PRIBADINYA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK
I GUSTI AYU DEA RANTI RANITA
NIM. 1203005305
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
ii
PRIBADINYA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK
I GUSTI AYU DEA RANTI RANITA
NIM. 1203005305
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
iii
TRANSAKSI ELEKTRONIK
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana
I GUSTI AYU DEA RANTI RANITA
1203005305
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
iv
SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 29 FEBRUARI 2016
Pembimbing I
Dr. I Made Sarjana, SH., MH
NIP. 19571212198601001
Pembimbing II
Ngakan Ketut Dunia, SH., M.Hhum
v
Panitia Penguji Skripsi
Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana
Nomor: 65/UN14.1.11/PP.05.02/2016 Tanggal: 11 Maret 2016
Ketua : Dr. I Made Sarjana, SH., MH. ( )
NIP. 19571212198601001
Sekretaris : Ngakan Ketut Dunia, SH., MH. ( )
NIP. 195201041980031001
Anggota : 1. Dr. I Made Udiana, SH., MH. ( )
NIP. 195509251986101001
2. A.A Ketut Sukranatha, SH., MH. ( )
NIP. 195706051986011002
3. Ayu Putu Laksmi Danyathi, SH., M.Kn. ( )
vi Om Swastyastu,
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
menganugerahkan nikmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyadari
bahwa penyusunan skripsi ini atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga
dengan penuh rasa hormat kepada :
1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana,SH.,MH., Dekan Fakultas Hukum
Univeristas Udayana;
2. Bapak I Ketut Sudiarta, SH., MH., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Udayana;
3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, SH.,MH., Pembantu Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Udayana;
4. Bapak I Wayan Suardana, SH.,MH., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
vii
ini telah memberi dukungan dan membantu penulis demi kelancaran studi di
Fakultas Hukum Universitas Udayana;
7. Bapak Dr. I Made Sarjana, SH., Dosen Pembimbing I yang telah
membimbing dan memberikan pengarahan dalam penulisan skripsi ini;
8. Bapak Ngakan Ketut Dunia, SH., M.Hhum, Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan kemudahan, arahan serta menyediakan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk membimbing penulis;
9. Orang tua penulis, Bapak I Gusti Ngurah Astawa, SH., MH., dan Ibu Ni
Nyoman Suparmini S.Pd., atas kasih sayang, dukungan, dan doa restu yang
terus mengiringi penulis. Semoga ilmu yang telah diperoleh selama ini bisa
bermanfaat ke depannya dan menjadi aliran pahala yang tidak terputus untuk
Bapak dan Ibu. Selain itu juga kepada ketiga saudara penulis yakni I Gusti
Ngurah Dama Galang Devara, ST., I Gusti Ayu Dilla Ening Andita, SH., dan
I Gusti Ayu Dana Utami Putri serta kepada Mycleo von Princess Laura, yang
telah menemani dalam penulisan skripsi ini;
10. Para seluruh Pelaksana Akademik, Pelaksana Administrasi, Unit-unit Kerja,
dan staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah
viii
angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Semoga segala kebaikan dan jasa yang telah diberikan mendapat imbalan dari
Tuhan Yang Maha Esa. Penulis sadar dengan keterbatasan dan kemampuan yang
dimiliki, maka skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi
kesempurnaan skripsi ini, penulis persembahkan skripsi ini kepada almamater
tercinta, yakni Fakultas Hukum Universitas Udayana, semoga bermanfaat bagi kita
semua.
Om, Santi Santi Santi, Om.
Denpasar, 29 Februari 2016
ix
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi
manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi
ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja mengajukan
karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia
menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.
Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah
tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.
Denpasar, 29 Februari 2016
Yang Menyatakan,
(I Gusti Ayu Dea Ranti Ranita)
x
HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ……….. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI……… iv
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ………..…… v
HALAMAN KATA PENGANTAR………..……….. vi
HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ………...……. ix
HALAMAN DAFTAR ISI ... x
HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ………..…….. xiv
ABSTRAK……… xv
ABSTRACT………..…… xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 8
1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 9
1.4 Orisinalitas ... 9
1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan umum ... 11
1.5.2 Tujuan khusus ... 11
xi
1.8 Metode Penelitian
1.8.1 Jenis penelitian ... 24
1.8.2 Jenis pendekatan ... 24
1.8.3 Sumber bahan hukum ... 25
1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum ... 26
1.8.5 Teknik analisis bahan hukum ... 27
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM, DATA PRIBADI, DAN GO-JEK 2.1 Perlindungan Hukum ... 28
2.1.1 Pengertian perlindungan hukum …………...………... 28
2.1.2 Bentuk-bentuk perlindungan hukum ………....…... 31
2.2 Perlindungan Data Pribadi …………...….. 32
2.2.1 Pengertian data pribadi …... 32
2.2.2 Pengaturan perlindungan data pribadi di Indonesia ...….. 35
2.3 Go-Jek ………..…………...……….. 42
2.3.1 Gambaran umum tentang go-jek ………..…...……… 42
xii
Pengemudi Go-Jek dan Pengguna Jasa Go-Jek ………...………….. 53
3.3 Hak dan Kewajiban Perusahaan Go-Jek ………...……….…...……. 63
3.3 Hak dan Kewajiban Pengemudi Go-Jek ………...…...….. 65
3.4 Hak dan Kewajiban Pengguna Jasa Go-Jek …………...…...…….. 66
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA GO-JEK ATAS PENYALAHGUNAAN DATA PRIBADINYA 4.1 Pendekatan Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa
Go-Jek atas Penyalahgunaan Data Pribadinya ……....…...……. 70
4.2 Tanggung Jawab Pihak yang Menyalahgunakan Data
Pribadi Pengguna Jasa Go-Jek ……...…..…..……… 77
4.3 Prinsip Tanggung Jawab Dalam Hal Terjadinya Penyalahgunaan
Data Pribadi Pengguna Jasa Go-Jek ………...………..…. 80
4.4. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa
Go-Jek atas Penyalahgunaan Data Pribadinya ………...……… 88
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ………...……… 101
xiv
Lampiran 1 Syarat dan Ketentuan Go-Jek ………..… 110
Lampiran 2 Ketentuan Penggunaan Go-Jek ……….……...… 112
Lampiran 3 Kebijakan Privasi Go-Jek ……… 130
xv
aspek efisiensi dan kemudahan yang diinginkan. Berbagai perusahaan teknologi di bidang transportasi terus menjamur di Indonesia, salah satunya ialah Go-Jek. Kehadiran jasa ini menjadi solusi efektif dalam memberikan kemudahan, namun turut pula diikuti dengan adanya resiko. Salah satunya ialah penyalahgunaan data pribadi konsumen. Ditarik permasalahan yakni, pertama mengenai hubungan hukum antara perusahaan Go-Jek, pengemudi Go-Jek, dan pengguna jasa Go-Jek, serta yang kedua mengenai perlindungan hukum pengguna jasa Go-Jek atas penyalahgunaan data pribadinya. Pentingnya dikaji akan hal ini karena penyalahgunaan data pribadi tentu saja dapat merugikan pengguna jasa Go-Jek dan terkait hak pribadi seseorang.
Jenis penelitian yang dipergunakan adalah yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan analisis konsep hukum. Selanjutnya digunakan teknik analisis yuridis deskriptif, teknik evaluasi, dan teknik argumentasi dalam kajian terhadap berbagai bahan hukum baik bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier tentang perlindungan hukum data pribadi, khususnya bagi pengguna jasa Go-Jek.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa hubungan hukum antara perusahaan Go-Jek dengan pengemudi Go-Jek merupakan hubungan kemitraan, dan hubungan yang terjadi dalam pengguna jasa Go-Jek baik dengan perusahaan Go-Jek maupun dengan pengemudi Go-Jek bukanlah hubungan hukum berdasarkan perjanjian (kontraktual). UU ITE memberi perlindungan hukum terhadap pengguna jasa Go-Jek atas penyalahgunaan data pribadinya berbentuk perlindungan hukum preventif dan represif. Perlindungan hukum preventif dilihat dalam Pasal 26 ayat (1), sedangkan perlindungan hukum represif diberikan dalam Pasal 26 ayat (2), kemudian selanjutnya dilihat pula pada Pasal 38 dan Pasal 39. Di lain hal korban penyalahgunaan data pribadi dapat mengajukan gugatan perdata atas dasar perbuatan melanggar hukum. Disarankan agar pemerintah membentuk suatu pranata hukum baru yang khusus mengatur mengenai perlindungan data pribadi, dan masyarakat sebagai konsumen juga harus teliti sebelum menggunakan suatu jasa yang berkaitan dengan pemberian data pribadi.
xvi
Developments change people’s lifestyles, one of them is a need of an ease and efficiency one. A lot of transportation technology companies in the transportation field keep increasing in Indonesia, one of them is Go-Jek. This service become an effective solution at giving an efficiency yet risky. One of them is misuse of customer’s personal data. Based on this, the problems are; first is about legal relationship between Go-Jek, the Go-Jek drivers, and Go-Jek’s customers, and the second one is about the legal protection on the customers’s personal data. This research is important because keep in mind that the misuse of customers’ personal data could damage their privacy right.
Legal method used is a normative law method with statute approach and analytical and conceptual approach. Besides, descriptive analysis, evaluation, and legal argumentation method are used afterwards in research on primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials about the legal protection of personal data, in particular for Go-Jek’s customers.
Based on this research, could concluded that the legal relationship between Go-Jek and the Go-Jek drivers is a partnership relationship, and the relationship between Go-Jek’s customers with both Go-Jek and Go-Jek drivers are not a contractual relationship. Law Number 11 of 2008 gives both preventive and repressive legal protection on customer’s presonal data. The preventive one legal protection is gave by Article 26 section (2), while the repressive one is gave by Article 26 section (2), followed by Article 38 and Article 39. The victim of personal data’s misuse can sue in law of tort. The government should create a new act which specifically regulate about personal data protection, besides people as a customer should be carefully at using a service that requiring personal data.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai peranan yang sangat penting
dalam membangun dan memberikan kontribusi bagi kemajuan peradaban umat
manusia. Hal itu terbukti dengan adanya berbagai kemudahan dalam pemenuhan
kebutuhan hidup manusia sebagai akibat dari perkembangan dan temuan-temuan
yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi
informasi. Teknologi informasi diyakini membawa keuntungan dan kepentingan
yang besar bagi negara-negara di dunia. Setidaknya ada 2 (dua) hal yang membuat
teknologi informasi dianggap begitu penting dalam memacu pertumbuhan
ekonomi dunia. Pertama, teknologi informasi mendorong permintaan atas
produk-produk teknologi informasi itu sendiri, seperti komputer, modem, sarana untuk
membangun jaringan internet lainnya, serta yang kedua, adalah memudahkan
transaksi bisnis terutama bisnis keuangan di samping bisnis-bisnis umum lainnya.1
Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pula berbagai bidang kehidupan
manusia mengalami dinamika perubahan yang cepat, efektif, dan efisien.
Kemajuan teknologi di berbagai bidang seperti telekomunikasi, transportasi,
kesehatan, dan pertanian, adalah beberapa contoh yang menunjukkan kemampuan
serta keberhasilan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat signifikan dalam
1
Agus Raharjo, 2002, Cybercrime (Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi), Citra Aditya Bakti, Purwokerto, h. 1.
memberikan kemudahan serta kecepatan pemenuhan berbagai macam kebutuhan
dan tuntutan hidup manusia. Bahkan ilmu pengetahuan dan teknologi menempati
posisi kunci dan strategis dalam pergaulan atau kerja sama internasional di dalam
memasuki persaingan di era globalisasi yang tengah berlangsung dewasa ini.
Demikian penting dan strategisnya peranan ilmu pengetahuan dan teknologi,
sehingga kemampuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
menjadi faktor penentu bagi suatu negara untuk dapat berdiri di garis terdepan
dalam persaingan global. Pembangunan nasional yang berlangsung selama ini
juga memandang penting peranan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat
dimanfaatkan dalam rangka mengelola sumber daya alam, sumber daya manusia,
dan lingkungan hidup bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa.
Pada era yang modern ini, berbagai perkembangan telah membuat
perubahan yang cukup signifikan terhadap masyarakat, termasuk dalam gaya
hidup. Masyarakat kini cenderung menginginkan sesuatu yang lebih praktis dan
efisien. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri mengingat kondisi masyarakat yang
sedang berada dalam era globalisasi. Pada dasarnya, tiga pilar penting dalam
globalisasi yaitu perlindungan hak atas kekayaan perorangan, konsentrasi pasar,
dan persaingan sehat, ketiganya merupakan prasyarat keberhasilan suatu negara
memasuki era globalisasi2. Masyarakat pun sesungguhnya berperan dalam
keberhasilan suatu negara dalam menghadapi era globalisasi. Sehingga sangatlah
penting bila suatu masyarakat bisa memilah dengan baik dan turut berperan dalam
2
era globalisasi tersebut. Salah satunya ialah dengan menghadapi perkembangan
teknologi dalam memberikan sebuah jasa terhadap masyarakat. Indonesia yang
memiliki banyak kota besar tentu menghadapi berbagai masalah terkait
transportasi sehingga menimbulkan berbagai permasalahan yang salah satunya
ialah kemacetan. Kemacetan di kota-kota besar di Indonesia semakin menjamur
dan sangat merugikan masyarakat produktif terlebih dalam hal waktu. Sehingga
masyarakat pun membutuhkan suatu solusi untuk mengatasi permasalahan
tersebut agar tetap produktif dan bisa menghemat waktu. Hal ini pun seakan
dibantu dengan berkembangnya berbagai aspek dengan pesat, baik itu aspek
teknologi, informasi, dan yang sekarang sedang menjamur yakni di bidang
transportasi. Dewasa ini, berbagai perusahaan teknologi di bidang transportasi
terus menjamur di Indonesia dan semakin diminati masyarakat, terutama di
kota-kota besar. Persaingan berebut pasar transportasi berbasis aplikasi pun mulai
terasa di bisnis yang mengandalkan kemudahan dan kepraktisan ini. Munculnya
perusahaan ini dianggap sebagai perkembangan dari pembangunan nasional dalam
ilmu teknologi. Hal ini pun seakan memberi bukti bahwa Indonesia memiliki
sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu dimanfaatkan,
sehingga potensi ini diharapkan dapat memperkuat kemampuan Indonesia dalam
memasuki kerja sama dan persaingan global. Salah satu perusahaan teknologi di
bidang transportasi yang kini sedang marak ialah Go-Jek. Go-Jek adalah
perusahaan berjiwa sosial yang memimpin revolusi industri transportasi ojek.
Go-Jek bermitra dengan para pengendara ojek berpengalaman di area Jakarta, Bogor,
utama dalam pengiriman barang, pesan antar makanan, berbelanja dan berpergian
di tengah kemacetan.3 Kehadiran jasa ini merupakan media alternatif dalam
memberikan kemudahan-kemudahan bagi masyarakat sebagai konsumen yang
ingin mengedepankan aspek kemudahan, fleksibilitas, dan efisiensi dalam
menggunakan sebuah jasa. Kendaraan yang digunakan oleh Go-Jek dalam
memberikan jasanya ialah sama dengan yang digunakan oleh ojek konvensional,
yakni kendaraan bermotor beroda 2 (dua). Kendaraan bermotor adalah kendaraan
yang digerakkan oleh motor (mekanik) yang berjalan di atas jalan darat (jalan
aspal, jalan berbatu, jalan tanah/pasir) nuatan manusia atau buatan alam seperti
mobil sedan, mobil stasion, jeep, kombi, bis umum, truk, trailer, kendaraan beroda
tiga dan beroda dua, dan lain-lain.4 Masyarakat sebagai konsumen yang ingin
menggunakan jasa ini tidak perlu mencari ojek di pangkalan ataupun menunggu di
pinggir jalan, dengan adanya Go-Jek masyarakat hanya perlu memesan ojek
melalui aplikasi Go-Jek yang telah diunduh terlebih dahulu, kemudian memesan
dan memasukkan alamat atau lokasi di mana konsumen berada. Konsumen dapat
melihat foto pengemudi Go-Jek yang dipesan dan menghubunginya melalui pesan
singkat ataupun melalui telepon. Kemudian setelah dikonfirmasi dan ditunggu
beberapa saat, maka pengemudi Go-Jek akan langsung datang dan siap untuk
memberikan jasa terhadap konsumen. Di akhir layanan, konsumen dapat
memberikan komentar dan penilaian terhadap pengemudi ojek tersebut. Maka
3
Situs Resmi Go-Jek Indonesia, URL: http://www.go-jek.com, diakses tanggal 8 November 2015
4
dilihat dari hal tersebut, maka tentu Go-Jek lebih unggul dari jasa ojek
konvensional, karena memberikan kemudahan, kenyamanan, dan proses yang
lebih cepat.
Kehadiran jasa ini seakan menjadi solusi efektif dalam memberikan
kemudahan-kemudahan bagi masyarakat di kota-kota besar. Terlebih lagi
masyarakat cenderung menginginkan kenyamanan dan efisiensi. Hal ini tidak
terlepas dari kelebihan yang dimiliki oleh internet itu sendiri, yakni ketika
seseorang ingin mengakses suatu jasa dapat dilakukan di mana saja hanya
menggunakan layanan internet dan alat komunikasi yang menunjang, dan
sebagian masyarakat Indonesia pasti memiliki hal tersebut. Namun, kemudahan
dan efisiensi yang dihadirkan melalui aplikasi Go-Jek ini diikuti pula dengan
semakin banyaknya resiko dalam penggunaannya. Perkembangan yang ada saat
ini mengakibatkan pengaturan hukum mengenai hal tersebut seakan tidak dapat
lagi mengantisipasi dinamika bisnis sektor transportasi di Indonesia. Terlepas dari
nilai lebih jasa Go-Jek, maka dari sudut pandang hukum kehadiran jasa yang
berbasis aplikasi ini masih menyimpan sejumlah permasalahan, salah satunya
ialah dalam perlindungan data pribadi dari pengguna jasa Go-Jek itu sendiri.
Aspek kemudahan yang dihadirkan melalui penerapan teknologi informasi
pada suatu jasa diikuti pula dengan semakin banyaknya resiko dalam
penggunaannya. Perlu diingat pula bahwa teknologi mempunyai 2 (dua) sisi yang
berbeda, yakni sisi positif dan negatif. Sehingga eksistensi dan fungsi teknologi
harus didukung oleh suatu pranata nilai budaya dan pranata sosial ekonomi
masyarakat yang sesuai.5 Perkembangan teknologi yang sekaligus merupakan
perkembangan dalam pemberian jasa juga memiliki dua sisi dampak yang
berbeda, yakni di satu sisi memberi kemudahan dan efisiensi sehingga menghemat
waktu, namun di sisi lain kemudahan dan efisiensi tersebut sangatlah beresiko.
Namun resiko-resiko tersebut seakan terlupakan karena aspek kemudahan dan
efisiensi yang diberikan oleh perkembangan ini. Resiko ini tentu juga terdapat
dalam jasa Go-Jek, salah satu resikonya ialah penyalahgunaan data pribadi
konsumen. Hal ini terjadi mengingat prosedur pemesanan jasa Go-Jek itu sendiri,
yakni ketika konsumen mulai memesan jasa Go-Jek, maka dari konsumen akan
tercantum di smartphone milik pengemudi Go-Jek yang ditugaskan, beserta rute
pengantaran yang konsumen inginkan. Di samping itu, pengemudi Go-Jek yang
ditugaskan tersebut bisa menghubungi nomor telepon konsumen yang telah
dicantumkan di akun konsumen itu sendiri, untuk mengkonfirmasi titik jemput.
Setelah itu, jika konsumen meminta untuk diantar ke rumah atau ke kantor, maka
secara tidak langsung pengemudi Go-Jek tersebut juga akan mengetahui alamat
rumah atau alamat kantor konsumen. Jadi dalam sekali perjalanan saja, seorang
pengemudi Go-Jek yang bertugas sudah bisa mengetahui data-data konsumen
yakni nama, nomor telepon, dan alamat rumah atau alamat kantor. Hal ini
mungkin terasa biasa saja, namun segala kemungkinan dapat terjadi. Salah
satunya ialah penyalahgunaan dari data pribadi konsumen tersebut yang sangat
rentan terjadi. Salah satu resiko terbesarnya ialah penyalahgunaan terhadap nomor
telepon dari konsumen tersebut yang diketahui oleh pengemudi Go-Jek yang
5
ditugaskan untuk memberi jasa terhadap konsumen. Penyalahgunaan tersebut
tentu saja dapat merugikan konsumen sebagai pengguna jasa Go-Jek. Dampak
dari penyalahgunaan tersebut ialah mengganggu privasi seseorang. Menurut Alan
F. Westin, privasi dapat digolongkan dalam apa yang dimaksud dengan
kerahasiaan, tetapi privasi merupakan konsep yang jauh lebih luas dari
kerahasiaan yang meliputi hak untuk mengontrol informasi pribadi seseorang dan
kemampuan untuk menentukan dalam hal apa saja dan bagaimana informasi
tersebut diperoleh dan digunakan.6 Karena itu privasi mempunyai konsep lebih
luas dari kerahasiaan, karena meminta pembatasan kegiatan yang lebih luas
berhubungan dengan suatu informasi pribadi, dalam hal pengumpulan,
penyimpangan, penggunaan dan penyingkapannya.
Privasi yang dimaksud dalam penelitian ini ialah berkaitan dengan data
elektronik, sehingga hal ini mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE masih
mengatur secara terbatas mengenai ketentuan data pribadi. Pasal 1 angka 1 UU
ITE menentukan sebagai berikut.
Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk, tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDJ), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti, atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Selanjutnya, Pasal 1 angka 4 UU ITE menentukan sebagai berikut.
6
Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Kedua ketentuan dalam UU ITE tersebut belum menjelaskan secara rinci
mengenai pengertian data pribadi itu sendiri. Namun di sisi lain, diatur bahwa data
pribadi mendapat perlindungan hukum, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal
26 UU ITE, yakni sebagai berikut.
(1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan,
penggunaan, setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
(2) Setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dilihat bahwa UU ITE tidak menjelaskan
mengenai data pribadi secara eksplisit, namun di sisi lain UU ITE turut memberi
perlindungan hukum terhadap data pribadi itu sendiri.
Bertitik tolak pada latar belakang di atas maka diangkat judul penelitian
tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Go-Jek Atas
Penyalahgunaan Data Pribadinya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan
1. Bagaimanakah hubungan hukum antara perusahaan Go-Jek, pengemudi
Go-Jek, dan pengguna jasa Go-Jek?
2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap pengguna jasa
Go-Jek atas penyalahgunaan data pribadinya?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Dalam penulisan penelitian ini untuk menghindari uraian yang tidak
menyimpang dari pokok permasalahan maka perlu dibatasi permasalahannya
yakni mengenai hal sebagai barikut.
1. Hubungan hukum antara perusahaan Go-Jek, pengemudi Go-Jek, dan
pengguna jasa Go-Jek. Hubungan hukum tersebut menimbulkan hak dan
kewajiban bagi masing-masing pihak.
2. Bentuk perlindungan hukum pengguna jasa Go-Jek atas penyalahgunaan
data pribadinya, serta diuraikan mengenai tanggung jawab dalam hal
terjadinya penyalahgunaan terhadap data pribadi pengguna jasa Go-Jek.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Berdasarkan data yang didapat oleh, ditemukan penelitian sejenis dengan
penelitian yang dilakukan. Indikator pembeda penelitian terdahulu dengan
Tabel 1: Daftar Penelitian Sejenis.
No Penulis Judul Rumusan Masalah Tahun
1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan umum
Adapun tujuan umum dari penulisan penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Untuk mengetahui hubungan hukum yang terjalin antara perusahaan
Go-Jek, pengemudi Go-Jek, dan pengguna jasa Go-Jek.
2. Untuk mengetahui secara umum perlindungan hukum terhadap
pengguna jasa Go-Jek dalam hal terjadi penyalahgunaan terhadap data
pribadinya.
1.5.2 Tujuan Khusus
Terkait dengan tujuan umum di atas maka penelitian ini memiliki
tujuan khusus yang hendak dicapai, yakni sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui masing-masing hak dan kewajiban dari pihak
perusahaan Go-Jek, pengemudi Go-Jek, dan pengguna jasa Go-Jek.
2. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum dan tanggung jawab
dalam hal terjadinya penyalahgunaan terhadap data pribadi pengguna
jasa Go-Jek.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi manfaat teoritis dan
1.6.1 Manfaat teoritis.
1. Sebagai sumbangan dalam rangka pengembangan disiplin
ilmu pemikiran terutama ilmu hukum khususnya mengenai
perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik.
2. Penulisan skripsi ini juga diharapkan terdapat informasi
mengenai perlindungan hukum data pribadi, khususnya
perlindungan hukum data pribadi dalam sistem elektronik.
1.6.2 Manfaat praktis
1. Untuk dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan atau
masukan bagi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan
mengenai perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik.
2. Untuk dapat digunakan sebagai bahan atau penambah ilmu
bagi pembaca serta sebagai referensi di bidang perlindungan
hukum data pribadi dalam sistem elektronik.
1.7 Landasan Teoritis
Landasan teoritis adalah upaya untuk mengindetifikasi teori hukum,
konsep hukum, asas hukum, aturan hukum, norma hukum, dan lain-lain yang akan
dipakai sebagai landasan untuk menganalisis dan membahas permasalahan dalam
penelitian. Landasan teori yang digunakan yakni diuraikan sebagai berikut.
1. Teori Perlindungan Hukum.
Timbulnya suatu perlindungan hukum pada dasarnya karena adanya suatu
bermasyarakat yang di dalamnya terdapat berbagai interaksi. Berdasarkan hal
tersebut secara sadar atau tidak sadar manusia selalu melakukan perbuatan hukum
(rechtshandeling) dan hubungan hukum (rechtsbetrekkingen).7 secara umum perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat dan pengakuan
terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subjek hukum dalam negara hukum
dengan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut.
Perlindungan hukum diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat
hukum, baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang
tertulis maupun tidak tertulis. Berdasarkan hal tersebut maka perlindungan hukum
merupakan perlindungan harkat dan martabat dan pengakuan terhadap hak asasi
manusia yang dimiliki oleh subjek hukum dalam negara hukum dengan
berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut guna mencegah
terjadinya kesewenang-wenangan. Perlindungan hukum itu pada umumnya
berbentuk suatu peraturan tertulis, sehingga sifatnya lebih mengikat dan akan
mengakibatkan adanya sanksi yang harus dijatuhkan kepada pihak yang
melanggarnya.8 Secara teoritis, perlindungan hukum dibagi menjadi 2 (dua)
bentuk, yakni sebagai berikut.
a) Perlindungan hukum preventif, yakni bertujuan untuk mencegah
terjadinya sengketa dan sangat berarti bagi tindakan pemerintah yang
didasarkan pada kebebasan bertindak.
7
Soeroso, R., 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 49. 8
b) Perlindungan hukum represif, yakni bertujuan untuk menyelesaikan
suatu permasalahan atau sengketa.
Berkaitan dengan pengguna jasa atau konsumen, perlindungan hukum terhadap
konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum kepada
konsumen penyedia dan pengguna yang berkaitan dengan barang dan jasa.9
2. Perlindungan Data Pribadi di Media Elektronik.
Mengenai data pribadi, Indonesia belum memiliki kebijakan atau regulasi
mengenai perlindungan data pribadi dalam satu peraturan khusus. Pengaturan
mengenai hal tersebut masih termuat terpisah di beberapa peraturan
perundang-undangan dan hanya mencerminkan aspek perlindungan data pribadi secara
umum. Data pribadi yang dimaksud dalam penelitian ini ialah data pribadi yang
berkaitan langsung dengan data elektronik. Sehingga peraturan
perundang-undangan yang dijadikan referensi ialah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal 1 angka 1 UU ITE
mengatur bahwa:
Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk, tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDJ), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti, atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 1 angka 4 UU ITE dinyatakan bahwa:
Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog,
9
digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Kedua pengertian tersebut tidak secara eksplisit memberi pengertian
terhadap data pribadi, begitu juga dengan ketentuan-ketentuan lainnya dalam UU
ITE. Tetapi, secara implisit UU ITE ini mengatur pemahaman baru mengenai
perlindungan terhadap keberadaan suatu data atau informasi elektronik baik yang
bersifat umum maupun pribadi. Perlindungan data pribadi dalam sebuah sistem
elektronik dalam UU ITE meliputi perlindungan dari penggunaan tanpa izin,
perlindungan oleh penyelenggara sistem elektronik, dan perlindungan dari akses
dan interferensi ilegal. Terkait perlindungan data pribadi dari penggunaan tanpa
izin, Pasal 26 UU ITE mensyaratkan bahwa penggunaan setiap data pribadi dalam
sebuah media elektronik harus mendapat persetujuan pemilik data bersangkutan.
Setiap orang yang melanggar ketentuan ini dapat digugat atas kerugian yang
ditimbulkan. Bunyi Pasal 26 UU ITE yakni sebagai berikut.
(1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan,
penggunaan, setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
(2) Setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.
Dalam penjelasannya, Pasal 26 UU ITE menentukan sebagai berikut.
Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi
merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi
yang dimaksud mengandung pengertian sebagai berikut:
b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan (Orang lain tanpa tindakan memata-matai).
c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.
Sehingga dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa dalam UU ITE dilindungi
hak pribadi seseorang untuk bebas dari segala macam gangguan terhadap
kehidupan pribadinya, yang disebabkan oleh penyalahgunaan data pribadi
teknologi informasi, baik data yang bersifat umum maupun pribadi.
Berkaitan dengan UU ITE, dalam peraturan pelaksananya yakni Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan
Sistem dan Transaksi Elektronik secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 1 angka
27 bahwa, “data pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat,
dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.” Dalam pengertian tersebut
tidak dijelaskan rincian data pribadi yang dimaksud, namun data pribadi tersebut
haruslah dijaga dan dilindungi. Selanjutnya Pasal 15 ayat (1) PP Nomor 82 Tahun
2012 menentukan sebagai berikut.
Penyelenggara Sistem Elektronik wajib:
a. menjaga rahasia, keutuhan, dan ketersediaan Data Pribadi yang dikelolanya;
b. menjamin bahwa perolehan, penggunaan, dan pemanfaatan Data Pribadi berdasarkan persetujuan pemilik Data Pribadi, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; dan
c. menjamin penggunaan atau pengungkapan data dilakukan berdasarkan persetujuan dari pemilik Data Pribadi tersebut dan sesuai dengan tujuan yang disampaikan kepada pemilik Data Pribadi pada saat perolehan data.
Berdasarkan ketentuan tersebut, data pribadi dalam sistem elektronik tentu
penggunaan dan pemanfaatannya yang harus dilakukan berdasarkan persetujuan
dari pemilik data pribadi tersebut.
3. Prinsip-prinsip Tanggung Jawab Hukum.
Terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan data pribadi tentu
berdampak terhadap kerugian, sehingga ada prinsip tanggung jawab yang berlaku.
Secara umum prinsip tanggung jawab dalam hukum dibedakan sebagai berikut.
a) Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on
fault).
Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang baru dapat dimintakan
pertanggung jawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang
dilakukannya.10 Prinsip ini tergambar dalam beberapa ketentuan di Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yakni Pasal 1365 dan
1367. Pasal 1365 KUHPerdata menentukan bahwa, “Tiap perbuatan
melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut.” Pasal 1365 KUHPerdata mengharuskan
terpenuhinya empat unsur pokok untuk dapat dimintai
pertanggungjawaban hukum dalam perbuatan melawan hukum, yaitu
adanya perbuatan, adanya unsur kesalahan, adanya kerugian yang diderita,
dan adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian. Ketentuan
10
tersebut mengatur mengenai perbuatan melawan hukum yang pada
dasarnya ialah perbuatan yang bertentangan dengan hak subjektif orang
lain.
b) Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (presumption of liability).
Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung jawab
(presumption of liability) sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah,
dengan kata lain beban pembuktian ada pada tergugat.11 Dalam prinsip
beban pembuktian terbalik, seseorang dianggap bersalah sampai yang
bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya.
c) Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of
nonliability).
Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuk
tidak selalu bertanggung jawab (presumption of nonliability) hanya
dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas dan
pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan.12
Contoh dalam penerapan prinsip ini adalah dalam hukum pengangkutan.
Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan, yang
biasanya dibawa dan diawasi oleh si penumpang (konsumen) adalah
tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal ini, pengangkut (pelaku
usaha) tidak dapat dimintakan pertanggung jawabannya. Sekalipun
11
Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT Grasindo, Jakarta, h. 61. 12
demikian, dalam Pasal 44 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara ada penegasan,
„prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab‟ ini tidak lagi
diterapkan secara mutlak, dan mengarah kepada prinsip tanggung jawab
dengan pembatasan uang ganti rugi (setinggi-tingginya 1 (satu) juta
rupiah). Artinya, kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin/bagasi
tangan tetap dapat dimintakan pertanggung jawaban sepanjang bukti
kesalahan pihak pengangkut (pelaku usaha) dapat ditunjukan. Pihak yang
dibebankan untuk membuktikan kesalahan itu ada pada si penumpang.
d) Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability).
Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikkan dengan
prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Kendati demikian, ada
pula para sarjana yang membedakan kedua terminologi tersebut. Ada
pendapat yang mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab
yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan.
Namun, ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan dibebaskan
dari tanggung jawab, misalnya dalam keadaan force majeure. Sebaliknya
absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak
ada pengecualiannya. Pada dasarnya strict liability adalah bentuk khusus
dari tort (perbuatan melawan hukum), yaitu prinsip pertanggung jawaban
dalam perbuatan melawan hukum yang tidak didasarkan pada kesalahan
(sebagaimana tort pada umumnya), tetapi prinsip ini mewajibkan pelaku
perbuatan melawan hukum itu.13 Dengan prinsip tanggung jawab mutlak
ini, maka kewajiban pelaku usaha untuk mengganti kerugian yang diderita
oleh konsumen karena mengkonsumsi produk yang cacat merupakan suatu
risiko, yaitu termasuk dalam risiko usaha. Karena itu, pelaku usaha harus
lebih berhati-hati dalam menjaga keselamatan dan keamanan pemakaian
produk terhadap konsumen. Di Indonesia, prinsip tanggung jawab mutlak
secara implisit dapat ditemukan dalam rumusan Pasal 1367 dan 1368 KUH
Perdata. Pasal 1367 KUH Perdata mengatur tentang tanggung jawab
seseorang atas kerugian yang disebabkan oleh perbuatan orang-orang yang
menjadi tanggungannya atau oleh barang-barang yang berada di bawah
pengawasannya. Sedangkan Pasal 1368 KUH Perdata mengatur tentang
tanggung jawab pemilik atau siapapun yang memakai seekor binatang atas
kerugian yang diterbitkan oleh binatang tersebut, baik binatang itu ada di
bawah pengawasannya, maupun tersesat atau terlepas dari pengawasannya.
Keadaan tersesat atau terlepas ini sudah menjadi faktor penentu tanggung
jawab tanpa mempersoalkan adanya perbuatan melepaskan atau
menyesatkan binatangnya.
e) Prinsip pembatasan tanggung jawab (limitation of liability).
Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan sangat disenangi oleh pelaku
usaha untuk dicantumkan sebagai klausul eksonerasi dalam perjanjian
standar yang dibuatnya. Namun secara umum prinsip tanggung jawab ini
13
sangat merugikan konsumen apabila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku
usaha.
f) Tanggung jawab produk (product liability).
Menurut Agnes M. Toar, product liability adalah tanggung jawab
produsen untuk produk yang telah dibawanya kedalam peredaran yang
telah menimbulkan/menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat
pada produk tersebut. Dalam hal ini, product liability adalah suatu
tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan
suatu produk atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses
untuk menghasilkan suatu produk dari orang atau badan yang menjual atau
mendistribusikan produk tersebut.14 Product liability disebabkan oleh
keadaan tertentu (cacat atau membahayakan orang lain). Tanggung jawab
ini sifatnya mutlak (strict liability) atau semua kerugian yang diderita
seorang pemakai produk cacat atau membahayakan (diri sendiri dan orang
lain) merupakan tanggung jawab mutlak dari pembuat produk atau mereka
yang dipersamakan dengannya. Dengan diterapkannya tanggung jawab
mutlak itu, pelaku usaha telah dianggap bersalah atas terjadinya kerugian
pada konsumen akibat produk cacat yang bersangkutan (tanggung jawab
tanpa kesalahan “liability without fault”), kecuali apabila ia dapat
14
membuktikan sebaliknya bahwa kerugian itu bukan disebabkan produsen
sehingga tidak dapat dipersalahkan padanya.
g) Penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden).
Menurut Van Dunne, penyalahgunaan keadaan terjadi karena ada 2 (dua)
unsur, yakni kerugian bagi salah satu pihak dan penyalahgunaan
kesempatan oleh pihak lain. Dari unsur kedua, timbul sifat perbuatan, yaitu
adanya keunggulan pada salah satu pihak yang bersifat ekonomis dan/atau
psikologis. Keunggulan ekonomis terjadi bilamana posisi kemampuan
ekonomi kedua belah pihak tidak seimbang sehingga salah satu
bergantung pada yang lain. Pada keunggulan psikologis, boleh jadi
ketergantungan ekonomis tidak ada, tetapi salah satu pihak mendominasi
secara kejiwaan. Kondisi penyalahgunaan keadaan ini dapat tercipta
karena adanya “ketergantungan relatif (misalnya antara orang tua dan
anak; suami dan istri; dsb) dan salah satu pihak menyalahgunakan keadaan
pihak lain untuk kepentingannya. Keadaan yang dimaksud disebabkan,
misalnya, yang bersangkutan belum berpengalaman, gegabah, kurang
cerdas dan/atau kurang informasi. Melengkapi pandangan Dunne, J. Satrio
menambahkan 6 (enam) faktor lagi yang dapat dianggap sebagai ciri dari
penyalahgunaan keadaan, diantaranya: a. Pada waktu menutup perjanjian,
salah satu pihak ada dalam keadaan terjepit; b. Karena keadaan ekonomis,
kesulitan keuangan yang mendesak; c. Karena hubungan atasan-bawahan,
keunggulan ekonomis pada salah satu pihak; hubungan majikan-buruh;
membutuhkan pertolongan dokter ahli; e. Perjanjian itu mengandung
hubungan yang timpang dalam kewajiban timbal balik antara para pihak
(prestasi yang tidak seimbang); pembebasan majikan dari resiko dan
menggesernya menjadi tanggungan si buruh; dan f. Kerugian yang sangat
besar dari salah satu pihak. Penyalahgunaan keadaan ini tentulah sangat
relevan untuk disinggung dalam kaitan dengan persengketaan transaksi
konsumen. Keadaan yang lebih unggul dari pelaku usaha baik dari segi
ekonomis maupun psikologis menjadi senjata yang ampuh untuk
mempengaruhi konsumen, sehingga tampaklah bahwa konsumen sangat
rasional dalam memutuskan kehendaknya padahal sejatinya justru
sebaliknya.
Terkait dengan uraian di atas, dalam penerapannya, setiap pertanggung jawaban
harus memiliki dasar yang jelas. Dasar pertanggung jawaban dapat digolongkan
menjadi 2 (dua) jenis, diantaranya: a. Pertanggung jawaban atas dasar kesalahan,
yang dapat lahir karena terjadinya wanprestasi, timbulnya perbuatan melanggar
hukum, atau tindakan yang kurang hati-hati; dan b. Pertanggungjawaban atas
dasar resiko, yaitu tanggung jawab yang harus dipikul sebagai resiko yang harus
diambil oleh seorang pelaku usaha atas kegiatan usahanya.
1.8 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu pedoman untuk mempelajari dan
menghadapi lingkungan-lingkungan yang dihadapi, dan digunakan dalam
penelitian ilmiah. Hasil dari penelitian ilmiah ialah sangat bergantung dari
dapat dipertanggungjawabkan secara benar dan jelas. Demikian halnya dengan
penelitian ini menggunakan metode yang diuraikan sebagai berikut.
1.8.1 Jenis penelitian.
Dalam penyusunan penelitian ini jenis penelitian yang
dipergunakan dalam mengkaji kedua permasalahan di atas adalah yuridis
normatif, yakni penelitian yang mengacu pada ketentuan-ketentuan hukum
positif. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan ini
mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematik hukum, taraf
sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum, dan sejarah
hukum. Jenis penelitian ini dilakukan karena adanya kekosongan norma
hukum (rechtsvacuum) yang secara khusus mengatur mengenai
perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik.
1.8.2 Jenis pendekatan.
Adapun jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
ialah pendekatan perundang-undangan (the statute approach) dan
pendekatan analisis konsep hukum (analytical and conceptual approach).
Pendekatan perundang-undangan (the statute approach), yaitu dilakukan
dengan meneliti semua norma hukum yang bersangkutan dengan isu
hukum yang sedang ditangani.15 Sehingga berbagai peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan dengan penelitian ini, yakni Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Nomor 11 Tahun
15
2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik. Selanjutnya, yakni pendekatan analisis konsep
hukum (analitacal and conceptual approach), bahwa digunakan berbagai
konsep mengenai perlindungan data pribadi yang terdapat dalam berbagai
literatur.
1.8.3 Sumber bahan hukum.
Sumber bahan hukum yang digunakan sebagai bahan dalam
penyusunan penelitian ini adalah:
1. Bahan hukum primer, berupa perundang-undangan yang terkait
untuk analisa dalam penelitian ini yakni, Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
2. Bahan hukum sekunder, berupa bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder
terdiri dari semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum dapat berupa
putusan pengadilan.16 Bahan hukum sekunder juga termasuk
internet dengan menyebut nama situsnya. Dalam penelitian ini
bahan hukum sekunder yang digunakan ialah berbagai penelitian
mengenai perlindungan data pribadi dan berbagai ketentuan serta
informasi yang ada dalam Situs Resmi Go-Jek Indonesia,
http://www.go-jek.com.
3. Bahan hukum tersier, berupa bahan hukum yang dapat memberikan
petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun
bahan hukum sekunder. Contoh dari bahan hukum tersier adalah
bibliografi dan indeks kumulatif.17 Bahan hukum tersier yang
digunakan yakni kamus hukum.
1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum.
Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam
penelitian ini diawali dengan inventarisasi berbagai bahan-bahan hukum,
kemudian dilakukan klasifikasi untuk lebih memfokuskan pada
bahan-bahan hukum yang mendasar dan penting. Selanjutnya dilakukan
sistematisasi bahan hukum untuk mempermudah dalam membaca dan
memahaminya.
16
Ibid, h. 141.
1.8.5 Teknik analisis bahan hukum.
Dalam penyusunan penelitian ini, digunakan teknik analisis yuridis
deskriptif yaitu diuraikan fakta mengenai pengaturan perlindungan data
pribadi. Kemudian berdasarkan studi kepustakaan yang diperoleh, maka
bahan hukum tersebut kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif
sehingga menghasilkan bahan hukum yang bersifat deskriptif. Teknik ini
digunakan karena teknik deskriptif merupakan suatu cara penelitian yang
menghasilkan data dekriptif-analitif serta bertujuan untuk mengerti atau
memahami gejala yang diteliti.18 Selain itu juga digunakan teknik evaluasi
yakni dilakukan penilaian terhadap berbagai bahan hukum baik bahan
hukum primer, sekunder, maupun tersier tentang perlindungan hukum data
pribadi, khususnya bagi pengguna jasa Go-Jek. Selanjutnya dilakukan
teknik argumentasi karena teknik ini selalu berdampingan dengan teknik
evaluasi. Penilaian-penilaian yang diuraikan dalam penelitian ini harus
didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum.
18
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM,
DATA PRIBADI, DAN GO-JEK
2.1 Perlindungan Hukum
2.1.1 Pengertian perlindungan hukum.
Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi antara satu dengan
yang lainnya, karena itu secara sadar atau tidak sadar manusia selalu melakukan
perbuatan hukum (rechtshandeling) dan hubungan hukum (rechtsbetrekkingen).1
Secara umum hubungan hukum (rechtsbetrekkingen) diartikan sebagai hubungan
antara dua atau lebih subyek hukum, hubungan mana terdiri atas ikatan antara
individu dengan individu, antara individu dengan masyarakat atau antara
masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Dalam hubungan hukum ini
hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak
yang lain. Suatu hubungan hukum akan memberikan hak dan kewajiban yang
telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, sehingga apabila dilanggar
akan mengakibatkan pihak pelanggar dapat dituntut di pengadilan.2 Tiap
hubungan hukum tentu menimbulkan hak dan kewajiban, selain itu
masing-masing anggota masyarakat tentu mempunyai hubungan kepentingan yang
berbeda-beda dan saling berhadapan atau berlawanan. Berdasarkan hal tersebut,
1
Soeroso, R., loc.cit. 2
Soedjono Dirjosisworo, 2001, Pengantar Ilmu Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 131.
untuk mengurangi ketegangan dan konflik, maka hukum ada untuk mengatur dan
melindungi kepentingan tersebut, sehingga hal inilah yang dinamakan sebagai
perlindungan hukum.
Perlindungan hukum merupakan salah satu hal terpenting dalam unsur
suatu negara hukum. Hal tersebut dianggap penting, karena dalam pembentukan
suatu negara akan dibentuk pula hukum yang mengatur tiap-tiap warga negaranya.
Dalam perkembangannya, antara suatu negara dengan warga negaranya akan
terjalin suatu hubungan timbal balik, yang mengakibatkan adanya suatu hak dan
kewajiban antara satu sama lain, dan perlindungan hukum merupakan salah satu
hak yang wajib diberikan oleh suatu negara kepada warga negaranya.
Perlindungan hukum berkaitan erat dengan konsep negara hukum, karena lahirnya
konsep tersebut merupakan tujuan dari pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi
manusia. Indonesia merupakan negara hukum, dan dalam kepustakaan Indonesia
negara hukum merupakan terjemahan langsung dari rechtstaat. Adapun ciri-ciri
dari rechtstaat adalah:
a. adanya Undang-undang Dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan
tertulis tentang hubungan antara penguasa dengan rakyat;
b. adanya pembagian kekuasaan negara;
c. diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.3
Ciri-ciri tersebut secara implisit berpendapat bahwa perlindungan hukum
merupakan hal yang mutlak dalam suatu konsep negara hukum atau rechtstaat.
3Ni’matul Huda, 2005,
Kata perlindungan mengandung arti tempat berlindung atau merupakan
perbuatan (hal) melindungi4 Hukum adalah kumpulan peraturan atau kaedah yang
mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi
setiap orang, dan normatif karena menentukan apa yang seharusnya dilakukan,
apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana
caranya melaksanakan kepatuhan pada kaedah-kaedah.5 Berdasarkan kedua
definisi tersebut, maka secara umum perlindungan hukum ialah perbuatan
melindungi dalam bentuk norma hukum yang berisi aturan, kewajiban, dan
larangan. Philipus M. Hadjon mengemukakan sebagai berikut.
Perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat dan
pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subjek hukum
dalam negara hukum dengan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku
di negara tersebut guna mencegah terjadinya kesewenang-wenangan.
Perlindungan hukum itu pada umumnya berbentuk suatu peraturan tertulis,
sehingga sifatnya lebih mengikat dan akan mengakibatkan adanya sanksi
yang harus dijatuhkan kepada pihak yang melanggarnya.6
Perlindungan hukum sebagai bagian dari konsep negara hukum merupakan suatu
upaya pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam memberi
perlindungan terhadap rakyatnya. Di sisi lain, perlindungan hukum juga berarti
segala upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara memberikan suatu
4
Yandianto, 2000, Kamus Umum Bahasa Indonesia, CV. M2S, Bandung, h. 319. 5
Sudikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, h. 38.
6
kekuasaan kepada orang tersebut untuk melakukan tindakan yang dapat
memenuhi kepentingannya.7
2.1.2 Bentuk-bentuk perlindungan hukum.
Konsep perlindungan hukum mendapatkan landasaan idiil dari sila kelima
Pancasila yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam sila
tersebut terkandung suatu hak seluruh rakyat Indonesia untuk diperlakukan sama
di depan hukum. Suatu kepentingan merupakan sasaran dari hak, karena itu perlu
adanya suatu perlindungan hukum.8 Secara teoritis, perlindungan hukum dibagi
menjadi 2 (dua) bentuk, yakni sebagai berikut.
a. Perlindungan hukum preventif, adalah perlindungan yang sifatnya
pencegahan, sebelum seseorang dan/atau kelompok melakukan suatu
kegiatan yang bersifat negatif atau melakukan suatu kejahatan yang
diniatkan, sehingga dapat menghindarkan atau meniadakan terjadinya
tindakan yang kongkrit.9 Perlindungan hukum ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya sengketa dan sangat berarti bagi tindakan pemerintah
yang didasarkan pada kebebasan bertindak. Hal ini juga mendorong
pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan, karena
rakyat juga dapat mengajukan keberatan ataupun dimintai pendapatnya
mengenai rencana keputusan tersebut. Perlindungan hukum preventif ini
7
Satjipto Raharjo, 2003, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta, h. 121. 8
Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 54. 9
bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu permasalahan atau sengketa.10
Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud
mencegah suatu pelanggaran serta memberikan batasan dalam melakukan
suatu perbuatan.
b. Perlindungan hukum represif, bertujuan untuk menyelesaikan suatu
permasalahan atau sengketa. Perlindungan hukum ini merupakan
perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman
tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah
dilakukan suatu pelanggaran.11 Penyelesaian sengketa tersebut dilakukan
oleh badan peradilan yang berwenang. Secara umum perlindungan hukum
represif diwujudkan dalam bentuk memberikan berbagai beban kewajiban
bagi para pihak yang terkait, dan diikuti dengan sanksi. Apabila
kewajiban-kewajiban tersebut dilanggar atau tidak dipenuhi, maka
dijatuhkan sanksi hukum.
2.2 Perlindungan Data Pribadi
2.2.1 Pengertian data pribadi.
Indonesia sebagai negara modern tentu memerlukan teknologi dan
informasi dalam mengikuti perkembangan ekonomi. Informasi mengenai individu
selalu dikelola oleh pemerintah dan swasta, tetapi munculnya era komputer
menciptakan ancaman yang lebih besar bagi privasi individu tersebut, serta
10
Philipus M. Hadjon, op.cit. h. 117. 11
kemungkinan individu menderita kerugian sebagai akibat dari ketidaktelitian atau
pembocoran informasi akan jauh lebih besar.12 Kemajuan teknologi dan informasi
yang pesat ini juga memberi dampak negatif, salah satunya ialah pelanggaran
terhadap data pribadi dan keamanan informasi. Era digital yang tengah
berlangsung ini telah memicu ledakan pertumbuhan data pribadi yang dibuat,
disimpan dan ditransmisikan pada komputer, situs internet, bahkan sosial media.13
Pasal 1 ayat 1 Data Protection Act Inggris tahun 1998 menentukan bahwa:
data adalah setiap informasi yang diproses melalui peralatan yang berfungsi secara otomatis menanggapi instruksi-instruksi yang diberikan bagi tujuannya dan disimpan dengan maksud untuk dapat diproses. Data juga termasuk informasi yang merupakan bagian tertentu dari catatan-catatan kesehatan, kerja sosial, pendidikan atau yang disimpan sebagai bagian dari suatu sistem penyimpanan yang relevan.
Data dan informasi merupakan sumber daya yang sangat penting bagi jalannya
organisasi termasuk organisasi tertinggi, yaitu negara. Pada era sekarang ini
organisasi yang mampu menggunakan data dan informasi secara benar, cepat,
tepat dan lengkap akan mampu bersaing. Data adalah setiap informasi yang
diproses melalui peralatan yang berfungsi secara otomatis menanggapi
instruksi-instruksi yang diberikan bagi tujuannya dan disimpan dengan maksud untuk dapat
diproses. Data juga termasuk informasi yang merupakan bagian tertentu dari
catatan-catatan kesehatan, kerja sosial, pendidikan atau yang disimpan sebagai
bagian dari suatu sistem penyimpanan yang relevan.14 Istilah perlindungan data
12
Paul Marrett, 2002, Information Law in Practice: 2nd Edition, MPG Books Ltd., Cornwall, h. 95.
13
Cameron G. Shilling, 2011, Privacy and Data Security: New Challenges of The Digital Age, New Hampshire Bar Journal, New Hampshire, h. 28.
14
pertama digunakan di Jerman dan Swedia pada tahun 1970-an yang mengatur
perlindungan data pribadi melalui undang-undang.15 Alasan dari dibuatnya hal
tersebut karena pada waktu itu mulai dipergunakan komputer sebagai alat untuk
menyimpan data penduduk terutama untuk keperluan sensus penduduk. Namun
ternyata dalam praktiknya, telah terjadi banyak pelanggaran yang dilakukan baik
oleh pemerintah maupun pihak swasta, sehingga diperlukan pengaturan
perlindungan data pribadi untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan. Asal mula
dari perlindungan data pribadi yaitu dengan adanya Electronic Fund Transfer
(EFT) adalah untuk melindungi keamanan data nasional dengan melarang akses
nasional data yang disimpan dalam computer milik pemerintah Amerika Serikat.16
Tiap-tiap negara menggunakan peristilahan yang berbeda antara informasi pribadi
dan data pribadi. Akan tetapi secara substantif kedua istilah tersebut mempunyai
pengertian yang hampir sama sehingga kedua istilah tersebut sering digunakan
bergantian.17 Amerika Serikat, Kanada, dan Australian menggunakan istilah
informasi pribadi, sedangkan Indonesia sendiri dalam Undang-undang Informasi
dan Transaksi Elektronik menggunakan istilah data pribadi.
Secara umum data pribadi terdiri atas fakta-fakta yang berkaitan dengan
individu yang merupakan informasi sangat pribadi sehingga orang yang
bersangkutan ingin menyimpan untuk dirinya sendiri dan/atau membatasi orang
15
Sinta Dewi, 2009, Cyberlaw: Perlindungan Privasi Atas Informasi Pribadi dalam E-Commerce Menurut Hukum Internasional, Widya Padjajaran, Bandung, h. 37.
16
Ferrera R. Gerald, 2004, CyberLaw Text and Cases, Trejo Production, South Western, h. 271.
17
lain untuk menyebarkannya kepada pihak lain maupun menyalahgunakannya.
Secara khusus, data pribadi menggambarkan suatu informasi yang erat kaitannya
dengan seseorang yang akan membedakan karakteristik masing-masing
individu.18 Mengacu pada peraturan perundang-undangan Inggris yakni
Undang-Undang Perlindungan Data Tahun 1988 (Data Protection Act 1998) yang
menggantikan Data Protection Act 1984, dijelaskan bahwa data pribadi adalah
data yang berhubungan dengan seseorang individu yang hidup yang dapat
diidentifikasikan dari data atau dari data-data atau informasi yang dimiliki atau
akan dimiliki oleh data controller. Di lain hal, data pribadi juga merupakan data
yang berkenaan dengan ciri responden misalnya umur, nama, jenis kelamin,
pendidikan, dan sebagainya.19
2.2.2 Pengaturan perlindungan data pribadi di indonesia.
Dalam suatu perlindungan data pribadi dikenal prinsip-prinsip yakni
pembatasan pengumpulan, kualitas data, spesifikasi tujuan, penggunaan
pembatasan, langkah-langkah pengamanan, keterbukaan, partisipasi individu,
serta pertanggungjawaban. Prinsip-prinsip tersebut selanjutnya dijabarkan sebagai
berikut.
a. Pembatasan pengumpulan: bahwa harus ada batasan dalam hal
pengumpulan data pribadi. Data yang didapatkan harus menggunakan cara-cara yang sah secara hukum dan adil, dan jika diperlukan dengan pengetahuan dan persetujuan dari orang yang bersangkutan.