Penghasilan Pasal 21... 31
6. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21... 32
7. Bukan Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21... 34
8. Pegawai... 37
9. Penghasilan Bruto... 38
10.Pengurang Pajak Penghasilan Pasal 21... 39
11.Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)... 40
12.Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21... 42
13.Cara Penghitungan... 44
D. Hasil Penelitian Terdahulu 45 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 48
B. Waktu dan Tempat Penelitian... 48
C. Subyek dan Obyek Penelitian... 48
D. Data Penelitian... 49
E. Cara Pengumpulan Data... 49
F. Populasi dan Sampel... 50
G. Penjelasan Istilah... 50
H. Teknik Analisis Data... 52
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Perusahaan... 55
B. Lokasi Perusahaan... 55
C. Legalitas Perusahaan... 55
D. Tentang Perusahaan... 57
E. Visi, Misi dan Budaya Perusahaan... 58
F. Struktur Organisasi... 58
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data... 60
B. Analisis Data... 61
1. Menentukan penghasilan bruto yang diterima pegawai tetap... 61
2. Menentukan jumlah pengurang dari penghasilan bruto... 63
3. Menentukan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)... 70
xi
5. Membandingkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan oleh PT. Artha Indera Mahakam Perkasa dengan yang dilakukan oleh penulis yang mengacu pada peraturan perpajakan yang berlaku berdasarkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
SPT Tahunan Formulir 1721-A1... 79
C. Pembahasan... 81
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan... 90
B. Keterbatasan Penelitian... 90
C. Saran... 91
DAFTAR PUSTAKA... 92
LAMPIRAN Lampiran I Daftar Pertanyaan Wawancara... 95
Lampiran II Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 PT. Artha Indera Mahakam Perkasa... 98
Lampiran III Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan Penulis... 99
xii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Tarif Pajak yang Diterapkan Atas Penghasilan Kena Pajak Bagi
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri... 42
Tabel 2 Tabel Penghitungan PPh Pasal 21 1721-A1... 44
Tabel 3 Daftar Pegawai Tetap PT. Artha Indera Mahakam Perkasa... 60
Tabel 4 Menentukan Penghasilan Bruto... 62
Tabel 5 Menentukan Biaya Jabatan dan Iuran Pensiun Menurut Perusahaan... 64
Tabel 6 Menentukan Biaya Jabatan dan Iuran Pensiun Menurut Peneliti. 67 Tabel 7 Hasil Perbandingan Penghitungan Jumlah Pengurang Penghasilan Bruto yang Dilakukan Perusahaan dengan yang Dilakukan Peneliti... 69
Tabel 8 Menentukan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)... 71
Tabel 9 Menentukan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 yang Dilakukan Perusahaan... 76
Tabel 10 Menentukan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 yang Dilakukan Peneliti... 78
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xiv ABSTRAK
EVALUASI PENGHITUNGAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP Studi Kasus di PT. ARTHA INDERA MAHAKAM PERKASA
Thomas Gloria Wahyu Putra NIM: 132114196 Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2017
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap apakah sesuai dengan Peraturan Perpajakan yang berlaku.
Jenis penelitian ini adalah Studi Kasus. Penelitian ini dilakukan di PT. Artha Indera Mahakam Perkasa. Populasi dalam penelitian ini adalah Pegawai Tetap di perusahaan tersebut. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan dokumentasi. Teknik pengumpulan sampel menggunakan metode sampling jenuh, yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Teknik analisis data yang digunakan adalah komparatif, yaitu membandingkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan oleh PT. Artha Indera Mahakam Perkasa dengan yang dilakukan peneliti berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap yang dilakukan PT. Artha Indera Mahakam Perkasa belum sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 Tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi.
xv ABSTRACT
AN EVALUATION OF CALCULATING
INCOME TAX ARTICLE 21 ON FIXED EMPLOYEES A Case Study at PT. ARTHA INDERA MAHAKAM PERKASA
Thomas Gloria Wahyu Putra Fixed Employees whether in accordance with the applicable Tax Regulations.
This type of research was a case study. This research was conducted at PT. Artha Indera Mahakam Perkasa. The population in this study was the fixed employees in the company. The data collection techniques used were interviews and documentation. The technique of collecting samples using saturated sampling method, which was the technique of determining the sample when all members of the population used as a sample. The data analysis technique used was comparative method, that was comparing the calculation of Income Tax Article 21 conducted by PT. Artha Indera Mahakam Perkasa with the researcher conducted under the Director General of Taxation Regulation No. PER-16/PJ/2016.
The results of this study indicated that the calculation of Income Tax Article 21 on fixed employees by PT. Artha Indera Mahakam Perkasa was not in accordance with the Regulation of the Director General of Taxation No. PER-16/PJ/2016 concerning the Procedures for Cutting, Depositing and Reporting of Income Tax Article 21 and/or Income Tax Article 26 in connection with Private Employment, Services and Activities.
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 1,
Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009).
Pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan
untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun
pengeluaran pembangunan. Masyarakat diharapkan ikut berperan aktif dalam
memberikan kontribusinya bagi pendapatan negara, sesuai dengan
kemampuannya (Suandy, 2008: 1).
Pelaksanaan pembangunan nasional yang adil dan merata di segala bidang,
perlu adanya sarana yang memadai, salah satu sarana penting yang diperlukan
dalam pelaksanaan pembangunan nasional adalah tersedianya dana yang
cukup untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam pembangunan nasional
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Penggalangan dana harus
dilakukan secara rutin dan terus menerus, salah satu usaha yang cukup efisien
adalah dengan cara memungut pajak atau penarikan pajak yang sesuai dengan
Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang
Pajak Penghasilan).
Pemungutan pajak di Indonesia diwujudkan dalam berbagai jenis dan
macam pajak yang dibebankan kepada rakyat, seperti Pajak Penghasilan,
Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas
Barang Mewah dan lain-lain, baik pajak pusat maupun pajak daerah.
Pembayaran pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat
penting menuju pembiayaan pembangunan yang mandiri dan tidak tergantung
pada pinjaman luar negeri. Partisipasi dan kesadaran masyarakat sangat
menentukan suksesnya pembangunan nasional yang diwujudkan dengan
membayar pajak secara teratur. Peran pemerintah sangat penting sebagai
penerima pajak untuk penerimaan Negara, regulator serta inspektor, apakah
masyarakat telah melaksanakan kewajiban pajak sebagaimana telah diatur
dalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku.
Setiap perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya tentu memiliki
pegawai, baik pegawai tetap ataupun pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 Pasal
1 ayat (10), Pegawai Tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh
penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan
komisaris dan anggota dewan pengawas, yang secara teratur terus-menerus
ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang
pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut.
Pemotongan pajak penghasilan mengakibatkan gaji atau upah yang
diterima pegawai tetap berkurang. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
dilakukan oleh pihak ketiga, yakni perusahaan. Permasalahan yang sering
muncul dari penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah kemungkinan
salah hitung, salah dalam menentukan tarif dan salah dalam penulisan.
Kemungkinan-kemungkinan kesalahan yang dilakukan oleh pihak ketiga
dalam melakukan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 ini dapat
menyebabkan kerugian atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak
maupun Negara.
Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas sebelumnya, penulis
bermaksud untuk mengevaluasi penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
yang dilakukan PT. Artha Indera Mahakam Perkasa dengan Peraturan
Perpajakan yang berlaku dengan mengambil judul penelitian, “Evaluasi
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Pegawai Tetap, Studi
Kasus Pada PT. Artha Indera Mahakam Perkasa”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan penghitungan
Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap sudah sesuai dengan Peraturan
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan
penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terhadap Pegawai Tetap PT. Artha
Indera Mahakam Perkasa sudah sesuai dengan peraturan perpajakan yang
berlaku.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan penulis diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi pihak-pihak yang terkait, yaitu:
1. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh perusahaan dalam
mengevaluasi penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 khususnya
Pegawai Tetap yang sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
2. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan mampu dijadikan referensi untuk
menambah wawasan, bacaan yang bermanfaat, dan sumber informasi
dalam melakukan penelitian selanjutnya.
3. Bagi Penulis
Penelitian ini merupakan suatu kesempatan bagi penulis untuk
menerapkan teori-teori perpajakan yang telah diperoleh dalam praktik
yang sesungguhnya, khususnya cara penghitungan Pajak Penghasilan
E. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas teori mengenai Pajak, Pajak Penghasilan, Pajak
Penghasilan Pasal 21, serta review penelitian terdahulu.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini terdiri dari jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian,
subyek dan obyek penelitian, data penelitian, cara pengumpulan
data, populasi dan sampel, penjelasan istilah, dan teknik analisis
data.
Bab IV Gambaran Umum Perusahaan
Bab ini berisi tentang sejarah, visi, misi, budaya, lokasi
perusahaan, legalitas perusahaan, struktur organisasi PT. Artha
Indera Mahakam Perkasa.
Bab V Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang deskripsi data, analisis data, dan
pembahasan.
Bab VI Penutup
Bab ini berisi mengenai kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pajak
1. Pengertian Pajak
Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara
terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu
banyak memerhatikan masalah pembiayaan pembangunan (Waluyo, 2008:
2).
Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau
negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang
berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai
pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
(Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009).
2. Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2016: 4), terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi
berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi pemerintah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Regulerend berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam
bidang sosial dan ekonomi.
3. Jenis Pajak
Menurut Mardiasmo (2016: 7), pajak dapat dikelompokkan ke dalam
tiga kelompok, yaitu:
a. Menurut Golongannya
1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib
Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang
lain. Contoh: Pajak Penghasilan.
2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak
Pertambahan Nilai.
b. Menurut Sifatnya
1) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib
Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.
2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak
c. Menurut Lembaga Pemungutnya
1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.
2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak
daerah terdiri dari (1) Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan
Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. (2) Pajak
Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak
Hiburan.
4. Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2016: 9), sistem pemungutan pajak dapat dibagi
menjadi beberapa sistem, yaitu:
a. Official Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang. Ciri-ciri Official Assessment System adalah (1) wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada
fiskus, (2) wajib pajak bersifat pasif, (3) utang pajak timbul setelah
b. Self Assessment System
Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi
wewenang, kepercayaan, dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak
untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan
sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri Self Assessment System
adalah (1) wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada
pada Wajib Pajak sendiri, (2) wajib pajak bersifat aktif, mulai dari
menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,
(3) fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c. With Holding System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak
yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak. Ciri-ciri With Holding System adalah wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak
selain fiskus dan Wajib Pajak.
B. Pajak Penghasilan
1. Pengertian Pajak Penghasilan
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap
Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
2. Subjek Pajak Penghasilan
Subjek Pajak Penghasilan menurut Resmi (2014: 75), adalah Segala
sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan
menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan. Undang-undang
Pajak Penghasilan di Indonesia mengatur pengenaan Pajak Penghasilan
terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam Tahun Pajak. Subjek Pajak akan dikenakan Pajak
Penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku. Jika Subjek Pajak telah
memenuhi kewajiban pajak secara objektif maupun subjektif maka disebut
Wajib Pajak.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5),
menyatakan bahwa yang menjadi Subjek Pajak adalah:
a. Subjek Pajak dalam negeri adalah:
1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang
pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
2) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi
a) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b) Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
c) Penerimaannya dimasukkan dalam Anggaran Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah; dan
3) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak.
b. Subjek Pajak luar negeri adalah:
1) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di
Indonesia; dan
2) Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
c. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (serratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat
berupa:
1) Tempat kedudukan manajemen;
2) Cabang perusahaan;
3) Kantor perwakilan;
4) Gedung kantor;
5) Pabrik;
6) Bengkel;
7) Gudang;
8) Ruang untuk promosi dan penjualan;
9) Pertambangan dan penggalian sumber alam;
10)Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
11)Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
12)Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
13)Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang
lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam
14)Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya
tidak bebas;
15)Agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi
asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
16)Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki,
disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik
untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
3. Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan
Menurut Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal
3 ayat (1) menjelaskan bahwa yang tidak termasuk subjek pajak
penghasilan adalah:
a. Kantor perwakilan negara asing;
b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau
pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan
kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama
mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia
tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik;
c. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi
anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para
anggota;
d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana
dimaksud pada Nomor 3, dengan syarat bukan warga negara Indonesia
dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
4. Penghasilan yang Termasuk Objek Pajak Penghasilan
Menurut Pasal 4 Ayat (1) dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun
2008 menjelaskan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan,
yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib
Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini;
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. Laba usaha;
1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal;
2) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya;
3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi
dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan; dan
5) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau
seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan,
atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi;
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. Premi asuransi;
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
5. Penghasilan yang Dikenai Pajak Bersifat Final
Menurut Pasal 4 Ayat (2) dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun
2008 menjelaskan bahwa penghasilan yang dapat dikenai pajak bersifat
final adalah:
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan
oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b. Penghasilan berupa hadiah undian;
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham
atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang
diterima oleh perusahaan modal ventura;
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan
tanah dan/atau bangunan; dan
e. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
6. Penghasilan yang Tidak Termasuk Objek Pajak Penghasilan
Menurut Pasal 4 Ayat (3) dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan menjelaskan bahwa yang dikecualikan
dari objek pajak adalah:
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang
berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah; dan
2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
b. Warisan;
c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari
Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan
Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit);
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha
milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
a) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b) Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh
lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi
kerja maupun pegawai;
h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam
bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan;
i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif;
j. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
1) Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
2) Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
k. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;
l. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba
yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang
membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan
prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan,
dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya
sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
m. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
7. Biaya yang Diperkenankan Sebagai Pengurang Penghasilan
Menurut Pasal 6 Ayat (1) dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun
2008 menjelaskan bahwa besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib
Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan
penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan, termasuk:
a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan
kegiatan usaha, antara lain:
1) Biaya pembelian bahan;
2) Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan
dalam bentuk uang;
3) Bunga, sewa, dan royalti;
4) Biaya perjalanan;
5) Biaya pengolahan limbah;
6) Premi asuransi;
7) Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
8) Biaya administrasi; dan
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun;
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan;
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan;
e. Kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia;
g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri
atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau
adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum
atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya
i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang
dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;
k. Biaya pembangunan infrastruktur;
l. Sumbangan fasilitas pendidikan; dan
m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga.
8. Biaya yang Tidak Diperkenankan Sebagai Pengurang Penghasilan
Menurut Pasal 9 Ayat (1) dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun
2008 menjelaskan bahwa untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena
Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh
dikurangkan:
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti
dividen;
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu, atau anggota;
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau
imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan
yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan;
h. Pajak Penghasilan;
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
C. Pajak Penghasilan Pasal 21
1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21
Menurut Pasal 1 ayat (2) dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak
sehubungan dengan pekerjan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh
Wajib Pajak orang pribadi sebagai Subjek Pajak dalam negeri, yang
selanjutnya disebut PPh 21, adalah pajak atas penghasilan berupa gaji,
upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan
dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan
kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak
Penghasilan.
2. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 (PER-16/PJ/2016
Pasal 3) adalah orang pribadi yang merupakan:
a. Pegawai;
b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:
1) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari
pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan
aktuaris;
2) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,
bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati,pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan
3) Olahragawan;
4) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator,
5) Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6) Pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk teknik, komputer dan
sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi
dan sosial, serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
7) Agen iklan;
8) Pengawas atau pengelola proyek;
9) Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang
menjadi perantara;
10)Petugas penjaja barang dagangan;
11)Petugas dinas luar asuransi; dan/atau
12)Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling; dan kegiatan sejenis lainnya;
d. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap
sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
e. Mantan pegawai; dan/atau
f. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan keikutsertaanya dalam suatu kegiatan, antara lain:
1) Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan
olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan
perlombaan lainnya;
3) Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai
penyelenggara kegiatan tertentu;
4) Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
5) Peserta kegiatan lainnya.
Hak-hak Wajib Pajak (Penerima Penghasilan) Pajak Penghasilan Pasal
21 adalah:
a. Wajib Pajak berhak meminta Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 kepada
Pemotong Pajak. Jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong dapat
dikreditkan dari PPh untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali
PPh Pasal 21 yang bersifat final.
b. Wajib Pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur
Jenderal Pajak, jika PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong Pajak
tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengajuan surat keberatan
ini dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah tanggal
pemotongan, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan.
c. Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis
dalam Bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas kepada Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai
keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Permohonan banding ini dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
sejak keputusan diterima, dilampiri Salinan surat keputusan tersebut.
banding dapat diajukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak bukan keputusan Tata
Usaha Negara.
Kewajiban Wajib Pajak (Penerima Penghasilan) Pajak Penghasilan
Pasal 21 adalah:
a. Wajib Pajak wajib menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong
Pajak, yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada suatu tahun
takwim, untuk mendapatkan pengurangan berupa Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP). Penyerahan tersebut dilakukan pada saat mulai
bekerja, atau pada permulaan menjadi Subjek Pajak dalam negeri, atau
mulai pensiun, atau dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga
menurut keadaan pada permulaan tahun takwim. Wajib Pajak
berkewajiban untuk menyerahkan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21
kepada:
1) Pemotong Pajak kantor cabang baru dalam hal yang bersangkutan
dipindahtugaskan.
2) Pemotong Pajak tempat kerja yang baru dalam hal yang
bersangkutan pindah kerja.
3) Pemotong Pajak dana pensiun dalam hal yang bersangkutan mulai
menerima pensiun dalam waktu berjalan.
4) Wajib Pajak berkewajiban menyerahkan SPT Tahunan PPh Wajib
Pajak Orang Pribadi, jika Wajib Pajak mempunyai penghasilan
3. Bukan Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21
Tidak termasuk penerima penghasilan yang dipotong Pajak
Penghasilan Pasal 21 (PER-16/PJ/2016 Pasal 4) adalah:
a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari
negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan
syarat bukan Warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak
menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik;
b. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh
Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan Warga Negara
Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan
lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
4. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21
Objek Pajak Penghasilan menurut Resmi (2014: 80) adalah Segala
sesuatu (barang, jasa, kegiatan, atau keadaan) yang dikenakan Pajak.
Berdasarkan PER-16/PJ/2016 Pasal 5 ayat (1) mengenai penghasilan yang
dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah:
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara
c. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pension, tunjangan
hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayar sekaligus, yang
pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai
berhenti bekerja;
d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah
harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang
dibayarkan secara bulanan;
e. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium,
komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan jasa yang dilakukan;
f. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan
nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama
apapun.
g. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak
teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau
dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada
perusahaan yang sama;
h. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau
imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh
i. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program
pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai dari dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
5. Bukan Objek Pajak Penghasilan Pasal 21
Tidak termasuk penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21
(PER-16/PJ/2016 Pasal 8 ayat (1)):
a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;
b. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk
apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali
diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan
berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran tunjangan hari tua
atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari
tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar
oleh pemberi kerja;
d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan,
atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
e. Beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari
Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan
formal/nonformal yang terstruktur baik di dalam negeri maupun luar
negeri.
6. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Wajib Pajak Orang
Pribadi atau Wajib Pajak Badan, termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT),
yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang
pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
Berdasarkan PER-16/PJ/2016 Pasal 2 ayat (1) Pemotong PPh Pasal 21
dan/atau PPh 26, meliputi:
a. Pemberi kerja yang terdiri dari:
1) Orang pribadi;
2) Badan; atau
3) Cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal melakukan sebagian atau
seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang,
b. Bendaharawan atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara
atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi
TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah,
lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik
Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa
pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;
c. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan
badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;
d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
serta badan yang membayar:
1) Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan
status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya
sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;
2) Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan
status Subjek Pajak luar negeri;
e. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang
bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta
lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar
honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada
wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu
kegiatan.
7. Bukan Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Berdasarkan PER-16/PJ/2016 Pasal 2 ayat (2) Tidak termasuk pemberi
kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan PPh
Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah:
a. Kantor perwakilan Negara asing;
b. Organisasi-organisasi internasional;
c. Organisasi-organisasi internasional yang ketentuan Pajak
Penghasilannya didasarkan pada ketentuan perjanjian internasional dan
dalam perjanjian internasional tersebut mengecualikan kewajiban
pemotongan pajak;
d. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi
untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam
rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Hak-hak Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah:
a. Pemotong Pajak berhak atas kelebihan jumlah penyetoran PPh Pasal
(satu) tahun takwim lebih kecil daripada jumlah PPh Pasal 21 yang
disetor. Jumlah kelebihan tersebut akan diperhitungkan dengan PPh
Pasal 21 yang terutang atas gaji untuk bulan pada waktu dilakukan
penghitungan tahunan, dan jika masih ada sisa kelebihan,
diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.
b. Pemotong Pajak berhak mengajukan permohonan untuk
memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
(SPT) PPh Pasal 21. Permohonan diajukan secara tertulis
selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya dengan
menggunakan formulir yang telah ditentukan oleh Direktur Jenderal
Pajak disertai surat pernyataan mengenai penghitungan sementara PPh
21 yang terutang dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran PPh
Pasal 21 yang terutang untuk tahun takwim yang bersangkutan.
c. Pemotong Pajak dapat mengajukan keberatan pada Direktur Jenderal
Pajak dan permohonan banding kepada Badan Peradilan Pajak.
Kewajiban Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah:
a. Setiap Pemotong Pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan
Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
b. Pemotong Pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan
dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor
Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
d. PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap akhir bulan takwim.
Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunaan Surat Setoran Pajak
(SSP) ke Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau bank-bank lain yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran, selambat-lambatnya tanggal
10 (sepuluh) baulan takwim berikutnya.
e. Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 tersebut
sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa
ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat,
selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan takwim berikutnya.
f. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21
baik diminta maupun tidak diminta pada saat dilakukannya
pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap,
penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima
uang pesangon, dan penerima dana pensiun.
g. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21
kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan, dengan
menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak
dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun pajak berakhir. Apabila
pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim,
maka Bukti Pemotongan tersebut diberikan oleh pemberi kerja yang
bersangkutan selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang
8. Pegawai
Menurut Pasal 1 ayat (9) dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-16/PJ/2016 menyatakan bahwa Pegawai adalah orang pribadi
yang bekerja pada pemberi kerja, baik sebagai pegawai tetap atau pegawai
tidak tetap/tenaga kerja lepas berdasarkan perjanjian atau kesepakatan
kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu
pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh
imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian
pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja, termasuk
orang pribadi yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan
usaha milik Negara atau badan usaha milik daerah.
Jenis Pegawai berdasarkan cara perhitungan PPh Pasal 21 dibagi
menjadi dua jenis, yaitu Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap/Tenaga
Kerja Lepas. Menurut Pasal 1 ayat (10) dan ayat (11) dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 menyatakan bahwa
Pegawai Tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh
penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan
komisaris dan anggota dewan pengawas, yang secara teratur terus-menerus
ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang
bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang
pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut. Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas pegawai yang hanya
berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang
dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh
pemberi kerja.
9. Penghasilan Bruto
Penghasilan Bruto adalah jenis penghasilan yang dikenakan
pemotongan pajak sebagaimana diatur sesuai PPh Pasal 21. Penghasilan
Bruto dikelompokkan menjadi:
a. Penghasilan Teratur, yaitu penghasilan yang diterima pegawai secara
teratur setiap bulan, seperti gaji, tunjangan, uang lembur dan
sebagainya.
b. Penghasilan Tidak Teratur, yaitu penghasilan yang diterima pegawai
dalam waktu yang tidak menentu, umumnya diterima sekali atau lebih
dalam setahun, seperti tantiem, bonus, tunjangan hari raya (THR) dan
sebagainya.
c. Kenikmatan dalam bentuk natura. Menurut Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.23/1984, kenikmatan dalam bentuk
natura yaitu setiap balas jasa yang diterima atau diperoleh pegawai,
karyawan, atau karyawati dan atau keluarganya tidak dalam bentuk
uang dari pemberi kerja, seperti pemberian beras, gula, pakaian
seragam dan sebagainya
d. Premi Asuransi, yaitu premi asuransi atas nama pegawai yang
dibayarkan oleh pemberi kerja kepada instansi terkait, seperti
10.Pengurang Pajak Penghasilan Pasal 21
Pengurang yang diperbolehkan untuk penghasilan bruto pegawai tetap
terdiri dari:
a. Biaya Jabatan
Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan sebesar 5% dari penghasilan bruto. Besarnya
biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk
penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan ditetapkan sebesar
5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp
6.000.000 (enam juta rupiah) setahun atau Rp 500.000 (lima ratus ribu
rupiah) sebulan (PMK No. 250/PMK.03/2008 Pasal 1 ayat (1)).
b. Iuran Jaminan Hari Tua
Iuran Jaminan Hari Tua adalah iuran yang terkait dengan gaji yang
dibayarkan oleh pegawai kepada badan penyelenggara Tabungan Hari
Tua atau Jaminan Hari Tua yang dipersamakan dengan dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
Untuk penerima pensiun, pengurang yang diperbolehkan terdiri
dari:
1) Biaya pensiun
Biaya Pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi
pensiunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto,
setinggi-tingginya Rp. 2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu
rupiah) setahun atau Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah)
sebulan. (PMK No. 250/PMK.03/2008 Pasal 1 ayat (2)).
2) Iuran Pensiun
Iuran Pensiun adalah iuran yang terkait dengan gaji yang
dibayarkan oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
11.Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah besarnya penghasilan
yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi,
dengan kata lain apabila penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi yang
menjalankan usaha dan/atau pekerjaan bebas jumlahnya dibawah PTKP
tidak akan dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 25/29 dan apabila berstatus
sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh Pasal 21,
maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh Pasal
21.
Menurut Pasal 11 dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor