• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN PERSEPSI TERHADAP STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN HARGA DIRI PADA ANAK BINAAN DI LEMBAGA STUDI KEMASYARAKATAN (LSK) BINA BAKAT SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN PERSEPSI TERHADAP STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN HARGA DIRI PADA ANAK BINAAN DI LEMBAGA STUDI KEMASYARAKATAN (LSK) BINA BAKAT SURAKARTA"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN PERSEPSI TERHADAP STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN HARGA

DIRI PADA ANAK BINAAN DI LEMBAGA STUDI KEMASYARAKATAN (LSK) BINA BAKAT SURAKARTA

SKRIPSI

Dalam Rangka Penyusunan Skripsi sebagai Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi

Oleh:

IKE DEVI PERMATASARI

G0106052

Pembimbing :

1. Dra. Emi Dasiemi, M.S.

2. Tri Rejeki Andayani, S. Psi., M. Si.

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

commit to user

PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa apa yang ada

dalam skripsi ini, sebelumnya belum pernah terdapat karya yang pernah diajukan

untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang

pengamatan dan pengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis dipergunakan

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang

tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia untuk dicabut derajat

kesarjanaan saya.

Surakarta, 17 Januari 2011

(3)

commit to user

Pembimbing II

Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si. NIP. 19741109 199802 2 001 Pembimbing I

Dra. Emi Dasiemi, M. S. NIP. 19441026 197208 2 001

Koordinator Skripsi

Rin Widya Agustin, M.Psi. NIP 19760817 200501 2 002

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul : Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga dan

Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi dengan

Harga Diri pada Anak Binaan di Lembaga Studi

Kemasyarakatan (LSK) Bina Bakat Surakarta

Nama Peneliti : Ike Devi Permatasari

NIM : G0106052

Tahun : 2006

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan pembimbing dan penguji skripsi

Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada :

Hari : Senin

(4)

commit to user

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul:

Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga dan Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi dengan Harga Diri pada Anak Binaan di Lembaga Studi

Kemasyarakatan (LSK) Bina Bakat Surakarta

Ike Devi Permatasari, G0106052, Tahun 2006

Telah diuji dan disahkan oleh pembimbing dan penguji skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Pada Hari : Senin

Tanggal : 17 Januari 2011

1. Pembimbing I ( )

Dra. Emi Dasiemi, M. S. NIP. 19441026 197208 2 001

2. Pembimbing II ( )

Tri Rejeki Andayani, S. Psi., M. Si. NIP. 19741109 199802 2 001

3. Penguji I ( )

Drs. Hardjono, M. Si.

NIP. 19590119 198903 1 002

4. Penguji II ( )

Nugraha Arif Karyanta, S. Psi. NIP. 19760323 200501 1 002

Surakarta,………..

Ketua Program Studi Psikologi, Koordinator Skripsi,

Drs. Hardjono, M. Si. Rin Widya Agustin, M. Psi.

(5)

commit to user

NIP.19590119 198903 1 002 NIP. 19760817 200501 2 002

MOTTO

Anak adalah bintang kecil yang Allah ciptakan di bumi, anak akan bersinar dan

menerangi bumi ini dengan kilaunya. Tugas orang tua adalah menjaga agar

sinar itu perlahan terus membesar, hingga anak tersebut mampu

memberikan cahayanya yang paling berkilau,

because every child is special. (Taare Zameen Paar)

If children live with criticism, they learn to condemn. If children live with hostility, they learn to fight.

If children live with encouragement, they learn confidence. If children live with tolerance, they learn patience.

If children live with acceptance, they learn to love.

If children live with approval, they learn to like themselves.

If children live with recognition, they learn it is good to have a goal. If children live with honesty, they learn truthfulness.

If children live with fairness, they learn justice.

If children live with friendliness, they learn the world is a nice place in which to live.

(6)

commit to user

HALAMAN PESEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini kepada

Orang-orang yang sangat aku sayangi, dengan semangat dan inspirasinya

dalam menemaniku mencapai impianku

Terima kasih ku ucapkan atas terselesaikannya karya ini kepada :

Bapak, ibu, dan saudara-saudaraku tercinta, setiap detik waktu penyelesaian karya ini merupakan hasil getaran do’a dan dukungan yang mengalir tiada henti.

Suamiku terkasih yang akan menjadi bagian dalam hidupku nanti,

yang entah siapa dan di mana, sekarang masih menjadi rahasia Allah.

Guru-guru dan setiap pembimbing yang telah sabar untuk mengajarkan

(7)

commit to user

Almamaterku yang tercinta.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T. yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, Sholawat dan

salam semoga selalu tercurah pada bimbingan kita Nabi Muhammad S.A.W.,

telah diselesaikan karya ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana

psikologi. Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai

pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. AA. Subiyanto, M.S. selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian.

2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin

penelitian dan selaku dosen penguji utama yang telah bersedia menguji dan

mengarahkan penulis.

3. Ibu Dra. Emi Dasiemi, M. S., selaku dosen pembimbing utama, yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan ilmu yang

(8)

commit to user

4. Ibu Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing

pendamping, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,

arahan, masukan dan ilmu yang bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Nugraha Arif Karyanta, S. Psi., selaku dosen penguji pendamping

yang telah bersedia menguji dan mengarahkan penulis.

6. Bapak Drs. Thulus Hidayat, S.U., M.A. selaku pembimbing akademik, yang

telah memberikan perhatian dan arahan selama penulis menempuh studi di

Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran UNS.

7. Seluruh staf pengajar Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan begitu banyak ilmu yang

bermanfaat untuk penulis.

8. Seluruh staf tata usaha dan staf perpustakaan yang telah membantu

kelancaran studi penulis.

9. Bapak Drs. Agus Suseno selaku Direktur LSK Bina Bakat yang telah

memberikan izin untuk melaksanakan penelitian, Bapak Muladiyanto, A.Md.

yang telah membantu pelaksanaan penelitian, dan Adik-adik yang dibina di

LSK Bina Bakat yang telah bersedia menjadi subyek penelitian.

10. Orang tuaku yang tercinta, Bapak Siswanto dan Ibu Maryani, S. Pd yang

telah memberikan kasih sayang, perhatian dukungan, dorongan dan doa yang

tiada henti-hentinya bagi penulis serta membimbing penulis selama ini hingga

(9)

commit to user

11. Saudaraku, Mbak Dian, Dik Yudha, Mas andi, Dik Izzah, Dik Yanuar yang

telah memberikan doa, kasih sayang, perhatian, dukungan, bantuan, dan

motivasinya.

12. Sahabat-sahabatku tersayang, Desi, Amani, Krisna, Maria, Lia, Disti, Retno,

Vika dan temen-temenku angkatan 2006 yang telah memberikan doa,

motivasi, dan selalu membantu dalam setiap kesulitan yang penulis alami

selama mengerjakan skripsi.

13. Sahabat perjuanganku, Mbak Esti, Mbak Rini, Mbak Reni, Mbak Endra,

Mbak Nana, Mbak Mata, Tias, Mbak Agustin, Mbak Sunarsi dan Mbak

Mayang yang telah memberikan doa, motivasi, dukungan, dan memberikan

contoh perjuangan hidup yang sesungguhnya.

14. Teman-temanku, Ganda, Linda, Tia, Wiwin, Ani, Santi, Ikhsan, Sri Lestari,

dan Agit yang telah memberikan doa, motivasi, kebersamaan, dan kenangan

indah yang tidak akan terlupakan.

Semoga karya ini bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang psikologi dan bagi seluruh

pembaca pada umumnya.

Surakarta, Januari 2011

(10)

commit to user ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN PERSEPSI TERHADAP STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN

HARGA DIRI PADA ANAK BINAAN DI LEMBAGA STUDI KEMASYARAKATAN (LSK) BINA BAKAT SURAKARTA

IKE DEVI PERMATASARI G0106052

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Kondisi perekonomian di Indonesia yang sejak tahun 1997 mengalami krisis, memunculkan berbagai macam fenomena, salah satunya adalah munculnya fenomena anak jalanan. Anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari uang atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa harga diri anak jalanan rendah. Harga diri merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Dukungan sosial keluarga yang tinggi dan persepsi terhadap status sosial ekonomi yang positif akan meningkatkan harga diri. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial keluarga dan persepsi terhadap status sosial ekonomi dengan harga diri pada anak binaan, hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan harga diri pada anak binaan, dan hubungan antara persepsi terhadap status sosial ekonomi dengan harga diri pada anak binaan.

Penelitian ini merupakan penelitian populasi, dengan jumlah polulasi 36 anak binaan di LSK Bina Bakat Surakarta, usia 6-21 tahun, dan kondisi anak binaan tersebut masih tinggal bersama keluarga. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala psikologis, yaitu Skala Harga Diri (validitas=0,336-0,729; reliabilitas=0,848), Skala Dukungan Sosial Keluarga (validitas=0,349-0,773; reliabilitas=0,899) dan Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi (validitas=0,363-0,734; reliabilitas=0,879).

Hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien korelasi R=0,619, p=0,000 (p<0,05) dan F Hitung 10,242>dari F Tabel 3,259 artinya ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dan persepsi terhadap status sosial ekonomi dengan harga diri pada anak binaan. Hasil perhitungan secara parsial menunjukkan R=0,441, p=0,002 (p<0,05), artinya ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan harga diri pada anak binaan dan hasil perhitungan menunjukkan R=0,066, p=0,588 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan antara persepsi terhadap status sosial ekonomi dengan harga diri pada anak binaan.

(11)

commit to user ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN FAMILY SOCIAL SUPPORT AND THE PERCEPTION OF SOCIO-ECONOMIC STATUS WITH SELF-ESTEEM

OF PATRONAGE CHILDREN IN SOCIAL STUDY INSTITUTE (SSI) BINA BAKAT SURAKARTA

IKE DEVI PERMATASARI G0106052

PSYCHOLOGY DEPARTMEN OF MEDICINE FACULTY SEBELAS MARET SURAKARTA UNIVERSITY

The conditions of economic crisis in Indonesia since 1997, to feature a diverse of phenomena, one of them is the phenomenon of street-childrens. Street-children are child who spends most of his time to search money or roaming on the streets or other public places. The research before indicated that the self-esteem of street-childrens are low. Self-esteem is a personal judgement of self. High family social support and positive perceptions of socio-economic status will improve self-esteem. The purpose of this study is to determine the correlation between family social support and perception of socio-economic status with self-esteem in patronage children, the correlation between family social support with self-esteem in patronage children, and the correlation between perception of socio-economic status with self-esteem in patronage children.

This research is a population research, with a total population of 36 patronage children on SSI Bina Bakat Surakarta, aged 6-21 years and the children's condition are still living with their family. Collecting data in this study carried out by using a psychological scale, namely Self-Esteem Scale (validity=0,336-0,729; reliability =0,848), Family Social Support Scale (validity=0,349-0,773; reliability=0,899) and Perception of Socio-economic Status Scale (validity =0,363-0,734; reliability=0,879).

The results of multiple regression analysis showed a correlation coefficient R=0.619, p=0.000 (p<0.05) and F Compute 10.242>3.259 from the F table, it means that there is a significant positive correlation between family social support and perception of socio-economic status with self-esteem in patronage children. The result of partially calculation shows R=0,441, p=0.002 (p<0.05), it means that there is a significant positive correlation between family social support with self-esteem in patronage children and the calculation results showed R=0,066, p=0.588 (p>0.05), it means that the perception of socio-economic status was not correlation with self-esteem in patronage children.

(12)

commit to user DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... v

MOTTO ... vi

HALAMAN PESEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri ... 15

1. Pengertian Harga Diri ... 15

(13)

commit to user

3. Cara Meningkatkan Harga Diri... 19

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri ... 23 B. Dukungan Sosial Keluarga ... 26

1. Pengertian Dukungan Sosial Keluarga ... 26

2. Tipe-tipe Keluarga... 27

3. Fungsi Keluarga ... 29

4. Aspek Dukungan Sosial Keluarga... 30

C. Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi ... 32

1. Pengertian Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi... 32

2. Aspek Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi... 36

3. Tipe-tipe Keluarga Berdasar Status Sosial Ekonomi ... 41

D. Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga dan Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi dengan Harga Diri …...43

1. Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga dan Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi dengan Harga Diri...43

2. Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Harga Diri...48

3. Hubungan antara Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi dengan Harga Diri…...50

(14)

commit to user

BAB III METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian...54

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian …...54

1. Harga Diri...54

2. Dukungan Sosial Keluarga …...55

3. Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi...55

C. Populasi dan Sampel …...56

D. Teknik Pengumpulan Data …...58

1. Sumber Data...58

2. Metode Pengumpulan Data …...58

E. Metode Analisis Data...66

1. Uji Validitas...66

2. Uji Reliabilitas...66

3. Uji Hipotesis …...66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian …...67

1. Orientasi Kancah Penelitian …...67

2. Persiapan Penelitian …...75

a. Persiapan Administrasi …...75

b. Persiapan Alat Ukur...75

3. Pelaksanaan Uji Coba …...76

4. Uji Validitas dan Reliabilitas …...77

(15)

commit to user

b. Skala Dukungan Sosial Keluarga...79

c. Skala Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi...80

B. Pelaksanaan Penelitian …...82

1. Penentuan Subjek Penelitian …...82

2. Pengumpulan Data Penelitian …...82

3. Pelaksanaan Pemberian Skor …...83

C. Analisis Data Penelitian …...83

1. Uji Asumsi Dasar …...83

a. Uji Normalitas …...83

b. Uji Linearitas …...84

2. Uji Asumsi Klasik …...86

a. Uji Multikolinearitas …...86

b. Uji Heteroskesdastisitas …...87

c. Uji Autokorelasi …...88

3. Uji Hipotesis …...89

a. Uji Analisis Regresi Berganda …...89

b. Uji Korelasi Parsial …...91

4. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif …...93

5. Analisis Deskriptif …...93

D. Pembahasan …...96

(16)

commit to user

B. Saran …...103

DAFTAR PUSTAKA

(17)

commit to user DAFTAR TABEL

Tabel 1 Blue Print Skala Harga Diri ... 60

Tabel 2 Blue Print Skala Dukungan Sosial Keluarga ... 62

Tabel 3 Blueprint Skala Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi ... 65

Tabel 4 Distribusi Item Gugur dan Sahih Harga Diri ... 78

Tabel 5 Distribusi Item Gugur dan Sahih Skala Dukungan Sosial Keluarga 80 Tabel 6 Distribusi Item Gugur dan Sahih Skala Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi ... 81

Tabel 7 Hasil Uji Normalitas ... 84

Tabel 8 Hasil Uji Linearitas antara Variabel Dukungan Sosial Keluarga dengan Harga Diri ... 85

Tabel 9 Hasil Uji Linearitas antara Variabel Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi dengan Harga Diri ... 85

Tabel 10 Hasil Uji Multikolinearitas ... 86

Tabel 11 Hasil Pengujian Autokorelasi ... 88

Tabel 12 HasilAnalisis Regresi Linear Berganda... 90

Tabel 13 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi Ganda (R)... 91

Tabel 14 Hasil Koefisien Korelasi Ganda (R) ... 91

Tabel 15 Hasil Uji Korelasi Parsial ... 92

Tabel 16 Hasil Analisis Deskriptif ... 94

(18)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Bagan Kerangka Berpikir Hubungan antara Dukungan Sosial

Keluarga dan Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi

dengan Harga Diri ... 53

Gambar 2 Bagan Struktur Organisai LSK Bina Bakat Surakarta... 71

Gambar 3 Grafik Scatterplot untuk Pengujian Heteroskedastisitas ... 87

(19)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Alat Ukur Penelitian

Lampiran B Data Uji Coba Skala Penelitian

Lampiran C Hasil Uji Validitas Aitem dan Reliabilitas Skala Penelitian

Lampiran D Analisis Data Penelitian

(20)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fenomena anak jalanan tidak pernah lepas dari kehidupan kota besar, baik di

negara maju maupun negara berkembang. Adanya kondisi perekonomian di

Indonesia yang sejak tahun 1997 mengalami krisis memunculkan berbagai macam

fenomena, salah satunya adalah munculnya fenomena anak jalanan yaitu anak

yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau

berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya.

Menurut Mulyadi (2008) faktor utama yang menimbulkan peningkatan

jumlah anak jalanan di negara yang sedang berkembang adalah kemiskinan.

Kemiskinan telah menyebabkan kurang terperhatikan bahkan terabaikannya

kesejahteraan fisik dan mental anak-anak sebagai generasi penerus. Kemiskinan

tidak dapat dipisahkan dari pembangunan manusia yang mencakup semua unsur

yang menjadi akar kemiskinan, mencakup kebudayaan, sistem kehidupan

ekonomi dan politik serta hak asasi manusia. Sebuah fenomena yang berhubungan

dengan kemiskinan kota adalah keberadaan kelompok-kelompok anak usia

sekolah di kota-kota besar, yang menghabiskan sebagian besar waktu mereka di

jalanan atau tempat-tempat umum lainnya, dan di Indonesia mereka biasanya

disebut anak jalanan. Anak jalanan berada dalam kondisi serba kekurangan atau

miskin, karena banyak diantara anak jalanan yang harus bekerja keras daripada

pergi ke sekolah atau bermain-main.

(21)

commit to user

Menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (Tauran, 2000) salah satu

karakteristik anak jalanan antara lain anak-anak yang berusia enam sampai 21

tahun. Jumlah anak jalanan di DKI Jakarta mengalami peningkatan hingga 50

persen. Jika pada 2008 jumlahnya sekitar 8.000 jiwa, pada 2009 jumlah mereka

mencapai lebih dari 12.000 jiwa. Jumlah ini tergolong besar dibanding jumlah

keseluruhan anak jalanan di 12 kota besar yang mencapai lebih dari 100.000 jiwa.

Padahal, Pemprov DKI menjadikan penekanan jumlah anak jalanan sebagai salah

satu agenda kerja prioritas tahun lalu (Wisnu, 2010). Jumlah anak yang turun ke

jalan untuk mencari nafkah dari hari ke hari terus naik. Data dari Kementerian

Sosial menunjukkan, jumlah anak jalanan yang pada tahun 1997 masih sekitar

36.000 jiwa sekarang menjadi sekitar 232.894 jiwa. Kenaikan itu dapat dilihat

secara kasatmata di perempatan jalanan ibu kota ataupun di kota kecil. Dengan

mudah kita dapat menjumpai anak lelaki atau perempuan meminta-minta atau

mengamen. Padahal, fenomena anak jalanan seperti itu sebelum tahun 2000 hanya

bisa dilihat di kota besar, seperti Jakarta atau Surabaya. Di Kota Solo terdapat

1.200 anak jalanan (Kesra, 2010).

Di Kota Solo saja, dari data yang didapat dari LSK Bina Bakat Surakarta

pada tahun 2008 dan 2009 terdapat 90 anak (laki-laki dan perempuan) yang

melakukan aktivitas di jalanan. Aktivitas anak jalanan tersebut pada tahun 2008

terdapat 25 anak yang bekerja sebagai pengamen, empat anak meminta-minta, dua

anak menjadi pemulung/mayeng, sepuluh anak sebagai pedagang asongan, lima

anak sebagai tukang semir sepatu, dua anak bekerja lap kaca. Pada tahun 2009

(22)

commit to user

anak menjadi pemulung/mayeng, tujuh anak sebagai pedagang asongan, tiga anak

sebagai tukang semir sepatu, empat anak bekerja lap kaca dan satu anak bekerja

mencuci bus. Daerah asal anak jalanan yang berada di Surakarta pada tahun 2008

terdapat 51 anak yang berasal Surakarta. Pada tahun 2009 terdapat 35 anak yang

berasal Surakarta, satu anak dari Karanganyar, tiga anak dari Boyolali dan dua

anak dari daerah lainnya.

Di Indonesia banyak didirikan rumah binaan untuk melakukan

pendampingan, pemberdayaan, dan membina anak-anak jalanan yang berada di

jalanan. Di Solo saja terdapat tiga lembaga kemasyarakatan yang mengurusi

masalah anak jalanan yaitu LSK Bina Bakat, Seroja dan Kapas. LSK Bina Bakat

merupakan lembaga yang paling awal berdiri.

Anak jalanan yang dibina kondisinya tidak tinggal menetap di LSK Bina

Bakat Surakarta, walaupun anak jalanan tersebut terdaftar dibina di tempat

tersebut akan tetapi anak jalanan tersebut masih bekerja di jalanan dan masih

tinggal bersama keluarga. Karakteristik anak jalanan yang dibina di tempat

tersebut masih bisa keluar masuk dengan leluasa. LSK Bina Bakat di sini

berfungsi sebagai rumah singgah dengan memberikan pendampingan dan

pemberdayaan anak jalanan. Hal tersebut diperkuat dengan data yang diperoleh

dari LSK Bina Bakat sebagai berikut pada tahun 1999 ada 120 anak, tahun 2000

ada 150 anak, tahun 2001 ada 200 anak, tahun 2002 ada 150 anak, tahun 2003 ada

150 anak, tahun 2004 ada 150 anak, tahun 2005 ada 120 anak, tahun 2006 ada 75

anak, tahun 2007 ada 30 anak, tahun 2008 ada 20 anak dan pada tahun 2009 ada

(23)

commit to user

Anak jalanan merupakan sebuah fenomena di masyarakat yang

menunjukkan terganggunya social functioning/fungsi sosial. Dikatakan terganggu

social functioning, karena seharusnya seorang anak berada pada situasi rumah, sekolah atau lingkungan bermain yang di dalamnya terdapat interaksi yang

mendukung bagi perkembangan anak tersebut, baik itu perkembangan fisik,

motorik, sosial, psikologis maupun moralnya. Akan tetapi kondisi yang

disebutkan tadi tidak terpenuhi atau diperoleh dalam kehidupan anak jalanan.

Anak yang hidup di jalanan memiliki latar belakang sosial yang

bermacam-macam misalnya sosok anak jalanan dengan berbagai latar belakang sosial, seperti

anak broken home, anak yatim yang terbuang, anak-anak yang kelahirannya tidak

dikehendaki, atau anak-anak yang harus membantu ekonomi orang tuanya

maupun anak-anak yang lari dari berbagai problema keluarga maupun

masyarakatnya. Latar belakang seperti itulah yang memaksa anak untuk hidup dan

mencari uang di jalanan. Jalanan mampu memberikan penghasilan uang untuk

anak jalanan baik sebagai seorang penyemir sepatu, pengasong, penjaja koran,

makanan, minuman, pemulung, pengamen, penjual jasa dan sebagainya.

Penghasilan tersebut selain dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup

anak jalanan sendiri juga dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Adanya anak jalanan sudah lazim, bukan hal yang luar biasa dan bukan

merupakan pemandangan yang aneh lagi yang dapat dilihat pada kota-kota besar

di Indonesia. Hampir di setiap persimpangan jalan, pasar, alun-alun kota, stasiun,

terminal, dan dalam bus-bus kota kita kerap menjumpainya. Sebagian besar anak

(24)

commit to user

halte-halte, masjid, pasar, gerbong-gerbong kereta api yang kosong dan

sebagainya. Seringkali anak jalanan tidur hanya dengan beralaskan koran atau

tanpa menggunakan alas apapun. Anak jalanan dapat dengan mudahnya tidur di

mana saja tanpa memperhatikan tempat tersebut bersih atau tidak. Dari kondisi

tersebut dapat dilihat bahwa anak jalanan kurang mengahargai dirinya sendiri,

kalau anak jalanan dapat menghargai dirinya sendiri maka anak jalanan tidak akan

membiarkan dirinya tidur di sembarang tempat.

Penilaian anak jalanan terhadap diri sendiri yang rendah dan negatif

diungkap dalam penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2007) yang menyatakan

bahwa anak jalanan cenderung negatif dalam menghadapi permasalahannya. Anak

jalanan merasa tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan lain selain

mengamen. Pada saat mengamen, anak jalanan merasa malu terutama ketika

bertemu dengan teman lawan jenisnya, dan untuk berhubungan atau berinteraksi

dengan teman lawan jenisnya pun mereka akan merasa malu. Dari hasil penelitian

tersebut dikatakan juga bahwa anak jalanan menilai dirnya sendiri secara negatif

dan banyak kekurangannya. Ada yang merasa dirinya pemarah, bodoh, nakal,

biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa bahkan cenderung bunuh diri. Selain itu

ada juga anak jalanan yang minder dan malu dengan penampilannya yang

dikatakannya seperti gembel. Anak jalanan cenderung kurang dapat menghargai

dirinya sebagai pribadi.

Coopersmith (1967) mengatakan bahwa self esteem is a personal judgement

(25)

commit to user

individu terhadap kehormatan dirinya, yang diekspresikan melalui sikap terhadap

dirinya. Lebih lanjut lagi menurut Coopersmith (1967) bahwa individu dalam

melakukan penilaian terhadap kehormatannya tersebut bisa berkisar pada rentang

nilai yang positif sampai negatif.

Penilaian terhadap diri sendiri secara positif maupun negatif tersebut seperti

yang diungkap oleh Baron dan Byrne (2003) bahwa self esteem atau harga diri adalah evaluasi yang dibuat oleh individu; sikap seseorang terhadap dirinya

sendiri dalam rentang dimensi positif-negatif. Self esteem merujuk pada sikap

seseorang terhadap dirinya sendiri mulai dari sangat negatif sampai sangat positif.

Memiliki harga diri yang tinggi berarti seorang individu menyukai dirinya sendiri

dan memiliki harga diri yang rendah berarti seorang individu kurang menyukai

dirinya sendiri.

Lebih jauh Berne (1988) mengungkapkan tentang individu yang memiliki

rasa harga diri yang sehat, bahwa rasa harga diri yang sehat adalah kemampuan

untuk menggambarkan dan melihat diri sendiri berharga, berkemampuan, penuh

kasih sayang dan menarik, memiliki bakat-bakat pribadi yang khas serta

kepribadian yang berharga dalam hubungan dengan orang lain. Kebalikannya,

orang yang merasa rendah diri biasanya memiliki suatu gambaran diri yang

negatif dan hanya sedikit mengenal dirinya, sehingga menghalangi

kemampuannya untuk: menjalin hubungan, merasa tidak terancam, merasa

berhasil, mengalami pertalian yang erat dengan dunia, memperlihatkan keyakinan

dirinya, mengatasi rasa takut serta emosi-emosi yang kuat, dan menyatakan cinta

(26)

commit to user

Menurut Coopersmith faktor-faktor yang melatar belakangi harga diri yaitu:

pengalaman, pola asuh, lingkungan, dan sosial ekonomi (Coopersmith, 1967;

Sriati, 2008). Pengalaman merupakan hal-hal yang pernah dialami individu dan

memiliki makna khusus bagi kehidupan individu tersebut, baik yang bersifat

emosional, tindakan ataupun kejadian. Pola asuh disini merupakan sikap yang

digunakan oleh orang tua untuk berinteraksi dengan anak-anaknya. Lingkungan

disekitar individu bisa terdiri orangtua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar.

Sosial ekonomi merupakan pendapatan berupa finansial yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Berasal dari faktor pola asuh dan lingkungan yang disebutkan di atas, dapat

diartikan bahwa orang tua memiliki peran penting dalam mempengaruhi harga diri

anak. Interaksi individu dengan individu lain dari awal mula kehidupannya adalah

interaksinya dengan orang tuanya.

Harga diri mulai terbentuk setelah anak lahir, ketika anak berhadapan

dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya.

Interaksi secara minimal memerlukan pengakuan, penerimaan peran yang saling

tergantung pada orang yang bicara dan orang yang diajak bicara. Interaksi

menimbulkan pengertian tentang kesadaran diri, identitas, dan pemahaman

tentang diri. Hal ini akan membentuk penilaian individu terhadap dirinya sebagai

orang yang berarti, berharga, dan menerima keadaan diri apa adanya sehingga

individu mempunyai perasaan harga diri (Burn, 1998).

Adanya interaksi dengan orang lain mampu menimbulkan perasaan

(27)

commit to user

menginginkan anaknya hidup dijalanan, walaupun begitu ada pula sebagian orang

tua yang menginginkan anaknya mencari uang dijalanan untuk membantu

memenuhi kebutuhan hidup mereka. Menjadi anak jalanan bukanlah sebagai

pilihan hidup yang menyenangkan, melainkan keterpaksaan yang harus mereka

terima. Walaupun demikian tetap saja anak jalanan membutuhkan adanya

dukungan sosial.

Dukungan sosial (social support) didefenisikan oleh oleh Gottlieb (dalam

Kuntjoro, 2002) sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang

nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan

subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal

yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah

laku penerimanya. Seseorang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara

emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang

menyenangkan pada dirinya.

Cara pemberian dan asal dari dukungan sosial dijelaskan oleh Taylor (2009)

bahwa social support atau dukungan sosial bisa diberikan melalui beberapa cara.

Pertama perhatian emosional yang diekspresikan melalui rasa suka, cinta dan

empati, bantuan instrumental, memberikan informasi tentang situasi yang

menekan. Dukungan sosial dapat berasal dari pasangan atau partner, anggota

keluarga, kawan, kontak sosial dan masyarakat, teman sekelompok, jamaah gereja

(28)

commit to user

Thoist (Purba, 2006) menyatakan dukungan sosial bersumber dari

orang-orang yang memiliki hubungan yang berarti bagi individu, misalnya keluarga,

teman dekat maupun tetangga terdekat dengan rumah.

Pentingnya adanya dukungan sosial keluarga dikemukakan oleh Ruwaida

(2006) dukungan keluarga diperlukan untuk memberi perhatian, membantu,

mendukung dan bekerja sama dalam menghadapi tentangan kehidupan. Setiap

anggota keluarga memiliki peranan spesifik dan setiap anggota bergantung pada

anggota yang lain.

Menurut Soekanto (1990) ada dua macam jenis keluarga yaitu nuclear

family/keluarga batih ( terdiri dari suami/ayah, istri/ibu dan anak-anaknya) dan extended family/keluarga besar (terdiri dari keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya : nenek, kakak, keponakan, saudara sepupu,

paman, bibi dan sebagainya). Anak jalanan sudah pasti memiliki keluarga, bisa

memiliki kedua jenis keluarga di atas (nuclear family dan extended family),

maupun hanya memiliki salah satu jenisnya saja. Seorang anak yang mendapat

dukungan yang positif dari keluarganya akan lebih positif juga dalam menilai

dirinya, sedangkan anak yang kurang atau tidak mendapat dukungan dari keluarga

akan cenderung negatif dalam menilai dirinya.

Faktor lain yang mempengaruhi harga diri adalah sosial ekonomi. Status

sosial disini berhubungan dengan sosial ekonomi orang tua. Menurut Hidayat

(2007) yang berkaitan dengan status ekonomi orang tua adalah tingkat pendapatan

yang diperoleh orang tua. Dalam rangka mempertahankan hidup dan

(29)

commit to user

hidupnya baik kebutuhan, primer, sekunder, maupun tertier, agar dapat hidup

layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai anggota masyarakat.

Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup disini erat kaitannya dalam

masalah pembiayaan dan pembiayaan itu sendiri diperoleh dari pendapatan atau

penghasilan.

Pendapatan berdasarkan kamus ekonomi adalah uang yang diterima oleh

seseorang dalam bentuk gaji, upah sewa, bunga, laba dan lain sebagainya.

Sedangkan menurut Tarigan pendapatan perseorangan dapat diartikan sebagai

semua pendapatan yang diterima oleh rumah tangga. Jadi pendapatan seseorang

dapat berasal dari gaji, komisi, honorarium, bunga deviden dan banyak lagi

sumbernya.

Coopersmith (1967) mengatakan perhaps the clearest and most striking index of prestige and success is an individual’s social status. Social position is based largely on occupations, income, and residence. Person higher in the system have more prestigious occupation, have higher income, and tend to live in large and more luxurious house located in more desirable neighborhoods. These persons are more successful in the eyes of the community and receive the material and cultural benefits that should lead them to believe that they are generally more worthy than others.

Dari pendapat Coopersmith di atas dapat diartikan bahwa kemungkinan

paling nyata dan lebih mencolok dari indeks status dan sukses adalah status sosial

individu. Posisi sosial mendasari sebagian besar pekerjaan, pendapatan dan tempat

tinggal. Seseorang pada status yang tinggi lebih memiliki lebih tinggi status

pekerjaan, memiliki pendapatan yang tinggi, dan cenderung tinggal di rumah yang

lebih besar dan mewah dan tetangga yang sangat menarik. Individu ini lebih

(30)

commit to user

seharusnya menempatkan mereka pada posisi yang utama untuk lebih

mempercayai bahwa mereka lebih layak dari yang lainnya.

Manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas dengan apa yang

dimilikinya, ada kalanya ketika manusia dilimpahi dengan materi yang melimpah

ruah individu tersebut tidak merasa puas. Anak jalanan yang sebagian besar hidup

kekurangan dari segi materi atau ekonomi belum tentu merasa kekurangan materi

dari sudut pandang psikisnya. Ada kalanya anak jalanan merasa puas dengan

sedikit materi yang dimilinya. Tentang bagaimana seseorang melihat dan

mengartikan sesuatu tergantung dari persepsi individu masing-masing.

Pengertian persepsi menurut Walgito (2004) merupakan pengorganisasian,

penginterpretasian, terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupakan

sesuatu yang berarti dan merupakan respon yang integrated dalam diri individu.

Dalam persepsi stimulus dapat datang dari luar, tetapi juga dapat datang dalam

diri individu. Namun demikian sebagian besar stimulus datang dari luar individu

yang bersangkutan.

Jadi persepsi terhadap status sosial ekonomi adalah tentang bagaimana

seseorang mengorganisasikan dan menginterpretasi pekerjaan yang dimiliki,

pendapatan yang diperoleh, dan tempat tinggal atau rumah yang dimiliki. Status

sosial ekonomi berhubungan dengan pendapatan seseorang yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya.

Menurut penelitian Zhang (2000), didapatkan hasil bahwa higher

(31)

commit to user

bahwa harga diri yang tinggi cenderung terjadi pada siswa dengan status sosial

ekonomi yang tinggi dan harga diri dengan status sosial ekonomi memiliki

hubungan yang positif. Zhang juga menyebutkan untuk mengukur status sosial

ekonomi dapat dilihat dari level pendidikan orang tua, pendapatan keluarga dan

kondisi fisik lingkungan rumah.

Penelitian-penelitian tentang dukungan sosial keluarga, status sosial

ekonomi dan harga diri sebelumnya sudah pernah diteliti oleh para ahli. Misalnya

seperti penelitian yang dilakukan oleh Sugihartiningsih (2008) meneliti hubungan

antara dukungan keluarga dengan kecemasan, Istiqori (2008) meneliti hubungan

antara dukungan keluarga dengan keteraturan minum obat, Rusmawati (2006)

meneliti hubungan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar, Putri (2009)

meneliti hubungan antara self esteem dengan kecemasan sosial, dan Wardhani

(2009) yang meneliti hubungan antara harga diri dengan perilaku konsumtif.

Peneliti-peneliti tersebut menyarankan kepada peneliti lain supaya

melakukan penelitian selanjutnya dengan variabel lain yang lebih kompleks.

Berdasarkan data yang diperoleh penulis belum pernah ada penelitian yang

meneliti tentang hubungan dukungan sosial keluarga dan status sosial ekonomi

terhadap harga diri.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga dan

Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi dengan Harga Diri Anak Binaan di

(32)

commit to user B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah :

1. Apakah ada hubungan dukungan sosial keluarga dan persepsi terhadap status sosial ekonomi dengan harga diri pada anak binaan?

2. Apakah ada hubungan dukungan sosial keluarga dengan harga diri pada anak binaan?

3. Apakah ada hubungan persepsi terhadap status sosial ekonomi dengan harga diri pada anak binaan?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial keluarga dan persepsi

terhadap status sosial ekonomi dengan harga diri pada anak binaan.

2. Untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan harga

diri pada anak binaan.

3. Untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap status sosial ekonomi

dengan harga diri pada anak binaan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

(33)

commit to user

a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi

tentang dukungan sosial keluarga dan persepsi terhadap status sosial

ekonomi dengan harga diri anak binaan dalam pengembangan ilmu

psikologi, khususnya psikologi sosial dan studi psikologi pada

umumnya.

b) Bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk

penelitian selanjutnya, khususnya mengenai hubungan antara dukungan

sosial dan persepsi terhadap status sosial ekonomi dengan harga diri

anak binaan, dan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam

penelitian selanjutnya dengan variabel yang lebih kompleks.

2. Manfaat praktis

a) Lembaga kemasyarakatan dan pemerintah yang mengurusi

masalah anak jalanan dapat bertindak secara benar dalam menilai dan

memperlakukan anak-anak jalanan serta dapat membantu meningkatkan

status sosial ekonomi keluarga anak jalanan. Misalnya dengan

memberikan pelatihan kerja dan membuka lapangan pekerjaan untuk

anak jalanan dan bagi keluarga anak jalanan.

b) Bagi mahasiswa psikologi khususnya dapat memberikan

informasi tentang hubungan antara dukungan sosial keluarga dan

persepsi terhadap status sosial ekonomi dengan harga diri anak binaan,

mahasiswa psikologi mampu melakukan tindakan yang benar untuk

(34)

commit to user

status sosial ekonomi untuk anak binaan yang dapat meningkatkan

(35)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri

Pengertian harga diri oleh Santrock (2003) diartikan sebagai dimensi

evaluatif yang menyeluruh dari diri. Lebih lanjut Santrock (2007)

mengatakan bahwa harga diri yang sering juga disebut sebagai keberhargaan

diri atau gambaran diri adalah suatu dimensi global dari diri. Menurut

Matsumoto (2008) harga diri merupakan evaluasi kognitif dan afektif yang

individu buat tentang dirinya sendiri.

Harga diri merupakan perpaduan antara kepercayaan diri

(self-confidence) dengan penghormatan diri (self-respect). Harga diri menggambarkan keputusan seseorang secara implisit atas kemampuan dalam

mengatasi tantangan-tantangan kehidupan (untuk memahami dan menguasai

masalah-masalah yang ada) dan hak untuk menikmati kebahagiaan

(menghormati serta mendukung keinginan-keinginan dan

kebutuhan-kebutuhan) Branden (1999).

Menurut Tambunan (2001) harga diri itu sendiri mengandung arti suatu

hasil penilaian individu terhadap dirinya yang diungkapkan dalam sikap-sikap

yang dapat bersifat positif dan negatif. Bagaimana seseorang menilai tentang

dirinya akan mempengaruhi perilaku dalam kehidupannya sehari-harinya.

(36)

commit to user

Menurut Sarwono (2009) bahwa harga diri menunjukkan keseluruhan

sikap seseorang terhadap dirinya sendiri baik positif maupun negatif. Jika

seseorang menilai secara positif terhadap dirinya, maka ia menjadi percaya

diri dalam mengerjakan hal-hal yang ia kerjakan dan memperoleh hasil yang

positif pula. Sebaliknya orang yang menilai secara negatif terhadap dirinya,

menjadi tidak percaya diri ketika mengerjakan sesuatu dan akhirnya, hasil

yang didapatkan pun tidak menggembirakan.

Menurut Ubaydillah (2007) harga diri adalah bagaimana seseorang

merasakan dirinya (how you feel about yourself). Kata "bagaimana" di situ

mengarah pada adanya kualifikasi rendah dan tinggi atau positif dan negatif

(low and high self-esteem). Sedangkan kata "merasakan" di sini adalah proses

intrinsik di mana orang merasa perlu (sadar) untuk menjaga atau

menghormati dirinya dengan cara-cara yang terhormat. Cara ini bisa dalam

bentuk melakukan sesuatu yang positif atau dengan menghindari sesuatu

yang negatif.

Menurut Tambunan (2001) harga diri yang positif akan membangkitkan

rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa

berguna serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan di dunia ini. Sebaliknya,

seorang yang memiliki harga diri yang negatif akan cenderung merasa bahwa

dirinya tidak mampu dan tidak berharga, cenderung tidak merasa yakin akan

pemikiran-pemikiran serta perasaan yang dimilikinya, cenderung takut

menghadapi respon dari orang lain, tidak mampu membina komunikasi yang

(37)

commit to user

Menurut Murk (2006) pertama yang dilihat dari harga diri adalah elemen

kognitifnya, harga diri adalah sedikit bagian karakter dari diri, dalam istilah

diskripsi : kekuatan, percaya diri dan perwakilan (agen), ini berarti

menanyakan tipe/jenis manusia. Kedua, dalam elemen afektif, sebuah valensi

atau tingkatan positif atau negatif dari aspek indentifikasi, kita menyebutknya

harga diri yang tinggi atau rendah. Yang ketiga elemen evaluasi, atribusi dari

sedikit level dari kepatutan menurut standar ideal yang dipegang.

Perasaan harga diri dapat positif yaitu apabila individu dapat menghargai

dirinya sendiri dengan cara yang baik, tetapi sebaliknya perasaan harga diri

dapat negatif yaitu apabila seseorang tidak dapat menghargai dirinya sendiri

secara baik. Perasaan harga diri ini dapat berkembang ke arah harga diri

rendah atau ke harga diri kurang (Walgito, 2004). Adler (dalam Suryabrata,

2005) menyatakan rasa harga diri kurang atau rasa rendah diri yang timbul

karena perasaan kurang berharga atau kurang mampu dalam segala bidang

kehidupan. Oleh Coopersmith (1967) harga diri didefinisikan sebagai

penilaian pribadi terhadap kepatutan pada dirinya yang diekspresikan dalam

tingkah laku individu yang ditujukan untuk dirinya sendiri. Individu tersebut

percaya bahwa dirinya dapat mampu, berarti, sukses dan layak.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa harga diri

adalah penilaian atau evaluasi yang menyeluruh tentang diri individu,

penilaian atau evaluasi tersebut dapat bersifat positif dan negatif dalam segala

bidang kehidupan yang diekspresikan dalam tingkah laku yang ditujukan

(38)

commit to user 2. Aspek-aspek Harga Diri

Menurut Coopersmith (1967) aspek-aspek harga diri seseorang meliputi :

a. Self values

Merupakan pertimbangan seseorang tentang harga yang dimilikinya

dalam syarat nilai dan standar ideal dirinya yang relevan dan berguna atau

bermanfaat untuk dirinya. Nilai yang diyakini oleh individu sesuai dengan

dirinya.

b. Leadership-popularity

Leadership berhubungan dengan kemampuan memimpin seseorang,

seseorang yang memiliki harga diri yang tinggi akan cenderung mampu

untuk menjadi pemimpin. Popularitas merupakan indikator manifestasi

dari sukses pada seseorang, dimana tingkatan sukses seseorang

berhubungan dengan harga dirinya, semakin sukses seseorang maka harga

dirinya semakin tinggi. Popularitas diasosiasikan dalam ekspresi percaya

diri, persepsi diri dan persahabatan yang baik.

c. Family parents

Keluarga memiliki peran yang besar dalam pembentukkan harga diri

anak, orang tua yang terdiri dari ayah dan ibu memiliki peran yang besar.

Keluarga yang memberikan penilaian dan pengetahuan pertama kali bagi

individu.

(39)

commit to user

Prestasi yang dimiliki individu tercermin dalam kemampuan yang

dimilikinya, seseorang dengan harga diri yang tinggi memiliki

kepercayaan diri dengan kemampuannya untuk bergabung dalam

kegiatan.

Selanjutnya Branden (dalam Murk, 2006) menyatakan dua aspek harga

diri yaitu :

a. Sense of personal efficacy

Merupakan makna dari keyakinan atau kepercayaan diri atas

kemampuan diri sendiri untuk berpikir, belajar, dan memproses fakta

yang ada untuk mengatasi setiap tantangan dalam kehidupan.

b. Sense of personal worth

Merupakan makna dari keberhargaan atau kebernilaian dirinya sendiri.

Seseorang akan merasa memiliki harga diri apabila menganggap dirinya

sendiri berharga dan bernilai, menghormati dirinya sendiri.

Berdasarkan uraian di atas aspek harga diri dari Coopersmith (1967)

lebih mencakup keseluruhan aspek, oleh karena itu peneliti menggunakan

aspek dari Coopersmith dan menyimpulkan bahwa aspek-aspek harga diri

meliputi : self values, leadership-popularity, family parents, dan

(40)

commit to user 3. Cara Meningkatkan Harga diri

Harga diri yang dimiliki seseorang bisa ditingkatkan. Branden (1999)

menggambarkan apa yang bisa dilakukan individu untuk meningkatkan harga

dirinya dengan cara :

a. Hidup dengan penuh kesadaran

Harga diri adalah suatu fungsi, bukan sesuatu yang dibawa sejak lahir,

tetapi bagaimana seseorang menggunakan kesadarannya dengan

pilihan-pilihan yang diambil yang mempunyai keterkaitan dengan kesadaran,

sikap kejujuran terhadap kenyataan dan tingkat integritas pribadi.

Hidup dengan penuh kesadaran secara tidak langsung berarti

menyadari fakta-fakta realitas (fakta-fakta batiniah, juga fakta-fakta dunia

luar kita). Hidup dengan penuh kesadaran adalah hidup penuh tanggung

jawab terhadap kenyataan. Sebagai contohnya adalah pada saat individu

menyadari tentang kondisi fisik, ekonomi, dan sosial yang sesungguhnya

terjadi pada individu tersebut.

b. Belajar menerima diri sendiri

Menerima tidak harus berarti menyukai, menerima tidak harus berarti

seseorang tidak boleh membanyangkan atau menginginkan

perubahan-perubahan atau perbaikan-perbaikan pada diri sendiri. Menerima berarti

menghayati, tanpa penolakan atau pengingkaran, bahwa kenyataan

tetaplah kenyataan. Sikap penerimaan terhadap diri sendiri sangat efektif

untuk membangun harga diri pada seseorang. Sebagai contohnya adalah

(41)

commit to user

kekurangan menurut pendapat orang lain umunya, tetapi individu tersebut

mampu menerimanya dengan lapang dan tulus ikhlas, menyakini bahwa

hal tersebut bukanlah kekurangan.

c. Bebas dari rasa bersalah

Pernyataan bersalah sebenarnya merupakan persoalan sederhana akan

perasaan-perasaan kekecewaan yang tidak dimiliki atau diingkari. Solusi

perasaan bersalah adalah dengan bersikap jujur pada diri sendiri maupun

orang lain tentang kekecewaan tersebut. Pertama-tama tentu harus jujur

pada diri sendiri, mengakui kemarahan, mengakui kekecewaan dengan

standar-standar dan harapan-harapan yang sesungguhnya bukan milik

anda. Bersikaplah kreatif untuk mengetahui tanggapan-tanggapan

alternatif atas kegagalan-kegagalan, sehingga sangat berguna untuk

membangun harga diri dan tingkah laku di masa mendatang.

d. Bersatu dengan diri masa lalu

Ada beberapa alasan mengapa orang-orang merasa bahwa mereka

tidak dapat memaafkan masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dapat

sebagai pengalaman yang penuh kepedihan, kemarahan, ketakutan,

kebingungan, atau penghinaan, tertekan, tidak diakui, dicaci maki,

dilupakan. Belajar memaafkan diri masa anak dapat dilakukan dan

diatasi, ketika seseorang memaklumi dan menyadari bahwa masa

(42)

commit to user

terbaik yang dapat dilakukan, maka diri dewasa tidak lagi berada dalam

posisi atau hubungan yang bermusuhan dengan diri anak.

Pada saat diri anak ditinggalkan tanpa sadar atau diingkari dan ditolak,

maka diri seseorang menjadi tidak utuh lagi, tidak lagi merasakan

keutuhan diri, dalam tataran tertentu akan merasakan keterasingan diri,

dan dengan begitu melukai harga dirinya sendiri. Sebaliknya apabila

diakui, diterima, dipeluk, dan dengan demikian terpadu dalam diri secara

keseluruhan, dapat menjadi sumber potensial yang dapat memperkaya

kehidupan jiwa, dengan potensinya yang besar mampu bertindak secara

spontan dan penuh kebahagiaan.

e. Hidup dengan penuh tanggung jawab

Pria dan wanita yang harga dirinya kokoh lebih memiliki orientasi

yang aktif dari pada orientasi pasif. Bertanggung jawab sepenuhnya atas

pencapaian cita-cita. Tidak menunggu bantuan orang lain dan selalu

bersikap proaktif. Orang-orang yang bertanggungjawab atas eksistensinya

sendiri cenderung membangkitkan harga diri yang sehat. Pada dasarnya

individu berubah dari orientasi pasif ke orientasi aktif, lebih menyukai

diri sendiri, lebih mempercayai diri sendiri dan mampu merasakan lebih

mampu mengarungi kehidupan, dan lebih pantas menerima kebahagiaan.

f. Hidup sebagaimana adanya

Kebohongan yang paling merusak harga diri bukanlah kebohongan

(43)

commit to user

menghidupkan kebohongan-kebohongan ketika menggambarkan realitas

pengalaman atau kebenaran atas keberadaannya yang justru bertolak

belakang dengan realitas pengalaman atau kebenaran diri sendiri. Harga

diri yang kokoh menuntut keselarasan, artinya bahwa diri individu yang

sebenarnya tercermin dalam tindakan sehari-hari. Tidak ada perbedaan

antara apa yang ditampakkan dengan apa yang ada dalam sanubari.

Kejujuran terdiri atas sikap menghargai perbedaan antara yang nyata

dan yang tidak nyata, tidak mencari keuntungan sesaat dengan cara

memalsukan kenyataan yaitu tidak berusaha mencapai tujuan-tujuan

hidup dengan memalsukan kenyataan siapa dirinya sebenaranya.

Kebohongan-kebohongan yang dihidupkan dalam kehidupan sehari-hari

sangat merusak harga diri.

Berdasarkan uraian di atas, harga diri dapat ditingkatkan dengan hidup

penuh dengan kesadaran, belajar menerima diri sendiri, bebas dari rasa

bersalah, bersatu dengan diri masa lalu, hidup penuh tanggungjawab, dan

hidup sebagaimana adanya.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Diri

Menurut Coopersmith (1967) faktor-faktor yang melatar belakangi harga

diri yaitu:

a. Pengalaman

Pengalaman adalah kejadian lampau yang pernah dialami oleh

(44)

commit to user

dan kejadian yang pernah dialami individu yang dirasakan bermakna dan

meninggalkan kesan dalam hidup individu.

b. Pola asuh

Pola asuh adalah sikap orangtua dalam berinteraksi dengan

anak-anaknya yang meliputi cara orangtua memberikan aturan-aturan, hadiah

maupun hukuman, cara orangtua menunjukkan otoritasnya, dan cara

orangtua memberikan perhatiannya serta tanggapan terhadap anaknya.

Pola asuh merupakan suatu cara yang digunakan oleh orang tua untuk

mendidik dan membesarkan anak-anaknya.

c. Lingkungan

Lingkungan merupakan kondisi baik yang bersifat fisik, psikis

maupun sosial yang terdapat disekitar individu. Lingkungan memberikan

dampak besar kepada remaja melalui hubungan yang baik antara remaja

dengan orangtua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar sehingga

menumbuhkan rasa aman dan nyaman dalam penerimaan sosial dan harga

dirinya.

d. Sosial ekonomi

Sosial ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang

untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan finansial

yang berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari-hari. Sosial ekonomi

(45)

commit to user

Keadaan ekonomi tersebut dibandingkan dengan kondisi ekonomi

keluarga lain dalam suatu masyarakat.

Selanjutnya menurut Bradshaw (1981) faktor-faktor yang mempengaruhi

harga diri seseorang antara lain :

a. Prestasi yang tampak

Prestasi yang nampak disini dapat dilihat dari hasil nilai yang ada di

raport atau hasil belajar lain yang dinyatakan dalam rentangan nilai, baik

dan buruk atau tinggi dan rendah. Penilaian tersebut berbeda-beda

tergantung dari kemampuan tiap-tiap individu.

b. Pengaruh kontrol personal dan pengaruh situasi atau orang lain dalam

kehidupan individu

Orang lain yang ada disekitar individu secara langsung maupun tidak

langsung akan memberikan pengaruh. Lingkungan mempunyai peranan

yang penting dalam perkembangan individu, baik lingkungan alam

maupun lingkungan sosial (Walgito, 2004).

c. Pengalaman berdasarkan penilaian dan perlakuan orang lain terhadap

dirinya

Kejadian-kejadian yang pernah dialami oleh individu akan

memberikan suatu pengalaman tersendiri bagi individu yang bersangkutan.

Sikap dan penilaian orang lain akan mempengaruhi individu dalam

melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri.

(46)

commit to user

Nilai dan norma merupakan seperangkat peraturan yang berlaku pada

suatu masyarakat tertentu. Perilaku dinilai baik apabila sesuai dengan

peraturan yang ada dalam suatu masyarakat, dan sebaliknya. Perilaku yang

baik akan dengan mudahnya diterima oleh masyarakat.

Berdasarkan pendapat dari Coopersmith (1967) di atas dapat disimpulkan

bahwa harga diri bukan sesuatu yang dibawa sejak lahir, faktor-faktor yang

mempengaruhi harga diri seseorang adalah pengalaman, pola asuh,

lingkungan, dan sosial ekonomi.

B. Dukungan Sosial Keluarga 1. Pengertian Dukungan Sosial Keluarga

Poerwadarminta, (1984) mengartikan keluarga adalah sanak keluarga,

kaum kerabat, sanak sudara yang bertalian oleh turunan (senenek moyang),

sanak saudara yang bertalian oleh perkawinan, orang seisi rumah (anak, bini,

batih).

Oleh Friedman (1992) keluarga diartikan sebagai dua orang atau lebih

yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan

yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga. Lebih

lanjut Friedman mendefinisikan keluarga sebagi suatu sistem sosial yang

hidup dan merupakan sebuah kelompok kecil yang terdiri dari

individu-individu yang mempunyai hubungan erat satu sama lain dan saling

tergantung, yang diorganisir dalam satu unit tunggal dalam rangka mencapai

(47)

commit to user

Kuntjoro (2002) menyatakan dukungan sosial merupakan bantuan atau

dukungan yang diterima individu dari orang-orang tertentu dalam

kehidupannya dan berada dalam lingkungan sosial tertentu yang membuat si

penerima merasa diperhatikan, dihargai, dan dicintai. Orang yang menerima

dukungan sosial memahami makna dukungan sosial yang diberikan oleh

orang lain.

Menurut Johnson dan Johnson (2000) dukungan sosial adalah pertukaran

sumber yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan serta keberadaan

orang-orang yang mampu diandalkan untuk memberi bantuan, semangat,

penerimaan, dan perhatian.

Lebih lanjut Baron dan Byrne (2003) mengartikan dukungan sosial

sebagai pemberian perasaan nyaman baik secara fisik maupun psikologis oleh

teman atau keluarga atau orang tua kepada seseorang.

Pengertian dukungan sosial keluarga oleh Friedman (1992) diartikan

dengan lebih mengacu pada dukungan sosial yang dipandang oleh anggota

keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses/diadakan untuk keluarga.

Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal, seperti

dukungan dari suami/istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan

sosial keluarga eksternal.

Berdasarkan penjabaran di atas, peneliti menyimpulkan bahwa dukungan

sosial keluarga adalah pemberian perasaan nyaman baik fisik maupun

psikologis yang berupa pemberian perhatian, rasa dihargai dan dicintai yang

(48)

commit to user

bertalian oleh turunan, sanak saudara yang bertalian oleh perkawinan, atau

orang seisi rumah (anak, bini, batih) kepada individu yang bersangkutan.

2. Tipe-tipe Keluarga

Pembagian keluarga berdasarkan tipenya dijelaskan oleh Friedman

(1992), tipe-tipe keluarga tersebut antara lain :

a. Keluarga inti (konjugal)

Keluarga yang menikah, sebagi orang tua, atau pemberian nafkah,

keluarga inti terdiri dari suami, istri dan anak mereka (anak kandung, anak

adopsi, atau keduanya).

b. Keluarga orientasi (keluarga asal/keluarga biologis)

Unit keluarga yang didalamnya seseorang dilahirkan.

c. Keluarga besar

Keluarga inti dan orang-orang yang berhubungan (oleh darah) yang

paling lazim menjadi anggota keluarga orientasi yaitu salah satu teman

keluarga inti. Berikut ini termasuk sanak keluarga (kakek/nenek, tante,

paman, dan sepupu).

Sedangkan tipe-tipe keluarga menurut Masdanang (2008) adalah sebagai

berikut :

(49)

commit to user

b. Keluarga besar (extended family), adalah keluarga inti ditambah dengan

sanak saudara, misalnya : nenek, kakak, keponakan, saudara sepupu,

paman, bibi, dan sebagainya.

c. Keluarga berantai (serial family), terdiri atas wanita dan pria yang

menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.

d. Keluarga duda/janda (single family), adalah keluarga yang terjadi karena

perceraian atau kematian.

e. Keluarga berkomposisi (composite), adalah keluarga yang

perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.

f. Keluarga kohabitasi (cohabitation), adalah dua orang menjadi satu tanpa

pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan terdapat tipe-tipe

keluarga yaitu keluarga inti, keluarga asal, keluarga besar, keluarga berantai,

keluarga duda/janda, keluarga berkomposisi dan keluarga kohabitasi.

3. Fungsi Keluarga

Menurut Friedman (1992) fungsi-fungsi dasar keluarga berdasarkan

pemenuhan kebutuhan-kebutuhan anggota keluarga dan masyarakat lebih

luas, meliputi :

a. Keluarga berfungsi sebagai variabel intervensi kritis atau sebagi

perantara, yaitu menanggung semua harapan dan kewajiban masyarakat

serta membentuk dan mengubahnya sampai taraf tertentu sehingga dapat

(50)

commit to user

b. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan setiap individu yang ada dalam

keluarga dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat dimana

keluarga menjadi bagiannya.

Lebih lanjut menurut Friedman (1992) fungsi keluarga berdasarkan

hubungannya dengan kajian dan intervensi keluarga, meliputi :

a. Fungsi afektif

Merupakan fungsi pemeliharaan kepribadian, untuk stabilitas

kepribadian kaum dewasa, memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggota

keluarga.

b. Sosialisasi dan fungsi penempatan sosial

Untuk sosialiasi primer anak-anak yang bertujuan untuk membuat

mereka menjadi anggota-anggota masyarakat yang produktif, dan juga

sebagi penganugerahan status anggota keluarga.

c. Fungsi reproduksi

Untuk menjaga kelangsungan generasi dan juga untuk

keberlangsungan hidup masyarakat.

d. Fungsi ekonomis

Untuk mengadakan sumber-sumber ekonomi yang memadai dan

pengalokasian sumber-sumber tersebut secara efektif. Keluarga berfungsi

untuk mengatur antara pendapatan dan pengeluaran untuk mencukupi

kebutuhan hidup sehari-hari.

(51)

commit to user

Untuk pengadaan kebutuhan-kebutuhan fisik, pangan, sandang,

papan dan perawatan kesehatan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga memiliki

fungsi untuk memenuhi seluruh kebutuhan setiap anggota keluarga yang

dimilikinya baik kebutuhan fisik, psikis, maupun sosial.

4. Aspek Dukungan Sosial Keluarga

Menurut Caplan (dalam Friedman, 1992), aspek-aspek dukungan

keluarga meliputi :

a. Dukungan informasional

Keluarga sebagai sebuah kolektor dan disseminator/penyebar

informasi tentang dunia.

b. Dukungan penilaian

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,

membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber

dan validator identitas anggota. Berupa bantuan berupa penilaian

terhadap baik dan buruknya suatu hal.

c. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit.

(52)

commit to user

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan

pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.

Menurut Smet (1994) aspek dukungan sosial keluarga meliputi empat

hal, yaitu :

a. Dukungan emosional

Mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap

orang yang bersangkutan (misalnya umpan balik, penegasan). Dukungan

ini dapat dirasakan secara langsung oleh penerimanya berupa perasaan

yang nyaman.

b. Dukungan penghargaan

Dapat diungkapkan dengan hormat (penghargaan) positif untuk

seseorang, dorongan maju, atau persetujuan dengan gagasan atau

perasaan individu dan perbandingan positif dengan orang lain.

c. Dukungan instrumental

Mencakup bantuan langsung, misalnya seperti memberi pinjaman

uang kepada orang yang sedang membutuhkan dan memberikan

pekerjaan pada waktu seseorang mengalami stres.

d. Dukungan informatif

Mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran, atau

umpan balik. Dukungan ini akan bermanfaat dengan tepat apabila

terdapat kekurangan pengetahuan dan ketrampilan dan dalam hal yang

(53)

commit to user

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dukungan

sosial keluarga yang merupakan pendapat dari Smet (1994) lebih mencakup

keseluruhan aspek, yaitu meliputi : dukungan emosional, dukungan

penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informatif

C. Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi 1. Pengertian Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi

Sebelum membahas tentang pengertian persepsi terhadap status sosial

ekonomi, pertama akan dibahas terlebih dahulu tentang pengertian persepsi

baru setelah itu dibahas tentang pengertian status sosial ekonomi.

Penjabarannya sebagai berikut :

a. Persepsi

Menurut Sarwono (1999) persepsi adalah proses pencarian informasi

untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah

pengindraan (penglihatan, pendengaran, peraba, dan sebagainya) dan alat

untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi.

Menurut Atkinson (1983) persepi adalah proses dimana seseorang

mengorganisasikan dan menafsirkan pola stimulus ( seperti seberkas sinar,

sebuah nada murni, atau pola garis hitam putih yang teratur) di dalam

lingkungan. Sedangkan Sarwono dan Eko (2009) mengatakan bahwa

persepsi merupakan proses perolehan, penafsiran, pemilihan, dan

(54)

Gambar

Gambar  2   Bagan Struktur Organisai LSK Bina Bakat Surakarta .................
   Gambar 1Bagan Kerangka Berpikir  Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga dan
Blue PrintTabel 1 Skala Harga Diri
Blue PrintTabel 2 Skala Dukungan Sosial Keluarga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diharapakan memberikan informasi mengenai hubungan antara persepsi terhadap dukungan sosial keluarga dengan kecemasan menghadapi menapouse, sehingga wanita memasuki

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perubahan persepsi mengenai nilai anak laki-laki dalam keluarga Batak - Mandai1ing di Kotamadya Medan, serta sejauh mana Status Sosial

8 Sebaran Nomor Item Baru Skala Persepsi Istri terhadap Status Sosial Ekonomi Keluarga

Dengan asumsi semakin positif persepsi lansia terhadap dukungan sosial yang diterimanya maka semakin tinggi harga diri lansia tersebut. Subyek penelitian ini adalah lansia

Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara dukungan keluarga dengan harga diri. Subjek penelitian ini berjumlah 61 pensiunan TNI yang berdomisili di Kabupaten

Ada hubungan yang sangat signifikan antara dukungan sosial keluarga dan kepercayaan diri dengan kemandirian belajar.Namun generalisasi dari hasil penelitian ini

Hasil penelitian berdasarkan Tabel 3 tentang efek dukungan emosional keluarga pada harga diri remaja menunjukkan 18 orang (58%) memiliki dukungan emosional keluarga baik

Nilai koefisien korelasi antara dukungan sosial dengan harga diri tunanetra mantan awas adalah 0,325, yang berarti tingkat keeratan hubungan dukungan sosial dengan