Abstrak
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif mengenai strategi penanggulangan stres pada aktivis di Gereja “X” Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh lebih lanjut pemahaman yang komprehensif mengenai strategi penanggulangan stres pada aktivis di gereja ”X” Jakarta. Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori strategi penanggulangan stres dari Lazarus & Folkman.
Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 38 orang. . Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survey.
Alat ukur yang digunakan adalah modifikasi Ways of Coping Questionnaire yang dikembangkan oleh Lazarus dan Folkman (1984) yang terdiri dari 56 item. Nilai validitas item antara 0,308 – 0,899 dan derajat reliabilitas sebesar 0,882.
Dari hasil penelitian, didapat bahwa 60,5% aktivis di Gereja “X” Jakarta menggunakan kedua jenis strategi penanggulangan stres secara seimbang. Sebanyak 32,4% menggunakan strategi penanggulangan stres yang dominan berpusat pada masalah dan sebanyak 5,3% menggunakan strategi penanggulangan stres yang dominan berpusat pada emosi.
KATA PENGANTAR
Pertama-tama peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberi hikmat dan kekuatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul Studi Deskriptif Mengenai Strategi Penanggulangan Stres Pada Aktivis di Gereja “X” Jakarta diajukan untuk menempuh ujian sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.
Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan waktu dan keterbatasan ilmu yang dimiliki, untuk itu kritik dan saran yang membangun akan sangat bermanfaat untuk penelitian selanjutnya. Begitu banyak masukan, dorongan, dan bantuan yang telah didapat peneliti selama penyusunan skripsi ini. Untuk itu, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Drs. R. Sanusi Soesanto, Psikolog., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.
2. Henndy Ginting, S.Psi, Psikolog., sebagai dosen wali yang telah memberikan perhatian, semangat, serta pengarahan selama peneliti menjalani perkuliahan.
4. Dra. Kuswardhini, Psikolog., sebagai dosen pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberi masukan, dan semangat kepada peneliti selama penyusunan skripsi ini.
5. Drs. Paulus H. Prasetya, M.Si., selaku dosen dan koordinator mata kuliah skripsi.
6. Sianiwati S. Hidayat, M.Si, Psikolog dan Vida Handayani, M.Psi, Psikolog., sebagai dosen pembahas seminar outline yang telah meluangkan waktunya untuk memberi masukan yang sangat berarti bagi penelitian ini. 7. Seluruh Staf Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Kristen
Maranatha Bandung yang telah memberikan bekal ilmu kepada peneliti selama menjalani perkuliahan.
8. Seluruh Staf Tata Usaha Fakultas Psikologi dan Staf Perpustakaan Universitas Kristen Maranatha Bandung.
9. Ev. Kaston Sinaga M.Div., selaku Gembala Sidang dari Gereja “X” di Jakarta yang telah membantu peneliti dalam melakukan survey awal dan pengambilan data.
10.Para Aktivis di Gereja “X” Jakarta yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner.
11.Papa, Mama, Fandy, Sandy, dan Cindy, serta semua keluarga besar yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian, dukungan, semangat dan doa kepada peneliti dalam menjalani perkuliahan.
13.Gereja Kristen Kalam Kudus Bandung, yang sudah menjadi “rumah kedua” bagi peneliti dimana peneliti dapat beribadah, melayani bersama, serta bertumbuh dalam kerohanian selama berkuliah di Bandung, terutama untuk Komisi Pemuda, Komisi Remaja, Komisi Sekolah Minggu, Departemen Literatur, dan Departemen Misi.
14.Pdt. Philip Andrew, Ev. Vilijana, Ev. Sonny, Ev. Magdalena, Ev. Royke, Ev. She Kiun, Ev. Maria, Ev. Olivera, Ev. Nova, Andrea, Xiang2, Caleb, dan semua rekan-rekan pelayanan di GKKK Bandung. Kalian banyak memberikan inspirasi dalam hidupku.
15.Teman-teman Komsel GKKK Bandung (Ile, Esther, Vina, Ricky, Buddy, dan Yuni). Thank’s buat dukungan doa kalian selama ini.
16.Teman-teman HWY Community. Thank’s buat dukungan doanya. Ayo kita pelayanan bareng lagi !!.
17.Mariska Tara S.Psi yang telah memberikan banyak masukan kepada peneliti.
18.Teman-teman mahasiswa psikologi angkatan 2004 dan PMK Sola Gratia yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu.
Akhir kata peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pihak yang terkait.
Bandung, Agustus 2008
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK...i
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI...v
DAFTAR BAGAN...ix
DAFTAR TABEL...x
DAFTAR LAMPIRAN...xi
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1. Latar Belakang Masalah...1
1.2. Identifikasi Masalah...7
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian...7
1.4. Kegunaan Penelitian...8
1.5. Kerangka Pikir...8
1.6. Asumsi Penelitian...18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...19
2.1. Stres ...19
2.1.1. Pengertian Stres...19
2.1.3. Teori Stres dari Lazarus...23
2.2. Teori Penilaian Kognitif dari Lazarus...25
2.3. Proses Dinamika Stres...29
2.4. Strategi Penanggulangan Stres...29
2.4.1. Pengertian Strategi Penanggulangan Stres...29
2.4.2. Fungsi dan Bentuk Strategi Penanggulangan Stres...30
2.4.3. Hubungan Strategi Penanggulangan Stres Yang Berpusat Pada Emosi dengan Strategi Penanggulangan Stres Yang Berpusat Pada Masalah...35
2.4.4. Hubungan Penilaian Kognitif, Stres, dan Strategi Penanggulangan Stres...36
2.4.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Strategi Penanggulangan Stres...37
2.4.6. Hambatan Dalam Menggunakan Strategi Penanggulangan Stres...38
2.5. Masa Dewasa ……….39
2.5.1. Masa Dewasa Awal...39
2.5.2. Masa Dewasa Madya...41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...43
3.1. Rancangan Penelitian...43
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...44
3.2.1. Variabel Penelitian...44
3.2.2. Definisi Operasional...44
3.3. Alat Ukur...47
3.3.2. Prosedur Pengisian...49
3.3.3. Sistem Penilaian...50
3.3.4. Data Pribadi dan Data Penunjang...51
3.3.5. Uji Coba Alat Ukur...52
3.3.5.1. Validitas Alat Ukur...53
3.3.5.2. Reliabilitas Alat Ukur...53
3.4. Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel...54
3.4.1. Populasi Sasaran...54
3.4.2. Karakteristik Populasi...54
3.4.3. Teknik Penarikan Sampel...54
3.5. Teknik Analisis Data...55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...56
4.1. Gambaran Responden...56
4.1.1. Persentase Aktivis Berdasarkan Usia...56
4.2. Hasil Penelitian...57
4.2.1. Hasil Strategi Penanggulangan Stres...57
4.2.2. Hasil Derajat Stres...62
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian...64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...71
5.1. Kesimpulan...71
DAFTAR BAGAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Strategi Penanggulangan Stres Tabel 4.1 Persentase Aktivis Berdasarkan Usia
Tabel 4.2 Persentase Strategi Penanggulangan Stres
Tabel 4.3 Bentuk Strategi Penanggulangan Stres Pada Responden yang
Menggunakan Strategi Penanggulangan Stres Dominan Berpusat Pada Masalah Tabel 4.4 Bentuk Strategi Penanggulangan Stres Pada Responden Yang Menggunakan Strategi Penanggulangan Stres Dominan Berpusat Pada Emosi Tabel 4.5 Bentuk Strategi Penanggulangan Stres Pada Responden Yang Menggunakan Strategi Penanggulangan Stres Secara Seimbang
Tabel 4.6 Persentase Derajat Stres
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 01 Aktivis Gereja
Lampiran 02 Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Strategi Penanggulangan Stres
Lampiran 03 Alat Ukur Strategi Penanggulangan Stres Setelah Pengujian Validitas
Lampiran 04 Data Pribadi dan Data Penunjang
Lampiran 05 Alat Ukur Derajat Stres Setelah Pengujian Validitas Lampiran 06 Hasil Perhitungan Validitas Alat Ukur Derajat Stres
Lampiran 07 Data Bentuk Strategi Penanggulangan Stres Yang Berpusat Pada Masalah
Lampiran 08 Data Bentuk Strategi Penanggulangan Stres Yang Berpusat Pada Emosi
Lampiran 09 Hasil Strategi Penanggulangan Stres Aktivis
Lampiran 10 Tabulasi Silang Strategi Penanggulangan Stres dengan Kesehatan dan Energi
Lampiran 11 Tabulasi Silang Strategi Penanggulanggan Stres dengan Keterampilan Pemecahan Masalah
Lampiran 12 Tabulasi Silang Strategi Penanggulangan Stres dengan Keyakinan Positif
Lampiran 14 Tabulasi Silang Strategi Penanggulangan Stres dengan Dukungan Sosial
Lampiran 15 Tabulasi Silang Strategi Penanggulangan Stres dengan Sumber Material
Lampiran 16 Tabulasi Silang Strategi Penanggulangan Stres dengan Bidang Pelayanan yang dilakukan Aktivis
Lampiran 17 Tabulasi Silang Strategi Penanggulangan Stres dengan Usia Lampiran 18 Tabulasi Silang Strategi Penanggulangan Stres dengan Jenis
Kelamin
Lampiran 19 Tabulasi Silang Strategi Penanggulangan Stres dengan Lama Pelayanan
L1. Aktivis Gereja
Pengertian Aktivis Gereja
Yang dimaksud aktivis gereja adalah jemaat aktif dan memiliki kehidupan kristiani yang baik (baik yang sudah anggota/terdaftar dalam gereja lokal maupun simpatisan), siap/mau mengambil bagian dalam pelayanan baik di gereja maupun di masyarakat secara bertanggung jawab.
Mengapa menjadi seorang aktivis gereja
• Karena Allah telah menyelamatkan, maka kita perlu mengucap terima kasih atas penyelematan itu dengan melayani Allah.
• Pelayanan kita pertama-tama diwujudkan dalam tubuh Kristus, yaitu GerejaNya dengan tujuan mengembangkan gereja/memperluas Kerajaan Allah untuk mempermuliakan nama Tuhan Yesus.
• Pelayanan itu juga diwujudkan dalam masyarakat sebagai aplikasi Injil. • Untuk melayani, maka Allah memberi karunia kepada masing-masing aktivis.
Tanggung jawab seorang aktivis gereja
Setiap aktivis adalah partner kerja dalam melayani Tuhan Yesus dalam wadah organisasi gereja, untuk itu diharapkan setiap aktivis harus:
• Menghadiri, dimana memungkinkan, semua pertemuan dan pembinaan-pembinaan yang diadakan oleh gereja dan melaksanakan semua peraturan dan tanggung jawab yang diberikan, dengan menyadari bahwa pelayanan adalah bagian dari anugerah Allah sehingga adalah suatu kehormatan dan juga suatu tanggung jawab.
• Mengusahakan kehidupan yang dapat menjadi teladan yang baik di hadapan Allah dan manusia.
Beberapa contoh bagian pelayanan para aktivis gereja: • Anggota majelis jemaat
• Anggota paduan suara
• Pelayan kebaktian umum, seperti: song leader, pemusik, dll • Guru sekolah minggu
• Para pengurus komisi • Dan lain-lain.
• Catatan:
L2. Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Strategi Penanggulangan Stres
Validitas Strategi Penanggulangan Stres yang Berpusat Pada Masalah Aspek Planfull Problem Solving
No item Koefisien Korelasi Keterangan
1 0,251 Tidak dipakai
2 0,640 Dipakai
20 0,705 Dipakai
24 0,642 Dipakai
26 0,308 Dipakai
30 0,493 Dipakai
39 0,425 Dipakai
48 0,356 Dipakai
49 0,447 Dipakai
52 0,711 Dipakai
Validitas Strategi Penanggulangan Stres yang Berpusat Pada Masalah Aspek Confrontative
No item Koefisien Korelasi Keterangan
6 0,505 Dipakai
7 0,465 Dipakai
17 0,400 Dipakai
Validitas Strategi Penanggulangan Stres yang Berpusat Pada Emosi Aspek Distancing
No item Koefisien Korelasi Keterangan
4 0,536 Dipakai
10 0,701 Dipakai
12 0,136 Tidak dipakai
13 0,386 Dipakai
21 0,299 Tidak dipakai
41 -0,100 Tidak dipakai
44 0,512 Dipakai
50 0,401 Dipakai
53 0,642 Dipakai
Validitas Strategi Penanggulangan Stres yang Berpusat Pada Emosi Aspek Self Control
No item Koefisien Korelasi Keterangan
14 0,508 Dipakai
19 0,531 Dipakai
35 0,246 Tidak dipakai
43 0,398 Dipakai
34 0,132 Tidak dipakai
37 0,387 Dipakai
54 0,339 Dipakai
62 0,670 Dipakai
63 0,449 Dipakai
64 0,631 Dipakai
Validitas Strategi Penanggulangan Stres yang Berpusat Pada Emosi Aspek Seeking Social Support
No item Koefisien Korelasi Keterangan
8 0,386 Dipakai
18 0,600 Dipakai
22 0,369 Dipakai
31 0,516 Dipakai
42 0,477 Dipakai
45 0,638 Dipakai
47 0,266 Tidak dipakai
Validitas Strategi Penanggulangan Stres yang Berpusat Pada Emosi Aspek Accepting Responsibility
No item Koefisien Korelasi Keterangan
9 0,498 Dipakai
23 0,683 Dipakai
25 0,556 Dipakai
29 0,714 Dipakai
56 0,614 Dipakai
61 0,725 Dipakai
65 0,651 Dipakai
Validitas Strategi Penanggulangan Stres yang Berpusat Pada Emosi Aspek Escape Avoidance
No item Koefisien Korelasi Keterangan
3 0,558 Dipakai
11 0,505 Dipakai
16 0,553 Dipakai
32 0,598 Dipakai
33 0,701 Dipakai
40 0,570 Dipakai
55 0,477 Dipakai
57 0,208 Tidak dipakai
58 -0,098 Tidak dipakai
59 0,192 Tidak dipakai
66 0,713 Dipakai
Validitas Strategi Penanggulangan Stres yang Berpusat Pada Emosi Aspek Positive Reappraisal
No item Koefisien Korelasi Keterangan
5 0,899 Dipakai
15 0,721 Dipakai
27 0,772 Dipakai
36 0,699 Dipakai
38 0,763 Dipakai
60 0,486 Dipakai
L3. Alat Ukur Strategi Penanggulangan Stres setelah pengujian Validitas
PERNYATAAN TP J KK S
1. Saya mencoba menganalisis
masalah yang saya alami dalam
pelayanan agar saya dapat
memahaminya dengan lebih baik
2. Saya melakukan aktivitas lain
untuk mengalihkan perhatian saya
sementara waktu dari masalah
yang saya alami dalam pelayanan
3. Saya merasa hanya waktu yang
dapat menyelesaikan masalah
yang saya alami dalam pelayanan,
jadi yang harus saya lakukan
hanyalah menunggu
4. Saya menghadapi masalah
yang saya alami dalam pelayanan
di gereja sebagai hal yang positif
bagi saya
5. Saya melakukan sesuatu yang
mungkin saja tidak bermanfaat
namun setidaknya saya telah
melakukan sesuatu untuk
mengatasi masalah yang saya
alami dalam pelayanan di gereja
6. Saya berusaha menemukan
orang yang berkompeten untuk
mengubah jalan pikiran saya
7. Saya berbicara dengan rekan
sepelayanan saya untuk
memperoleh jalan keluar dari
masalah yang saya alami dalam
pelayanan di gereja
8. Saya mengkritik diri sendiri
saat menghadapi masalah dalam
pelayanan
9. Saya berusaha untuk tidak
terlalu memikirkan masalah yang
saya alami dalam pelayanan tetapi
membiarkan segala sesuatu apa
adanya
10. Saya berharap akan terjadi
keajaiban yang dapat
menyelesaikan masalah yang saya
alami dalam pelayanan di gereja
semua tanggung jawab pelayanan
saya, seolah-olah tidak terjadi
masalah yang berat
12. Saya mencoba memendam
perasaan saya sendiri mengenai
masalah yang saya alami dalam
pelayanan di gereja
13. Saya dapat melihat hal yang
baik dari masalah yang saya
alami dalam pelayanan di gereja
14. Saya tidur lebih banyak dari
biasanya untuk mengatasi tekanan
akibat masalah yang saya alami
dalam pelayanan di gereja
15. Saya mengungkapkan rasa
marah pada orang yang
menimbulkan masalah dalam
pelayanan di gereja
16. Saya berusaha mencari
simpati dan pengertian dari
rekan-rekan sepelayanan saya di gereja
ketika mengalami masalah dalam
pelayanan di gereja
17. Saya mengatakan pada diri
sendiri hal-hal yang dapat
membuat perasaan menjadi lebih
tenang
18. Saya terinspirasi untuk
melakukan sesuatu yang kreatif
dalam mengatasi masalah yang
gereja
19. Saya mencari bantuan kepada
rohaniwan saat mengalami
masalah dalam pelayanan
20. Saya berubah sebagai seorang
aktivis dengan cara hidup yang
lebih baik sejak saya mengalami
masalah dalam pelayanan
21. Saya menunggu untuk melihat
keadaan yang terjadi sebelum
saya melakukan sesuatu
22. Saya mengerjakan tanggung
jawab pelayanan saya sebaik
mungkin untuk memperbaiki
keadaan sehingga menjadi lebih
baik
23. Saya membuat sebuah
rencana yang akan saya lakukan
untuk mengatasi masalah yang
saya alami dalam pelayanan
24. Saya akan mendapatkan hal
yang terbaik di masa yang akan
datang dengan adanya masalah ini
25. Pada kenyataannya masalah
yang terjadi dalam pelayanan
saya tanggung sendiri
26. Saya merasa lebih baik
menggunakan pengalaman dalam
menyelesaikan masalah yang saya
27. Saya bicara kepada seseorang
yang mampu menangani masalah
yang saya alami dalam pelayanan
di gereja
28. Saya tidak melakukan
tanggung jawab pelayanan saya
untuk sementara waktu dan
mencoba untuk beristirahat
29. Saya mencoba untuk
membuat perasaan menjadi lebih
baik dengan porsi makan yang
lebih banyak
30. Saya menemukan maksud
Tuhan atas masalah yang saya
alami dalam pelayanan di gereja
31. Saya berpegang pada
pendirian dan tetap tabah ketika
mengalami masalah dalam
pelayanan
32. Saya menemukan apa yang
penting dalam hidup ini ketika
menghadapi masalah dalam
pelayanan di gereja
33. Saya mengubah sesuatu yang
membuat masalah dalam
pelayanan menjadi lebih baik
34. Saya menghindar dari
rekan-rekan sepelayanan saya untuk
sementara waktu
35. Saya meminta nasehat kepada
mengalami masalah dalam
pelayanan di gereja
36. Saya berusaha agar orang lain
tidak mengetahui hal-hal buruk
yang saya alami ketika
melakukan pelayanan di gereja
37. Saya tidak terlalu serius
dalam menanggapi masalah yang
terjadi dalam pelayanan saya di
gereja
38. Saya berbicara pada
rohaniwan/kakak pembina
tentang perasaan saya dalam
menghadapi masalah dalam
pelayanan
39. Saya berpegang teguh pada
pendirian bahwa apa yang saya
lakukan pasti dapat berhasil
mengatasi masalah yang saya
alami dalam pelayanan
40. Saya belajar dari pengalaman
masa lalu saat berada pada
masalah yang serupa
41. Saya tahu apa yang harus
dilakukan untuk mengatasi
masalah yang saya alami dalam
pelayanan oleh karena itu saya
berusaha keras untuk dapat
melakukannya
42. Saya tidak percaya bahwa
dalam pelayanan di gereja
43. Saya berjanji pada diri sendiri
suatu saat saya menjadi seorang
aktivis yang lebih baik dari
sekarang
44. Saya membuat beberapa
alternatif pemecahan masalah
yang sekiranya dapat mengatasi
masalah yang saya alami dalam
pelayanan di gereja
45. Saya menerima apa adanya
setiap masalah yang terjadi dalam
pelayanan dan menunggu selesai
dengan sendirinya karena tidak
ada yang dapat saya lakukan
46. Saya menjaga pikiran saya
dan tidak mencampuradukkan
masalah yang saya alami dalam
pelayanan dengan masalah
lainnya agar saya menjadi lebih
tenang
47. Saya berharap dapat
mengubah apa yang terjadi atau
apa yang dirasakan
48. Saya merubah kebiasaan
buruk saya ketika melakukan
pelayanan di gereja
49. Saya berdoa kepada Tuhan
untuk menghadapi hal yang
terburuk terjadi dalam pelayanan
saya
51. Saya memikirkan terlebih
dahulu setiap pelayanan yang
akan saya lakukan di gereja
52. Saya meniru cara rekan
sepelayanan saya yang lebih
senior ketika mengatasi masalah
yang saya alami dalam pelayanan
53. Saya melihat masalah yang
terjadi dalam pelayanan dari
sudut pandang orang lain
54. Saya mengingatkan diri
sendiri bagaimana hal terburuk
dapat terjadi dalam pelayanan
saya di gereja
55. Saya melakukan jalan-jalan
santai atau berolahraga untuk
mengatasi tekanan dalam
pelayanan
56. Saya mencoba sesuatu yang
berbeda yang belum pernah
dilakukan sebelumnya selama
L4. Data Pribadi dan Data Penunjang
Nama (insial) :
L/P
Usia :
Pendidikan terakhir :
Pekerjaan :
Lama bergereja :
Pelayanan yang dilakukan gereja :
Jawablah pertanyaan berikut ini dengan singkat dan jelas
1. Bagaimana kondisi kesehatan saudara saat ini ? Apakah saudara menderita penyakit tertentu ?
2. Jika saudara sedang mempunyai masalah dalam hidup saudara, apakah saudara mampu untuk menyelesaikannya ? Bagaimana cara saudara menyelesaikannya ?
3. Apakah saudara yakin dan optimis bahwa setiap masalah yang saudara alami pasti dapat diatasi ?
5a. Siapa sajakah yang membantu saudara dalam mengatasi masalah yang saudara alami?
5b. Apa saja yang mereka lakukan yang membantu saudara mengatasi masalah yang saudara alami ?
6a. Apakah saudara pernah mengikuti pembinaan rohani atau membaca Alkitab dan buku rohani ? Seberapa sering saudara mengikuti pembinaan rohani atau membaca Alkitab dan buku rohani ?
L5. Alat Ukur Derajat Stres Setelah Pengujian Validitas
No PERNYATAAN TP J KK S
1 Saya mendapat
fitnah/tuduhan-tuduhan yang tidak benar dan mencermarkan nama baik saya
2 Saya kuatir
bahwa rekan sepelayanan saya akan mengkritik pelayanan yang saya lakukan
3 Saya merasa
tugas pelayanan yang harus saya lakukan terlalu berat
4 Saya merasa
gereja
10 Saya berselisih paham dengan rekan
sepelayanan saya 11 Saya melakukan
tugas pelayanan sampai larut malam sehingga waktu tidur saya menjadi
terganggu
12 Saya tetap
melayani di gereja meskipun saya merasa tidak siap melayani
L6. Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Derajat Stres
Validitas Derajat Stres Aspek Frustrasi
1 0,086 Tidak dipakai
6 0,675 Dipakai
7 0,121 Tidak dipakai
12 0,577 Dipakai
18 0,170 Tidak dipakai
19 0,222 Tidak dipakai
Validitas Derajat Stres Aspek Konflik
No item Koefisien Korelasi Keterangan
8 0,160 Tidak dipakai
10 0,526 Dipakai
11 0,637 Dipakai
15 0,236 Tidak dipakai
17 0,601 Dipakai
20 0,727 Dipakai
Validitas Derajat Stres Aspek Tekanan
No item Koefisien Korelasi Keterangan
2 -0,170 Tidak dipakai
5 0,538 Dipakai
13 0,548 Dipakai
14 0,523 Dipakai
16 0,076 Tidak dipakai
No item Koefisien Korelasi Keterangan
3 0,484 Dipakai
4 0,318 Dipakai
9 0,494 Dipakai
L7. Data Bentuk Strategi Penanggulangan Stres yang Berpusat Pada Masalah
34 3 2 1 4 3 13 2,6 Cenderung Rendah
35 3 2 4 3 2 14 2,8 Cenderung Rendah
36 3 3 3 3 4 16 3,2 Cenderung Tinggi
37 4 2 1 2 2 11 2,2 Cenderung Rendah
38 4 3 1 4 4 16 3,2 Cenderung Tinggi
L8. Data Bentuk Strategi Penanggulangan Stres yang Berpusat Pada Emosi
Strategi Penanggulangan Stres yang Berpusat Pada Emosi Aspek Distancing
30 2 2 3 2 2 3 14 2,3 Cenderung Rendah
Strategi Penanggulangan Stres yang Berpusat Pada Emosi Aspek Self Control
28 2 4 1 2 1 4 1 15 2,14 Cenderung Rendah
22 4 4 4 4 4 4 24 4,0 Tinggi
Strategi Penanggulangan Stres yang Berpusat Pada Emosi Aspek Accepting Responsibility
21 2 3 3 2 4 3 3 2 22 2,8 Cenderung Rendah
Strategi Penanggulangan Stres yang Berpusat Pada Emosi Aspek Escape Avoidance
19 3 2 1 3 4 1 3 3 3 23 2,6 Cenderung Rendah
15 3 3 4 3 4 4 21 3,5 Cenderung Tinggi
L9. Hasil Strategi Penanggulangan Stres Aktivis
SPS EMOSI
L10. Tabulasi Silang Strategi Penanggulangan Stres dengan Kesehatan dan Energi
Strategi Penanggulangan
Stres
Kesehatan dan Energi Total
Sehat Tidak
L11. Tabulasi Silang Strategi Penanggulangan Stres dengan Keterampilan Pemecahan Masalah
Strategi Penanggulangan
Stres
Keterampilan Pemecahan Masalah Total
Ragu-L12. Tabulasi Silang Strategi Penanggulangan Stres dengan Keyakinan Positif
Strategi Penanggulangan
Stres
Keyakinan Positif Total
Yakin
Total 28 6 4 38
100% 100% 100%
L14. Tabulasi Silang Strategi Penanggulangan Stres dengan Dukungan Sosial Strategi
Penanggulangan Stres
Dukungan Sosial Total
Keluarga Teman
L15. Tabulasi Silang Strategi Penanggulangan Stres dengan Sumber Material
Strategi Penanggulangan
Stres
Sumber Material Total
Kadang-Dominan
L16. Tabulasi Silang Strategi Penanggulangan Stres dengan Bidang Pelayanan yang dilakukan Aktivis
Strategi
L17. Tabulasi Silang Strategi Penanggulangan Stres dengan Usia
berpusat pada
L18. Tabulasi Silang Strategi Penanggulangan Stres dengan Jenis Kelamin
Strategi Penanggulangan
Stres
Jenis Kelamin Total
Laki-L19. Tabulasi Silang Strategi Penanggulangan Stres dengan Lama Pelayanan
Penanggulangan Stres
2-5 tahun
6-10 tahun
11-15 tahun
16-20 tahun Dominan
berpusat pada masalah
1 5 4 3 13
25% 38,5% 36,4% 30%
Seimbang 3 7 6 7 23
75% 53,8% 54,5% 70%
Dominan berpusat pada
emosi
0 1 1 0 2
0% 7,7% 9,1% 0%
Total 4 13 11 10 38
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Stres merupakan masalah yang sangat umum dan dapat terjadi pada semua
orang, terutama pada zaman sekarang ini. Tidak terhitung banyaknya peristiwa
akhir-akhir ini yang dapat menyebabkan stres, mulai dari bencana alam seperti tsunami,
gempa bumi, banjir, tanah longsor sampai masalah ekonomi seperti krisis ekonomi
yang berdampak pada semua bidang kehidupan manusia, belum lagi masalah-masalah
pribadi seperti penyakit, kehilangan anggota keluarga, tekanan dalam pekerjaan,
masalah pergaulan di lingkungan sosial. Tidak ada seorang pun yang dapat
menghindar dari stres. Stres dapat terjadi pada semua orang, baik laki-laki maupun
perempuan, anak-anak maupun orang dewasa.
Stres yang dialami individu dapat merugikan baik dirinya maupun
hubungannya dengan masyarakat. Bila stres tidak bisa diatasi oleh individu, maka
individu tersebut menjadi tidak produktif karena mengalami berbagai gangguan
secara fisik maupun secara psikis. Gangguan fisik yang dialami antara lain, jantung
berdebar-debar, keluar keringat dingin, pusing, susah tidur, gangguan lambung, sulit
berkonsentrasi, dan bila stres sudah berat dapat menghilangkan kemampuan
seseorang dalam menilai realitas (dr.Ayub Sani Ibrahim, 2005, Kepala Bagian
2
Stres akan muncul bila seseorang dihadapkan pada berbagai tuntutan
lingkungan yang mengganggu dan membebani serta melebihi batas kemampuan
penyesuaian dirinya (Lazarus, 1984). Stres ada yang bersifat positif (eustress) dan negatif (distress) (Selye, 1974).
Menurut Lazarus (1984), stres diawali dari penilaian seseorang mengenai
suatu situasi di lingkungan yang menyebabkan stres (stressor). Penilaian yang diberikan setiap orang berbeda sehingga respon yang dihasilkan pun juga berbeda.
Sebagian orang yang menghadapi stressor mengalami masalah psikologis atau fisik yang serius, sedangkan sebagian orang lainnya yang menghadapi stressor yang sama
merasa peristiwa tersebut sebagai sesuatu yang menantang dan menarik. Ada empat
sumber stres yang umumnya dialami oleh semua orang yaitu frustrasi, konflik,
ancaman dan tekanan (Lazarus, 1984).
Saat ini warga Jakarta yang mengalami stres dan mendapatkan perawatan di
puskesmas mencapai 1,4 juta jiwa pada tahun 2007. Begitu pula yang dikatakan oleh
M. Aminullah (Direktur Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, Jakarta) bahwa
satu dari empat pasien puskesmas di Jakarta mengalami stres. Ia juga mengatakan
banyak pasien puskesmas yang mengeluh sakit pusing dan sejumlah gejala lain yang
sebetulnya adalah stres (www.kompas.com).
Menurut dr.Dadang Hawari (2003), dalam kehidupan sehari-hari manusia
”berteman” dengan stres. Sesungguhnya stres bisa menjadi tantangan yang
3
menahan beban stres, maka stres dapat berubah menjadi ancaman yang menganggu
kehidupan manusia. Dalam hal ini termasuk pada aktivis gereja.
Menurut Ev. Kaston Sinaga M.Div (Gembala Sidang di Gereja “X” Jakarta),
aktivis gereja adalah jemaat aktif dan memiliki kehidupan kristiani yang baik, siap
dan mau ambil bagian dalam pelayanan baik di gereja maupun di masyarakat secara
bertanggung jawab. Aktivis di gereja “X” Jakarta terdiri dari 70 orang dan mayoritas
berusia antara 20-55 tahun. Menurut Santrock (2002), usia 20-40 tahun termasuk
dalam masa dewasa awal, sedangkan usia 41-55 tahun termasuk dalam masa dewasa
madya. Yang termasuk aktivis di gereja “X” Jakarta adalah anggota majelis jemaat,
pengurus komisi, guru sekolah minggu, anggota paduan suara, dan para pelayan di
kebaktian. Aktivis gereja dapat mengalami stres yang disebabkan oleh tugas-tugas
pelayanan dan masalah yang dialami dalam pelayanan di gereja.
Tugas dari aktivis di gereja “X” Jakarta antara lain: melayani dengan penuh
tanggung jawab; menghadiri semua pertemuan dan pembinaan yang diadakan oleh
gereja dan melaksanakan semua peraturan dan tanggung jawab yang diberikan,
dengan menyadari bahwa pelayanan adalah bagian dari anugrah Allah sehingga
adalah suatu kehormatan dan juga suatu tanggung jawab; mengusahakan kehidupan
yang dapat menjadi teladan yang baik dihadapan Allah dan manusia; memelihara
kehidupan doa yang aktif dan kebiasaan membaca kitab suci.
Aktivis gereja harus memiliki karakter tertentu agar dapat menjalankan
tugas-tugasnya dengan baik dan efektif, seperti yang diungkapkan oleh Charles R.
4
yaitu rendah hati; penuh belas kasihan; lemah lembut; setia membaca kitab suci dan
berdoa; suka memberi; memiliki motivasi yang tulus dan jujur dalam melayani; tidak
cepat marah; dan sabar. Berdasarkan hasil survei awal dengan menggunakan
kuesioner kepada 15 aktivis di gereja “X” Jakarta mengenai karakter seorang aktivis
gereja yang baik, 66,7% (10 orang) aktivis gereja mengatakan karakter seorang
aktivis gereja yang baik adalah memiliki kerendahan hati. Sedangkan 33,3% (5
orang) aktivis gereja mengatakan karakter seorang aktivis yang baik adalah setia,
penuh kasih, bertanggung jawab, taat perintah Tuhan, dan rela berkorban. Para aktivis
gereja juga menyadari pentingnya karakter tersebut untuk mendukung tugas
pelayanan di gereja.
Berdasarkan hasil wawancara kepada 15 aktivis di gereja “X” Jakarta, 80%
(12 orang) dari aktivis gereja mengatakan bahwa tugas sebagai aktivis gereja
dirasakan cukup berat dan menuntut tanggung jawab yang besar. Beberapa tugas
aktivis gereja yang dirasakan cukup berat dan menuntut tanggung jawab yang besar
oleh aktivis di gereja “X” Jakarta adalah menyusun program pelayanan yang akan
dilakukan satu tahun ke depan, mempersiapkan pelayanan untuk acara natal, paskah,
dan ulang tahun gereja, serta melakukan rapat evaluasi setiap bulan. Aktivis gereja
yang terlibat dalam pelayanan paduan suara, pelayan di kebaktian dan guru sekolah
minggu juga harus melakukan rutinitas setiap minggu yaitu latihan dan persiapan
untuk ibadah.
Menurut para aktivis gereja, tugas pelayanan yang mereka lakukan di gereja
5
antara waktu untuk mereka bekerja, kuliah, sekolah, berkumpul bersama keluarga dan
teman dengan waktu untuk melakukan tugas pelayanan. Namun seringkali mereka
sulit sekali untuk membagi waktu, seperti yang dialami oleh I yang sering
mendapatkan kritikan dari anggota keluarganya karena I sering melakukan tugas
pelayanan pada waktu dimana seharusnya I berkumpul bersama keluarganya.
Berdasarkan hasil kuesioner kepada 15 aktivis di gereja “X” Jakarta mengenai
dampak stres, diperoleh data bahwa 60% (9 orang) aktivis gereja merasakan dampak
stres, seperti sakit kepala, mudah marah, sulit tidur, dan sulit berkonsentrasi ketika
melakukan tugas-tugas pelayanan. Aktivis gereja yang mengalami stres tidak dapat
meninggalkan tugas-tugas pelayanannya di gereja, karena ketika diangkat menjadi
aktivis gereja, mereka harus berkomitmen untuk bertanggung jawab terhadap
tugas-tugas pelayanan selama masa jabatan menjadi aktivis gereja. Kehidupan aktivis gereja
juga terkadang dijadikan panutan bagi jemaat-jemaat di gereja, oleh karena itu
walaupun sedang mengalami stres, aktivis gereja harus bisa menutupi keadaan yang
dialami sehingga diperlukan cara untuk mengatasi stres agar pelayanan di gereja
menjadi efektif.
Menurut Lazarus & Folkman (1984), cara aktivis gereja dalam mengatasi
stres yang dialami disebut dengan strategi penanggulangan stres. Strategi
penanggulangan stres perlu untuk membuat aktivis gereja menyesuaikan diri terhadap
stressor yang dihadapi, agar stressor tersebut tidak menjadi beban ketika melakukan tugas pelayanan di gereja. Ada dua strategi penanggulangan stres yang biasanya
6
masalah (problem focused form of coping) dan strategi penanggulangan stres yang berpusat pada emosi (emotion focused form of coping).
Aktivis gereja yang menggunakan strategi penanggulangan stres yang
berpusat pada masalah akan secara aktif mencari penyelesaian masalah yang menjadi
penyebab stres (Lazarus & Folkman, 1984:152). Berdasarkan hasil survey awal
dengan menggunakan kuesioner, strategi penanggulangan stres yang berpusat pada
masalah yang dilakukan oleh aktivis gereja antara lain: 6,67% aktivis gereja
menganalisis masalah yang dialami dalam pelayanan dan mencari solusi yang terbaik
untuk mengatasi masalah tersebut, hal ini sesuai dengan bentuk strategi
penanggulangan stres yang berpusat pada masalah yang dinamakan planfull problem solving.
Sedangkan aktivis gereja yang menggunakan strategi penanggulangan stres
yang berpusat pada emosi akan melakukan usaha untuk mengatur respon emosional
terhadap masalah dan ditujukan untuk mengurangi tekanan emosional yang timbul
akibat masalah yang dihadapi tanpa menyelesaikan masalah yang menjadi sumber
stres secara tuntas (Lazarus & Folkman, 1984:151), Adapun strategi
penanggulangan stres yang berpusat pada emosi yang dilakukan aktivis gereja antara
lain: 100% aktivis gereja berdoa saat mengalami masalah dalam pelayanan, hal ini
sesuai dengan bentuk strategi penanggulangan stres yang berpusat pada emosi yang
7
strategi penanggulangan stres yang berpusat pada emosi yang dinamakan seeking social support.
Aktivis gereja memiliki jenis strategi penanggulangan stres yang
berbeda-beda, ada yang menggunakan strategi penanggulangan stres yang berpusat pada
masalah, ada yang menggunakan strategi penanggulangan stres yang berpusat pada
emosi, adapula aktivis gereja yang menggunakan kedua jenis strategi penanggulangan
stres secara seimbang.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai strategi penanggulangan stres pada aktivis di gereja”X” Jakarta.
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH
Pada penelitian ini, ingin diketahui bagaimanakah strategi penanggulangan
stres yang digunakan pada aktivis di gereja ”X” Jakarta.
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai
strategi penanggulangan stres pada aktivis di gereja ”X” Jakarta.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh lebih lanjut pemahaman
yang komprehensif mengenai strategi penanggulangan stres pada aktivis di gereja
8
1.4 KEGUNAAN PENELITIAN
1.4.1 Kegunaan Ilmiah
• Memberikan informasi dalam bidang Psikologi Klinis khususnya yang
berkaitan dengan strategi penanggulangan stres pada aktivis gereja. • Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi tambahan bagi
peneliti lain yang tertarik untuk mengadakan penelitian dalam topik
yang sama.
1.4.2 Kegunaan Praktis
• Memberikan informasi kepada aktivis di gereja “X” Jakarta mengenai
strategi penanggulangan stres, sebagai evaluasi dan pertimbangan pada
saat menghadapi stres.
• Memberikan informasi bagi gembala sidang di gereja ”X” Jakarta
mengenai strategi penanggulangan stres yang digunakan aktivis gereja • Memberikan informasi kepada Sinode Gereja ”X” Jakarta mengenai
strategi penanggulangan stres yang digunakan oleh aktivisnya, agar
dapat digunakan sebagai masukan untuk dilakukan pembinaan pada
aktivis dalam pelayanan.
1.5 KERANGKA PEMIKIRAN.
Menurut Lazarus & Folkman (1984), stres adalah hubungan spesifik antara
9
sumber daya dan membahayakan keberadaan atau kesejahteraannya. Sedangkan
segala hal yang bisa mengakibatkan stres disebut stressor (Selye, 1980).
Aktivis gereja pun dapat mengalami stres. Aktivis gereja “X” Jakarta sebagian
besar berusia antara 20-55 tahun. Menurut Santrock (2002), usia 20-40 tahun
termasuk masa dewasa awal dan usia 41-55 tahun termasuk masa dewasa madya.
Para aktivis gereja telah memasuki tahap perkembangan kognitif formal operasional
yang berarti aktivis gereja sudah mampu untuk berpikir abstrak, logis, dan sistematis
dalam memecahkan masalah (stressor) yang dialami dalam pelayanan. Pada aktivis gereja stressor yang mereka hadapi berupa tugas-tugas pelayanan dan masalah yang
dialami dalam melakukan tugas-tugas pelayanan. Tugas dari aktivis antara lain:
melayani dengan penuh tanggung jawab; menghadiri semua pertemuan dan
pembinaan yang diadakan oleh gereja dan melaksanakan semua peraturan dan
tanggung jawab yang diberikan; mengusahakan kehidupan yang dapat menjadi
teladan yang baik dihadapan Allah dan manusia; memelihara kehidupan doa yang
aktif dan kebiasaan membaca kitab suci. Adapun masalah yang dialami oleh aktivis
gereja antara lain: sulit membagi waktu antara waktu untuk melakukan tugas
pelayanan dengan waktu untuk keluarga, teman, kuliah melakukan tugas pekerjaan
dan kegiatan lainnya; tugas-tugas pelayanan yang berat; mengalami perselisihan
dengan aktivis lainnya; mendapatkan tuduhan yang tidak benar yang mencemarkan
nama baik; dan mengalami kejenuhan dalam pelayanan.
10
stres yang berbeda-beda antara aktivis gereja yang satu dengan aktivis gereja yang
lainnya. Penghayatan yang berbeda ini tergantung dari cara aktivis gereja yang
berlainan dalam menilai situasi dan peristiwa yang dihadapinya, yang dinamakan
dengan penilaian kognitif (cognitive appraisals).
Lazarus & Folkman (1984) mengajukan dua alasan mengapa penilaian
kognitif merupakan faktor penting. Pertama proses kognitif adalah proses yang
mengantarai terjadinya interaksi antara aktivis gereja dengan lingkungan terhadap
munculnya reaksi. Kedua untuk mempertahankan diri dan berkembang, aktivis gereja
harus membedakan antara situasi mana yang menyenangkan dan membahayakan bagi
mereka. Penilaian kognitif merupakan suatu proses evaluatif yang menentukan
mengapa dan pada tingkat bagaimana suatu hubungan antara manusia dan
lingkungannya dikatakan stressful. Penilaian kognitif akan memberikan bobot
terhadap stres yang dialami, apakah akan dinilai sebagai sesuatu yang mengancam
atau tidak. Dalam hal ini perbedaan terletak pada intensitas tekanan emosional yang
dirasakan dan dipengaruhi juga oleh bagaimana aktivis gereja memandang
masalahnya. Proses penilaian kognitif pada aktivis gereja diuraikan dalam tiga tahap
yaitu penilaian primer (primary appraisal), penilaian sekunder (secondary appraisal),
dan penilaian kembali (reappraisal).
Proses penilaian primer (primary appraisal) merupakan proses mental yang
11
mempengaruhi dirinya secara berlebihan atau tidak sama sekali. Menurut Folkman
(1984) individu akan mengalami tekanan emosi apabila situasi yang dihadapi
dirasakan mengancam dirinya atau apabila tuntutan yang dirasakan melebihi
kemampuan yang dimilikinya. Dalam hal ini perbedaan terletak pada intensitas
tekanan emosional yang dirasakan dan dipengaruhi juga oleh bagaimana individu
memandang masalahnya. Berdasarkan penilaian ini, maka dihasilkan salah satu dari tiga buah bentuk penilaian yaitu irrelvant, benign positive, dan stressfull. Stressor
dikategorikan irrelevant apabila tidak berdampak apapun pada aktivis gereja. Benign positive apabila stressor dinilai memberikan keuntungan atau hal positif pada aktivis
gereja. Penilaian ini dicirikan oleh emosi-emosi yang menyenangkan seperti sukacita,
cinta, kebahagiaan, kegembiraan, dan kedamaian. Pada penilaian irrelevant dan benign positive, aktivis gereja tidak mengalami stres karena tuntutan yang ada tidak
begitu mengancam kesejahteraannya. Pada tahap stressfull, hal pertama yang dilakukan oleh aktivis gereja adalah memandang stressor yang menganggu dirinya,
lalu timbul perasaan ingin terbebas dari situasi yang tidak menyenangkan tersebut
(harm/loss), kemudian menimbulkan suatu pemikiran untuk mengantisipasi stressor tersebut (threat), pemikiran tersebut memacu aktivis berpikir optimis untuk
mengatasi stressor yang menimpa dirinya (challenge). Setelah aktivis gereja merasakan bahwa situasi yang tidak menyenangkan tersebut menganggu dirinya
sehingga menyebabkan stres, maka aktivis gereja termotivasi untuk mengatasi
12
Pada penilaian sekunder, aktivis gereja mengevaluasi hal-hal yang dapat
dilakukan untuk mengatasi stres. Proses evaluasi ini meliputi pemilihan cara yang
mungkin dilakukan berupa strategi penanggulangan stres mana yang dianggap sesuai
dengan stressor yang dialami dalam pelayanan dan akibat-akibat apa yang
ditimbulkan oleh strategi yang digunakan. Pada tahap ini aktivis gereja mencoba
lebih memahami potensi-potensi yang ada dalam dirinya yang terdiri dari kesehatan
dan energi; keterampilan pemecahan masalah; keyakinan positif; keterampilan sosial;
dukungan sosial; dan sumber material, misalnya aktivis gereja memiliki kemampuan
lebih dalam bersosialisasi maka aktivis gereja berusaha mencari informasi mengenai
stressor yang sedang dialaminya. Aktivis gereja akan selalu berusaha menyesuaikan strategi penanggulangan stres yang akan digunakan dengan stressor yang dihadapinya.
Konsep strategi penanggulangan stres pada umumnya digunakan sebagai
aspek utama dalam menjelaskan hubungan antara stres dengan tingkah laku aktivis
gereja dalam menghadapi stres. Strategi penanggulangan stres dipandang sebagai
faktor penyeimbang yang membantu aktivis gereja menyesuaikan diri terhadap stres
yang dialaminya. Pada dasarnya penanggulangan ditujukan untuk mengurangi atau
menghilangkan stres yang ditimbulkan oleh stressor yang ada.
Lazarus (1984) menjelaskan strategi penanggulangan stres merupakan
perubahan kognitif dan tingkah laku yang berlangsung terus-menerus sebagai usaha
individu untuk mengatasi tuntutan yang dinilai sebagai beban atau melampaui sumber
13
mengutamakan pada “proses” karena berhubungan dengan apa yang secara aktual
dipikirkan atau dilakukan aktivis gereja dalam menghadapi situasi stres, disertai
perubahan pikiran dan tindakan terhadap setiap peristiwa. Akan tetapi,
penanggulangan tidak selalu berarti menguasai, karena ada kondisi ketika aktivis
gereja menanggulangi stres dengan bersikap toleran, mengurangi, menerima, atau
mengabaikan sesuatu yang tidak dapat dikuasainya.
Lazarus & Folkman (1984) membagi fungsi penanggulangan stres menjadi
dua yaitu strategi penanggulangan stres yang berpusat pada masalah (problem focused form of coping/ direct action) dan strategi penanggulangan stres yang
berpusat pada emosi (emotion focused form of coping/ palliative forms).
Strategi penanggulangan stres yang berpusat pada masalah adalah strategi
yang diarahkan untuk mengatur atau mengatasi masalah penyebab stres. Strategi
penanggulangan ini sering ditujukan oleh aktivis gereja sebagai usaha untuk
merumuskan masalah, membuat beberapa alternatif, memilih alternatif yang terbaik
dan akhirnya mengambil keputusan untuk bertindak. Strategi ini bukan hanya sekedar
pemecahan masalah, strategi ini merupakan proses analisis obyektif yang terutama
difokuskan pada masalah termasuk juga cara yang diarahkan pada diri sendiri. Ada
dua bentuk strategi penanggulangan stres yang berpusat pada masalah:
Planfull problem solving, dalam bentuk ini aktivis gereja berusaha untuk
menyusun rencana, menganalisa masalah kemudian membuat beberapa alternatif
sebanyak-14
banyaknya mengenai stressor yang dialami kemudian melakukan analisa mengenai solusi yang dapat dilakukan.
Confrontative coping, dalam bentuk ini aktivis gereja berusaha menggunakan kesempatan yang ada untuk memperbaiki masalah dan berpegang pada pendirian dan
berjuang untuk mencapai hal yag dikehendaki dengan cara apapun (reaksi agresif).
Misalnya melakukan suatu yang beresiko.
Strategi penanggulangan stres yang berpusat pada emosi adalah strategi yang
berfungsi untuk mengatur respon emosional terhadap masalah yang ada. Strategi
penanggulangan ini digunakan oleh aktivis gereja untuk memelihara harapan dan
optimisme, mereka menyangkal fakta dan akibat yang mungkin dihadapi, kemudian
menolak untuk mengakui hal terburuk dan bereaksi seolah-olah apa yang terjadi tidak
menimbulkan stres. Proses ini memberi kemungkinan untuk suatu interpretasi yang
menipu diri dan distorsi realitas. Penipuan yang berhasil terjadi tanpa adanya
kesadaran (Lazarus & Folkman, 1984). Strategi penanggulangan stres yang berpusat
pada emosi memiliki enam bentuk, yaitu:
Distancing, dalam bentuk ini aktivis gereja berusaha untuk melepaskan diri dari reaksi stres dengan cara menciptakan pandangan-pandangan positif terhadap
masalah pelayanan yang dialaminya, aktivis gereja merasakan bahwa masalah
pelayanan yang dialaminya bukan merupakan suatu cobaan dalam hidupnya
melainkan merupakan pengalaman berharga dan karenanya menolak untuk
15
Self Control, dalam bentuk ini aktivis gereja berusaha untuk menyesuaikan perasaan dengan tindakan yang diambil. Aktivis gereja menyadari dengan mengubah
perasaan negatif menjadi positif mengenai masalah pelayanan yang dialaminya
merupakan faktor yang sangat penting untuk menjadikan dirinya lebih bertahan
dengan keadaaannya sekarang.
Seeking social support, dalam bentuk ini aktivis gereja berusaha untuk mencari dukungan dari pihak luar baik berupa informasi mengenai masalah
pelayanan yang dialaminya, bantuan nyata maupun dukungan emosional dari pihak
keluarga, rohaniwan maupun rekan sepelayanan.
Accepting resposibility, dalam bentuk ini aktivis gereja berusaha untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan kesadaran peran diri dalam
pemasalahan. Misalnya aktivis gereja berusaha untuk merubah sikap ke arah yang
lebih baik.
Escape Avoidance, dalam bentuk ini aktivis gereja berusaha untuk
menampilkan reaksi berkhayal dan usaha menghindar atau melarikan diri dari
penderitaan yang sedang dihadapi, misalnya dengan mengkhayal bahwa dirinya tidak
mengalami masalah dalam pelayanan.
Positive reappraisal, dalam bentuk ini aktivis gereja berusaha untuk menciptakan makna yang positif dengan memusatkan pada pengembangan pribadi
dan juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius. Aktivis gereja menyadari bahwa
masalah dalam pelayanan yang mereka alami bukan merupakan sesuatu penderitaan
16
Jika penggunaan suatu strategi dirasa tidak sesuai atau mengalami kegagalan,
maka aktivis gereja akan melakukan penilaian kembali (reappraisal) terhadap situasi
atau stressor. Reappraisal menjelaskan mengenai perubahan penilaian berdasarkan informasi baru dari lingkungan dan atau dari aktivis gereja. ‘Reappraisal’ merupakan
kelanjutan dari ‘appraisal’ baru, misalnya apa yang dulu dimaknakan sebagai theat dengan reappraisal dapat dimaknakan sebagai benign positive.
Pada tahapan tersebut aktivis gereja yang merasakan strategi penanggulangan
stresnya tidak berhasil akan memikirkan appraisal baru. Aktivis gereja lalu menjalani tahapan primary appraisal dan secondary appraisal kemudian melakukan strategi
penanggulangan stres kembali. Setelah strategi penanggulangan stres dilakukan dan
dirasa baik oleh aktivis gereja maka aktivis gereja mampu beradaptasi dengan situasi
yang ada.
17
Stressful Stres Penilaian Kognitif Sekunder
Sumber-sumber daya • Kesehatan dan energi • Keterampilan pemecahan
masalah
• Keyakinan positif • Keterampilan sosial • Dukungan sosial
• Sumber-sumber material
Strategi
• Seeking Social Support • Accepting Responsibility • Escape Avoidance • Positive Reappraisal
18
1.6 ASUMSI
• Aktivis gereja memiliki penilaian kognitif yang berbeda-beda terhadap
stressor.
• Aktivis gereja dapat terjadi stres karena peran dan tugas pelayanan yang
dilakukan di gereja (stressor).
• Untuk mengatasi stres yang dialami maka aktivis gereja akan menggunakan
strategi penanggulangan stres.
• Strategi penanggulangan stres yang digunakan aktivis gereja dapat berupa
strategi penanggulangan stres yang berpusat pada masalah, strategi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap aktivis di Gereja “X” Jakarta, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sebagian besar aktivis di Gereja “X” Jakarta, yaitu sebesar 60.5% menggunakan strategi penanggulangan stres secara seimbang. Bentuk yang paling sering digunakan adalah planfull problem solving, self control,
accepting responsibility, dan positive reappraisal. Sebagian lainnya, yaitu sebesar 34,2% aktivis menggunakan strategi penanggulangan stres yang dominan berpusat pada masalah. Bentuk yang paling sering digunakan adalah
planfull problem solving. Sisanya 5,3% aktivis menggunakan strategi penanggulangan stres yang dominan berpusat pada emosi. Bentuk yang paling sering digunakan adalah distancing, self control, accepting responsibility, dan
positive reappraisal.
3. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap penggunaan strategi penanggulangan stres adalah keterampilan pemecahan masalah, dukungan sosial, dan usia. Sebanyak 60% aktivis yang memiliki keterampilan pemecahan masalah, 75% aktivis yang memperoleh dukungan sosial dari keluarga dan teman dekat, menggunakan kedua jenis strategi penanggulangan stres secara seimbang. Pada 69,6% aktivis yang berusia 20-40 tahun (masa dewasa awal) menggunakan kedua jenis strategi penanggulangan stres secara seimbang, sedangkan pada 46,6% aktivis yang berusia 41-55 tahun (masa dewasa madya) menggunakan strategi penanggulangan stres yang dominan berpusat pada masalah.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian, peneliti mengajukan beberapa saran yang diharapkan dapat berguna, yaitu:
5.2.1 Saran Bagi Penelitian Lanjutan
1. Disarankan untuk meneliti mengenai keefektifan dari strategi penanggulangan stres sehingga diperoleh gambaran mengenai strategi penanggulangan stres yang efektif bagi aktivis gereja.
kontribusi faktor-faktor tersebut terhadap penggunaan strategi penanggulangan stres
3. Disarankan untuk meneliti aktivis gereja dengan bidang pelayanan yang lebih spesifik, sehingga diperoleh gambaran yang lebih rinci mengenai strategi penanggulangan stres.
5.2.2 Saran Bagi Kegunaan Praktis
1. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan informasi bagi aktivis gereja, sehingga aktivis gereja dapat lebih memahami mengenai strategi penanggulangan sres yang digunakan
DAFTAR PUSTAKA
Aldwin, C., Folkman S., Schaefer, C., Coyne, J.C., & Lazarus, R.S. 1980. Ways of Coping: A Process Measure. Paper Presented at Meetings of American Psychological Association, Montreal.
Alhusin, Syahri. 2001. Aplikasi Statistik Praktis Dengan SPSS 9. Jakarta: Elex Media Komputindo
Anderson, C.R. 1977. Locus of Control, Coping Behaviour and Performance in A Stress Setting : A Longitudinal Study. Journal of Applied Psychology, 62, 446-451.
Arnett, J.1990. Contraceptive Use, Sensation Seeking and Adolescent Egosentrism. Journal of Youth and Adolesence;19,171-180.
Arnold, M.B. 1970. Feelings and Emotion. New York: Academic Press. Bandung.
Cannon, W.B. 1932. The Wisdom of The Body. New Your: Norton.
Chaplin, J.P. 2002. Dictionary of Psychology. New York: Dell Publishing Co. Inc.
Cox, Tom. 1978. Stress. London: The Macmillan Press LTD.
Erickson, E.H. 1968. Identity: Youth and Crisis. New York: WW Norton.
Goldberger, Leo., and Breznitz, S., 1982. Handbook Of Stress: Theoritical and Clinical Aspect. London: Collier MacMilan Publishers.
Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo
Hurlock, E.B. 1994. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang ` Rentang Kehidupan. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
Janoof-Bulman, R, & Brickman, P. 1982. Expectation and what people learn from failure. In N.T . Feather (Ed), Expectancy, Incentive, and Action. Hillsdale, NJ : Erlbaum.
75
Lazarus, R. S. 1976. Patterns of Adjustment, Third Edition. Tokyo Kogakusha: McGraw Hill
., & Susan Folkman. 1984. Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer Publishing Company.
Monat, Alan., & Richard Lazarus. 1991. Stress & Coping An Anthology. New York: Columbia University Press.
Neufeld, R.W. 1975. Effect of Cognitive Appraisal on d’ and Response Bias to Experimental Stress. Journal of Personality and Social Psychology.
Newfeld, R.W. 1976. Evidence of Stress as A Function of Experimentally Altered Appraisal of Stimulus Aversiveness and Coping Adequacy. Journal of Personality and Social Psychology.
Peery, W.G. 1970. Forms of Intellectual and Ethical Development in the College Years. New York : Holt, Rinehart&Winston.
Santrock, J.N. 2004. Life-Span Development, Ninth Edition. New York: McGraw Hill
Selman, R.L. 1980. The Growth of Interpersonal Understanding. New York: Academic Press.
Selye, H. 1976. The Stress of Life. New York: Mc Graw Hill.
_______. 1980. Selye’s Guide to Stress Research (Vol 1). New York: Van Nostrand Reinhold.
Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Terjemahan. Jakarta: PT. Grarnedia Pustaka Utarna.
Silver, R.L, & Wortman, C.B. 1980. Coping with Underirable Life Events In J. Garber & M.E.P Seligman (Eds), Human Helplessness: Theory and Applications. New York: Academic Press.
Sitepu, Nirwana SK, 1995. Analisis Korelasi. FMIPA. Universitas Pajajaran
DAFTAR RUJUKAN
Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Pedoman Penulisan Skripsi
Sarjana Edisi Revisi II. 2007. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas
Kristen Maranatha
Hernadi, Ivan. 2005. Suatu Penelitian Deskriptif Mengenai Strategi Penanggulangan Stres Pada Pendeta di Gereja-Gereja GKI di Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha
Tara, Mariska. 2008. Studi Deskriptif Mengenai Strategi Penanggulangan Stres Pada Dokter Jaga UGD Rumah Sakit “X” di Cimahi. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha
Irawati, Gita. 2005. Suatu Studi Deskriptif Mengenai Derajat Stres Pada Narapidana Wanita Usia 18-40 Tahun di Lembaga Pemasyrakatan ”X” Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha