commit to user
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN PERSEPSI TERHADAP STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN HARGA
DIRI PADA ANAK BINAAN DI LEMBAGA STUDI KEMASYARAKATAN (LSK) BINA BAKAT SURAKARTA
SKRIPSI
Dalam Rangka Penyusunan Skripsi sebagai Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi
Oleh:
IKE DEVI PERMATASARI
G0106052
Pembimbing :
1. Dra. Emi Dasiemi, M.S.
2. Tri Rejeki Andayani, S. Psi., M. Si.
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
commit to user
PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa apa yang ada
dalam skripsi ini, sebelumnya belum pernah terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang
pengamatan dan pengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis dipergunakan
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang
tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia untuk dicabut derajat
kesarjanaan saya.
Surakarta, 17 Januari 2011
commit to user
Pembimbing II
Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si. NIP. 19741109 199802 2 001 Pembimbing I
Dra. Emi Dasiemi, M. S. NIP. 19441026 197208 2 001
Koordinator Skripsi
Rin Widya Agustin, M.Psi. NIP 19760817 200501 2 002
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul : Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga dan
Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi dengan
Harga Diri pada Anak Binaan di Lembaga Studi
Kemasyarakatan (LSK) Bina Bakat Surakarta
Nama Peneliti : Ike Devi Permatasari
NIM : G0106052
Tahun : 2006
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan pembimbing dan penguji skripsi
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada :
Hari : Senin
commit to user
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul:
Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga dan Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi dengan Harga Diri pada Anak Binaan di Lembaga Studi
Kemasyarakatan (LSK) Bina Bakat Surakarta
Ike Devi Permatasari, G0106052, Tahun 2006
Telah diuji dan disahkan oleh pembimbing dan penguji skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Pada Hari : Senin
Tanggal : 17 Januari 2011
1. Pembimbing I ( )
Dra. Emi Dasiemi, M. S. NIP. 19441026 197208 2 001
2. Pembimbing II ( )
Tri Rejeki Andayani, S. Psi., M. Si. NIP. 19741109 199802 2 001
3. Penguji I ( )
Drs. Hardjono, M. Si.
NIP. 19590119 198903 1 002
4. Penguji II ( )
Nugraha Arif Karyanta, S. Psi. NIP. 19760323 200501 1 002
Surakarta,………..
Ketua Program Studi Psikologi, Koordinator Skripsi,
Drs. Hardjono, M. Si. Rin Widya Agustin, M. Psi.
commit to user
NIP.19590119 198903 1 002 NIP. 19760817 200501 2 002
MOTTO
Anak adalah bintang kecil yang Allah ciptakan di bumi, anak akan bersinar dan
menerangi bumi ini dengan kilaunya. Tugas orang tua adalah menjaga agar
sinar itu perlahan terus membesar, hingga anak tersebut mampu
memberikan cahayanya yang paling berkilau,
because every child is special. (Taare Zameen Paar)
If children live with criticism, they learn to condemn. If children live with hostility, they learn to fight.
If children live with encouragement, they learn confidence. If children live with tolerance, they learn patience.
If children live with acceptance, they learn to love.
If children live with approval, they learn to like themselves.
If children live with recognition, they learn it is good to have a goal. If children live with honesty, they learn truthfulness.
If children live with fairness, they learn justice.
If children live with friendliness, they learn the world is a nice place in which to live.
commit to user
HALAMAN PESEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini kepada
Orang-orang yang sangat aku sayangi, dengan semangat dan inspirasinya
dalam menemaniku mencapai impianku
Terima kasih ku ucapkan atas terselesaikannya karya ini kepada :
Bapak, ibu, dan saudara-saudaraku tercinta, setiap detik waktu penyelesaian karya ini merupakan hasil getaran do’a dan dukungan yang mengalir tiada henti.
Suamiku terkasih yang akan menjadi bagian dalam hidupku nanti,
yang entah siapa dan di mana, sekarang masih menjadi rahasia Allah.
Guru-guru dan setiap pembimbing yang telah sabar untuk mengajarkan
commit to user
Almamaterku yang tercinta.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T. yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, Sholawat dan
salam semoga selalu tercurah pada bimbingan kita Nabi Muhammad S.A.W.,
telah diselesaikan karya ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
psikologi. Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. AA. Subiyanto, M.S. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian.
2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin
penelitian dan selaku dosen penguji utama yang telah bersedia menguji dan
mengarahkan penulis.
3. Ibu Dra. Emi Dasiemi, M. S., selaku dosen pembimbing utama, yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan ilmu yang
commit to user
4. Ibu Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing
pendamping, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,
arahan, masukan dan ilmu yang bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Nugraha Arif Karyanta, S. Psi., selaku dosen penguji pendamping
yang telah bersedia menguji dan mengarahkan penulis.
6. Bapak Drs. Thulus Hidayat, S.U., M.A. selaku pembimbing akademik, yang
telah memberikan perhatian dan arahan selama penulis menempuh studi di
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran UNS.
7. Seluruh staf pengajar Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan begitu banyak ilmu yang
bermanfaat untuk penulis.
8. Seluruh staf tata usaha dan staf perpustakaan yang telah membantu
kelancaran studi penulis.
9. Bapak Drs. Agus Suseno selaku Direktur LSK Bina Bakat yang telah
memberikan izin untuk melaksanakan penelitian, Bapak Muladiyanto, A.Md.
yang telah membantu pelaksanaan penelitian, dan Adik-adik yang dibina di
LSK Bina Bakat yang telah bersedia menjadi subyek penelitian.
10. Orang tuaku yang tercinta, Bapak Siswanto dan Ibu Maryani, S. Pd yang
telah memberikan kasih sayang, perhatian dukungan, dorongan dan doa yang
tiada henti-hentinya bagi penulis serta membimbing penulis selama ini hingga
commit to user
11. Saudaraku, Mbak Dian, Dik Yudha, Mas andi, Dik Izzah, Dik Yanuar yang
telah memberikan doa, kasih sayang, perhatian, dukungan, bantuan, dan
motivasinya.
12. Sahabat-sahabatku tersayang, Desi, Amani, Krisna, Maria, Lia, Disti, Retno,
Vika dan temen-temenku angkatan 2006 yang telah memberikan doa,
motivasi, dan selalu membantu dalam setiap kesulitan yang penulis alami
selama mengerjakan skripsi.
13. Sahabat perjuanganku, Mbak Esti, Mbak Rini, Mbak Reni, Mbak Endra,
Mbak Nana, Mbak Mata, Tias, Mbak Agustin, Mbak Sunarsi dan Mbak
Mayang yang telah memberikan doa, motivasi, dukungan, dan memberikan
contoh perjuangan hidup yang sesungguhnya.
14. Teman-temanku, Ganda, Linda, Tia, Wiwin, Ani, Santi, Ikhsan, Sri Lestari,
dan Agit yang telah memberikan doa, motivasi, kebersamaan, dan kenangan
indah yang tidak akan terlupakan.
Semoga karya ini bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang psikologi dan bagi seluruh
pembaca pada umumnya.
Surakarta, Januari 2011
commit to user ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN PERSEPSI TERHADAP STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN
HARGA DIRI PADA ANAK BINAAN DI LEMBAGA STUDI KEMASYARAKATAN (LSK) BINA BAKAT SURAKARTA
IKE DEVI PERMATASARI G0106052
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
Kondisi perekonomian di Indonesia yang sejak tahun 1997 mengalami krisis, memunculkan berbagai macam fenomena, salah satunya adalah munculnya fenomena anak jalanan. Anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari uang atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa harga diri anak jalanan rendah. Harga diri merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Dukungan sosial keluarga yang tinggi dan persepsi terhadap status sosial ekonomi yang positif akan meningkatkan harga diri. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial keluarga dan persepsi terhadap status sosial ekonomi dengan harga diri pada anak binaan, hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan harga diri pada anak binaan, dan hubungan antara persepsi terhadap status sosial ekonomi dengan harga diri pada anak binaan.
Penelitian ini merupakan penelitian populasi, dengan jumlah polulasi 36 anak binaan di LSK Bina Bakat Surakarta, usia 6-21 tahun, dan kondisi anak binaan tersebut masih tinggal bersama keluarga. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala psikologis, yaitu Skala Harga Diri (validitas=0,336-0,729; reliabilitas=0,848), Skala Dukungan Sosial Keluarga (validitas=0,349-0,773; reliabilitas=0,899) dan Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi (validitas=0,363-0,734; reliabilitas=0,879).
Hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien korelasi R=0,619, p=0,000 (p<0,05) dan F Hitung 10,242>dari F Tabel 3,259 artinya ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dan persepsi terhadap status sosial ekonomi dengan harga diri pada anak binaan. Hasil perhitungan secara parsial menunjukkan R=0,441, p=0,002 (p<0,05), artinya ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan harga diri pada anak binaan dan hasil perhitungan menunjukkan R=0,066, p=0,588 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan antara persepsi terhadap status sosial ekonomi dengan harga diri pada anak binaan.
commit to user ABSTRACT
CORRELATION BETWEEN FAMILY SOCIAL SUPPORT AND THE PERCEPTION OF SOCIO-ECONOMIC STATUS WITH SELF-ESTEEM
OF PATRONAGE CHILDREN IN SOCIAL STUDY INSTITUTE (SSI) BINA BAKAT SURAKARTA
IKE DEVI PERMATASARI G0106052
PSYCHOLOGY DEPARTMEN OF MEDICINE FACULTY SEBELAS MARET SURAKARTA UNIVERSITY
The conditions of economic crisis in Indonesia since 1997, to feature a diverse of phenomena, one of them is the phenomenon of street-childrens. Street-children are child who spends most of his time to search money or roaming on the streets or other public places. The research before indicated that the self-esteem of street-childrens are low. Self-esteem is a personal judgement of self. High family social support and positive perceptions of socio-economic status will improve self-esteem. The purpose of this study is to determine the correlation between family social support and perception of socio-economic status with self-esteem in patronage children, the correlation between family social support with self-esteem in patronage children, and the correlation between perception of socio-economic status with self-esteem in patronage children.
This research is a population research, with a total population of 36 patronage children on SSI Bina Bakat Surakarta, aged 6-21 years and the children's condition are still living with their family. Collecting data in this study carried out by using a psychological scale, namely Self-Esteem Scale (validity=0,336-0,729; reliability =0,848), Family Social Support Scale (validity=0,349-0,773; reliability=0,899) and Perception of Socio-economic Status Scale (validity =0,363-0,734; reliability=0,879).
The results of multiple regression analysis showed a correlation coefficient R=0.619, p=0.000 (p<0.05) and F Compute 10.242>3.259 from the F table, it means that there is a significant positive correlation between family social support and perception of socio-economic status with self-esteem in patronage children. The result of partially calculation shows R=0,441, p=0.002 (p<0.05), it means that there is a significant positive correlation between family social support with self-esteem in patronage children and the calculation results showed R=0,066, p=0.588 (p>0.05), it means that the perception of socio-economic status was not correlation with self-esteem in patronage children.
commit to user DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... v
MOTTO ... vi
HALAMAN PESEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 13
C. Tujuan Penelitian ... 13
D. Manfaat Penelitian ... 13
BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri ... 15
1. Pengertian Harga Diri ... 15
commit to user
3. Cara Meningkatkan Harga Diri... 19
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri ... 23 B. Dukungan Sosial Keluarga ... 26
1. Pengertian Dukungan Sosial Keluarga ... 26
2. Tipe-tipe Keluarga... 27
3. Fungsi Keluarga ... 29
4. Aspek Dukungan Sosial Keluarga... 30
C. Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi ... 32
1. Pengertian Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi... 32
2. Aspek Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi... 36
3. Tipe-tipe Keluarga Berdasar Status Sosial Ekonomi ... 41
D. Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga dan Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi dengan Harga Diri …...43
1. Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga dan Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi dengan Harga Diri...43
2. Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Harga Diri...48
3. Hubungan antara Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi dengan Harga Diri…...50
commit to user
BAB III METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian...54
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian …...54
1. Harga Diri...54
2. Dukungan Sosial Keluarga …...55
3. Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi...55
C. Populasi dan Sampel …...56
D. Teknik Pengumpulan Data …...58
1. Sumber Data...58
2. Metode Pengumpulan Data …...58
E. Metode Analisis Data...66
1. Uji Validitas...66
2. Uji Reliabilitas...66
3. Uji Hipotesis …...66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian …...67
1. Orientasi Kancah Penelitian …...67
2. Persiapan Penelitian …...75
a. Persiapan Administrasi …...75
b. Persiapan Alat Ukur...75
3. Pelaksanaan Uji Coba …...76
4. Uji Validitas dan Reliabilitas …...77
commit to user
b. Skala Dukungan Sosial Keluarga...79
c. Skala Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi...80
B. Pelaksanaan Penelitian …...82
1. Penentuan Subjek Penelitian …...82
2. Pengumpulan Data Penelitian …...82
3. Pelaksanaan Pemberian Skor …...83
C. Analisis Data Penelitian …...83
1. Uji Asumsi Dasar …...83
a. Uji Normalitas …...83
b. Uji Linearitas …...84
2. Uji Asumsi Klasik …...86
a. Uji Multikolinearitas …...86
b. Uji Heteroskesdastisitas …...87
c. Uji Autokorelasi …...88
3. Uji Hipotesis …...89
a. Uji Analisis Regresi Berganda …...89
b. Uji Korelasi Parsial …...91
4. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif …...93
5. Analisis Deskriptif …...93
D. Pembahasan …...96
commit to user
B. Saran …...103
DAFTAR PUSTAKA
commit to user DAFTAR TABEL
Tabel 1 Blue Print Skala Harga Diri ... 60
Tabel 2 Blue Print Skala Dukungan Sosial Keluarga ... 62
Tabel 3 Blueprint Skala Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi ... 65
Tabel 4 Distribusi Item Gugur dan Sahih Harga Diri ... 78
Tabel 5 Distribusi Item Gugur dan Sahih Skala Dukungan Sosial Keluarga 80 Tabel 6 Distribusi Item Gugur dan Sahih Skala Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi ... 81
Tabel 7 Hasil Uji Normalitas ... 84
Tabel 8 Hasil Uji Linearitas antara Variabel Dukungan Sosial Keluarga dengan Harga Diri ... 85
Tabel 9 Hasil Uji Linearitas antara Variabel Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi dengan Harga Diri ... 85
Tabel 10 Hasil Uji Multikolinearitas ... 86
Tabel 11 Hasil Pengujian Autokorelasi ... 88
Tabel 12 HasilAnalisis Regresi Linear Berganda... 90
Tabel 13 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi Ganda (R)... 91
Tabel 14 Hasil Koefisien Korelasi Ganda (R) ... 91
Tabel 15 Hasil Uji Korelasi Parsial ... 92
Tabel 16 Hasil Analisis Deskriptif ... 94
commit to user DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Bagan Kerangka Berpikir Hubungan antara Dukungan Sosial
Keluarga dan Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi
dengan Harga Diri ... 53
Gambar 2 Bagan Struktur Organisai LSK Bina Bakat Surakarta... 71
Gambar 3 Grafik Scatterplot untuk Pengujian Heteroskedastisitas ... 87
commit to user DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Alat Ukur Penelitian
Lampiran B Data Uji Coba Skala Penelitian
Lampiran C Hasil Uji Validitas Aitem dan Reliabilitas Skala Penelitian
Lampiran D Analisis Data Penelitian
commit to user BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fenomena anak jalanan tidak pernah lepas dari kehidupan kota besar, baik di
negara maju maupun negara berkembang. Adanya kondisi perekonomian di
Indonesia yang sejak tahun 1997 mengalami krisis memunculkan berbagai macam
fenomena, salah satunya adalah munculnya fenomena anak jalanan yaitu anak
yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau
berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya.
Menurut Mulyadi (2008) faktor utama yang menimbulkan peningkatan
jumlah anak jalanan di negara yang sedang berkembang adalah kemiskinan.
Kemiskinan telah menyebabkan kurang terperhatikan bahkan terabaikannya
kesejahteraan fisik dan mental anak-anak sebagai generasi penerus. Kemiskinan
tidak dapat dipisahkan dari pembangunan manusia yang mencakup semua unsur
yang menjadi akar kemiskinan, mencakup kebudayaan, sistem kehidupan
ekonomi dan politik serta hak asasi manusia. Sebuah fenomena yang berhubungan
dengan kemiskinan kota adalah keberadaan kelompok-kelompok anak usia
sekolah di kota-kota besar, yang menghabiskan sebagian besar waktu mereka di
jalanan atau tempat-tempat umum lainnya, dan di Indonesia mereka biasanya
disebut anak jalanan. Anak jalanan berada dalam kondisi serba kekurangan atau
miskin, karena banyak diantara anak jalanan yang harus bekerja keras daripada
pergi ke sekolah atau bermain-main.
commit to user
Menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (Tauran, 2000) salah satu
karakteristik anak jalanan antara lain anak-anak yang berusia enam sampai 21
tahun. Jumlah anak jalanan di DKI Jakarta mengalami peningkatan hingga 50
persen. Jika pada 2008 jumlahnya sekitar 8.000 jiwa, pada 2009 jumlah mereka
mencapai lebih dari 12.000 jiwa. Jumlah ini tergolong besar dibanding jumlah
keseluruhan anak jalanan di 12 kota besar yang mencapai lebih dari 100.000 jiwa.
Padahal, Pemprov DKI menjadikan penekanan jumlah anak jalanan sebagai salah
satu agenda kerja prioritas tahun lalu (Wisnu, 2010). Jumlah anak yang turun ke
jalan untuk mencari nafkah dari hari ke hari terus naik. Data dari Kementerian
Sosial menunjukkan, jumlah anak jalanan yang pada tahun 1997 masih sekitar
36.000 jiwa sekarang menjadi sekitar 232.894 jiwa. Kenaikan itu dapat dilihat
secara kasatmata di perempatan jalanan ibu kota ataupun di kota kecil. Dengan
mudah kita dapat menjumpai anak lelaki atau perempuan meminta-minta atau
mengamen. Padahal, fenomena anak jalanan seperti itu sebelum tahun 2000 hanya
bisa dilihat di kota besar, seperti Jakarta atau Surabaya. Di Kota Solo terdapat
1.200 anak jalanan (Kesra, 2010).
Di Kota Solo saja, dari data yang didapat dari LSK Bina Bakat Surakarta
pada tahun 2008 dan 2009 terdapat 90 anak (laki-laki dan perempuan) yang
melakukan aktivitas di jalanan. Aktivitas anak jalanan tersebut pada tahun 2008
terdapat 25 anak yang bekerja sebagai pengamen, empat anak meminta-minta, dua
anak menjadi pemulung/mayeng, sepuluh anak sebagai pedagang asongan, lima
anak sebagai tukang semir sepatu, dua anak bekerja lap kaca. Pada tahun 2009
commit to user
anak menjadi pemulung/mayeng, tujuh anak sebagai pedagang asongan, tiga anak
sebagai tukang semir sepatu, empat anak bekerja lap kaca dan satu anak bekerja
mencuci bus. Daerah asal anak jalanan yang berada di Surakarta pada tahun 2008
terdapat 51 anak yang berasal Surakarta. Pada tahun 2009 terdapat 35 anak yang
berasal Surakarta, satu anak dari Karanganyar, tiga anak dari Boyolali dan dua
anak dari daerah lainnya.
Di Indonesia banyak didirikan rumah binaan untuk melakukan
pendampingan, pemberdayaan, dan membina anak-anak jalanan yang berada di
jalanan. Di Solo saja terdapat tiga lembaga kemasyarakatan yang mengurusi
masalah anak jalanan yaitu LSK Bina Bakat, Seroja dan Kapas. LSK Bina Bakat
merupakan lembaga yang paling awal berdiri.
Anak jalanan yang dibina kondisinya tidak tinggal menetap di LSK Bina
Bakat Surakarta, walaupun anak jalanan tersebut terdaftar dibina di tempat
tersebut akan tetapi anak jalanan tersebut masih bekerja di jalanan dan masih
tinggal bersama keluarga. Karakteristik anak jalanan yang dibina di tempat
tersebut masih bisa keluar masuk dengan leluasa. LSK Bina Bakat di sini
berfungsi sebagai rumah singgah dengan memberikan pendampingan dan
pemberdayaan anak jalanan. Hal tersebut diperkuat dengan data yang diperoleh
dari LSK Bina Bakat sebagai berikut pada tahun 1999 ada 120 anak, tahun 2000
ada 150 anak, tahun 2001 ada 200 anak, tahun 2002 ada 150 anak, tahun 2003 ada
150 anak, tahun 2004 ada 150 anak, tahun 2005 ada 120 anak, tahun 2006 ada 75
anak, tahun 2007 ada 30 anak, tahun 2008 ada 20 anak dan pada tahun 2009 ada
commit to user
Anak jalanan merupakan sebuah fenomena di masyarakat yang
menunjukkan terganggunya social functioning/fungsi sosial. Dikatakan terganggu
social functioning, karena seharusnya seorang anak berada pada situasi rumah, sekolah atau lingkungan bermain yang di dalamnya terdapat interaksi yang
mendukung bagi perkembangan anak tersebut, baik itu perkembangan fisik,
motorik, sosial, psikologis maupun moralnya. Akan tetapi kondisi yang
disebutkan tadi tidak terpenuhi atau diperoleh dalam kehidupan anak jalanan.
Anak yang hidup di jalanan memiliki latar belakang sosial yang
bermacam-macam misalnya sosok anak jalanan dengan berbagai latar belakang sosial, seperti
anak broken home, anak yatim yang terbuang, anak-anak yang kelahirannya tidak
dikehendaki, atau anak-anak yang harus membantu ekonomi orang tuanya
maupun anak-anak yang lari dari berbagai problema keluarga maupun
masyarakatnya. Latar belakang seperti itulah yang memaksa anak untuk hidup dan
mencari uang di jalanan. Jalanan mampu memberikan penghasilan uang untuk
anak jalanan baik sebagai seorang penyemir sepatu, pengasong, penjaja koran,
makanan, minuman, pemulung, pengamen, penjual jasa dan sebagainya.
Penghasilan tersebut selain dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
anak jalanan sendiri juga dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Adanya anak jalanan sudah lazim, bukan hal yang luar biasa dan bukan
merupakan pemandangan yang aneh lagi yang dapat dilihat pada kota-kota besar
di Indonesia. Hampir di setiap persimpangan jalan, pasar, alun-alun kota, stasiun,
terminal, dan dalam bus-bus kota kita kerap menjumpainya. Sebagian besar anak
commit to user
halte-halte, masjid, pasar, gerbong-gerbong kereta api yang kosong dan
sebagainya. Seringkali anak jalanan tidur hanya dengan beralaskan koran atau
tanpa menggunakan alas apapun. Anak jalanan dapat dengan mudahnya tidur di
mana saja tanpa memperhatikan tempat tersebut bersih atau tidak. Dari kondisi
tersebut dapat dilihat bahwa anak jalanan kurang mengahargai dirinya sendiri,
kalau anak jalanan dapat menghargai dirinya sendiri maka anak jalanan tidak akan
membiarkan dirinya tidur di sembarang tempat.
Penilaian anak jalanan terhadap diri sendiri yang rendah dan negatif
diungkap dalam penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2007) yang menyatakan
bahwa anak jalanan cenderung negatif dalam menghadapi permasalahannya. Anak
jalanan merasa tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan lain selain
mengamen. Pada saat mengamen, anak jalanan merasa malu terutama ketika
bertemu dengan teman lawan jenisnya, dan untuk berhubungan atau berinteraksi
dengan teman lawan jenisnya pun mereka akan merasa malu. Dari hasil penelitian
tersebut dikatakan juga bahwa anak jalanan menilai dirnya sendiri secara negatif
dan banyak kekurangannya. Ada yang merasa dirinya pemarah, bodoh, nakal,
biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa bahkan cenderung bunuh diri. Selain itu
ada juga anak jalanan yang minder dan malu dengan penampilannya yang
dikatakannya seperti gembel. Anak jalanan cenderung kurang dapat menghargai
dirinya sebagai pribadi.
Coopersmith (1967) mengatakan bahwa self esteem is a personal judgement
commit to user
individu terhadap kehormatan dirinya, yang diekspresikan melalui sikap terhadap
dirinya. Lebih lanjut lagi menurut Coopersmith (1967) bahwa individu dalam
melakukan penilaian terhadap kehormatannya tersebut bisa berkisar pada rentang
nilai yang positif sampai negatif.
Penilaian terhadap diri sendiri secara positif maupun negatif tersebut seperti
yang diungkap oleh Baron dan Byrne (2003) bahwa self esteem atau harga diri adalah evaluasi yang dibuat oleh individu; sikap seseorang terhadap dirinya
sendiri dalam rentang dimensi positif-negatif. Self esteem merujuk pada sikap
seseorang terhadap dirinya sendiri mulai dari sangat negatif sampai sangat positif.
Memiliki harga diri yang tinggi berarti seorang individu menyukai dirinya sendiri
dan memiliki harga diri yang rendah berarti seorang individu kurang menyukai
dirinya sendiri.
Lebih jauh Berne (1988) mengungkapkan tentang individu yang memiliki
rasa harga diri yang sehat, bahwa rasa harga diri yang sehat adalah kemampuan
untuk menggambarkan dan melihat diri sendiri berharga, berkemampuan, penuh
kasih sayang dan menarik, memiliki bakat-bakat pribadi yang khas serta
kepribadian yang berharga dalam hubungan dengan orang lain. Kebalikannya,
orang yang merasa rendah diri biasanya memiliki suatu gambaran diri yang
negatif dan hanya sedikit mengenal dirinya, sehingga menghalangi
kemampuannya untuk: menjalin hubungan, merasa tidak terancam, merasa
berhasil, mengalami pertalian yang erat dengan dunia, memperlihatkan keyakinan
dirinya, mengatasi rasa takut serta emosi-emosi yang kuat, dan menyatakan cinta
commit to user
Menurut Coopersmith faktor-faktor yang melatar belakangi harga diri yaitu:
pengalaman, pola asuh, lingkungan, dan sosial ekonomi (Coopersmith, 1967;
Sriati, 2008). Pengalaman merupakan hal-hal yang pernah dialami individu dan
memiliki makna khusus bagi kehidupan individu tersebut, baik yang bersifat
emosional, tindakan ataupun kejadian. Pola asuh disini merupakan sikap yang
digunakan oleh orang tua untuk berinteraksi dengan anak-anaknya. Lingkungan
disekitar individu bisa terdiri orangtua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar.
Sosial ekonomi merupakan pendapatan berupa finansial yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Berasal dari faktor pola asuh dan lingkungan yang disebutkan di atas, dapat
diartikan bahwa orang tua memiliki peran penting dalam mempengaruhi harga diri
anak. Interaksi individu dengan individu lain dari awal mula kehidupannya adalah
interaksinya dengan orang tuanya.
Harga diri mulai terbentuk setelah anak lahir, ketika anak berhadapan
dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya.
Interaksi secara minimal memerlukan pengakuan, penerimaan peran yang saling
tergantung pada orang yang bicara dan orang yang diajak bicara. Interaksi
menimbulkan pengertian tentang kesadaran diri, identitas, dan pemahaman
tentang diri. Hal ini akan membentuk penilaian individu terhadap dirinya sebagai
orang yang berarti, berharga, dan menerima keadaan diri apa adanya sehingga
individu mempunyai perasaan harga diri (Burn, 1998).
Adanya interaksi dengan orang lain mampu menimbulkan perasaan
commit to user
menginginkan anaknya hidup dijalanan, walaupun begitu ada pula sebagian orang
tua yang menginginkan anaknya mencari uang dijalanan untuk membantu
memenuhi kebutuhan hidup mereka. Menjadi anak jalanan bukanlah sebagai
pilihan hidup yang menyenangkan, melainkan keterpaksaan yang harus mereka
terima. Walaupun demikian tetap saja anak jalanan membutuhkan adanya
dukungan sosial.
Dukungan sosial (social support) didefenisikan oleh oleh Gottlieb (dalam
Kuntjoro, 2002) sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang
nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan
subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal
yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah
laku penerimanya. Seseorang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara
emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang
menyenangkan pada dirinya.
Cara pemberian dan asal dari dukungan sosial dijelaskan oleh Taylor (2009)
bahwa social support atau dukungan sosial bisa diberikan melalui beberapa cara.
Pertama perhatian emosional yang diekspresikan melalui rasa suka, cinta dan
empati, bantuan instrumental, memberikan informasi tentang situasi yang
menekan. Dukungan sosial dapat berasal dari pasangan atau partner, anggota
keluarga, kawan, kontak sosial dan masyarakat, teman sekelompok, jamaah gereja
commit to user
Thoist (Purba, 2006) menyatakan dukungan sosial bersumber dari
orang-orang yang memiliki hubungan yang berarti bagi individu, misalnya keluarga,
teman dekat maupun tetangga terdekat dengan rumah.
Pentingnya adanya dukungan sosial keluarga dikemukakan oleh Ruwaida
(2006) dukungan keluarga diperlukan untuk memberi perhatian, membantu,
mendukung dan bekerja sama dalam menghadapi tentangan kehidupan. Setiap
anggota keluarga memiliki peranan spesifik dan setiap anggota bergantung pada
anggota yang lain.
Menurut Soekanto (1990) ada dua macam jenis keluarga yaitu nuclear
family/keluarga batih ( terdiri dari suami/ayah, istri/ibu dan anak-anaknya) dan extended family/keluarga besar (terdiri dari keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya : nenek, kakak, keponakan, saudara sepupu,
paman, bibi dan sebagainya). Anak jalanan sudah pasti memiliki keluarga, bisa
memiliki kedua jenis keluarga di atas (nuclear family dan extended family),
maupun hanya memiliki salah satu jenisnya saja. Seorang anak yang mendapat
dukungan yang positif dari keluarganya akan lebih positif juga dalam menilai
dirinya, sedangkan anak yang kurang atau tidak mendapat dukungan dari keluarga
akan cenderung negatif dalam menilai dirinya.
Faktor lain yang mempengaruhi harga diri adalah sosial ekonomi. Status
sosial disini berhubungan dengan sosial ekonomi orang tua. Menurut Hidayat
(2007) yang berkaitan dengan status ekonomi orang tua adalah tingkat pendapatan
yang diperoleh orang tua. Dalam rangka mempertahankan hidup dan
commit to user
hidupnya baik kebutuhan, primer, sekunder, maupun tertier, agar dapat hidup
layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai anggota masyarakat.
Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup disini erat kaitannya dalam
masalah pembiayaan dan pembiayaan itu sendiri diperoleh dari pendapatan atau
penghasilan.
Pendapatan berdasarkan kamus ekonomi adalah uang yang diterima oleh
seseorang dalam bentuk gaji, upah sewa, bunga, laba dan lain sebagainya.
Sedangkan menurut Tarigan pendapatan perseorangan dapat diartikan sebagai
semua pendapatan yang diterima oleh rumah tangga. Jadi pendapatan seseorang
dapat berasal dari gaji, komisi, honorarium, bunga deviden dan banyak lagi
sumbernya.
Coopersmith (1967) mengatakan perhaps the clearest and most striking index of prestige and success is an individual’s social status. Social position is based largely on occupations, income, and residence. Person higher in the system have more prestigious occupation, have higher income, and tend to live in large and more luxurious house located in more desirable neighborhoods. These persons are more successful in the eyes of the community and receive the material and cultural benefits that should lead them to believe that they are generally more worthy than others.
Dari pendapat Coopersmith di atas dapat diartikan bahwa kemungkinan
paling nyata dan lebih mencolok dari indeks status dan sukses adalah status sosial
individu. Posisi sosial mendasari sebagian besar pekerjaan, pendapatan dan tempat
tinggal. Seseorang pada status yang tinggi lebih memiliki lebih tinggi status
pekerjaan, memiliki pendapatan yang tinggi, dan cenderung tinggal di rumah yang
lebih besar dan mewah dan tetangga yang sangat menarik. Individu ini lebih
commit to user
seharusnya menempatkan mereka pada posisi yang utama untuk lebih
mempercayai bahwa mereka lebih layak dari yang lainnya.
Manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas dengan apa yang
dimilikinya, ada kalanya ketika manusia dilimpahi dengan materi yang melimpah
ruah individu tersebut tidak merasa puas. Anak jalanan yang sebagian besar hidup
kekurangan dari segi materi atau ekonomi belum tentu merasa kekurangan materi
dari sudut pandang psikisnya. Ada kalanya anak jalanan merasa puas dengan
sedikit materi yang dimilinya. Tentang bagaimana seseorang melihat dan
mengartikan sesuatu tergantung dari persepsi individu masing-masing.
Pengertian persepsi menurut Walgito (2004) merupakan pengorganisasian,
penginterpretasian, terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupakan
sesuatu yang berarti dan merupakan respon yang integrated dalam diri individu.
Dalam persepsi stimulus dapat datang dari luar, tetapi juga dapat datang dalam
diri individu. Namun demikian sebagian besar stimulus datang dari luar individu
yang bersangkutan.
Jadi persepsi terhadap status sosial ekonomi adalah tentang bagaimana
seseorang mengorganisasikan dan menginterpretasi pekerjaan yang dimiliki,
pendapatan yang diperoleh, dan tempat tinggal atau rumah yang dimiliki. Status
sosial ekonomi berhubungan dengan pendapatan seseorang yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Menurut penelitian Zhang (2000), didapatkan hasil bahwa higher
commit to user
bahwa harga diri yang tinggi cenderung terjadi pada siswa dengan status sosial
ekonomi yang tinggi dan harga diri dengan status sosial ekonomi memiliki
hubungan yang positif. Zhang juga menyebutkan untuk mengukur status sosial
ekonomi dapat dilihat dari level pendidikan orang tua, pendapatan keluarga dan
kondisi fisik lingkungan rumah.
Penelitian-penelitian tentang dukungan sosial keluarga, status sosial
ekonomi dan harga diri sebelumnya sudah pernah diteliti oleh para ahli. Misalnya
seperti penelitian yang dilakukan oleh Sugihartiningsih (2008) meneliti hubungan
antara dukungan keluarga dengan kecemasan, Istiqori (2008) meneliti hubungan
antara dukungan keluarga dengan keteraturan minum obat, Rusmawati (2006)
meneliti hubungan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar, Putri (2009)
meneliti hubungan antara self esteem dengan kecemasan sosial, dan Wardhani
(2009) yang meneliti hubungan antara harga diri dengan perilaku konsumtif.
Peneliti-peneliti tersebut menyarankan kepada peneliti lain supaya
melakukan penelitian selanjutnya dengan variabel lain yang lebih kompleks.
Berdasarkan data yang diperoleh penulis belum pernah ada penelitian yang
meneliti tentang hubungan dukungan sosial keluarga dan status sosial ekonomi
terhadap harga diri.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga dan
Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi dengan Harga Diri Anak Binaan di
commit to user B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah :
1. Apakah ada hubungan dukungan sosial keluarga dan persepsi terhadap status sosial ekonomi dengan harga diri pada anak binaan?
2. Apakah ada hubungan dukungan sosial keluarga dengan harga diri pada anak binaan?
3. Apakah ada hubungan persepsi terhadap status sosial ekonomi dengan harga diri pada anak binaan?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial keluarga dan persepsi
terhadap status sosial ekonomi dengan harga diri pada anak binaan.
2. Untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan harga
diri pada anak binaan.
3. Untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap status sosial ekonomi
dengan harga diri pada anak binaan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
commit to user
a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi
tentang dukungan sosial keluarga dan persepsi terhadap status sosial
ekonomi dengan harga diri anak binaan dalam pengembangan ilmu
psikologi, khususnya psikologi sosial dan studi psikologi pada
umumnya.
b) Bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk
penelitian selanjutnya, khususnya mengenai hubungan antara dukungan
sosial dan persepsi terhadap status sosial ekonomi dengan harga diri
anak binaan, dan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam
penelitian selanjutnya dengan variabel yang lebih kompleks.
2. Manfaat praktis
a) Lembaga kemasyarakatan dan pemerintah yang mengurusi
masalah anak jalanan dapat bertindak secara benar dalam menilai dan
memperlakukan anak-anak jalanan serta dapat membantu meningkatkan
status sosial ekonomi keluarga anak jalanan. Misalnya dengan
memberikan pelatihan kerja dan membuka lapangan pekerjaan untuk
anak jalanan dan bagi keluarga anak jalanan.
b) Bagi mahasiswa psikologi khususnya dapat memberikan
informasi tentang hubungan antara dukungan sosial keluarga dan
persepsi terhadap status sosial ekonomi dengan harga diri anak binaan,
mahasiswa psikologi mampu melakukan tindakan yang benar untuk
commit to user
status sosial ekonomi untuk anak binaan yang dapat meningkatkan
commit to user BAB II
LANDASAN TEORI
A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri
Pengertian harga diri oleh Santrock (2003) diartikan sebagai dimensi
evaluatif yang menyeluruh dari diri. Lebih lanjut Santrock (2007)
mengatakan bahwa harga diri yang sering juga disebut sebagai keberhargaan
diri atau gambaran diri adalah suatu dimensi global dari diri. Menurut
Matsumoto (2008) harga diri merupakan evaluasi kognitif dan afektif yang
individu buat tentang dirinya sendiri.
Harga diri merupakan perpaduan antara kepercayaan diri
(self-confidence) dengan penghormatan diri (self-respect). Harga diri menggambarkan keputusan seseorang secara implisit atas kemampuan dalam
mengatasi tantangan-tantangan kehidupan (untuk memahami dan menguasai
masalah-masalah yang ada) dan hak untuk menikmati kebahagiaan
(menghormati serta mendukung keinginan-keinginan dan
kebutuhan-kebutuhan) Branden (1999).
Menurut Tambunan (2001) harga diri itu sendiri mengandung arti suatu
hasil penilaian individu terhadap dirinya yang diungkapkan dalam sikap-sikap
yang dapat bersifat positif dan negatif. Bagaimana seseorang menilai tentang
dirinya akan mempengaruhi perilaku dalam kehidupannya sehari-harinya.
commit to user
Menurut Sarwono (2009) bahwa harga diri menunjukkan keseluruhan
sikap seseorang terhadap dirinya sendiri baik positif maupun negatif. Jika
seseorang menilai secara positif terhadap dirinya, maka ia menjadi percaya
diri dalam mengerjakan hal-hal yang ia kerjakan dan memperoleh hasil yang
positif pula. Sebaliknya orang yang menilai secara negatif terhadap dirinya,
menjadi tidak percaya diri ketika mengerjakan sesuatu dan akhirnya, hasil
yang didapatkan pun tidak menggembirakan.
Menurut Ubaydillah (2007) harga diri adalah bagaimana seseorang
merasakan dirinya (how you feel about yourself). Kata "bagaimana" di situ
mengarah pada adanya kualifikasi rendah dan tinggi atau positif dan negatif
(low and high self-esteem). Sedangkan kata "merasakan" di sini adalah proses
intrinsik di mana orang merasa perlu (sadar) untuk menjaga atau
menghormati dirinya dengan cara-cara yang terhormat. Cara ini bisa dalam
bentuk melakukan sesuatu yang positif atau dengan menghindari sesuatu
yang negatif.
Menurut Tambunan (2001) harga diri yang positif akan membangkitkan
rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa
berguna serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan di dunia ini. Sebaliknya,
seorang yang memiliki harga diri yang negatif akan cenderung merasa bahwa
dirinya tidak mampu dan tidak berharga, cenderung tidak merasa yakin akan
pemikiran-pemikiran serta perasaan yang dimilikinya, cenderung takut
menghadapi respon dari orang lain, tidak mampu membina komunikasi yang
commit to user
Menurut Murk (2006) pertama yang dilihat dari harga diri adalah elemen
kognitifnya, harga diri adalah sedikit bagian karakter dari diri, dalam istilah
diskripsi : kekuatan, percaya diri dan perwakilan (agen), ini berarti
menanyakan tipe/jenis manusia. Kedua, dalam elemen afektif, sebuah valensi
atau tingkatan positif atau negatif dari aspek indentifikasi, kita menyebutknya
harga diri yang tinggi atau rendah. Yang ketiga elemen evaluasi, atribusi dari
sedikit level dari kepatutan menurut standar ideal yang dipegang.
Perasaan harga diri dapat positif yaitu apabila individu dapat menghargai
dirinya sendiri dengan cara yang baik, tetapi sebaliknya perasaan harga diri
dapat negatif yaitu apabila seseorang tidak dapat menghargai dirinya sendiri
secara baik. Perasaan harga diri ini dapat berkembang ke arah harga diri
rendah atau ke harga diri kurang (Walgito, 2004). Adler (dalam Suryabrata,
2005) menyatakan rasa harga diri kurang atau rasa rendah diri yang timbul
karena perasaan kurang berharga atau kurang mampu dalam segala bidang
kehidupan. Oleh Coopersmith (1967) harga diri didefinisikan sebagai
penilaian pribadi terhadap kepatutan pada dirinya yang diekspresikan dalam
tingkah laku individu yang ditujukan untuk dirinya sendiri. Individu tersebut
percaya bahwa dirinya dapat mampu, berarti, sukses dan layak.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa harga diri
adalah penilaian atau evaluasi yang menyeluruh tentang diri individu,
penilaian atau evaluasi tersebut dapat bersifat positif dan negatif dalam segala
bidang kehidupan yang diekspresikan dalam tingkah laku yang ditujukan
commit to user 2. Aspek-aspek Harga Diri
Menurut Coopersmith (1967) aspek-aspek harga diri seseorang meliputi :
a. Self values
Merupakan pertimbangan seseorang tentang harga yang dimilikinya
dalam syarat nilai dan standar ideal dirinya yang relevan dan berguna atau
bermanfaat untuk dirinya. Nilai yang diyakini oleh individu sesuai dengan
dirinya.
b. Leadership-popularity
Leadership berhubungan dengan kemampuan memimpin seseorang,
seseorang yang memiliki harga diri yang tinggi akan cenderung mampu
untuk menjadi pemimpin. Popularitas merupakan indikator manifestasi
dari sukses pada seseorang, dimana tingkatan sukses seseorang
berhubungan dengan harga dirinya, semakin sukses seseorang maka harga
dirinya semakin tinggi. Popularitas diasosiasikan dalam ekspresi percaya
diri, persepsi diri dan persahabatan yang baik.
c. Family parents
Keluarga memiliki peran yang besar dalam pembentukkan harga diri
anak, orang tua yang terdiri dari ayah dan ibu memiliki peran yang besar.
Keluarga yang memberikan penilaian dan pengetahuan pertama kali bagi
individu.
commit to user
Prestasi yang dimiliki individu tercermin dalam kemampuan yang
dimilikinya, seseorang dengan harga diri yang tinggi memiliki
kepercayaan diri dengan kemampuannya untuk bergabung dalam
kegiatan.
Selanjutnya Branden (dalam Murk, 2006) menyatakan dua aspek harga
diri yaitu :
a. Sense of personal efficacy
Merupakan makna dari keyakinan atau kepercayaan diri atas
kemampuan diri sendiri untuk berpikir, belajar, dan memproses fakta
yang ada untuk mengatasi setiap tantangan dalam kehidupan.
b. Sense of personal worth
Merupakan makna dari keberhargaan atau kebernilaian dirinya sendiri.
Seseorang akan merasa memiliki harga diri apabila menganggap dirinya
sendiri berharga dan bernilai, menghormati dirinya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas aspek harga diri dari Coopersmith (1967)
lebih mencakup keseluruhan aspek, oleh karena itu peneliti menggunakan
aspek dari Coopersmith dan menyimpulkan bahwa aspek-aspek harga diri
meliputi : self values, leadership-popularity, family parents, dan
commit to user 3. Cara Meningkatkan Harga diri
Harga diri yang dimiliki seseorang bisa ditingkatkan. Branden (1999)
menggambarkan apa yang bisa dilakukan individu untuk meningkatkan harga
dirinya dengan cara :
a. Hidup dengan penuh kesadaran
Harga diri adalah suatu fungsi, bukan sesuatu yang dibawa sejak lahir,
tetapi bagaimana seseorang menggunakan kesadarannya dengan
pilihan-pilihan yang diambil yang mempunyai keterkaitan dengan kesadaran,
sikap kejujuran terhadap kenyataan dan tingkat integritas pribadi.
Hidup dengan penuh kesadaran secara tidak langsung berarti
menyadari fakta-fakta realitas (fakta-fakta batiniah, juga fakta-fakta dunia
luar kita). Hidup dengan penuh kesadaran adalah hidup penuh tanggung
jawab terhadap kenyataan. Sebagai contohnya adalah pada saat individu
menyadari tentang kondisi fisik, ekonomi, dan sosial yang sesungguhnya
terjadi pada individu tersebut.
b. Belajar menerima diri sendiri
Menerima tidak harus berarti menyukai, menerima tidak harus berarti
seseorang tidak boleh membanyangkan atau menginginkan
perubahan-perubahan atau perbaikan-perbaikan pada diri sendiri. Menerima berarti
menghayati, tanpa penolakan atau pengingkaran, bahwa kenyataan
tetaplah kenyataan. Sikap penerimaan terhadap diri sendiri sangat efektif
untuk membangun harga diri pada seseorang. Sebagai contohnya adalah
commit to user
kekurangan menurut pendapat orang lain umunya, tetapi individu tersebut
mampu menerimanya dengan lapang dan tulus ikhlas, menyakini bahwa
hal tersebut bukanlah kekurangan.
c. Bebas dari rasa bersalah
Pernyataan bersalah sebenarnya merupakan persoalan sederhana akan
perasaan-perasaan kekecewaan yang tidak dimiliki atau diingkari. Solusi
perasaan bersalah adalah dengan bersikap jujur pada diri sendiri maupun
orang lain tentang kekecewaan tersebut. Pertama-tama tentu harus jujur
pada diri sendiri, mengakui kemarahan, mengakui kekecewaan dengan
standar-standar dan harapan-harapan yang sesungguhnya bukan milik
anda. Bersikaplah kreatif untuk mengetahui tanggapan-tanggapan
alternatif atas kegagalan-kegagalan, sehingga sangat berguna untuk
membangun harga diri dan tingkah laku di masa mendatang.
d. Bersatu dengan diri masa lalu
Ada beberapa alasan mengapa orang-orang merasa bahwa mereka
tidak dapat memaafkan masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dapat
sebagai pengalaman yang penuh kepedihan, kemarahan, ketakutan,
kebingungan, atau penghinaan, tertekan, tidak diakui, dicaci maki,
dilupakan. Belajar memaafkan diri masa anak dapat dilakukan dan
diatasi, ketika seseorang memaklumi dan menyadari bahwa masa
commit to user
terbaik yang dapat dilakukan, maka diri dewasa tidak lagi berada dalam
posisi atau hubungan yang bermusuhan dengan diri anak.
Pada saat diri anak ditinggalkan tanpa sadar atau diingkari dan ditolak,
maka diri seseorang menjadi tidak utuh lagi, tidak lagi merasakan
keutuhan diri, dalam tataran tertentu akan merasakan keterasingan diri,
dan dengan begitu melukai harga dirinya sendiri. Sebaliknya apabila
diakui, diterima, dipeluk, dan dengan demikian terpadu dalam diri secara
keseluruhan, dapat menjadi sumber potensial yang dapat memperkaya
kehidupan jiwa, dengan potensinya yang besar mampu bertindak secara
spontan dan penuh kebahagiaan.
e. Hidup dengan penuh tanggung jawab
Pria dan wanita yang harga dirinya kokoh lebih memiliki orientasi
yang aktif dari pada orientasi pasif. Bertanggung jawab sepenuhnya atas
pencapaian cita-cita. Tidak menunggu bantuan orang lain dan selalu
bersikap proaktif. Orang-orang yang bertanggungjawab atas eksistensinya
sendiri cenderung membangkitkan harga diri yang sehat. Pada dasarnya
individu berubah dari orientasi pasif ke orientasi aktif, lebih menyukai
diri sendiri, lebih mempercayai diri sendiri dan mampu merasakan lebih
mampu mengarungi kehidupan, dan lebih pantas menerima kebahagiaan.
f. Hidup sebagaimana adanya
Kebohongan yang paling merusak harga diri bukanlah kebohongan
commit to user
menghidupkan kebohongan-kebohongan ketika menggambarkan realitas
pengalaman atau kebenaran atas keberadaannya yang justru bertolak
belakang dengan realitas pengalaman atau kebenaran diri sendiri. Harga
diri yang kokoh menuntut keselarasan, artinya bahwa diri individu yang
sebenarnya tercermin dalam tindakan sehari-hari. Tidak ada perbedaan
antara apa yang ditampakkan dengan apa yang ada dalam sanubari.
Kejujuran terdiri atas sikap menghargai perbedaan antara yang nyata
dan yang tidak nyata, tidak mencari keuntungan sesaat dengan cara
memalsukan kenyataan yaitu tidak berusaha mencapai tujuan-tujuan
hidup dengan memalsukan kenyataan siapa dirinya sebenaranya.
Kebohongan-kebohongan yang dihidupkan dalam kehidupan sehari-hari
sangat merusak harga diri.
Berdasarkan uraian di atas, harga diri dapat ditingkatkan dengan hidup
penuh dengan kesadaran, belajar menerima diri sendiri, bebas dari rasa
bersalah, bersatu dengan diri masa lalu, hidup penuh tanggungjawab, dan
hidup sebagaimana adanya.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Diri
Menurut Coopersmith (1967) faktor-faktor yang melatar belakangi harga
diri yaitu:
a. Pengalaman
Pengalaman adalah kejadian lampau yang pernah dialami oleh
commit to user
dan kejadian yang pernah dialami individu yang dirasakan bermakna dan
meninggalkan kesan dalam hidup individu.
b. Pola asuh
Pola asuh adalah sikap orangtua dalam berinteraksi dengan
anak-anaknya yang meliputi cara orangtua memberikan aturan-aturan, hadiah
maupun hukuman, cara orangtua menunjukkan otoritasnya, dan cara
orangtua memberikan perhatiannya serta tanggapan terhadap anaknya.
Pola asuh merupakan suatu cara yang digunakan oleh orang tua untuk
mendidik dan membesarkan anak-anaknya.
c. Lingkungan
Lingkungan merupakan kondisi baik yang bersifat fisik, psikis
maupun sosial yang terdapat disekitar individu. Lingkungan memberikan
dampak besar kepada remaja melalui hubungan yang baik antara remaja
dengan orangtua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar sehingga
menumbuhkan rasa aman dan nyaman dalam penerimaan sosial dan harga
dirinya.
d. Sosial ekonomi
Sosial ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang
untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan finansial
yang berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari-hari. Sosial ekonomi
commit to user
Keadaan ekonomi tersebut dibandingkan dengan kondisi ekonomi
keluarga lain dalam suatu masyarakat.
Selanjutnya menurut Bradshaw (1981) faktor-faktor yang mempengaruhi
harga diri seseorang antara lain :
a. Prestasi yang tampak
Prestasi yang nampak disini dapat dilihat dari hasil nilai yang ada di
raport atau hasil belajar lain yang dinyatakan dalam rentangan nilai, baik
dan buruk atau tinggi dan rendah. Penilaian tersebut berbeda-beda
tergantung dari kemampuan tiap-tiap individu.
b. Pengaruh kontrol personal dan pengaruh situasi atau orang lain dalam
kehidupan individu
Orang lain yang ada disekitar individu secara langsung maupun tidak
langsung akan memberikan pengaruh. Lingkungan mempunyai peranan
yang penting dalam perkembangan individu, baik lingkungan alam
maupun lingkungan sosial (Walgito, 2004).
c. Pengalaman berdasarkan penilaian dan perlakuan orang lain terhadap
dirinya
Kejadian-kejadian yang pernah dialami oleh individu akan
memberikan suatu pengalaman tersendiri bagi individu yang bersangkutan.
Sikap dan penilaian orang lain akan mempengaruhi individu dalam
melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri.
commit to user
Nilai dan norma merupakan seperangkat peraturan yang berlaku pada
suatu masyarakat tertentu. Perilaku dinilai baik apabila sesuai dengan
peraturan yang ada dalam suatu masyarakat, dan sebaliknya. Perilaku yang
baik akan dengan mudahnya diterima oleh masyarakat.
Berdasarkan pendapat dari Coopersmith (1967) di atas dapat disimpulkan
bahwa harga diri bukan sesuatu yang dibawa sejak lahir, faktor-faktor yang
mempengaruhi harga diri seseorang adalah pengalaman, pola asuh,
lingkungan, dan sosial ekonomi.
B. Dukungan Sosial Keluarga 1. Pengertian Dukungan Sosial Keluarga
Poerwadarminta, (1984) mengartikan keluarga adalah sanak keluarga,
kaum kerabat, sanak sudara yang bertalian oleh turunan (senenek moyang),
sanak saudara yang bertalian oleh perkawinan, orang seisi rumah (anak, bini,
batih).
Oleh Friedman (1992) keluarga diartikan sebagai dua orang atau lebih
yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan
yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga. Lebih
lanjut Friedman mendefinisikan keluarga sebagi suatu sistem sosial yang
hidup dan merupakan sebuah kelompok kecil yang terdiri dari
individu-individu yang mempunyai hubungan erat satu sama lain dan saling
tergantung, yang diorganisir dalam satu unit tunggal dalam rangka mencapai
commit to user
Kuntjoro (2002) menyatakan dukungan sosial merupakan bantuan atau
dukungan yang diterima individu dari orang-orang tertentu dalam
kehidupannya dan berada dalam lingkungan sosial tertentu yang membuat si
penerima merasa diperhatikan, dihargai, dan dicintai. Orang yang menerima
dukungan sosial memahami makna dukungan sosial yang diberikan oleh
orang lain.
Menurut Johnson dan Johnson (2000) dukungan sosial adalah pertukaran
sumber yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan serta keberadaan
orang-orang yang mampu diandalkan untuk memberi bantuan, semangat,
penerimaan, dan perhatian.
Lebih lanjut Baron dan Byrne (2003) mengartikan dukungan sosial
sebagai pemberian perasaan nyaman baik secara fisik maupun psikologis oleh
teman atau keluarga atau orang tua kepada seseorang.
Pengertian dukungan sosial keluarga oleh Friedman (1992) diartikan
dengan lebih mengacu pada dukungan sosial yang dipandang oleh anggota
keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses/diadakan untuk keluarga.
Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal, seperti
dukungan dari suami/istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan
sosial keluarga eksternal.
Berdasarkan penjabaran di atas, peneliti menyimpulkan bahwa dukungan
sosial keluarga adalah pemberian perasaan nyaman baik fisik maupun
psikologis yang berupa pemberian perhatian, rasa dihargai dan dicintai yang
commit to user
bertalian oleh turunan, sanak saudara yang bertalian oleh perkawinan, atau
orang seisi rumah (anak, bini, batih) kepada individu yang bersangkutan.
2. Tipe-tipe Keluarga
Pembagian keluarga berdasarkan tipenya dijelaskan oleh Friedman
(1992), tipe-tipe keluarga tersebut antara lain :
a. Keluarga inti (konjugal)
Keluarga yang menikah, sebagi orang tua, atau pemberian nafkah,
keluarga inti terdiri dari suami, istri dan anak mereka (anak kandung, anak
adopsi, atau keduanya).
b. Keluarga orientasi (keluarga asal/keluarga biologis)
Unit keluarga yang didalamnya seseorang dilahirkan.
c. Keluarga besar
Keluarga inti dan orang-orang yang berhubungan (oleh darah) yang
paling lazim menjadi anggota keluarga orientasi yaitu salah satu teman
keluarga inti. Berikut ini termasuk sanak keluarga (kakek/nenek, tante,
paman, dan sepupu).
Sedangkan tipe-tipe keluarga menurut Masdanang (2008) adalah sebagai
berikut :
commit to user
b. Keluarga besar (extended family), adalah keluarga inti ditambah dengan
sanak saudara, misalnya : nenek, kakak, keponakan, saudara sepupu,
paman, bibi, dan sebagainya.
c. Keluarga berantai (serial family), terdiri atas wanita dan pria yang
menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
d. Keluarga duda/janda (single family), adalah keluarga yang terjadi karena
perceraian atau kematian.
e. Keluarga berkomposisi (composite), adalah keluarga yang
perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.
f. Keluarga kohabitasi (cohabitation), adalah dua orang menjadi satu tanpa
pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan terdapat tipe-tipe
keluarga yaitu keluarga inti, keluarga asal, keluarga besar, keluarga berantai,
keluarga duda/janda, keluarga berkomposisi dan keluarga kohabitasi.
3. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (1992) fungsi-fungsi dasar keluarga berdasarkan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan anggota keluarga dan masyarakat lebih
luas, meliputi :
a. Keluarga berfungsi sebagai variabel intervensi kritis atau sebagi
perantara, yaitu menanggung semua harapan dan kewajiban masyarakat
serta membentuk dan mengubahnya sampai taraf tertentu sehingga dapat
commit to user
b. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan setiap individu yang ada dalam
keluarga dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat dimana
keluarga menjadi bagiannya.
Lebih lanjut menurut Friedman (1992) fungsi keluarga berdasarkan
hubungannya dengan kajian dan intervensi keluarga, meliputi :
a. Fungsi afektif
Merupakan fungsi pemeliharaan kepribadian, untuk stabilitas
kepribadian kaum dewasa, memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggota
keluarga.
b. Sosialisasi dan fungsi penempatan sosial
Untuk sosialiasi primer anak-anak yang bertujuan untuk membuat
mereka menjadi anggota-anggota masyarakat yang produktif, dan juga
sebagi penganugerahan status anggota keluarga.
c. Fungsi reproduksi
Untuk menjaga kelangsungan generasi dan juga untuk
keberlangsungan hidup masyarakat.
d. Fungsi ekonomis
Untuk mengadakan sumber-sumber ekonomi yang memadai dan
pengalokasian sumber-sumber tersebut secara efektif. Keluarga berfungsi
untuk mengatur antara pendapatan dan pengeluaran untuk mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari.
commit to user
Untuk pengadaan kebutuhan-kebutuhan fisik, pangan, sandang,
papan dan perawatan kesehatan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga memiliki
fungsi untuk memenuhi seluruh kebutuhan setiap anggota keluarga yang
dimilikinya baik kebutuhan fisik, psikis, maupun sosial.
4. Aspek Dukungan Sosial Keluarga
Menurut Caplan (dalam Friedman, 1992), aspek-aspek dukungan
keluarga meliputi :
a. Dukungan informasional
Keluarga sebagai sebuah kolektor dan disseminator/penyebar
informasi tentang dunia.
b. Dukungan penilaian
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,
membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber
dan validator identitas anggota. Berupa bantuan berupa penilaian
terhadap baik dan buruknya suatu hal.
c. Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit.
commit to user
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.
Menurut Smet (1994) aspek dukungan sosial keluarga meliputi empat
hal, yaitu :
a. Dukungan emosional
Mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap
orang yang bersangkutan (misalnya umpan balik, penegasan). Dukungan
ini dapat dirasakan secara langsung oleh penerimanya berupa perasaan
yang nyaman.
b. Dukungan penghargaan
Dapat diungkapkan dengan hormat (penghargaan) positif untuk
seseorang, dorongan maju, atau persetujuan dengan gagasan atau
perasaan individu dan perbandingan positif dengan orang lain.
c. Dukungan instrumental
Mencakup bantuan langsung, misalnya seperti memberi pinjaman
uang kepada orang yang sedang membutuhkan dan memberikan
pekerjaan pada waktu seseorang mengalami stres.
d. Dukungan informatif
Mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran, atau
umpan balik. Dukungan ini akan bermanfaat dengan tepat apabila
terdapat kekurangan pengetahuan dan ketrampilan dan dalam hal yang
commit to user
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dukungan
sosial keluarga yang merupakan pendapat dari Smet (1994) lebih mencakup
keseluruhan aspek, yaitu meliputi : dukungan emosional, dukungan
penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informatif
C. Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi 1. Pengertian Persepsi terhadap Status Sosial Ekonomi
Sebelum membahas tentang pengertian persepsi terhadap status sosial
ekonomi, pertama akan dibahas terlebih dahulu tentang pengertian persepsi
baru setelah itu dibahas tentang pengertian status sosial ekonomi.
Penjabarannya sebagai berikut :
a. Persepsi
Menurut Sarwono (1999) persepsi adalah proses pencarian informasi
untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah
pengindraan (penglihatan, pendengaran, peraba, dan sebagainya) dan alat
untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi.
Menurut Atkinson (1983) persepi adalah proses dimana seseorang
mengorganisasikan dan menafsirkan pola stimulus ( seperti seberkas sinar,
sebuah nada murni, atau pola garis hitam putih yang teratur) di dalam
lingkungan. Sedangkan Sarwono dan Eko (2009) mengatakan bahwa
persepsi merupakan proses perolehan, penafsiran, pemilihan, dan
Gambar
Dokumen terkait
Diharapakan memberikan informasi mengenai hubungan antara persepsi terhadap dukungan sosial keluarga dengan kecemasan menghadapi menapouse, sehingga wanita memasuki
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perubahan persepsi mengenai nilai anak laki-laki dalam keluarga Batak - Mandai1ing di Kotamadya Medan, serta sejauh mana Status Sosial
8 Sebaran Nomor Item Baru Skala Persepsi Istri terhadap Status Sosial Ekonomi Keluarga
Dengan asumsi semakin positif persepsi lansia terhadap dukungan sosial yang diterimanya maka semakin tinggi harga diri lansia tersebut. Subyek penelitian ini adalah lansia
Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara dukungan keluarga dengan harga diri. Subjek penelitian ini berjumlah 61 pensiunan TNI yang berdomisili di Kabupaten
Ada hubungan yang sangat signifikan antara dukungan sosial keluarga dan kepercayaan diri dengan kemandirian belajar.Namun generalisasi dari hasil penelitian ini
Hasil penelitian berdasarkan Tabel 3 tentang efek dukungan emosional keluarga pada harga diri remaja menunjukkan 18 orang (58%) memiliki dukungan emosional keluarga baik
Nilai koefisien korelasi antara dukungan sosial dengan harga diri tunanetra mantan awas adalah 0,325, yang berarti tingkat keeratan hubungan dukungan sosial dengan